Presented by : M Anang Firmansyah Nilai Pelanggan Pengertian Nilai Pelanggan Individu mempunyai nilai yang didasarkan pada nilai inti dari masyarakat tempat mereka tinggal namun dimodifikasi oleh nilai dari kelompok lain dimana mereka menjadi anggotanya dan situasi kehidupan individual atau kepribadian. Di dalam latar organisasi- nilai menjadi sangat panting bagi keberhasilan jangka panjang dari organisasi yang bersangkutan. Nilai sangat penting dalam tahap pengenalan kebutuhan dari pengambilan keputusan konsumen. Nilai juga digunakan oleh konsumen dalam menentukan kriteria evaluasi sehingga nilai mempunyai pengaruh pada keefektifan program komunikasi. Menurut Kotler (2003:34) Nilai yang diterima pelanggan adalah selisih antara total jumlah nilai bagi pelanggan dan total jumlah biaya pelanggan. 1 Sedangkan inti pemasaran adalah menciptakan nilai pelanggan lebih baik dari nilai yang diciptakan oleh pesaing (Kotler, 2003 : 6). Nilai pelanggan berkaitan dengan penggunaan sebuah produk dan lebih merupakan sesuatu yang dirasakan pelanggan daripada penjual. Nilai pelanggan merupakan persepsi dan apa yang dirasakan pelanggan dan evaluasinya terhadap atribut produk dan kinerjanya, konsekuensi yang timbul setelah mengkonsumsi produk yang pada akhirnya akan membuat pelanggan mencapai tujuannya dalam berbagai situasi pemakaian (Woodruff, 1997: 141 - 142). Nilai bersifat relatif stabil, namun tidak sepenuhnya statis, seperti halnya kepercayaan (dengan komponen kognitif, afektif, dan konatif) mengenai apa yang harus dikerjakan seseorang, baik mengenai tujuan (keadaan akhir atau elemen terminal) dan cara berperilaku (komponen instrumental) untuk mencapai tujuan (Engel et al., 1994: 380). Sistem afektif dan kognitif seseorang menerjemahkan konsekuensi fungsional dan psikososial penggunaan produk dan selanjutnya membentuk pengetahuan dalam ingatan. Pengetahuan produk konsumen berisikan kepercayaan tentang 2 konsekuensi fungsional dan psikososial. Misalnya, seorang konsumen dapat merasakan afeksi negatif (ketidakpuasan) jika suatu produk sudah diminta diperbaiki padahal baru dibeli. Atau seorang konsumen dapat memiliki perasaan positif seperti bangga atau percaya diri jika orang lain memberikan pujian atas baju panasnya yang baru dibeli. Dimasa selanjutnya pengetahuan ini dapat diaktifkan dari ingatan dan digunakan dalam proses penerjemahan atau pengintegrasian. Sistem afektif cenderung menanggapi pengetahuan arti akhir yang diaktifkan dalam suatu situasi pengambilan keputusan. Afeksi ini dapat berkisar dari evaluasi lemah dengan sedikit gerakan (jika ada konsekuensi yang tidak begitu penting yang dapat diakibatkan produk) hingga afeksi yang dipenuhi dengan emosi atau perasaan yang. kuat (jika produk tersebut berhubungan dengan nilai inti). Konsumen memiliki pengetahuan produk tentang atribut produk, konsekuensi menggunakan produk, dan nilai personal. Tingkatan pengetahuan dibentuk ketika seseorang mengkombinasikan beberapa konsep arti ke dalam kategori pengetahuan yang lebih besar dan lebih abstrak. Konsumen 3 dapat mengkombinasikan ketiga jenis pengetahuan untuk membentuk suatu jaringan asosiatif sederhana yang disebut means-end-chain. Pemasar perlu mengetahui ciri produk mana yang paling penting bagi konsumen, apa arti ciri tersebut bagi konsumen, dan bagaimana konsumen menggunakan pengetahuan tersebut dalam proses kognitif seperti pemahaman dan pengambilan keputusan. Konsumen memiliki berbagai tingkatan pengetahuan tentang ciri produk yang membentuk suatu rantai arti akhir. Nilai pelanggan adalah suatu senjata strategis di dalam menarik dan menahan pelanggan dan telah menjadi salah satu dari faktor yang paling penting di dalam suksesnya perusahaan manufaktur dan penyedia jasa layanan (Parasuraman, 1994). Nilai pelanggan telah menjadi suatu perhatian berkelanjutan di dalam membangun dan menopang manfaat kompetisi dan menciptakan Manajemen hubungan pelanggan. Banyak peneliti sudah mengusulkan, perusahaan perlu reorientasi operasi mereka ke arah penyerahan dan penciptaan nilai pelanggan jika mereka akan meningkatkan pencapaian Manajemen hubungan pelanggan mereka (Jensen, 2001). 4 Ryals (2001) menyatakan bahwa Manajemen hubungan pelanggan menciptakan nilai untuk pelanggan. Ada sejumlah cara untuk meningkatkan layanan pelanggan melalui Manajemen hubungan pelanggan. Ini meliputi keandalan, keamanan, efisiensi, dan komunikasi seperti halnya pengendalian mutu jasa yang dimonitoring. Manajemen hubungan pelanggan sistem juga bertindak sebagai suatu 'memori organisasi' tentang pelanggan itu. Penggunaan Manajemen hubungan pelanggan untuk irenyediakan nilai tarnbah ke pelanggan yang seem langsung dihubungkan untuk memngkatkan profitabilitas dan pemasaran value-based perusahaan. Terlepas dari nilai itu manajemen hubungan pelanggan menciptakan untuk pelanggan, dapat juga membawa manfaat operasional yaitu menaikkan pencapaian tujuan perusahaan yang pada gilirannya, dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dan sukses jangka panjang dan semakin dekat hubungan dengan pelanggan. 5 Dalam hal ini nilai pelanggan bisa dikategorikan atas 4 dimensi yaitu nilai fungsi, nilai sosial, nilai emosi, nilai pengorbanan (Wang et al, 2004: 117): 1. Nilai Fungsional Nilai fungsional, adalah suatu nilai yang menyinggung kepada didapatnya nilai pelanggan dari penggunaan atas produk yang diperoleh melalui nilai harga, kenyamanan, teknologi atau akses (Wang et al., 2004:117). Menurut Engel. et. al, 1994, motivasi konsumen dalam pembelian diekspresikan melalui evaluasi terhadap dua manfaat, yaitu manfaat fungsional dari produk atau jasa yang dibeli sebagai dasar penilaian yang objektif, dan manfaat hedonic yang bersifat emosional/ perasaan (subjektif) yang diperoleh selama masa pembelian itu (sebelumsementara-dan sesudah. Demikian pula pendapat dari Sproles & Kendal (1986) yang kemudian dikembangkan oleh Jessie and Jung (1998), yang menguraikan tentang dimensi harapan konsumen yang digunakan sebagai criteria evaluasi dalam pembelian, yang juga disebut sebagai Konsep Consumer Styles Inventory (CSI) yang merupakan penilaian objektif dan subjektif (fashion consciousness dan Impulsiveness) atas suatu produk 6 atau jasa. Pelanggan mendapatkan manfaat dan mengeluarkan biaya. Manfaat mencakup manfaat fungsional dan manfaat emosional. Biaya mencakup biaya moneter, biaya waktu, biaya energi, dan biaya fisik, dengan demikian, nilai dirumuskan: Nilai fungsional dapat berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, karena nilai fungsional pelanggan berperan untuk suatu peningkatan di kepuasan pelanggan ( Fornell et al., 1996; Bojanic, 1996). 2. Nilai Sosial Nilai sosial adalah nilai kegunaan sosial yang diperoleh dari penggunaan produk atau jasa (Wang et al., 2004:117). Nilai sosial juga diartikan sebagai utilitas yang didapatkan dan kemampuan produk/jasa untuk meningkatkan konsep diri-sosial konsumen (Tjiptono, 2005:298). Menurut Thomas Santoso, untuk meningkatkan nilai pelanggan bisa melalui Employee Empower dan Cross Functional Team. Sedangkan employee empowerment dilakukan melalui beberapa cara yaitu membangun kepercayaan / trust, menjunjung tinggi norma sosial, serta membentuk jaringan sosial 7 pengikatan. ikatan sosial berpengaruh signifikan terhadap kepercayaan konsumen. Pelanggan selain mengharapkan nilai fungsional dari jasa utama juga mengharapkan nilai lain dari hubungan yang dibangun oleh penyedia jasa. Manfaat relasional yang dibangun melalui ikatan sosial akan menciptakan hubungan yang stabil (Lovelock, 2004). Menurut Lupiyoadi (2001:158), Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puns terhadap merek tertentu. 3. Nilai Emosional Nilai Emosional, adalah nilai yang didapat setelah pelanggan menggunakan produk atau jasa yang dihasilkan pemasok tersebut dan mendapati bahwa produk bersangkutan memberikan nilai tambah. Nilai ini menimbulkan suatu tanggapan emosional dari pelanggan (Wang et al., 2004.117). 8 Nilai emosional yang terdapat pada nilai pelanggan juga mendasari pelanggan dalam melakukan pengambilan keputusan untuk membeli produk / jasa.. Proses pengambilan keputusan, sebenarnya terdapat juga perspektif lain dalam keputusan pembelian oleh konsumen yang disebut sebagai experiential perspective dan behavior influence perspective (Sutisna, 2003 : 17), yaitu sebagai berikut: a. Experiential perspective Tindakan yang dihasilkan dari adanya kebutuhan manusia pada perasaan-perasaan dan emosional. Terdapat dua jenis pembelian dari experiential perspective yaitu: 1. Purchase impulse, terjadi ketika konsumen mengambil keputusan pembelian mendadak, dimana konsumen tidak lagi berfikir yang dilakukan terjadi akibat letupan-letupan emosi yang bersifat kompleks. 2. Variety seeking, yaitu pembelian yang dilakukan ketika konsumen melakukan pembelian secara spontan dan bertujuan untuk mencoba merek baru dari suatu produk. b. Behavior influence perspective Proses pengambilan keputusan ditinjau dari perspektif 9 pengaruh perilaku mendasarkan pada alasan bahwa keputusan pembelian lebih dipengaruhi oleh lingkungan yang mengitarinya. Lingkungan dimana konsumen berada akan mempengaruhi perilaku dalam keputusan pembelian. Menurut Tjiptono, (2005 : 297), nilai pelanggan adalah ikatan emosional yang terjalin antara pelanggan dan produsen setelah pelanggan menggunakan produk atau jasa yang dihasilkan pemasok tersebut dan mendapati bahwa produk bersangkutan memberikan nilai tambah. Nilai emosional dapat berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, karena nilai emosional adalah ikatan yang emosional pelanggan dan menggunakan penyedia suatu atau jasa setelah produk pelanggan menyolok mata telah yang diproduksi oleh penyedia tersebut (Butz dart Goodstein, 1996). 4. Nilai Pengorbanan Pengorbanan yang dirasakan, adalah nilai yang didapat konsumen dari kesesuaian manfaat yang diperoleh konsumen dari suatu produk yang dibelinya dengan biaya atau pengorbanan yang dikeluarkan untuk memperoleh produk itu. Manfaat yang dirasakan konsumen berupa manfaat fungsional 10 dan manfaat emosional. Sedangkan biaya yang dikeluarkan berupa uang, energi, waktu dan mental (Wang et al., 2004:117). Menurut Tjiptono, (2005 : 297) Nilai Pelanggan dapat didefinisikan sebagai hasil penjumlahan dari manfaat yang diperoleh dan pengorbanan yang diberikan, yang hasilnya sebagai konsekuensinya adalah pelanggan menggunakan produk atau jasa pelayanan untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut Hermawan Kertajaya (2002), nilai atau element content yang diberikan kepada pelanggan adalah berupa satisfaction, sacrifice dan surprise. Dimana maksud sacrifice ini adalah pengorbanan konsumen sebanding dengan apa yang didapatkan (adil). Menurut Tjiptono (1997:54) nilai pelanggan merupakan kombinasi dari manfaat dan pengorbanan yang terjadi apabila pelanggan menggunakan suatu barang atau jasa guna memenuhi kebutuhan tertentu. Pada sisi perusahaan, nilai pengorbanan yang diberikan akan menjadi pertimbangan untuk tetap bisa mendapatkan konsumen, menurut Soehadi. pemasaran adalah penciptaan A (2002), Ide nilai yang dasar dari superior bagi pelanggan (superior customer value). Nilai yang superior 11 didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan menawarkan produk dengan persepsi kualitas/manfaat jauh diatas persepsi harga/pengorbanan. perusahaan tidak Dalam hanya penciptaan mencari nilai proposisi tersebut, nilai yang memuaskan target pelanggannya tetapi harus lebih efektif dibanding kompetitor. Nilai tersebut dapat diciptakan sebelum transaksi terjadi. Transaksi terjadi jika konsumen menganggap bahwa nilai produk/layanan perusahaan diatas nilainya kompetitor (gambar dibawah- DVo lebih besar dari DVc). Dengan berjalannya waktu, nilai tersebut perlu dipupuk dan dikembangkan sehingga pelanggan membutuhkan biaya yang besar jika beralih ke pemasok/produsen lain. 12