skripsi studi analisis tentang nilai

advertisement
SKRIPSI
STUDI ANALISIS TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN
AKHLAK DALAM KITAB AL-BARZANJI BAB 19
Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Persyaratan Guna
Memperoleh Gelar Program Sarjana Strata 1 (S1) Bidang Pendidikan Islam
Disusun Oleh:
ACHMAD SHOLACHUDDIN
NIM : 131310000235
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU)
JEPARA
2015
i
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 2 eksemplar
Hal
: Naskah Skripsi
A.n. Achmad Sholachuddin
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan koreksi dan perbaikan seperlunya,
maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara :
Nama
: Achmad Sholachuddin
NIM
: 131310000235
Judul
: STUDI
ANALISIS
TENTANG
NILAI-NILAI
PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-BARZANJI
BAB 19
Dengan ini mohon agar skripsi saudara tersebut di atas dapat segera
dimunaqosyahkan.
Demikian harap menjadi maklum, adanya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jepara, 13 Agustus 2015
Pembimbing
Dr. Sa’dullah Assa’idi, M.Ag
ii
DEKLARASI
Saya menyatakan bahwa apa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian
maupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi
ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Jepara, 13 Agustus 2015
Deklarator
Achmad Sholachuddin
NIM. 131310000235
iv
MOTTO
١
ِ‫ﷲِ ُﻛﻠﱢﮭِﻢ‬
‫ﻖ ﱠ‬
ِ ‫ﺸ ٌﺮ ۞ َوأَﻧّﮫُ ﺧَ ﯿْـــــــــــ ُﺮ ﺧَ ْﻠ‬
َ َ‫ﻓَ َﻤ ْﺒﻠَ ُﻎ ا ْﻟ ِﻌﻠْﻢِ ﻓِﯿْـــــــــــ ِﮫ أَﻧّﮫُ ﺑ‬
“Puncak
pengetahuan
tentang
Rasulullah,
bahwa
sesungguhnya beliau adalah manusia ۞ Dan sesungguhnya
beliau adalah sebaik-baik makhluk Allah swt. seluruhnya”
‫ﺴﻠِ ِﻤﯿْﻦَ ﺧَ ْﯿﺮٌ؟‬
ْ ‫ أَيﱡ ا ْﻟ ُﻤ‬: ‫ﺳﻠﱠ َﻢ‬
َ ‫ﺻﻠﱠﻰ ﷲ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو‬
َ ِ‫ﺳﺄ َ َل َرﺳُﻮْ َل ﷲ‬
َ ً‫اَنﱠ َرﺟُ ﻼ‬
".‫ﺴﻠِﻤُﻮْ نَ ﻣِﻦْ ﻟِﺴَﺎﻧِ ِﮫ َوﯾَ ِﺪ ِه‬
ْ ‫ﺳﻠِ َﻢ ا ْﻟ ُﻤ‬
َ ْ‫ "ﻣَﻦ‬:‫ﻗَﺎ َل‬
“Seorang
laki-laki
“Bagaimana
menjawab,:
bertanya
seorang
“Orang
1
muslim
yang
menyakiti muslim lain.””
kepada
lisan
yang
dan
Rasulullah
terbaik?”
tangannya
saw.,
Beliau
tidak
2
Muhammad Bushiri, Qashidah Burdah, (Solo: Maji Al Inshofi, t.t.), hal. 16.
2
Imam Al-Mundziri, Ringkasan Hadis Shahih Muslim, (Jakarta; Pustaka Amani, 2003),
hal. 40-41.
v
PERSEMBAHAN
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menakdirkan saya untuk
menyelesaikan skripsi sederhana ini dengan uluran iradah-Nya
dan segala curahan kasih sayang-Nya.
Karya sederhana ini akan kupersembahkan untuk:
 Baginda nabi Muhammad SAW yang menjadi figur teladan
bagi seluruh umat manusia
 Kedua orang tuaku, Bapak Abdul Muchith & Ibu Sa’diyah
yang selalu mencurahkan kasih sayang dan do’anya kepada
anaknya ini yang belum bisa membahagiakan mereka
 Simbah Nawawi, simbah Firdausiyah, simbah Suniyah
 Orang-orang tercinta yang telah mendidikku dan yang
menginspirasiku,
Kyai Abdul Djamil (alm), Kyai Mujazi
Abdullah, Kyai Nur Cholis, Romo Yai Asrori ra, Mbah Munif
Zuhri, Abuya Saggaf bin Mahdi, Gus Jamaluddin Akhsan
 Adik-adikku, Miftahul Falah (alm), Safitri Nur Faiqoh & Aris
Nur Rohman
 Sahabat-sahabatku, ustadz Amir, mas Imam, Nawawi, ustadz
Tamam, Syiham, ustadz Anas, gus Baha’, gus Barok dan
semuanya yang bisa kusebutkan
 Teman-teman UNISNU, khususnya prodi PAI kelas A1 & A4
angkatan 2011
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah wasyukrulillah, segala puji kita panjatkan kehadirat Allah
Jalla Jalaluh yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir pembuatan skripsi dalam
rangka memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Studi Program Strata 1
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Beliau junjungan
kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan
menuju zaman yang terang benderang dan semoga terlimpah pula pada keluarga,
sahabat, tabi'in sampai pada ulama yang meneruskan perjuangan Beliau.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak mungkin berhasil tanpa
adanya dukungan dan saran-saran dari berbagai pihak, sehingga penyusunan
skripsi ini dapat terealisasikan, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Nabi Muhammad SAW, sebagai inspirator terbesar dalam penulisan skripsi
ini.
2. Prof. Dr. Muhtarom, HM., selaku rektor UNISNU Jepara.
3. Drs. H. Akhirin Ali, M.Ag., selaku dekan 1 fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan UNISNU Jepara yang telah memberikan persetujuan penulisan
skripsi.
4. H. Mufid, M.Ag., selaku ketua program studi PAI.
5. Dr. Sa’dullah Assaidi, M.Ag., selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
dan sabar dalam membagi waktu, tenaga dan pikiran untuk melakukan
bimbingan dalam penyusunan skripsi.
6. Para dosen dan seluruh staf karyawan di lingkungan UNISNU Jepara yang
telah memberikan motivasi belajar dalam penyelesaian studi.
vii
7. Orang tua penulis (Abdul Muchith & Sa’diyah) yang selalu meridhoi dan
mendukung penulis dengan segenap usaha lahir batin mereka tanpa pamrih
dan lelah.
8. Guru-guru penulis yang selalu mendidik penulis dan tokoh-tokoh yang
menjadi inspirasi penulis. Di antara mereka adalah kyai Abdul Jamil (alm),
kyai Mujazi Abdullah, kyai Nur Cholis, kyai Munif Zuhri, kyai Asrori AlIshaqi. ra, abuya Habib Saggaf bin Mahdi, Gus Jamaluddin Ahsan, Mas
Abidin (alm), kyai Mujahidin Rachman dan beliau-beliau yang tak bisa
disebutkan satu persatu.
9. Teman-teman fakultas Tarbiyah, prodi Pendidikan Agama Islam, khususnya
Kelas A1 dan A4 angkatan 2011.
10. Segenap pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis hanya dapat membalas dengan do’a, semoga Allah SWT
yang akan memberikan pahala atas kebaikan budi mereka. Akhir kata, semoga
karya sederhana ini dapat diambil manfaatnya bagi para pembaca, Amien.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jepara, Agustus 2015
Penulis
Achmad Sholachuddin
NIM. 131310000235
viii
ABSTRAK
Achmad Sholachuddin (1131310000235), “STUDI ANALISIS
TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB ALBARZANJI BAB 19”. Disusun guna memenuhi tugas akhir perkuliahan untuk
memperoleh gelar sarjana strata 1 (S1) fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan,
program studi Pendidikan Agama Islam di UNISNU Jepara.
Latar belakang yang mendorong penelitian ini adalah pada era dewasa ini
kehidupan manusia sudah jauh dari nilai-nilai al-Qur’an dan Hadits. Parahnya
bangsa ini tidak hanya ditimpa krisis ekonomi yang berkepanjangan, tapi juga
ditimpa krisis akhlak. Merajalelanya kemaksiatan dan tingginya tingkat
kriminalitas adalah bukti bahwa bangsa ini mengidap dekadensi akhlak yang
serius. Gejala ini tidak hanya menimpa masyarakat kalangan bawah, tapi juga
menimpa para pemimpin bangsa dan bahkan tokoh agama. Tingginya tingkat
korupsi yang tidak hanya dilakukan oleh para birokrat tapi juga para tokoh agama,
membuat masyarakat kehilangan figur panutan sehingga lahirlah krisis
keteladanan. Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan nilai-nilai pendidikan
akhlak yang harus kita teladani melalui analisis nilai-nilai pendidikan akhlak yang
terkandung dalam kitab al-Barzanji pada bab 19. Dimana dalam bab tersebut
tergambar bagaimana akhlak nabi Muhammad SAW yang menjadi figur panutan
seluruh umat manusia.
Penulisan skripsi ini penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library
research) dimana penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian ini lebih menekankan pada kekuatan analisis data pada sumber-sumber
data yang diperoleh dari buku-buku, tulisan-tulisan, dan dengan mengandalkan
teori-teori yang ada untuk diinterpretasikan secara luas dan mendalam. Untuk
mengumpulkan data, penulis menggunakan metode dokumentasi yaitu suatu
teknik yang digunakan penulis untuk mengumpulkan data dengan menghimpun
dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun
elektronik. Sumber data primernya adalah kitab al-Barzanji karangan syeikh
Ja’far bin Hasan al-Barzanji. Dalam segi analisisnya, penulis menggunakan
metode deskriptif analisis yang dimaksudkan membuka pesan yang terkandung
dalam bahasa teks, yakni kitab al-Barzanji pada bab 19, mengenai nilai-nilai
pendidikan akhlak yang terkandung di dalamnya. Selain itu, penulis juga
menggunakan metode interpretasi data dan metode berpikir induksi.
Dari hasil analisa penulis, nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung
dalam kitab al-Barzanji bab 19 meliputi enam bagian pokok nilai, yaitu: 1) Nilai
al-amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya), 2) nilai al-alifah (sifat yang
disenangi), 3) nilai al-‘afwu (sifat pemaaf), 4) nilai anisatun (sifat manis muka),
5) nilai al-khairu (kebaikan), dan 6) nilai al-khusyu’ (tekun bekerja sambil
menundukkan diri (berdzikir)). Ke enam nilai-nilai tersebut selanjutnya akan
penulis analisis untuk diimplementasikan dalam pendidikan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan akan menjadi bahan informasi
dan masukan bagi para mahasiswa, para pendidik, para peneliti dan semua pihak
yang membutuhkan khususnya di lingkungan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
keguruan UNISNU Jepara.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING .................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN DEKLARASI ................................................................................ iv
HALAMAN MOTTO ........................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR .................................................................. vii
ABSTRAK ......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................
BAB I
x
: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
B. Penegasan Istilah ........................................................................
6
C. Rumusan Masalah ......................................................................
9
D. Tujuan Penelitian .......................................................................
9
E. Manfaat Penelitian .....................................................................
9
F. Kajian Pustaka ............................................................................ 10
G. Metode Penelitian ....................................................................... 12
H. Sistematika Penulisan Skripsi .................................................... 15
BAB II : NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK SECARA GLOBAL
A. Pendidikan Akhlak ..................................................................... 17
1. Pengertian Pendidikan Akhlak ............................................. 17
2. Tujuan Pendidikan Akhlak.................................................... 21
3. Ruang Lingkup Akhlak ........................................................ 27
B. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Secara Global ............................. 31
BAB III : NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB ALBARZANJI BAB 19
A. Biografi Syeikh Ja’far bin Hasan ............................................... 36
B. Deskriptif Kitab al-Barzanji ...................................................... 38
C. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab al-Barzanji Bab 19 41
x
BAB IV : ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
KITAB AL-BARZANJI BAB 19
A. Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab alBarzanji Bab 19 .......................................................................... 47
B. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab alBarzanji Bab 19 .......................................................................... 57
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 72
B. Saran-saran ................................................................................. 76
C. Penutup ....................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya pendidikan akhlak menempati posisi sangat penting
dalam Islam, karena kesempurnaan seseorang tergantung kepada kebaikan
dan kemuliaan akhlaknya. Manusia yang dikehendaki Islam adalah manusia
yang memiliki akhlak yang mulia, manusia yang seperti inilah yang akan
mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat.1 Imam Ali kw. mengatakan
bahwa akhlak adalah sebaik-baik teman.2
Akhlak merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan
baik antara hamba dan Allah swt. (hablumminallah) dan antar sesama
(hablumminannas). Akhlak yang mulia tidak lahir berdasarkan keturunan atau
terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi, membutuhkan proses panjang, yakni
melalui pendidikan akhlak. Banyak sistem pendidikan akhlak, moral dan etika
yang ditawarkan oleh dunia Barat, namun banyak juga kelemahan
dan
kekurangannya. Karena patokan tersebut hanya berasal dari manusia sendiri
yang ilmu dan pengetahuannya sangat terbatas.3
Dalam konsep pendidikan akhlak dalam Islam, segala sesuatu itu
dapat dinilai baik dan buruk, terpuji atau tercela, semata-mata berdasarkan al1
Azmi Muhammad, Pembinaan Akhlak Anak Usia Dini Pra Sekolah. (Yogyakarta:
Belukar, 2006), hal. 54.
2
Nawawi al-Bantani, Nashaih al-‘Ibad, terj. Ahmad Abdul Madjid, (Surabaya: Mutiara
Ilmu, 2012), cet II, hal. 104.
3
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia. (Jakarta: Gema Insani, 2002), hal. 11.
1
2
Qur’an dan al-Hadits. Ajaran akhlak dalam Islam bersumber dari wahyu
Allah SWT yang termaktub dalam al-Qur’an dan Hadits.4
Pada era dewasa ini kehidupan manusia sudah jauh dari nilai-nilai alQur’an dan Hadits. Sebagai khalifah Allah di muka bumi, sudah sepantasnya
manusia berkiprah sesuai dengan kehendak Allah swt. Yakni dengan akhlak
yang mulia. Dengan akhlak yang mulia ini manusia akan menjadi khalifah
Allah di bumi sesuai dengan tujuan Allah menciptakan manusia.5 Namun
yang terjadi pada manusia akhir-akhir ini adalah sebaliknya. Orientasi
kehidupan manusia berubah menjadi kian materialistis, individualistis dan
keringnya aspek spiritual. Terjadilah iklim yang semakin kompetitif yang
pada gilirannya melahirkan manusia-manusia buas, kejam dan tak
berperikemanusiaan sebagaimana dikatakan Thomas Hobbes yang dikutip
oleh Nasruddin Razak, Homo Homini Lupus Bellum Omnium Contra Omnes
(manusia menjadi serigala untuk manusia lainnya, berperang antara satu
dengan lainnya).6
Dampak dari globalisasi modern juga melanda bangsa Indonesia.
Parahnya,
bangsa
ini
tidak
hanya
ditimpa
krisis
ekonomi
yang
berkepanjangan, tapi juga ditimpa krisis akhlak. Merajalelanya kemaksiatan
dan tingginya tingkat kriminalitas adalah bukti bahwa bangsa ini mengidap
dekadensi akhlak yang serius. Gejala ini tidak hanya menimpa masyarakat
4
5
hal. 128.
6
Azmi Muhammad, Op. Cit, hal. 75.
Muhammad Imaduddin Abdulrahim, Islam Nilai Terpadu, (Jakarta: Gema Insani, 2002),
Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif , 1973), hal. 19.
3
kalangan bawah, tapi juga menimpa para pemimpin bangsa dan bahkan tokoh
agama. Tingginya tingkat korupsi yang tidak hanya dilakukan oleh para
birokrat tapi juga para tokoh agama, membuat masyarakat kehilangan
panutan sehingga lahirlah krisis keteladanan.
Adanya peristiwa yang demikian membuat kita berpikir tentang
peranan dan sumbangan Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam membentuk
akhlak yang luhur. Padahal kita tahu bahwa tujuan pokok pendidikan agama
adalah membentuk anak didik memiliki moralitas dan akhlak budi pekerti
yang mulia.
Sebagai perumpamaan lain, S. M. Suhufi menjelaskan bahwa bentuk
lahiriah manusia dibentuk oleh anggota badannya, seperti kepala, wajah,
tangan, kaki, mata, telinga dan anggota yang lain. Sementara itu, bagian
dalamnya dibentuk oleh akhlak, kebiasaan dan sifatnya. Jika manusia
memiliki anggota badan yang proporsional, yang selaras dengan wajah dan
tubuhnya, dikatakan bahwa ia memiliki sebuah bentuk badan yang indah dan
sempurna. Sebaliknya, jika anggota badannya tidak sesuai, maka dikatakan
jelek.
Serupa dengan hal tersebut, jika seseorang memiliki akhlak yang baik
seperti kasih sayang, jujur, ikhlas pengertian, pemaaf, lembut dan rendah hati,
ia bisa dikatakan berakhlak terpuji atau luhur. Begitupun sebaliknya, jika
4
seseorang kejam, pendengki, egois, pembohong, maka dikatakan berakhlak
buruk.7
Kekuatan akhlak yang tercermin pada perilaku yang baik dan benar
(amal saleh) merupakan inti utama dari ajaran Islam. Dalam hal ini,
seharusnya kita kembali pada nilai-nilai Islam yang rahmatan lil ’alamin
(universal) yakni agama yang damai dan mengutamakan akhlak yang luhur
dalam segala aspek kehidupan. Tolak ukur perbuatan baik dan buruk
seseorang haruslah merujuk kepada ketentuan Allah SWT dan Rasul-Nya,
karena Rasulullah SAW adalah manusia yang paling mulia akhlaknya.
Karena akhlak Rasulullah SAW merupakan wujud konkret dari petunjukpetunjuk yang ada di dalam kitab suci al-Qur’an. Dan seperti yang terlihat
bahwa al-Qur’an merupakan kitab suci yang kandungan isinya lebih
komprehensif dari kitab-kitab Allah SWT yang pernah diturunkan
sebelumnya kepada rasul-rasul sebelum nabi Muhammad saw.
Dengan akhlak yang baik, segala potensi yang dimiliki manusia
seperti ilmu pengetahuan, kekayaan, jabatan dan potensi-potensi lainnya
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama.8
Dalam kajian Islam sufisme juga menjadi solusi yang ampuh untuk
diterapkan pada kehidupan modern saat ini dalam rangka membentuk akhlak
139.
127.
7
Suhufi, Prinsip dan Etika Pribadi dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2003), hal.
8
Didin Hafidhuddin, Agar Layar Tetap Terkembang, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hal.
5
yang luhur di tengah-tengah era global dimana ajaran sufisme mengandung
tiga tujuan utama, yaitu:
1. Turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam menyelamatkan
kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai
spiritual.
2. Memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoterik
(kebatinan) Islam, naik terhadap masyarakat Islam yang melupakannya
maupun non Islam.
3. Untuk memberi penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek esoterik
Islam, yakni sufisme, merupakan jantung dari ajaran Islam sehingga bila
wilayah ini kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain
dari sentuhan ajaran Islam.9
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis melihat bahwa kisah Nabi
Muhammad SAW dalam kitab al-Barzanji bab 19 memiliki begitu banyak
makna tentang pendidikan akhlak yang sangat dalam untuk dijadikan teladan
bagi seluruh umat, khususnya umat Islam. Sehingga harapan penulis nantinya
para pembaca akan bersemangat dalam mengaktualisasikan nilai-nilai
pendidikan akhlak dalam kitab maulid al-Barzanji khususnya pada bab 19.
Maka penulis tertarik untuk membahas dan mendalami nilai pendidikan
akhlak yang terdapat dalam kitab al-Barzanji bab 19 ke dalam sebuah skripsi
9
Zubaidi, Akhlak dan Tasawuf, (Yogyakarta: Lingkar Media, 2015), hal. 35.
6
dengan
judul,
“STUDI
ANALISIS
TENTANG
NILAI-NILAI
PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AL-BARZANJI BAB 19”.
B. Penegasan Istilah
1. Studi Analisis
Studi adalah penelitian ilmiah, kajian atau telaahan.10 Sedangkan
analisis yaitu penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan
dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebabmusabab, duduk perkaranya dan sebagainya).11
Dari pengertian di atas dapat kita pahami bahwa studi analisis
adalah penelitian ilmiah terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan
sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.
2. Nilai-nilai Pendidikan
Nilai-nilai adalah sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai
dengan hakikatnya.12 Definisi lain menyebutkan nilai adalah patokan
normatif yang mempengaruhi manusia dalam menetukan pilihannya
diantara cara-cara tindakan alternatif.13
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
10
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2007), hal. 1093.
11
Ibid., hal. 43.
12
Hasan Alwi (pimred), Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2007), hal. 783.
13
Rahmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004),
hal. 9.
7
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.14
Dalam buku Paradigma Pendidikan Islam disebutkan bahwa
pendidikan adalah proses peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih
yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap atau
keterampilan hidup suatu atau beberapa pihak.15
Jadi, nilai-nilai pendidikan adalah tolak ukur bagi seseorang untuk
melakukan pembelajaran supaya potensi seseorang tersebut dapat
berkembang secara positif dan berguna bagi orang lain.
3. Akhlak
Secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari kata “khuluq”,
yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah/tabiat. Dalam sebuah literatur
disebutkan bahwa “akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik”.16
Sedangkan akhlak secara terminologi adalah peraturan Allah yang
bersumberkan al-Qur’an dan Sunnah rasul baik peraturan yang
menyangkut hubungan dengan al-Khaliq (Allah), hubungan manusia
dengan sesamanya, maupun hubungan manusia dengan lingkungannya
(makhluk lain).17
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh H. Hamzah
Ya’qub dalam bukunya “Etika Islam”, akhlak adalah “suatu ilmu yang
14
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Edisi Revisi), (Jakarta: Rajawali Pers, 2011),
hal. 304-305.
15
Muhaimin, et, al, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2012), cet 5,
hal. 37.
16
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 1.
17
Ibid.
8
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh sebagian manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang
harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan
untuk melakukan apa yang harus diperbuat.”18
4. Kitab al-Barzanji
Kitab adalah buku; buku suci (yakni buku yang berisi segala
sesuatu yang bertalian dengan agama).19
Adapun kitab al-Barzanji adalah sebuah karya tulis seni sastra
yang memuat kehidupan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan judul asli
kitab ini adalah Iqd al-Jawahir, namun lebih populer dengan sebutan kitab
Maulid al-Barzanji. Karya sastra ini dibaca dalam berbagai upacara
keagamaan di dunia Islam, termasuk di Indonesia, sebagai bagian yang
menonjol dalam kehidupan beragama tradisional. Kitab ini memuat
riwayat kehidupan Nabi Muhammad SAW: silsilah keturunannya,
kehidupannya semasa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat
menjadi rasul. Di dalam kitab Maulid al-Barzanji juga mengisahkan sifat
yang dimiliki Nabi Muhammad SAW dan perjuangannya dalam
menyiarkan Islam dan menggambarkan kepribadiannya yang agung untuk
dijadikan teladan bagi umat manusia.20
18
Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung: Diponegoro, 1993), cet. 6, hal. 12.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2011), hal. 602.
20
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, juz I, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1997), hal. 241.
19
9
5. Bab 19
Bab adalah suatu bagian pembahasan dalam suatu kitab.21
Maksud dari bab 19 dalam karya tulis ini adalah bab ke 19 dari
kitab Maulid al-Barzanji. Dalam kitab Maulid al-Barzanji terdiri atas 19
bab kemudian bagian terakhirnya adalah do’a.
C. Rumusan Masalah
1. Apa saja nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab al-Barzanji bab 19?
2. Bagaimana implementasi nilai pendidikan akhlak dalam pendidikan?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk memaparkan nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab al-Barzanji
bab 19.
2. Untuk menjelaskan implementasi nilai pendidikan akhlak dalam
pendidikan.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini dapat dikelompokkan ke dalam dua
manfaat, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
Manfaat secara teoritis yaitu untuk meningkatkan wawasan dan
pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab al-Barzanji
dan juga memperluas khazanah ilmu pengetahuan pendidikan Islam.
2. Manfaat Praktis
21
hal. 39.
Achmad Maulana, dkk, Kamus Ilmiah Populer Lengkap, (Yogyakarta: Absolut, 2011),
10
Manfaat secara praktis yaitu memberikan nilai tambahan bagi
praktisi pendidikan, khususnya pendidikan Islam dalam memberi teladan
dengan akhlak yang baik dan sebagai salah satu alternatif dalam
mengembangkan sistem pendidikan agama Islam khususnya di Indonesia.
F. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan bahan perbandingan penelitian yang ada
baik mengenai kekurangan maupun kelebihan sebelumnya. Di samping itu
kajian pustaka ini juga ikut andil dalam rangka mendapatkan informasiinformasi dalam pembuatan skripsi ini. Sebagai garis pembeda dari hasil
temuan yang membahas permasalahan akhlak dari seseorang baik dalam
bentuk buku, kitab dan tulisan lainnya, maka penulis akan memaparkan
beberapa
karya
orang
lain
sebagai
perbandingan
dalam
mengupas
permasalahan tersebut sehingga diharapkan dapat memunculkan penemuan
baru.
Beberapa karya yang membahas akhlak di antaranya adalah sebagai
berikut:
1. A. Yusuf dalam skripsinya “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam alQur’an Surat al-Furqon Ayat 63 sampai 74 dan Aktualisasinya dalam
Pembentukan Kepribadian Muslim” yang pembahasannya difokuskan
pada pembentukan kepribadian muslim seperti aspek-aspek kepribadian
muslim, faktor-faktor pembentuk kepribadian muslim, penanaman nilainilai pendidikan akhlak pada ayat tersebut dalam membentuk kepribadian
muslim dan aktualisasinya.
11
2. Demikian pula dengan Shofiyatus Sa’adah dalam skripsinya “Nilai-nilai
Pendidikan Akhlak dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya
Habiburrahman El-Shirazy” yang membahas nilai-nilai pendidikan akhlak
dalam novel tersebut yang meliputi akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap
diri sendiri, akhlak terhadap sesama manusia dan akhlak secara umum.
3. Bukunya H. Mohammad Rifa’i yang berjudul “Akhlaq Seorang Muslim”.
Buku tersebut merupakan hasil suntingan dari kitabnya Muhammad alGhazali yang berjudul “Khuluq al-Muslim” yang memuat tentang
beberapa akhlak. Dan sebagian di antaranya mengenai akhlak yang jahat
tanda iman yang lemah, baik dan buruk, berlaku jujur, menjaga amanat,
ikhlas, penyantun, lapang dada, sabar, dan beberapa hal lainnya yang
masih berkaitan dengan akhlak.
4. Yang berikutnya yaitu bukunya Yunahar Ilyas yang berjudul “Kuliah
Akhlaq”. Di dalam bukunya Yunahar Ilyas terdapat pembahasanpembahasan mengenai akhlak yang meliputi akhlak terhadap Allah SWT,
akhlak terhadap Rasulullah SAW, akhlak pribadi, akhlak dalam keluarga,
akhlak bermasyarakat sampai pada akhlak bernegara.
Dari beberapa literatur di atas, maka penulis memilih mengkaji hal-hal
yang berkaitan dengan nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam kitab Maulid
al-Barzanji pada bab 19. Dan penulis berharap dari penulisan karya ilmiah ini
menjadikan suatu temuan atau inspirasi baru yang dapat bermanfaat dalam
bidang penelitian maupun bidang pendidikan.
12
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan penelitian
kepustakaan (library research) dimana penulis menggunakan metode
penelitian deskriptif kualitatif. Metode penelitian deskriptif kualitatif
adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan,
persepsi, pemikiran orang secara individu maupun kelompok.22
Penelitian ini lebih menekankan pada kekuatan analisis data pada
sumber-sumber data yang ada yang didapat dari buku-buku, tulisan-tulisan
dan dengan mengandalkan teori-teori yang ada untuk diinterpretasikan
secara luas dan mendalam. Untuk itu, penulis menggunakan pendekatan
deskriptif kepustakaan dengan berdasarkan tulisan yang mengarah pada
pembahasan skripsi ini.
2. Sumber Data
Jenis penelitian ini adalah library research (penelitian pustaka),
maka data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka adalah berupa sumber
data primer dan sumber data sekunder, yaitu sebagai berikut:
a. Data primer adalah “data yang diperoleh langsung dari subjek
penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan
data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari”.23
22
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012), cet. 8, hal. 60.
23
Saifudin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2010), hal.
91.
13
Dalam hal ini yaitu kitab Maulid al-Barzanji karya Syaikh Ja’far bin
Hasan.
b. Sumber data sekunder adalah “data yang diperoleh dari pihak lain, tidak
langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data
sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang
telah tersedia”.24Adapun sumber data skunder yang penulis gunakan
dalam penelitian sebagai penunjang ialah diantaranya:
1) Buku-buku yang relevan;
a. Pembinaan Akhlak Anak Usia Dini Pra Sekolah (Azmi
Muhammad)
b. Akhlak Mulia (Ali Abdul Halim Mahmud)
c. Dienul Islam (Nasruddin Razak)
d. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Rahmat Mulyana)
e. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Hasbullah)
f. Pengantar Studi Akhlak (Asmaran)
g. Etika Islam (Hamzah Ya’qub), dll
2) Artikel (baik dari surat kabar maupun internet).
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar
untuk memperoleh data yang diperlukan, dalam hal ini akan selalu ada
hubungan antara teknik pengumpulan data dengan masalah penelitian yang
24
Ibid., hal. 91.
14
ingin dipecahkan. Pengumpulan data tak lain adalah suatu proses
pengadaan data untuk keperluan penelitian.
Sesuai dengan penelitian yang penulis lakukan yang bersifat
diskriptif kualitatif, maka sebagaimana layaknya studi kualitatif yang
mengadakan penelitian terhadap kepustakaan (library research). Maka
pengumpulan
datanya
dilakukan
langsung
oleh
peneliti
dengan
menggunakan dokumen. Dokumen adalah “catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.”25
4. Teknik Analisis Data
Dalam analisis data, penulis menggunakan metode deskriptif
analisis yaitu, suatu usaha untuk mengumpulkan data dan menyusun data
kemudian diusahakan adanya analisis dan interpretasi atau penafsiran
terhadap data tersebut.26 Dalam hal ini dimaksudkan untuk membuka
pesan yang terkandung dalam bahasa teks, terutama kitab al-Barzanji pada
bab 19 mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak. Dan juga menggunakan
metode interpretasi data yang menurut Anton Bakker dan Zubair, metode
interpretasi data adalah menyelami isi buku, untuk dengan setepat
mungkin
dalam
mengungkapkan
arti
dan
makna
uraian
yang
disajikannya.27
25
hal. 326.
26
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method), (Bandung: Alfabeta, 2012),
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tehnik (Bandung:
Transito, 1998), hal. 139.
27
Anton Bakker dan Drs. Achmad Choris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat,
(Yogyakarta: Kanisius, 1990), cet.I, hal. 69.
15
Dalam pembahasan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
metode berfikir induksi, adalah suatu metode berpikir dari khusus ke
umum yang mempunyai maksud cara pengambilan kesimpulan berangkat
dari peristiwa atau masalah yang bersifat khusus kemudian ditarik pada
kesimpulan yang bersifat umum. Metode induksi umumnya disebut
disebut generalisasi.28
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam penulisan skripsi yang berjudul “STUDI ANALISIS
TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB
AL-BARZANJI BAB 19” ini, penulis menggunakan sistematika sebagai
berikut:
Bagian awal adalah bagian yang mendahului tubuh karangan yang
berisi: halaman sampul, halaman judul, halaman pengesahan, halaman motto,
halaman persembahan, halaman kata pengantar, abstrak dan halaman daftar
isi.
Bagian tengah, ialah bagian tubuh karangan yang terdiri dari lima bab
yaitu:
Bab I
: Bab ini merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan
skripsi.
28
Ibid., hal. 43.
16
Bab II
: Bab ini akan menguraikan tentang pengertian pendidikan akhlak,
tujuan pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak dan nilai-nilai
pendidikan akhlak secara global.
Bab III
: Bab ini akan menjelaskan tentang biografi Syaikh Ja’far bin
Hasan bin Abdul Karim bin Muhammad al-Barzanji, deskriptif tentang kitab
al-Barzanji dan nilai pendidikan akhlak dalam kitab al-Barzanji bab 19.
Bab IV
: Bab ini merupakan bab inti yang merupakan jawaban dari
masalah yang telah dirumuskan meliputi analisis nilai pendidikan akhlak
dalam kitab al-Barzanji bab19 dan implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak
dalam kitab al-Barzanji bab 19 dalam pendidikan.
Bab V
:Bab ini terdiri dari tiga sub yaitu kesimpulan, yang memuat
kesimpulan-kesimpulan dari uraian-uraian pada bab terdahulu, saran yang
memuat beberapa saran dari penulis yang berhubungan dengan kesimpulan
yang telah dikemukakan dan kata penutup.
Kemudian pada bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan lampiranlampiran.
BAB II
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK SECARA GLOBAL
A. Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Pendidikan Akhlak
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.1
Dalam buku Paradigma Pendidikan Islam disebutkan bahwa
pendidikan adalah proses peristiwa perjumpaan antara dua orang atau
lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup,
sikap atau keterampilan hidup suatu atau beberapa pihak.2
Para pakar pendidikan Islam menurut Athiyah al-Abrasyi telah
sepakat bahwa tujuan dari pendidikan serta pengajaran bukanlah
memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum
mereka ketahui, melainkan: a. Mendidik akhlak dan jiwa mereka; b.
Menanamkan rasa keutamaan (fadhilah); c. Membiasakan mereka
1
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Edisi Revisi), (Jakarta: Rajawali Pers, 2011),
hal. 304-305.
2
Muhaimin, et, al, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2012), cet 5,
hal. 37.
17
18
dengan kesopanan yang tinggi; d. Mempersiapkan mereka untuk suatu
kehidupan yang suci seluruhnya dengan penuh keikhlasan dan
kejujuran.3
Menurut Athiyah al-Abrasyi, tujuan pokok dari pendidikan
Islam adalah membentuk budi pekerti dan pembentukan jiwa. Semua
mata pelajaran haruslah mengandung pelajaran-pelajaran akhlak, setiap
pendidik haruslah memikirkan akhlak dan akhlak keagamaan sebelum
yang lain-lainnya, karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang
tertinggi, sedangkan akhlak yang mulia itu adalah tiang dari pendidikan
Islam.4
Secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari kata
“khuluq”, yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah/tabiat. Dalam
sebuah literatur disebutkan bahwa “akhlak ialah sifat-sifat manusia
yang terdidik”.5 Hal ini didasarkan pada al-Qur’an surat al-Qalam ayat
4 yang berbunyi:
    
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti
yang luhur.” (Q.S. al-Qalam [68]: 4).6
3
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyyah, Terj. Abdullah Zakiy alKaaf, “Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam”, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hal. 13.
4
Ibid.
5
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 1.
6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: Mekar Surabaya,
2004), hal. 826.
19
Menurut Ibrahim Anis sebagaimana disitir oleh Yunahar Ilyas,
akhlak adalah “sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah
macam-macam perbuatan baik atau buruk, tanpa membutuhkan
pemikiran dan pertimbangan.”7
Adapun pengertian akhlak menurut ulama akhlak sebagaimana
dikutip oleh Rosihan Anwar, antara lain sebagai berikut:8
a. Menurut Ibnu Maskawaih (941-1030 M):
ِ‫ َو َﻫ ِﺬﻩ‬.‫ْﺲ دَا ِﻋﻴَﺔٌ ﻟَﻬَﺎ اِﻟَﻰ اَﻓْـ َﻌﻠِﻬَﺎ ِﻣ ْﻦ ﻏَْﻴ ِﺮ ﻓِ ْﻜ ٍﺮ وََﻻ َر ِوﻳﱠٍﺔ‬
ِ ‫ﺣﺎ ٌَل ﻟِﻠﻨﱠـﻔ‬
...
‫ ِﻣ ْﻨـﻬَﺎ ﻣَﺎﻳَﻜ ُْﻮ ُن ﻃَﺒِْﻴ ِﻌ‬:‫َﺴ ُﻢ اِﻟَﻰ ﻗِ ْﺴ َﻤ ْﻴ ِﻦ‬
ِ ‫َﺎل ﺗَـ ْﻨـﻘ‬
ُ ‫اﻟْﺤ‬
,‫ َوُرﺑﱠﻤَﺎ ﻛَﺎ َن َﻣ ْﺒ َﺪ ُؤﻩُ اﻟْ ِﻔ ْﻜ ُﺮ‬,‫ْﺐ‬
ِ ‫َوِﻣ ْﻨـﻬَﺎ ﻣَﺎﻳَﻜ ُْﻮ ُن ُﻣ ْﺴﺘَـﻔَﺎدًا ﺑِﺎﻟْﻌَﺎ َدةِ وَاﻟﺘﱠ ْﺪ ِرﻳ‬
.‫ﺼ ْﻴـ َﺮ َﻣﻠَ َﻜﺔً َو ُﺧﻠُﻘًﺎ‬
ِ َ‫ﺛُ ﱠﻢ ﻳَ ْﺴﺘَ ِﻤ ﱡﺮ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ اَوًﱠﻻ ﻓَﺄَوًﱠﻻ َﺣﺘﱠﻰ ﻳ‬
Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran
terlebih dahulu. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari
tabiat aslinya... ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang
berulang-ulang. Boleh jadi pada mulanya tindakan itu melalui
pikiran dan pertimbangan, kemuadian dilakukan terus-menerus,
maka jadilah suatu bakat dan akhlak.
b. Imam Al-Ghazali (1055-1111 M) dalam Ihya’ Ulumuddin
menyatakan:
‫َﺎل ﺑِﻴُ ْﺴ ٍﺮ َو ُﺳﻬ ُْﻮﻟَ ٍﺔ ِﻣ ْﻦ ﻏَْﻴ ِﺮ‬
ُ ‫ﺼ ُﺪ ُر َﻋ ْﻨـﻬَﺎ ْاﻷَﻓْـﻌ‬
ْ َ‫ْﺲ ﺗ‬
ِ ‫َاﺳ َﺨﺔٌ ﻓِﻰ اﻟﻨﱠـﻔ‬
ِ ‫َﻫ ْﻴﺌَﺔٌ ر‬
.‫ﺣَﺎ َﺟ ٍﺔ اِﻟَﻰ ﻓِ ْﻜ ٍﺮ َوُر ِوﻳﱠٍﺔ‬
Akhlak adalah daya kekuatan (sifat) yang tertanam dalam jiwa
yang mendorong perbuatan-perbuatan yang spontan tanpa
memerlukan pertimbangan pikiran.
7
8
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: LPPI, 2014), hal. 2.
Rosihan Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hal. 13-15.
20
c. Muhyiddin Ibnu Arabi (1165-1240 M):
‫ وَاﻟْ ُﺨﻠُ ُﻖ ﻗَ ْﺪ‬,‫ﺴ ُﻦ أَﻓْـﻌَﺎﻟَﻪُ ﺑِﻼَ ُر ِوﻳﱠٍﺔ َوﻻَا ْﺧﺘِﻴَﺎ ٍر‬
َ ْ‫اﻹﻧ‬
ِْ ‫ْﺲ ﺑِ ِﻪ ﻳَـ ْﻔ َﻌ ُﻞ‬
ِ ‫َﺣ ٌﻞ ﻟِﻠﻨﱠـﻔ‬
‫ﱠﺎس ﻻَﻳَﻜ ُْﻮ ُن ا ﱠِﻻ‬
ِ ‫ْﺾ اﻟﻨ‬
ِ ‫ َوﻓِﻰ ﺑَـﻌ‬,‫ﱠﺎس ﻏَ ِﺮﻳْـ َﺰةً َوﻃَْﺒـﻌًﺎ‬
ِ ‫ْﺾ اﻟﻨ‬
ِ ‫ﻳَﻜ ُْﻮ ُن ﻓِﻰ ﺑَـﻌ‬
.‫َاﻹ ْﺟﺘِﻬَﺎ ِد‬
ِْ ‫ﺿ ِﺔ و‬
َ ‫ﺑِﺎﻟ ﱢﺮﻳَﺎ‬
Keadaaan jiwa seseorang yang mendorong manusia untuk
berbuat tanpa melalui pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu.
Keadaan tersebut pada seseorang boleh jadi merupakan tabiat
atau bawaan, dan boleh jadi juga merupakan kebiasaan melalui
latihan dan perjuangan.
d. Syeikh Makarim Asy-Syirazi:
.‫ِﻺﻧْﺴَﺎ ِن‬
ِْ ‫ﺴﺠَﺎﻳَﺎ اﻟْﺒَﺎ ِﻃﻨِﻴﱠ ِﺔ ﻟ‬
‫َت اﻟْ َﻤ ْﻌﻨَ ِﻮﻳﱠِﺔ وَاﻟ ﱠ‬
ِ ‫َﺎت اﻟْ َﻜﻤَﺎﻻ‬
ُ ‫ا َْﻷَ ْﺧﻼَ ُق َﻣ ْﺠﻤ ُْﻮﻋ‬
Akhlak adalah sekumpulan keutamaan maknawi dan tabiat batini
manusia.
e. Al-Faidh Al-Kasyani (wafat 1091 H):
‫َﺎل‬
ُ ‫ﺼ ُﺪ ُر ِﻣ ْﻨـﻬَﺎ ْاﻷَﻓْـﻌ‬
ْ َ‫ْﺲ ﺗ‬
ِ ‫ُﻮ ِﻋﺒَﺎ َرةٌ َﻋ ْﻦ َﻫﻴْﺌَ ٍﺔ ﻗَﺎﺋِ َﻤ ٍﺔ ﻓِﻰ اﻟﻨﱠـﻔ‬
َ ‫اَﻟْ ُﺨﻠُ ُﻖ ﻫ‬
.‫ﺴﻬ ُْﻮﻟَ ٍﺔ ِﻣ ْﻦ د ُْو ِن اﻟْﺤَﺎﺟَﺎةِ اِﻟَﻰ ﺗَ َﺪﺑﱡ ٍﺮ َوﺗَـ َﻔ ﱡﻜ ٍﺮ‬
ُ ِ‫ﺑ‬
Akhlak adalah ungkapan untuk menunjukkan kondisi yang mandiri
dalam jiwa, yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan
mudah tanpa didahului perenungan dan pemikiran.
Sedangkan akhlak secara terminologi adalah peraturan Allah
yang bersumberkan al-Qur’an dan Sunnah rasul baik peraturan yang
menyangkut hubungan dengan al-Khaliq (Allah), hubungan manusia
dengan sesamanya, maupun hubungan manusia dengan lingkungannya
(makhluk lain).9
9
Asmaran, Op. Cit, hal. 1.
21
2. Tujuan Pendidikan Akhlak
Tujuan utama dari pendidikan akhlak adalah supaya setiap
muslim mempunyai budi pekerti, tingkah laku, perangai serta adat
istiadat yang baik sesuai dengan ajaran Islam, yakni yang bersumber
dari al-Qur’an dan hadits.10 Dari sini dapat terlihat bahwasanya
pendidikan akhlak membantu seseorang untuk menjadi pribadi yang
baik dan luhur. Dari sisi religius pendidikan akhlak akan mengantarkan
seseorang dalam menuju hakikatnya seorang hamba, yaitu untuk
beribadah dan mengabdi kepada Allah SWT. Karena dalam setiap amal
perbuatan seseorang tersebut senantiasa didasari dengan ketentuanketentuan Allah SWT yang telah termaktub dalam kitab suci al-Qur’an
dan hadits Rasulullah SAW yang menjadi patokan teladan baik yang
berasal dari perbuatan maupun sabda-sabda Beliau.
Jika kita memperhatikan secara teliti tentang ritual ibadahibadah syar’i dalam Islam pastilah akan menemukan kandungan inti
atau hakikat dari ibadah tersebut memiliki tujuan untuk membina
akhlak seseorang supaya menjadi pribadi yang baik dan mulia. Seperti
halnya shalat yang hakikatnya mencegah seseorang untuk melakukan
perbuatan-perbuatan keji dan munkar. Begitu pula zakat yang
hakikatnya sebagai menyucikan harta dan membantu orang lain yang
membutuhkan.
10
Rosihan Anwar, Op. Cit., hal. 25.
22
Menurut Rosihan Anwar, tujuan pendidikan akhlak dibagi
menjadi dua macam:11
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari pendidikan akhlak adalah “membentuk
kepribadian seorang muslim yang memiliki akhlak mulia, baik
secara lahiriah maupun batiniah.” Seperti yang difirmankan oleh
Allah SWT dalam surat al-A’raaf:
          
          
       
Katakanlah (Muhammad): "Tuhanku hanya mengharamkan
segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi,
perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan
(mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu,
sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan
(mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang
tidak kamu ketahui.” (Q.S. al-A’raaf [7]: 33).12
2. Tujuan khusus
Sedangkan tujuan pendidikan akhlak secara khusus adalah:
a. Mengetahui tujuan utama diutusnya nabi Muhammad SAW
Dalam tujuannya Allah SWT mengutus nabi Muhammad
SAW tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini
didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat al-Anbiyaa’:
11
12
Ibid., hal. 25-28.
Departemen Agama RI, Op. Cit., hal. 207.
23
     
Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. (Q.S. al-Anbiyaa’
[21]: 107).13
Dari ayat tersebut tujuan rahmatan lil ‘alamin bagi nabi
Muhammad adalah melalui penyempurnaan akhlak. Dengan
mengetahui tujuan diutusnya nabi Muhammad SAW tentunya
akan mendorong seseorang untuk mencapai akhlak yang mulia.
Karena akhlak merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
Islam. Di dalam ibadah terkandung tujuan tercapainya akhlak
mulia pada seseorang. Seperti halnya shalat yang mempunyai
fungsi sebagai pencegah perbuatan buruk.
Dalam
Tafsir
al-Mishbah
Quraish
Syihab
mengungkapkan bahwa mengenai ayat di atas menunjukkan
nabi Muhammad SAW tidak hanya membawa ajaran semata,
akan tetapi sosok dan kepribadian Beliau juga menjadi rahmat
yang dianugerahkan Allah SWT kepada Beliau. Karena dalam
konteks ayat ini menyatakan bahwa Allah tidaklah mengutus
nabi Muhammad SAW melainkan sebagai rahmat atau agar
Beliau menjadi rahmat bagi seluruh alam.14
13
14
133.
Ibid., hal. 461.
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, volume 8, (Jakarta: Lentera Hati, 2011), hal.
24
         
       
      
Bacalah kitab (al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu
(Muhammad) dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan
(ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu lebih besar
(keutamaannya dari ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan. (Q.S.: al-‘Ankabut: [29]: 45).15
Dari ayat al-Qur’an di atas dapat diartikan jika shalat
seseorang tidak dapat menjadikan pelakunya dari pencegahan
perbuatan buruk, maka shalat orang tersebut belumlah mencapai
kesempurnaan secara hakiki melainkan hanya formalitas dalam
wujud kegiatannya saja.
b. Menjembatani kerenggangan antara akhlak dan ibadah
Tujuan lain dari mempelajari akhlak adalah menyatukan
antara akhlak dan ibadah, atau secara global bisa disebut antara
agama dan duniawi. Dengan demikian seseorang yang berakhlak
mulia tidak akan mempunyai kepribadian ganda ketika dalam hal
urusan agama maupun urusan duniawi. Sebagaimana yang
difirmankan Allah SWT dalam surat al-Mu’minun:
15
Ibid., hal. 566.
25
   
   
     
  
 
    
      
 
   
   
  
   
   
  
 
1. Sungguh beruntung orang-orang yang beriman,
2. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya,
3. dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
perkataan) yang tidak berguna,
4. dan orang yang menunaikan zakat,
5. dan orang yang memelihara kemaluannya,
6. kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang
mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak terceIa.
7. Tetapi barang siapa mencari di balik itu (zina, dan
sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas.
8. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanatamanat dan janjinya.
9. Serta orang yang memelihara shalatnya. (al-Mu’minun:
[23]: 1-9).16
Dari ayat di atas dapat diketahui ketika seseorang dapat
menyeimbangkan antara urusan akhlak dan ibadah, maka akan
16
Ibid., hal. 475.
26
terhindar
dari
perbuatan-perbuatan
yang
tercela
dan
berkepribadian ganda.
c. Mengimplementasikan pengetahuan tentang akhlak dalam
kehidupan
Tujuan
lainnya
dari
mempelajari
akhlak
adalah
mendorong seseorang untuk mengimplementasikan akhlak mulia
dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih lanjut lagi Mustafa Zahri menuturkan bahwa tujuan
pendidikan akhlak yaitu “untuk membersihkan kalbu dari kotorankotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci bersih,
bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan.”17
Kemudian menurut Abuddin Nata menuturkan bahwa tujuan
pendidikan akhlak adalah “untuk memberikan pedoman bagi manusia
dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. Terhadap
perbuatan yang baik ia berusaha melakukannya, dan terhadap perbuatan
yang buruk ia berusaha menghindarinya.”18
Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
tujuan pendidikan akhlak adalah untuk membentuk manusia yang baik
dari aspek rohaniahnya, yakni perangainya baik itu kepada dirinya
sendiri, kepada orang lain dan kepada Allah SWT sesuai dengan
sumber ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan Hadits.
17
18
hal. 13.
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), hal. 67.
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),
27
3. Ruang Lingkup Akhlak
Menurut Yunahar Ilyas di dalam bukunya yang berjudul Kuliah
Akhlaq menuturkan bahwa ruang lingkup akhlak meliputi enam bagian,
yaitu:19
1.
Akhlak terhadap Allah SWT
2.
Akhlak terhadap Rasulullah SAW
3.
Akhlak Pribadi
4.
Akhlak dalam Keluarga
5.
Akhlak Bermasyarakat
6.
Akhlak Bernegara
Kemudian menurut Abdullah Draz sebagaimana dikutip oleh
Yunahar Ilyas, beliau membagi ruang lingkup akhlak menjadi lima
bagian, yaitu:20
1.
Akhlak Pribadi (al-akhlaq al-fardiyah). Yang terdiri dari yang
diperintahkan (al-awamir), yang dilarang (al-nawahi), yang
diperbolehkan (al-mubahat) dan akhlak dalam keadaan darurat (almukhalafah bi al-idhthirar).
2.
Akhlak Berkeluarga (al-akhlaq al-usariyah). Yang terdiri dari
kewajiban timbal balik orang tua dan anak (wajibat nahwa al-ushul
wa al-furu’), kewajiban suami istri (wajibat baina al-azwaj) dan
kewajiban terhadap karib kerabat (wajibat nahwa al-aqarib).
19
20
Yunahar Ilyas, Op. Cit., (Yogyakarta: LPPI, 2014), hal. 6.
Ibid., hal. 5.
28
3.
Akhlak bermasyarakat al-akhlaq al-ijtimaiyyah). Yang terdiri dari
yang dilarang (al-mahzhurat), yang diperintahkan (al-awamir), dan
kaidah-kaidah adab (qawaid al-adab).
4.
Akhlak Bernegara (al-akhlaq ad-daulah). Yang terdiri dari
hubungan antara pemimpin dan rakyat (al-‘alaqah baina ar-rais wa
as-sya’b) dan hubungan luar negeri (al-‘alaqat al-kharijiyyah).
5.
Akhlak Beragama (al-akhlaq ad-diniyyah). Yaitu kewajiban
terhadap Allah SWT (wajibat nahwa Allah).
Sebagaimana yang tertulis dalam buku Pendidikan Agama Islam
karangan Aminuddin, dkk. Menyebutkan ruang lingkup akhlak terbagi
atas dua macam, yaitu:21
1.
Akhlak kepada Allah (Khalik)
Akhlak kepada Allah ini meliputi:
a.
Beribadah kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah
SWT untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya.
b.
Berdzikir kepada Allah, yaitu mengingat Allah dalam berbagai
situasi dan kondisi, baik diucapkan dengan lisan maupun
dalam hati.
c.
Berdo’a kepada Allah, yaitu memohon apa saja kepada Allah.
Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan pengakuan
akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia sekaligus
21
154.
Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hal. 153-
29
pengakuan akan kemahakuasaan Allah terhadap segala
sesuatu.
2.
Akhlak kepada makhluk
Akhlak kepada makhluk Allah di antaranya adalah sebagai berikut:
a.
Akhlak kepada Rasulullah, seperti mencintai Rasulullah secara
tulus dengan mengikuti sunah-sunah Beliau.
b.
Akhlak kepada orang tua, seperti berbuat baik kepada
keduanya (birr al-walidain) dengan ucapan dan perbuatan. Hal
tersebut dapat dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan,
antara lain; menyayangi dan mencintai mereka sebagai bentuk
terima kasih dengan cara bertutur kata sopan dan lemah
lembut,
menaati
perintah,
meringankan
beban,
serta
menyantuni mereka jika sudah tua dan tidak mampu lagi
berusaha. Berbuat baik terhadap orang tua tidak hanya ketika
mereka masih hidup, tetapi terus berlangsung walaupun
mereka telah meninggal dunia dengan cara mendo’akan dan
meminta ampunan menepati janji mereka yang belum
terpenuhi.
c.
Akhlak kepada diri sendiri, seperti sabar adalah perilaku
seseorang terhadap dirinya
sendiri
sebagai
hasil
dari
pengendalian nafsu dan penerimaan terhadap apa yang
menimpanya; syukur, yaitu sikap berterima kasih atas
pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung banyaknya;
30
tawadlu’, yaitu rendah hati, senantiasa menghargai siapa saja
yang dihadapinya, orang tua, muda, kaya maupun miskin.
Sikap tawadlu’ lahir dari kesadaran akan hakikat dirinya
sebagai manusia yang lemah dan serba terbatas.
d.
Akhlak kepada keluarga, karib dekat, seperti saling membina
rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga, saling
menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak, berbakti
kepada ibu-bapak, mendidik anak-anak dengan kasih sayang
dan memelihara hubungan silaturahmi.
e.
Akhlak kepada tetangga,seperti saling mengunjungi, saling
membantu di waktu senggang, lebih-lebih di waktu susah,
saling memberi, saling menghormati dan saling menghindari
pertengkaran dan permusuhan.
f.
Akhlak kepada masyarakat, seperti memuliakan tamu,
menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat,
saling menolong dalam melakukan kebajikan dan takwa,
menganjurkan anggota masyarakat, termasuk diri sendiri,
untuk berbuat baik dan mencegah diri dari melakukan
perbuatan dosa.
g.
Akhlak
kepada
lingkungan
hidup,
seperti
sadar
dan
memelihara kelestarian lingkungan hidup, menjaga dan
memanfaatkan alam, terutama hewani dan nabati untuk
kepentingan manusia dan makhluk lainnya.
31
Hampir sama dengan sebelumnya, Ali Abdul Halim Mahmud
dalam bukunya “Akhlak Mulia” merumuskan ruang lingkup akhlak
Islam sebagai berikut:22
1. Berlaku baik terhadap Allah SWT dengan mengikuti manhaj-Nya
dan berpegang pada sistemnya.
2. Berlaku baik terhadap manusia dengan amar ma’ruf nahi munkar.
3. Berlaku baik terhadap keluarga dengan berbakti kepada mereka.
4. Berlaku baik terhadap kerabat, keluarga, teman dan tetangga.
5. Berbuat baik terhadap seluruh kaum muslimin.
6. Berlaku baik terhadap kaum non muslim sesuai dengan hak-hak
yang dijamin oleh Islam bagi mereka dan kewajiban-kewajiban
yang dibebankan bagi mereka.
B. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Secara Global
Muhammad al-Baqir menuliskan dalam bukunya yang berjudul
Mengobati Penyakit Hati, beberapa sifat akhlak yang baik pada seseorang
antara lain sebagai berikut:23
1. Pemalu
2. Jarang gangguannya
3. Banyak kebaikannya
4. Benar ucapannya
5. Sedikit berbicara
6. Banyak berbuat
22
23
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hal. 55.
Muhammad Al-Baqir, Mengobati Penyakit Hati, (Bandung: Karisma, 2000), hal. 95-96.
32
7. Sedikit kesalahannya
8. Tidak mencampuri urusan orang lain
9. Suka berbuat kebajikan
10. Menjaga hubungan persaudaraan
11. Berwibawa
12. Penyabar
13. Selalu berterima kasih
14. Berpuas hati
15. Penyantun
16. Lemah lembut
17. Menahan diri
18. Penyayang
Sedangkan dalam buku Pendidikan Agama Islam yang ditulis oleh
Aminuddin, dkk. Menyebutkan akhlak yang mempunyai nilai-nilai positif
dan kondusif bagi kemaslahatan secara garis besar terdiri dari: 24
1.
Sabar
Menurut Abu Thalib Al-Makky sebagaimana dikutip Rosihan Anwar,
sabar adalah “menahan diri dari dorongan hawa nafsu demi
menggapai
keridhaan
Tuhannya
dan
menggantinya
bersungguh-sungguh menjalani cobaan-cobaan Allah SWT.”25
2.
24
25
Jujur
Aminuddin, dkk, Op. Cit., hal. 153.
Rosihan Anwar, OP. Cit., hal. 96.
dengan
33
Jujur adalah berkelakuan atau berkata sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya,
tanpa
mengada-ada
dan
tidak
pula
menyembunyikannya.26
3.
Ikhlas
Ikhlas adalah “tulus hati dalam mengerjakan sesuatu atau sifat hati
yang bersih.27
4.
Syukur
Syukur adalah “sikap seseorang untuk tidak menggunakan nikmat
yang diberikan oleh Allah SWT dalam melakukan maksiat kepadaNya.28 Secara singkat syukur dapat diartikan sebagai rasa terima kasih
terhadap karunia yang telah Allah anugerahkan dan tidak menyianyiakannya.
5.
Tawadhu’
Menurut al-Junaid sebagaimana dikutip oleh Muhammad Fauqi
Hajjaj, tawadhu’ adalah “merendahkan diri dan bersikap santun.”
Sedangkan dari al-Fudhail bin ‘Iyadh tawadhu’ adalah “ bersedia
tunduk kepada kebenaran dan mematuhinya, mau menerimanya dari
orang yang mengatakannya dan mau mendengarkannya.”29
6.
Husnudzon
7.
Optimis
26
27
hal. 24.
28
29
331.
Ibid., hal. 102.
Asep Hikmatillah, Ahmad Zakky, Akhlak Anak, (Jakarta Timur: Zikrul Hakim, 2010),
Rosihan Anwar, Op. Cit., hal. 98.
Kamran As’at Irsyady, Tasawuf Islam & Akhlak, Terj. (Jakarta: Amzah, 2013), hal.
34
8.
Suka menolong
9.
Bekerja keras
10. Malu
Malu adalah “perasaan hati yang menimbulkan enggan berbuat
sesuatu yang melanggar agama, akal pikiran yang sehat, perasaan
halus dalam jiwa yang menyebabkan rasa tidak enak dan tidak suka
perbuatan itu diketahui orang lain.”30
11. Sayang
Sayang adalah “perasaan halus dan belas kasihan di dalam hati yang
membawa kepada berbuat amalan utama, memberi maaf dan berlaku
baik.”31
Sayang adalah “sikap toleransi yang didasari pada kelembutan hati
tanpa memandang keberadaan seseorang.32
12. Menghormati
Menurut M. Yatimin Abdullah jenis-jenis akhlak yang dapat
menjadikan seseorang menjadi baik adalah sebagai berikut:33
1. Al-amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya)
Dalam konteks ini diharapkan seseorang nantinya bisa menjadi orang
yang jujur dan bertanggung jawab.
2. Al-alifah (sifat yang disenangi)
30
Oemar Bakry, Akhlak Muslim, (Bandung: Angkasa, 1993), hal. 136.
Muhammad al-Ghazali, Khuluq al-Muslim, terj. Moh. Rifa’i, “Akhlaq Seorang
Muslim”, (Semarang: Wicaksana, 1985), hal. 422.
32
Asep Hikmatillah, Ahmad Zakky, Op. Cit., hal. 32.
33
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Azmah,
2007), hal. 13-14.
31
35
Dalam konteks ini diharapkan seseorang nantinya dapat menjadi orang
yang bijaksana dan dapat mendudukkan suatu perkara pada proporsi
yang sebenarnya.
3. Al-‘afwu (sifat pemaaf)
Dalam konteks ini diharapkan seseorang nantinya dapat menjadi orang
yang pemaaf, toleran, lemah lembut dan tidak mudah marah terhadap
kesalahan orang lain padanya.
4. Anie satun (sifat manis muka)
Dalam konteks ini diharapkan seseorang nantinya dapat menjadi orang
yang ramah, sabar, santun, menghargai dan penyayang terhadap orang
lain.
5. Al-khairu (kebaikan atau berbuat baik)
Dalam konteks ini diharapkan seseorang nantinya dapat menjadi
seseorang yang gemar berbuat baik terhadap orang lain, suka
menolong, pengertian dan optimis terhadap apa yang dilakukannya.
6. Al-khusyu’ (tekun bekerja sambil menundukkan diri (berdzikir))
Dalam konteks ini diharapkan seseorang nantinya dapat menjadi orang
yang tawadhu’, ikhlas, sederhana dan bersyukur terhadap karunia
Allah yang dianugerahkan kepadanya.
BAB III
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB ALBARZANJI BAB 19
A. Biografi Syeikh Ja’far bin Hasan
Syeikh Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim al-Barzanji adalah
seorang tokoh terkenal yang lahir di Madinah tahun 1690 dan meninggal
pula di sana pada tahun 1766. Nama al-Barzanji dibangsakan kepada nama
penulisnya yang juga sebenarnya diambil dari nama tempat asal
keturunannya yakni daerah Barzanj (Kurdistan).1
Nama tersebut menjadi populer di dunia Islam pada tahun 1920-an
ketika Syeikh Mahmud al-Barzanji memimpin pemberontakan nasional
Kurdi terhadap Inggris yang pada waktu itu menguasai Irak. Syeikh Ja’far
al-Barzanji menulis kitab al-Barzanji dengan tujuan meningkatkan
kecintaan kepada nabi Muhammad SAW dan agar umat Islam meneladani
kepribadiannya, sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an surat alAhzab ayat 21:
           
     
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
1
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Juz I, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1997), hal. 241.
36
37
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. alAhzab 33: 21)2
Syeikh Ja’far Al-Barzanji adalah seorang ulama’ besar keturunan
nabi Muhammad SAW dari keluarga Sa’adah al-Barzanji yang termashur,
berasal dari Barzanj di Irak. Para leluhur Syeikh Ja’far semuanya ulama
terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan
keshalihannya. Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang
bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan alQur’an dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur,
mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah, dan pemurah. Nama
nasabnya adalah Sayid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad
ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul
Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn
Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam
Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Shodiq ibn Al-Imam Muhammad
Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina
Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah.3
Semasa kecilnya beliau telah belajar al-Qur’an dari Syaikh Ismail
al-Yamani, dan belajar Tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh
Yusuf as-Sho’idi dan Syaikh Syamsuddin al-Misri. Antara guru-guru
Beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah Sayyid Abdul Karim Haidar
2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Mekar Surabaya,
2004), hal. 595.
3
Dayat, http://gus-dayat.com/2011/03/02/syaikh-jafar-al-barzanji-w-1177-hpengarangmaulid-barzanji/. Diakses pada tanggal 20 Mei 2014. Pukul 16.37 WIB.
38
al-Barzanji, Syeikh Yusuf al-Kurdi, Sayyid Athiyatullah al-Hindi. Sayyid
Ja’far al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya yaitu
Shoraf, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Ushulul Fiqh,
Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadits, Ushulul Hadits, Tafsir, Hikmah,
Handasah, A’rudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub
Ahkam, Rijal, Mustholah.4
Syeikh Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari
madzhab Maliki yang bermukim di Madinah. Selain itu, Syeikh Ja’far alBarzanji juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam
masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak
dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doa yang
ada pada diri Beliau. Hal itu terlihat dengan adanya penduduk Madinah
yang sering meminta Syeikh Ja’far berdo’a untuk turun hujan pada musimmusim kemarau.5
B. Deskriptif Kitab al-Barzanji
Kitab al-Barzanji merupakan salah satu kitab dari beberapa kitab
karya tulis seni sastra yang memuat tentang kehidupan nabi Muhammad
SAW. Judul asli kitab ini adalah ‘Iqd al-Jawahir (Kalung Permata) yang
kemudian lebih terkenal dengan sebutan al-Barzanji.
4
, http://www.piss-ktb.com/2012/09/1874-mengenal-pengarang-maulid-al.html.
Diakses pada tanggal 23 Mei 2014. Pukul 19.12 WIB.
5
, http://www.sarkub.com/2013/sejarah-al-barzanji/. Diakses pada tanggal 23 Mei
2014. Pukul 19.12 WIB.
39
Kitab Maulid al-Barzanji karangan beliau ini termasuk salah satu
kitab maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok
negeri Arab dan Islam, baik Timur maupun Barat. Bahkan banyak
kalangan
Arab
dan
non-Arab
yang
menghafalnya
dan
mereka
membacanya dalam acara-acara keagamaan di dunia Islam, termasuk di
negara Indonesia. Biasanya kitab al-Barzanji dibaca dalam peringatan
maulid nabi (hari lahir Nabi Muhammad SAW), upacara pemberian nama
untuk seorang anak/bayi, acara sunatan (khitan), upacara pernikahan,
upacara menempati rumah baru, berbagai tasyakuran dan beberapa ritual
lainnya yang dalam pembacaan kitab al-Barzanji tersebut dapat dianggap
sebagai salah satu sarana meningkatkan iman dan membawa manfaat yang
banyak.6
Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa karya syeikh Ja’far
al-Barzanji merupakan biografi puitis nabi Muhammad saw. Dalam garis
besarnya, karya ini terbagi dua: “Natsar” dan “Nadhom”. Bagian Natsar
terdiri atas 19 sub bagian yang memuat 355 untaian syair, dengan
mengolah bunyi “ah” pada tiap-tiap rima akhir. Seluruhnya menurutkan
riwayat Nabi Muhammad saw, mulai dari saat-saat menjelang beliau
dilahirkan hingga masa-masa tatkala paduka mendapat tugas kenabian.
Sementara, bagian Nadhom terdiri atas 16 sub bagian yang memuat 205
untaian syair, dengan mengolah rima akhir “nun”.7
6
Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed.), Op. Cit., hal. 241.
7
Dayat, Op. Cit., diakses pada tanggal 20 Mei 2014. Pukul 16.37 WIB.
40
Di dalam kitab al-Barzanji dilukiskan riwayat hidup nabi
Muhammad SAW dengan bahasa yang begitu indah, berbentuk puisi serta
prosa (nasr) dan qashidah yang sangat menarik perhatian orang yang
membaca maupun mendengarkannya, apalagi yang memahami maksud
dari isi kitab tersebut.
Dengan
membaca
kitab
al-Barzanji
diharapkan
dapat
meningkatkan iman dan kecintaan kepada nabi Muhammad SAW dan
memperoleh banyak manfaat dari mengenang Beliau. Kitab al-Barzanji ini
memuat riwayat tentang kehidupan nabi Muhammad SAW, silsilah
keturunannya, kehidupan Beliau pada masa kanak-kanak, masa remaja,
masa pemuda, hingga diangkat menjadi Rasul. Kitab al-Barzanji juga
mengisahkan beberapa sifat yang dimiliki nabi Muhammad SAW dan
perjuangan Beliau dalam menyiarkan agama Islam dan menggambarkan
kepribadian Beliau yang agung untuk dijadikan teladan bagi umat
manusia.
Secara garis besar paparan kitab al-Barzanji dapat diringkas
sebagai berikut:8
1. Silsilah nabi Muhammad SAW, yaitu Muhammad bin Abdullah bin
Abdul Mutthalib bin hasyim bin Abdul Manaf bin Qushay, bin Kilab
bin Murrah bin Ka’b bin Fihr bin Malik bin Nadar bin Kinanah bin
Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad
bin Adnan.
8
Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed.), Lock. Cit.
41
2. Pada masa kanak-kanak Beliau banyak terlihat hal-hal yang luar biasa
pada diri nabi Muhammad SAW, misalnya peristiwa malaikat yang
membelah dada Beliau dan mengeluarkan segala kotoran yang terdapat
di dalamnya.
3. Pada masa remaja Beliau, ketika berumur 12 tahun, Beliau dibawa
pamannya berniaga ke Syam (Suriah). Dalam perjalanan pulang,
seorang pendeta melihat tanda-tanda kenabian pada diri nabi
Muhammad SAW kala itu.
4. Pada waktu nabi Muhammad SAW berumur 25 tahun Beliau
melangsungkan pernikahan dengan Khadijah binti Khuwailid.
5. Pada saat nabi Muhammad SAW berumur 40 tahun Beliau diangkat
menjadi rasul. Mulai saat itu Beliau menyiarkan agama Islam sampai
Beliau berumur 62 tahun dalam dua periode, yakni periode Mekah dan
Madinah. Dan Beliau meninggal dunia di Madinah sewaktu berumur
62 tahun setelah dakwah Beliau dianggap sempurna oleh Allah SWT.
C. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab al-Barzanji Bab 19
Di dalam kitab al-Barzanji memang sarat dengan nilai-nilai
pendidikan akhlak yang patut diikuti umat Islam secara menyeluruh. Hal
ini dapat terlihat melalui kisah-kisah yang dialami oleh nabi Muhammad
SAW dalam kitab tersebut. Akan tetapi kali ini yang ingin penulis
paparkan di sini adalah nilai-nilai pendidikan akhlak pada bab 19, yakni
bab terakhir dari kitab al-Barzanji.
‫‪42‬‬
‫‪Sebelum menuju pemaparan nilai-nilai pendidikan akhlak yang‬‬
‫‪terkandung dalam kitab al-Barzanji bab 19, penulis akan memaparkan isi‬‬
‫‪teks dari bab 19 itu sendiri sebagai berikut:‬‬
‫ﻒ ﻧَـ ْﻌﻠَﻪُ َوﻳَـ ْﺮﻗَ ُﻊ ﺛَـ ْﻮﺑَﻪُ‬
‫ﺼ ُ‬
‫ﺿ ِﻊ ﻳَ ْﺨ ِ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﺷ ِﺪﻳْ َﺪ اﻟْ َﺤﻴَﺎ ِء َواﻟﺘﱠـ َﻮا ُ‬
‫َوَﻛﺎ َن َ‬
‫ﺐ اﻟْ ُﻔ َﻘ َﺮاءَ‬
‫ﺐ َﺷﺎﺗَﻪُ َوﻳَ ِﺴ ْﻴـ ُﺮ ﻓِ ْﻲ ِﺧ ْﺪ َﻣ ِﺔ أَ ْﻫﻠِ ِﻪ ﺑِ ِﺴ ْﻴـ َﺮةٍ َﺳ ِﺮﻳﱠٍﺔ۞ َوﻳُ ِﺤ ﱡ‬
‫َوﻳَ ْﺤﻠُ ُ‬
‫ﺸﻴﱢ ُﻊ َﺟﻨَﺎﺋَِﺰُﻫ ْﻢ َوَﻻ ﻳَ ْﺤ ِﻘ ُﺮ ﻓَِﻘ ْﻴـ ًﺮا‬
‫ﺿﺎ ُﻫ ْﻢ َوﻳُ َ‬
‫ﺲ َﻣ َﻌ ُﻬ ْﻢ َوﻳَـﻌُ ْﻮ ُد َﻣ ْﺮ َ‬
‫ﺴﺎﻛِ ْﻴ َﻦ َوﻳَ ْﺠﻠِ ُ‬
‫َواﻟْ َﻤ َ‬
‫أَ ْدﻗَـ َﻌﻪُ اﻟْ َﻔ ْﻘ ُﺮ َوأَ ْﺷ َﻮاﻩُ۞ َوﻳَـ ْﻘﺒَ ُﻞ اﻟْ َﻤ ْﻌ ِﺬ َرةَ َوَﻻﻳُـ َﻘﺎﺑِ ُﻞ أَ َﺣ ًﺪا ﺑِ َﻤﺎ ﻳَ ْﻜ َﺮﻩُ َوﻳَ ْﻤ ِﺸ ْﻲ َﻣ َﻊ‬
‫ﺿﻰ‬
‫ﻀﺒُﻪ ﻟِﻠﱠ ِﻪ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ َوﻳَـ ْﺮ َ‬
‫ﺎب اﻟْ ُﻤﻠُ ْﻮ ُك َوﻳَـﻐْ َ‬
‫ْاﻻَ ْرَﻣﻠَ ِﺔ َوذَ ِو ْي اﻟْﻌُﺒُـ ْﻮِدﻳﱠِﺔ۞ َوَﻻ ﻳَـ َﻬ ُ‬
‫ﺻ َﺤﺎﺑِ ِﻪ َوﻳَـ ُﻘ ْﻮ ُل َﺧﻠﱡ ْﻮا ﻇَ ْﻬ ِﺮ ْي ﻟِ ْﻠ َﻤ َﻼﺋِ َﻜ ِﺔ‬
‫ﻒ أَ ْ‬
‫ﺿﺎﻩُ۞ َوﻳَ ْﻤ ِﺸ ْﻲ َﺧ ْﻠ َ‬
‫ﻟِ ِﺮ َ‬
‫ﺾ اﻟْ ُﻤﻠُ ْﻮ ِك إِﻟَْﻴ ِﻪ‬
‫س َواﻟْﺒَـﻐْﻠَﺔَ َو ِﺣ َﻤﺎ ًرا ﺑَـ ْﻌ ُ‬
‫ﺐ اﻟْﺒَ ِﻌ ْﻴـ َﺮ َواﻟْ َﻔ َﺮ َ‬
‫اﻟ ﱡﺮْو َﺣﺎﻧِﻴﱠ ِﺔ۞ َوﻳَـ ْﺮَﻛ ُ‬
‫ﺐ َﻋﻠَﻰ ﺑَﻄْﻨِ ِﻪ اﻟْ َﺤ َﺠ َﺮ ِﻣ َﻦ اﻟْ ُﺠ ْﻮ ِع َوﻗَ ْﺪ أُ ْوﺗِ َﻲ َﻣ َﻔﺎﺗِْﻴ َﺢ اﻟْ َﺨ َﺰاﺋِ ِﻦ‬
‫ﺼُ‬
‫أَ ْﻫ َﺪاﻩُ۞ َوﻳَـ ْﻌ ِ‬
‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ ﻋَﻠَْﻴ ِﻪ‬
‫ﺎل ﺑِﺄَ ْن ﺗَ ُﻜ ْﻮ َن ﻟَﻪُ ذَ َﻫﺒًﺎ ﻓَﺄَﺑَﺎﻩُ۞ َوَﻛﺎ َن َ‬
‫ﺿﻴﱠ ِﺔ۞ َوَر َاو َدﺗْﻪُ اﻟْ ِﺠﺒَ ُ‬
‫ْاﻷَ ْر ِ‬
‫ﺐ‬
‫ﺼ ُﺮ اﻟْ ُﺨﻄَ َ‬
‫ﺼ َﻼةَ َوﻳَـ ْﻘ ُ‬
‫ﺴ َﻼِم َوﻳُ ِﻄ ْﻴ ُﻞ اﻟ ﱠ‬
‫َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻳُِﻘ ﱡﻞ اﻟْﻠَﻐْ َﻮ َوﻳَـ ْﺒ َﺪ ُؤ َﻣ ْﻦ ﻟَِﻘﻴَﻪُ ﺑِﺎﻟ ﱠ‬
‫ح َوَﻻﻳَـ ُﻘ ْﻮ ُل إِﱠﻻ‬
‫ﻀ ِﻞ َوﻳَ ْﻤ َﺰ ُ‬
‫ف َوﻳُ ْﻜ ِﺮمُ اَ ْﻫ َﻞ اﻟْ َﻔ ْ‬
‫ﺸ َﺮ ِ‬
‫ﻒ اَ ْﻫ َﻞ اﻟ ﱠ‬
‫اﻟْ ُﺠ ُﻤ ِﻌﻴﱠ ِﺔ۞ َوﻳَـﺘَﺄَﻟﱠ ُ‬
‫ﺎل َﻋ ِﻦ اﻟﻄﱢَﺮا ِد ﻓِ ْﻲ‬
‫ﻒ ﺑِﻨَﺎ َﺟ َﻮا ُد اﻟْ َﻤ َﻘ ِ‬
‫ﺿﺎﻩُ۞ َو َﻫ ُﻬﻨَﺎ َوﻗَ َ‬
‫َﺣ ﺎ ﻳُ ِﺤﺒﱡﻪُ اﷲُ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ َوﻳَـ ْﺮ َ‬
‫ﺎح ُﻣ ْﻨﺘَـ َﻬﺎﻩُ۞‬
‫ﻀِ‬
‫اﻹﻳْ َ‬
‫اﻻ ْﻣ َﻼ ِء ﻓِ ْﻲ ﻓَ َﺪاﻓِ ِﺪ ِْ‬
‫اﻟْ َﺤ ْﻠﺒَ ِﺔ اﻟْﺒَـﻴَﺎﻧِﻴﱠ ِﺔ۞ َوﺑَـﻠَ َﻎ ﻇَﺎ َﻋ ِﻦ ِْ‬
‫‪Adapun arti dari teks bab 19 di atas untuk lebih memperjelas‬‬
‫‪makna yang terkandung dari teks tersebut adalah sebagai berikut:‬‬
‫‪Beliau SAW sangat pemalu dan merendahkan diri, beliau‬‬
‫‪mengesol sandalnya, menambal pakaiannya dan memerah kambingnya.‬‬
‫‪Beliau berjalan untuk melayani keluarganya dengan perilaku yang baik.‬‬
‫‪۞ Beliau mencintai orang-orang fakir dan miskin. Beliau duduk‬‬
‫‪bersama mereka, menjenguk mereka yang sakit, mengiring jenazah‬‬
43
mereka dan tidak menghina orang fakir dan tidak membiarkan atas
kefakirannya.۞ Beliau menerima alasan dan tidak menghadapi
seseorang dengan sesuatu yang tidak disukai dan beliau berjalan dengan
janda-janda dan hamba sahaya.۞ Beliau tidak takut kepada raja-raja
dan beliau marah karena Allah ta’ala dan ridha karena ridha-Nya.
۞Dan beliau berjalan di belakang para sahabatnya dan bersabda,
“Kosongkanlah belakangku untuk malaikat Ruhaniyah.”۞ Beliau
mengendarai unta, kuda, bighal dan keledai yang dihadiahkan oleh
sebagian raja-raja kepadanya.۞ Beliau ikatkan batu di perutnya karena
padahal beliau telah diberi kunci-kunci perbendaharaan bumi.
۞Gunung-gunung merayu untuk menjadi emas baginya (Rasulullah),
namun beliau menolaknya.۞ Beliau SAW, menyedikitkan lagha (hal
yang tidak berguna), dan beliau memulai salam kepada orang bertemu
dengannya. Beliau memanjangkan shalat dan beliau mempercepat
khutbah Jum’at.۞ Beliau simpatikan orang-orang mulia, beliau
menghormati orang-orang yang mempunyai keutamaan, beliau
bergurau dan tidak berkata kecuali kebenaran yang dicintai oleh Allah
ta’ala.۞ Di sini terhentilah pada kami perkataan yang baik dari muatan
berisi penjelasan-penjelasan.۞ Dan sampailah penghabisan seluruh
dikte dalam menjelaskan (perihal Nabi Muhammad) dengan terang.۞9
Pada bab 19 dari kitab al-Barzanji mempunyai banyak nilai-nilai
pendidikan akhlak yang terkandung di dalamnya, beberapa di antaranya
adalah sebagai berikut:
1.
Nilai al-amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya)
Sifat jujur yang dimiliki nabi Muhammad SAW terdapat pada
kalimat;
,ُ‫ﺿﺎﻩ‬
َ ‫َوَﻻﻳَـ ُﻘ ْﻮ ُل إِﱠﻻ َﺣ ﺎ ﻳُ ِﺤﺒﱡﻪُ اﷲُ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ َوﻳَـ ْﺮ‬
Kalimat tersebut menunjukkan bahwa nabi Muhammad saw. tidak
pernah mengucapkan sesuatu kecuali hal itu mengandung suatu
9
Ja’far al-Barzanji, Maulid al-Barzanji, Terj. Moh. Zuhri, Almaulidun Nabawi Barzanji,
(Semarang: Karya Toha Putra, 1992), hal. 82-86.
44
kebenaran. Kejujuran nabi Muhammad saw. sudah sangat terkenal
semenjak Beliau masih remaja. Beliau juga sering dimintai tolong
untuk menjaga amanat seperti menitipkan barang kepada Beliau atau
mempercayakan suatu pesan kepada Beliau.
2. Nilai al-alifah (sifat yang disenangi)
Yang termasuk nilai al-alifah dari nabi Muhammad saw.
dalam kitab al-Barzanji bab 19 yaitu sayang dan perhatian yang
ditunjukkan dalam kalimat;
‫ﺸﻴﱢ ُﻊ‬
َ ُ‫ﺿﺎ ُﻫ ْﻢ َوﻳ‬
َ ‫ﺲ َﻣ َﻌ ُﻬ ْﻢ َوﻳَـﻌُ ْﻮ ُد َﻣ ْﺮ‬
ُ ِ‫ﺴﺎﻛِ ْﻴ َﻦ َوﻳَ ْﺠﻠ‬
َ ‫ﺐ اﻟْ ُﻔ َﻘ َﺮاءَ َواﻟْ َﻤ‬
‫َوﻳُ ِﺤ ﱡ‬
.ُ‫َﺟﻨَﺎﺋَِﺰُﻫ ْﻢ َوَﻻ ﻳَ ْﺤ ِﻘ ُﺮ ﻓَِﻘ ْﻴـ ًﺮا أَ ْدﻗَـ َﻌﻪُ اﻟْ َﻔ ْﻘ ُﺮ َوأَ ْﺷ َﻮاﻩ‬
Dari kalimat tersebut menunjukkan bahwasanya nabi Muhammad
saw. adalah seseorang yang sayang terhadap orang-orang fakir dan
juga orang lain. Beliau juga merupakan seorang yang perhatian
terhadap orang lain terutama orang muslim yang fakir. Hal tersebut
ditunjukkan dengan menjenguk orang yang sakit dan mengiring
jenazah. Nabi Muhammad juga tidak pernah menghina orang-orang
fakir dan tidak membiarkan seseorang yang fakir berada dalam
kefakirannya.
3.
Nilai al-‘afwu (sifat pemaaf)
Pada nilai al-‘afwu (pemaaf) yang terkandung dalam bab 19 ini
terlihat dalam kalimat;
45
‫َوﻳَـ ْﻘﺒَ ُﻞ اﻟْ َﻤ ْﻌ ِﺬ َرةَ َوَﻻﻳُـ َﻘﺎﺑِﻞُ أَ َﺣ ًﺪا ﺑِ َﻤﺎ ﻳَ ْﻜ َﺮﻩُ َوﻳَ ْﻤ ِﺸ ْﻲ َﻣ َﻊ ْاﻻَ ْرَﻣﻠَ ِﺔ َوذَ ِو ْي‬
.‫اﻟْﻌُﺒُـ ْﻮِدﻳﱠِﺔ‬
Dari kalimat di atas menunjukkan bahwa nabi Muhammad saw. selalu
menerima maaf dari orang-orang yang berbuat salah kepada Beliau.
Beliau juga tidak menghadapi seseorang dengan sesuatu yang dibenci.
4.
Nilai anisatun (sifat manis muka)
...‫ﺴ َﻼِم‬
‫ َوﻳَـ ْﺒ َﺪ ُؤ َﻣ ْﻦ ﻟَِﻘﻴَﻪُ ﺑِﺎﻟ ﱠ‬...‫ﻀ ِﻞ‬
ْ ‫ف َوﻳُ ْﻜ ِﺮُم اَ ْﻫ َﻞ اﻟْ َﻔ‬
ِ ‫ﺸ َﺮ‬
‫ﻒ اَ ْﻫ َﻞ اﻟ ﱠ‬
ُ ‫ َوﻳَـﺘَﺄَﻟﱠ‬Sifat anisatun dari nabi Muhammad SAW dari teks al-Barzanji bab 19
ditunjukkan pada dua kalimat di atas. Yang pertama, nabi Muhammad
SAW selalu mengucapkan salam terlebih dahulu kepada siapa saja
yang beliau jumpai. Yang kedua, nabi Muhammad SAW selalu
memuliakan orang-orang yang memiliki kemuliaan dan juga kepada
orang-orang yang memiliki keutamaan. Padahal beliau merupakan
makhluk yang paling mulia di antara makhluk-makhluk lainnya,
namun beliau tidak menyombongkan diri dan tetap rendah hati.
5.
Nilai al-khairu (kebaikan)
.‫ﺐ اﻟْ ُﺠ ُﻤ ِﻌﻴﱠ ِﺔ‬
َ َ‫ﺼ ُﺮ اﻟْ ُﺨﻄ‬
ُ ‫ﺼ َﻼةَ َوﻳَـ ْﻘ‬
‫َوﻳُ ِﻄ ْﻴ ُﻞ اﻟ ﱠ‬
Sifat baik nabi Muhammad SAW yang berupa pengertian terlihat dari
kalimat di atas. Pada kalimat tersebut menunjukkan bahwa nabi
Muhammad SAW memanjangkan shalat dan memperpendek khutbah
46
jum’atnya. Hal itu dapat memperlihatkan sifat pengertian beliau
terhadap umat.
6.
Nilai al-khusyu’ (tekun bekerja sambil menundukkan diri (berdzikir))
‫ﻒ ﻧَـ ْﻌﻠَﻪُ َوﻳَـ ْﺮﻗَ ُﻊ‬
ُ ‫ﺼ‬
ِ ‫ﺿ ِﻊ ﻳَ ْﺨ‬
ُ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َﺷ ِﺪﻳْ َﺪ اﻟْ َﺤﻴَﺎ ِء َواﻟﺘﱠـ َﻮا‬
َ ‫َوَﻛﺎ َن‬
.‫ﺐ َﺷﺎﺗَﻪُ َوﻳَ ِﺴ ْﻴـ ُﺮ ﻓِ ْﻲ ِﺧ ْﺪ َﻣ ِﺔ أَ ْﻫﻠِ ِﻪ ﺑِ ِﺴ ْﻴـ َﺮةٍ َﺳ ِﺮﻳﱠٍﺔ‬
ُ ِ‫ﺛَـ ْﻮﺑَﻪُ َوﻳَ ْﺤﻠ‬
Nilai al-khusyu’ yang terkandung dalam kalimat di atas tampak pada
sifat malu nabi Muhammad SAW dan sifat tawadhu’ beliau. Selain
itu, nabi Muhammad SAW juga merupakan orang yang sederhana
dengan kesederhanaan, beliau menjahit sandal beliau, menambal
pakaian beliau, memerah kambing beliau serta melayani keluarganya
dengan sepenuh hati.
BAB IV
ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
KITAB AL-BARZANJI BAB 19
A. Analisis Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab al-Barzanji Bab
19
Kitab al-Barzanji merupakan sebuah karya sastra yang memuat
berbagai kehidupan nabi Muhammad SAW yang disajikan secara merata
dan ringkas. Di dalam kitab tersebut memuat secara singkat riwayat nabi
Muhammad SAW dalam keadaan masa kanak-kanak, masa remaja, masa
muda, silsilah keturunannya, masa menjadi rasul, bagaimana perangai
akhlaknya yang begitu luhur dalam kehidupan sehari-hari, bahkan hingga
perjuangan-perjuangan beliau dalam menyiarkan agama Islam. Kitab
tersebut sering dibaca dalam berbagai upacara keagamaan Islam. Di
Indonesia juga sering ada pembacaan kitab al-Barzanji dalam berbagai
ritual budaya Islam tradisional yang sudah mengakar dalam masyarakat.
Dengan adanya pembacaan kitab maulid al-Barzanji diharapkan
para pembaca dapat mengambil hikmah makna dalam riwayat kehidupan
nabi Muhammad SAW yang terkandung dalam kitab tersebut dan
diteladani dalam kehidupannya sehari-hari.
Secara tekstual, kitab al-Barzanji mengandung bahasa sastra Arab
yang indah. Namun tidak sedikit pula para pembaca yang tidak begitu
paham arti dan makna dari bahasa asli kitab tersebut. Untuk itu, seiring
47
48
berjalannya waktu kitab al-Barzanji diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia supaya memudahkan para pembaca dalam memahami isi yang
telah dibacanya dan dengan mudah menghayati substansinya. Dan di
Indonesia tidak jarang bacaan kitab maulid al-Barzanji dilombakan dengan
memakai nada dan lagu tertentu.1
Nabi Muhammad Rasulullah SAW diutus Allah selain untuk
menyebarkan agama Islam sebagai penyempurna agama Allah yang
dibawa rasul-rasul sebelum Beliau.
Dalam kitab suci al-Qur’an disebutkan bahwa tujuan yang hendak
dicapai dalam risalah yang dibawa nabi Muhammad SAW atau misi Islam
adalah membersihkan dan menyucikan jiwa dengan jalan mengenal Allah
SWT serta beribadah kepada-Nya dan mengokohkan hubungan antara
manusia dengan menegakkannya di atas dasar kasih sayang, persamaan
dan keadilan. Sehingga dengan demikian tercapailah kebahagiaan dan
kedamaian dalam hidup dan kehidupan manusia baik sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat. Allah SWT dalam surah al-Jumu’ah
ayat 2 menegaskan bahwa apa yang disampaikan Rasulullah SAW
semuanya bersumber dari wahyu Ilahi, seperti dalam surah an-Najm ayat
1-4.2
1
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Tradisi-tradisi Islam di
Indonesia, (Bandung:Mizan, 1995), hal. 96.
2
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 15.
49
          
         
1. Demi bintang ketika terbenam.
2. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak (pula) keliru.
3. Dan Tidaklah yang diucapkannya itu (al-Qur’an) menurut keinginan
hawa nafsunya.
4. Tidak lain (al-Qur’an) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
(Q. S. An-Najm [53]: 1-4).3
Di tengah-tengah keadaan bangsa Arab yang masih menuhankan
berhala, pada tanggal 12 Rabi’ul Awal/20 April 571 M lahirlah seorang
putra dari pasangan suami istri Abdullah dan Aminah. Nabi Muhammad
SAW yang akhirnya diutus oleh Allah SWT sebagai rasul terakhir telah
membawa sinar terang untuk menyelamatkan umat manusia dari zaman
Jahiliyah.
Nabi Muhammad SAW akhirnya membawa perubahan besar
selama 23 tahun kerasulan Beliau. Mengubah dan memutar seluruh
kehidupan umat manusia, baik dalam lapangan jasmani maupun rohani
yang segalanya itu berpangkal dan berdasar kepada keluhuran akhlak dan
keutamaan budi pekerti. Revolusi yang dihasilkan Islam dengan
kemenangan gemilang itu dasar dan pokoknya bukan terletak pada
kekuatan dan kelengkapan alat bersenjata, melainkan yang lebih utama
3
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: Mekar Surabaya:
2004), hal. 763.
50
adalah karena sifat-sifat seperti keberanian, keteguhan hati, tidak memihak
dan ketegasan yang disemangati oleh keluhuran budi.4
Dari beberapa hal di atas dapat dipahami bahwa nabi Muhammad
SAW merupakan rasul yang hebat dan lebih unggul dari rasul-rasul
sebelumnya. Ada banyak keistimewaan yang dimiliki oleh beliau yang tiga
di antaranya sebagai berikut:
Pertama, beliau adalah nabi/rasul terakhir. Tidak akan datang lagi
nabi dan rasul sesudahnya. Risalahnya sudah sempurna untuk memimpin
umat manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Kedua,
beliau adalah nabi dan rasul internasional. Risalahnya universal, ditujukan
kepada seluruh umat manusia, semua ras, bangsa dan bahasa sampai ke
ujung zaman. Ketiga, nabi Muhammad SAW adalah semulia-mulianya
nabi dan rasul daripada nabi dan rasul terdahulu. Dari sekian nabi dan
rasul yang dikisahkan dalam al-Qur’an sejak nabi Adam A.S yang
berjumlah 25 itu, maka lima di antaranya disebut “Ulul ‘Azmi”, yang
artinya rasul-rasul yang terkenal keras Kemauan dan cita-citanya. Mereka
itu adalah nabi Muhammad SAW, nabi Nuh A.S, nabi Ibrahim A.S, nabi
Musa A.S, dan nabi Isa A.S.5
Nabi Muhammad SAW merupakan penutup dari segala nabi.
Beliau mampu mengubah keadaan manusia di semenanjung Arabia dari
kegelapan menuju titik terang.6
4
M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an, (Jakarta: Amzah,
2007), hal. 22.
5
Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 2002), hal. 194-195.
6
Bey Arifin, Yesus dan Muhammad, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1990), hal 94.
51
Lebih lanjut lagi Michael H. Hart dalam bukunya yang memuat
tentang seratus tokoh yang berpengaruh dalam sejarah, mengungkapkan:
Sebuah contoh yang mencolok mata tentang hal ini ialah tata
urutan (ranking) yang saya susun yang menempatkan Muhammad lebih
tinggi daripada Jesus (Isa), terutama disebabkan karena keyakinan saya
bahwa Muhammad secara pribadi jauh lebih berpengaruh pada
perumusan agama yang dianut orang Islam, daripada Jesus pada
perumusan agama Kristen. Jatuhnya pilihan saya kepada Muhammad
untuk memimpin tempat teratas dalam daftar pribadi-pribadi yang
paling berpengaruh di dunia ini mungkin mengejutkan beberapa
pembaca dan mungkin pula dipertanyakan oleh orang lain, namun dia
memang orang satu-satunya dalam sejarah yang telah berhasil secara
unggul dan agung, baik dalam bidang keagamaan maupun dalam bidang
keduniaan. Tambahan pula, berbeda dengan Jesus, Muhammad itu
seorang pemimpin keduniaan dan sekaligus keagamaan. Nyatanya,
sebagai kekuatan yang mendorong kemenangan-kemenangan orangorang Arab (Muslim), dia seyogianya menempati urutan sebagai
pemimpin politik yang paling berhasil sepanjang masa.7
Dari untaian akhlak-akhlak Rasulullah Muhammad SAW yang
tergambar dalam kitab maulid al-Barzanji bab 19 begitu singkat, namun
memiliki kandungan yang luar biasa jika kita bisa mengetahui maknanya.
Sehingga dari bab 19 tersebut terlihat jelas betapa Rasulullah Muhammad
SAW memiliki akhlak yang mulia. Sosok nabi Muhammad SAW yang
diceritakan dalam bab 19 dari kitab al-Barzanji dapat memberi motivasi
bagi pembacanya untuk mengagumi beliau dan mengikuti jejak
langkahnya yang begitu bijaksana dalam hidup beliau.
Berikut ini adalah analisis singkat nilai-nilai pendidikan akhlak dari
kitab al-Barzanji bab 19 yang diringkas menjadi enam bagian nilai yang
meliputi:
7
Michael H. Hart, Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, terj. Mahbub
Djunaidi, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1994), hal. 27, 33 dan 39.
52
1. Nilai al-amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya)
Nabi Muhammad saw. merupakan sosok yang mempunyai
kejujuran yang tinggi. Beliau selalu berakhlak demikian semenjak
masih kecil dan tetap istiqomah sampai beliau wafat. Betapa hebatnya
ada orang yang bisa melakukan hal semacam itu sepanjang hayatnya.
Di masa muda nabi Muhammad saw. tidak jarang orang-orang di
sekitar menitipkan amanat kepada beliau.
Dari hal semacam itu, pantaslah jika nabi Muhammad
mendapat gelar al-Amin dari kalangan setempat. Kejujuran memang
mempunyai nilai yang tinggi. Beliau disukai banyak orang, meskipun
ketika beliau diangkat menjadi Rasul banyak orang-orang kafir yang
menentang beliau. Faktor utama yang menjadikan orang-orang kafir
membenci nabi Muhammad adalah menurunnya perdagangan berhala
di kala itu dan egaliter setiap kaum. Jadi faktor utamanya bukan karena
ajaran agama yang beliau syi’arkan. Sebagian dari mereka yang
mengerti akan ajaran Islam akhirnya menerima kebenaran Islam dan
memeluk Islam. Dari hal yang sederhana, dengan modal sebuah
kejujuran nabi Muhammad saw. ternyata membuahkan hasil yang luar
biasa. Kisah tersebut menunjukkan bahwa kejujuran merupakan bekal
penting yang harus dimiliki oleh seseorang dalam menjalankan segala
urusan, baik urusan yang bersifat duniawi maupun urusan yang bersifat
ukhrawi. Itulah mengapa nabi Muhammad saw. dijadikan sebagai suri
teladan yang baik bagi umat manusia. Gambaran Syeikh Ja’far
53
mengenai nabi Muhammad saw. dalam bab sebelumnya (bab 18)
dalam kitabnya Maulid al-Barzanji menjelaskan betapa nabi
Muhammad saw adalah sebaik-baik manusia secara akhlaknya maupun
wujud sosoknya.
‫َﺎت‬
ٍ ‫ﺻﻔ‬
ِ ‫َات َو‬
ٍ ‫ﺎس َﺧ ْﻠ ًﻘﺎ َو ُﺧﻠًُﻘﺎ ذَا ذ‬
ِ ‫ﺻﻠﱠﻰ اﷲُ ﻋَﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ اَ ْﻛ َﻤ َﻞ اﻟﻨﱠ‬
َ ‫َو َﻛﺎ َن‬
٨
.‫َﺳﻨِﻴﱠ ٍﺔ‬
“Beliau saw. adalah manusia yang paling sempurna bentuk tubuhnya,
dan perangainya, memiliki tubuh dan sifat-sifat yang tinggi
(kualitasnya).”
2. Nilai al-alifah (sifat yang disenangi)
Rasulullah Muhammad saw. adalah seseorang yang sayang
terhadap orang-orang fakir dan juga orang lain. Beliau juga merupakan
seorang yang perhatian dan begitu penyayang terhadap orang lain
mulai dari anak kecil, anak yatim, remaja, anak muda orang yang lebih
tua, para janda, orang miskin, terutama orang muslim yang fakir. Hal
tersebut ditunjukkan dengan menjenguk orang yang sakit dan
mengiring jenazah. Nabi Muhammad juga tidak pernah menghina
orang-orang fakir dan tidak membiarkan seseorang yang fakir berada
dalam kefakirannya.
Demikian bagusnya akhlak Rasulullah saw. kepada setiap
orang yang beliau kenal meskipun ada sebagian dari mereka yang
membenci Rasulullah namun beliau tetap sayang kepada mereka.
8
Ja’far al-Barzanji, Maulid al-Barzanji, Terj. Moh. Zuhri, Almaulidun Nabawi Barzanji,
(Semarang: Karya Toha Putra, 1992), hal. 79.
54
Seperti halnya kepada Abu Lahab dan istrinya serta Abu Jahal yang
menjadi paman beliau.
3. Nilai al-‘afwu (sifat pemaaf)
Sifat pemaaf Rasulullah saw. melebihi manusia manapun.
Beliau senantiasa memaafkan siapa saja yang telah melukainya tanpa
ada dendam sedikitpun kepada orang tersebut.
Dalam maulid al-Diba’i syeikh Abdurrahman menjelaskan
akhlak Rasulullah saw. sebagai seorang pemaaf yang kuar biasa dalam
kalimat;
٩
.‫ِب‬
ُ ‫ُﺖ َوﻻَ ﻳُﺠَﺎو‬
ْ ‫ﺼﻤ‬
ْ َ‫ﺻ َﻢ ﻳ‬
ِ ‫ِﺐ َواِ ْن ﺧ ُْﻮ‬
ُ ‫ْﻒ َوﻻَ ﻳُـﻌَﺎﻗ‬
ُ ‫ي ﻳَـﻌ‬
َ ‫اِ ْن ا ُْوِذ‬
“Bila disakiti, beliau mengampuni dan tidak membalas dendam, bila
dihina, beliau hanya diam dan tidak menjawab.”
Berulang kali Rasulullah saw. mencoba dibunuh orang lain,
namun seketika itu pula beliau memaafkannya, bahkan sebagian dari
orang-orang yang mencoba membunuh Rasulullah saw. memeluk
Islam setelah mengetahui sifat pemaaf beliau yang luar biasa. Seperti
sayyidina Umar bin Khatthab yang akhirnya menjadi mertua
Rasulullah saw.
4. Nilai anisatun (sifat manis muka)
Rasulullah saw. adalah orang yang sangat ramah kepada siapa
saja. Beliau selalu menebar senyum kasih sayang terhadap siapa saja
yang beliau temui termasuk terhadap anak-anak. Rasulullah saw. selalu
9
Imam al Jalil Abdurrahman, Maulid al-Diba’i, terj. Achmad Sunarto, (Surabaya: AlMiftah, 2012), hal 32.
55
memberi salam terlebih dahulu bila bertemu dengan orang lain
meskipun orang tersebut lebih muda dari beliau. Diceritakan dalam
kitab maulid al-Barzanji, beliau juga memuliakan orang-orang yang
mempunyai keutamaan. Dengan akhlak Rasulullah saw. yang
demikian, pantaslah orang-orang mencintai dan menghormati beliau
mulai dari anak kecil sampai para tetua-tetua suku.
5. Nilai al-khairu (kebaikan)
Kebaikan Rasulullah tentu sudah menyebar hingga ke berbagai
tempat. Beliau penyantun, penyayang, pengertian terhadap umat
manusia. Diriwayatkan pernah ada seseorang yang ingin bertaubat dan
masuk Islam, sedangkan ia adalah ahli zina. Maka Rasulullah saw.
menjawab dengan sederhana tanpa membuat orang tersebut putus asa
untuk bertaubat. Beliau hanya berpesan untuk tidak berbohong.
Seketika itu pula orang tersebut merasa lega karena syaratnya hanya
sederhana. Setelah berhari-hari orang tersebut pulang, setiap kali orang
tersebut ingin melakukan kemaksiatan ia selalu ingat pesan Rasulullah
untuk tidak berbohong. Ia merasa risau dan akhirnya tidak jadi
melakukan perbuatan maksiat. Berulang kali orang tersebut ingin
melakukan perbuatan maksiat selalu teringat pesan beliau karena
khawatir mengecewakan beliau. Suatu ketika orang tersebut bertemu
Rasulullah saw. dan beliau menanyainya apakah masih melakukan
maksiat. Orang tersebut menjawab dengan apa adanya tentang yang
dialaminya.
56
Demikianlah cara Rasulullah saw. menyampaikan ajaran Islam
kepada setiap orang secara proporsional. Beliau tahu bagaimana
menghadapi orang-orang sesuai tingkatannya. Contoh bentuk kebaikan
Rasulullah saw. yang lain adalah memperpendek khutbah shalat Jum’at
dan memperpanjang shalatnya supaya lebih fokus dalam ibadah
shalatnya.
Rasulullah saw. yang pengertian terhadap umatnya tidak ingin
membebani
mereka
dengan
perkara
yang
memberatkan
atau
merepotkan selagi tidak melanggar aturan syari’at Islam, seperti
mengqashar (meringkas) shalat yang empat raka’at, menjama’
(menggabungkan)
shalat
yang
bisa
dijama’.
Beliau
juga
memerintahkan kepada juru adzannya saat hujan agar menyerukan
kepada umat Islam untuk shalat di rumahnya masing-masing.10
6. Nilai al-khusyu’ (tekun bekerja sambil menundukkan diri (berdzikir))
Rasulullah saw. adalah orang yang mempunyai kesederhanaan
yang luar biasa. Meskipun beliau adalah sebaik-baik nabi dan rasul,
namun beliau tetap tawadhu’. Sikap tawadhu’ bisa diartikan sebagai
kemampuan menjalin interaksi dengan semua golongan manusia.
Amru Khalid menjelaskan karakteristik sikap tawadhu’ adalah “sikap
penuh kasih sayang dan kelembutan, baik itu pada pembantu maupun
tuannya, orang yang terhormat maupun sederhana, orang besar maupun
10
Bahrun Abu Bakar Ihsan Zubaidi, Visualisasi Kepribadian Muhammad saw.,
(Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2004), hal. 113.
57
hina,”11 Beliau pula sangat menghormati keluarganya meskipun tidak
memeluk Islam. Melayani keluarganya dengan sepenuh hati,
menggembala kambing, memerah susu kambing dan beberapa hal
lainnya. Beliau juga seorang pekerja keras dalam berdagang. Berkat
kejujurannya, beliau mempunyai pelanggan yang banyak. Meskipun
begitu, beliau tetap teguh dalam kesederhanaannya. Hingga akhirnya
hasil perdagangannya beliau gunakan untuk meminang sayyidah
Khadijah.
B. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab al-Barzanji
Bab 19 dalam Pendidikan
Hal terpenting dalam upaya memperoleh keberhasilan dalam
pendidikan adalah sosok seorang guru. Jika seorang guru salah dalam
mengajar atau mendidik murid, maka dampak yang ditimbulkan dari hal
tersebut dapat menyebabkan pembelajaran yang tidak maksimal, bobotnya
berkurang dan tidak dapat di implementasikan oleh murid-muridnya dalam
kehidupannya sehari-hari.
Diibaratkan seorang dokter yang salah mendiagnosa pasiennya atau
salah dalam memberikan obat dan dosisnya, maka dampak yang
ditimbulkan akibat penanganan tersebut terhadap si pasien akan
menyebabkan sakit yang lebih parah bahkan bisa sampai menyebabkan
kematian pasien itu sendiri. Dalam hal ini yang menjadi korban dokter
adalah satu pasien. Berbeda dengan guru. Guru lebih banyak berinteraksi
11
Amru Khalid, Semulia Akhlak Nabi., (Solo: Aqwam, 2014), hal. 84.
58
dengan banyak murid. Jika seorang guru salah dalam mendiagnosa muridmuridnya, yang terjadi bukan hanya satu murid yang menjadi korban. Bisa
sampai satu kelas, satu sekolahan, sampai satu masyarakat yang menjadi
korban. Adanya tawuran antar pelajar atau antar sekolah sudah menjadi
contoh konkret untuk menjelaskan kelalaian guru dalam memberikan
pengajaran dalam pembelajaran.
Seorang guru dalam istilah Jawa mempunyai makna sebagai orang
yang digugu lan ditiru (dipercaya serta dipatuhi perkataannya dan
diteladani akhlaknya). Melihat pernyataan yang seperti itu, dapat ditarik
benang merah bahwa berhasil atau tidaknya suatu pendidikan berpusat
pada seorang guru. Keberhasilan pendidikan bukan hanya diukur melalui
perolehan nilai terbaik dari peserta didik, tetapi juga dalam output
akhlaknya sebagai manusia yang berpendidikan.
Sebagaimana dipaparkan oleh Muhaimin dan Abdul Mujib yang
disitir Chaerul Rochman dan Heri Gunawan, di dalam agama Islam guru
diposisikan sebagai bapak rohani (spiritual father) bagi anak didiknya.
Seorang guru memberikan santapan ilmu dan pembinaan akhlak mulia
kepada anak didiknya. Demikian tingginya kedudukan seorang guru
sehingga tinta seorang alim (guru) lebih berharga daripada darah
syuhada’.12
12
Chaerul Rochman dan Heri Gunawan, Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru,
(Bandung: Nuansa Cendekia, 2012), cet. II, hal. 28.
59
Lebih lanjut lagi Chaerul Rochman dan Heri Gunawan mengutip
Said Hawa yang memberikan penjelasan mengenai tugas seorang guru
antara lain:
1. Guru harus belas kasih kepada siswa dan memperlakukan mereka
seperti memperlakukan anaknya sendiri.
2. Guru hendaknya meneladani Rasulullah saw., dengan mengajar
semata-mata karena Allah dan taqarrub kepada-Nya.
3. Guru hendaknya memberikan nasihat kepada siswanya, mengingatkan
siswanya bahwa tujuan mencari ilmu adalah mendekatkan diri kepada
Allah, bukan untuk meraih kekuasaan, kedudukan dan persaingan.
4. Guru hendaknya mencegah siswa dari akhlak tercela.
5. Guru yang menekuni sebagian ilmu hendaknya mencela ilmu yang
tidak ditekuninya.
6. Guru hendaknya menyampaikan ilmu pengetahuan sesuai dengan
kemampuan pemahaman siswa, tidak menyampaikan suatu ilmu yang
tidak dapat terjangkau oleh daya pikir siswa.
7. Guru hendaknya mengamalkan ilmu yang dimilikinya, perbuatannya
tidak bertentangan dengan perkataannya.13
Athiyah al-Abrasyi sebagaimana disitir oleh Ahmad Tafsir dalam
bukunya, menyebutkan bahwa guru dalam Islam hendaknya memiliki
sifat-sifat berikut:
13
Ibid., hal. 30.
60
1. Zuhud: tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukan karena
mencari ridha Allah.
2. Bersih tubuhnya: dalam hal ini seorang guru mempunyai penampilan
lahiriah yang rapi menyenangkan.
3. Bersih jiwanya: yakni tidak suka melakukan dosa-dosa.
4. Tidak riya’: karena riya’ akan menghilangkan keikhlasan.
5. Tidak memendam rasa dengki dan iri hati.
6. Tidak menyenangi permusuhan.
7. Ikhlas dalam melaksanakan tugas.
8. Sesuai dengan perbuatan dan perkataan.
9. Tidak malu mengakui ketidaktahuan.
10. Bijaksana.
11. Tegas dalam perkataan dan perbuatan, tetapi tidak kasar.
12. Rendah hati: tidak sombong.
13. Lemah lembut.
14. Pemaaf.
15. Sabar: tidak marah karena hal-hal kecil.
16. Berkepribadian (baik).
17. Tidak merasa rendah diri.
18. Bersifat kebapakan: mampu mencintai murid seperti mencintai anak
sendiri.
61
19. Mengetahui karakter murid, mencakup pembawaan, kebiasaan,
perasaan dan pemikiran.14
Selain itu, seorang guru hendaknya dapat menjadi teladan bagi
murid-muridnya, baik dalam lingkungan sekolah maupun di luar itu.
Karena keteladanan dalam pendidikan juga merupakan metode yang
ampuh untuk membentuk akhlak murid.
Menurut Zainal Aqib, setidak-tidaknya ada tiga unsur agar
seseorang dapat menjadi teladan bagi orang lain, yaitu:
1. Kesiapan untuk dinilai dan dievaluasi
Dalam hal ini, seseorang harus siap untuk dinilai, yakni
menjadi cermin bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Kondisi ini
akan berdampak pada kehidupan sosial di masyarakat, karena ucapan,
sikap dan perilakunya menjadi sorotan dan teladan.
2. Memiliki kompetensi minimal
Kompetensi minimal yang dimaksud di sini adalah kondisi
minimal dari ucapan, sikap dan perilaku yang harus dimiliki seseorang
sehingga dapat dijadikan cermin bagi dirinya maupun orang lain. Hal
ini harus dimiliki agar dapat menumbuhkan dan menciptakan
keteladanan, terutama bagi peserta didiknya.
3. Memiliki integritas
Integritas adalah adanya kesamaan antara ucapan dan tindakan
atau satunya kata dan perbuatan. Inti dari integritas terletak pada
14
Ahmad Tafsir, Ilmu pendidikan Islam, (Bandung: Rosdakarya, 2013), cet. II, hal. 131.
62
kualitas istiqomahnya, yaitu berupa komitmen dan konsistensi
terhadap profesi yang diembannya.15
Menurut KH. Hasyim Asy’ari, seorang guru harus menyucikan
lahiriah dan batiniahnya dari akhlak yang rendah (hina), yang meliputi:
,‫ﺿﻴﱠ ِﺔ‬
ِ ‫ َوﻳـُ َﻌ ﱠﻤ َﺮﻩُ ﺑِ ْﺎﻻَ ْﺧﻼ َِق اﻟْﻤ َْﺮ‬.‫اَ ْن ﻳُﻄَ ﱠﻬ َﺮ ﺑَﺎ ِﻃﻨَﻪُ ﺛُ ﱠﻢ ﻇَﺎ ِﻫ َﺮﻩُ ِﻣ َﻦ ْاﻻَ ْﺧ َﻼ ِق اﻟ ﱠﺮِذﻳْـﻠَ ِﺔ‬
‫ﺶ‬
‫ﷲ ﺗَـ َﻌﺎﻟَﻰ َواﻟْﻐَ ﱡ‬
ِ ‫ﺐ ﻟِﻐَْﻴ ِﺮ ا‬
ُ‫ﻀ‬
َ َ‫ﺴ ُﺪ َواﻟْﺒَـﻐْ ُﻲ َواﻟْﻐ‬
َ ‫ﻓَ ِﻤ َﻦ ْاﻻَ ْﺧﻼ َِق اﻟْ ﱠﺮِذﻳْـﻠَ ِﺔ اﻟ ِﻐ ﱡﻞ َواﻟْ َﺤ‬
‫ﺲ‬
ُ ُ‫ﺼ ْﻤ َﻌﺔُ َواﻟْﺒُ ْﺨ ُﻞ َواﻟْﺒَﻄَُﺮ َواﻟﻄﱠ َﻤ ُﻊ َواﻟْ َﺨ ْﻴ َﻼءُ َواﻟﺘﱠـﻨَﺎﻓ‬
‫ﺐ َواﻟْ ﱡ‬
ُ ‫َواﻟْ ِﻜ ْﺒـ ُﺮ َواﻟ ﱢﺮﻳَﺎءُ َواﻟْﻌُ ْﺠ‬
‫ﺐ اﻟْ َﻤ ْﺪ ِح ﺑِ َﻤﺎ ﻟَ ْﻢ ﻳَـ ْﻔ َﻌ ْﻞ‬
‫ﺎس َو ُﺣ ﱡ‬
ِ ‫ﻓِﻰ اﻟ ﱡﺪﻧْـﻴَﺎ َواﻟْ ُﻤﺒَﺎ َﻫﺎةُ َواﻟْ ُﻤ َﺪا َﻫﻨَﺔُ َواﻟْﺘَـ َﺰﻳﱡ ُﻦ ﻟِ ْﻠﻨﱠ‬
ُ‫ب اﻟْ َﺨ ْﻠ ِﻖ َواﻟْ َﺤ ِﻤﻴﱠﺔ‬
ِ ‫ﺎل ﻋَ ْﻨـ َﻬﺎ ﺑِﻌُﻴُـ ْﻮ‬
ُ َ‫اﻻ ْﺷﺘِﻐ‬
ِْ ‫ﺲ َو‬
ِ ‫ب اﻟﻨﱠـ ْﻔ‬
ِ ‫َواﻟْﻌُ ْﻤ ُﻲ َﻋ ِﻦ اﻟْﻌُﻴُـ ْﻮ‬
‫ﺶ ﻓِﻰ‬
ُ ‫ب َواﻟْ ُﻔ ْﺨ‬
ُ ‫ﷲ ﺗَـ َﻌﻠَﻰ َواﻟْ ِﻐ ْﻴﺒَﺔُ َواﻟﻨﱠ ِﻤ ْﻴ َﻤﺔُ َواﻟْﺒُـ ْﻬﺘَﺎ ُن َواﻟْ َﻜ ِﺬ‬
ِ ‫ﺼﺒِﻴﱠﺔُ ﻟِﻐَْﻴ ِﺮ ا‬
َ ‫َواﻟْ َﻌ‬
‫ﺎت اﻟْ َﺨﺒِْﻴﺜَ ِﺔ َو ْاﻻَ ْﺧ َﻼ ِق‬
ِ ‫ﺼ َﻔ‬
‫ ﻓَﺎﻟْ َﺤ َﺬ ُر اﻟْ َﺤ َﺬ ُر ِﻣ ْﻦ َﻫ ِﺬﻩِ اﻟ ﱢ‬,‫ﺎس‬
ِ ‫اﻟْ َﻘ ْﻮِل َوا ْﺣﺘِ َﻘﺎ ُراﻟﻨﱠ‬
١٦
.ُ‫ﺸ ﱡﺮ ُﻛﻠﱡﻪ‬
‫ﺎب ُﻛ ﱢﻞ َﺷ ﱟﺮ ﺑَ ْﻞ ِﻫ َﻲ اﻟ ﱠ‬
ُ َ‫ ﻓَِﺎﻧﱠـ َﻬﺎ ﺑ‬,‫اﻟ ﱠﺮِذﻳْـﻠَ ِﺔ‬
“Membersihkan batin kemudian lahirnya dari akhlak yang hina. Dan
menyukai dengan akhlak yang diridhai. Maka yang termasuk dari akhlak
yang hina yaitu, menyakiti hati orang lain, hasud (dengki), berbicara kotor,
marah bukan karena Allah ta’ala, menipu, sombong, riya’ (pamer),
membanggakan diri, mencemarkan nama buruk, bakhil, menyalahgunakan
kemikmatan, tamak, berjalan dengan sombong, bersaing dalam hal dunia,
congkak, cari muka, berhias (dalam kebaikan) untuk manusia, suka dipuji
dengan sesuatu yang tidak dikerjakan, buta dari aib diri sendiri, sibuk
melihat aib orang lain, memandang rendah, fanatik bukan karena Allah,
15
Zainal Aqib, Pendidikan Karakter “Membangun Karakter Bangsa”, Bandung: Yrama
Widya, 2011), hal. 86-87.
16
Muhammad Hasyim Asy’ari, Adab al-‘alimi wa al-muta’allim, (Jombang: Tsurats alIslami, t.t.), hal. 63-64.
63
mengadu domba, membuat berita bohong, dusta, kasar dalam ucapan dan
merendahkan manusia. Maka waspadalah dari sifat-sifat buruk ini dan
akhlak yang buruk. Sesungguhnya itu semua merupakan pintu dari segala
keburukan, bahkan lebih buruk seluruhnya.”
Berangkat dari penjelasan singkat yang telah dipaparkan di atas,
tampaklah jelas bahwa guru mempunyai peran yang sangat penting untuk
mengarahkan peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki masingmasing individu dan membentuk akhlaknya ke arah yang baik.
Untuk itu, berikut ini penulis mengulas bagaimana cara
mengimplementasikan nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam
kitab maulid al-Barzanji bab 19 dalam pendidikan.
1. Nilai al-amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya)
Seorang guru haruslah mempunya sifat yang jujur dan dapat
dipercaya. Dalam dunia pendidikan, seorang guru adalah teladan bagi
murid-muridnya. Dalam memberikan informasi kepada peserta didik,
guru hendaknya menyampaikan secara apa adanya dan perkataannya
dapat dipercaya. Sehingga peserta didik tidak merasa dibohongi, yang
mengakibatkan mereka meniru perbuatan guru tersebut.
Imam Ghazali menuturkan sebagaimana disitir oleh Moh.
Rifa’i bahwa;
Kemajuan dan kesuksesan bangsa-bangsa dalam melaksanakan
tugasnya adalah dari kejujuran yang dilaksanakan oleh puteraputera bangsa itu. Apabila kadar dari perbuatan jujurnya itu benar,
64
maka bangsa itu akan maju pesat. Tapi jika tidak demikian, maka
bangsa itu akan kandas di tengah jalan, yang berarti kehancuran.17
Dari penuturan imam Ghazali di atas dapat dipahami suatu
makna penting bahwa kemakmuran suatu bangsa bertumpu pada
kualitas akhlak warga negaranya, terutama yang menjadi pejabat
pemerintahan atau yang sejenisnya. Dalam hal ini guru merupakan
sosok pertama yang harus dibenahi untuk berakhlak yang luhur salah
satunya yaitu jujur dan bisa dipercaya dalam perkataan dan perbuatan.
2. Nilai al-alifah (sifat yang disenangi)
Implementasi nilai al-alifah dalam pendidikan bagi seorang
guru yaitu dengan memberikan kasih sayang dan perhatian terhadap
peserta didik. Dalam proses pembelajaran peserta didik hendaknya
dalam keadaan nyaman sehingga dapat mengoptimalkan penyerapan
informasi yang diberikan oleh guru. Bila peserta didik merasa gelisah
dan tertekan oleh kelakuan gurunya, maka peserta didik akan merasa
takut dan menjadikan penyerapan informasinya kurang maksimal. Di
samping itu, peserta didik juga akan timbul rasa benci terhadap
gurunya dan tidak menutup kemungkinan akan melakukan hal yang
sama terhadap orang lain. Itu semua karena guru merupakan cermin
bagi para peserta didiknya.
Ketika hati dan pikiran sudah positif, maka ucapan dan
tindakan yang keluar adalah hal yang positif. Hal positif akan
17
Muhammad al-Ghazali, Khuluq al-Muslim, terj. Moh Rifa’i, “Akhlaq Seorang
Muslim”, (Semarang: CV. Wicaksana, 1986), hal, 92.
65
melahirkan saling mencintai. Dengan saling mencintai, maka kualitas
iman akan meningkat.18
Dari keterangan di atas dapat ditarik pemahaman bahwa akhlak
seorang guru akan memberikan dampak serius terhadap sikap peserta
didik maupun optimalisasi dalam pembelajaran.
3. Nilai al-‘afwu (sifat pemaaf)
Nilai al-afwu bila diimplementasikan dalam pendidikan oleh
guru ialah menahan diri dari amarah memberi toleransi yang wajar
jika peserta didik membuat kesalahan kecil. Dalam surat al-Hijr ayat
85 Allah swt. berfirman:
   ...
Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.19 (Q.S. al-Hijr
[15]: 85).
Contohnya jika ada peserta didik yang terlambat masuk
sekolah, seorang guru hendaknya jangan langsung memarahi dan
memberi hukuman yang berat. Namun seorang guru hendaknya
menanyakan penyebab peristiwa tersebut dan menegurnya. Setelah itu
memberikan toleransi satu kali atau dua kali untuk tidak mengulangi
kesalahan yang dilakukan peserta didik. Terlebih lagi jika seorang
guru mempunyai masalah pribadi terhadap peserta didik atau
keluarganya. Mungkin dari kelakuan peserta didiknya atau pihak
keluarga peserta didik yang kurang bisa bekerja sama. Guru tersebut
18
19
Muhammad Syafi’i Maskur, Islam Itu Indah, (tt.p.: Klik Publishing, 2012), hal. 48.
Departemen Agama RI, Op. Cit., hal. 361.
66
hendaknya memaafkan dan menuntun peserta didiknya dengan penuh
kasih sayang. Dengan begitu peserta didik maupun keluarga peserta
didik akan merasa dihargai dan diperhatikan. Syeikh Abdul Qadir ra.
Dalam kitabnya al-Ghunyah menganjurkan bagi orang yang sedang
dilanda amarah hendaknya duduk apabila ia sedang berdiri. Dan
apabila ia duduk, maka dianjurkan untuk berbaring. Dan lebih
dianjurkan lagi untuk membasuh wajahnya dengan air dingin untuk
menyurutkan amarahnya.20 Keterangan dari syeikh Abdul Qadir ra.
tersebut
dimaksudkan
untuk
menyurutkan
amarah
seseorang.
Permasalahan kehidupan dunia sering kali memang membuat lelah.
Akan tetapi sebagai seorang mukmin harus pantang putus asa. Dia
harus senantiasa bersabar dalam menjalani kesulitan itu dan
tawakkal.21 Jika ditarik pada pendidikan, seorang guru yang sedang
dilanda amarah sangat cocok untuk melatih menahan amarahnya
dengan cara yang demikian tadi hingga terbiasa untuk memaafkan
dengan hati yang lapang. Apabila seorang guru mempunyai akhlak al‘afwu, maka lambat laun peserta didik akan luluh dan berlatih untuk
menjadi seorang pemaaf seperti gurunya.
4. Nilai anisatun (sifat manis muka)
Selain jujur, penyayang dan pemaaf, seorang guru juga harus
mempunyai akhlak anisatun (manis muka). Guru hendaknya ramah
20
Abdul Qadir, al-Gunyah li Thalib Thariq al-Haqq Azza wa Jalla, terj. Fifah (ed),
(Yogyakarta: Diva Press, 2010), hal. 343.
21
Deden Zaenal Mutaqin, Mengakrabi Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka fahima, 2008),
hal. 155.
67
dan tidak sungkan-sungkan memberikan salam kepada peserta
didiknya atau menyodorkan tangan terlebih dahulu untuk berjabat
tangan dengan peserta didiknya. Dalam proses pembelajaran pula
seorang guru hendaknya tetap bersikap ramah dalam menjelaskan
suatu materi yang sedang dibahas. Jika hal itu dilakukan, peserta didik
akan merasa nyaman dan tidak sungkan-sungkan untuk menanyakan
sesuatu yang belum dipahaminya. Hal itu tentu berbeda jika seorang
guru bersikap keras kepada peserta didiknya. Seperti firman Allah
dalam surat Ali Imran ayat 159:
           
....    
Maka berkat rahmat dari Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.22
(Ali Imran [2]: 159).
Dari ayat di atas tampaklah jelas jika seseorang berlaku lemah
lembut, maka orang lain pun akan demikian. Dan sebaliknya, apabila
bersikap keras dan kasar, maka orang-orang akan menjauhkan diri
darinya. Itulah sebabnya seorang guru harus mempunyai akhlak
anisatun (manis muka) dalam mengajar peserta didiknya untuk
membentuk akhlak mereka.
5. Nilai al-khairu (kebaikan)
22
Departemen Agama RI, Op. Cit., hal. 90.
68
Wujud nilai al-khairu (kebaikan) yang diimplementasikan
dalam pendidikan yaitu seorang guru yang senantiasa memperhatikan
kebaikan peserta didiknya, bukan menuruti egonya sendiri. Dalam hal
ini seorang guru diminta untuk mengidentifikasi kebutuhan peserta
didiknya agar proses pembelajaran dapat berjalan secara baik dan
lancar serta dapat memberikan makna penting bagi kehidupan peserta
didik dalam keseharian. Seperti halnya mengetahui bagaimana gaya
belajar peserta didik, menggunakan metode pembelajaran yang sesuai
dan media yang mendukung proses pembelajaran. Seorang guru tidak
diperkenankan bertindak otoriter dan diktator sehingga para peserta
didik merasa tidak nyaman dan menyepelekan apa yang sedang
dipelajari. Akibatnya, peserta didik menjadi malas, meremehkan
pelajaran dan tidak menghormati gurunya.
Syeikh Abdul Qadir ra. mengatakan bahwa untuk memberikan
perintah atau larang terhadap orang lain hendaknya mempunyai sifat
sabar, santun, rendah hati, dapat menguasai hawa nafsunya, berhati
teguh dan lemah lembut. Seperti halnya seorang tabib yang dapat
mengobati pasiennya, atau seperti seorang imam yang dapat memberi
petunjuk.
23
Hal yang perlu di garis bawahi di sini adalah tentang
menguasai hawa nafsunya, sehingga seorang guru tidak boleh
memaksakan peserta didiknya untuk menuruti semua keinginannya
tanpa memperhatikan proporsi mereka dalam pembelajaran. Akan
23
Abdul Qadir, Op. Cit., hal. 375.
69
tetapi disesuaikan dengan kemampuan mereka dan dituntun secara
sabar dan bertahap.
6. Nilai al-khusyu’ (tekun bekerja sambil menundukkan diri (berdzikir))
Implementasi nilai al-khusyu’ dalam pendidikan yaitu seorang
guru harus berdedikasi tinggi dalam mendidik peserta didiknya.
Bukan karena gaji yang menggiurkan ataupun merasa bahwa menjadi
guru itu mempunyai wibawa yang luar biasa. Selain itu, seorang guru
hendaknya bersikap sederhana, ramah dan santun kepada setiap orang,
terlebih kepada para peserta didiknya. Karena merekalah yang akan
mencontoh akhlak dari gurunya.
Jika
seseorang
menginginkan
kemuliaan
yang
sejati,
hendaknya jangan mencari kemuliaan yang sifatnya samar dan hanya
sementara. Syeikh Ahmad Atha’ilah mengungkapkan dalam kitabnya
Al-Hikam;
٢٤
‫َﻚ ِﻋ ﱞﺰ َﻻ ﻳَـ ْﻔﻨَﻰ ﻓ ََﻼ ﺗَ ْﺴﺘَ ِﻌ ﱠﺰ ﱠن ﺑِ ِﻌ ﱟﺰ ﻳَـ ْﻔﻨَﻰ‬
َ ‫ْت اَ ْن ﻳَﻜ ُْﻮ َن ﻟ‬
َ ‫إِ ْن أَ َرد‬
“Jika kamu ingin memperoleh kemuliaan yang kekal dan tidak
musnah, maka janganlah kamu berbangga kepada kemuliaan yang
tidak kekal.”
Seorang guru hendaknya memurnikan niat dan mempunyai
maksud untuk mendapatkan keridhaan Allah dalam setiap amal dan
perbuatan yang dikerjakan. Seorang guru yang dapat melakukan hal
24
Ahmad Atha’ilah al-Iskandari, Syarh al-Hikam, juz I, (Semarang: Maktabah Al‘Alawiyyin, t.t.), hal. 67.
70
tersebut niscaya akan diterima amal dan perbuatannya oleh Allah.
Selain itu, guru juga akan dicintai oleh murid-muridnya dan setiap
perkataan yang dinasihatkan guru terhadap murid akan membekas
pada diri mereka.25
Rachmat Ramadhana menuturkan dalam bukunya, semua yang
bersifat materi (benda) mempunyai potensi untuk terkontaminasi oleh
materi lainnya. Apabila materi itu bersih dan murni dari kotoran dan
noda, maka kondisi yang semacam ini disebut dengan istilah khalish
(materi
yang
bersih
dan
murni)
dan
pekerjaan
untuk
membersihkannya disebut dengan istilah ikhlashan (ikhlas).26
Dari paparan di atas tampak jelaslah bahwa ikhlas dalam setiap
perbuatan adalah pondasi iman merupakan keharusan dalam Islam.
Jadi, setiap perintah, larangan, nasihat, pengawasan maupun hukuman
yang diberikan guru kepada peserta didik semata-mata ikhlas karena
Allah swt. Sebagai dasarnya adalah firman Allah swt. Dalam surat alBayyinah ayat 5 yang berbunyi:
         
       
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan)
agama yang lurus, dan juga supaya mereka mendirikan shalat dan
25
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam, terj. Jamaluddin Miri,
“Pendidikan Anak dalam Islam”, jilid 2, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hal. 339.
26
Rachmat Ramadhana, Aktivasi Ikhlas, (Yogyakarta: Quantum Lintas Media, 2012), hal.
43.
71
menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus
(benar). (Q.S. al-Bayyinah [98]: 5)27
Sehubungan dengan beberapa hal di atas, syeikh Abdul Qadir
ra. sebagaimana disitir oleh Muhammad Nuh berpesan: “Wahai
manusia, kenalilah dirimu, baru kenali Tuhanmu. Jika hatimu masih
jauh dari-Nya, maka kalian kurang beradab dengan-Nya dan jika
dekat, maka kalian telah beradab.”28
Petuah syeikh Abdul Qadir secara jelas menekankan supaya
setiap manusia mempunyai hati yang selalu mengingat dan mendekat
kepada Allah swt. Hal itu dimaksudkan agar setiap perkataan maupun
perbuatan seseorang didasari dengan ikhlas mengharap ridha Allah
swt.
27
28
Departemen Agama RI, Op. Cit., hal. 907.
Muhammad Nuh, Mahkota Sufi, (tt.p.: Mitra Press, 2008), hal. 229.
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini, penulis mengambil sebuah kesimpulan yang diperoleh dari
hasil analisis yang telah disesuaikan dengan tujuan pembahasan skripsi ini. Selain
itu, dalam bab ini penulis juga memberikan saran-saran yang dirasa relevan dan
perlu dijadikan kontribusi pemikiran bagi dunia pendidikan.
A. Kesimpulan
Dari bab sebelumnya, dapat dilihat secara jelas bagaimana analisis dan
implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab al-barzanji bab 19
dalam pendidikan. Berikut ini merupakan kesimpulan dari uraian yang telah
dipaparkan dan disajikan dari awal hingga akhir dari penulisan yang meliputi:
1. Nilai-nilai pendidikan akhlak dari kitab al-Barzanji bab 19 yang diringkas
menjadi enam bagian nilai, yaitu:
a. Nilai al-amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya)
Beliau
tidak
pernah
mengucapkan
sesuatu
kecuali
hal
itu
mengandung suatu kebenaran. Beliau selalu berakhlak demikian
semenjak masih kecil dan tetap istiqomah sampai beliau wafat.
b. Nilai al-alifah (sifat yang disenangi)
Nabi Muhammad saw. adalah seseorang yang sayang terhadap orangorang fakir dan juga orang lain. Beliau juga merupakan seorang yang
perhatian terhadap orang lain terutama orang muslim yang fakir.
72
73
c. Nilai al-‘afwu (sifat pemaaf)
Nabi Muhammad saw. selalu menerima maaf dari orang-orang yang
berbuat salah kepada Beliau tanpa ada rasa dendam sedikitpun.
Beliau juga tidak menghadapi seseorang dengan sesuatu yang
dibenci.
d. Nilai anisatun (sifat manis muka)
Nabi Muhammad saw. adalah orang yang sangat ramah kepada siapa
saja. Beliau selalu menebar senyum kasih sayang terhadap siapa saja
yang beliau temui termasuk terhadap anak-anak.
e. Nilai al-khairu (kebaikan)
Nabi Muhammad saw. adalah seorang yang penyantun, penyayang,
pengertian terhadap umat manusia. Rasa pengertian beliau terhadap
umatnya begitu besar, sehingga tidak ingin membebani mereka
dengan perkara yang memberatkan atau merepotkan selagi tidak
melanggar aturan syari’at Islam.
f. Nilai al-khusyu’ (tekun bekerja sambil menundukkan diri (berdzikir))
Nabi Muhammad saw. adalah orang yang mempunyai kesederhanaan
yang luar biasa. Meskipun beliau adalah sebaik-baik nabi dan rasul,
namun beliau tetap tawadhu’.
2. Adapun implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam
kitab maulid al-Barzanji bab 19 dalam pendidikan adalah sebagai
berikut:
74
a. Nilai al-amanah (sifat jujur dan dapat dipercaya)
Seorang guru haruslah mempunya sifat yang jujur dan dapat
dipercaya. Dalam dunia pendidikan, seorang guru adalah teladan bagi
murid-muridnya. Dalam memberikan informasi kepada peserta didik,
guru hendaknya menyampaikan secara apa adanya dan perkataannya
dapat dipercaya. Sehingga peserta didik tidak merasa dibohongi, yang
mengakibatkan mereka meniru perbuatan guru tersebut.
b. Nilai al-alifah (sifat yang disenangi)
Seorang guru harus memberikan kasih sayang dan perhatian terhadap
peserta didik. Dalam proses pembelajaran peserta didik hendaknya
dalam keadaan nyaman sehingga dapat mengoptimalkan penyerapan
informasi yang diberikan oleh guru. Bila peserta didik merasa gelisah
dan tertekan oleh kelakuan gurunya, maka peserta didik akan merasa
takut dan menjadikan penyerapan informasinya kurang maksimal.
c. Nilai al-‘afwu (sifat pemaaf)
Seorang guru harus bisa menahan diri dari amarah memberi toleransi
yang wajar jika peserta didik membuat kesalahan kecil.
d. Nilai anisatun (sifat manis muka)
Guru hendaknya ramah dan tidak sungkan-sungkan memberikan
salam kepada peserta didiknya atau menyodorkan tangan terlebih
dahulu untuk berjabat tangan dengan peserta didiknya. Dalam proses
pembelajaran pula seorang guru hendaknya tetap bersikap ramah
dalam menjelaskan suatu materi yang sedang dibahas.
75
e. Nilai al-khairu (kebaikan)
Seorang guru yang senantiasa memperhatikan kebaikan peserta
didiknya, bukan menuruti egonya sendiri. Dalam hal ini seorang guru
diminta untuk mengidentifikasi kebutuhan peserta didiknya agar
proses pembelajaran dapat berjalan secara baik dan lancar serta dapat
memberikan makna penting bagi kehidupan peserta didik dalam
keseharian.
f. Nilai al-khusyu’ (tekun bekerja sambil menundukkan diri (berdzikir))
Seorang guru harus berdedikasi tinggi dalam mendidik peserta
didiknya. Selain itu, seorang guru hendaknya bersikap sederhana,
ramah dan santun kepada setiap orang, terlebih kepada para peserta
didiknya.
B. Saran
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan penulis mengenai nilainilai pendidikan dalam kitab al-Barzanji bab 19, maka penulis mengajukan
beberapa saran yang sekiranya dapat memberikan kontribusi untuk
pendidikan akhlak sebagai berikut:
1. Setiap guru adalah teladan bagi peserta didiknya. Oleh sebab itu penulis
menyarankan, selain menyiapkan ilmu yang mumpuni, seorang guru
haruslah menyiapkan dirinya dengan akhlak yang mulia.
2. Setiap murid adalah anak. Dan anak merupakan amanah yang diberikan
oleh Allah swt. kepada kedua orang tuanya dan anak juga merupakan
sumber daya manusia yang akan memiliki akhlak yang luhur sekaligus
76
menjadi aset bangsa dan generasi penerus masa depan jika didik dengan
baik. Maka dari itu penulis menyarankan, seorang guru harus mendidik
peserta didiknya dengan sepenuh hati supaya mereka menjadi generasi
penerus yang cendekia dan berakhlak luhur.
C. Penutup
Puji syukur kehadirat Allah Jalla Jalaluh, karena hanya limpahan
rahmat, taufiq dan hidayah-Nya penulisan skripsi ini akhirnya terselesaikan.
Namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan
kelemahan, dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis sebagai manusia
biasa. Oleh karena itu, saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak sangat
penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Yatimin, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Azmah.
2007.
Abdulrahim, Muhammad Imaduddin, Islam Nilai Terpadu. Jakarta: Gema Insani.
2002.
al-Abrasyi, Muhammad Athiyah, al-Tarbiyah al-Islamiyyah. Terj. Abdullah Zakiy
al-Kaaf. “Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam”. Bandung: Pustaka
Setia. 2003.
Abdurrahman, Imam al-Jalil, Maulid al-Diba’i. Terj. Achmad Sunarto, Surabaya:
Al-Miftah, 2012.
al-Bantani, Nawawi, Nashaih al-‘Ibad. terj. Ahmad Abdul Madjid, cet II,
Surabaya: Mutiara Ilmu. 2012.
al-Baqir, Muhammad, Mengobati Penyakit Hati. Bandung: Karisma. 2000.
al-Barzanji, Ja’far, Maulid al-Barzanji. Terj. Moh. Zuhri, Almaulidun Nabawi
Barzanji. Semarang: Karya Toha Putra. 1992.
al-Ghazali, Muhammad, Khuluq al-Muslim. Terj. Moh Rifa’i. “Akhlaq Seorang
Muslim”. Semarang: CV. Wicaksana. 1986.
al-Iskandari, Ahmad Atha’ilah, Syarh al-Hikam. Juz I. Semarang: Maktabah Al‘Alawiyyin. t.t.
al-Mundziri, Imam, Ringkasan Hadis Shahih Muslim. Jakarta; Pustaka Amani.
2003.
Aminuddin, dkk., Pendidikan Agama Islam. Bogor: Ghalia Indonesia. 2005.
Anwar, Rosihan, Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia. 2010.
Aqib, Zainal, Pendidikan Karakter “Membangun Karakter Bangsa”. Bandung:
Yrama Widya. 2011.
Arifin, Bey, Yesus dan Muhammad. Surabaya: PT Bina Ilmu. 1990.
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1994.
Asy’ari, Muhammad Hasyim, Adab al-‘alimi wa al-muta’allim. Jombang: Tsurats
al-Islami. t.t.
Azwar, Saifudin, Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. 2010.
Bakker, Anton dan Drs. Achmad Choris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat.
Yogyakarta: Kanisius. 1990. Cet.I.
Bakry, Oemar, Akhlak Muslim. Bandung: Angkasa. 1993.
Bushiri, Muhammad, Qashidah Burdah. Solo: Maji Al Ishofi. t.t.
Dayat, http://gus-dayat.com.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya: Mekar Surabaya.
2004.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka. 2007.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. Juz I. Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve. 1997.
Hafidhuddin, Didin, Agar Layar Tetap Terkembang. Jakarta: Gema Insani. 2006.
Hart, Michael H., Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah. Terj.
Mahbub Djunaidi. Jakarta: Pustaka Jaya. 1994.
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Rajawali Pers.
2011.
Hikmatillah, Asep, Ahmad Zakky. Akhlak Anak. Jakarta Timur: Zikrul Hakim.
2010.
Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPPI. 2014.
Irsyady, Kamran As’at, Tasawuf Islam & Akhlak. Terj. Jakarta: Amzah. 2013.
Khalid, Amru, Semulia Akhlak Nabi. Solo: Aqwam. 2014.
Mahmud, Ali Abdul Halim, Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani. 2002.
, Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani. 2004.
Maskur, Muhammad Syafi’i, Islam Itu Indah. t.t.p.: Klik Publishing. 2012.
Maulana, Achmad. dkk., Kamus Ilmiah Populer Lengkap. Yogyakarta: Absolut.
2011.
Muhaimin, et, al., Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Rosda Karya. 2012.
Cet 5.
Muhammad, Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Dini Pra Sekolah. Yogyakarta:
Belukar. 2006.
Mulyana, Rahmat, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
2004.
Mutaqin, Deden Zaenal, Mengakrabi Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Fahima.
2008.
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: Rajawali Pers.
2013.
, Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2002.
Nuh, Muhammad, Mahkota Sufi. tt.p: Mitra Press. 2008.
Qadir, Abdul. al-Gunyah li Thalib Thariq al-Haqq Azza wa Jalla. Terj. Fifah (ed).
Yogyakarta: Diva Press. 2010.
Ramadhana, Rachmat, Aktivasi Ikhlas. Yogyakarta: Quantum Lintas Media. 2012.
Razak, Nasruddin, Dienul Islam. Bandung: PT. Al-Ma’arif. 1973.
, Dienul Islam. Bandung: PT. Al-Ma’arif. 2002.
Rochman, Chaerul. dan Heri Gunawan, Pengembangan Kompetensi Kepribadian
Guru. Bandung: Nuansa Cendekia. 2012. Cet. II.
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah. Volume 8. Jakarta: Lentera Hati. 2011.
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method). Bandung: Alfabeta.
2012.
Suhufi, Prinsip dan Etika Pribadi dalam Islam. Jakarta: Pustaka Intermasa. 2003.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya. 2012. Cet. 8.
Surakhmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tehnik.
Bandung: Transito. 1998.
Tafsir, Ahmad, Ilmu pendidikan Islam. Bandung: Rosdakarya. 2013. Cet. II.
Ulwan, Abdullah Nashih, Tarbiyatul Aulad fil Islam. Terj. Jamaluddin Miri.
“Pendidikan Anak dalam Islam”. Jilid 2. Jakarta: Pustaka Amani. 2007.
Van Bruinessen, Martin, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat “Tradisi-tradisi
Islam di Indonesia”. Bandung:Mizan. 1995.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta:
Balai Pustaka. 2011.
www.piss-ktb.com.
www.sarkub.com.
Ya’qub, Hamzah, Etika Islam. Bandung: Diponegoro. 1993. Cet 6.
Zahri, Mustafa, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: Bina Ilmu. 1995.
Zubaidi, Akhlak dan Tasawuf. Yogyakarta: Lingkar Media. 2015.
Zubaidi, Bahrun Abu Bakar Ihsan, Visualisasi Kepribadian Muhammad saw.
Bandung: Irsyad Baitus Salam. 2004.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Achmad Sholachuddin
NIM
: 131310000235
NIRM
: 11/X/17.2.1/2774
Fakultas/Jurusan
: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan/PAI
Tempat, tanggal lahir : Jepara, 9 Juli 1991
Alamat
: Perumahan Mayong Raya Indah, RT 6, RW 03, Ds.
Singorojo, Mayong, Jepara (59462)
Nama Ayah/Ibu
: Abdul Muchith/Sa’diyah
Pendidikan
: 1. SDN 2 Langon, lulus tahun 2003
2. SMPN 1 Mayong, lulus tahun 2006
3. MA Al-Haromain Rajekwesi, lulus tahun 2009
4. UNISNU Jepara, lulus tahun 2015
Demikian riwayat hidup penulis ini dibuat dengan sesungguhnya untuk
digunakan sebagaimana mestinya.
Jepara, Agustus 2015
Penulis
(ACHMAD SHOLACHUDDIN)
NIM: 131310000235
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Download