SKRIPSI STUDI ANALISIS TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-BARZANJI BAB 19 Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Program Sarjana Strata 1 (S1) Bidang Pendidikan Islam Disusun Oleh: ACHMAD SHOLACHUDDIN NIM : 131310000235 FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU) JEPARA 2015 i NOTA PEMBIMBING Lamp : 2 eksemplar Hal : Naskah Skripsi A.n. Achmad Sholachuddin Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah kami meneliti dan mengadakan koreksi dan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara : Nama : Achmad Sholachuddin NIM : 131310000235 Judul : STUDI ANALISIS TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-BARZANJI BAB 19 Dengan ini mohon agar skripsi saudara tersebut di atas dapat segera dimunaqosyahkan. Demikian harap menjadi maklum, adanya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jepara, 13 Agustus 2015 Pembimbing Dr. Sa’dullah Assa’idi, M.Ag ii DEKLARASI Saya menyatakan bahwa apa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Jepara, 13 Agustus 2015 Deklarator Achmad Sholachuddin NIM. 131310000235 iv MOTTO ١ ِﷲِ ُﻛﻠﱢﮭِﻢ ﻖ ﱠ ِ ﺸ ٌﺮ ۞ َوأَﻧّﮫُ ﺧَ ﯿْـــــــــــ ُﺮ ﺧَ ْﻠ َ َﻓَ َﻤ ْﺒﻠَ ُﻎ ا ْﻟ ِﻌﻠْﻢِ ﻓِﯿْـــــــــــ ِﮫ أَﻧّﮫُ ﺑ “Puncak pengetahuan tentang Rasulullah, bahwa sesungguhnya beliau adalah manusia ۞ Dan sesungguhnya beliau adalah sebaik-baik makhluk Allah swt. seluruhnya” ﺴﻠِ ِﻤﯿْﻦَ ﺧَ ْﯿﺮٌ؟ ْ أَيﱡ ا ْﻟ ُﻤ: ﺳﻠﱠ َﻢ َ ﺻﻠﱠﻰ ﷲ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َ ِﺳﺄ َ َل َرﺳُﻮْ َل ﷲ َ ًاَنﱠ َرﺟُ ﻼ ".ﺴﻠِﻤُﻮْ نَ ﻣِﻦْ ﻟِﺴَﺎﻧِ ِﮫ َوﯾَ ِﺪ ِه ْ ﺳﻠِ َﻢ ا ْﻟ ُﻤ َ ْ "ﻣَﻦ:ﻗَﺎ َل “Seorang laki-laki “Bagaimana menjawab,: bertanya seorang “Orang 1 muslim yang menyakiti muslim lain.”” kepada lisan yang dan Rasulullah terbaik?” tangannya saw., Beliau tidak 2 Muhammad Bushiri, Qashidah Burdah, (Solo: Maji Al Inshofi, t.t.), hal. 16. 2 Imam Al-Mundziri, Ringkasan Hadis Shahih Muslim, (Jakarta; Pustaka Amani, 2003), hal. 40-41. v PERSEMBAHAN Segala puji bagi Allah SWT yang telah menakdirkan saya untuk menyelesaikan skripsi sederhana ini dengan uluran iradah-Nya dan segala curahan kasih sayang-Nya. Karya sederhana ini akan kupersembahkan untuk: Baginda nabi Muhammad SAW yang menjadi figur teladan bagi seluruh umat manusia Kedua orang tuaku, Bapak Abdul Muchith & Ibu Sa’diyah yang selalu mencurahkan kasih sayang dan do’anya kepada anaknya ini yang belum bisa membahagiakan mereka Simbah Nawawi, simbah Firdausiyah, simbah Suniyah Orang-orang tercinta yang telah mendidikku dan yang menginspirasiku, Kyai Abdul Djamil (alm), Kyai Mujazi Abdullah, Kyai Nur Cholis, Romo Yai Asrori ra, Mbah Munif Zuhri, Abuya Saggaf bin Mahdi, Gus Jamaluddin Akhsan Adik-adikku, Miftahul Falah (alm), Safitri Nur Faiqoh & Aris Nur Rohman Sahabat-sahabatku, ustadz Amir, mas Imam, Nawawi, ustadz Tamam, Syiham, ustadz Anas, gus Baha’, gus Barok dan semuanya yang bisa kusebutkan Teman-teman UNISNU, khususnya prodi PAI kelas A1 & A4 angkatan 2011 vi KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah wasyukrulillah, segala puji kita panjatkan kehadirat Allah Jalla Jalaluh yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pembuatan skripsi dalam rangka memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Studi Program Strata 1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Beliau junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang dan semoga terlimpah pula pada keluarga, sahabat, tabi'in sampai pada ulama yang meneruskan perjuangan Beliau. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak mungkin berhasil tanpa adanya dukungan dan saran-saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terealisasikan, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Nabi Muhammad SAW, sebagai inspirator terbesar dalam penulisan skripsi ini. 2. Prof. Dr. Muhtarom, HM., selaku rektor UNISNU Jepara. 3. Drs. H. Akhirin Ali, M.Ag., selaku dekan 1 fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara yang telah memberikan persetujuan penulisan skripsi. 4. H. Mufid, M.Ag., selaku ketua program studi PAI. 5. Dr. Sa’dullah Assaidi, M.Ag., selaku dosen pembimbing yang telah bersedia dan sabar dalam membagi waktu, tenaga dan pikiran untuk melakukan bimbingan dalam penyusunan skripsi. 6. Para dosen dan seluruh staf karyawan di lingkungan UNISNU Jepara yang telah memberikan motivasi belajar dalam penyelesaian studi. vii 7. Orang tua penulis (Abdul Muchith & Sa’diyah) yang selalu meridhoi dan mendukung penulis dengan segenap usaha lahir batin mereka tanpa pamrih dan lelah. 8. Guru-guru penulis yang selalu mendidik penulis dan tokoh-tokoh yang menjadi inspirasi penulis. Di antara mereka adalah kyai Abdul Jamil (alm), kyai Mujazi Abdullah, kyai Nur Cholis, kyai Munif Zuhri, kyai Asrori AlIshaqi. ra, abuya Habib Saggaf bin Mahdi, Gus Jamaluddin Ahsan, Mas Abidin (alm), kyai Mujahidin Rachman dan beliau-beliau yang tak bisa disebutkan satu persatu. 9. Teman-teman fakultas Tarbiyah, prodi Pendidikan Agama Islam, khususnya Kelas A1 dan A4 angkatan 2011. 10. Segenap pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya penulis hanya dapat membalas dengan do’a, semoga Allah SWT yang akan memberikan pahala atas kebaikan budi mereka. Akhir kata, semoga karya sederhana ini dapat diambil manfaatnya bagi para pembaca, Amien. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Jepara, Agustus 2015 Penulis Achmad Sholachuddin NIM. 131310000235 viii ABSTRAK Achmad Sholachuddin (1131310000235), “STUDI ANALISIS TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB ALBARZANJI BAB 19”. Disusun guna memenuhi tugas akhir perkuliahan untuk memperoleh gelar sarjana strata 1 (S1) fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, program studi Pendidikan Agama Islam di UNISNU Jepara. Latar belakang yang mendorong penelitian ini adalah pada era dewasa ini kehidupan manusia sudah jauh dari nilai-nilai al-Qur’an dan Hadits. Parahnya bangsa ini tidak hanya ditimpa krisis ekonomi yang berkepanjangan, tapi juga ditimpa krisis akhlak. Merajalelanya kemaksiatan dan tingginya tingkat kriminalitas adalah bukti bahwa bangsa ini mengidap dekadensi akhlak yang serius. Gejala ini tidak hanya menimpa masyarakat kalangan bawah, tapi juga menimpa para pemimpin bangsa dan bahkan tokoh agama. Tingginya tingkat korupsi yang tidak hanya dilakukan oleh para birokrat tapi juga para tokoh agama, membuat masyarakat kehilangan figur panutan sehingga lahirlah krisis keteladanan. Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan nilai-nilai pendidikan akhlak yang harus kita teladani melalui analisis nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab al-Barzanji pada bab 19. Dimana dalam bab tersebut tergambar bagaimana akhlak nabi Muhammad SAW yang menjadi figur panutan seluruh umat manusia. Penulisan skripsi ini penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library research) dimana penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini lebih menekankan pada kekuatan analisis data pada sumber-sumber data yang diperoleh dari buku-buku, tulisan-tulisan, dan dengan mengandalkan teori-teori yang ada untuk diinterpretasikan secara luas dan mendalam. Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan metode dokumentasi yaitu suatu teknik yang digunakan penulis untuk mengumpulkan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Sumber data primernya adalah kitab al-Barzanji karangan syeikh Ja’far bin Hasan al-Barzanji. Dalam segi analisisnya, penulis menggunakan metode deskriptif analisis yang dimaksudkan membuka pesan yang terkandung dalam bahasa teks, yakni kitab al-Barzanji pada bab 19, mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung di dalamnya. Selain itu, penulis juga menggunakan metode interpretasi data dan metode berpikir induksi. Dari hasil analisa penulis, nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab al-Barzanji bab 19 meliputi enam bagian pokok nilai, yaitu: 1) Nilai al-amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya), 2) nilai al-alifah (sifat yang disenangi), 3) nilai al-‘afwu (sifat pemaaf), 4) nilai anisatun (sifat manis muka), 5) nilai al-khairu (kebaikan), dan 6) nilai al-khusyu’ (tekun bekerja sambil menundukkan diri (berdzikir)). Ke enam nilai-nilai tersebut selanjutnya akan penulis analisis untuk diimplementasikan dalam pendidikan. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi para mahasiswa, para pendidik, para peneliti dan semua pihak yang membutuhkan khususnya di lingkungan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu keguruan UNISNU Jepara. ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i HALAMAN NOTA PEMBIMBING ................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii HALAMAN DEKLARASI ................................................................................ iv HALAMAN MOTTO ........................................................................................ v HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi HALAMAN KATA PENGANTAR .................................................................. vii ABSTRAK ......................................................................................................... ix DAFTAR ISI ...................................................................................................... BAB I x : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Penegasan Istilah ........................................................................ 6 C. Rumusan Masalah ...................................................................... 9 D. Tujuan Penelitian ....................................................................... 9 E. Manfaat Penelitian ..................................................................... 9 F. Kajian Pustaka ............................................................................ 10 G. Metode Penelitian ....................................................................... 12 H. Sistematika Penulisan Skripsi .................................................... 15 BAB II : NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK SECARA GLOBAL A. Pendidikan Akhlak ..................................................................... 17 1. Pengertian Pendidikan Akhlak ............................................. 17 2. Tujuan Pendidikan Akhlak.................................................... 21 3. Ruang Lingkup Akhlak ........................................................ 27 B. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Secara Global ............................. 31 BAB III : NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB ALBARZANJI BAB 19 A. Biografi Syeikh Ja’far bin Hasan ............................................... 36 B. Deskriptif Kitab al-Barzanji ...................................................... 38 C. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab al-Barzanji Bab 19 41 x BAB IV : ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-BARZANJI BAB 19 A. Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab alBarzanji Bab 19 .......................................................................... 47 B. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab alBarzanji Bab 19 .......................................................................... 57 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ 72 B. Saran-saran ................................................................................. 76 C. Penutup ....................................................................................... 76 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pendidikan akhlak menempati posisi sangat penting dalam Islam, karena kesempurnaan seseorang tergantung kepada kebaikan dan kemuliaan akhlaknya. Manusia yang dikehendaki Islam adalah manusia yang memiliki akhlak yang mulia, manusia yang seperti inilah yang akan mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat.1 Imam Ali kw. mengatakan bahwa akhlak adalah sebaik-baik teman.2 Akhlak merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara hamba dan Allah swt. (hablumminallah) dan antar sesama (hablumminannas). Akhlak yang mulia tidak lahir berdasarkan keturunan atau terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi, membutuhkan proses panjang, yakni melalui pendidikan akhlak. Banyak sistem pendidikan akhlak, moral dan etika yang ditawarkan oleh dunia Barat, namun banyak juga kelemahan dan kekurangannya. Karena patokan tersebut hanya berasal dari manusia sendiri yang ilmu dan pengetahuannya sangat terbatas.3 Dalam konsep pendidikan akhlak dalam Islam, segala sesuatu itu dapat dinilai baik dan buruk, terpuji atau tercela, semata-mata berdasarkan al1 Azmi Muhammad, Pembinaan Akhlak Anak Usia Dini Pra Sekolah. (Yogyakarta: Belukar, 2006), hal. 54. 2 Nawawi al-Bantani, Nashaih al-‘Ibad, terj. Ahmad Abdul Madjid, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 2012), cet II, hal. 104. 3 Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia. (Jakarta: Gema Insani, 2002), hal. 11. 1 2 Qur’an dan al-Hadits. Ajaran akhlak dalam Islam bersumber dari wahyu Allah SWT yang termaktub dalam al-Qur’an dan Hadits.4 Pada era dewasa ini kehidupan manusia sudah jauh dari nilai-nilai alQur’an dan Hadits. Sebagai khalifah Allah di muka bumi, sudah sepantasnya manusia berkiprah sesuai dengan kehendak Allah swt. Yakni dengan akhlak yang mulia. Dengan akhlak yang mulia ini manusia akan menjadi khalifah Allah di bumi sesuai dengan tujuan Allah menciptakan manusia.5 Namun yang terjadi pada manusia akhir-akhir ini adalah sebaliknya. Orientasi kehidupan manusia berubah menjadi kian materialistis, individualistis dan keringnya aspek spiritual. Terjadilah iklim yang semakin kompetitif yang pada gilirannya melahirkan manusia-manusia buas, kejam dan tak berperikemanusiaan sebagaimana dikatakan Thomas Hobbes yang dikutip oleh Nasruddin Razak, Homo Homini Lupus Bellum Omnium Contra Omnes (manusia menjadi serigala untuk manusia lainnya, berperang antara satu dengan lainnya).6 Dampak dari globalisasi modern juga melanda bangsa Indonesia. Parahnya, bangsa ini tidak hanya ditimpa krisis ekonomi yang berkepanjangan, tapi juga ditimpa krisis akhlak. Merajalelanya kemaksiatan dan tingginya tingkat kriminalitas adalah bukti bahwa bangsa ini mengidap dekadensi akhlak yang serius. Gejala ini tidak hanya menimpa masyarakat 4 5 hal. 128. 6 Azmi Muhammad, Op. Cit, hal. 75. Muhammad Imaduddin Abdulrahim, Islam Nilai Terpadu, (Jakarta: Gema Insani, 2002), Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif , 1973), hal. 19. 3 kalangan bawah, tapi juga menimpa para pemimpin bangsa dan bahkan tokoh agama. Tingginya tingkat korupsi yang tidak hanya dilakukan oleh para birokrat tapi juga para tokoh agama, membuat masyarakat kehilangan panutan sehingga lahirlah krisis keteladanan. Adanya peristiwa yang demikian membuat kita berpikir tentang peranan dan sumbangan Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam membentuk akhlak yang luhur. Padahal kita tahu bahwa tujuan pokok pendidikan agama adalah membentuk anak didik memiliki moralitas dan akhlak budi pekerti yang mulia. Sebagai perumpamaan lain, S. M. Suhufi menjelaskan bahwa bentuk lahiriah manusia dibentuk oleh anggota badannya, seperti kepala, wajah, tangan, kaki, mata, telinga dan anggota yang lain. Sementara itu, bagian dalamnya dibentuk oleh akhlak, kebiasaan dan sifatnya. Jika manusia memiliki anggota badan yang proporsional, yang selaras dengan wajah dan tubuhnya, dikatakan bahwa ia memiliki sebuah bentuk badan yang indah dan sempurna. Sebaliknya, jika anggota badannya tidak sesuai, maka dikatakan jelek. Serupa dengan hal tersebut, jika seseorang memiliki akhlak yang baik seperti kasih sayang, jujur, ikhlas pengertian, pemaaf, lembut dan rendah hati, ia bisa dikatakan berakhlak terpuji atau luhur. Begitupun sebaliknya, jika 4 seseorang kejam, pendengki, egois, pembohong, maka dikatakan berakhlak buruk.7 Kekuatan akhlak yang tercermin pada perilaku yang baik dan benar (amal saleh) merupakan inti utama dari ajaran Islam. Dalam hal ini, seharusnya kita kembali pada nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ’alamin (universal) yakni agama yang damai dan mengutamakan akhlak yang luhur dalam segala aspek kehidupan. Tolak ukur perbuatan baik dan buruk seseorang haruslah merujuk kepada ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya, karena Rasulullah SAW adalah manusia yang paling mulia akhlaknya. Karena akhlak Rasulullah SAW merupakan wujud konkret dari petunjukpetunjuk yang ada di dalam kitab suci al-Qur’an. Dan seperti yang terlihat bahwa al-Qur’an merupakan kitab suci yang kandungan isinya lebih komprehensif dari kitab-kitab Allah SWT yang pernah diturunkan sebelumnya kepada rasul-rasul sebelum nabi Muhammad saw. Dengan akhlak yang baik, segala potensi yang dimiliki manusia seperti ilmu pengetahuan, kekayaan, jabatan dan potensi-potensi lainnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama.8 Dalam kajian Islam sufisme juga menjadi solusi yang ampuh untuk diterapkan pada kehidupan modern saat ini dalam rangka membentuk akhlak 139. 127. 7 Suhufi, Prinsip dan Etika Pribadi dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2003), hal. 8 Didin Hafidhuddin, Agar Layar Tetap Terkembang, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hal. 5 yang luhur di tengah-tengah era global dimana ajaran sufisme mengandung tiga tujuan utama, yaitu: 1. Turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai spiritual. 2. Memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoterik (kebatinan) Islam, naik terhadap masyarakat Islam yang melupakannya maupun non Islam. 3. Untuk memberi penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek esoterik Islam, yakni sufisme, merupakan jantung dari ajaran Islam sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain dari sentuhan ajaran Islam.9 Berdasarkan latar belakang di atas, penulis melihat bahwa kisah Nabi Muhammad SAW dalam kitab al-Barzanji bab 19 memiliki begitu banyak makna tentang pendidikan akhlak yang sangat dalam untuk dijadikan teladan bagi seluruh umat, khususnya umat Islam. Sehingga harapan penulis nantinya para pembaca akan bersemangat dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab maulid al-Barzanji khususnya pada bab 19. Maka penulis tertarik untuk membahas dan mendalami nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab al-Barzanji bab 19 ke dalam sebuah skripsi 9 Zubaidi, Akhlak dan Tasawuf, (Yogyakarta: Lingkar Media, 2015), hal. 35. 6 dengan judul, “STUDI ANALISIS TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-BARZANJI BAB 19”. B. Penegasan Istilah 1. Studi Analisis Studi adalah penelitian ilmiah, kajian atau telaahan.10 Sedangkan analisis yaitu penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebabmusabab, duduk perkaranya dan sebagainya).11 Dari pengertian di atas dapat kita pahami bahwa studi analisis adalah penelitian ilmiah terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. 2. Nilai-nilai Pendidikan Nilai-nilai adalah sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya.12 Definisi lain menyebutkan nilai adalah patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menetukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif.13 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, 10 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 1093. 11 Ibid., hal. 43. 12 Hasan Alwi (pimred), Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 783. 13 Rahmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), hal. 9. 7 serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.14 Dalam buku Paradigma Pendidikan Islam disebutkan bahwa pendidikan adalah proses peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap atau keterampilan hidup suatu atau beberapa pihak.15 Jadi, nilai-nilai pendidikan adalah tolak ukur bagi seseorang untuk melakukan pembelajaran supaya potensi seseorang tersebut dapat berkembang secara positif dan berguna bagi orang lain. 3. Akhlak Secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari kata “khuluq”, yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah/tabiat. Dalam sebuah literatur disebutkan bahwa “akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik”.16 Sedangkan akhlak secara terminologi adalah peraturan Allah yang bersumberkan al-Qur’an dan Sunnah rasul baik peraturan yang menyangkut hubungan dengan al-Khaliq (Allah), hubungan manusia dengan sesamanya, maupun hubungan manusia dengan lingkungannya (makhluk lain).17 Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh H. Hamzah Ya’qub dalam bukunya “Etika Islam”, akhlak adalah “suatu ilmu yang 14 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Edisi Revisi), (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hal. 304-305. 15 Muhaimin, et, al, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2012), cet 5, hal. 37. 16 Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 1. 17 Ibid. 8 menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.”18 4. Kitab al-Barzanji Kitab adalah buku; buku suci (yakni buku yang berisi segala sesuatu yang bertalian dengan agama).19 Adapun kitab al-Barzanji adalah sebuah karya tulis seni sastra yang memuat kehidupan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan judul asli kitab ini adalah Iqd al-Jawahir, namun lebih populer dengan sebutan kitab Maulid al-Barzanji. Karya sastra ini dibaca dalam berbagai upacara keagamaan di dunia Islam, termasuk di Indonesia, sebagai bagian yang menonjol dalam kehidupan beragama tradisional. Kitab ini memuat riwayat kehidupan Nabi Muhammad SAW: silsilah keturunannya, kehidupannya semasa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Di dalam kitab Maulid al-Barzanji juga mengisahkan sifat yang dimiliki Nabi Muhammad SAW dan perjuangannya dalam menyiarkan Islam dan menggambarkan kepribadiannya yang agung untuk dijadikan teladan bagi umat manusia.20 18 Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung: Diponegoro, 1993), cet. 6, hal. 12. W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2011), hal. 602. 20 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, juz I, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hal. 241. 19 9 5. Bab 19 Bab adalah suatu bagian pembahasan dalam suatu kitab.21 Maksud dari bab 19 dalam karya tulis ini adalah bab ke 19 dari kitab Maulid al-Barzanji. Dalam kitab Maulid al-Barzanji terdiri atas 19 bab kemudian bagian terakhirnya adalah do’a. C. Rumusan Masalah 1. Apa saja nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab al-Barzanji bab 19? 2. Bagaimana implementasi nilai pendidikan akhlak dalam pendidikan? D. Tujuan Penelitian 1. Untuk memaparkan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab al-Barzanji bab 19. 2. Untuk menjelaskan implementasi nilai pendidikan akhlak dalam pendidikan. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini dapat dikelompokkan ke dalam dua manfaat, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Manfaat secara teoritis yaitu untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab al-Barzanji dan juga memperluas khazanah ilmu pengetahuan pendidikan Islam. 2. Manfaat Praktis 21 hal. 39. Achmad Maulana, dkk, Kamus Ilmiah Populer Lengkap, (Yogyakarta: Absolut, 2011), 10 Manfaat secara praktis yaitu memberikan nilai tambahan bagi praktisi pendidikan, khususnya pendidikan Islam dalam memberi teladan dengan akhlak yang baik dan sebagai salah satu alternatif dalam mengembangkan sistem pendidikan agama Islam khususnya di Indonesia. F. Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan perbandingan penelitian yang ada baik mengenai kekurangan maupun kelebihan sebelumnya. Di samping itu kajian pustaka ini juga ikut andil dalam rangka mendapatkan informasiinformasi dalam pembuatan skripsi ini. Sebagai garis pembeda dari hasil temuan yang membahas permasalahan akhlak dari seseorang baik dalam bentuk buku, kitab dan tulisan lainnya, maka penulis akan memaparkan beberapa karya orang lain sebagai perbandingan dalam mengupas permasalahan tersebut sehingga diharapkan dapat memunculkan penemuan baru. Beberapa karya yang membahas akhlak di antaranya adalah sebagai berikut: 1. A. Yusuf dalam skripsinya “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam alQur’an Surat al-Furqon Ayat 63 sampai 74 dan Aktualisasinya dalam Pembentukan Kepribadian Muslim” yang pembahasannya difokuskan pada pembentukan kepribadian muslim seperti aspek-aspek kepribadian muslim, faktor-faktor pembentuk kepribadian muslim, penanaman nilainilai pendidikan akhlak pada ayat tersebut dalam membentuk kepribadian muslim dan aktualisasinya. 11 2. Demikian pula dengan Shofiyatus Sa’adah dalam skripsinya “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El-Shirazy” yang membahas nilai-nilai pendidikan akhlak dalam novel tersebut yang meliputi akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap sesama manusia dan akhlak secara umum. 3. Bukunya H. Mohammad Rifa’i yang berjudul “Akhlaq Seorang Muslim”. Buku tersebut merupakan hasil suntingan dari kitabnya Muhammad alGhazali yang berjudul “Khuluq al-Muslim” yang memuat tentang beberapa akhlak. Dan sebagian di antaranya mengenai akhlak yang jahat tanda iman yang lemah, baik dan buruk, berlaku jujur, menjaga amanat, ikhlas, penyantun, lapang dada, sabar, dan beberapa hal lainnya yang masih berkaitan dengan akhlak. 4. Yang berikutnya yaitu bukunya Yunahar Ilyas yang berjudul “Kuliah Akhlaq”. Di dalam bukunya Yunahar Ilyas terdapat pembahasanpembahasan mengenai akhlak yang meliputi akhlak terhadap Allah SWT, akhlak terhadap Rasulullah SAW, akhlak pribadi, akhlak dalam keluarga, akhlak bermasyarakat sampai pada akhlak bernegara. Dari beberapa literatur di atas, maka penulis memilih mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam kitab Maulid al-Barzanji pada bab 19. Dan penulis berharap dari penulisan karya ilmiah ini menjadikan suatu temuan atau inspirasi baru yang dapat bermanfaat dalam bidang penelitian maupun bidang pendidikan. 12 G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library research) dimana penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu maupun kelompok.22 Penelitian ini lebih menekankan pada kekuatan analisis data pada sumber-sumber data yang ada yang didapat dari buku-buku, tulisan-tulisan dan dengan mengandalkan teori-teori yang ada untuk diinterpretasikan secara luas dan mendalam. Untuk itu, penulis menggunakan pendekatan deskriptif kepustakaan dengan berdasarkan tulisan yang mengarah pada pembahasan skripsi ini. 2. Sumber Data Jenis penelitian ini adalah library research (penelitian pustaka), maka data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka adalah berupa sumber data primer dan sumber data sekunder, yaitu sebagai berikut: a. Data primer adalah “data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari”.23 22 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), cet. 8, hal. 60. 23 Saifudin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2010), hal. 91. 13 Dalam hal ini yaitu kitab Maulid al-Barzanji karya Syaikh Ja’far bin Hasan. b. Sumber data sekunder adalah “data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia”.24Adapun sumber data skunder yang penulis gunakan dalam penelitian sebagai penunjang ialah diantaranya: 1) Buku-buku yang relevan; a. Pembinaan Akhlak Anak Usia Dini Pra Sekolah (Azmi Muhammad) b. Akhlak Mulia (Ali Abdul Halim Mahmud) c. Dienul Islam (Nasruddin Razak) d. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Rahmat Mulyana) e. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Hasbullah) f. Pengantar Studi Akhlak (Asmaran) g. Etika Islam (Hamzah Ya’qub), dll 2) Artikel (baik dari surat kabar maupun internet). 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan, dalam hal ini akan selalu ada hubungan antara teknik pengumpulan data dengan masalah penelitian yang 24 Ibid., hal. 91. 14 ingin dipecahkan. Pengumpulan data tak lain adalah suatu proses pengadaan data untuk keperluan penelitian. Sesuai dengan penelitian yang penulis lakukan yang bersifat diskriptif kualitatif, maka sebagaimana layaknya studi kualitatif yang mengadakan penelitian terhadap kepustakaan (library research). Maka pengumpulan datanya dilakukan langsung oleh peneliti dengan menggunakan dokumen. Dokumen adalah “catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.”25 4. Teknik Analisis Data Dalam analisis data, penulis menggunakan metode deskriptif analisis yaitu, suatu usaha untuk mengumpulkan data dan menyusun data kemudian diusahakan adanya analisis dan interpretasi atau penafsiran terhadap data tersebut.26 Dalam hal ini dimaksudkan untuk membuka pesan yang terkandung dalam bahasa teks, terutama kitab al-Barzanji pada bab 19 mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak. Dan juga menggunakan metode interpretasi data yang menurut Anton Bakker dan Zubair, metode interpretasi data adalah menyelami isi buku, untuk dengan setepat mungkin dalam mengungkapkan arti dan makna uraian yang disajikannya.27 25 hal. 326. 26 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method), (Bandung: Alfabeta, 2012), Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tehnik (Bandung: Transito, 1998), hal. 139. 27 Anton Bakker dan Drs. Achmad Choris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), cet.I, hal. 69. 15 Dalam pembahasan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode berfikir induksi, adalah suatu metode berpikir dari khusus ke umum yang mempunyai maksud cara pengambilan kesimpulan berangkat dari peristiwa atau masalah yang bersifat khusus kemudian ditarik pada kesimpulan yang bersifat umum. Metode induksi umumnya disebut disebut generalisasi.28 H. Sistematika Penulisan Skripsi Dalam penulisan skripsi yang berjudul “STUDI ANALISIS TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-BARZANJI BAB 19” ini, penulis menggunakan sistematika sebagai berikut: Bagian awal adalah bagian yang mendahului tubuh karangan yang berisi: halaman sampul, halaman judul, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar, abstrak dan halaman daftar isi. Bagian tengah, ialah bagian tubuh karangan yang terdiri dari lima bab yaitu: Bab I : Bab ini merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. 28 Ibid., hal. 43. 16 Bab II : Bab ini akan menguraikan tentang pengertian pendidikan akhlak, tujuan pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak dan nilai-nilai pendidikan akhlak secara global. Bab III : Bab ini akan menjelaskan tentang biografi Syaikh Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim bin Muhammad al-Barzanji, deskriptif tentang kitab al-Barzanji dan nilai pendidikan akhlak dalam kitab al-Barzanji bab 19. Bab IV : Bab ini merupakan bab inti yang merupakan jawaban dari masalah yang telah dirumuskan meliputi analisis nilai pendidikan akhlak dalam kitab al-Barzanji bab19 dan implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab al-Barzanji bab 19 dalam pendidikan. Bab V :Bab ini terdiri dari tiga sub yaitu kesimpulan, yang memuat kesimpulan-kesimpulan dari uraian-uraian pada bab terdahulu, saran yang memuat beberapa saran dari penulis yang berhubungan dengan kesimpulan yang telah dikemukakan dan kata penutup. Kemudian pada bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan lampiranlampiran. BAB II NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK SECARA GLOBAL A. Pendidikan Akhlak 1. Pengertian Pendidikan Akhlak Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.1 Dalam buku Paradigma Pendidikan Islam disebutkan bahwa pendidikan adalah proses peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap atau keterampilan hidup suatu atau beberapa pihak.2 Para pakar pendidikan Islam menurut Athiyah al-Abrasyi telah sepakat bahwa tujuan dari pendidikan serta pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, melainkan: a. Mendidik akhlak dan jiwa mereka; b. Menanamkan rasa keutamaan (fadhilah); c. Membiasakan mereka 1 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Edisi Revisi), (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hal. 304-305. 2 Muhaimin, et, al, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2012), cet 5, hal. 37. 17 18 dengan kesopanan yang tinggi; d. Mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya dengan penuh keikhlasan dan kejujuran.3 Menurut Athiyah al-Abrasyi, tujuan pokok dari pendidikan Islam adalah membentuk budi pekerti dan pembentukan jiwa. Semua mata pelajaran haruslah mengandung pelajaran-pelajaran akhlak, setiap pendidik haruslah memikirkan akhlak dan akhlak keagamaan sebelum yang lain-lainnya, karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi, sedangkan akhlak yang mulia itu adalah tiang dari pendidikan Islam.4 Secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari kata “khuluq”, yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah/tabiat. Dalam sebuah literatur disebutkan bahwa “akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik”.5 Hal ini didasarkan pada al-Qur’an surat al-Qalam ayat 4 yang berbunyi: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (Q.S. al-Qalam [68]: 4).6 3 Muhammad Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyyah, Terj. Abdullah Zakiy alKaaf, “Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam”, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hal. 13. 4 Ibid. 5 Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 1. 6 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), hal. 826. 19 Menurut Ibrahim Anis sebagaimana disitir oleh Yunahar Ilyas, akhlak adalah “sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”7 Adapun pengertian akhlak menurut ulama akhlak sebagaimana dikutip oleh Rosihan Anwar, antara lain sebagai berikut:8 a. Menurut Ibnu Maskawaih (941-1030 M): ِ َو َﻫ ِﺬﻩ.ْﺲ دَا ِﻋﻴَﺔٌ ﻟَﻬَﺎ اِﻟَﻰ اَﻓْـ َﻌﻠِﻬَﺎ ِﻣ ْﻦ ﻏَْﻴ ِﺮ ﻓِ ْﻜ ٍﺮ وََﻻ َر ِوﻳﱠٍﺔ ِ ﺣﺎ ٌَل ﻟِﻠﻨﱠـﻔ ... ِﻣ ْﻨـﻬَﺎ ﻣَﺎﻳَﻜ ُْﻮ ُن ﻃَﺒِْﻴ ِﻌ:َﺴ ُﻢ اِﻟَﻰ ﻗِ ْﺴ َﻤ ْﻴ ِﻦ ِ َﺎل ﺗَـ ْﻨـﻘ ُ اﻟْﺤ , َوُرﺑﱠﻤَﺎ ﻛَﺎ َن َﻣ ْﺒ َﺪ ُؤﻩُ اﻟْ ِﻔ ْﻜ ُﺮ,ْﺐ ِ َوِﻣ ْﻨـﻬَﺎ ﻣَﺎﻳَﻜ ُْﻮ ُن ُﻣ ْﺴﺘَـﻔَﺎدًا ﺑِﺎﻟْﻌَﺎ َدةِ وَاﻟﺘﱠ ْﺪ ِرﻳ .ﺼ ْﻴـ َﺮ َﻣﻠَ َﻜﺔً َو ُﺧﻠُﻘًﺎ ِ َﺛُ ﱠﻢ ﻳَ ْﺴﺘَ ِﻤ ﱡﺮ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ اَوًﱠﻻ ﻓَﺄَوًﱠﻻ َﺣﺘﱠﻰ ﻳ Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya... ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan, kemuadian dilakukan terus-menerus, maka jadilah suatu bakat dan akhlak. b. Imam Al-Ghazali (1055-1111 M) dalam Ihya’ Ulumuddin menyatakan: َﺎل ﺑِﻴُ ْﺴ ٍﺮ َو ُﺳﻬ ُْﻮﻟَ ٍﺔ ِﻣ ْﻦ ﻏَْﻴ ِﺮ ُ ﺼ ُﺪ ُر َﻋ ْﻨـﻬَﺎ ْاﻷَﻓْـﻌ ْ َْﺲ ﺗ ِ َاﺳ َﺨﺔٌ ﻓِﻰ اﻟﻨﱠـﻔ ِ َﻫ ْﻴﺌَﺔٌ ر .ﺣَﺎ َﺟ ٍﺔ اِﻟَﻰ ﻓِ ْﻜ ٍﺮ َوُر ِوﻳﱠٍﺔ Akhlak adalah daya kekuatan (sifat) yang tertanam dalam jiwa yang mendorong perbuatan-perbuatan yang spontan tanpa memerlukan pertimbangan pikiran. 7 8 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: LPPI, 2014), hal. 2. Rosihan Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hal. 13-15. 20 c. Muhyiddin Ibnu Arabi (1165-1240 M): وَاﻟْ ُﺨﻠُ ُﻖ ﻗَ ْﺪ,ﺴ ُﻦ أَﻓْـﻌَﺎﻟَﻪُ ﺑِﻼَ ُر ِوﻳﱠٍﺔ َوﻻَا ْﺧﺘِﻴَﺎ ٍر َ ْاﻹﻧ ِْ ْﺲ ﺑِ ِﻪ ﻳَـ ْﻔ َﻌ ُﻞ ِ َﺣ ٌﻞ ﻟِﻠﻨﱠـﻔ ﱠﺎس ﻻَﻳَﻜ ُْﻮ ُن ا ﱠِﻻ ِ ْﺾ اﻟﻨ ِ َوﻓِﻰ ﺑَـﻌ,ﱠﺎس ﻏَ ِﺮﻳْـ َﺰةً َوﻃَْﺒـﻌًﺎ ِ ْﺾ اﻟﻨ ِ ﻳَﻜ ُْﻮ ُن ﻓِﻰ ﺑَـﻌ .َاﻹ ْﺟﺘِﻬَﺎ ِد ِْ ﺿ ِﺔ و َ ﺑِﺎﻟ ﱢﺮﻳَﺎ Keadaaan jiwa seseorang yang mendorong manusia untuk berbuat tanpa melalui pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut pada seseorang boleh jadi merupakan tabiat atau bawaan, dan boleh jadi juga merupakan kebiasaan melalui latihan dan perjuangan. d. Syeikh Makarim Asy-Syirazi: .ِﻺﻧْﺴَﺎ ِن ِْ ﺴﺠَﺎﻳَﺎ اﻟْﺒَﺎ ِﻃﻨِﻴﱠ ِﺔ ﻟ َت اﻟْ َﻤ ْﻌﻨَ ِﻮﻳﱠِﺔ وَاﻟ ﱠ ِ َﺎت اﻟْ َﻜﻤَﺎﻻ ُ ا َْﻷَ ْﺧﻼَ ُق َﻣ ْﺠﻤ ُْﻮﻋ Akhlak adalah sekumpulan keutamaan maknawi dan tabiat batini manusia. e. Al-Faidh Al-Kasyani (wafat 1091 H): َﺎل ُ ﺼ ُﺪ ُر ِﻣ ْﻨـﻬَﺎ ْاﻷَﻓْـﻌ ْ َْﺲ ﺗ ِ ُﻮ ِﻋﺒَﺎ َرةٌ َﻋ ْﻦ َﻫﻴْﺌَ ٍﺔ ﻗَﺎﺋِ َﻤ ٍﺔ ﻓِﻰ اﻟﻨﱠـﻔ َ اَﻟْ ُﺨﻠُ ُﻖ ﻫ .ﺴﻬ ُْﻮﻟَ ٍﺔ ِﻣ ْﻦ د ُْو ِن اﻟْﺤَﺎﺟَﺎةِ اِﻟَﻰ ﺗَ َﺪﺑﱡ ٍﺮ َوﺗَـ َﻔ ﱡﻜ ٍﺮ ُ ِﺑ Akhlak adalah ungkapan untuk menunjukkan kondisi yang mandiri dalam jiwa, yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa didahului perenungan dan pemikiran. Sedangkan akhlak secara terminologi adalah peraturan Allah yang bersumberkan al-Qur’an dan Sunnah rasul baik peraturan yang menyangkut hubungan dengan al-Khaliq (Allah), hubungan manusia dengan sesamanya, maupun hubungan manusia dengan lingkungannya (makhluk lain).9 9 Asmaran, Op. Cit, hal. 1. 21 2. Tujuan Pendidikan Akhlak Tujuan utama dari pendidikan akhlak adalah supaya setiap muslim mempunyai budi pekerti, tingkah laku, perangai serta adat istiadat yang baik sesuai dengan ajaran Islam, yakni yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits.10 Dari sini dapat terlihat bahwasanya pendidikan akhlak membantu seseorang untuk menjadi pribadi yang baik dan luhur. Dari sisi religius pendidikan akhlak akan mengantarkan seseorang dalam menuju hakikatnya seorang hamba, yaitu untuk beribadah dan mengabdi kepada Allah SWT. Karena dalam setiap amal perbuatan seseorang tersebut senantiasa didasari dengan ketentuanketentuan Allah SWT yang telah termaktub dalam kitab suci al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW yang menjadi patokan teladan baik yang berasal dari perbuatan maupun sabda-sabda Beliau. Jika kita memperhatikan secara teliti tentang ritual ibadahibadah syar’i dalam Islam pastilah akan menemukan kandungan inti atau hakikat dari ibadah tersebut memiliki tujuan untuk membina akhlak seseorang supaya menjadi pribadi yang baik dan mulia. Seperti halnya shalat yang hakikatnya mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan keji dan munkar. Begitu pula zakat yang hakikatnya sebagai menyucikan harta dan membantu orang lain yang membutuhkan. 10 Rosihan Anwar, Op. Cit., hal. 25. 22 Menurut Rosihan Anwar, tujuan pendidikan akhlak dibagi menjadi dua macam:11 1. Tujuan umum Tujuan umum dari pendidikan akhlak adalah “membentuk kepribadian seorang muslim yang memiliki akhlak mulia, baik secara lahiriah maupun batiniah.” Seperti yang difirmankan oleh Allah SWT dalam surat al-A’raaf: Katakanlah (Muhammad): "Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu, sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. al-A’raaf [7]: 33).12 2. Tujuan khusus Sedangkan tujuan pendidikan akhlak secara khusus adalah: a. Mengetahui tujuan utama diutusnya nabi Muhammad SAW Dalam tujuannya Allah SWT mengutus nabi Muhammad SAW tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat al-Anbiyaa’: 11 12 Ibid., hal. 25-28. Departemen Agama RI, Op. Cit., hal. 207. 23 Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. (Q.S. al-Anbiyaa’ [21]: 107).13 Dari ayat tersebut tujuan rahmatan lil ‘alamin bagi nabi Muhammad adalah melalui penyempurnaan akhlak. Dengan mengetahui tujuan diutusnya nabi Muhammad SAW tentunya akan mendorong seseorang untuk mencapai akhlak yang mulia. Karena akhlak merupakan suatu hal yang sangat penting dalam Islam. Di dalam ibadah terkandung tujuan tercapainya akhlak mulia pada seseorang. Seperti halnya shalat yang mempunyai fungsi sebagai pencegah perbuatan buruk. Dalam Tafsir al-Mishbah Quraish Syihab mengungkapkan bahwa mengenai ayat di atas menunjukkan nabi Muhammad SAW tidak hanya membawa ajaran semata, akan tetapi sosok dan kepribadian Beliau juga menjadi rahmat yang dianugerahkan Allah SWT kepada Beliau. Karena dalam konteks ayat ini menyatakan bahwa Allah tidaklah mengutus nabi Muhammad SAW melainkan sebagai rahmat atau agar Beliau menjadi rahmat bagi seluruh alam.14 13 14 133. Ibid., hal. 461. M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, volume 8, (Jakarta: Lentera Hati, 2011), hal. 24 Bacalah kitab (al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S.: al-‘Ankabut: [29]: 45).15 Dari ayat al-Qur’an di atas dapat diartikan jika shalat seseorang tidak dapat menjadikan pelakunya dari pencegahan perbuatan buruk, maka shalat orang tersebut belumlah mencapai kesempurnaan secara hakiki melainkan hanya formalitas dalam wujud kegiatannya saja. b. Menjembatani kerenggangan antara akhlak dan ibadah Tujuan lain dari mempelajari akhlak adalah menyatukan antara akhlak dan ibadah, atau secara global bisa disebut antara agama dan duniawi. Dengan demikian seseorang yang berakhlak mulia tidak akan mempunyai kepribadian ganda ketika dalam hal urusan agama maupun urusan duniawi. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam surat al-Mu’minun: 15 Ibid., hal. 566. 25 1. Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, 2. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya, 3. dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, 4. dan orang yang menunaikan zakat, 5. dan orang yang memelihara kemaluannya, 6. kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak terceIa. 7. Tetapi barang siapa mencari di balik itu (zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. 8. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanatamanat dan janjinya. 9. Serta orang yang memelihara shalatnya. (al-Mu’minun: [23]: 1-9).16 Dari ayat di atas dapat diketahui ketika seseorang dapat menyeimbangkan antara urusan akhlak dan ibadah, maka akan 16 Ibid., hal. 475. 26 terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tercela dan berkepribadian ganda. c. Mengimplementasikan pengetahuan tentang akhlak dalam kehidupan Tujuan lainnya dari mempelajari akhlak adalah mendorong seseorang untuk mengimplementasikan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut lagi Mustafa Zahri menuturkan bahwa tujuan pendidikan akhlak yaitu “untuk membersihkan kalbu dari kotorankotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan.”17 Kemudian menurut Abuddin Nata menuturkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah “untuk memberikan pedoman bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. Terhadap perbuatan yang baik ia berusaha melakukannya, dan terhadap perbuatan yang buruk ia berusaha menghindarinya.”18 Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah untuk membentuk manusia yang baik dari aspek rohaniahnya, yakni perangainya baik itu kepada dirinya sendiri, kepada orang lain dan kepada Allah SWT sesuai dengan sumber ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan Hadits. 17 18 hal. 13. Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), hal. 67. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 27 3. Ruang Lingkup Akhlak Menurut Yunahar Ilyas di dalam bukunya yang berjudul Kuliah Akhlaq menuturkan bahwa ruang lingkup akhlak meliputi enam bagian, yaitu:19 1. Akhlak terhadap Allah SWT 2. Akhlak terhadap Rasulullah SAW 3. Akhlak Pribadi 4. Akhlak dalam Keluarga 5. Akhlak Bermasyarakat 6. Akhlak Bernegara Kemudian menurut Abdullah Draz sebagaimana dikutip oleh Yunahar Ilyas, beliau membagi ruang lingkup akhlak menjadi lima bagian, yaitu:20 1. Akhlak Pribadi (al-akhlaq al-fardiyah). Yang terdiri dari yang diperintahkan (al-awamir), yang dilarang (al-nawahi), yang diperbolehkan (al-mubahat) dan akhlak dalam keadaan darurat (almukhalafah bi al-idhthirar). 2. Akhlak Berkeluarga (al-akhlaq al-usariyah). Yang terdiri dari kewajiban timbal balik orang tua dan anak (wajibat nahwa al-ushul wa al-furu’), kewajiban suami istri (wajibat baina al-azwaj) dan kewajiban terhadap karib kerabat (wajibat nahwa al-aqarib). 19 20 Yunahar Ilyas, Op. Cit., (Yogyakarta: LPPI, 2014), hal. 6. Ibid., hal. 5. 28 3. Akhlak bermasyarakat al-akhlaq al-ijtimaiyyah). Yang terdiri dari yang dilarang (al-mahzhurat), yang diperintahkan (al-awamir), dan kaidah-kaidah adab (qawaid al-adab). 4. Akhlak Bernegara (al-akhlaq ad-daulah). Yang terdiri dari hubungan antara pemimpin dan rakyat (al-‘alaqah baina ar-rais wa as-sya’b) dan hubungan luar negeri (al-‘alaqat al-kharijiyyah). 5. Akhlak Beragama (al-akhlaq ad-diniyyah). Yaitu kewajiban terhadap Allah SWT (wajibat nahwa Allah). Sebagaimana yang tertulis dalam buku Pendidikan Agama Islam karangan Aminuddin, dkk. Menyebutkan ruang lingkup akhlak terbagi atas dua macam, yaitu:21 1. Akhlak kepada Allah (Khalik) Akhlak kepada Allah ini meliputi: a. Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah SWT untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya. b. Berdzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan lisan maupun dalam hati. c. Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia sekaligus 21 154. Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hal. 153- 29 pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu. 2. Akhlak kepada makhluk Akhlak kepada makhluk Allah di antaranya adalah sebagai berikut: a. Akhlak kepada Rasulullah, seperti mencintai Rasulullah secara tulus dengan mengikuti sunah-sunah Beliau. b. Akhlak kepada orang tua, seperti berbuat baik kepada keduanya (birr al-walidain) dengan ucapan dan perbuatan. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan, antara lain; menyayangi dan mencintai mereka sebagai bentuk terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah lembut, menaati perintah, meringankan beban, serta menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi berusaha. Berbuat baik terhadap orang tua tidak hanya ketika mereka masih hidup, tetapi terus berlangsung walaupun mereka telah meninggal dunia dengan cara mendo’akan dan meminta ampunan menepati janji mereka yang belum terpenuhi. c. Akhlak kepada diri sendiri, seperti sabar adalah perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya; syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya; 30 tawadlu’, yaitu rendah hati, senantiasa menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya maupun miskin. Sikap tawadlu’ lahir dari kesadaran akan hakikat dirinya sebagai manusia yang lemah dan serba terbatas. d. Akhlak kepada keluarga, karib dekat, seperti saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga, saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak, berbakti kepada ibu-bapak, mendidik anak-anak dengan kasih sayang dan memelihara hubungan silaturahmi. e. Akhlak kepada tetangga,seperti saling mengunjungi, saling membantu di waktu senggang, lebih-lebih di waktu susah, saling memberi, saling menghormati dan saling menghindari pertengkaran dan permusuhan. f. Akhlak kepada masyarakat, seperti memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat, saling menolong dalam melakukan kebajikan dan takwa, menganjurkan anggota masyarakat, termasuk diri sendiri, untuk berbuat baik dan mencegah diri dari melakukan perbuatan dosa. g. Akhlak kepada lingkungan hidup, seperti sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga dan memanfaatkan alam, terutama hewani dan nabati untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya. 31 Hampir sama dengan sebelumnya, Ali Abdul Halim Mahmud dalam bukunya “Akhlak Mulia” merumuskan ruang lingkup akhlak Islam sebagai berikut:22 1. Berlaku baik terhadap Allah SWT dengan mengikuti manhaj-Nya dan berpegang pada sistemnya. 2. Berlaku baik terhadap manusia dengan amar ma’ruf nahi munkar. 3. Berlaku baik terhadap keluarga dengan berbakti kepada mereka. 4. Berlaku baik terhadap kerabat, keluarga, teman dan tetangga. 5. Berbuat baik terhadap seluruh kaum muslimin. 6. Berlaku baik terhadap kaum non muslim sesuai dengan hak-hak yang dijamin oleh Islam bagi mereka dan kewajiban-kewajiban yang dibebankan bagi mereka. B. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Secara Global Muhammad al-Baqir menuliskan dalam bukunya yang berjudul Mengobati Penyakit Hati, beberapa sifat akhlak yang baik pada seseorang antara lain sebagai berikut:23 1. Pemalu 2. Jarang gangguannya 3. Banyak kebaikannya 4. Benar ucapannya 5. Sedikit berbicara 6. Banyak berbuat 22 23 Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hal. 55. Muhammad Al-Baqir, Mengobati Penyakit Hati, (Bandung: Karisma, 2000), hal. 95-96. 32 7. Sedikit kesalahannya 8. Tidak mencampuri urusan orang lain 9. Suka berbuat kebajikan 10. Menjaga hubungan persaudaraan 11. Berwibawa 12. Penyabar 13. Selalu berterima kasih 14. Berpuas hati 15. Penyantun 16. Lemah lembut 17. Menahan diri 18. Penyayang Sedangkan dalam buku Pendidikan Agama Islam yang ditulis oleh Aminuddin, dkk. Menyebutkan akhlak yang mempunyai nilai-nilai positif dan kondusif bagi kemaslahatan secara garis besar terdiri dari: 24 1. Sabar Menurut Abu Thalib Al-Makky sebagaimana dikutip Rosihan Anwar, sabar adalah “menahan diri dari dorongan hawa nafsu demi menggapai keridhaan Tuhannya dan menggantinya bersungguh-sungguh menjalani cobaan-cobaan Allah SWT.”25 2. 24 25 Jujur Aminuddin, dkk, Op. Cit., hal. 153. Rosihan Anwar, OP. Cit., hal. 96. dengan 33 Jujur adalah berkelakuan atau berkata sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, tanpa mengada-ada dan tidak pula menyembunyikannya.26 3. Ikhlas Ikhlas adalah “tulus hati dalam mengerjakan sesuatu atau sifat hati yang bersih.27 4. Syukur Syukur adalah “sikap seseorang untuk tidak menggunakan nikmat yang diberikan oleh Allah SWT dalam melakukan maksiat kepadaNya.28 Secara singkat syukur dapat diartikan sebagai rasa terima kasih terhadap karunia yang telah Allah anugerahkan dan tidak menyianyiakannya. 5. Tawadhu’ Menurut al-Junaid sebagaimana dikutip oleh Muhammad Fauqi Hajjaj, tawadhu’ adalah “merendahkan diri dan bersikap santun.” Sedangkan dari al-Fudhail bin ‘Iyadh tawadhu’ adalah “ bersedia tunduk kepada kebenaran dan mematuhinya, mau menerimanya dari orang yang mengatakannya dan mau mendengarkannya.”29 6. Husnudzon 7. Optimis 26 27 hal. 24. 28 29 331. Ibid., hal. 102. Asep Hikmatillah, Ahmad Zakky, Akhlak Anak, (Jakarta Timur: Zikrul Hakim, 2010), Rosihan Anwar, Op. Cit., hal. 98. Kamran As’at Irsyady, Tasawuf Islam & Akhlak, Terj. (Jakarta: Amzah, 2013), hal. 34 8. Suka menolong 9. Bekerja keras 10. Malu Malu adalah “perasaan hati yang menimbulkan enggan berbuat sesuatu yang melanggar agama, akal pikiran yang sehat, perasaan halus dalam jiwa yang menyebabkan rasa tidak enak dan tidak suka perbuatan itu diketahui orang lain.”30 11. Sayang Sayang adalah “perasaan halus dan belas kasihan di dalam hati yang membawa kepada berbuat amalan utama, memberi maaf dan berlaku baik.”31 Sayang adalah “sikap toleransi yang didasari pada kelembutan hati tanpa memandang keberadaan seseorang.32 12. Menghormati Menurut M. Yatimin Abdullah jenis-jenis akhlak yang dapat menjadikan seseorang menjadi baik adalah sebagai berikut:33 1. Al-amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya) Dalam konteks ini diharapkan seseorang nantinya bisa menjadi orang yang jujur dan bertanggung jawab. 2. Al-alifah (sifat yang disenangi) 30 Oemar Bakry, Akhlak Muslim, (Bandung: Angkasa, 1993), hal. 136. Muhammad al-Ghazali, Khuluq al-Muslim, terj. Moh. Rifa’i, “Akhlaq Seorang Muslim”, (Semarang: Wicaksana, 1985), hal. 422. 32 Asep Hikmatillah, Ahmad Zakky, Op. Cit., hal. 32. 33 M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Azmah, 2007), hal. 13-14. 31 35 Dalam konteks ini diharapkan seseorang nantinya dapat menjadi orang yang bijaksana dan dapat mendudukkan suatu perkara pada proporsi yang sebenarnya. 3. Al-‘afwu (sifat pemaaf) Dalam konteks ini diharapkan seseorang nantinya dapat menjadi orang yang pemaaf, toleran, lemah lembut dan tidak mudah marah terhadap kesalahan orang lain padanya. 4. Anie satun (sifat manis muka) Dalam konteks ini diharapkan seseorang nantinya dapat menjadi orang yang ramah, sabar, santun, menghargai dan penyayang terhadap orang lain. 5. Al-khairu (kebaikan atau berbuat baik) Dalam konteks ini diharapkan seseorang nantinya dapat menjadi seseorang yang gemar berbuat baik terhadap orang lain, suka menolong, pengertian dan optimis terhadap apa yang dilakukannya. 6. Al-khusyu’ (tekun bekerja sambil menundukkan diri (berdzikir)) Dalam konteks ini diharapkan seseorang nantinya dapat menjadi orang yang tawadhu’, ikhlas, sederhana dan bersyukur terhadap karunia Allah yang dianugerahkan kepadanya. BAB III NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB ALBARZANJI BAB 19 A. Biografi Syeikh Ja’far bin Hasan Syeikh Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim al-Barzanji adalah seorang tokoh terkenal yang lahir di Madinah tahun 1690 dan meninggal pula di sana pada tahun 1766. Nama al-Barzanji dibangsakan kepada nama penulisnya yang juga sebenarnya diambil dari nama tempat asal keturunannya yakni daerah Barzanj (Kurdistan).1 Nama tersebut menjadi populer di dunia Islam pada tahun 1920-an ketika Syeikh Mahmud al-Barzanji memimpin pemberontakan nasional Kurdi terhadap Inggris yang pada waktu itu menguasai Irak. Syeikh Ja’far al-Barzanji menulis kitab al-Barzanji dengan tujuan meningkatkan kecintaan kepada nabi Muhammad SAW dan agar umat Islam meneladani kepribadiannya, sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an surat alAhzab ayat 21: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan 1 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Juz I, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hal. 241. 36 37 (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. alAhzab 33: 21)2 Syeikh Ja’far Al-Barzanji adalah seorang ulama’ besar keturunan nabi Muhammad SAW dari keluarga Sa’adah al-Barzanji yang termashur, berasal dari Barzanj di Irak. Para leluhur Syeikh Ja’far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan alQur’an dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah, dan pemurah. Nama nasabnya adalah Sayid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Shodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah.3 Semasa kecilnya beliau telah belajar al-Qur’an dari Syaikh Ismail al-Yamani, dan belajar Tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf as-Sho’idi dan Syaikh Syamsuddin al-Misri. Antara guru-guru Beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah Sayyid Abdul Karim Haidar 2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), hal. 595. 3 Dayat, http://gus-dayat.com/2011/03/02/syaikh-jafar-al-barzanji-w-1177-hpengarangmaulid-barzanji/. Diakses pada tanggal 20 Mei 2014. Pukul 16.37 WIB. 38 al-Barzanji, Syeikh Yusuf al-Kurdi, Sayyid Athiyatullah al-Hindi. Sayyid Ja’far al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya yaitu Shoraf, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Ushulul Fiqh, Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadits, Ushulul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, A’rudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah.4 Syeikh Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki yang bermukim di Madinah. Selain itu, Syeikh Ja’far alBarzanji juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doa yang ada pada diri Beliau. Hal itu terlihat dengan adanya penduduk Madinah yang sering meminta Syeikh Ja’far berdo’a untuk turun hujan pada musimmusim kemarau.5 B. Deskriptif Kitab al-Barzanji Kitab al-Barzanji merupakan salah satu kitab dari beberapa kitab karya tulis seni sastra yang memuat tentang kehidupan nabi Muhammad SAW. Judul asli kitab ini adalah ‘Iqd al-Jawahir (Kalung Permata) yang kemudian lebih terkenal dengan sebutan al-Barzanji. 4 , http://www.piss-ktb.com/2012/09/1874-mengenal-pengarang-maulid-al.html. Diakses pada tanggal 23 Mei 2014. Pukul 19.12 WIB. 5 , http://www.sarkub.com/2013/sejarah-al-barzanji/. Diakses pada tanggal 23 Mei 2014. Pukul 19.12 WIB. 39 Kitab Maulid al-Barzanji karangan beliau ini termasuk salah satu kitab maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam acara-acara keagamaan di dunia Islam, termasuk di negara Indonesia. Biasanya kitab al-Barzanji dibaca dalam peringatan maulid nabi (hari lahir Nabi Muhammad SAW), upacara pemberian nama untuk seorang anak/bayi, acara sunatan (khitan), upacara pernikahan, upacara menempati rumah baru, berbagai tasyakuran dan beberapa ritual lainnya yang dalam pembacaan kitab al-Barzanji tersebut dapat dianggap sebagai salah satu sarana meningkatkan iman dan membawa manfaat yang banyak.6 Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa karya syeikh Ja’far al-Barzanji merupakan biografi puitis nabi Muhammad saw. Dalam garis besarnya, karya ini terbagi dua: “Natsar” dan “Nadhom”. Bagian Natsar terdiri atas 19 sub bagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi “ah” pada tiap-tiap rima akhir. Seluruhnya menurutkan riwayat Nabi Muhammad saw, mulai dari saat-saat menjelang beliau dilahirkan hingga masa-masa tatkala paduka mendapat tugas kenabian. Sementara, bagian Nadhom terdiri atas 16 sub bagian yang memuat 205 untaian syair, dengan mengolah rima akhir “nun”.7 6 Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed.), Op. Cit., hal. 241. 7 Dayat, Op. Cit., diakses pada tanggal 20 Mei 2014. Pukul 16.37 WIB. 40 Di dalam kitab al-Barzanji dilukiskan riwayat hidup nabi Muhammad SAW dengan bahasa yang begitu indah, berbentuk puisi serta prosa (nasr) dan qashidah yang sangat menarik perhatian orang yang membaca maupun mendengarkannya, apalagi yang memahami maksud dari isi kitab tersebut. Dengan membaca kitab al-Barzanji diharapkan dapat meningkatkan iman dan kecintaan kepada nabi Muhammad SAW dan memperoleh banyak manfaat dari mengenang Beliau. Kitab al-Barzanji ini memuat riwayat tentang kehidupan nabi Muhammad SAW, silsilah keturunannya, kehidupan Beliau pada masa kanak-kanak, masa remaja, masa pemuda, hingga diangkat menjadi Rasul. Kitab al-Barzanji juga mengisahkan beberapa sifat yang dimiliki nabi Muhammad SAW dan perjuangan Beliau dalam menyiarkan agama Islam dan menggambarkan kepribadian Beliau yang agung untuk dijadikan teladan bagi umat manusia. Secara garis besar paparan kitab al-Barzanji dapat diringkas sebagai berikut:8 1. Silsilah nabi Muhammad SAW, yaitu Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib bin hasyim bin Abdul Manaf bin Qushay, bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Fihr bin Malik bin Nadar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. 8 Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed.), Lock. Cit. 41 2. Pada masa kanak-kanak Beliau banyak terlihat hal-hal yang luar biasa pada diri nabi Muhammad SAW, misalnya peristiwa malaikat yang membelah dada Beliau dan mengeluarkan segala kotoran yang terdapat di dalamnya. 3. Pada masa remaja Beliau, ketika berumur 12 tahun, Beliau dibawa pamannya berniaga ke Syam (Suriah). Dalam perjalanan pulang, seorang pendeta melihat tanda-tanda kenabian pada diri nabi Muhammad SAW kala itu. 4. Pada waktu nabi Muhammad SAW berumur 25 tahun Beliau melangsungkan pernikahan dengan Khadijah binti Khuwailid. 5. Pada saat nabi Muhammad SAW berumur 40 tahun Beliau diangkat menjadi rasul. Mulai saat itu Beliau menyiarkan agama Islam sampai Beliau berumur 62 tahun dalam dua periode, yakni periode Mekah dan Madinah. Dan Beliau meninggal dunia di Madinah sewaktu berumur 62 tahun setelah dakwah Beliau dianggap sempurna oleh Allah SWT. C. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab al-Barzanji Bab 19 Di dalam kitab al-Barzanji memang sarat dengan nilai-nilai pendidikan akhlak yang patut diikuti umat Islam secara menyeluruh. Hal ini dapat terlihat melalui kisah-kisah yang dialami oleh nabi Muhammad SAW dalam kitab tersebut. Akan tetapi kali ini yang ingin penulis paparkan di sini adalah nilai-nilai pendidikan akhlak pada bab 19, yakni bab terakhir dari kitab al-Barzanji. 42 Sebelum menuju pemaparan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab al-Barzanji bab 19, penulis akan memaparkan isi teks dari bab 19 itu sendiri sebagai berikut: ﻒ ﻧَـ ْﻌﻠَﻪُ َوﻳَـ ْﺮﻗَ ُﻊ ﺛَـ ْﻮﺑَﻪُ ﺼ ُ ﺿ ِﻊ ﻳَ ْﺨ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﺷ ِﺪﻳْ َﺪ اﻟْ َﺤﻴَﺎ ِء َواﻟﺘﱠـ َﻮا ُ َوَﻛﺎ َن َ ﺐ اﻟْ ُﻔ َﻘ َﺮاءَ ﺐ َﺷﺎﺗَﻪُ َوﻳَ ِﺴ ْﻴـ ُﺮ ﻓِ ْﻲ ِﺧ ْﺪ َﻣ ِﺔ أَ ْﻫﻠِ ِﻪ ﺑِ ِﺴ ْﻴـ َﺮةٍ َﺳ ِﺮﻳﱠٍﺔ۞ َوﻳُ ِﺤ ﱡ َوﻳَ ْﺤﻠُ ُ ﺸﻴﱢ ُﻊ َﺟﻨَﺎﺋَِﺰُﻫ ْﻢ َوَﻻ ﻳَ ْﺤ ِﻘ ُﺮ ﻓَِﻘ ْﻴـ ًﺮا ﺿﺎ ُﻫ ْﻢ َوﻳُ َ ﺲ َﻣ َﻌ ُﻬ ْﻢ َوﻳَـﻌُ ْﻮ ُد َﻣ ْﺮ َ ﺴﺎﻛِ ْﻴ َﻦ َوﻳَ ْﺠﻠِ ُ َواﻟْ َﻤ َ أَ ْدﻗَـ َﻌﻪُ اﻟْ َﻔ ْﻘ ُﺮ َوأَ ْﺷ َﻮاﻩُ۞ َوﻳَـ ْﻘﺒَ ُﻞ اﻟْ َﻤ ْﻌ ِﺬ َرةَ َوَﻻﻳُـ َﻘﺎﺑِ ُﻞ أَ َﺣ ًﺪا ﺑِ َﻤﺎ ﻳَ ْﻜ َﺮﻩُ َوﻳَ ْﻤ ِﺸ ْﻲ َﻣ َﻊ ﺿﻰ ﻀﺒُﻪ ﻟِﻠﱠ ِﻪ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ َوﻳَـ ْﺮ َ ﺎب اﻟْ ُﻤﻠُ ْﻮ ُك َوﻳَـﻐْ َ ْاﻻَ ْرَﻣﻠَ ِﺔ َوذَ ِو ْي اﻟْﻌُﺒُـ ْﻮِدﻳﱠِﺔ۞ َوَﻻ ﻳَـ َﻬ ُ ﺻ َﺤﺎﺑِ ِﻪ َوﻳَـ ُﻘ ْﻮ ُل َﺧﻠﱡ ْﻮا ﻇَ ْﻬ ِﺮ ْي ﻟِ ْﻠ َﻤ َﻼﺋِ َﻜ ِﺔ ﻒ أَ ْ ﺿﺎﻩُ۞ َوﻳَ ْﻤ ِﺸ ْﻲ َﺧ ْﻠ َ ﻟِ ِﺮ َ ﺾ اﻟْ ُﻤﻠُ ْﻮ ِك إِﻟَْﻴ ِﻪ س َواﻟْﺒَـﻐْﻠَﺔَ َو ِﺣ َﻤﺎ ًرا ﺑَـ ْﻌ ُ ﺐ اﻟْﺒَ ِﻌ ْﻴـ َﺮ َواﻟْ َﻔ َﺮ َ اﻟ ﱡﺮْو َﺣﺎﻧِﻴﱠ ِﺔ۞ َوﻳَـ ْﺮَﻛ ُ ﺐ َﻋﻠَﻰ ﺑَﻄْﻨِ ِﻪ اﻟْ َﺤ َﺠ َﺮ ِﻣ َﻦ اﻟْ ُﺠ ْﻮ ِع َوﻗَ ْﺪ أُ ْوﺗِ َﻲ َﻣ َﻔﺎﺗِْﻴ َﺢ اﻟْ َﺨ َﺰاﺋِ ِﻦ ﺼُ أَ ْﻫ َﺪاﻩُ۞ َوﻳَـ ْﻌ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ ﻋَﻠَْﻴ ِﻪ ﺎل ﺑِﺄَ ْن ﺗَ ُﻜ ْﻮ َن ﻟَﻪُ ذَ َﻫﺒًﺎ ﻓَﺄَﺑَﺎﻩُ۞ َوَﻛﺎ َن َ ﺿﻴﱠ ِﺔ۞ َوَر َاو َدﺗْﻪُ اﻟْ ِﺠﺒَ ُ ْاﻷَ ْر ِ ﺐ ﺼ ُﺮ اﻟْ ُﺨﻄَ َ ﺼ َﻼةَ َوﻳَـ ْﻘ ُ ﺴ َﻼِم َوﻳُ ِﻄ ْﻴ ُﻞ اﻟ ﱠ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳُِﻘ ﱡﻞ اﻟْﻠَﻐْ َﻮ َوﻳَـ ْﺒ َﺪ ُؤ َﻣ ْﻦ ﻟَِﻘﻴَﻪُ ﺑِﺎﻟ ﱠ ح َوَﻻﻳَـ ُﻘ ْﻮ ُل إِﱠﻻ ﻀ ِﻞ َوﻳَ ْﻤ َﺰ ُ ف َوﻳُ ْﻜ ِﺮمُ اَ ْﻫ َﻞ اﻟْ َﻔ ْ ﺸ َﺮ ِ ﻒ اَ ْﻫ َﻞ اﻟ ﱠ اﻟْ ُﺠ ُﻤ ِﻌﻴﱠ ِﺔ۞ َوﻳَـﺘَﺄَﻟﱠ ُ ﺎل َﻋ ِﻦ اﻟﻄﱢَﺮا ِد ﻓِ ْﻲ ﻒ ﺑِﻨَﺎ َﺟ َﻮا ُد اﻟْ َﻤ َﻘ ِ ﺿﺎﻩُ۞ َو َﻫ ُﻬﻨَﺎ َوﻗَ َ َﺣ ﺎ ﻳُ ِﺤﺒﱡﻪُ اﷲُ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ َوﻳَـ ْﺮ َ ﺎح ُﻣ ْﻨﺘَـ َﻬﺎﻩُ۞ ﻀِ اﻹﻳْ َ اﻻ ْﻣ َﻼ ِء ﻓِ ْﻲ ﻓَ َﺪاﻓِ ِﺪ ِْ اﻟْ َﺤ ْﻠﺒَ ِﺔ اﻟْﺒَـﻴَﺎﻧِﻴﱠ ِﺔ۞ َوﺑَـﻠَ َﻎ ﻇَﺎ َﻋ ِﻦ ِْ Adapun arti dari teks bab 19 di atas untuk lebih memperjelas makna yang terkandung dari teks tersebut adalah sebagai berikut: Beliau SAW sangat pemalu dan merendahkan diri, beliau mengesol sandalnya, menambal pakaiannya dan memerah kambingnya. Beliau berjalan untuk melayani keluarganya dengan perilaku yang baik. ۞ Beliau mencintai orang-orang fakir dan miskin. Beliau duduk bersama mereka, menjenguk mereka yang sakit, mengiring jenazah 43 mereka dan tidak menghina orang fakir dan tidak membiarkan atas kefakirannya.۞ Beliau menerima alasan dan tidak menghadapi seseorang dengan sesuatu yang tidak disukai dan beliau berjalan dengan janda-janda dan hamba sahaya.۞ Beliau tidak takut kepada raja-raja dan beliau marah karena Allah ta’ala dan ridha karena ridha-Nya. ۞Dan beliau berjalan di belakang para sahabatnya dan bersabda, “Kosongkanlah belakangku untuk malaikat Ruhaniyah.”۞ Beliau mengendarai unta, kuda, bighal dan keledai yang dihadiahkan oleh sebagian raja-raja kepadanya.۞ Beliau ikatkan batu di perutnya karena padahal beliau telah diberi kunci-kunci perbendaharaan bumi. ۞Gunung-gunung merayu untuk menjadi emas baginya (Rasulullah), namun beliau menolaknya.۞ Beliau SAW, menyedikitkan lagha (hal yang tidak berguna), dan beliau memulai salam kepada orang bertemu dengannya. Beliau memanjangkan shalat dan beliau mempercepat khutbah Jum’at.۞ Beliau simpatikan orang-orang mulia, beliau menghormati orang-orang yang mempunyai keutamaan, beliau bergurau dan tidak berkata kecuali kebenaran yang dicintai oleh Allah ta’ala.۞ Di sini terhentilah pada kami perkataan yang baik dari muatan berisi penjelasan-penjelasan.۞ Dan sampailah penghabisan seluruh dikte dalam menjelaskan (perihal Nabi Muhammad) dengan terang.۞9 Pada bab 19 dari kitab al-Barzanji mempunyai banyak nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung di dalamnya, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Nilai al-amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya) Sifat jujur yang dimiliki nabi Muhammad SAW terdapat pada kalimat; ,ُﺿﺎﻩ َ َوَﻻﻳَـ ُﻘ ْﻮ ُل إِﱠﻻ َﺣ ﺎ ﻳُ ِﺤﺒﱡﻪُ اﷲُ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ َوﻳَـ ْﺮ Kalimat tersebut menunjukkan bahwa nabi Muhammad saw. tidak pernah mengucapkan sesuatu kecuali hal itu mengandung suatu 9 Ja’far al-Barzanji, Maulid al-Barzanji, Terj. Moh. Zuhri, Almaulidun Nabawi Barzanji, (Semarang: Karya Toha Putra, 1992), hal. 82-86. 44 kebenaran. Kejujuran nabi Muhammad saw. sudah sangat terkenal semenjak Beliau masih remaja. Beliau juga sering dimintai tolong untuk menjaga amanat seperti menitipkan barang kepada Beliau atau mempercayakan suatu pesan kepada Beliau. 2. Nilai al-alifah (sifat yang disenangi) Yang termasuk nilai al-alifah dari nabi Muhammad saw. dalam kitab al-Barzanji bab 19 yaitu sayang dan perhatian yang ditunjukkan dalam kalimat; ﺸﻴﱢ ُﻊ َ ُﺿﺎ ُﻫ ْﻢ َوﻳ َ ﺲ َﻣ َﻌ ُﻬ ْﻢ َوﻳَـﻌُ ْﻮ ُد َﻣ ْﺮ ُ ِﺴﺎﻛِ ْﻴ َﻦ َوﻳَ ْﺠﻠ َ ﺐ اﻟْ ُﻔ َﻘ َﺮاءَ َواﻟْ َﻤ َوﻳُ ِﺤ ﱡ .َُﺟﻨَﺎﺋَِﺰُﻫ ْﻢ َوَﻻ ﻳَ ْﺤ ِﻘ ُﺮ ﻓَِﻘ ْﻴـ ًﺮا أَ ْدﻗَـ َﻌﻪُ اﻟْ َﻔ ْﻘ ُﺮ َوأَ ْﺷ َﻮاﻩ Dari kalimat tersebut menunjukkan bahwasanya nabi Muhammad saw. adalah seseorang yang sayang terhadap orang-orang fakir dan juga orang lain. Beliau juga merupakan seorang yang perhatian terhadap orang lain terutama orang muslim yang fakir. Hal tersebut ditunjukkan dengan menjenguk orang yang sakit dan mengiring jenazah. Nabi Muhammad juga tidak pernah menghina orang-orang fakir dan tidak membiarkan seseorang yang fakir berada dalam kefakirannya. 3. Nilai al-‘afwu (sifat pemaaf) Pada nilai al-‘afwu (pemaaf) yang terkandung dalam bab 19 ini terlihat dalam kalimat; 45 َوﻳَـ ْﻘﺒَ ُﻞ اﻟْ َﻤ ْﻌ ِﺬ َرةَ َوَﻻﻳُـ َﻘﺎﺑِﻞُ أَ َﺣ ًﺪا ﺑِ َﻤﺎ ﻳَ ْﻜ َﺮﻩُ َوﻳَ ْﻤ ِﺸ ْﻲ َﻣ َﻊ ْاﻻَ ْرَﻣﻠَ ِﺔ َوذَ ِو ْي .اﻟْﻌُﺒُـ ْﻮِدﻳﱠِﺔ Dari kalimat di atas menunjukkan bahwa nabi Muhammad saw. selalu menerima maaf dari orang-orang yang berbuat salah kepada Beliau. Beliau juga tidak menghadapi seseorang dengan sesuatu yang dibenci. 4. Nilai anisatun (sifat manis muka) ...ﺴ َﻼِم َوﻳَـ ْﺒ َﺪ ُؤ َﻣ ْﻦ ﻟَِﻘﻴَﻪُ ﺑِﺎﻟ ﱠ...ﻀ ِﻞ ْ ف َوﻳُ ْﻜ ِﺮُم اَ ْﻫ َﻞ اﻟْ َﻔ ِ ﺸ َﺮ ﻒ اَ ْﻫ َﻞ اﻟ ﱠ ُ َوﻳَـﺘَﺄَﻟﱠSifat anisatun dari nabi Muhammad SAW dari teks al-Barzanji bab 19 ditunjukkan pada dua kalimat di atas. Yang pertama, nabi Muhammad SAW selalu mengucapkan salam terlebih dahulu kepada siapa saja yang beliau jumpai. Yang kedua, nabi Muhammad SAW selalu memuliakan orang-orang yang memiliki kemuliaan dan juga kepada orang-orang yang memiliki keutamaan. Padahal beliau merupakan makhluk yang paling mulia di antara makhluk-makhluk lainnya, namun beliau tidak menyombongkan diri dan tetap rendah hati. 5. Nilai al-khairu (kebaikan) .ﺐ اﻟْ ُﺠ ُﻤ ِﻌﻴﱠ ِﺔ َ َﺼ ُﺮ اﻟْ ُﺨﻄ ُ ﺼ َﻼةَ َوﻳَـ ْﻘ َوﻳُ ِﻄ ْﻴ ُﻞ اﻟ ﱠ Sifat baik nabi Muhammad SAW yang berupa pengertian terlihat dari kalimat di atas. Pada kalimat tersebut menunjukkan bahwa nabi Muhammad SAW memanjangkan shalat dan memperpendek khutbah 46 jum’atnya. Hal itu dapat memperlihatkan sifat pengertian beliau terhadap umat. 6. Nilai al-khusyu’ (tekun bekerja sambil menundukkan diri (berdzikir)) ﻒ ﻧَـ ْﻌﻠَﻪُ َوﻳَـ ْﺮﻗَ ُﻊ ُ ﺼ ِ ﺿ ِﻊ ﻳَ ْﺨ ُ ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﺷ ِﺪﻳْ َﺪ اﻟْ َﺤﻴَﺎ ِء َواﻟﺘﱠـ َﻮا َ َوَﻛﺎ َن .ﺐ َﺷﺎﺗَﻪُ َوﻳَ ِﺴ ْﻴـ ُﺮ ﻓِ ْﻲ ِﺧ ْﺪ َﻣ ِﺔ أَ ْﻫﻠِ ِﻪ ﺑِ ِﺴ ْﻴـ َﺮةٍ َﺳ ِﺮﻳﱠٍﺔ ُ ِﺛَـ ْﻮﺑَﻪُ َوﻳَ ْﺤﻠ Nilai al-khusyu’ yang terkandung dalam kalimat di atas tampak pada sifat malu nabi Muhammad SAW dan sifat tawadhu’ beliau. Selain itu, nabi Muhammad SAW juga merupakan orang yang sederhana dengan kesederhanaan, beliau menjahit sandal beliau, menambal pakaian beliau, memerah kambing beliau serta melayani keluarganya dengan sepenuh hati. BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-BARZANJI BAB 19 A. Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab al-Barzanji Bab 19 Kitab al-Barzanji merupakan sebuah karya sastra yang memuat berbagai kehidupan nabi Muhammad SAW yang disajikan secara merata dan ringkas. Di dalam kitab tersebut memuat secara singkat riwayat nabi Muhammad SAW dalam keadaan masa kanak-kanak, masa remaja, masa muda, silsilah keturunannya, masa menjadi rasul, bagaimana perangai akhlaknya yang begitu luhur dalam kehidupan sehari-hari, bahkan hingga perjuangan-perjuangan beliau dalam menyiarkan agama Islam. Kitab tersebut sering dibaca dalam berbagai upacara keagamaan Islam. Di Indonesia juga sering ada pembacaan kitab al-Barzanji dalam berbagai ritual budaya Islam tradisional yang sudah mengakar dalam masyarakat. Dengan adanya pembacaan kitab maulid al-Barzanji diharapkan para pembaca dapat mengambil hikmah makna dalam riwayat kehidupan nabi Muhammad SAW yang terkandung dalam kitab tersebut dan diteladani dalam kehidupannya sehari-hari. Secara tekstual, kitab al-Barzanji mengandung bahasa sastra Arab yang indah. Namun tidak sedikit pula para pembaca yang tidak begitu paham arti dan makna dari bahasa asli kitab tersebut. Untuk itu, seiring 47 48 berjalannya waktu kitab al-Barzanji diterjemahkan dalam bahasa Indonesia supaya memudahkan para pembaca dalam memahami isi yang telah dibacanya dan dengan mudah menghayati substansinya. Dan di Indonesia tidak jarang bacaan kitab maulid al-Barzanji dilombakan dengan memakai nada dan lagu tertentu.1 Nabi Muhammad Rasulullah SAW diutus Allah selain untuk menyebarkan agama Islam sebagai penyempurna agama Allah yang dibawa rasul-rasul sebelum Beliau. Dalam kitab suci al-Qur’an disebutkan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam risalah yang dibawa nabi Muhammad SAW atau misi Islam adalah membersihkan dan menyucikan jiwa dengan jalan mengenal Allah SWT serta beribadah kepada-Nya dan mengokohkan hubungan antara manusia dengan menegakkannya di atas dasar kasih sayang, persamaan dan keadilan. Sehingga dengan demikian tercapailah kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup dan kehidupan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Allah SWT dalam surah al-Jumu’ah ayat 2 menegaskan bahwa apa yang disampaikan Rasulullah SAW semuanya bersumber dari wahyu Ilahi, seperti dalam surah an-Najm ayat 1-4.2 1 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, (Bandung:Mizan, 1995), hal. 96. 2 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 15. 49 1. Demi bintang ketika terbenam. 2. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak (pula) keliru. 3. Dan Tidaklah yang diucapkannya itu (al-Qur’an) menurut keinginan hawa nafsunya. 4. Tidak lain (al-Qur’an) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Q. S. An-Najm [53]: 1-4).3 Di tengah-tengah keadaan bangsa Arab yang masih menuhankan berhala, pada tanggal 12 Rabi’ul Awal/20 April 571 M lahirlah seorang putra dari pasangan suami istri Abdullah dan Aminah. Nabi Muhammad SAW yang akhirnya diutus oleh Allah SWT sebagai rasul terakhir telah membawa sinar terang untuk menyelamatkan umat manusia dari zaman Jahiliyah. Nabi Muhammad SAW akhirnya membawa perubahan besar selama 23 tahun kerasulan Beliau. Mengubah dan memutar seluruh kehidupan umat manusia, baik dalam lapangan jasmani maupun rohani yang segalanya itu berpangkal dan berdasar kepada keluhuran akhlak dan keutamaan budi pekerti. Revolusi yang dihasilkan Islam dengan kemenangan gemilang itu dasar dan pokoknya bukan terletak pada kekuatan dan kelengkapan alat bersenjata, melainkan yang lebih utama 3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: Mekar Surabaya: 2004), hal. 763. 50 adalah karena sifat-sifat seperti keberanian, keteguhan hati, tidak memihak dan ketegasan yang disemangati oleh keluhuran budi.4 Dari beberapa hal di atas dapat dipahami bahwa nabi Muhammad SAW merupakan rasul yang hebat dan lebih unggul dari rasul-rasul sebelumnya. Ada banyak keistimewaan yang dimiliki oleh beliau yang tiga di antaranya sebagai berikut: Pertama, beliau adalah nabi/rasul terakhir. Tidak akan datang lagi nabi dan rasul sesudahnya. Risalahnya sudah sempurna untuk memimpin umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Kedua, beliau adalah nabi dan rasul internasional. Risalahnya universal, ditujukan kepada seluruh umat manusia, semua ras, bangsa dan bahasa sampai ke ujung zaman. Ketiga, nabi Muhammad SAW adalah semulia-mulianya nabi dan rasul daripada nabi dan rasul terdahulu. Dari sekian nabi dan rasul yang dikisahkan dalam al-Qur’an sejak nabi Adam A.S yang berjumlah 25 itu, maka lima di antaranya disebut “Ulul ‘Azmi”, yang artinya rasul-rasul yang terkenal keras Kemauan dan cita-citanya. Mereka itu adalah nabi Muhammad SAW, nabi Nuh A.S, nabi Ibrahim A.S, nabi Musa A.S, dan nabi Isa A.S.5 Nabi Muhammad SAW merupakan penutup dari segala nabi. Beliau mampu mengubah keadaan manusia di semenanjung Arabia dari kegelapan menuju titik terang.6 4 M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007), hal. 22. 5 Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 2002), hal. 194-195. 6 Bey Arifin, Yesus dan Muhammad, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990), hal 94. 51 Lebih lanjut lagi Michael H. Hart dalam bukunya yang memuat tentang seratus tokoh yang berpengaruh dalam sejarah, mengungkapkan: Sebuah contoh yang mencolok mata tentang hal ini ialah tata urutan (ranking) yang saya susun yang menempatkan Muhammad lebih tinggi daripada Jesus (Isa), terutama disebabkan karena keyakinan saya bahwa Muhammad secara pribadi jauh lebih berpengaruh pada perumusan agama yang dianut orang Islam, daripada Jesus pada perumusan agama Kristen. Jatuhnya pilihan saya kepada Muhammad untuk memimpin tempat teratas dalam daftar pribadi-pribadi yang paling berpengaruh di dunia ini mungkin mengejutkan beberapa pembaca dan mungkin pula dipertanyakan oleh orang lain, namun dia memang orang satu-satunya dalam sejarah yang telah berhasil secara unggul dan agung, baik dalam bidang keagamaan maupun dalam bidang keduniaan. Tambahan pula, berbeda dengan Jesus, Muhammad itu seorang pemimpin keduniaan dan sekaligus keagamaan. Nyatanya, sebagai kekuatan yang mendorong kemenangan-kemenangan orangorang Arab (Muslim), dia seyogianya menempati urutan sebagai pemimpin politik yang paling berhasil sepanjang masa.7 Dari untaian akhlak-akhlak Rasulullah Muhammad SAW yang tergambar dalam kitab maulid al-Barzanji bab 19 begitu singkat, namun memiliki kandungan yang luar biasa jika kita bisa mengetahui maknanya. Sehingga dari bab 19 tersebut terlihat jelas betapa Rasulullah Muhammad SAW memiliki akhlak yang mulia. Sosok nabi Muhammad SAW yang diceritakan dalam bab 19 dari kitab al-Barzanji dapat memberi motivasi bagi pembacanya untuk mengagumi beliau dan mengikuti jejak langkahnya yang begitu bijaksana dalam hidup beliau. Berikut ini adalah analisis singkat nilai-nilai pendidikan akhlak dari kitab al-Barzanji bab 19 yang diringkas menjadi enam bagian nilai yang meliputi: 7 Michael H. Hart, Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, terj. Mahbub Djunaidi, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), hal. 27, 33 dan 39. 52 1. Nilai al-amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya) Nabi Muhammad saw. merupakan sosok yang mempunyai kejujuran yang tinggi. Beliau selalu berakhlak demikian semenjak masih kecil dan tetap istiqomah sampai beliau wafat. Betapa hebatnya ada orang yang bisa melakukan hal semacam itu sepanjang hayatnya. Di masa muda nabi Muhammad saw. tidak jarang orang-orang di sekitar menitipkan amanat kepada beliau. Dari hal semacam itu, pantaslah jika nabi Muhammad mendapat gelar al-Amin dari kalangan setempat. Kejujuran memang mempunyai nilai yang tinggi. Beliau disukai banyak orang, meskipun ketika beliau diangkat menjadi Rasul banyak orang-orang kafir yang menentang beliau. Faktor utama yang menjadikan orang-orang kafir membenci nabi Muhammad adalah menurunnya perdagangan berhala di kala itu dan egaliter setiap kaum. Jadi faktor utamanya bukan karena ajaran agama yang beliau syi’arkan. Sebagian dari mereka yang mengerti akan ajaran Islam akhirnya menerima kebenaran Islam dan memeluk Islam. Dari hal yang sederhana, dengan modal sebuah kejujuran nabi Muhammad saw. ternyata membuahkan hasil yang luar biasa. Kisah tersebut menunjukkan bahwa kejujuran merupakan bekal penting yang harus dimiliki oleh seseorang dalam menjalankan segala urusan, baik urusan yang bersifat duniawi maupun urusan yang bersifat ukhrawi. Itulah mengapa nabi Muhammad saw. dijadikan sebagai suri teladan yang baik bagi umat manusia. Gambaran Syeikh Ja’far 53 mengenai nabi Muhammad saw. dalam bab sebelumnya (bab 18) dalam kitabnya Maulid al-Barzanji menjelaskan betapa nabi Muhammad saw adalah sebaik-baik manusia secara akhlaknya maupun wujud sosoknya. َﺎت ٍ ﺻﻔ ِ َات َو ٍ ﺎس َﺧ ْﻠ ًﻘﺎ َو ُﺧﻠًُﻘﺎ ذَا ذ ِ ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ ﻋَﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ اَ ْﻛ َﻤ َﻞ اﻟﻨﱠ َ َو َﻛﺎ َن ٨ .َﺳﻨِﻴﱠ ٍﺔ “Beliau saw. adalah manusia yang paling sempurna bentuk tubuhnya, dan perangainya, memiliki tubuh dan sifat-sifat yang tinggi (kualitasnya).” 2. Nilai al-alifah (sifat yang disenangi) Rasulullah Muhammad saw. adalah seseorang yang sayang terhadap orang-orang fakir dan juga orang lain. Beliau juga merupakan seorang yang perhatian dan begitu penyayang terhadap orang lain mulai dari anak kecil, anak yatim, remaja, anak muda orang yang lebih tua, para janda, orang miskin, terutama orang muslim yang fakir. Hal tersebut ditunjukkan dengan menjenguk orang yang sakit dan mengiring jenazah. Nabi Muhammad juga tidak pernah menghina orang-orang fakir dan tidak membiarkan seseorang yang fakir berada dalam kefakirannya. Demikian bagusnya akhlak Rasulullah saw. kepada setiap orang yang beliau kenal meskipun ada sebagian dari mereka yang membenci Rasulullah namun beliau tetap sayang kepada mereka. 8 Ja’far al-Barzanji, Maulid al-Barzanji, Terj. Moh. Zuhri, Almaulidun Nabawi Barzanji, (Semarang: Karya Toha Putra, 1992), hal. 79. 54 Seperti halnya kepada Abu Lahab dan istrinya serta Abu Jahal yang menjadi paman beliau. 3. Nilai al-‘afwu (sifat pemaaf) Sifat pemaaf Rasulullah saw. melebihi manusia manapun. Beliau senantiasa memaafkan siapa saja yang telah melukainya tanpa ada dendam sedikitpun kepada orang tersebut. Dalam maulid al-Diba’i syeikh Abdurrahman menjelaskan akhlak Rasulullah saw. sebagai seorang pemaaf yang kuar biasa dalam kalimat; ٩ .ِب ُ ُﺖ َوﻻَ ﻳُﺠَﺎو ْ ﺼﻤ ْ َﺻ َﻢ ﻳ ِ ِﺐ َواِ ْن ﺧ ُْﻮ ُ ْﻒ َوﻻَ ﻳُـﻌَﺎﻗ ُ ي ﻳَـﻌ َ اِ ْن ا ُْوِذ “Bila disakiti, beliau mengampuni dan tidak membalas dendam, bila dihina, beliau hanya diam dan tidak menjawab.” Berulang kali Rasulullah saw. mencoba dibunuh orang lain, namun seketika itu pula beliau memaafkannya, bahkan sebagian dari orang-orang yang mencoba membunuh Rasulullah saw. memeluk Islam setelah mengetahui sifat pemaaf beliau yang luar biasa. Seperti sayyidina Umar bin Khatthab yang akhirnya menjadi mertua Rasulullah saw. 4. Nilai anisatun (sifat manis muka) Rasulullah saw. adalah orang yang sangat ramah kepada siapa saja. Beliau selalu menebar senyum kasih sayang terhadap siapa saja yang beliau temui termasuk terhadap anak-anak. Rasulullah saw. selalu 9 Imam al Jalil Abdurrahman, Maulid al-Diba’i, terj. Achmad Sunarto, (Surabaya: AlMiftah, 2012), hal 32. 55 memberi salam terlebih dahulu bila bertemu dengan orang lain meskipun orang tersebut lebih muda dari beliau. Diceritakan dalam kitab maulid al-Barzanji, beliau juga memuliakan orang-orang yang mempunyai keutamaan. Dengan akhlak Rasulullah saw. yang demikian, pantaslah orang-orang mencintai dan menghormati beliau mulai dari anak kecil sampai para tetua-tetua suku. 5. Nilai al-khairu (kebaikan) Kebaikan Rasulullah tentu sudah menyebar hingga ke berbagai tempat. Beliau penyantun, penyayang, pengertian terhadap umat manusia. Diriwayatkan pernah ada seseorang yang ingin bertaubat dan masuk Islam, sedangkan ia adalah ahli zina. Maka Rasulullah saw. menjawab dengan sederhana tanpa membuat orang tersebut putus asa untuk bertaubat. Beliau hanya berpesan untuk tidak berbohong. Seketika itu pula orang tersebut merasa lega karena syaratnya hanya sederhana. Setelah berhari-hari orang tersebut pulang, setiap kali orang tersebut ingin melakukan kemaksiatan ia selalu ingat pesan Rasulullah untuk tidak berbohong. Ia merasa risau dan akhirnya tidak jadi melakukan perbuatan maksiat. Berulang kali orang tersebut ingin melakukan perbuatan maksiat selalu teringat pesan beliau karena khawatir mengecewakan beliau. Suatu ketika orang tersebut bertemu Rasulullah saw. dan beliau menanyainya apakah masih melakukan maksiat. Orang tersebut menjawab dengan apa adanya tentang yang dialaminya. 56 Demikianlah cara Rasulullah saw. menyampaikan ajaran Islam kepada setiap orang secara proporsional. Beliau tahu bagaimana menghadapi orang-orang sesuai tingkatannya. Contoh bentuk kebaikan Rasulullah saw. yang lain adalah memperpendek khutbah shalat Jum’at dan memperpanjang shalatnya supaya lebih fokus dalam ibadah shalatnya. Rasulullah saw. yang pengertian terhadap umatnya tidak ingin membebani mereka dengan perkara yang memberatkan atau merepotkan selagi tidak melanggar aturan syari’at Islam, seperti mengqashar (meringkas) shalat yang empat raka’at, menjama’ (menggabungkan) shalat yang bisa dijama’. Beliau juga memerintahkan kepada juru adzannya saat hujan agar menyerukan kepada umat Islam untuk shalat di rumahnya masing-masing.10 6. Nilai al-khusyu’ (tekun bekerja sambil menundukkan diri (berdzikir)) Rasulullah saw. adalah orang yang mempunyai kesederhanaan yang luar biasa. Meskipun beliau adalah sebaik-baik nabi dan rasul, namun beliau tetap tawadhu’. Sikap tawadhu’ bisa diartikan sebagai kemampuan menjalin interaksi dengan semua golongan manusia. Amru Khalid menjelaskan karakteristik sikap tawadhu’ adalah “sikap penuh kasih sayang dan kelembutan, baik itu pada pembantu maupun tuannya, orang yang terhormat maupun sederhana, orang besar maupun 10 Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi, Visualisasi Kepribadian Muhammad saw., (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2004), hal. 113. 57 hina,”11 Beliau pula sangat menghormati keluarganya meskipun tidak memeluk Islam. Melayani keluarganya dengan sepenuh hati, menggembala kambing, memerah susu kambing dan beberapa hal lainnya. Beliau juga seorang pekerja keras dalam berdagang. Berkat kejujurannya, beliau mempunyai pelanggan yang banyak. Meskipun begitu, beliau tetap teguh dalam kesederhanaannya. Hingga akhirnya hasil perdagangannya beliau gunakan untuk meminang sayyidah Khadijah. B. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab al-Barzanji Bab 19 dalam Pendidikan Hal terpenting dalam upaya memperoleh keberhasilan dalam pendidikan adalah sosok seorang guru. Jika seorang guru salah dalam mengajar atau mendidik murid, maka dampak yang ditimbulkan dari hal tersebut dapat menyebabkan pembelajaran yang tidak maksimal, bobotnya berkurang dan tidak dapat di implementasikan oleh murid-muridnya dalam kehidupannya sehari-hari. Diibaratkan seorang dokter yang salah mendiagnosa pasiennya atau salah dalam memberikan obat dan dosisnya, maka dampak yang ditimbulkan akibat penanganan tersebut terhadap si pasien akan menyebabkan sakit yang lebih parah bahkan bisa sampai menyebabkan kematian pasien itu sendiri. Dalam hal ini yang menjadi korban dokter adalah satu pasien. Berbeda dengan guru. Guru lebih banyak berinteraksi 11 Amru Khalid, Semulia Akhlak Nabi., (Solo: Aqwam, 2014), hal. 84. 58 dengan banyak murid. Jika seorang guru salah dalam mendiagnosa muridmuridnya, yang terjadi bukan hanya satu murid yang menjadi korban. Bisa sampai satu kelas, satu sekolahan, sampai satu masyarakat yang menjadi korban. Adanya tawuran antar pelajar atau antar sekolah sudah menjadi contoh konkret untuk menjelaskan kelalaian guru dalam memberikan pengajaran dalam pembelajaran. Seorang guru dalam istilah Jawa mempunyai makna sebagai orang yang digugu lan ditiru (dipercaya serta dipatuhi perkataannya dan diteladani akhlaknya). Melihat pernyataan yang seperti itu, dapat ditarik benang merah bahwa berhasil atau tidaknya suatu pendidikan berpusat pada seorang guru. Keberhasilan pendidikan bukan hanya diukur melalui perolehan nilai terbaik dari peserta didik, tetapi juga dalam output akhlaknya sebagai manusia yang berpendidikan. Sebagaimana dipaparkan oleh Muhaimin dan Abdul Mujib yang disitir Chaerul Rochman dan Heri Gunawan, di dalam agama Islam guru diposisikan sebagai bapak rohani (spiritual father) bagi anak didiknya. Seorang guru memberikan santapan ilmu dan pembinaan akhlak mulia kepada anak didiknya. Demikian tingginya kedudukan seorang guru sehingga tinta seorang alim (guru) lebih berharga daripada darah syuhada’.12 12 Chaerul Rochman dan Heri Gunawan, Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2012), cet. II, hal. 28. 59 Lebih lanjut lagi Chaerul Rochman dan Heri Gunawan mengutip Said Hawa yang memberikan penjelasan mengenai tugas seorang guru antara lain: 1. Guru harus belas kasih kepada siswa dan memperlakukan mereka seperti memperlakukan anaknya sendiri. 2. Guru hendaknya meneladani Rasulullah saw., dengan mengajar semata-mata karena Allah dan taqarrub kepada-Nya. 3. Guru hendaknya memberikan nasihat kepada siswanya, mengingatkan siswanya bahwa tujuan mencari ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk meraih kekuasaan, kedudukan dan persaingan. 4. Guru hendaknya mencegah siswa dari akhlak tercela. 5. Guru yang menekuni sebagian ilmu hendaknya mencela ilmu yang tidak ditekuninya. 6. Guru hendaknya menyampaikan ilmu pengetahuan sesuai dengan kemampuan pemahaman siswa, tidak menyampaikan suatu ilmu yang tidak dapat terjangkau oleh daya pikir siswa. 7. Guru hendaknya mengamalkan ilmu yang dimilikinya, perbuatannya tidak bertentangan dengan perkataannya.13 Athiyah al-Abrasyi sebagaimana disitir oleh Ahmad Tafsir dalam bukunya, menyebutkan bahwa guru dalam Islam hendaknya memiliki sifat-sifat berikut: 13 Ibid., hal. 30. 60 1. Zuhud: tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukan karena mencari ridha Allah. 2. Bersih tubuhnya: dalam hal ini seorang guru mempunyai penampilan lahiriah yang rapi menyenangkan. 3. Bersih jiwanya: yakni tidak suka melakukan dosa-dosa. 4. Tidak riya’: karena riya’ akan menghilangkan keikhlasan. 5. Tidak memendam rasa dengki dan iri hati. 6. Tidak menyenangi permusuhan. 7. Ikhlas dalam melaksanakan tugas. 8. Sesuai dengan perbuatan dan perkataan. 9. Tidak malu mengakui ketidaktahuan. 10. Bijaksana. 11. Tegas dalam perkataan dan perbuatan, tetapi tidak kasar. 12. Rendah hati: tidak sombong. 13. Lemah lembut. 14. Pemaaf. 15. Sabar: tidak marah karena hal-hal kecil. 16. Berkepribadian (baik). 17. Tidak merasa rendah diri. 18. Bersifat kebapakan: mampu mencintai murid seperti mencintai anak sendiri. 61 19. Mengetahui karakter murid, mencakup pembawaan, kebiasaan, perasaan dan pemikiran.14 Selain itu, seorang guru hendaknya dapat menjadi teladan bagi murid-muridnya, baik dalam lingkungan sekolah maupun di luar itu. Karena keteladanan dalam pendidikan juga merupakan metode yang ampuh untuk membentuk akhlak murid. Menurut Zainal Aqib, setidak-tidaknya ada tiga unsur agar seseorang dapat menjadi teladan bagi orang lain, yaitu: 1. Kesiapan untuk dinilai dan dievaluasi Dalam hal ini, seseorang harus siap untuk dinilai, yakni menjadi cermin bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Kondisi ini akan berdampak pada kehidupan sosial di masyarakat, karena ucapan, sikap dan perilakunya menjadi sorotan dan teladan. 2. Memiliki kompetensi minimal Kompetensi minimal yang dimaksud di sini adalah kondisi minimal dari ucapan, sikap dan perilaku yang harus dimiliki seseorang sehingga dapat dijadikan cermin bagi dirinya maupun orang lain. Hal ini harus dimiliki agar dapat menumbuhkan dan menciptakan keteladanan, terutama bagi peserta didiknya. 3. Memiliki integritas Integritas adalah adanya kesamaan antara ucapan dan tindakan atau satunya kata dan perbuatan. Inti dari integritas terletak pada 14 Ahmad Tafsir, Ilmu pendidikan Islam, (Bandung: Rosdakarya, 2013), cet. II, hal. 131. 62 kualitas istiqomahnya, yaitu berupa komitmen dan konsistensi terhadap profesi yang diembannya.15 Menurut KH. Hasyim Asy’ari, seorang guru harus menyucikan lahiriah dan batiniahnya dari akhlak yang rendah (hina), yang meliputi: ,ﺿﻴﱠ ِﺔ ِ َوﻳـُ َﻌ ﱠﻤ َﺮﻩُ ﺑِ ْﺎﻻَ ْﺧﻼ َِق اﻟْﻤ َْﺮ.اَ ْن ﻳُﻄَ ﱠﻬ َﺮ ﺑَﺎ ِﻃﻨَﻪُ ﺛُ ﱠﻢ ﻇَﺎ ِﻫ َﺮﻩُ ِﻣ َﻦ ْاﻻَ ْﺧ َﻼ ِق اﻟ ﱠﺮِذﻳْـﻠَ ِﺔ ﺶ ﷲ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ َواﻟْﻐَ ﱡ ِ ﺐ ﻟِﻐَْﻴ ِﺮ ا ُﻀ َ َﺴ ُﺪ َواﻟْﺒَـﻐْ ُﻲ َواﻟْﻐ َ ﻓَ ِﻤ َﻦ ْاﻻَ ْﺧﻼ َِق اﻟْ ﱠﺮِذﻳْـﻠَ ِﺔ اﻟ ِﻐ ﱡﻞ َواﻟْ َﺤ ﺲ ُ ُﺼ ْﻤ َﻌﺔُ َواﻟْﺒُ ْﺨ ُﻞ َواﻟْﺒَﻄَُﺮ َواﻟﻄﱠ َﻤ ُﻊ َواﻟْ َﺨ ْﻴ َﻼءُ َواﻟﺘﱠـﻨَﺎﻓ ﺐ َواﻟْ ﱡ ُ َواﻟْ ِﻜ ْﺒـ ُﺮ َواﻟ ﱢﺮﻳَﺎءُ َواﻟْﻌُ ْﺠ ﺐ اﻟْ َﻤ ْﺪ ِح ﺑِ َﻤﺎ ﻟَ ْﻢ ﻳَـ ْﻔ َﻌ ْﻞ ﺎس َو ُﺣ ﱡ ِ ﻓِﻰ اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ َواﻟْ ُﻤﺒَﺎ َﻫﺎةُ َواﻟْ ُﻤ َﺪا َﻫﻨَﺔُ َواﻟْﺘَـ َﺰﻳﱡ ُﻦ ﻟِ ْﻠﻨﱠ ُب اﻟْ َﺨ ْﻠ ِﻖ َواﻟْ َﺤ ِﻤﻴﱠﺔ ِ ﺎل ﻋَ ْﻨـ َﻬﺎ ﺑِﻌُﻴُـ ْﻮ ُ َاﻻ ْﺷﺘِﻐ ِْ ﺲ َو ِ ب اﻟﻨﱠـ ْﻔ ِ َواﻟْﻌُ ْﻤ ُﻲ َﻋ ِﻦ اﻟْﻌُﻴُـ ْﻮ ﺶ ﻓِﻰ ُ ب َواﻟْ ُﻔ ْﺨ ُ ﷲ ﺗَـ َﻌﻠَﻰ َواﻟْ ِﻐ ْﻴﺒَﺔُ َواﻟﻨﱠ ِﻤ ْﻴ َﻤﺔُ َواﻟْﺒُـ ْﻬﺘَﺎ ُن َواﻟْ َﻜ ِﺬ ِ ﺼﺒِﻴﱠﺔُ ﻟِﻐَْﻴ ِﺮ ا َ َواﻟْ َﻌ ﺎت اﻟْ َﺨﺒِْﻴﺜَ ِﺔ َو ْاﻻَ ْﺧ َﻼ ِق ِ ﺼ َﻔ ﻓَﺎﻟْ َﺤ َﺬ ُر اﻟْ َﺤ َﺬ ُر ِﻣ ْﻦ َﻫ ِﺬﻩِ اﻟ ﱢ,ﺎس ِ اﻟْ َﻘ ْﻮِل َوا ْﺣﺘِ َﻘﺎ ُراﻟﻨﱠ ١٦ .ُﺸ ﱡﺮ ُﻛﻠﱡﻪ ﺎب ُﻛ ﱢﻞ َﺷ ﱟﺮ ﺑَ ْﻞ ِﻫ َﻲ اﻟ ﱠ ُ َ ﻓَِﺎﻧﱠـ َﻬﺎ ﺑ,اﻟ ﱠﺮِذﻳْـﻠَ ِﺔ “Membersihkan batin kemudian lahirnya dari akhlak yang hina. Dan menyukai dengan akhlak yang diridhai. Maka yang termasuk dari akhlak yang hina yaitu, menyakiti hati orang lain, hasud (dengki), berbicara kotor, marah bukan karena Allah ta’ala, menipu, sombong, riya’ (pamer), membanggakan diri, mencemarkan nama buruk, bakhil, menyalahgunakan kemikmatan, tamak, berjalan dengan sombong, bersaing dalam hal dunia, congkak, cari muka, berhias (dalam kebaikan) untuk manusia, suka dipuji dengan sesuatu yang tidak dikerjakan, buta dari aib diri sendiri, sibuk melihat aib orang lain, memandang rendah, fanatik bukan karena Allah, 15 Zainal Aqib, Pendidikan Karakter “Membangun Karakter Bangsa”, Bandung: Yrama Widya, 2011), hal. 86-87. 16 Muhammad Hasyim Asy’ari, Adab al-‘alimi wa al-muta’allim, (Jombang: Tsurats alIslami, t.t.), hal. 63-64. 63 mengadu domba, membuat berita bohong, dusta, kasar dalam ucapan dan merendahkan manusia. Maka waspadalah dari sifat-sifat buruk ini dan akhlak yang buruk. Sesungguhnya itu semua merupakan pintu dari segala keburukan, bahkan lebih buruk seluruhnya.” Berangkat dari penjelasan singkat yang telah dipaparkan di atas, tampaklah jelas bahwa guru mempunyai peran yang sangat penting untuk mengarahkan peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki masingmasing individu dan membentuk akhlaknya ke arah yang baik. Untuk itu, berikut ini penulis mengulas bagaimana cara mengimplementasikan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab maulid al-Barzanji bab 19 dalam pendidikan. 1. Nilai al-amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya) Seorang guru haruslah mempunya sifat yang jujur dan dapat dipercaya. Dalam dunia pendidikan, seorang guru adalah teladan bagi murid-muridnya. Dalam memberikan informasi kepada peserta didik, guru hendaknya menyampaikan secara apa adanya dan perkataannya dapat dipercaya. Sehingga peserta didik tidak merasa dibohongi, yang mengakibatkan mereka meniru perbuatan guru tersebut. Imam Ghazali menuturkan sebagaimana disitir oleh Moh. Rifa’i bahwa; Kemajuan dan kesuksesan bangsa-bangsa dalam melaksanakan tugasnya adalah dari kejujuran yang dilaksanakan oleh puteraputera bangsa itu. Apabila kadar dari perbuatan jujurnya itu benar, 64 maka bangsa itu akan maju pesat. Tapi jika tidak demikian, maka bangsa itu akan kandas di tengah jalan, yang berarti kehancuran.17 Dari penuturan imam Ghazali di atas dapat dipahami suatu makna penting bahwa kemakmuran suatu bangsa bertumpu pada kualitas akhlak warga negaranya, terutama yang menjadi pejabat pemerintahan atau yang sejenisnya. Dalam hal ini guru merupakan sosok pertama yang harus dibenahi untuk berakhlak yang luhur salah satunya yaitu jujur dan bisa dipercaya dalam perkataan dan perbuatan. 2. Nilai al-alifah (sifat yang disenangi) Implementasi nilai al-alifah dalam pendidikan bagi seorang guru yaitu dengan memberikan kasih sayang dan perhatian terhadap peserta didik. Dalam proses pembelajaran peserta didik hendaknya dalam keadaan nyaman sehingga dapat mengoptimalkan penyerapan informasi yang diberikan oleh guru. Bila peserta didik merasa gelisah dan tertekan oleh kelakuan gurunya, maka peserta didik akan merasa takut dan menjadikan penyerapan informasinya kurang maksimal. Di samping itu, peserta didik juga akan timbul rasa benci terhadap gurunya dan tidak menutup kemungkinan akan melakukan hal yang sama terhadap orang lain. Itu semua karena guru merupakan cermin bagi para peserta didiknya. Ketika hati dan pikiran sudah positif, maka ucapan dan tindakan yang keluar adalah hal yang positif. Hal positif akan 17 Muhammad al-Ghazali, Khuluq al-Muslim, terj. Moh Rifa’i, “Akhlaq Seorang Muslim”, (Semarang: CV. Wicaksana, 1986), hal, 92. 65 melahirkan saling mencintai. Dengan saling mencintai, maka kualitas iman akan meningkat.18 Dari keterangan di atas dapat ditarik pemahaman bahwa akhlak seorang guru akan memberikan dampak serius terhadap sikap peserta didik maupun optimalisasi dalam pembelajaran. 3. Nilai al-‘afwu (sifat pemaaf) Nilai al-afwu bila diimplementasikan dalam pendidikan oleh guru ialah menahan diri dari amarah memberi toleransi yang wajar jika peserta didik membuat kesalahan kecil. Dalam surat al-Hijr ayat 85 Allah swt. berfirman: ... Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.19 (Q.S. al-Hijr [15]: 85). Contohnya jika ada peserta didik yang terlambat masuk sekolah, seorang guru hendaknya jangan langsung memarahi dan memberi hukuman yang berat. Namun seorang guru hendaknya menanyakan penyebab peristiwa tersebut dan menegurnya. Setelah itu memberikan toleransi satu kali atau dua kali untuk tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan peserta didik. Terlebih lagi jika seorang guru mempunyai masalah pribadi terhadap peserta didik atau keluarganya. Mungkin dari kelakuan peserta didiknya atau pihak keluarga peserta didik yang kurang bisa bekerja sama. Guru tersebut 18 19 Muhammad Syafi’i Maskur, Islam Itu Indah, (tt.p.: Klik Publishing, 2012), hal. 48. Departemen Agama RI, Op. Cit., hal. 361. 66 hendaknya memaafkan dan menuntun peserta didiknya dengan penuh kasih sayang. Dengan begitu peserta didik maupun keluarga peserta didik akan merasa dihargai dan diperhatikan. Syeikh Abdul Qadir ra. Dalam kitabnya al-Ghunyah menganjurkan bagi orang yang sedang dilanda amarah hendaknya duduk apabila ia sedang berdiri. Dan apabila ia duduk, maka dianjurkan untuk berbaring. Dan lebih dianjurkan lagi untuk membasuh wajahnya dengan air dingin untuk menyurutkan amarahnya.20 Keterangan dari syeikh Abdul Qadir ra. tersebut dimaksudkan untuk menyurutkan amarah seseorang. Permasalahan kehidupan dunia sering kali memang membuat lelah. Akan tetapi sebagai seorang mukmin harus pantang putus asa. Dia harus senantiasa bersabar dalam menjalani kesulitan itu dan tawakkal.21 Jika ditarik pada pendidikan, seorang guru yang sedang dilanda amarah sangat cocok untuk melatih menahan amarahnya dengan cara yang demikian tadi hingga terbiasa untuk memaafkan dengan hati yang lapang. Apabila seorang guru mempunyai akhlak al‘afwu, maka lambat laun peserta didik akan luluh dan berlatih untuk menjadi seorang pemaaf seperti gurunya. 4. Nilai anisatun (sifat manis muka) Selain jujur, penyayang dan pemaaf, seorang guru juga harus mempunyai akhlak anisatun (manis muka). Guru hendaknya ramah 20 Abdul Qadir, al-Gunyah li Thalib Thariq al-Haqq Azza wa Jalla, terj. Fifah (ed), (Yogyakarta: Diva Press, 2010), hal. 343. 21 Deden Zaenal Mutaqin, Mengakrabi Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka fahima, 2008), hal. 155. 67 dan tidak sungkan-sungkan memberikan salam kepada peserta didiknya atau menyodorkan tangan terlebih dahulu untuk berjabat tangan dengan peserta didiknya. Dalam proses pembelajaran pula seorang guru hendaknya tetap bersikap ramah dalam menjelaskan suatu materi yang sedang dibahas. Jika hal itu dilakukan, peserta didik akan merasa nyaman dan tidak sungkan-sungkan untuk menanyakan sesuatu yang belum dipahaminya. Hal itu tentu berbeda jika seorang guru bersikap keras kepada peserta didiknya. Seperti firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 159: .... Maka berkat rahmat dari Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.22 (Ali Imran [2]: 159). Dari ayat di atas tampaklah jelas jika seseorang berlaku lemah lembut, maka orang lain pun akan demikian. Dan sebaliknya, apabila bersikap keras dan kasar, maka orang-orang akan menjauhkan diri darinya. Itulah sebabnya seorang guru harus mempunyai akhlak anisatun (manis muka) dalam mengajar peserta didiknya untuk membentuk akhlak mereka. 5. Nilai al-khairu (kebaikan) 22 Departemen Agama RI, Op. Cit., hal. 90. 68 Wujud nilai al-khairu (kebaikan) yang diimplementasikan dalam pendidikan yaitu seorang guru yang senantiasa memperhatikan kebaikan peserta didiknya, bukan menuruti egonya sendiri. Dalam hal ini seorang guru diminta untuk mengidentifikasi kebutuhan peserta didiknya agar proses pembelajaran dapat berjalan secara baik dan lancar serta dapat memberikan makna penting bagi kehidupan peserta didik dalam keseharian. Seperti halnya mengetahui bagaimana gaya belajar peserta didik, menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dan media yang mendukung proses pembelajaran. Seorang guru tidak diperkenankan bertindak otoriter dan diktator sehingga para peserta didik merasa tidak nyaman dan menyepelekan apa yang sedang dipelajari. Akibatnya, peserta didik menjadi malas, meremehkan pelajaran dan tidak menghormati gurunya. Syeikh Abdul Qadir ra. mengatakan bahwa untuk memberikan perintah atau larang terhadap orang lain hendaknya mempunyai sifat sabar, santun, rendah hati, dapat menguasai hawa nafsunya, berhati teguh dan lemah lembut. Seperti halnya seorang tabib yang dapat mengobati pasiennya, atau seperti seorang imam yang dapat memberi petunjuk. 23 Hal yang perlu di garis bawahi di sini adalah tentang menguasai hawa nafsunya, sehingga seorang guru tidak boleh memaksakan peserta didiknya untuk menuruti semua keinginannya tanpa memperhatikan proporsi mereka dalam pembelajaran. Akan 23 Abdul Qadir, Op. Cit., hal. 375. 69 tetapi disesuaikan dengan kemampuan mereka dan dituntun secara sabar dan bertahap. 6. Nilai al-khusyu’ (tekun bekerja sambil menundukkan diri (berdzikir)) Implementasi nilai al-khusyu’ dalam pendidikan yaitu seorang guru harus berdedikasi tinggi dalam mendidik peserta didiknya. Bukan karena gaji yang menggiurkan ataupun merasa bahwa menjadi guru itu mempunyai wibawa yang luar biasa. Selain itu, seorang guru hendaknya bersikap sederhana, ramah dan santun kepada setiap orang, terlebih kepada para peserta didiknya. Karena merekalah yang akan mencontoh akhlak dari gurunya. Jika seseorang menginginkan kemuliaan yang sejati, hendaknya jangan mencari kemuliaan yang sifatnya samar dan hanya sementara. Syeikh Ahmad Atha’ilah mengungkapkan dalam kitabnya Al-Hikam; ٢٤ َﻚ ِﻋ ﱞﺰ َﻻ ﻳَـ ْﻔﻨَﻰ ﻓ ََﻼ ﺗَ ْﺴﺘَ ِﻌ ﱠﺰ ﱠن ﺑِ ِﻌ ﱟﺰ ﻳَـ ْﻔﻨَﻰ َ ْت اَ ْن ﻳَﻜ ُْﻮ َن ﻟ َ إِ ْن أَ َرد “Jika kamu ingin memperoleh kemuliaan yang kekal dan tidak musnah, maka janganlah kamu berbangga kepada kemuliaan yang tidak kekal.” Seorang guru hendaknya memurnikan niat dan mempunyai maksud untuk mendapatkan keridhaan Allah dalam setiap amal dan perbuatan yang dikerjakan. Seorang guru yang dapat melakukan hal 24 Ahmad Atha’ilah al-Iskandari, Syarh al-Hikam, juz I, (Semarang: Maktabah Al‘Alawiyyin, t.t.), hal. 67. 70 tersebut niscaya akan diterima amal dan perbuatannya oleh Allah. Selain itu, guru juga akan dicintai oleh murid-muridnya dan setiap perkataan yang dinasihatkan guru terhadap murid akan membekas pada diri mereka.25 Rachmat Ramadhana menuturkan dalam bukunya, semua yang bersifat materi (benda) mempunyai potensi untuk terkontaminasi oleh materi lainnya. Apabila materi itu bersih dan murni dari kotoran dan noda, maka kondisi yang semacam ini disebut dengan istilah khalish (materi yang bersih dan murni) dan pekerjaan untuk membersihkannya disebut dengan istilah ikhlashan (ikhlas).26 Dari paparan di atas tampak jelaslah bahwa ikhlas dalam setiap perbuatan adalah pondasi iman merupakan keharusan dalam Islam. Jadi, setiap perintah, larangan, nasihat, pengawasan maupun hukuman yang diberikan guru kepada peserta didik semata-mata ikhlas karena Allah swt. Sebagai dasarnya adalah firman Allah swt. Dalam surat alBayyinah ayat 5 yang berbunyi: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama yang lurus, dan juga supaya mereka mendirikan shalat dan 25 Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam, terj. Jamaluddin Miri, “Pendidikan Anak dalam Islam”, jilid 2, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hal. 339. 26 Rachmat Ramadhana, Aktivasi Ikhlas, (Yogyakarta: Quantum Lintas Media, 2012), hal. 43. 71 menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus (benar). (Q.S. al-Bayyinah [98]: 5)27 Sehubungan dengan beberapa hal di atas, syeikh Abdul Qadir ra. sebagaimana disitir oleh Muhammad Nuh berpesan: “Wahai manusia, kenalilah dirimu, baru kenali Tuhanmu. Jika hatimu masih jauh dari-Nya, maka kalian kurang beradab dengan-Nya dan jika dekat, maka kalian telah beradab.”28 Petuah syeikh Abdul Qadir secara jelas menekankan supaya setiap manusia mempunyai hati yang selalu mengingat dan mendekat kepada Allah swt. Hal itu dimaksudkan agar setiap perkataan maupun perbuatan seseorang didasari dengan ikhlas mengharap ridha Allah swt. 27 28 Departemen Agama RI, Op. Cit., hal. 907. Muhammad Nuh, Mahkota Sufi, (tt.p.: Mitra Press, 2008), hal. 229. BAB V PENUTUP Pada bab ini, penulis mengambil sebuah kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis yang telah disesuaikan dengan tujuan pembahasan skripsi ini. Selain itu, dalam bab ini penulis juga memberikan saran-saran yang dirasa relevan dan perlu dijadikan kontribusi pemikiran bagi dunia pendidikan. A. Kesimpulan Dari bab sebelumnya, dapat dilihat secara jelas bagaimana analisis dan implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab al-barzanji bab 19 dalam pendidikan. Berikut ini merupakan kesimpulan dari uraian yang telah dipaparkan dan disajikan dari awal hingga akhir dari penulisan yang meliputi: 1. Nilai-nilai pendidikan akhlak dari kitab al-Barzanji bab 19 yang diringkas menjadi enam bagian nilai, yaitu: a. Nilai al-amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya) Beliau tidak pernah mengucapkan sesuatu kecuali hal itu mengandung suatu kebenaran. Beliau selalu berakhlak demikian semenjak masih kecil dan tetap istiqomah sampai beliau wafat. b. Nilai al-alifah (sifat yang disenangi) Nabi Muhammad saw. adalah seseorang yang sayang terhadap orangorang fakir dan juga orang lain. Beliau juga merupakan seorang yang perhatian terhadap orang lain terutama orang muslim yang fakir. 72 73 c. Nilai al-‘afwu (sifat pemaaf) Nabi Muhammad saw. selalu menerima maaf dari orang-orang yang berbuat salah kepada Beliau tanpa ada rasa dendam sedikitpun. Beliau juga tidak menghadapi seseorang dengan sesuatu yang dibenci. d. Nilai anisatun (sifat manis muka) Nabi Muhammad saw. adalah orang yang sangat ramah kepada siapa saja. Beliau selalu menebar senyum kasih sayang terhadap siapa saja yang beliau temui termasuk terhadap anak-anak. e. Nilai al-khairu (kebaikan) Nabi Muhammad saw. adalah seorang yang penyantun, penyayang, pengertian terhadap umat manusia. Rasa pengertian beliau terhadap umatnya begitu besar, sehingga tidak ingin membebani mereka dengan perkara yang memberatkan atau merepotkan selagi tidak melanggar aturan syari’at Islam. f. Nilai al-khusyu’ (tekun bekerja sambil menundukkan diri (berdzikir)) Nabi Muhammad saw. adalah orang yang mempunyai kesederhanaan yang luar biasa. Meskipun beliau adalah sebaik-baik nabi dan rasul, namun beliau tetap tawadhu’. 2. Adapun implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab maulid al-Barzanji bab 19 dalam pendidikan adalah sebagai berikut: 74 a. Nilai al-amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya) Seorang guru haruslah mempunya sifat yang jujur dan dapat dipercaya. Dalam dunia pendidikan, seorang guru adalah teladan bagi murid-muridnya. Dalam memberikan informasi kepada peserta didik, guru hendaknya menyampaikan secara apa adanya dan perkataannya dapat dipercaya. Sehingga peserta didik tidak merasa dibohongi, yang mengakibatkan mereka meniru perbuatan guru tersebut. b. Nilai al-alifah (sifat yang disenangi) Seorang guru harus memberikan kasih sayang dan perhatian terhadap peserta didik. Dalam proses pembelajaran peserta didik hendaknya dalam keadaan nyaman sehingga dapat mengoptimalkan penyerapan informasi yang diberikan oleh guru. Bila peserta didik merasa gelisah dan tertekan oleh kelakuan gurunya, maka peserta didik akan merasa takut dan menjadikan penyerapan informasinya kurang maksimal. c. Nilai al-‘afwu (sifat pemaaf) Seorang guru harus bisa menahan diri dari amarah memberi toleransi yang wajar jika peserta didik membuat kesalahan kecil. d. Nilai anisatun (sifat manis muka) Guru hendaknya ramah dan tidak sungkan-sungkan memberikan salam kepada peserta didiknya atau menyodorkan tangan terlebih dahulu untuk berjabat tangan dengan peserta didiknya. Dalam proses pembelajaran pula seorang guru hendaknya tetap bersikap ramah dalam menjelaskan suatu materi yang sedang dibahas. 75 e. Nilai al-khairu (kebaikan) Seorang guru yang senantiasa memperhatikan kebaikan peserta didiknya, bukan menuruti egonya sendiri. Dalam hal ini seorang guru diminta untuk mengidentifikasi kebutuhan peserta didiknya agar proses pembelajaran dapat berjalan secara baik dan lancar serta dapat memberikan makna penting bagi kehidupan peserta didik dalam keseharian. f. Nilai al-khusyu’ (tekun bekerja sambil menundukkan diri (berdzikir)) Seorang guru harus berdedikasi tinggi dalam mendidik peserta didiknya. Selain itu, seorang guru hendaknya bersikap sederhana, ramah dan santun kepada setiap orang, terlebih kepada para peserta didiknya. B. Saran Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan penulis mengenai nilainilai pendidikan dalam kitab al-Barzanji bab 19, maka penulis mengajukan beberapa saran yang sekiranya dapat memberikan kontribusi untuk pendidikan akhlak sebagai berikut: 1. Setiap guru adalah teladan bagi peserta didiknya. Oleh sebab itu penulis menyarankan, selain menyiapkan ilmu yang mumpuni, seorang guru haruslah menyiapkan dirinya dengan akhlak yang mulia. 2. Setiap murid adalah anak. Dan anak merupakan amanah yang diberikan oleh Allah swt. kepada kedua orang tuanya dan anak juga merupakan sumber daya manusia yang akan memiliki akhlak yang luhur sekaligus 76 menjadi aset bangsa dan generasi penerus masa depan jika didik dengan baik. Maka dari itu penulis menyarankan, seorang guru harus mendidik peserta didiknya dengan sepenuh hati supaya mereka menjadi generasi penerus yang cendekia dan berakhlak luhur. C. Penutup Puji syukur kehadirat Allah Jalla Jalaluh, karena hanya limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya penulisan skripsi ini akhirnya terselesaikan. Namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis sebagai manusia biasa. Oleh karena itu, saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. Yatimin, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Azmah. 2007. Abdulrahim, Muhammad Imaduddin, Islam Nilai Terpadu. Jakarta: Gema Insani. 2002. al-Abrasyi, Muhammad Athiyah, al-Tarbiyah al-Islamiyyah. Terj. Abdullah Zakiy al-Kaaf. “Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam”. Bandung: Pustaka Setia. 2003. Abdurrahman, Imam al-Jalil, Maulid al-Diba’i. Terj. Achmad Sunarto, Surabaya: Al-Miftah, 2012. al-Bantani, Nawawi, Nashaih al-‘Ibad. terj. Ahmad Abdul Madjid, cet II, Surabaya: Mutiara Ilmu. 2012. al-Baqir, Muhammad, Mengobati Penyakit Hati. Bandung: Karisma. 2000. al-Barzanji, Ja’far, Maulid al-Barzanji. Terj. Moh. Zuhri, Almaulidun Nabawi Barzanji. Semarang: Karya Toha Putra. 1992. al-Ghazali, Muhammad, Khuluq al-Muslim. Terj. Moh Rifa’i. “Akhlaq Seorang Muslim”. Semarang: CV. Wicaksana. 1986. al-Iskandari, Ahmad Atha’ilah, Syarh al-Hikam. Juz I. Semarang: Maktabah Al‘Alawiyyin. t.t. al-Mundziri, Imam, Ringkasan Hadis Shahih Muslim. Jakarta; Pustaka Amani. 2003. Aminuddin, dkk., Pendidikan Agama Islam. Bogor: Ghalia Indonesia. 2005. Anwar, Rosihan, Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia. 2010. Aqib, Zainal, Pendidikan Karakter “Membangun Karakter Bangsa”. Bandung: Yrama Widya. 2011. Arifin, Bey, Yesus dan Muhammad. Surabaya: PT Bina Ilmu. 1990. Asmaran, Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1994. Asy’ari, Muhammad Hasyim, Adab al-‘alimi wa al-muta’allim. Jombang: Tsurats al-Islami. t.t. Azwar, Saifudin, Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. 2010. Bakker, Anton dan Drs. Achmad Choris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. 1990. Cet.I. Bakry, Oemar, Akhlak Muslim. Bandung: Angkasa. 1993. Bushiri, Muhammad, Qashidah Burdah. Solo: Maji Al Ishofi. t.t. Dayat, http://gus-dayat.com. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya: Mekar Surabaya. 2004. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2007. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. Juz I. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. 1997. Hafidhuddin, Didin, Agar Layar Tetap Terkembang. Jakarta: Gema Insani. 2006. Hart, Michael H., Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah. Terj. Mahbub Djunaidi. Jakarta: Pustaka Jaya. 1994. Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Rajawali Pers. 2011. Hikmatillah, Asep, Ahmad Zakky. Akhlak Anak. Jakarta Timur: Zikrul Hakim. 2010. Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPPI. 2014. Irsyady, Kamran As’at, Tasawuf Islam & Akhlak. Terj. Jakarta: Amzah. 2013. Khalid, Amru, Semulia Akhlak Nabi. Solo: Aqwam. 2014. Mahmud, Ali Abdul Halim, Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani. 2002. , Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani. 2004. Maskur, Muhammad Syafi’i, Islam Itu Indah. t.t.p.: Klik Publishing. 2012. Maulana, Achmad. dkk., Kamus Ilmiah Populer Lengkap. Yogyakarta: Absolut. 2011. Muhaimin, et, al., Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Rosda Karya. 2012. Cet 5. Muhammad, Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Dini Pra Sekolah. Yogyakarta: Belukar. 2006. Mulyana, Rahmat, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. 2004. Mutaqin, Deden Zaenal, Mengakrabi Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Fahima. 2008. Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: Rajawali Pers. 2013. , Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2002. Nuh, Muhammad, Mahkota Sufi. tt.p: Mitra Press. 2008. Qadir, Abdul. al-Gunyah li Thalib Thariq al-Haqq Azza wa Jalla. Terj. Fifah (ed). Yogyakarta: Diva Press. 2010. Ramadhana, Rachmat, Aktivasi Ikhlas. Yogyakarta: Quantum Lintas Media. 2012. Razak, Nasruddin, Dienul Islam. Bandung: PT. Al-Ma’arif. 1973. , Dienul Islam. Bandung: PT. Al-Ma’arif. 2002. Rochman, Chaerul. dan Heri Gunawan, Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru. Bandung: Nuansa Cendekia. 2012. Cet. II. Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah. Volume 8. Jakarta: Lentera Hati. 2011. Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method). Bandung: Alfabeta. 2012. Suhufi, Prinsip dan Etika Pribadi dalam Islam. Jakarta: Pustaka Intermasa. 2003. Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2012. Cet. 8. Surakhmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tehnik. Bandung: Transito. 1998. Tafsir, Ahmad, Ilmu pendidikan Islam. Bandung: Rosdakarya. 2013. Cet. II. Ulwan, Abdullah Nashih, Tarbiyatul Aulad fil Islam. Terj. Jamaluddin Miri. “Pendidikan Anak dalam Islam”. Jilid 2. Jakarta: Pustaka Amani. 2007. Van Bruinessen, Martin, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat “Tradisi-tradisi Islam di Indonesia”. Bandung:Mizan. 1995. W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. 2011. www.piss-ktb.com. www.sarkub.com. Ya’qub, Hamzah, Etika Islam. Bandung: Diponegoro. 1993. Cet 6. Zahri, Mustafa, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: Bina Ilmu. 1995. Zubaidi, Akhlak dan Tasawuf. Yogyakarta: Lingkar Media. 2015. Zubaidi, Bahrun Abu Bakar Ihsan, Visualisasi Kepribadian Muhammad saw. Bandung: Irsyad Baitus Salam. 2004. DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Achmad Sholachuddin NIM : 131310000235 NIRM : 11/X/17.2.1/2774 Fakultas/Jurusan : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan/PAI Tempat, tanggal lahir : Jepara, 9 Juli 1991 Alamat : Perumahan Mayong Raya Indah, RT 6, RW 03, Ds. Singorojo, Mayong, Jepara (59462) Nama Ayah/Ibu : Abdul Muchith/Sa’diyah Pendidikan : 1. SDN 2 Langon, lulus tahun 2003 2. SMPN 1 Mayong, lulus tahun 2006 3. MA Al-Haromain Rajekwesi, lulus tahun 2009 4. UNISNU Jepara, lulus tahun 2015 Demikian riwayat hidup penulis ini dibuat dengan sesungguhnya untuk digunakan sebagaimana mestinya. Jepara, Agustus 2015 Penulis (ACHMAD SHOLACHUDDIN) NIM: 131310000235 LAMPIRAN-LAMPIRAN