SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM Wiwik hasbiyah AN, MA Rantai Sejarah yang Hilang … (1/3) Sejarah pemikiran ekonomi modern diklaim berakar dari pemikiran ekonomi para filsuf Yunani untuk kemudian bangkit kembali di Eropa melalui para pemikir Skolastik. Periode antara pemikir Yunani dan pemikir Skolastik, yaitu periode kejayaan para pemikir Muslim, dianggap steril dan tidak produktif. Periode ini diberi label “blank centuries”. Kontribusi pemikiran ekonomi Islam dalam ekonomi modern dihilangkan secara vulgar. Periode panjang antara pemikir Yunani dan pemikir Skolastik yang terentang lebih dari 1.000 tahun, dianggap sebagai “missing link” dalam sejarah pemikiran ekonomi. Rantai Sejarah yang Hilang … (2/3) Sebagai misal, Joseph A. Schumpeter dalam karya klasiknya, History of Economic Analysis (1954), mengatakan terdapat “Great Gap” selama “over 500 years” dalam evolusi dan perkembangan pemikiran ekonomi dari pertama kali timbul di Yunani pada abad ke-4 SM hingga bangkit kembali di tangan pemikir skolastik St. Thomas Aquinas pada abad ke-13 M. Tesis “great gap” ini muncul di hampir seluruh karyakarya yang relevan dengan ekonomi. Mengabaikan kontribusi pemikiran dari peradaban Islam dan Arab yang berjaya selama lebih dari 700 tahun, adalah sebuah arogansi intelektual dan ketidakobjektifan yang sangat serius Rantai Sejarah yang Hilang … (3/3) Mirakhor (1987) menunjukkan bahwa motivasi dan kesempatan yang ada pada ilmuwan Eropa abad pertengahan, banyak dipengaruhi oleh pemikiran dan institusi ekonomi yang dibangun pada masa pertengahan Islam. Bahkan Ghazanfar (2000) secara jelas menunjukkan kesamaan dan kemiripan antara pemikiran ekonomi dua ilmuwan besar abad pertengahan yang terpisah waktu 200 tahun: pemikir Arab-Islam Abu Hamid Al-Ghazali (1058-1111) dan pemikir Latin-Kristen St. Thomas Aquinas (1225-1274). Ilmuwan-ilmuwan Barat-pun mengakui hal ini dan bahkan secara eksplisit menyimpulkan bahwa Aquinas sangat menyandarkan diri pada al-Ghazali. Berbagai teori-teori ekonomi permulaan yang dicetuskan ilmuwan Eropa, diduga keras merupakan pencurian dari ilmuwan MuslimArab. Hipotesis “uang buruk akan menendang keluar uang baik” yang dikenal sebagai Hukum Gresham, telah dibahas oleh Ibn Taymiyyah (1263-1328) dua setengah abad sebelum Thomas Gresham (1519-1579). Ide spesialisasi kerja (division of labour) telah dibahas oleh Imam al-Ghazali (1058-1111) dengan mempergunakan contoh pabrik jarum, analog dengan Adam Smith (1723-1790) yang mempergunakan contoh pabrik peniti hampir enam ratus tahun kemudian. Filosofi dan Bentuk Pemikiran Ekonomi Islam … Basis filosofi pemikiran ekonomi Islam yang terpenting adalah konsep tauhid, risalah, akhirat dan kesejahteraan hidup. Setidaknya terdapat tiga kategori analisa ekonomi dalam tradisi Islam. Filosofi terakhir ini memberi kerangka untuk economic achievements, sedangkan filosofi 1 dan 3 mensyaratkan bahwa seluruh aktivitas ekonomi harus sejalan dengan nilai dan norma Islam yang terdapat pada filosofi ke-2. Pertama, norma dan nilai-nilai ideal ekonomi. Kedua, aspek legal dan evaluasi isu-isu ekonomi. Dan terakhir adalah analisa dan aplikasi historis. Setidaknya terdapat lima bentuk pemikiran ekonomi Islam. Pertama, pembahasan hal-hal ekonomi dalam disiplin Ilmu Tafsir. Kedua, pembahasan isu-isu ekonomi dalam disiplin Ilmu Fiqh. Ketiga, pemikiran ekonomi dalam konteks sistem etika Islam untuk pembangunan. Keempat, pemikiran ilmuwan Islam tentang ekonomi sebagai respon dari kebutuhan dalam pembuatan kebijakan publik. Kelima, analisa obyektif dari perekonomian nyata. Fase-Fase Pemikiran Ekonomi Islam …(1/2) Sejarah pemikiran ekonomi dalam Islam berakar dari sumber hukum Islam paling utama: Al Qur’an dan As-Sunnah. Walau demikian, aplikasi dari aturan dan prinsip-prinsip ini pada dunia nyata berubah dari waktu ke waktu yang melibatkan interpretasi dan pemikiran manusia sesuai dengan perubahan tempat dan peradaban. Keduanya mengandung sejumlah aturan dan prinsip-prinsip dasar ekonomi yang dapat diterapkan pada berbagai kondisi. Dengan demikian, pada kehadirannya yang pertama, pemikiran ekonomi Islam adalah orisinil dan tidak dipengaruhi oleh pemikiran luar karena Al Qur’an dan As-Sunnah adalah ber-karakter ketuhanan. Interpretasi dan pemikiran ilmuwan Muslim terhadap Al-Qur’an dan AsSunnah inilah yang kemudian membentuk ‘pemikiran’ ekonomi dalam tradisi Islam. Dalam memecahkan permasalahan-permasalahan ekonomi ini, para ilmuwan Muslim juga tidak pernah menafikan pemikiran dan pengalaman dari peradaban-peradaban lain, seperti Yunani, sepanjang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Demikianlah secara umum proses ini berjalan dan melahirkan pemikiran-pemikiran ekonomi yang terserak di sepanjang sejarah peradaban Islam. Fase-Fase Pemikiran Ekonomi Islam …(2/2) Fase pembentukan (11-100 H/632-718 M) yaitu pemikiran-pemikiran awal tentang ekonomi yang berbasis langsung dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Fase translasi (abad 2-5 H/abad 8-11 M) yaitu ketika ide-ide dari luar di terjemahkan ke dalam bahasa Arab dan ilmuwan Muslim mendapatkan manfaat dari karya-karya intelektual dan empiris dari negara-negara lain. Fase re-translasi dan transmisi (abad 6-9 H/abad 12-15 M) yaitu ketika pemikiran-pemikiran Yunani dan MuslimArab masuk ke Eropa melalui penterjemahan dan jalurjalur kontak lainnya. Kontribusi Ekonomi Islam …(1/7) Mekanisme Pasar. Pernyataan pertama yang secara eksplisit menggambarkan mekanisme pasar, datang dari Imam Syafi’i (767-820) yang menyatakan “nilai barang berubah setiap waktu ketika terjadi perubahan harga, terkait kenaikan atau penurunan keinginan orang untuk mendapatkan barang (permintaan) dan tergantung pada apakah barang tersedia dalam jumlah banyak atau jumlah sedikit (penawaran)”. al-Ghazali (1058-1111), memberikan gambaran yang detail tentang peranan dan signifikansi aktivitas perdagangan sukarela serta munculnya pasar yang berbasis kekuatan permintaan dan penawaran dalam menentukan harga dan laba. Ibn Taymiyyah (1263-1328) menyatakan “Naik dan turunnya harga tidak selalu diakibatkan oleh kezaliman orang-orang tertentu. Terkadang, hal tersebut disebabkan oleh kekurangan produksi atau penurunan impor barang-barang yang diminta. Oleh karena itu, jika keinginan terhadap barang meningkat sedangkan ketersediaannya menurun, harga barang meningkat. Di sisi lain, apabila ketersediaan barang meningkat dan keinginan terhadap barang menurun, harga akan turun ...”. Kontribusi Ekonomi Islam …(2/7) Produksi dan Distribusi (1/2). Al-Ghazali (1058-1111) membagi aktivitas produksi ke dalam tiga kelompok, yaitu (i) industri dasar yaitu makanan, pakaian, perumahan dan aktivitas negara; (ii) aktivitas penyokong industri dasar seperti industri besi; dan, (iii) aktivitas komplementer yang terkait dengan industri dasar seperti menggiling dan memasak makanan. Beliau memandang bahwa produksi barang-barang kebutuhan dasar merupakan kewajiban sosial (fardh alkifayah) dimana masyarakat dan pemerintah dituntut untuk memenuhi-nya. Al-Ghazali juga telah mengidentifikasi keterkaitan antar sektor dengan contoh produksi roti yang berbahan dasar tepung gandum, dan kesalingtergantungan antar sektor dengan contoh alat produksi petani yang dihasilkan oleh pandai besi dan alat produksi pandai besi sendiri dihasilkan oleh tukang kayu; sesuatu yang kini kita pahami sebagai “backward and forward linkages”. Kontribusi Ekonomi Islam …(3/7) Produksi dan Distribusi (2/2). Ibn Khaldun (1332-1406) menekankan pentingnya organisasi produksi melalui kerjasama sosial dalam bentuk spesialisasi tenaga kerja, karena seorang individu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidup-nya sendiri. Hanya melalui spesialisasi dan pengulangan operasioperasi sederhana-lah maka pekerja akan menjadi trampil dan dapat memproduksi barang dan jasa yang bermutu baik dengan kecepatan tinggi. Ibn khaldun juga telah membahas distribusi pendapatan fungsional dimana distribusi pendapatan terjadi sebagai implikasi dari proses produksi. Menurut Ibn Khaldun, harga sebuah produk terdiri dari tiga elemen yaitu gaji, laba dan pajak. Setiap elemen adalah imbalan untuk setiap kelompok masyarakat; gaji adalah imbalan produsen, laba adalah imbalan pedagang dan pajak adalah imbalan birokrasi dan penguasa. Kontribusi Ekonomi Islam …(4/7) Penurunan Nilai Uang dan Inflasi (1/2). Imam Syafi’i (767-820) adalah orang pertama yang membahas dampak buruk dari penurunan nilai uang. Sebagaimana dikutip oleh Imam al-Nawawi, Imam Syafi’i melarang para penguasa untuk mencetak dirham yang tidak murni karena termasuk kategori tindakan menipu, akan merusak nilai uang, merugikan hak orang lain, menyebabkan naik-nya harga, sulitnya mendapatkan pemasukan serta kerusakan-kerusakan lainnya. Al-Ghazali (1058-1111) membahas secara mendalam permasalahan pemalsuan dan penurunan nilai uang dengan cara pencampuran, memotong atau mengiris uang logam. Pelaku pemalsuan uang berdosa besar karena pemalsuan berimplikasi negatif secara luas di masyarakat. Kontribusi Ekonomi Islam …(5/7) Penurunan Nilai Uang dan Inflasi (2/2). Ibn Taymiyyah (1263-1328) telah memiliki pemikiran dasar tentang keterkaitan antara kuantitas uang, volume transaksi total dan tingkat harga, sesuatu yang 600 tahun kemudian populer di tangan Irving Fisher (1867-1947) sebagai quantity theory of money. Ibn Taymiyyah menentang Sultan-Sultan Mamluk di Mesir yang memproduksi uang secara berlebihan yang membuat nilai uang menurun dan pada gilirannya kemudian menimbulkan gangguan dalam perekonomian. Pembahasan yang lebih detail tentang penurunan nilai uang, diberikan oleh Al-Maqrizi (1364-1442). Ia mengecam keras penguasa yang membuat kenaikan luar biasa dalam kuantitas fulus (uang logam tembaga) dengan cara mengimpor tembaga dari Eropa dan mencetaknya menjadi koin logam untuk kemudian ditukar dengan uang (emas dan perak). Peningkatan jumlah fulus secara luar biasa membuat uang ini menjadi dominan di dalam perekonomian dan menimbulkan malapetaka dimana uang menjadi tidak berguna dan bahan makanan menjadi langka. Kontribusi Ekonomi Islam …(6/7) Peranan Negara dan Keuangan Publik (1/2). Peranan ekonomi dari negara adalah penting dan signifikan. Islam memiliki aturan yang luas dan komprehensif tentang peran yang harus dimainkan oleh penguasa, mulai dari panduan religius, penegakan hukum, menjaga keamanan dan perdamaian internal dan eksternal, hingga memenuhi kebutuhan ekonomi penduduk dan menjaga hak milik-nya. Abu Yusuf (731-798) menyarankan perubahan fixed land tax (misahah) menjadi proportional land tax (muqasamah) dimana land tax (kharaj) saat itu adalah sumber penerimaan utama negara yang bercorak agraris. Abu Yusuf berargumen bahwa misahah akan memberi beban yang berat pada pembayar pajak saat produksi turun, sebaliknya muqasamah lebih adil bagi kedua belah pihak baik panen sedang baik atau buruk. Abu Yusuf juga menekankan pentingnya penerapan prinsip-prinsip perpajakan yang baik yaitu tarif pajak disesuaikan dengan kemampuan membayar (ability to pay) dan kondisi tanah, pemungut pajak harus jujur dan adil, dan biaya pemungutan tidak boleh melebihi jumlah penerimaan pajak. Al-Ghazali (1058-1111) juga sudah memiliki pemikiran tentang prinsipprinsip kepastian, manfaat dan kemampuan membayar dalam perpajakan. Kontribusi Ekonomi Islam …(7/7) Peranan Negara dan Keuangan Publik (2/2). Abu Yala al-Farra (380-458 H/ 990-1066 M) dan al-Mawardi (364-450 H/ 974-1058 M) adalah cendekiawan Muslim pertama yang berbicara tentang pinjaman pemerintah (public borrowing). Mereka mengizinkan pinjaman publik sebagai alternatif terakhir dan dalam kasus yang sangat spesifik. Berbeda dengan ekonomi modern yang dalam jangka waktu sangat panjang mengabaikan aspek pengeluaran publik (public expenditure), Islam sangat memperhatikan aspek ini. Aturan pengeluaran untuk khums dan zakat, diatur langsung dalam Al Qur’an. Perhatian utama dari cendekiawan Muslim seperti Abu Yusuf (731-798), Abu Ubayd (774-838) dan al-Ghazali (10581111), adalah penerimaan untuk kesejahteraan (amwal almasalih) karena penerimaan publik pada hakikatnya ditujukan untuk kesejahteraan bersama dan utilitas publik. Menemukan Sejarah yang Hilang … Peran penting pemikiran ekonomi Islam dalam ekonomi modern ini sulit terbantahkan jika kita melihat pengaruh Islam terhadap kebangkitan Eropa. Setidaknya terdapat tujuh jalur kontak terpenting dimana pengaruh Muslim masuk ke Barat yaitu: Penterjemahan; Pendidikan; Perdagangan; Perang Salib; Petualangan dan Penjelajahan; Jalur Diplomatik; Ziarah Suci; Secara meyakinkan kita dapat menempatkan pemikiran ekonomi Islam dalam “missing link” sejarah pemikiran ekonomi modern. Gambaran yang lebih tepat dan jujur adalah bahwa ilmu ekonomi bermula dari ide-ide para filosof Yunani kuno, untuk kemudian berkembang pesat melalui kontribusi dunia Islam, lalu ditransmisikan ke Barat dan diserap oleh kaum Skolastik, lalu berkembang hingga kemudian muncul Merkantilisme, kemudian Fisiokrat, dan akhirnya sampai ke Adam Smith (ekonomi klasik). Ibn Khaldun: Bapak Ilmu Ekonomi? … (1/2) Samuelson dan Nordhaus menyatakan “Adam Smith is usually considered the founder of the field of microeconomics … in The Wealth of Nations (1776) … Macroeconomics did not even exist in its modern form until 1935, when John Maynard Keynes published his revolutionary General Theory of Employment, Interest and Money”. Pendapat ini tentu jauh dari kejernihan intelektual. Jauh sebelum Adam Smith dan Keynes, terdapat begitu banyak pemikiran-pemikiran ekonomi jenius dan orisinil dari para cendekiawan Muslim. Salah satu cendekiawan Muslim yang paling bersinar dalam bidang ini adalah Ibn Khaldun (13321406). Spengler (1964) menyebut pengetahuan ekonomi yang dimiliki Ibn Khaldun sebagai “greatly transcended that present in the works of the Greeks”. Dan berkebalikan dengan tesis “great gap” Schumpeter, Spengler menyimpulkan bahwa “one is compelled to infer from a comparison of Ibn Khaldun’s economic ideas with those set down in Muslim moralphilosophical literature that the knowledge of economic behavior in some circles was very great indeed …”. Dalam karya klasik-nya, Muqaddimah, yang merupakan buku pertama dari 7 buku sejarah-nya, Kitab al-Ibar, Ibn Khaldun mengelaborasi secara mendalam berbagai teori ekonomi mikro dan makro seperti teori produksi, teori nilai, teori distribusi, dan teori siklus, yang dikombinasikan dalam teori ekonomi umum yang koheren yang merupakan kerangka analisis sejarah-nya. Ibn Khaldun: Bapak Ilmu Ekonomi? … (2/2) Ibnu Khaldun menemukan banyak prinsip-prinsip fundamental ekonomi jauh sebelum kelahiran “resmi”-nya. Ia menemukan theory of a division of labor sebelum Adam Smith, principle of labor value sebelum Ricardo, “supply creates its own demand” sebelum Jean-Baptiste Say, theory of population sebelum Malthus, role of the state on the economy sebelum Keynes, optimum tax rate sebelum Laffer, serta berbagai fenomena dan mekanisme ekonomi seperti teori harga, teori uang, teori distribusi, dan perdagangan internasional. Lebih dari itu, Ibnu Khaldun mempergunakan konsep-konsep tersebut untuk membangun sebuah sistem dinamik yang koheren, dimana mekanisme ekonomi secara pasti akan membawa aktivitas ekonomi pada fluktuasi jangka panjang. Tidak berlebihan bila kemudian Boulakia (1971) menempatkannya sebagai Bapak Ilmu Ekonomi, “Without tools, without preexisting concepts, he elaborated a genial economic explanation of the world. His name should figure among the fathers of economic science”.