PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X HUBUNGAN PERSEPSI TERHADAP IKLAN OBAT LAKSATIF DI TELEVISI DENGAN PERILAKU SWAMEDIKASI MASYARAKAT DI KELURAHAN SUNGAI BESAR KECAMATAN BANJARBARU SELATAN RELATIONSHIP IN PERCEPTION OF LAXATIVE DRUG TELEVISION ADVERTISING WITH SELF-MEDICATION BEHAVIOR IN THE COMMUNITY OF SUNGAI BESAR DISTRICT OF SOUTH Sriyatul Adawiyah, Noor Cahaya, Difa Intannia Program Studi Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani Km 36, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Indonesia Email: [email protected] (Noor Cahaya) ABSTRAK Obat laksatif merupakan obat yang digunakan untuk melancarkan buang air besar pada kondisi sembelit. Informasi mengenai obat ini sering didapatkan melalui iklan di televisi yang akan berpengaruh pada perilaku swamedikasi (pengobatan sendiri). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara persepsi terhadap iklan obat laksatif dengan perilaku swamedikasi menggunakan obat laksatif. Metode penelitian adalah survei analitik dengan teknik quota sampling berdasarkan kriteria inklusi: penduduk Kelurahan Sungai Besar dan berusia ≥ 17 tahun, bersedia menjadi responden, pernah melihat iklan laksatif di televisi, dan menggunakan obat laksatif secara swamedikasi. Sampel penelitian sebanyak 62 responden. Hasil penelitian menunjukkan, persepsi responden terhadap iklan obat dalam pengobatan sendiri diperoleh sebesar 77,4% terpengaruh dan 22,6% tidak terpengaruh. Perilaku swamedikasi yang dilakukan oleh responden diperoleh sebesar 37,1% rasional dan 62,9% tidak rasional. Berdasarkan hasil analisis data, terdapat hubungan antara persepsi terhadap iklan obat dengan perilaku swamedikasi (P value = 0,000). Kata kunci: persepsi, iklan obat, swamedikasi, laksatif. ABSTRACT Laxative is drug used to smoothen the defecation during constipation conditions. Information regarding these drugs are often obtained through advertisement on television that will affect the behavior of self-medication. The purpose of this study was to analyze the relationship between perceptions of laxatives advertising with laxatives self-medication behavior. This study was survey research methods with sampling technique based on these inclusion criterias: the residents of village population of Sungai Besar with age ≥ 17 years old, willing to become respondents, ever seen the laxatives 108 PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X ads on television, and ever use it as a self-medication drug. The sample of this study were 62 respondents.The results showed that respondent’s perceptions on drug advertisement in self-medication was 75.8% affected and 24.2% unaffected. Self-Medication behavior conducted by the respondent was 37.1% rational and 62.9% irrational. Based on the analysis of the data, there is a relationship between perceptions of drug ads with selfmedication behavior (P value = 0.000). Key words: perception, drug advertisement, self-medication, laxative. 109 PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X Pendahuluan sumber informasi. Berdasarkan Salah satu hal yang sangat penelitian Dianawati et al. (2008) yang penting dalam kehidupan masyarakat berjudul “Hubungan Persepsi terhadap adalah kesehatan, ketika seseorang Iklan merasa sakit maka seseorang tersebut Swamedikasi Pelajar SMU Negeri di akan mendapatkan Surabaya”, diperoleh informasi bahwa kesehatannya kembali. Pilihan yang persepsi responden terhadap iklan obat dilakukan mendapatkan di televisi memberikan pengaruh yang kesembuhan dari suatu penyakit, yaitu signifikan terhadap perilaku swamedikasi dengan pelajar (remaja) di Surabaya. Sama berusaha untuk untuk berobat mengobati diri Departemen ke dokter sendiri. Kesehatan atau di televisi Menurut halnya dengan Republik Rachmawati dengan Perilaku hasil (2011) penelitian yang berjudul Indonesia (2008), upaya yang paling “Pengaruh Iklan Obat Flu di Televisi banyak dilakukan masyarakat untuk terhadap mengatasi Swamedikasi mencari gejala penyakit pertolongan kesehatan adalah dari sebelum tenaga pengobatan Pemilihan pada Obat secara Masyarakat di Malang, diperoleh hasil bahwa iklan flu diri di televisi berpengaruh terhadap sendiri atau yang biasa disebut dengan pemilihan obat flu secara swamedikasi. swamedikasi. Data faktual berdasarkan Televisi mempunyai kemampuan yang SUSENAS-BPS kuat untuk mempengaruhi persepsi (2009), menunjukkan bahwa 66,8% orang sakit di Indonesia masyarakat melakukan swamedikasi sebagai usaha (Durianto & Liana, 2004). Persepsi itu pertama sendiri mampu mempengaruhi perilaku dalam penyakitnya. menanggulangi Persentase tersebut daripada media lain seseorang (Wuryaningsih, 2008). cenderung lebih tinggi dibandingkan Berdasarkan data pengawasan 33,2% penduduk yang langsung berobat iklan obat yang telah dilakukan oleh jalan ke dokter. Badan Pengawas Obat dan Makanan Salah yang tahun 2012, iklan obat yang beredar mempengaruhi swamedikasi, sebagai pada media seperti televisi, media cetak faktor dan yang swamedikasi satu faktor menentukan adalah kualitas ketersediaan radio yang tidak memenuhi ketentuan peraturan periklanan obat 110 PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 bebas, obat makanan tradisional, minuman, p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X kosmetika, adanya ketersediaan obat di rumah akan perbekalan memudahkan masyarakat untuk kesehatan rumah tangga, dan alat melakukan swamedikasi. Sementara itu, kesehatan sebanyak 565 (23,88%) iklan berdasarkan dari total 2.366 iklan dan ditindaklanjuti Indonesia (2006) menyatakan bahwa dengan penggunaan peringatan sebanyak 551 Kepmenkes obat umumnya rasional, dengan peringatan keras sebanyak 14 penelitian yang dilakukan oleh Kristina et (2,48%) iklan. Hal ini terjadi karena iklan al. (2008) bahwa 67,8% dari seluruh yang ditayangkan banyak yang tidak responden melalui dengan mengobati diri sendiri. Swamedikasi mengiklankan langsung tanpa melalui yang dilakukan secara tidak rasional tim penilai iklan yaitu sensor Badan POM memungkinkan terjadinya medication (Turisno, 2012). Banyaknya iklan obat di error dalam perilaku swamedikasi. televisi yang ketentuan prereview tidak sesuai periklanan, dengan tidak Laksatif diperkuat belum (97,52%) iklan serta yang ditindaklanjuti tahap yang Republik dengan rasional atau dalam pencahar dikhawatirkan merupakan obat-obatan yang dapat dapat menyebabkan interpretasi yang digunakan secara swamedikasi, yaitu zat- salah tentang zat yang dapat menstimulasi gerakan tindakan peristaltik dinding usus pada saat terjadi (swamedikasi) konstipasi. Penggunaan laksatif yang pada masyarakat penggunaan obat dalam pengobatan sendiri (Dianawati et al., 2008). Berdasarkan terlalu sering mengganggu absorpsi tersebut, normal dari bahan-bahan gizi di usus penayangan iklan laksatif di televisi kecil, menimbulkan berbagai gangguan tanpa saluran penyaringan dikhawatirkan juga hal lebih lanjut cerna, dan menimbulkan berpotensi ketergantungan (Tjay & Rahardja, 2002). menyebabkan medication error dalam Beberapa hal yang harus diperhatikan perilaku swamedikasi pada masyarakat. pada penggunaan obat ini adalah hanya Hal ini mengingat data Riset Dasar dianjurkan pada kondisi konstipasi, tidak Kesehatan Nasional (2013) sebanyak boleh 103.860 atau 35,2% dari 294.959 rumah menurunkan berat badan, tidak boleh tangga di Indonesia menyimpan obat digunakan untuk jangka panjang dan untuk swamedikasi sehingga dengan penderita radang usus & usus buntu, 111 disalahgunakan untuk PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X serta tidak dianjurkan anak di bawah 6 swamedikasi, kemungkinan besar di tahun. Oleh karena itu, informasi yang antaranya adalah penggunaan laksatif. tepat mengenai obat-obat ini diperlukan Golongan obat yang dapat digunakan untuk sebagai swamedikasi adalah golongan masyarakat, agar terwujud perilaku swamedikasi yang rasional. obat bebas, obat bebas terbatas, dan Ketepatan informasi mengenai obat wajib apotek (Atmoko & obat harus tercantum pada iklan yang Kurniawati, 2009). Sebagian besar obat akan dipublikasikan para pemasang pencahar termasuk dalam golongan obat iklan, bebas yang banyak beredar dan mudah mengingat sumber utama masyarakat untuk mengetahui informasi didapat (Sundari & Winarto, 2010). mengenai obat adalah melalui iklan Tempat penelitian adalah di televisi. Akan tetapi, tidak ada data pasti Kelurahan Sungai Besar, Kecamatan seberapa besar jumlah iklan laksatif yang Banjarbaru Selatan. Berdasarkan data tidak BPS memenuhi dengan adanya ketentuan, dari Kota Banjarbaru tahun 2014, Badan kelurahan ini memiliki jumlah rumah Pengawas Obat dan Makanan (2012) tangga terbesar yaitu sebanyak 6644 mengenai buah dibandingkan seluruh kelurahan iklan data namun tersebut, maka di antaranya kemungkinan besar adalah yang iklan laksatif. Mengingat sekarang ini Berdasarkan hal tersebut, maka perlu kemunculan obat golongan laksatif atau dilakukan penelitian terkait hubungan pencahar banyak ditemukan di media persepsi terhadap iklan obat laksatif di komunikasi terutama iklan di televisi, televisi dengan perilaku swamedikasi sementara iklan tersebut sebagian besar masyarakat Kelurahan Sungai Besar, memberikan pengaruh untuk Kecamatan Banjarbaru Selatan. masyarakat menyalahgunakan obat tersebut sebagai pelangsing tubuh ada di Kota Banjarbaru. Metode Penelitian secara swamedikasi dengan penggunaan Penelitian ini merupakan secara terus-menerus. Meskipun belum penelitian survei analitik. Instrumen ada data pasti penggunaan laksatif penelitian menggunakan kuesioner yang secara swamedikasi, namun di antara meliputi dua bagian, yaitu lembar persentase Dasar persetujuan (informed consent) dan Kesehatan Nasional (2013) mengenai lembar kuesioner. Jumlah sampel yang dari data Riset 112 PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X digunakan dalam penelitian dihitung antara persepsi terhadap iklan obat dengan menggunakan rumus jumlah laksatif di televisi dengan perilaku sampel untuk estimasi proporsi: swamedikasi dan hubungan antara karakteristik dengan persepsi terhadap iklan laksatif di televisi, dilakukan analisis chi-Square. Keterangan: Zα = Deviat baku alfa P = Proporsi kategori variabel yang diteliti (proporsi rumah tangga yang menyimpan obat untuk swamedikasi adalah 35,2%) Q = 1 - P (proporsi sisa di dalam populasi) d = Presisi (kesalahan penelitian yang masih bisa diterima) (Dahlan, 2010). Hasil dan Pembahasan Karakteristik Responden Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden yang pernah melihat iklan laksatif di televisi dan menggunakan obat laksatif secara swamedikasi adalah responden dengan umur 17–28 tahun (50,0%) yang merupakan usia dewasa awal. Menurut Jumlah sampel yang digunakan Santrock (2009), dewasa awal adalah adalah sebanyak 62 rumah tangga. masa peralihan dari remaja. Berdasarkan Teknik sampling yang digunakan adalah data teknik sampling nonrandom yaitu quota Makanan (2013) tentang konstipasi, sampling. Subyek yang penggunaan pencahar secara rutin atau digunakan dalam ini jangka panjang seringkali dilakukan oleh memenuhi kriteria inklusi yang meliputi orang dewasa, mahasiswa, dan remaja. warga Besar Hasil penelitian Dianawati et al. (2008), (berdasarkan KTP) dan berusia ≥ 17 menunjukkan remaja yang berada pada tahun; bersedia menjadi responden; usia yang dikategorikan usia remaja pernah lanjut penelitian Kelurahan menggunakan penelitian Sungai obat laksatif Badan Pengawas mempunyai Obat karakter dan mulai secara swamedikasi, dan pernah melihat mempunyai keinginan untuk membuat iklan obat laksatif di televisi. keputusan sendiri dan mencoba sesuatu Data karakteristik penelitian responden berupa yang baru dan menarik. Adanya televisi dianalisis memberi dengan analisis deskriptif. Hubungan rekomendasi bagi remaja untuk pemilihan dan penggunaan obat. 113 PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X Tabel 1. Karakteristik responden No 1 2 3 4 Karakteristik Responden Umur 17-27 tahun 28-38 tahun 39-49 tahun 50-60 tahun Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Pendidikan Terakhir SMA/SMK Perguruan Tinggi SMP SD Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Wiraswasta Pegawai Negeri Sipil Mahasiswa Pegawai Swasta Tidak/Belum Bekerja Guru Honor Menurut Nur & Junaedi (2010), Frekuensi (N = 62) (%) 31 14 12 5 50,0 22,6 19,4 8,1 43 19 69,4 30,6 33 19 6 4 53,2 30,6 9,7 6,5 17 14 10 9 6 5 1 27,4 22,6 16,1 14,5 9,7 8,1 1,6 luang. Berdasarkan data-data tersebut, persentase kaum perempuan menonton maka televisi lebih besar dibandingkan dengan penelitian ini yang juga menunjukkan laki-laki yaitu sebesar 91%. Berdasarkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Virdha pernah melihat iklan laksatif di televisi (2010), menonton dan menggunakan obat laksatif secara televisi untuk mengisi waktu luang dan swamedikasi adalah berjenis kelamin memenuhi kebutuhan hiburan, sebagian perempuan (69,4%). responden yang terjadi kesesuaian mayoritas responden dengan yang besar adalah perempuan (69,7%) dan Pendidikan terakhir responden sisanya laki-laki (30,3%). Sejalan pula mayoritas adalah SMA (53,2%). Menurut dengan penelitian yang dilakukan oleh Supardi & Raharni (2006), responden Mahsud (2013), mayoritas responden dengan tingkat pendidikan terakhir SMA yang menonton televisi di Kota Makassar atau sederajat termasuk dalam kategori didominasi oleh perempuan (52,7%) pendidikan lanjutan. Seperti yang telah untuk bersantai dan mengisi waktu dijelaskan pada penelitian terdahulu, 114 PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X bahwa prevalensi swamedikasi lebih mengerjakan berbagai macam pekerjaan tinggi orang-orang rumah tangga dalam setiap harinya dengan tingkat pendidikan baik (Gupta dengan jam kerja yang tidak terbatas et al., 2011). Kebanyakan orang-orang karena dengan tingkat pendidikan tersebut tuntutan kerja yang terlalu banyak dan menggunakan obat-obat bebas untuk beban pengobatan penyakit ringannya (Islam, menimbulkan stress. Menurut Oktariyani 2007). (2013), stress merupakan faktor risiko dilakukan Mayoritas oleh kerja yang terus-menerus, berat dapat yang penyebab konstipasi. Menurut Siregar pernah melihat iklan laksatif di televisi (2004), peningkatan stress psikologi dan menggunakan obat laksatif secara merupakan salah satu faktor penyebab swamedikasi adalah ibu rumah tangga konstipasi, yaitu emosi yang kuat yang (27,4%). Penelitian Kaihatu et al. (2013), diperkirakan dapat menghambat gerak ibu peristaltik rumah responden berlangsung tangga cenderung usus melalui kerja dari menghabiskan banyak waktu di rumah epinefrin dan sistem syaraf simpatis. (83 jam perminggu), sebagian besar Menurut Nicola (2015), emosi akan waktunya diluangkan untuk menonton mengaktifkan hormon progesteron dan televisi dibandingkan ibu bekerja, serta estrogen, yang kemudian bertindak media televisi tetap dianggap sebagai mempengaruhi pencernaan media favorit dibandingkan dengan memperlambat atau media cetak. Berdasarkan penelitian cairan pencernaan dalam lambung yang yang dilakukan oleh Fauzia (2014) di diperlukan untuk pemecahan makanan. Purwakarta, ibu rumah tangga banyak Hal melakukan pengobatan sendiri dengan makanan alasan, tidak perlu membuang-buang bergerak dan terhenti di dalam usus, uang untuk membayar transportasi ke sehingga puskesmas, obat yang mereka perlukan Bersesuaian pula dengan pendapat Tjay jika sakit dengan mudah ditemukan di & Rahardja (2002) bahwa ketegangan warung dengan harga terjangkau dengan saraf sumber informasi melalui iklan televisi. menyebabkan seseorang Menurut Mumtahinnah kejang pada ususnya dan gerakan rumah tangga (2012), dituntut ibu untuk ini kemudian yang menghentikan menyebabkan dikonsumsi menyebabkan dan emosi tidak sembelit. (stress) peristaltik usus akan terhenti. 115 dengan akan mengalami PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 Kelengkapan Responden Iklan Obat p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X Menurut kesehatan. Bahwa, informasi mengenai produk obat dalam iklan harus sesuai Kelengkapan iklan diatur oleh Menteri Kesehatan dengan kriteria yang ditetapkan. Kriteria nomor tersebut adalah obyektif, lengkap (nama 386/SK/4/1994 tentang periklanan obat bebas, obat makanan tradisional, minuman, obat, kosmetika, bahan aktif obat, aturan penggunaan, indikasi, efek samping, perbekalan kontraindikasi), dan tidak menyesatkan. kesehatan rumah tangga, dan alat Tabel 2. Distribusi frekuensi kelengkapan iklan obat laksatif Kelengkapan Iklan Lengkap Tidak Lengkap: - Bahan Aktif Obat - Kontra Indikasi - Efek Samping Total Menurut Turisno Frekuensi 35 (%) 56,4 15 7 5 62 24,2 11,3 8,1 100 (2012), penggunaan obat oleh orang yang sebagian besar iklan obat membawa sebenarnya pesan yang menyesatkan oleh karena menggunakannya, dan mengira efek informasi yang tidak lengkap, iklan hanya samping suatu obat sebagai gejala memberikan setengah kebenaran yaitu penyakit lain. Kelengkapan informasi tidak menyampaikan hal-hal berupa iklan yang disajikan di televisi perlu realitas untuk diketahui konsumen agar dapat yang negatif tetapi hanya menyampaikan hal-hal yang dipandang tidak boleh menentukan pilihan yang tepat. positif. Iklan obat yang membawa pesan Berdasarkan informasi yang yang tidak lengkap merupakan informasi didapatkan dari responden, menyatakan yang menyesatkan, dampaknya adalah bahwa informasi iklan laksatif di televisi penggunaan tidak lengkap (43,6%). Menurut Yoga obat yang berlebihan, penggunaan obat pada kondisi yang (2009), sebenarnya tidak memerlukan obat, menyebutkan nama bahan aktif secara pemilihan benar, obat bebas keliru, 116 ada dan 69% sebanyak iklan 31% tidak iklan PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 mencantumkan informasi p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X yang dipahami pesannya, menarik, dapat menyesatkan serta 93% dari responden dipercaya, yang kondisi/kebutuhan, memperhatikan iklan obat dan sesuai dengan sehingga dari menyatakan pencantuman nama bahan persepsi tersebut dapat mempengaruhi aktif bermanfaat dalam memilih obat pengambilan sewaktu sakit dan menghindari kontra (intensitas indikasi/efek samping. Sama halnya Sumarwan et al. (2012) keberadaan iklan dalam penelitian ini, diketahui bahwa penting dalam pembentukan persepsi mayoritas responden yang melihat iklan konsumen. Hasil penelitian ini juga laksatif di televisi mengatakan informasi memperlihatkan iklan tidak lengkap karena tidak adanya responden dengan mayoritas responden informasi bahan aktif obat (24,2%). terpengaruh dengan iklan obat laksatif di Persepsi terhadap Iklan Obat Laksatif di Televisi televisi (77,4%), untuk hasil penilaian persepsi Hasil penelitian Jamilah (2003) pembelian pembelian). Menurut bahwa terhadap keseluruhan, menunjukkan bahwa persepsi konsumen keputusan persepsi iklan. responden Secara terpengaruh dengan adanya iklan, hasil ini didapat terhadap iklan di televisi adalah mudah berdasarkan pada nilai skala Likert. Tabel 3. Distribusi frekuensi persepsi responden terhadap iklan obat laksatif di televisi Persepsi Terhadap Iklan Terpengaruh Tidak Terpengaruh Total Frekuensi 48 14 62 Berdasarkan teori pendekatan konvensional, rangsangan proses sampai gerak. Oleh karena itu, pesan yang diterimanya rangsangan Persentase (%) 77,4 22,6 100 disampaikan melalui media ini sangat itu menarik perhatian. Perhatian disadari dan dimengerti oleh individu merupakan faktor internal yang dapat yang bersangkutan dan kemudian proses mempengaruhi akhirnya (Purnomo, 2013). Persepsi yang dimiliki adalah persepsi (Laurens, 2004). Sesuai karakternya, iklan televisi konsumen mengandung unsur suara, gambar, dan membentuk 117 persepsi terhadap seseorang produk preferensi. akan Preferensi PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 konsumen dapat berarti p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X kesukaan, informasi iklan obat laksatif di televisi. pilihan, atau sesuatu hal yang lebih Menurut Turisno (2012), iklan obat yang disukai konsumen. Preferensi konsumen membawa pesan yang tidak lengkap berhubungan menyebabkan dengan harapan salah oleh konsumen akan suatu produk yang konsumen. disukainya. Harapan konsumen diyakini terdapat mempunyai peranan yang besar dalam kelengkapan informasi menentukan kualitas produk (barang rasionalitas perilaku dan jasa) dan kepuasan pelanggan Berdasarkan keputusan Menkes no. (Rakhmat, 2004). 386/SK/4/1994 tentang periklanan obat Rasionalitas Pengobatan Sendiri dengan Obat Laksatif bebas, obat bahan mengatakan mengenai kriteria antara obat iklan dan swamedikasi. tradisional, minuman, kosmetika, perbekalan memuat informasi mengenai nama, yang didapat dari responden bahwa lengkap perbedaan suatu iklan dikatakan lengkap apabila Berbanding terbalik dengan informasi responden karena kesehatan, antara lain menyebutkan: laksatif sebagian besar tidak rasional (62,9%). mayoritas terjadi kesehatan rumah tangga, dan alat responden yang melakukan swamedikasi menggunakan ini makanan Data pada Tabel 4 menunjukkan dengan Hal tindakan aktif obat, indikasi, penggunaan, efek samping, aturan serta kontraindikasi. kelengkapan Tabel 4. Distribusi frekuensi rasionalitas pengobatan sendiri obat laksatif Perilaku Swamedikasi Tidak Rasional Rasional Total Frekuensi 39 23 62 Persentase (%) 62,9 37,1 100 Menurut Kristina et al. (2008), makanan, serta ada tidaknya polifarmasi. kriteria kerasionalan penggunaan obat Perbedaan informasi yang seharusnya terdiri indikasi, dimuat dalam iklan dengan kriteria tidaknya rasionalitas dari kesesuaian kontraindikasi, ketepatan dosis, ada ada tidaknya dapat menyebabkan efek ketidakrasionalan perilaku swamedikasi samping dan interaksi dengan obat dan seseorang. Selain itu, faktor lain yang 118 PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 dapat mempengaruhi p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X perilaku kemudahan untuk mencapainya, swamedikasi seseorang di antaranya keterampilan faktor predisposisi, faktor pendukung, Sedangkan faktor pendorong terwujud dan dalam faktor predisposisi pendorong. mencakup Faktor pengetahuan, adanya bentuk referensi. dukungan keluarga, tetangga, dan tokoh masyarakat (Green, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, 2000). dan lain sebagainya. Faktor pendukung Hubungan Karakteristik Responden dengan Persepsi Responden terhadap Iklan Obat Laksatif di Televisi adalah sarana pelayanan kesehatan dan Tabel 5. Hubungan karakteristik responden dengan persepsi responden terhadap iklan obat laksatif di televisi Karakteristik Terpengaruh % Tidak Terpengaruh % P value 80,6 92,9 66,7 20,0 19,4 7,1 33,3 80,0 0,008 68,4 79,1 31,6 20,9 0,520 100,0 83,3 72,7 73,7 0,0 16,7 27,3 26,3 0,739 100,0 83,3 60,0 64,3 81,5 0,0 16,7 40,0 35,7 18,5 0,337 Umur 17-27 Tahun 28-38 Tahun 39-49 Tahun 50-60 Tahun Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Pendidikan Terakhir SD SMP SMA/SMK Perguruan Tinggi Pekerjaan Tidak Bekerja Pegawai Swasta Pegawai Negeri Sipil Wiraswasta Lainnya 1. Hubungan persepsi terhadap iklan obat dengan umur Hasil analisis memperlihatkan bahwa memiliki hubungan dengan persepsi seseorang terhadap iklan obat laksatif chi-square di televisi (P value = 0,008<0,05). umur Menurut 119 Wuryaningsih (2008), PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X persepsi seseorang dapat dipengaruhi faktor tersebut adalah iklan. Pendapat oleh faktor internal, yaitu umur. tersebut bersesuaian dengan hasil Singgih (2003) mengemukakan bahwa, pada Tabel 5, mayoritas responden makin tua umur seseorang maka jenis kelamin laki-laki dan perempuan, proses-proses terpengaruh dengan iklan laksatif di perkembangan mentalnya bertambah Perkembangan secara mental tidak baik. televisi dengan nilai persentase yang seseorang tidak berbeda jauh, yaitu sebesar langsung dapat 68,4% (laki-laki) dan 79,1% mempengaruhi persepsi yang didapat (perempuan). dari pengetahuan dan pengalaman tersebut, responden dengan jenis pribadinya atau pengalaman dari kelamin orang lain. Hal ini bersesuaian dengan memiliki persepsi yang sama terhadap hasil penelitian ini bahwa umur iklan obat laksatif. berhubungan dengan persepsi tidak memiliki hubungan dengan persepsi terhadap iklan obat laksatif di rentang umur 50–60 tahun sebesar televisi (P value = 0,739>0,05). Hal ini 80% responden tidak terpengaruh terjadi karena menurut Wuryaningsih dengan iklan obat laksatif di televisi. (2008), 2. Hubungan persepsi terhadap iklan obat dengan jenis kelamin analisis perempuan menunjukkan bahwa pendidikan akhir iklan. Berdasarkan hasil pada Tabel 5, Hasil dan Berdasarkan analisis chi-square, umur responden maka semakin tidak dengan laki-laki hasil 3. Hubungan persepsi terhadap iklan obat dengan pendidikan terakhir terhadap iklan obat, semakin tua terpengaruh Berdasarkan perilaku dipengaruhi oleh seseorang persepsi dan chi-square menurut Nilawati (2013), jika persepsi memperlihatkan bahwa jenis kelamin seseorang berbeda maka pola perilaku tidak yang memiliki hubungan dengan dihasilkan akan berbeda. persepsi terhadap iklan obat di televisi Sedangkan menurut Putra (2009), (P value = 0,520>0,05). Hal ini terjadi tingkat pendidikan yang bervariatif karena (2013), dari sekolah dasar sampai perguruan konsumen laki-laki dan perempuan tinggi tidak menunjukkan adanya memiliki persepsi yang sama pada perbedaan berbagai macam faktor, salah satu pemilihan produk dengan sumber menurut Supomo 120 dalam perilaku untuk PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X informasi iklan. Pendapat tersebut Berdasarkan pendapat tersebut, dapat bersesuaian dengan hasil pada Tabel disimpulkan bahwa 5, mayoritas responden terpengaruh bekerja tidak dengan iklan obat laksatif di televisi memiliki persepsi yang sama terhadap dengan 70%. iklan. Hal ini bersesuaian dengan hasil nilai pada Tabel 5, mayoritas responden berdekatan, adalah terpengaruh dengan iklan obat persentase Berdasarkan data persentase hampir sehingga persepsi > tersebut, antara tingkat Hubungan Persepsi terhadap Iklan dengan Perilaku Swamedikasi menggunakan Obat Laksatif 4. Hubungan persepsi terhadap iklan obat dengan pekerjaan Berdasarkan chi-square obat terhadap iklan obat laksatif di televisi persepsi (2013), mempengaruhi sikap iklan obat laksatif di televisi memberikan pengaruh yang antara kedua produk di televisi, karena kuantitas antara adanya variabel. Dengan kata lain, persepsi terhadap iklan, maka semakin tinggi skor perilaku swamedikasi. Hal ini menurut Supomo (2013), pekerjaan berarti ketika terdapat hubungan antara yang berbeda memiliki persepsi yang suatu menunjukkan swamedikasi dan semakin rendah skor sikapnya terhadap iklan pun sama dan terhadap negatif iklan maka semakin rendah skor perilaku responden bekerja dan tidak bekerja sehingga sama perilaku semakin tinggi skor persepsi terhadap menonton iklan di televisi tidak jauh pada hubungan yang berlawanan arah antar pekerjaan dengan sikap terhadap iklan berbeda kuat swamedikasi seseorang. Angka koefisien akan berbeda. Menurut Aisyah (2006) hubungan perilaku korelasi kuat. Hal ini menunjukan bahwa berbeda, maka sikap yang dihasilkan terdapat dengan koefisien korelasi -0,502 yang berarti seseorang, jika persepsi seseorang tidak laksatif swamedikasi (P value = 0,000) dengan (P value = 0,337>0,05). Hal ini terjadi Nilawati analisis hubungan antara persepsi terhadap iklan memiliki hubungan dengan persepsi menurut hasil dengan uji korelasi Kendall Tau, terdapat menyatakan bahwa pekerjaan tidak karena juga 60%. yang lainnya hampir sama. analisis bekerja laksatif di televisi dengan persentase ≥ pendidikan terakhir yang satu dengan Hasil dan responden persepsi dengan perilaku, maka persepsi produk. 121 PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X responden yang dengan iklan cenderung hendaknya berhati-hati dalam menerima menggunakan obat dengan frekuensi informasi obat yang disajikan melalui yang tidak tepat. Menurut penelitian iklan di televisi, harus menelaah dengan yang dilakukan oleh Dianawati et al. benar agar tidak mudah terpengaruh (2008), persepsi terhadap iklan obat di yang televisi memberikan pengaruh yang pengobatan sendiri yang menyimpang, signifikan terhadap perilaku swamedikasi tanyakan hal-hal yang dianggap perlu remaja kepada tenaga kesehatan terdekat dan di Surabaya. Jika persepsi berakibat pada terhadap iklan obat semakin kuat, maka produsen perilaku swamedikasi yang dilakukan hendaknya memberikan informasi yang akan jelas, akurat, dan memadai tanpa unsur menunjukkan indikasi sebagai perilaku pelaku penyimpangan yang makin besar pula. ketidakjujuran Menurut Wuryaningsih (2008), persepsi karena konsumen memiliki hak atas itu. merupakan yang Sedangkan pihak BPOM, melakukan mempunyai peranan penting dalam pengawasan terhadap iklan obat, yang mempengaruhi perilaku seseorang. mencakup faktor fisiologis kepada usaha, penilaian konsumen, sebelum iklan Pada penelitian ini, karakteristik ditayangkan dan pengawasan terhadap yang berhubungan dengan persepsi iklan yang sudah ditayangkan agar terhadap iklan obat adalah umur dan konsumen terlindungi dari iklan-iklan yang tidak berhubungan adalah jenis yang kelamin, lengkap. pendidikan terakhir, dan membawa pesan yang tidak pekerjaan. Sedangkan hubungan antara Penelitian ini memiliki beberapa persepsi iklan obat laksatif di televisi keterbatasan antara lain yaitu jumlah dengan perilaku swamedikasi adalah sampel penelitian yang masih sedikit terdapat hubungan dengan kekuatan karena menggunakan taraf kepercayaan korelasi adalah kuat, artinya iklan obat terendah yaitu 90%. Selain memiliki memberikan pengaruh kuat terhadap keterbatasan tersebut, penelitian ini juga perilaku memiliki swamedikasi. masyarakat Peran (konsumen), serta produsen kelebihan yaitu menggambarkan persentase dapat persepsi (pelaku usaha), dan Badan POM sangat responden terhadap iklan obat dan diperlukan untuk meningkatkan perilaku persentase swamedikasi yang rasional. Konsumen sendiri 122 rasionalitas menggunakan pengobatan obat laksatif, PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 selain itu penelitian menghubungkan sosiodemografi ini p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X juga Daftar Pustaka karakteristik responden Aisyah. dengan persepsi terhadap iklan obat laksatif di televisi, serta menghubungkan persepsi terhadap iklan dengan rasionalitas pengobatan sendiri menggunakan obat Atmoko, W. dan Kurniawati, I. 2009. Swamedikasi: sebuah respon realistik perilaku konsumen di masa kritis. Bisnis dan kewirausahaan, 2(3):233-237. laksatif yang belum pernah dilakukan sebelumnya, terutama di Kelurahan Sungai Besar. Penelitian ini dapat pula dilanjutkan hubungan dengan edukasi menganalisis dengan 2006. Hubungan antara karakteristik individu dan sikap terhadap iklan di televisi dengan perilaku ibu rumah tangga dalam menggunakan produk detergen. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2012. Laporan Kinerja Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta: BPOM RI. persepsi terhadap iklan obat dan edukasi dengan perilaku swamedikasi, sehingga akan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2013. Bahaya keracunan melamin yang terkandung dalam pangan. InfoPOM, 14(4):7-8. terlihat bagaimana persepsi responden setelah diberikan edukasi dan terlihat pula rasionalitas pengobatan sendiri setelah diberikan edukasi. Badan Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan Pusat Statistik. 2014. Kota Banjarbaru dalam Angka. Banjarbaru: Badan Pusat Statistik Kota Banjarbaru. Badan Pusat Statistik. 2009. SUSENAS Indonesia 2011: Indikator Kesehatan 1995–2011. Jakarta: Badan Pusat Statistik. antara persepsi terhadap iklan obat dengan perilaku swamedikasi pada masyarakat Dahlan, M.S. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. di Kelurahan Sungai Besar, Kecamatan Banjarbaru Selatan. persepsi responden Sebanyak 77,4% terpengaruh terhadap iklan obat dalam pengobatan Dianawati, O., Fasich, dan Athijah, U. 2008. Hubungan persepsi terhadap iklan di televisi dengan perilaku swamedikasi pelajar SMU Negeri di Surabaya. sendiri. 123 PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 Majalah Farmasi 6(1):10-16. p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X Airlangga, di Ciputat, Tanggerang). Tesis. Institut Pertanian Bogor. Durianto, D. dan Liana, C. 2004. Analisis efektivitas iklan televisi softener soft & fresh di Jakarta dan sekitarnya dengan menggunakan consumer decision model. Jurnal Ekonomi Perusahaan, 11(1):3555. Nur, T.H dan Junaedi, F. 2010. Banalitas informasi dalam jurnalisme infotainment di media televisi dan dampaknya terhadap penonton infotainment. Jurnal Komunikasi, 4(2):131-142. Fauzia, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang pedoman periklanan: obat, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika, perbekalan kesehatan rumah tangga, dan makanan dan minuman. R. 2014. Faktor yang mempengaruhi perilaku pengobatan sendiri pada kelompok ibu rumah tangga di Kabupaten Purwakarta Tahun 2014. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Bandung. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 189/MenKes/SK/III/2006 tentang Kebijakan obat Nasional. Green, L.W., Kreuter, M.W., Deeds, S.G. & Patridge, K.B. 2000. Health Promotion Planning an Educational and Environmental Approach. Edisi kedua. California: Mayfield Publising Company. Kristina, S., Prabandari, Y., dan Sudjaswadi, R. 2008. Perilaku pengobatan sendiri yang rasional pada masyarakat Kecamatan Depok dan Cangkringan Kabupaten Sleman. Majalah Farmasi Indonesia, 19(01):32-40. Gupta, P., Bobhate, P.S., dan Shrivastava, S.R. 2011. Determinants of self medication practices in an urban slum community. Asian Journal Pharmaceutical and Clinical Research, 4(3):54-57. Islam, Laurens, J.M. 2004. Arsitektur dan Perilaku Manusia. Jakarta: PT. Grasindo. M.S. 2007. Self-medications among higher educated population in Bangladesh: an email-based exploratory study. The Internet Journal of Health, 5(2):1-5. Mahsud, R. 2013. Pola menonton televisi lokal pada pemirsa di Kota Makassar. Skripsi. Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Hasanuddin. Jamilah, J. 2003. Pengaruh klaim kesehatan pada iklan televisi terhadap pengambilan keputusan konsumen dalam membeli produk pangan (kasus Mumtahinnah, N. antara stres ibu rumah bekerja. 124 2012. Hubungan dengan agresi pada tangga yang tidak Skripsi. Fakultas PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 Psikologi, Gunadarma. p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X Universitas Riset Dasar Kesehatan Nasional. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Bakti Husada. Nicola. 2015. Constipation Experts 2015. London: Other Publications. Kaihatu, T.S., Rumambi, L.J., dan Djati, S.P. 2013. Membidik pasar ibu di Indonesia: sebuah kajian efektivitas pemilihan media beriklan. http://fportfolio.petra.ac.id/user _files/03-039/JURNAL%2520%2520Membidik%2520Pasar%2 520Ibu%2520di%2520Indonesia. pdf. Nilawati. 2013. Hubungan antara persepsi dengan sikap orangtua terhadap PAUD Khairunnisa Seberang Padang Kecamatan Padang Selatan Kota Padang. SPEKTRUM PLS, 1(1):33-44. Oktariyani. 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Bapak B (78 Tahun) dengan Masalah Konstipasi di Wisma Bungur Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti Cibubur. Karya Ilmiah Akhir Ners. Program Profesi Ilmu Keperawatan, UI. Santrock, J.W. 2009. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. Singgih, D.G. 2003. Psikologi Perkembangan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Siregar, C.T. 2004. Kebutuhan dasar manusia eliminasi B.A.B. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Sumatera Utara. Purnomo, J.W. 2013. Persepsi perempuan Kelurahan Loa Bakung Kota Samarinda mengenai pesan iklan televisi anlene one-a-day. eJournal Ilmu Komunikasi. 1(2):1-19. Sundari, D. dan Winarno, M.W. 2010. Efek laksatif jus daun asam jawa (Tamarindus indica Linn.) pada tikus putih yang di induksi dengan gambir. Media Litbang Kesehatan, 20(3):100-103. Putra, M.G.B.A. 2009. Perilaku memilih produk pembalut wanita antara ibu dengan remaja putri ditinjau dari status pernikahan dan tingkat pendidikan. Jurnal Psikologi, 2:1-16. Supardi, S. dan Raharni. 2006. Penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dalam pengobatan sendiri keluhan demam, sakit kepala, batuk, dan flu. Jurnal Kedokteran Yasri, 14(1):61-69. Rachmawati, H. 2011. Pengaruh Iklan obat flu di televisi terhadap pemilihan obat secara swamedikasi pada masyarakat di Malang. Farmasains, 1(2):1-11. Supomo, J.C. 2013. Perbedaan persepsi konsumen atas faktor penentu tempat belanja terhadap indomaret dan alfamart. Skripsi. Manajemen Ekonomi, Rakhmat, J. 2004. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 125 PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 Universitas Yogyakarta. Atma p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X Jaya dengan perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) di Kota Kediri. Tesis. Program Pasca Sarjana, Universitas Sebelas Maret. Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2002. ObatObat Penting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Turisno, B.E. 2012. Perlindungan konsumen dalam iklan obat. MMH, 41(1):20-28. Yoga, A.A.A. 2009. Analisis iklan obat bebas dan obat bebas terbatas pada enam media cetak yang beredar di Kota Surakarta periode bulan Februari-April 2009. Skripsi. Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Virdha, K. 2010. Film televisi dan kesenjangan kepuasan (studi tentang kesenjangan kepuasaan menyaksikan film televisi di SCTV dan sinema siang di RCTI di kalangan mahasiswa ilmu komunikasi angkatan 2007-2009 melalui pendekatan uses and grafiticaton. Skripsi. Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Sebelas Maret. Sumarwan, U., Simanjuntak, M., dan Yurita. 2012. Persepsi dan preferensi iklan mempengaruhi niat beli anak pada produk makanan ringan. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, 5(2): 185-192. Wuryaningsih, T. 2008. Hubungan antara pengetahuan dan persepsi 126