Al-Ghazali dan Filsafat “Sekelompok masyarakat begitu terpesona dengan kehebatan filsafat Yunani. Mereka lebih suka mengikuti pemikiran filsafat ketimbang ajaran Islam. Nama-nama filosof beken seperti Socrates, Hippocrates, Aristoteles dan lainnya, membuat mereka terkagum-kagum. Padahal, mereka belum memahami betul pemikiran para filosof tersebut,” demikian tulis alGhazali (450/1058-505/1111), Sang Bukti Islam (Hujjatul Islam) di halaman awal Tahafutul Falasifah. Bermaksud menunjukkan kekeliruan filsafat, al-Ghazali menulis Tahafutul Falasifah (Ketidak-koherensian Para Filosof). Karya yang ditulis sekitar bulan Januari 1095 itu adalah jawaban bagi mereka yang terlalu mengidolakan filsafat. Namun, al-Ghazali tidak menolak filsafat secara total. Bagi al-Ghazali, pemikiran para filosof ada juga yang tidak bertentangan dengan akidah (la yasdumu mazhabuhum fihi aslan min usuliddin). Pemikiran para filosof tentang gerhana bulan (al-kusuful qamariy), yaitu hilangnya cahaya bulan disebabkan posisi bumi yang berada di antara bulan dan matahari, tidak bertengangan dengan Islam. Saat gerhana, bulan berada dalam bayang-bayang bumi, maka sinar matahari tidak dapat diserap oleh bulan. Begitu juga dengan pemikiran mereka mengenai gerhana matahari (kusufus syams), tatkala posisi bulan berada di tengah antara bumi dan matahari. Al-Ghazali menegaskan, jika pendapat mereka mengenai hal-hal seperti ini ditolak dengan alasan agama, justru akan melemahkan ajaran Islam. Jadi, bagi al-Ghazali, filsafat itu ada sesatnya. Namun, ada pula benarnya. Selama