BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Early Childhood Caries (ECC) Early Childhood Caries (ECC) merupakan istilah yang menjelaskan suatu pola lesi karies yang unik pada bayi, balita, dan anak prasekolah. Dahulu Early Childhood Caries (ECC) dikenali juga sebagai baby bottle caries, nursing caries, baby bottle tooth decay, dan bottle rot.1,2 Definisi ECC menurut The American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) adalah adanya satu atau lebih karies (kavitas atau non-kavitas), adanya gigi yang hilang karena karies atau adanya gigi yang ditambal pada gigi sulung anak usia 0-71 bulan. Karies ini merupakan penyakit multifaktorial.1-3,5 Faktor yang paling berperan adalah adanya aktifitas mikroorganisme penyebab karies yang tinggi, seringnya mengonsumsi makanan dan minuman kariogenik serta kebersihan mulut yang buruk.1,5 ECC adalah suatu karies rampan yang unik pada gigi sulung dan dapat terjadi pada bayi berusia 9 bulan. ECC mempunyai pola yang khas dan seringkali terlihat pada anak-anak berusia di bawah enam tahun yang mempunyai kebiasaan minum ASI, susu botol atau cairan manis terus-menerus sepanjang hari, dua hingga empat kali sehari, sampai tertidur dan terkadang sepanjang malam.1,3,8 Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak pada permukaan gigi, dimana gula dari sisa makanan akan difermentasikan oleh bakteri Streptokokus mutans yang terdapat dalam rongga mulut.9 Hal ini akan menghasilkan asam organik dalam mulut yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (sekitar pH 5,5) dan menyebabkan demineralisasi enamel, yang akan berlanjut menjadi karies gigi.1-3,5 Istilah Severe Early Childhood Caries (S-ECC) untuk kondisi yang lebih parah, apabila banyaknya jumlah permukaan gigi sulung terkena karies terutamanya gigi anterior yaitu insisivus rahang atas pada anak pra-sekolah. S-ECC diklasifikasikan dengan adanya minimal satu dari kriteria berikut: Anak berusia kurang dari tiga tahun dan mempunyai karies pada permukaan halus gigi (smooth Universitas Sumatera Utara surface) ; anak berusia tiga hingga lima tahun dan mempunyai karies pada permukaan halus gigi insisivus maksila; jumlah permukaan yang terlibat sama atau lebih dari 4 permukaan gigi pada anak berusia tiga tahun, lima atau lebih permukaan gigi pada usia empat tahun atau enam atau lebih permukaan gigi pada usia lima tahun.1,3 2.2 Etiologi Early Childhood Caries Secara umum proses terjadinya karies pada gigi dipengaruhi oleh empat faktor penyebab utama, yaitu host (gigi), bakteri, substrat dan waktu. Keempat faktor ini harus ada, bila salah satu faktor tidak ada maka karies tidak akan terjadi. Ini disebabkan keempat faktor ini merupakan lingkaran yang saling terkait, dengan karies ditengahnya.2,3 2.2.1 Faktor Host Faktor host berupa morfologi dan anatomi gigi serta saliva yang akan berpengaruh pada pembentukan karies. Celah atau alur yang dalam pada gigi dapat menjadi lokasi perkembangan karies. Bentuk lengkung gigi yang tidak teratur dengan adanya gigi berjejal kadang-kadang sulit dibersihkan secara sempurna dan dapat menjadi tempat penumpukan plak.9 Perubahan dalam kuantitas atau kualitas saliva juga memiliki efek yang besar pada lingkungan rongga mulut. Contohnya pada waktu malam saat anak tidur, produksi saliva akan berkurang dan ini mempercepat proses demineralisasi enamel terutama pada anak yang mempunyai kebiasaan minum susu sambil tidur.5,9 Gambar 1. Celah/fisur pada gigi yang menjadi lokasi karies10 Universitas Sumatera Utara 2.2.2 Faktor Bakteri Rongga mulut merupakan tempat pertumbuhan berbagai bakteri termasuk bakteri yang merupakan flora normal, tetapi apabila terdapat sisa makanan yang melekat terus menerus pada gigi maka akan terjadi penumpukan plak.5 Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis dan Streptokokus mitis. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya Laktobasilus pada plak gigi dengan jumlah berkisar 104-105 sel/mg plak. Walaupun demikian, Streptokokus mutans diakui sebagai penyebab utama karies karena mempunyai sifat asidogenik (memproduksi asam) dan asidurik (resisten terhadap asam).9 Mikroorganisme yang menempel pada permukaan gigi akan menghasilkan asam dengan memfermentasi karbohidrat (substrat) lalu mengakibatkan penurunan pH rongga mulut, yang akan menyebabkan demineralisasi enamel. Konsumsi karbohidrat diantara jam makan secara berulang dapat membantu pertumbuhan Streptokokus mutans dan meningkatkan produksi asam serta proses demineralisasi enamel di rongga mulut.11 Gambar 2. Streptokokus mutans 12 Gambar 3. Laktobasilus 13 2.2.3 Faktor Substrat Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel.9 Sisa makanan terutama golongan karbohidrat (sukrosa,glukosa) apabila melekat terus pada gigi, akan difermentasi oleh bakteri Universitas Sumatera Utara menjadi asam. Bila suasana di rongga mulut menjadi asam (pH 5,5) maka mineral kalsium dan fosfor pada enamel gigi akan terlepas dari gigi lalu gigi menjadi rapuh dan akhirnya terbentuk karies.5,9,11 2.2.4 Faktor Waktu Faktor waktu juga menentukan terjadinya karies dimana ketiga faktor diatas apabila dalam waktu yang lama saling berinteraksi, maka akan terjadi karies. Bakteri dalam plak memanfaatkan substrat untuk menghasilkan zat asam yang terus diproduksi selama mengonsumsi makanan kariogenik.1,5 Semakin lama gigi terpapar gula, semakin cepat enamel mengalami demineralisasi, terjadi terutama pada anak yang minum susu sambil tidur.14 Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.9 Gambar 4. Diagram lingkaran faktor yang mempengaruhi karies gigi15 2.3 Tahap Perkembangan ECC Menurut literatur gambaran klinis ECC terdiri dari empat tahap yaitu tahap inisial, tahap kedua, tahap ketiga dan tahap keempat. Universitas Sumatera Utara 2.3.1 Tahap Inisial Pada tahap ini gigi mempunyai gambaran seperti kapur, lesi demineralisasi berwarna opak pada permukaan halus gigi sulung insisivus maksila. Hal ini terjadi saat anak berusia 10-20 bulan atau lebih muda. Terdapat garis putih yang menonjol terlihat pada daerah servikal dari permukaan vestibular dan palatal gigi sulung insisivus maksila. Pada tahap ini, lesi adalah reversibel tetapi tidak terlihat oleh orang tua dan dokter yang memeriksa mulut anak. Lebih lanjut, lesi ini dapat didiagnosa hanya setelah seluruh gigi dikeringkan.8,11 Gambar 5. ECC tahap inisial15 2.3.2 Tahap Kedua Tahap ini terjadi saat usia anak sudah mencapai 16-24 bulan. Dentin mengalami kerusakan apabila lesi putih pada insisivus berkembang dengan cepat menyebabkan enamel rusak. Dentin terpapar dan terlihat lunak dan berwarna kuning. Pada molar sulung maksila terjadi lesi inisial pada permukaan servikal, proksimal dan oklusal. Pada tahap ini, anak mulai mengeluh giginya sensitif saat tersentuh makanan atau minuman yang dingin.1,8,11 Gambar 6. ECC tahap kedua15 Universitas Sumatera Utara 2.3.3 Tahap Ketiga Tahap ini terjadi saat usia anak 20-36 bulan dan dikarakterisasi dengan lesi yang besar dan dalam pada insisivus maksila dan terjadi iritasi pulpa. Anak akan mengeluh sakit saat mengunyah, menyikat gigi dan mengalami sakit spontan pada waktu malam. Pada tahap ini, molar sulung maksila pada tahap kedua sedangkan gigi molar sulung mandibula dan kaninus sulung maksila pada tahap inisial.1,8,11 Gambar 7. ECC tahap ketiga15 2.3.4 Tahap Keempat Tahap ini terjadi ketika anak sudah berusia 30-48 bulan. Mahkota gigi anterior maksila fraktur sebagai akibat dari rusaknya enamel dan dentin. Pada tahap ini gigi insisivus sulung maksila biasanya sudah mengalami nekrosis dan molar satu sulung maksila berada pada tahap tiga. Molar kedua sulung dan kaninus sulung maksila serta molar pertama sulung mandibula pada tahap kedua. Anak akan sangat menderita, susah mengekspresikan rasa sakitnya, susah tidur, dan tidak mau makan.1,8,11 Gambar 8. ECC tahap keempat15 Universitas Sumatera Utara 2.4 Faktor Risiko Luar ECC Masalah utama dalam rongga mulut anak adalah karies gigi. Sampai sekarang, karies masih merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negaranegara berkembang. Data menunjukkan sekitar 80 persen penduduk Indonesia memiliki gigi rusak karena beberapa penyebab. Penyebab karies gigi adalah adanya interaksi dari berbagai faktor, diantaranya faktor perilaku memelihara kebersihan gigi dan mulut, faktor diet atau kebiasaan makan, usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi dan faktor ketahanan dan kekuatan gigi.9 2.4.1 Usia Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah karies pun semakin bertambah karena faktor risiko terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi.17 Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan dengan gigi antagonisnya.9 2.4.2 Jenis Kelamin Beberapa penelitian menyatakan bahwa prevalensi karies gigi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Demikian juga dengan anak-anak, prevalensi karies gigi sulung anak perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Hal ini disebabkan antara lain karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat berbanding dengan anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor risiko terjadinya karies.17 2.4.3 Status Sosial Ekonomi Kelompok status sosial ekonomi rendah mempunyai angka karies gigi yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok status sosial ekonomi tinggi.9 Faktor yang mempengaruhi perbedaan ini ialah pendidikan, penghasilan keluarga dan Universitas Sumatera Utara kebiasaan merawat gigi dan lain-lain. Keluarga yang kurang berpendidikan mempunyai kesadaran tentang kesehatan gigi dan keluarga penghasilan rendah mempunyai pola diet seharian yang kurang baik. Pada umumnya golongan ini hanya merawat gigi setelah keadaannya parah.17 2.4.4 Perilaku dan Pengetahuan Ibu Fase perkembangan anak usia di bawah 5 tahun masih sangat tergantung pada pemeliharaan dan bantuan orang dewasa dan pengaruh paling kuat dalam usia tersebut datang dari ibunya. Peranan ibu sangat menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Demikian juga keadaan kesehatan gigi dan mulut anak usia balita masih sangat ditentukan oleh kesadaran, sikap dan perilaku serta pendidikan ibunya.17 2.5 Perilaku Diet Anak Makanan merupakan salah satu kebutuhan utama dalam proses kehidupan manusia agar dapat bertumbuh dan berkembang sesuai potensinya secara optimal. Gigi berperan penting dalam proses pengunyahan makanan yaitu untuk menghancurkan makanan menjadi bagian kecil yang bisa dimetabolisme tubuh. Oleh karena itu, gangguan atau penyakit pada gigi dan mulut secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi tumbuh kembang anak.4 Peranan diet pada pembentukan karies adalah sangat penting dan ini tidak berbeda dengan kejadian ECC. Pola makan mempengaruhi karies gigi dalam hal jenis karbohidrat, sifat fisik makanan, frekuensi mengonsumsi makanan, urutan makanan, cara konsumsi minuman dan durasi. Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka bakteri penyebab karies di rongga mulut akan memproduksi asam sehingga terjadi proses demineralisasi pada enamel yang berlangsung selama 20-30 menit sebelum sampai pada kondisi pH normal (6-7).9,19,20 Hasil penelitian terhadap binatang percobaan dan juga penelitian yang dilaksanakan langsung pada manusia menyatakan bahwa berbagai jenis gula dan Universitas Sumatera Utara hubungannya sebagai penyebab terjadinya karies gigi telah dinilai berdasarkan urutan kegawatannya terhadap terjadinya karies. Kariogenitas paling tinggi adalah gula sukrosa, diikuti oleh glukosa, maltosa, laktosa, fruktosa, sorbitol dan xylitol.19,21 Di Indonesia, konsumsi gula dan makanan bergula terutama oleh anak-anak, diperkirakan cukup tinggi.21 Anak-anak sering mengonsumsi makanan kariogenik yaitu jajanan secara berlebihan, khususnya anak-anak balita dan usia sekolah dasar. Jajanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya karies gigi karena karbohidrat dalam bentuk tepung, cairan atau bersifat lengket mudah hancur di dalam mulut.22 2.5.1 Makanan Kariostatik Makanan kariostatik adalah jenis makanan yang tidak memberikan kontribusi terhadap karies gigi, seperti makanan berprotein, sebagian besar sayuran, lemak, permen karet tanpa gula dan pemanis tanpa karbohidrat seperti sakarin, siklamat dan aspartam. Gula intrinsik yaitu laktosa dari susu dan gula dari buah dan sayuran umumnya tidak menjadi ancaman bagi kesehatan gigi. Gula ekstrinsik adalah sukrosa, glukosa, fruktosa dan maltosa yang didapati dari makanan yang mengandung karbohidrat selain susu. Gula ekstrinsik inilah yang menjadi ancaman bagi kesehatan gigi.1,23 Susu adalah makanan terbaik untuk kesehatan gigi tetapi sering dianggap sebagai penyebab utama ECC. Sebenarnya, laktosa yang terdapat dalam susu adalah kurang kariogenik dibandingkan sukrosa. Susu yang ditambahkan dengan pemanis, durasi konsumsi dan frekuensi konsumsi merupakan faktor utama yang menjadikan susu penyebab ECC. Ion kalsium dan fosfat dalam susu bersifat basa sehingga dapat mencegah proses demineralisasi dan mambantu proses remineralisasi enamel. Selain itu, Casein, sebuah phosphoprotein dalam susu, yang melekat pada permukaan enamel gigi sebagai lapisan pelindung akan menghambat kelarutan enamel gigi. Lemak yang terkandung dalam susu juga bisa melindungi enamel dengan membentuk suatu lapisan tipis pada gigi. Efek dari lemak jika ditambahkan Universitas Sumatera Utara dengan efek casein akan melambatkan proses fermentasi laktosa dalam rongga mulut.24 Makanan yang dimakan sehari-hari seperti kentang, nasi, kacang-kacangan, roti dan sumber makanan karbohidrat yang lain, dapat dianggap sebagai makanan kariostatik, karena makanan jenis ini biasanya dimakan dengan makanan nonkarbohidrat (protein dan lemak) yang tidak berbahaya bagi gigi. Kacang-kacangan dan biji-bijian merupakan makanan dari kelompok karbohidrat tetapi tidak berbahaya bagi gigi karena kandungan karbohidratnya sedikit dan makanan ini mengandung protein dan lemak. Bahkan, jika dikonsumsi setelah makanan manis, makanan ini cenderung meningkatkan pH rongga mulut dan menetralkan asam yang telah diproduksi sebelumnya.24 Makanan lain yang baik untuk kesehatan gigi adalah keju. Keju merupakan bentuk lain dari susu karena banyak mengandung kalsium dan fosfat serta casein yang mampu mengurangi keterlarutan enamel. Jika keju dikonsumsi setelah makan makanan karbohidrat, dapat membentuk senyawa bersifat basa di rongga mulut sehingga dapat menghentikan terjadinya suasana asam yang dapat menyebabkan proses demineralisasi enamel sebagai proses awal karies gigi.4 Air putih merupakan hal yang paling penting dan sederhana dalam pola diet seseorang. Setelah makan, minum susu atau bahkan setelah meminum minuman manis dan makan makanan yang merusak gigi, air putih adalah salah satu solusi termudah untuk membantu menetralkan keadaan asam di dalam rongga mulut akibat proses fermentasi karbohidrat oleh bakteri. Kebiasaan minum air putih sejak anak-anak akan membantu mengurangi insiden karies pada anak-anak.4 2.5.2 Makanan Kariogenik Makanan kariogenik adalah makanan yang mengandung karbohidrat yang dapat difermentasikan dalam mulut, akan menurunkan pH saliva dan meningkatkan insiden karies gigi. Makanan ini dapat ditemukan di kelompok makanan karbohidrat dalam bentuk tepung, cairan atau bersifat lengket seperti kue, biskuit, coklat, donat serta produk dengan pemanis tambahan. Beberapa faktor yang mempengaruhi Universitas Sumatera Utara tingkat kariogenitas makanan adalah bentuk makanan (padat atau cair), frekuensi konsumsi karbohidrat, durasi konsumsi, urutan makan, dan komposisi gizi.24 Makanan ringan yaitu snack atau jajanan bersifat lebih asam dibandingkan dengan makanan yang hanya mengandung gula. Makanan yang lengket (sticky) lebih sulit dibersihkan dari mulut daripada makanan lainnya yang tidak lengket (non-sticky). Makanan-makanan dari karbohidrat yang dimasak dan mudah dikunyah, menyebabkan saliva tidak diproduksi dengan lebih dan sisa-sisa makanan gampang tertinggal pada permukaan gigi. Mengunyah makanan yang padat atau keras dapat memacu aliran saliva yang banyak dan sisa makanan akan ditelan tanpa banyak tertinggal pada permukaan gigi.4 Menurut Zr. Be Kien Nio (cit. Budisuari) menyatakan bahwa kebiasaan makan manis dengan frekuensi lebih dari tiga kali sehari, menyebabkan terjadinya karies jauh lebih besar. Sebaliknya bila frekuensi makan gula dikurangi tiga kali maka enamel mendapat kesempatan untuk mengadakan remineralisasi.20 Penelitian di Monteregie tahun 2002 (cit. Galarneau) menunjukkan 29% ibu mempunyai kebiasaan menidurkan anak mereka setiap malam dengan memberikan susu dalam botol sepanjang malam. Hal ini meningkatkan risiko EEC pada anak usia dini karena bakteri dan laktosa berkontak dalam waktu yang cukup lama sehingga bakteri Streptokokus mutans akan memfermentasi laktosa dengan cepat dan keadaan rongga mulut menjadi asam.25 2.5.2.1 Jenis Konsumsi Karbohidrat Makanan yang mengandung karbohidrat merupakan makanan yang kariogenik. Karbohidrat terbagi atas tiga kelompok yaitu monosakarida, disakarida dan polisakarida. Monosakarida merupakan karbohidrat paling sederhana dan tidak dapat diuraikan menjadi karbohidrat lain contohnya glukosa dan fruktosa. Disakarida merupakan karbohidrat yang terbentuk dari dua molekul monosakarida contohnya sukrosa, laktosa dan maltosa. Polisakarida merupakan karbohidrat yang terbentuk dari banyak sakarida sebagai monomernya. Contohnya adalah sellulosa dan glikogen.25 Walaupun gula lainnya tetap berbahaya, sukrosa merupakan Universitas Sumatera Utara penyebab karies yang utama karena bakteri Streptokokus mutans mampu menghidrolisis sukrosa menjadi golongan monosakarida.4,19,20 Jenis karbohidrat berdasarkan tingkat kariogeniknya dapat dilihat di tabel 1.19 Tabel 1. Jenis karbohidrat berdasarkan tingkat kariogeniknya Jenis Karbohidrat Sukrosa Laktosa Glukosa Fruktosa Maltosa Sorbitol Mannitol Xylitol Zat Pati Tingkat Kariogenik Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang sampai rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Penelitian oleh Badan Peneliti Eastman Dental Center di New York mengklasifikasikan makanan kariogenik atas 5 kategori (Tabel 2).19 Tabel 2. Jenis makanan berdasarkan tingkat kariogeniknya Potensi Jenis makanan Tinggi Buah yang dikeringkan, permen, coklat, sereal, kue, biskuit, donat, cupcake, dan bahan pemanis tambahan. Sedang Jus buah, sirup, manisan, buah kaleng, minuman ringan, roti dan keripik ubi, susu yang ditambah gula. Rendah Sayur, susu, kacang, jagung, yogurt. Tidak berpotensi Daging, ikan, lemak, minyak. Menghambat karies Keju dan golongan xylitol. Universitas Sumatera Utara Karakteristik dari makanan yang sangat kariogenik dan kurang kariogenik dapat dilihat di tabel 3.27 Table 3. Karakteristik makanan kariogenik tinggi dan rendah Paling kariogenik Konten karbohidrat yang dapat difermentasi tinggi Konsistensi yang lengket Dicerna menjadi partikel kecil di dalam mulut Menurunkan pH kurang dari 5,5 Makanan yang diproses Contoh makanan Keripik Muffin Buah-buahan kering Biskuit Keripik kentang Kurang kariogenik Jumlah protein tinggi Jumlah lemak sedang Jumlah karbohidrat minimal Konsentrasi kalsium dan fosfor tinggi pH lebih besar dari 6 merangsang sekresi saliva Contoh makanan Keju Kacang tanah Telur Susu Daging Sayuran 2.5.2.2 Bentuk atau Sifat Fisik Makanan Karbohidrat Karbohidrat dalam bentuk tepung, cairan dan bersifat lengket mudah hancur di dalam mulut dan memudahkan timbulnya karies dibandingkan dengan bentuk fisik lain. Bentuk atau sifat fisik makanan mempengaruhi keluarnya saliva untuk self cleansing waktu mengunyah makanan. Sifat fisik yang mempengaruhi adalah kekasaran, tekstur, kelarutan, dan lengketnya makanan.4 Makanan yang lengket dan relatif mudah dikunyah tidak akan merangsang produksi saliva sehingga makanan akan banyak tertinggal di rongga mulut. Makanan dengan tekstur yang keras akan merangsang saliva lebih banyak sehingga self cleansing terjadi lebih baik dan tidak banyak tinggal di permukaan gigi.20 Universitas Sumatera Utara 2.5.2.3 Frekuensi Konsumsi Makanan Karbohidrat Frekuensi konsumsi karbohidrat juga berpengaruh pada karies gigi. Kekerapan mengonsumsi makanan berkarbohidrat dapat menyebabkan peningkatan demineralisasi dan menurunnya proses remineralisasi. Setiap kali anak mengonsumsi makanan yang manis dan lengket, maka bakteri akan berkembang dengan cepat dan membentuk suasana asam. Apabila makanan manis dan lengket dikonsumsi beberapa kali sehari, maka gigi akan berada pada suasana asam yang dapat melarutkan enamel gigi sepanjang hari.24 Penelitian mengenai hubungan antara frekuensi konsumsi karbohidrat terutama diantara jam makan dengan kejadian karies gigi pertama kali dilakukan oleh Stephan (cit. Pintauli) pada tahun 1944. Perubahan pH mulut digambarkan dengan grafik yang dikenal dengan kurva Stephan. 9,17 Gambar 9. Kurva Stephan28 Suasana asam di rongga mulut disebabkan karena hasil metabolisme karbohidrat yang dilakukan oleh bakteri. Keadaan asam ini akan bertahan selama 3060 menit sebelum dapat mencapai level pH yang aman. Oleh karena itu, konsumsi karbohidrat sekali saja dapat menyebabkan terjadinya demineralisasi yang lamanya lebih dari 30 menit. Asupan karbohidrat yang berulang menyebabkan pH rendah dipertahankan untuk waktu yang lebih lama sehingga tidak memungkinkan proses remineralisasi pada gigi.24 Universitas Sumatera Utara 2.5.2.4 Cara Konsumsi Makanan dan Minuman Pemakaian botol pada malam hari dapat mengurangi aliran saliva dan menetralkan kemampuan saliva sehingga penumpukan debris dan waktu terpaparnya gigi dengan karbohidrat yang berfermentasi akan semakin lama, terlebih bila anak terbiasa meminum susu botol sebelum dan sewaktu tidur.4 Cara terbaik pemberian susu dengan botol pada anak terjaga dan anak dalam keadaan dipangku. Sebaiknya balita pada usia 2 tahun diharapkan sudah mampu meminum susu dari cangkir.14 Cara makan pada balita secara signifikan berkaitan dengan pola karies dan keparahannya dan juga bergantung dengan durasi.4 Kebiasaan makan sambil bermain atau sambil menonton televisi membuat anak mengemut makanan dan tidak fokus terhadap apa yang seharusnya dia lakukan saat makan. Semakin lama makanan disimpan di dalam mulut, maka akan menyebabkan gigi terpapar zat asam lebih lama dan memberikan peluang lebih besar dalam proses perusakan enamel.29 2.5.2.5 Durasi Konsumsi Makanan dan Minuman Durasi atau lamanya waktu untuk konsumsi makanan atau minuman terutama jenis kariogenik sangat perlu diperhatikan. Makanan seperti chewing gum, permen, dan minuman manis akan berada dalam rongga mulut dalam durasi yang lama. Selama makanan atau minuman berada di rongga mulut, gigi akan tetap terpapar oleh asam dengan pH kritis.21,25 Semakin lama gigi terpapar gula, semakin cepat demineralisasi enamel terjadi pada anak terutama pada bayi yang minum susu sambil tertidur. Durasi makan atau minum yang normal adalah dalam waktu 10 menit berada di rongga mulut, sehingga proses demineralisasi yang sangat minimal dan remineralisasi dapat terjadi kembali.14 Universitas Sumatera Utara 2.6 Kerangka Teori Early Childhood Caries (ECC) Host Mikroorganismem e Substrat Waktu Analisis perilaku diet anak Pencegahan Pola makan utama Pola makan selingan Pola minum minuman manis Pola minum susu 2.7 Kerangka Konsep Analisis perilaku diet Pola diet anak : Pola makan utama Pola makan selingan Pola minum minuman manis Pola minum susu Pengalaman Early Childhood Caries (ECC) Universitas Sumatera Utara