NILAI-NILAI PENDIDIKAN KEPRIBADIAN GENERASI MUDA DALAM KITAB AL-BARZANJI KARYA JA’FAR BIN HASAN SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh: LUK LUK IL MAKENUN NIM 11107018 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2011 ii KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323 433 Fax 323433Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail [email protected] PERSETUJUAN PEMBIMBING Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudari: Nama : LUK LUK IL MAKENUN NIM : 11107018 Jurusan : Tarbiyah Program Studi : Pendidikan Agama Islam Judul : NILAI-NILAI PENDIDIKAN KEPRIBADIAN GENERASI MUDA DALAM KITAB AL-BARZANJI KARYA JA’FAR BIN HASAN Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan. Salatiga, 11 Agustus 2011 Pembimbing M. Gufron, M. Ag. NIP. 197200814 200312 1 001 iii KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323 433 Fax 323433Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail [email protected] SKRIPSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KEPRIBADIAN GENERASI MUDA DALAM KITAB AL-BARZANJI KARYA JA’FA BIN HASAN DISUSUN OLEH LUK LUK IL MAKENUN NIM: 11107018 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Kependidikan Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada hari Jum’at tanggal 19 Agustus 2011. dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana S1 Kependidikan Islam. Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Agus Waluyo, M. Ag. Sekretaris Penguji : Muh. Hafidz, M. Ag. Penguji I : Prof. Dr. Mansur, M. Ag. Penguji II : Mufiq, S.Ag., M. Phil. Penguji III : M. Gufron, M. Ag. Salatiga, 19 Agustus 2011 Ketua STAIN Salatiga Dr. Imam Sutomo, M. Ag. NIP. 19580827 198303 1 002 iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Luk Luk Il Makenun NIM : 11107018 Jurusan : Tarbiyah Program studi : Pendidikan Agama Islam Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Salatiga, 11 Agustus 2011 Yang menyatakan, Luk Luk Il Makenun v MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21). PERSEMBAHAN Skripsi yang sederhana ini, kupersembahkan kepada: Ayahanda dan ibunda tercinta, dengan teriiring doa Rabbigh firli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghira. Adik-adikku dan semua kerabat, paman, bu lek yang selalu memotivasiku untuk selalu mengejar cita-cita setinggi mungkin. Bapak M. Gufron, M. Ag. selaku pembimbing skripsi, jazakumullahu khairan kasiran. Bapak KH. Ichsanuddin dan Ibu Nyai Kamalah Isom, beserta keluarga dalem yang telah memberikan nasehat-nasehat. Sahabat-sahabat karibku, santriwan-santriwati di Pondok Pesantren AlHasan yang telah membantu dalam management qalbu. Beo (Nurul), Teteh (Eka), Bimbi (Nisa’), A (Aisyah), Yu Nek (Ima), Chi Put (Puput), terima kasih atas kebaikannya selama ini. Ulil “De Ka Ka”, terima kasih atas gurauan canda dan gesekan pemikirannya yang telah ikut mewarnai perjalanan proses penulisan skripsi ini. Serta semuanya saja yang tidak bisa penulis sebut satu per satu, terima kasih atas motivasinya. Seluruh mahasiswa STAIN Salatiga terutama PAI kelas A tahun 2007......SEMANGAT !!. vi KATA PENGANTAR Segala puji syukur yang dalam, penulis panjatkan kepada Allah, yang telah memberikan karunia dan kekuatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Tanpa karunia-Nya, skripsi ini tidak mungkin terwujud. Salawat dan salam semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi Agung Muhammad saw, yang menjadi inspirasi seluruh muslim dalam menegakkan kebenaran, yang segala tindakannya patut menjadi teladan. Skripsi ini penulis ajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga. Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak Dr. Imam Sutomo, M. Ag. Selaku ketua STAIN Salatiga yang telah banyak berjasa dan berkenan memberikan persetujuan/pengesahan terhadap skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada bapak M.Gufran, M.Ag. sebagai dosen pembimbing, berkat bimbingan dan pengarahan yang telah disampaikan kepada penulis akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada para dosen penulis, yang juga ikut membuka alam pikiran dan ikut memberi pencerahan pada diri penulis untuk memasuki belantara dunia akademik yang tinggi. Tidak lupa juga ucapan terimakasih penulis sampaikan pada karyawan perpustakaan dan bagian administrasi yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi. vii Terimakasih yang sama penulis sampaikan kepada keluarga penulis. Ayahanda dan ibunda yang telah mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan kasih sayang serta tak henti-hentinya mendoakan penulis, agar mendapatkan taufiq dalam penyelesaian studi dan skripsi ini. Juga adik-adik semuanya yang turut serta mendoakan penulis. Terimakasih, penulis sampaikan kepada pengasuh Pondok Pesantren AlHasan, yaitu bapak KH. Ichsanuddin dan ibu Kamalah Isom, yang telah memberikan pondasi ilmu agama Islam serta dukungan moral, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sabar. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada teman-teman seangkatan ’07 dan adik kelas, juga teman-teman Pondok Pesantren Al-Hasan yang selalu mengingatkan penulis, memberi dorongan, dan memberi bantuan dalam bentuk materi maupun non materi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya, penyelesaian skripsi memang tidak mudah tanpa ada hidayah dari Allah SWT dan juga kesungguhan dan semangat. Penulis berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kriteria sebuah skripsi. Namun, apabila skripsi ini belum sempurna, penulis mohon masukan, dan kritikan yang membangun guna kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan menambah khasanah keilmuannya serta dapat mengambil hikmahnya dalam kehidupan sehari-hari. Salatiga, 11 Agustus 2011 Penulis viii ABSTRAK Al-Makenun, Luk Luk. 2011. Nilai-Nilai Pendidikan Kepribadian Generasi Muda dalam Kitab Al-Barzanji Karya Ja’far bin Hasan. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: M. Gufron, M.Ag. Kata Kunci : Pendidikan Kepribadian dan Kitab Al-Barzanji Penelitian ini dilatar belakangi keinginan penulis untuk mengungkap nilai-nilai pendidikan kepribadian yang ada pada Rasulullah SAW sebagai panutan umat Islam dalam kitab Al-Barzanji karya Ja’far Bin Hasan dengan cara bersholawat. Penulis merumuskan tiga pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana sistematika penulisan kitab Al-Barzanji? (2) Bagaimana nilai-nilai pendidikan kepribadian dalam kitab Al-Barzanji (3) bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan kepribadian dalam kitab Al-Barzanji dengan kehidupan modern saat ini? Jenis skripsi ini merupakan skripsi hasil kajian pustaka. Untuk memperoleh data yang representatif dalam pembahasan skripsi ini, digunakan metode library research (penelitian kepustakaan) dengan cara mencari, membaca, menyusun catatan kemudian menganalisa buku-buku yang ada relevansinya dengan masalah penelitian. Kemudian diolah sesuai dengan kemampuan penulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitab Al-Barzanji berisi tentang pujipujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad SAW yang biasa dilantunkan dengan irama atau nada. Sistematika kitab Al-Barzanji bertutur tentang kehidupan Nabi Muhammad SAW yakni silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga diangkat menjadi rasul. Di dalamnya juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Sedangkan nilai-nilai pendidikan kepribadian yang terdapat dalam kitab tersebut adalah kesabaran menghadapi cobaan, amanah, tawadhu’, kesederhanaan, pemaaf, bermusyawarah, menyayangi dan mengasihi orang yang lemah. Relevansi Pendidikan kepribadian dalam kitab Al-Barzanji mempunyai kesesuaian yang tepat dengan pendidikan kepribadian yang dibutuhkan oleh generasi muda sekarang. Baik nilai-nilai pendidikan kepribadian maupun tujuan pendidikan kepribadian. jika nilai pendidikan kepribadian dalam kitab Al-Barzanji diteladankan atau diajarkan pada anak didik, maka akan melahirkan generasi muda yang berbudi luhur dan mengangkat bangsa ini sebagai bangsa yang berbudi. ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. ii PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................. iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. v KATA PENGANTAR ................................................................................. vi ABSTRAK................................................................................................... viii DAFTAR ISI ............................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian .................................................................... 4 D. Kegunaan Penelitian ............................................................... 5 E. Telaah Pustaka ........................................................................ 5 F. Fokus Penelitian ...................................................................... 6 G. Metode Penelitian ................................................................... 8 H. Sistematika Penulisan Skripsi.................................................. 11 BAB II GARIS BESAR KITAB AL-BARZANJI A. Latar Belakang Penulis .......................................................... 13 1. Riwayat Hidup ................................................................. 13 2. Karya Ja’far bin Hasan Al-Barzanji .................................. 15 x B. Sejarah Kitab Al-Barzanji ...................................................... 16 1. Latar Belakang Penggubahan Kitab Al-Barzanji ............... 18 2. Seputar Nama Kitab Al-Barzanji ...................................... 23 C. Sistematika Kitab Al-Barzanji ................................................ 24 1. Seputar Aspek redaksional ............................................... 24 2. Sistematika Penulisan Al-Barzanji.................................... 26 3. Kandungan Syair Al-Barzanji ........................................... 27 BAB III NILAI DAN TUJUAN PENDIDIKAN GENERASI MUDA DALAM KITAB AL-BARZANJI A. Nilai-Nilai Pendidikan Kepribadian Generasi Muda dalam Kitab Al-Barzanji ................................................................... 33 1. Pengertian Pendidikan Kepribadian .................................. 33 2. Nilai Pendidikan Kepribadian dalam Syair Al-Barzanji .... 38 3. Tujuan Pendidikan Kepribadian Kitab Al-Barzanji ........... 51 B. Generasi Muda....................................................................... 53 1. Karakteristik Kepribadian Generasi Muda ........................ 54 2. Proses Pembentukan Kepribadian Generasi Muda ............ 56 BAB IV RELEVANSI PENDIDIKAN KEPRIBADIAN GENERASI MUDA DALAM KITAB AL BARZANJI BAGI KEHIDUPAN ERA SEKARANG A. Relevansi Nilai Pendidikan Kepribadian Generasi Muda........ 62 B. Relevansi Tujuan Pendidikan Kepribadian Generasi Muda .... 70 C. Relevansi Pendidikan Kepribadian dalam Kehidupan xi Sekarang ................................................................................ 73 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................ 7 6 B. Saran ..................................................................................... 77 C. Kata Penutup ......................................................................... 78 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS LAMPIRAN xii 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berzanjen pembacaan kitab al-Barzanji secara bersama merupakan tradisi yang sangat populer. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari khasanah kesusastraan khas pesantren yang hidup lestari sejak dulu dan terus dipertahankan hingga saat ini. Hal yang sama juga dijumpai di kalangan masyarakat sekitar pesantren ataupun masyarakat yang berbasis Nahdlatul Ulama (NU). Tradisi berzanjen bahkan telah menembus sudut-sudut yang paling jauh di Nusantara. Tidak hanya di kawasan pedesaan yang merupakan kantong-kantong massa NU, namun juga dikawasan perkotaan yang lebih plural dan heterogen. Di kalangan komunitas pesantren dan NU sendiri, berzanjen merupakan tradisi yang mendarah daging dalam kehidupan keseharian dan sistem sosialnya. Selain sebagai ritual rutin yang dilaksanakan di setiap malam jumat, juga sebagai wirid wajib dalam setiap acara tertentu, semisal maulidiyah atau peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. Kitab tersebut juga sering dibaca ketika ada hajatan resepsi pernikahan, tingkeban, khitanan. Lebih dari itu, berzanjen telah menjadi salah satu bagian dari sistem perekat dan mobilisasi sosial masyarakat, karena dilakukan secara rutin dan berjamaah, baik di kalangan masjid-masjid dan mushala-mushala maupun di rumah-rumah para pesertanya secara bergiliran. 1 2 Kitab Al-Barzanji yang dikarang oleh Ja‟far al-Barzanji yang terlahir di daerah Barzinj (Kurdistan) merupakan salah satu karya sastra yang sudah ratusan tahun dipakai namun belum ada yang menggeser lewat keindahan kalimat-kalimat yang disusunnya sampai sekarang. Bagi yang paham bahasa Arab, tentu untaian kata-katanya sangat indah dan memukau. Umumnya, mereka terkesima dengan sifat-sifat Rasulullah yang memang sulit ditiru, indah, menarik dan mengharukan (Fattah, 2008: 302). Al-Barzanji berisikan tentang sejarah biografi Nabi Muhammad SAW, di dalamnya mengandung keunikan gaya serta memiliki irama yang khas, penuh metafora dan simbol. Dalam kajian sastra Arab, keunikan itu disebut al-Madaih al-Nabawiyah atau puisi-puisi kenabian (Wargadinata, 2010: 102). Banyak penyair Arab yang menjadikan sastra pujian sebagai bagian dari karya sastranya. Para penyair berlomba-lomba dalam menciptakan puisi pujian, yang akhirnya menjadikannya sebagai tradisi. Karya puisi itu bukan hanya sembarang puisi, melainkan puisi pujaan bagi Rasulullah SAW. Dalam sejarah sastra Islam, cukup banyak karya sastra berupa puisi pujaan bagi Rasulullah yang ditulis oleh para sastrawan maupun ulama dari masa-kemasa. Puisi-puisi pujian bagi Rasulullah lahir dengan maksud untuk mengungkapkan kepribadian Rasul yang agung dan sempurna dengan cara yang jelas dan mendetail. Tradisi ini lahir dari penghormatan dan rasa cinta kaum muslimin yang begitu mendalam kepada junjungannya. Bahkan Allah memuji dengan tegas mengungkapkan kebesaran kepribadian 3 hamba-Nya yang mulia itu dengan firman-Nya dalam Al-Qur‟an surat AlQalam ayat 4 : “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al-Qur‟an dan terjemahnya, 2005: 451). Dalam catatan Annemarie Schimmel, penghormatan kepada Nabi dan perhatian kepada rincian yang paling kecil pun dari perilaku serta kehidupan pribadinya tumbuh sejalan dengan semakin jauhnya jarak waktu kehidupan kaum muslim dengan Nabi. Mereka ingin mengetahui lebih banyak lagi mengenai kepribadiannya, pandangan-pandangannya, dan perkataan- perkataannya, untuk menyakinkan mereka bahwa mereka telah mengikutinya dengan cara yang benar (Schimmel, 1991: 52). Pengembangan moral adalah makna lain dari tradisi pembacaan kitab Al-Barzanji yang dilaksanakan oleh masayarakat. Dengan melakukan tradisi ini, masyarakat lebih mengenal dan mencintai Nabinya. Kalau seseorang sudah mengenal dan mencintai Nabinya, maka segala hal yang terkait dengan Nabi, terutama apa saja yang dilakukan oleh Nabi, akan diikutinya. Dalam kitab Qami‟tughyan disebutkan bahwa: (al-Bantani, t.t: 5) 4 “Tanda orang yang mencintai Allah adalah mencintai al-Qur‟an dan tandanya orang yang mencintai keduanya adalah mencintai Nabi dan tanda mencintai Nabi Muhammad SAW adalah mencintai sunnah-sunnahnya.” Berangkat dari itu, penulis termotivasi untuk mengkaji lebih lanjut tentang nilai-nilai pendidikan kepribadian pada kitab Al-Barzanji karya Ja‟far bin Hasan. B. Rumusan Masalah Sebagai basic question atau pokok masalah pada permasalahan yang penulis angkat ini adalah: 1. Bagaimana sistematika penulisan kitab Al-Barzanji? 2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan kepribadian generasi muda dalam kitab Al-Barzanji? 3. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan kepribadian generasi muda dalam kitab Al-Barzanji dengan kehidupan modern saat ini? C. Tujuan Penelitian Sebagai konsekuensi dari pokok masalah, maka tujuan penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui sistematika penulisan kitab Al-Barzanji. 2. Untuk mengetahui adanya nilai-nilai pendidikan kepribadian generasi muda dalam kitab Al-Barzanji. 5 3. Untuk mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan kepribadian generasi muda pada kehidupan modern saat ini. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi pengamat pendidikan kepribadian sebagai masukan yang bermanfaat, menambah pengetahuan dan wawasan mereka tentang keterkaitan kitab Al-Barzanji dengan pendidikan kepribadian. 2. Manfaat praktis a. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi acuan bagi generasi muda muslim yang cinta akan kegiatan berzanjen. b. Diharapkan skripsi ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. E. Telaah Pustaka Untuk menghindari terjadinya telaah pustaka pengulangan hasil temuan yang membahas permasalahan yang sama dari seseorang baik dalam bentuk buku, kitab, dan dalam bentuk tulisan yang lainnya, maka penulis akan memaparkan beberapa buku yang sudah ada sebagai bandingan dalam mengupas permasalahan tersebut sehingga diharapkan akan muncul penemuan baru. Beberapa buku diantaranya: 6 Pertama yaitu Abu Ahmad Abdul Hamid dalam karyanya Sabil alMunji, berisi tentang komentar riwayat hidup Nabi Muhammad SAW dalam kitab Al-Barzanji. Kedua adalah Spiritualitas Salawat kajian Sosio-Sastra Nabi Muhammad SAW karya DR. H. Wildana Wargadinata, LC., M. AG. Buku ini adalah hasil penelitian tentang tradisi pembacaan al-Madaih al-Nabawiyah (Barzanji, Diba‟, Manaqib, Burdah). Ketiga Munyat al-Martaji fi tarjamah Maulid al-Barzanji (Harapan Bagi Pengharap dalam Riwayat Hidup Nabi Tulisan al-Barzanji) karya Asrari Ahmad. Berisi komentar dalam bahasa jawa tentang kehidupan Rasulullah SAW dalam kitab Al-Barzanji. Keempat Tradisi Orang-Orang NU karya Munawir Abdul Fattah. Berisi tentang tradisi orang-orang NU salah satunya adalah barzanjen, hukum berzanjen dan tradisi barzanjen dalam ritual-ritual tertentu. Kelima ialah Maulid Nabi Menggapai Keteladanan Rasulullah SAW karya Ahmad Muthohar. Buku ini merupakan hasil penelitian yang mengupas tentang tradisi perayaan maulid Nabi di dunia Islam umumnya dan di Indonesia khususnya (termasuk di dalamnya Al-Barzanji dan Diba‟). F. Fokus Penelitian Untuk menghindari kesalah fahaman dengan judul yang penulis ambil maka akan dijelaskan arti dan pengertian masing-masing istilah dari judul 7 skripsi ini, sehingga penulis mengharapkan ada pemahaman yang sama antara penulis dan pembaca dalam memaknai istilah judul yang dimaksud, yaitu: 1. Nilai pendidikan kepribadian Nilai pendidikan kepribadian terdiri dari tiga kata, yaitu nilai, pendidikan dan kepribadian. a. Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, nilai adalah: 1) harga dalam arti taksiran, misal nilai intan; 2) harga sesuatu, misalnya uang; 3) angka kepandaian; 4) kadar, mutu; 5) sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Poerwadarminta, 2006: 801). Nilai juga bisa diartikan suatu penghargaan atau kualitas terhadap sesuatu hal, yang dapat dasar penentu tingkah laku seseorang, karena sesuatu atau hal yang menyenangkan, memuaskan, menarik, berguna, menguntungkan atau merupakan suatu sistem keyakinan (Daroeso, 1986: 20). b. Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Marimba, 1989: 19). c. Dalam buku Teori Kepribadian karya Yusuf, Hall dan Lindzey mengemukakan bahwa, kepribadian dapat diartikan sebagai: 1) Keterampilan atau kecakapan sosial (social skill), dan 8 2) Kesan yang paling menonjol, yang ditunjukkan seseorang terhadap orang lain (Yusuf, 2007: 3). Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai pendidikan kepribadian adalah proses perubahan dan perkembangan tingkah laku yang ditunjukkan seseorang terhadap orang lain menuju ke arah yang lebih baik dan sempurna. 2. Generasi Muda Golongan manusia berusia muda (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978: 9). 3. Kitab Al-Barzanji Kitab Al-Barzanji adalah buku sastra yang memuat biografi dan sejarah kehidupan Rasulullah (Fattah, 2008: 293-294). Ia ditulis sesuai dengan setting sosial dimasanya. Sebagai karya sastra kitab barzanji perlu mendapatkan apresiasi. G. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah studi kepustakaan atau library research. Tatang M. Arifin menyebutkan bahwa penelitian literer lebih dimaksudkan studi “kepustakaan” dan bukan studi “perpustakaan” (Arifin, 1990: 135). Dalam arti bahwa bahan atau data-data penulisan skripsi ini diperoleh dari penelitian buku-buku dan literatur-literatur yang berkenaan dengan topik yang sedang dibahas. Dengan cara demikian, maka penulis akan 9 mendapatkan data-data serta informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam hal ini penulis menggunakan: a. Library Research yaitu suatu research kepustakaan (Hadi, 1991: 9). Penelitian ini menempuh langkah-langkah diantaranya: 1) Mencari buku-buku yang ada kaitannya dengan penulisan ini. 2) Mencari penyusunan dalam buku-buku, mulai buku pegangan sistematis, karangan kusus dan lain-lain. 3) Menyusun catatan, kemudian dikonsultasikan atau dirujuk pada buku yang berkaitan b. Metode Historis Yaitu metode yang digunakan untuk mengetahui perkembangan pemikiran tokoh yang bersangkutan, baik yang berhubungan dengan lingkungan historis dan pengaruh di dalamnya maupun dalam kehidupan sehari-hari (Winarno, 1989: 132). c. Metode Analisis Metode ini adalah dimaksudkan untuk menganalisis bab per bab mencari pendidikan kepribadian yang terkandung di dalam kitab “AlBarzanji”. d. Metode Induksi Metode ini berdasarkan pada analisis dari isi kitab tersebut, maka penulis mengambil kesimpulan dengan metode induksi. 10 2. Metode Pengumpulan Data Untuk membantu data, penulis menempuh langkah-langkah melalui library research. Sumber pustaka untuk kajian ini dapat berupa teks, seperti teks kitab suci, terjemahannya dan sumber lain yang mendukung seperti buku-buku tentang pendidikan , ensiklopedi, filsafat, dan sejarah Nabi. Adapun sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu: a. Sumber yang bersifat primer yaitu kitab Al-Barzanji karya Ja‟far bin Hasan. b. Sumber data yang bersifat sekunder, yaitu yang menjadi pelengkap dalam penelitian ini, merupakan bacaan yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penelitian. 3. Metode Analisa Data Penelitian ini merupakan serangkaian kegiatan untuk menarik kesimpulan dari hasil kajian konsep atau teori yang mendukung dalam penelitian ini. Selain itu, untuk menganalisis pendidikan kepribadian dalam kitab AlBarzanji penulis juga menggunakan telaah Hermeneutika. Hermeneutika adalah sebuah disiplin filsafat yang memusatkan kajiannya pada persoalan pemahaman di atas pemahaman. Menurut Sukron Kamil hermeneutika ialah pembacaan ulang (retroaktif) terhadap suatu teks seperti karya sastra sesudah pembacaan heuristik (berdasarkan struktur bahasanya atau makna tingkat pertama) (Kamil, 2009: 221). Sedangkan Menurut Anton Bakker, 11 Hermeneutika adalah menerjemahkan konteks pikiran zaman dahulu ke dalam terminologi dan pemahaman yang sesuai dengan cara berfikir aktual sekarang (Bakker, 1984: 138). Dalam telaah hermeneutika ini, penulis menelaah isi dan mengartikan makna yang tersembunyi dari kitab Al-Barzanji, sehingga terhindar adanya mispersepsi atau interpretasi terhadap kandungan isi kitab tersebut. H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi merupakan suatu cara menyusun dan mengolah hasil penelitian dari data serta bahan-bahan yang disusun menurut urutan tertentu, sehingga menjadi kerangka skripsi yang sistematis. Adapun sistematika tersebut sebagi berikut: Pada halaman pembuka tercakup halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar dan daftar isi. BAB I : Pendahuluan, pada bab ini berisi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka, fokus penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Pada bab ini berisi tentang garis besar isi kitab Al-Barzanji, dimana disitu diuraikan mengenai biografi penulis, latar belakang penulisan kitab Al-Barzanji, dan sistematika penulisan kitab Al-Barzanji. 12 BAB III : Pada bab ini membahas mengenai nilai-nilai pendidikan kepribadian dalam kitab Al-Barzanji bagi generasi muda Islami yang meliputi nilai-nilai pendidikan kepribadian dalam syair Al-Barzanji, karakteristik kepribadian dan proses pembentukan kepribadian generasi muda Islami. BAB IV : Memuat analisis konsep tentang nilai-nilai pendidikan kepribadian pada Al-Barzanji bagi generasi muda dewasa ini dan relevansi konsep nilai-nilai pendidikan kepribadian terhadap kehidupan sekarang. BAB V : Dalam bab terakhir penulis membuat kesimpulan, memberikan saran yang mana sebagai bahan masukan kepada pembaca dan tidak lupa penulis membuat kata penutup sebagai kata akhir dalam pembuatan skripsi ini. 13 BAB II GARIS BESAR ISI KITAB AL-BARZANJI A. Latar Belakang Penulis 1. Riwayat Hidup Kitab maulid Al-barzanji (dimana masyarakat menggunakan sebutan ini untuk menyebut secara umum kita-kitab maulud dan acara mauludan yang membaca kitab al-Maulud) disusun oleh Ja‟far bin Hasan bin „Abd al-Karim bin Muhammad al-Barzanji al-Kurdi (Sholikin, 2009: 59). Beliau dilahirkan pada hari Kamis awal bulan Dzulhijah tahun 1126 H (1711 M) di Madinah Al-Munawwaroh dan wafat pada hari Selasa, selepas Asar, 4 Sya‟ban tahun 1177 H (1766 M) di Kota Madinah dan di makamkan di Jannatul Baqi‟. Syaikh Ja‟far al-Barzanji adalah Mufti Syafi‟i Madinah, dan khatib masjid Nabawi Madinah, di mana seluruh hidupnya dipersembahkan untuk kota suci Nabi ini (Sholikhin, 2010: 472). Sayyid Ja‟far Al-Barzanji adalah seorang ulama besar keturunan Nabi Muhammad SAW dari keluarga Sa‟adah Al-Barzanji. Keluarga Barzanji merupakan salah satu dari keluarga yang sangat termuka di Kurdistan bagian selatan, sebuah keluarga ulama dan syaikh tarekat Qadiriyah (didirikan oleh Syeikh Abdul Qodir Jaelani (wafat 561 H/1166 H)) yang mempunyai pengaruh politik yang besar (Bruinessen, 1995: 95). Selain itu keluarga Al-Barzanji juga terkenal kemasyhurannya karena datuk-datuk Sayyid Ja‟far semuanya ulama termuka yang terkenal dengan 13 14 ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Beliau sendiri mempunyai sifat dan akhlak terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud (menghindari sesuatu yang tidak bermanfaat), amat berpegang teguh pada Al-Quran dan sunnah, wara‟ (menjaga dan menghindari hal-hal yang subhat), banyak berzikir, senantiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah, dan pemurah. Nama nasabnya adalah Sayid Ja‟far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja‟far As-Sodiq ibn al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a. Semasa kecilnya beliau telah belajar Al-Quran dari Syaikh Ismail Al-Yamani, dan belajar ilmu tajwid serta memperbaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf As-So‟idi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri. Antara guruguru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah Sayid Abdul Karim Haidar Al-Barzanji, Syaikh Yusuf Al-Kurdi, Sayid Athiyatullah Al-Hindi. Selain itu, beliau juga belajar dengan Ulama-ulama terkenal, diantaranya adalah: a. Syaikh Athaallah ibn Ahmad Al-Azhari, b. Syaikh Abdul Wahab At-Thanthowi Al-Ahmadi, c. Syaikh Ahmad Al-Asybuli (Firmansyah, 2010: 1-2). 15 Sayid Ja‟far Al-Barzanji juga telah menguasai banyak cabang ilmu, antara lain: Shorof, Nahwu, Manthiq, Ma‟ani, Bayan, Adab, Fiqh, Usul Fiqh, Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadis, Usul Hadis, Tafsir, Handasah, A‟rudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk turun hujan pada musim-musim kemarau. Diceritakan bahwa suatu ketika di musim kemarau, beliau sedang menyampaikan khutbah jumatnya, seseorang telah meminta beliau beristisqa‟ memohon hujan. Maka dalam khutbahnya itu, beliau pun berdoa memohon hujan. Doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya sehingga seminggu (http://masafirulkhoonah.blogspot.com, 14 Januari 2011). 2. Karya-Karya Ja’far bin Hasan Al-Barzanji Ja‟far bin Hasan Al-Barzanji adalah seorang penyair yang produktif. Banyak karya sastra, terutama syair yang telah digubahnya. Selain produktif, beliau juga sangat menekuni kemampuan sastranya. Terbukti, syair-syair gubahannya diakui memiliki nilai sastra yang sangat tinggi. Berikut ini adalah beberapa karya-karya sastra Ja‟far Al-Barzanji: a. Syawaahidul Ghufraan „ala Jaliyal Ahzan fi Fadhaa-il Ramadhan b. Mashaabiihul Ghurar „ala Jaliyal Kadar c. Taajul Ibtihaaj „ala Dhau-il Wahhaj fi Israa‟ wal mi‟raj 16 d. Al birrul „Aajilu biijaabatisy Syaikh Muhammadin Ghofil e. Jaaliyatul Kidri biasmaa-i Askhaaabi Sayyidil Malaaika wal Basyar f. Wal Akhaduyayna Jaaliyatil Kurabi bi-Asmaa-i Sayyidil „Ajami wal „Arabi fi Asma-il Badaryyina g. Arraudol Mu‟tharu fiima yukhaddisy Sayyiduna Muhammad minal Asy‟a h. Asysyaqaaiqul Atrajiyyatufi Manaqibil Asyraafil Barzanjiyyati i. Al‟ariinu Liasmaa-is Sakhabatil Badariyyina j. Fatkhur Rahmani „Ala Ajwibatis Sayyidina Ramadhana k. Alfaidhul Latifa bi ijaabati Naaibi sar‟is Syarifi l. Nahuudhul Laisa Lijawaabi Abiil Ghaisi (http://masaafirulkhoonah.blogspot.com, 14 Januari 2011). Beliau juga telah menulis buku yang dipersembahkan kepada Nabi, Qishshas Al-Mi‟raj, adalah buku yang kurang dikenal secara luas di Indonesia. Sedang karyanya yang benar-benar populer setelah kitab AlBarzanji adalah sebuah hagiografi (literatur tentang kehidupan dan legenda) Syaikh „Abd Al-Qadir, Lujain Al-Dani fi Manaqib „Abd Al-Qadir Al-Jilani, sebuah karya yang bahkan menembus sampai sudut-sudut yang paling jauh di Nusantara (Bruinessen, 1995: 97). B. Sejarah Kitab Al-Barzanji Kitab Al-Barzanji merupakan suatu doa-doa, puji-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad SAW yang bisa dilantunkan dengan 17 irama dan nada. Isi Al-Barzanji bertutur tentang kehidupan Nabi Muhammad SAW yakni silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, dewasa hingga diangkat menjadi Rasul. Di dalamnya juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Selanjutnya, umat Islam di Indonesia pada tanggal 12 Rabiul Awal dipandang sangat penting dan mempunyai nilai sejarah tersendiri bagi umat Islam, karena pada tanggal itulah Nabi Muhammad SAW dilahirkan. Sebab jika ditelusuri lebih jauh, Nabi Muhammad memiliki kedudukan yang sangat istimewa di kalangan umat Islam. Menurut Scimmel mengutip pendapat dari Arthur Jeffrey, bertahun-tahun yang lalu, mendiang Syaikh Musthafa AlMaraghi berkata dalam kunjungannya kepada kawannya, uskup Anglikan di Mesir, bahwa penyebab penghinaan paling umum orang-orang Kristen terhadap kaum Muslim yang dilakukan dengan tidak sengaja adalah karena mereka sama sekali tidak dapat memahami penghargaan sangat tinggi seluruh kaum Muslim yang ditujukan kepada Nabi mereka (Scimmel, 1991: 13). Selain itu, tonggak sejarah umat Islam sebenarnya dimulai dari lahirnya tokoh reformasi dunia, yaitu Nabi Muhammad SAW. Beliaulah yang membebaskan umat manusia dari kungkungan era jahiliyah menuju era pencerahan (tanwir) di bawah naungan nilai-nilai tauhid, syura, keadilan, egalitarianisme dan kemanusiaan (Mustaqim 2007: 37). Umat Islam merayakan hari kelahiran sang tokoh reformasi tersebut dengan penuh semangat, sebagai bentuk 18 ekspresi rasa cinta (mahabbah) kepada Nabi dan sekaligus mengenang jas-jasa perjuangan beliau. Memuliakan Nabi, menghormati dan mencintai beliau, tidak dapat dipisahkan dari lubuk hati umat Islam di seluruh dunia. Annemarie Schimmel menceritakan fenomena penghormatan terhadap Nabi sebagai berikut: “Sebuah copy Al-Quran, yang kemudian ditulis pada abad kedua belas, di Iran Timur, dengan tulisan Kufi yang sederhana dan dari masa yang belakangan, mempunyai kekhasan yang mencolok: seluruh surah ke112, mengenai pengakuan akan Keesaan Allah, ditulis dengan hurufhuruf yang kuat dan jalin-menjalin, dan pada halaman lain, kata-kata Muhammad Rasul Allah, “Muhammad adalah utusan Allah”, seolaholah dibedakan dari yang lain-lainnya, di halaman itu dengan bentuk kaligrafinya yang menarik perhatian. Penulis yang tak dikenal itu telah mengungkapkan, dengan cara yang nyata, kedudukan utama Nabi dalam agama Islam.” (Scimmel, 1991: 13). Ungkapan penghormatan dan cinta kepada Nabi dari lubuk hati yang paling dalam, diwujudkan dalam bentuk karya sastra yang tidak pernah kering dalam Kesejarahan Islam. Sastra penghormatan kepada Nabi ini, kemudian dikenal dengan jenis sastra al-madaih al-nabawiyah. Sastra ini terus berkembang , tidak hanya di kawasan Arab dan Timur Tengah saja, melainkan juga berkembang di negara-negara Islam non Arab seperti Turki, Pakistan, dan bahkan Indonesia. 1. Latar Belakang Penggubahan Kitab Al-Barzanji Historis Al-Barzanji tidak dapat dipisahkan dengan momentum besar perihal peringatan maulid Nabi Muhammad SAW untuk yang pertama kali yang digalakkan oleh Salahudin al-Ayyubi. Maulid Nabi Muhammad atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada mulanya diperingati untuk membangkitkan semangat pasukan dan umat Islam untuk 19 merebut kembali wilayah Yerusalem yang diduduki pasukan salib Eropa (Republika, 2011: 2). Sebab waktu itu umat Islam sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris. Ada dua kondisi sosial politik yang melatar belakangi penulisan munculnya kitab maulid pada abad ke-15. Pertama, bahwa pada abadabad ke-14 hingga ke-16 M diberbagai belahan dunia Islam sedang marak dan berada pada puncak penyebaran tradisi maulid yang perintisnya sejak awal abad ke-12 M. Kegiatan maulid mencapai puncak popularitasnya di kalangan masyarakat, sehingga penguasa-penguasa pun kemudian mengakomodasinya sebagai kegiatan resmi negara, yang salah satu motifnya adalah kepentingan politik. Penelitian Nico Kaptein (1994) mengenai maulid di Maghribi dan Spanyol menunjukkan bahwa budaya maulid telah menyebar ke hampir seluruh dunia muslim, baik sebagai bentuk budaya baru yang diilhami kaum sufi, maupun sebagai pelarian kekecewaan politik, akibat invasi dunia barat modern ke berbagai belahan dunia Islam. Sehingga umat Islam memerlukan api pemantik, berupa dimunculkannya semangat kecintaan kepada Rasulullah, guna memompa semangat perjuangan umat Islam (Sholikin, 2010: 473). Kondisi kedua adalah kemunduran dunia Islam, serta kekalahannya di medan perjuangan jihad dengan kaum Salib (dunia Barat), yang juga mengakibatkan kekalahan sosial kultural, semenjak jatuhnya Granada (Spanyol) dari pangkuan Islam pada tahun 1492 M. 20 Akibatnya pada kurun waktu tersebut, dimana juga merupakan tahuntahun kehidupan para penulis kitab maulid, termasuk al-Barzanji, dunia Islam dilanda kemunduran yang sangat draktis, serta kelemahan mentalitas perjuangan, akibat kekalahan bertubi-tubi perjuangan Islam, yang diakhiri dengan hancurnya pusat Islam di Eropa (Spanyol) Granada oleh kaum kristen pada tahun 1492 M, yang menandakan berakhirnya kejayaan imperium Islam (Sholikin, 2009: 62). Tidak berapa lama kemudian, hampir seluruh dunia Islam mengalami kolonialisasi oleh kaum KristenEropa, yang ditandai dengan pelayaran Vasco da Gama pada tahun 1498 M sampai ke India. Kekalahan sektor politik ini, akhirnya berimbas juga pada kekalahan penyebaran budaya, di mana kebudayaan Barat menjadi hegemoni baru di dunia muslim. Dalam kondisi seperti itu, umat Islam memerlukan semangat kejuangan tinggi yang bersumber pada ghirah jihad Rasulullah. Dengan pemikiran dasar untuk membangkitkan kecintaan kembali pada Rasulullah serta harapan untuk meneruskan perjuangan ini, maka muncullah karya-karya mengenai pribadi Rasulullah yang mengiringi kebudayaan maulidan. Sehingga akhirnya disebut sebagai karya-karya maulid, yang kemudian dijadikan bacaan pokok saat acara maulid digelar. Adalah Sultan Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi lahir 1137 dan wafat 4 maret 1193 di Damaskus (William, 1984: 395, 399), dimasyhurkan oleh bangsa Eropa dengan nama “Saladin” pahlawan Perang Salib, dari kelurga 21 Ayyubiyah suku Kurdi (Sunanto: 2003: 149). Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka. Maka, Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini harus dirayakan secara massal. Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi yang menjadi Atabeg (setingkat Bupati) di Irbil, suriah Utara. Untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di Istananya sering menyelenggarakan peringatan maulid Nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan tidak setiap tahun. Adapun Salahuddin ingin agar perayaan maulid Nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekedar perayaan ulang tahun biasa (Ahmadfillah, 2010: 2-3). Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah di Baghdad yakni An-Nashir, ternyata Khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan Dzulhijah 579H/ 1183 M, Salahuddin sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jamaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masingmasing segera mensosialisasikan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 H/ 1184 M tanggal 12 Rabi‟ul Awal 22 dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam. Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, yang dalam perayaannya tidak terdapat hal-hal yang bertentangan dengan esensi ajaran Islam, sehingga tidak dapat dikategorikan bid‟ah yang terlarang. Salah satu kegiatan yang diprakarsai oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja‟far Al-Barzanji. Ternyata peringatan maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerussalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai hari ini. 23 2. Seputar Nama Kitab Al-Barzanji Al-Barzanji adalah buku sastra yang memuat sejarah biografi Nabi Muhammad SAW. Nama Al-Barzanji dibangsakan kepada nama penulisnya, yang diambil dari tempat asal keturunannya yakni daerah Barzinj (Kurdistan). Nama tersebut menjadi populer di dunia Islam pada tahun 1920an, ketika Syekh Mahmud Al-Barzanji memimpin pemberontakan Nasional Kurdi terhadap Inggris yang pada waktu itu menguasai Irak (Dahlan, 2001: 199-200). Karya tulisnya tentang maulid ada dua, yaitu yang dikenal di Indonesia dengan maulid Al-Barzanji natsr dalam bentuk prosa-lirik, dan maulid Al-Barzanji nadzam dalam bentuk puisi (Sholikin, 2010:472). Puisi adalah kata-kata yang berwazan dan berqafiah, sedang prosa adalah kata-kata yang tidak berwazan dan tidak berqafiah (Wargadinata, 2008: 163). Dalam ensiklopedi Islam di Indonesia disebutkan bahwa judul kitab Maulid karya Ja‟far Al-Barzanji adalah Qissat al-Maulid an-Nabawi (Cerita tentang Kelahiran Nabi) (Nasution, 1992:169), sedangkan menurut Abdul Aziz Dahlan berjudul „Iqd Al Jawahir (Kalung Permata) (Dahlan, 2001:199). Maulid karangan beliau ini adalah di antara kitab maulid yang paling tersohor dan paling luas tersebar ke pelososok negeri Arab dan Islam, baik di Timur maupun di Barat. Bahkan ramai kalangan Arab dan Ajam yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam perhimpunanperhimpunan agama yang munasabah. Kandungannya merupakan khulashah (ringkasan) sirah nabawiyyah yang meliputi kisah kelahiran 24 beliau, masa remaja, pengutusan beliau sebagai Rasul, hijrah dan akhlaknya beliau. C. Sistematika Kitab Al-Barzanji 1. Seputar Aspek Redaksional Karya Ja‟far Al-Barzanji merupakan biografi puitis Nabi Muhammad SAW. Di dalam Al-Barzanji dilukiskan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW dengan bahasa indah dalam bentuk puisi serta prosa (nasr) (Dahlan, 2001: 200). Bagian nasar terdiri atas 19 bagian, yang setiap bagiannya dibatasi dengan suatu jeda (fashilat) (Muthohar, 2011: 60). Sementara, bagian puisi (nadzam) terdiri atas 16 sub bagian dengan mengolah rima akhir “nun”. Secara umum, kitab Al-Barzanji ditulis dengan bentuk prosa berirama, yang setiap akhir kalimatnya diakhiri ta‟ marbuthah yang didahului ya‟ berharakat fathah. Penulisannya menggunakan gaya personifikasi pada beberapa sisi, dan memakai tasybih (penyerupaan) pada beberapa sisi yang lain (Muthohar, 2011: 60). Di antara contohnya adalah tatkala pemberian fashilah (jeda) pada setiap fragmen dalam prosanya, dengan ungkapan „ath-thirillahumma qabrahul karim, bi „arfin syadziyyin min shalatiw wa taslim (ya, Allah, bubuhkanlah bauan wangi pada kuburnya yang mulia, dengan bauan mewangi salawat dan salam sejahtera) (Muhammad, t.t: 10). Beliau meminjam makna salawat salam dari kata wangi. 25 Dalam untaian prosa lirik Al-Barzanji, terdapat keterpukauan sang penyair oleh sosok dan kepribadian Sang Nabi. Dalam puisi (nadzam) misalnya, antara lain diungkapkan sapaan kepada Nabi Pujaan” Engkau mentari, Engkau rembulan dan Engkau cahaya diatas cahaya”. Sarjana Jerman peneliti Islam, Annemarie Schimmel dalam bukunya, Dan Muhammad adalah Utusan Allah: penghormatan terhadap Nabi SAW dalam Islam (1991), menerangkan bahwa teks asli karangan Ja‟far Al-Barzanji, dalam bahasa Arab, sebetulnya berbentuk prosa. Namun kemudian penyair-penyair sering mengubahnya menjadi puisi (Scimmel, 1991: 214). Salah satu hal yang mengagumkan sehubungan dengan karya Ja‟far Al-Barzanji adalah bahwa karya tulis ini tidak berhenti pada fungsinya sebagai bahan bacaan. Dengan segala potensinya, karya ini kiranya telah ikut membentuk tradisi dan mengembangkan kebudayaan sehubungan dengan cara umat Islam diberbagai negeri menghormati sosok dan perjuangan Nabi Muhammad SAW. Selain itu, kitab Al-Barzanji ditulis juga untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW dan agar umat Islam meneladani kepribadian beliau. Sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur‟an Surat Al-Ahzab ayat 21: 26 Artinya : “sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Qur‟an dan terjemahnya, 2005: 336). 2. Sistematika Penulisan Al-Barzanji Qashidah Barzanji atau Barzanjen merupakan ciptaan Ja‟far ibn Hasan al-Barzanji. Qashidah ini terdiri dari dua karya: pertama, syi‟iran maulid yang kira-kira berjumlah hampir 200 bait, dan kedua, sebuah kombinasi antara syair dan prosa yang diberi nama Jawahir „Iqd dan alBurud (Adib, 2009: 4). Qasidah tersebut sangat menarik perhatian para pembaca atau pendengarnya, apalagi yang memahami arti dan maksudnya. Secara garis besar sistematika kitab Al-Barzanji adalah sebagai berikut: BAB I : Prolog BAB II : Silsilah Nabi Muhammad SAW. BAB III : Tanda-tanda kelahiran Nabi Muhammad SAW BAB IV : Kelahiran Nabi Muhammad SAW BAB V : Keadaan Nabi Muhammad SAW lahir BAB VI : Berbagai peristiwa yang terjadi ketika kelahiran Nabi Muhammad SAW BAB VII : Pada masa bayi Nabi Muhammad SAW BAB VIII : Masa kanak-kanak Nabi Muhammad SAW BAB IX : Masa remaja Nabi Muhammad SAW BAB X : Pernikahan Nabi Muhammad dengan Khadijah 27 BAB XI : Peletakan Hajar Aswad oleh Nabi Muhammad SAW dengan kaum Quraisy BAB XII : Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul BAB XIII : Nabi Muhammad SAW berdakwah BAB XIV : Nabi Muhammad SAW Isra‟ Mi‟raj BAB XV : Nabi Muhammad menyatakan kerasulannya pada kaum Quraisy BAB XVI : Nabi Muhammad hijrah ke Madinah BAB XVII : Kepribadian Nabi Muhammad SAW BAB XVIII : Akhlak Nabi Muhammad SAW BAB XIX : Penutup 3. Kandungan Syair Al-Barzanji Syekh Ja‟far mengawali kitab Al-Barzanji dengan ungkapan “surga dan segala kenikmatannya adalah merupakan kebahagiaan bagi orang yang bersalawat dan bermohon kesejahteraan serta berkah atasnya (nabi)” (Muhammad, tt.: 7). Hal ini dimaksudkan untuk mendorong para pembaca agar selalu membaca salawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai ungkapan cinta atasnya. Seperti kitab-kitab agama pada umumnya, penulis kitab ini juga menyampaikan ungkapan puji syukur kepada Allah, salawat salam kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta diakhiri dengan memohon pertolongan kepada Allah. Pada awal kitab ini, dituturkan silsilah Nabi Muhammad SAW. Yakni, Nabi Muhammad SAW bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin 28 Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushoy bin Kilab bin Murrah bin Ka‟ab bin Lu-ai bin Ghalib bin Fihr (Quraisy) bin Malik bin Nadhr bin Kinanah bin Huzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma‟ad bin Adnan. Yang disebut terakhir ini merupakan anak turun Nabi Ismail bin Ibrahim. Setelah itu, Syekh Ja‟far menuturkan dua ikat syair yang menegaskan keagungan silsilah Nabi Muhammad SAW. Pada bagian selanjutnya digambarkan, nur Nabi Muhammad SAW berpindah ke rahim Aminah. Kala itu, terjadi fenomena unik yang sebelumnya tidak pernah terjadi; tanah gersang menjadi subur, binatang-binatang berucap, langit cerah, buah-buahan segera masak, hingga singgasana kerajaan-kerajaan kafir runtuh berantakan. Dalam mimpinya, Aminah mendengar Hatif (suara tanpa bentuk) yang menyatakan bahwa ia sedang mengandung calon junjungan seluruh alam dan makhluk terbaik yang pernah ada. Dia pun diperintahkan agar – ketika lahir nanti- janin itu diberi nama Muhammad. Ketika usia kehamilan dua bulan ayahnya meninggal dunia di Madinah dalam perjalanan mengunjungi keluarganya dari Bani Adiy, suku Najjar. Dan ketika genap berusia sembilan bulan, Maryam dan Asiyah mendatangi Aminah bersama bidadari dari surga. Malam kelahiran Nabi Muhammad SAW digambarkan dengan amat heroik. Langit diperketat penjagaannya, bintang melempari setan yang hendak naik ke atas, bintang Zuhrah memberi hormat dan menerangi tanah 29 Haram. Sebaliknya, gedung di kota Madain (Persia) luluh lantak. Demikian juga empat belas anjungan dan singgasana Raja Anusyarwan. Sementara api sesembahan di negeri-negeri jajahan kerajaan Persi, padam. Beliau dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 Rabi‟ul Awwal Tahun Gajah. Pasca kelahiran, Nabi Muhammad SAW disusui oleh ibunya beberapa hari saja. Selebihnya, Tsuwaybatul Aslamiyah, budak yang dimerdekakan Abu Lahab saat kelahiran Nabi Muhammad SAW. yang sebelumnya menyusui Hamzah (paman Nabi Muhammad SAW). Setelah Tsuwaybah, tugas menyusui Nabi diambil Halimah. Ketika berumur tiga bulan, beliau sudah pandai berdiri tegak, dan setelah berumur lima bulan sudah pandai berjalan sendiri, dan sesudah berumur sembilan bulan sudah lancar berbicara dengan fasih (Muhammad, tt.: 39). Nabi Muhammad SAW sempat ditemui dua malaikat yang membedah dan membersihkan hatinya. Saat berusia empat tahun, beliau diajak pergi ke Madinah oleh ibunya bersama Ummu Aiman (budak yang dimerdekakan Abdullah, ayah Nabi Muhammad SAW). Di tengah perjalanan, tepatnya di Desa Abwa‟ sang Ibu meninggal dan kemudian dikebumikan di sana. Selepas lima hari bersama ummu aiman, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh sang kakek. Tak lama kemudian, kakaeknya meninggal. Kemudian Nabi Muhammad SAW diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika berumur dua belas tahun, Abu Thalib mengajak Nabi Muhammad SAW berdagang ke Syam. Di perjalanan, keduanya bertemu 30 seorang pendeta Buhaira yang mengabarkan kenabian Muhammad SAW, berdasarkan kabar yang ditemukannya dalam kitab-kitab samawi. Atas petunjuk pendeta itu pulalah, demi keamanan Nabi Muhammad SAW, keduanya kembali ke Makah. Setelah berumur dua puluh lima tahun, Nabi Muhammad SAW memperdagangkan barang milik Khadijah ke Busro (Syam). Dalam perjalanan dagang itu beliau ditemani Maisarah, pembantu kepercayaan Khadijah terjadilah keajaiban; pohon meneduhkan dahannya untuk Nabi Muhammad SAW yang duduk di bawahnya. Dan ketika bertemu Pendeta Nasthura, Maisarah diberitahu perihal jati diri Nabi Muhammad SAW kelak. Semua yang dialami lantas diceritakan kepada Khadijah. Karenanya, Khadijah kian mantap untuk menjalin hidup bersama Nabi Muhammad SAW. Tawaran pun diajukan. Berdasar pertimbangan paman-pamannya, Nabi Muhammad SAW yang diwakili Abu thalib menyetujui tawaran itu. Kecuali Ibrahim yang lahir dari rahim Mariyah Al-Qibtiyyah dari Khadijah inilah semua keturunan Nabi Muhammad SAW kelak berasal. Dalam kitab ini, dituturkan bagaimana keutamaan Nabi Muhammad SAW saat menyelamatkan Makah dari pertumpahan darah lantaran konflik penempatan Hajar Aswad pasca banjir saat beliau berusia tiga puluh lima tahun. Usia empat puluh tahun beliau diangkat menjadi Rasul. Dan menerima wahyu pertama kali di gua Hira‟ , pada hari senin tanggal 17 31 Ramadhan. Wahyu yang pertama adalah Surah Al-„Alaq:1-5, Di mana saat itu, Jibril tiba-tiba muncul dan memeluk tubuh Nabi Muhammad SAW seraya berkata “Bacalah”. Tiga tahun atau tiga puluh bulan pasca bertemu Jibril itu, turunlah wahyu yang ke dua yaitu Surah Al-Mudatstsir 1-6. Beberapa orang yang masuk Islam paling awal adalah Abu Bakar Shidiq, Ali bin Aabu Thalib, Khadijah, Zaid bin Haritsah, Bilal bin Rabah, Utsman bin „Affan, Sa‟ad bin Abi Waqqash, Sa‟id bin Zaid, Thalhah bin „Ubaidillah, Abdurrahman bin auf, dan Zubair bin Awwam. Setelah posisi umat Islam (sedikit) kuat, ditandai dengan turunnya ayat ke-94 surah Al-Hijr, dimulailah dakwah secara terang-terangan. Dakwah ini mendapat tantangan dari kaum Quraisy, sehingga pada tahun ke-5, umat Islam hijrah ke Habasyah. Dalam ancaman yang sedemikian hebat, Abu Thalib tetab semangat membantu Nabi Muhammad SAW. Hingga akhir hayat, 15 Syawal tahun ke-10 pasca kenabian. Tiga hari sepeninggal pamannya, Khadijah pun meninggal. Dengan tiadanya kedua orang ini, kesempatan besar bagi kaum Quraisy untuk melakukan beraneka ragam penganiayaan terhadap beliau dan umat Islam lainnya. Beliau kemudian ke Thaif untuk menyerukan Islam kepada kaum Bani Tsaqif, tetapi belum berhasil. Sebelum Nabi Muhammad Hijrah ke Madinah beliau di isra‟ mi‟rajkan oleh Allah. Orang-orang yang percaya di antaranya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Sedangkan yang ragu adalah sebagian umat Islam dan kaum kafir Quraisy. 32 Untuk kejayaan missi Islam yang dibawanya, lalu beliau mengatakan terus terang tentang ke-Rasulannya kepada seluruh suku Quraisy dengan memanfaatkan momen haji untuk berdakwah. Pada gelombang pertama, tercatat enam orang sahabat anshar yang menyatakan keimanannya. Tahun berikutnya, semakin banyak yang memeluk agama Islam. Dari sinilah, Nabi Muhammad SAW mendapatkan suaka politik dari dua suku Aus dan Khazraj. Akhirnya, Nabi Muhammad SAW hijrah dari Makah ke Madinah. Di bagian akhir kitab Al-Barzanji disebutkan beberapa sifat Nabi Muhammad SAW, misalnya beliau sangat pemalu, tawadhu‟, bersedia menjenguk orang sakit dan lain-lain. Pengungkapan sifat-sifat ini adalah agar Nabi Muhammad SAW menjadi suri teladan bagi umatnya. Kemudian, kitab ini ditutup dengan sebuah doa yang di tulis dalam bentuk prosa berirama sajak. 33 BAB III NILAI DAN TUJUAN PENDIDIKAN KEPRIBADIAN GENERASI MUDA DALAM KITAB AL- BARZANJI A. Nilai-Nilai Pendidikan Kepribadian dalam Kitab Al-Barzanji 1. Pengertian Pendidikan Kepribadian Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual (Suwarno, 2006: 19). Secara terminologis, pendidikan merupakan proses perbaikan, penguatan dan penyempurnaan terhadap semua kemampuan dan potensi manusia (Roqib, 2009: 15). Menurut Suwarno mengutip pendapat George F. Kneller, pendidikan memiliki arti luas dan sempit. Dalam arti luas, pendidikan diartikan sebagai tindakan atau pengalaman yang mempengaruhi perkembangan jiwa, watak, ataupun kemampuan watak individu. Dalam arti sempit, pendidikan adalah suatu proses menstransformasikan pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan dari generasi ke generasi, yang dilakukan oleh masyarakat melalui lembagalembaga pendidikan seperti sekolah, pendidikan tinggi, atau lembagalembaga lain (Suwarno, 2006: 20). Sedangkan John S. Brubacher dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan karya Suwarno, mengemukakan bahwa pendidikan adalah proses pengembangan potensi kemampuan, dan kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan, kemudian disempurnakan dengan 33 34 kebiasaan-kebiasaan yang baik, didukung dengan alat (media) yang disusun sedemikian rupa, sehingga pendidikan dapat digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan (Suwarno, 2006: 20). Apabila istilah pendidikan tersebut dikaitkan dengan Islam maka para ulama Islam memiliki pandangan yang lebih lengkap sebagaimana pandangan Ahmad Dahlan dalam buku Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis karya Nizar, beliau berpendapat bahwa pendidikan Islam adalah usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, „alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta berjuang untuk kemajuan masyarakat (Nizar, 2002:107). Senada dengan Ahmad Dahlan, Ahmad D. Marimba memberikan pengertian Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Marimba, 1989: 19). Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam merupakan upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang bertaqwa, baik sebagai „abd maupun khalifah fi al-ardh. Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (Insan kamil) sesuai dengan norma Islam (Achmadi, 2005: 28-29). Konsep manusia seutuhnya dalam pandangan Islam dapat diformulasikan secara garis besar sebagai 35 pribadi muslim yakni manusia yang beriman dan bertaqwa serta memiliki berbagai kemampuan yang teraktualisasi dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam sekitarnya secara baik, positif dan konstrutif. Dari berbagai ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah upaya seseorang untuk mengembangkan potensi agar dapat meningkatkan kualitas kehidupan pribadi seseorang. Istilah “kepribadian (personality)” berasal dari kata latin persona yang berarti topeng (Hurlock, 1989: 236). Topeng merupakan tutup muka yang sering digunakan oleh pemain-pemain panggung. Maksud dari penggunaan istilah ini adalah untuk menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi seseorang yang dalam manifestasinya kehidupan sehari-hari tidak selalu membawakan dirinya sebagaimana adanya, melainkan selalu menggunakan tutup muka dengan tujuan untuk menutupi kelemahannya. Di samping itu, kepribadian juga sering diartikan atau dihubungkan dengan ciri-ciri tertentu yang menonjol pada diri individu. Dalam kehidupan sehari-hari, kata kepribadian digunakan untuk menggambarkan: a. Identitas diri atau jati diri seseorang. b. Kesan umum seseorang tentang diri individu atau orang lain. c. Fungsi-fungsi kepribadian yang sehat atau bermasalah. Dalam buku Teori Kepribadian karya Yusuf LN., Woodwort mengemukakan bahwa kepribadian merupakan kualitas tingkah laku total individu” (Yusuf LN., 2008: 3). Sedangkan Dra. I.L. Pasaribu berpendapat 36 bahwa kepribadian merupakan segala corak perilaku manusia yang terhimpun dalam dirinya dan yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan dirinya terhadap segala rangsang, baik yang datang dari lingkungan (dunia luarnya), maupun yang berasal dari dirinya sendiri (dunia dalamnya) (I.L Pasaribu, 1984: 226). Menurut disiplin ilmu psikologi, pengertian kepribadian dapat diambil dari rumusan beberapa teoris kepribadian terkemuka. Pandangan George Kelly dalam buku Teori-Teori Kepribadian karya Koswara memandang kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya (Koeswara, 1991:11). Senada dengan pendapat George Kelly, Dalam buku Teori Kepribadian karya Simandjuntak, Allport mengartikan kepribadian yaitu: “personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical system, that determines his unique adjustment to his environment (kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisis dalam individu yang menentukan keunikan penyesuaian diri terhadap lingkungan) (Simandjuntak, 1984: 95). Pengertian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Organisasi, yang menekankan pemolaan bagian-bagian struktur kepribadian yang independen, yang masing-masing bagian tersebut mempunyai hubungan khusus satu sama lain. b. Dinamis, menunjukkan hubungan yang saling mempengaruhi. Kepribadian itu tumbuh dan berkembang di mana faktor tertentu mempengaruhi kepribadian tersebut. 37 c. Sistem psikofisis, merupakan keseluruhan fisik-psikologis yang dimiliki seseorang. Faktor fisik antara lain, bentuk tubuh, proses pisiologis, faktor genita. Sedangkan faktor psikologis merupakan perasaan, pengamatan, intelegensi minat, motivasi. d. Unik, yang merujuk kepada keragaman tingkah laku individu sebagai ekspresi dari pola sistem psikofisiknya. Berdasarkan pengertian sebagaimana dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepribadian adalah keseluruhan pola (bentuk) tingkah laku, budi pekerti, sifat-sifat, kebiasaan, kecakapan bentuk tubuh serta unsur-unsur psiko-fisik lainnya yang selalu menampakkan diri dalam kehidupan seseorang. Bila konsep kepribadian di atas ditarik sesuai bangunan Islam, maka yang dimaksud kepribadian muslim ialah kepribadian yang seluruh aspekaspeknya yakni baik tingkah laku luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan penyerahan diri kepada-Nya (Marimba, 1989: 68). Sedangkan menurut Ibnu Husein, kepribadian seorang muslim adalah gambaran budi pekerti dan amal baktinya, atau dengan kata lain budi dan amal bakti seseorang itulah gambaran kepribadiannya (Husein, 2004: 8). Dengan kata lain, kepribadian muslim berkecenderung kepada pengabdian diri dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT baik sikap lahiriyah maupun sikap batiniahnya. Segala niat amal perbuatannya hanyalah karena Allah dan memang dalam pengawasan Allah SWT. 38 Dari penjelasan di atas menggiring pemahaman bahwa istilah pendidikan kepribadian dimaksud dalam penelitian ini adalah usaha atau proses perubahan dan perkembangan budi pekerti manusia menuju ke arah yang lebih baik dan sempurna. 2. Nilai Pendidikan Kepribadian dalam Syair Al-Barzanji Setelah mengetahui kandungan kitab Al-Barzanji sebagaimana disebutkan pada bab sebelumnya dan dengan berpijak dari pendapat Dra. I.L. Pasaribu di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan kepribadian dalam kitab Al-Barzanji terdiri dari: a. Kepribadian dalam kaitannya dengan pengendalian diri. Kepribadian dalam kaitannya dengan pengendalian diri dalam kitab AlBarzanji adalah: 1) Kesabaran menghadapi cobaan Artinya: “Seruan beliau ini diimbangi oleh kaum musyrikin dengan permusuhan terbuka dan penganiayaan terhadap para sahabatnya.” (Muhammad, tt.: 67). Artinya: “Pada tanggal 15 Syawwal tahun kesepuluh dari kenabian. Pamannya yang bernama Abu Thalib meninggal dunia, dan dengan sepeninggalnya itu bertambah besar pula penghinaan dan penganiayaannya.” (Muhammad, tt.: 67). 39 Artinya: “Tiga hari kemudian, menyusul lagi Khadijah wafat dan makin meningkat lagi bencana yang pasti dihadapi kaum muslimin.” (Muhammad, tt.: 69-70). Artinya: “Kesempatan besar bagi kaum Quraisy untuk melakukan beraneka ragam penganiayaan.” (Muhammad, tt.: 70). Aspek nilai kesabaran menghadapi cobaan dalam kitab AlBarzanji terdapat pada bab XIII halaman 54-56. Syair pada bab tersebut menjelaskan kesabaran Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah, mengajak kaumnya memeluk Islam meskipun kaum musyrikin berusaha menghalang-halanginya. Selain itu, diceritakan pula kesabaran Nabi Muhammad ketika beliau ditinggal oleh dua orang yang begitu berarti dalam hidupnya, yaitu pada tanggal 15 Syawal tahun kesepuluh dari kenabian , pamannya yang bernama Abu Thalib meninggal dunia. Tidak lama setelah kepergian pamannya, Khadijah merupakan istri beliau yang menjadi sumber ketenangan, hiburan, dan curahan kasih sayang, wafat. Dengan sepeninggalannya dua tokoh terpandang itu Abu Thalib dan Khadijah maka kesempatan besar bagi kaum musyrikin untuk melakukan beraneka ragam penghinaan dan penganiayaan yang bertujuan menghalanghalangi dakwah Nabi Muhammad SAW. Meskipun demikian, beliau tetap sabar dan tetap mendakwahkan Islam. Sabar adalah sikap mulia yang disukai oleh Allah SWT, dengan kesabaran seseorang tidak akan menjadi lemah jiwa. 40 Semangatnya akan selalu kuat dan tidak mudah putus asa. Dan kesabaran merupakan bagian dari bukti taqwa serta iman seseorang. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur‟an surat AlImran ayat 146: Artinya: “Dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersamasama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Al-Qur‟an dan terjemahnya, 2005: 54). Menurut Wahid Ahmadi dalam bukunya Risalah Akhlak, kesabaran terdiri dari tiga hal, yaitu sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar untuk meninggalkan kemaksiatan dan sabar menghadapi ujian dari Allah (Ahmadi, 2004: 86, 88, 90). Pertama, sabar dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan ketaatan kepada Allah membutuhkan kesabaran karena secara tabiatnya jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Allah berfirman dalam Al-Qur‟an surat Maryam ayat 65: 41 “Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah).” (AlQur‟an dan terjemahnya, 2005: 247). Penggunaan kata Ishthabir dalam ayat di atas menunjukkan bahwa dalam beribadah diperlukan kesabaran yang berlipat ganda mengingat banyaknya rintangan baik dari dalam maupun dari luar diri. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar, yaitu malas, bakhil (kikir), karena keduanya (malas dan kikir), seperti haji dan jihad. Kemudian untuk dapat merealisasika kesabaran dalam ketaatan kepada Allah diperlukan beberapa hal, yaitu: a) Dalam kondisi sebelum melakukan ibadah berupa memperbaiki niat, yaitu keikhlasan. Ikhlas merupakan kesabaran menghadapi riya‟. b) Kondisi ketika melaksanakan ibadah, agar tidak melupakan Allah di tengah melaksanakan ibadah tersebut, tidak merasa malas dalam merealisasikan adab dan sunah-sunahnya. c) Kondisi ketika telah selesai melakukan ibadah, yaitu untuk tidak membicarakan ibadah yang dilakukannya supaya diketahui atau dipuji orang lain. 42 Kedua, Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah, dusta, memandang sesuatu yang haram dan sebagainya. Karena kecenderungan jiwa insan, suka pada halhal yang buruk dan menyenangkan. Dan perbuatan maksiat identik dengan hal-hal yang menyenangkan. Ketiga, sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, seperti mendapatkan musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri, misalnya kehilangan harta, kehilangan orang yang dicintai dan sebagainya. 2) Amanah Aspek nilai amanah pada kitab Al-Barzanji terdapat pada bab X halaman 49-50. Menceritakan tentang amanat pendeta Nasthura kepada Maisarah agar menjaga dan melindungi Nabi Muhammad ketika mendampingi perjalanan Rasulullah ke negeri Busra (Syam) untuk memperdagangkan harta Khadijah. Pendeta Nasthura telah melihat adanya tanda-tanda kenabian Rasulullah SAW ketika beliau beristirahat di bawah pohon kayu di dekat gereja Nasthura. Setelah kembali ke Mekkah, Maisarah melaporkan seluruhnya kepada Khadijah tentang peristiwa yang terjadi selama dalam perjalanan dan melaporkan wasiat yang sebelumnya telah disampaikan oleh pendeta Nasthura. 43 Artinya: “sesudah itu, Maisarah melaporkan seluruhnya kepada Khadijah tentang peristiwa yang terjadi selama dalam perjalanan.” (Muhammad, tt.: 52). Artinya: “dan melaporkan wasiat yang telah disampaikan oleh pendeta Nasthura itu.” (Muhammad, tt.: 52). Dari bait di atas dapat dipetik nilai pendidikan kepribadian yang berupa nilai amanah. Pribadi generasi muda muslim dapat dicirikan dengan sifat amanah. Pemuda yang terpercaya karena memegang amanah, mempunyai nurani yang hidup serta hati yang bersih. Dapat menjalin interaksi yang baik dengan semua manusia, menjaga kehormatan diri, kemuliaan, dan hak-hak orang lain. Bersikap teguh, menjunjung tinggi kepercayaan yang diberikan orang lain kepada dirinya, sehingga orang lain menaruh harapan dan kepercayaan kepadanya. Firman Allah dalam Al-Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 58: Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (Al-Qur‟an dan terjemahnya, 2005: 69). 3) Tawadhu‟ Aspek nilai tawadhu‟ dalam kitab Al-Barzanji terdapat pada bab 18 halam 62 – 63, 44 Artinya:“Nabi SAW. adalah orang yang bersangatan malu, dan tawadhu‟, mau memperbaiki kasutnya sendiri, dan mau menambal pakainnya yang sobek, dan mau memerah biri-biri, dan mau membantu keperluan dalam rumah tangganya.” (Muhammad, tt.: 91-92). Artinya: “menyukai orang yang mulia, dan menghormati orang utama, juga mau bersenda gurau dengan sahabatsahabatnya. Beliau tidak pernah bersabda melainkan yang benar, dan justru Allah SWT menyukai dan rela kepadanya.” (Muhammad, tt.: 95). Nabi Muhammad SAW adalah sosok teladan yang tinggi dalam masalah ketawadhu‟an. Aspek nilai ketawadhu‟an pada bait di atas yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad ialah beliau bersedia memperbaiki terompahnya sendiri, menambal pakaiannya yang sobek, bersedia memerah biri-biri, bersedia membantu keperluan dalam rumah tangganya. Tanda orang yang tawadhu‟ adalah di saat seseorang semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula sikap tawadhu‟ dan kasih sayangnya. Dan semakin bertambah amalnya maka semakin meningkat pula rasa takut dan waspadanya. Selain itu, jika bertambah usianya maka semakin berkuranglah ketamakan nafsunya, apabila bertambah hartanya maka bertambahlah kedermawanan dan kemauannya untuk membantu sesama. Dan 45 setiap kali bertambah tinggi kedudukan dan posisinya maka semakin dekat dengan manusia dan berusaha untuk menunaikan berbagai kebutuhan orang lain serta bersikap rendah hati kepada orang lain. Allah telah menegaskan kepada manusia untuk senantiasa bersikap tawadhu‟ dan menjauhi sikap sombong. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Furqan ayat 63: Artinya:“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (Al-Qur‟an dan terjemahnya: 2005: 63). Sikap tawadhu‟ terhadap sesama manusia adalah sifat mulia yang lahir dari kesadaran akan ke-Maha Kuasaan Allah SWT atas segala hamba-Nya. Orang yang tawadhu‟ menyadari bahwa apa saja yang dimiliki merupakan karunia Allah SWT. Allah SWT berfirman: Artinya : “dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, Maka hanya kepada-Nya-lah kamu 46 meminta pertolongan.” (QS.An-Nahl: 53) (Al-Qur‟an dan terjemahnya, 2005: 218). 4) Kesederhanaan Aspek nilai kesederhanaan dalam kitab Al-Barzanji terdapat pada bab 18 halaman 63: Artinya: “(Nabi Muhammad) mau berkendaraan unta, kuda, bighal, dan keledai dari hadiah sebagian raja-raja.” (Muhammad, tt.: 93-94). Artinya: “Jika perutnya lapar, maka disumbatnya dengan batu, padahal kunci gedung perbendaharaan bumi berada ditangannya.” (Muhammad, tt.: 94). Artinya: “dan Gunung-gunungpun bersedia menjadi emas untuk keperluannya, namun beliau juga enggan menerimanya.” (Muhammad, tt.: 94). Agama Islam menganjurkan agar umatnya senantiasa hidup sederhana dalam semua tindakan, sikap, dan amal. Islam adalah agama yang berteraskan nilai kesederhanaan yang tinggi. Kesederhanaan adalah satu ciri yang umum bagi Islam dan salah satu kepribadian utama yang membedakan dari umat yang lain. Ini selaras dengan firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 143: 47 .... Artinya: “dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia.” (QS. Al-Baqarah:143) (Al-Qur‟an dan terjemahnya, 2005: 17). Atas prinsip inilah, maka umat Islam yang sejati merupakan umat yang adil dan sederhana. Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat. Satu perkara yang harus disadari sebagai umat Islam yaitu konsep sederhana meliputi aqidah (keyakinan), aspek ibadah dan cara melaksanakannya, akhlak dan cara hidupnya, berinteraksi antar sesama dan segala sesuatu yang menyentuh persoalan kehidupan dunia. Kesederhanaan adalah budaya yang telah diterapkan oleh Rasulullah SAW. Budaya sederhana senantiasa mendaulatkan prinsip keadilan serta kemanusiaan inilah yang membentuk generasi muda Islam yang begitu mantap dan berkualitas. b. Kepribadian dalam kaitannya dengan orang lain. Kepribadian dalam kaitannya dengan orang lain dalam kitab AlBarzanji meliputi : 1) Pemaaf Aspek nilai pemaaf dalam kitab Al-Barzanji terdapat pada bab 15 halaman 59: 48 Artinya: “ di tengah jalan, ternyata dihadang oleh Suraqah. Maka beliau berdoa kepada Allah SWT memohon kesalamatan dari padanya.” (Muhammad, tt.: 82). Artinya: “ seketika itu juga, keempat kaki kendaraannya terbenam ke dalam bumi yang keras.” (Muhammad, tt.: 82). Artinya: “ maka Suraqah minta maaf dan keselamatan kepada Nabi SAW sedangkan beliau sendiri juga memaafkannya dan terus dia masuk Islam.” (Muhammad, tt.: 82). Pemaaf adalah sikap suka memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas. Tindakan memberi maaf sebaiknya diikuti dengan tindakan berlapang dada. Seperti yang diceritakan pada bait di atas, yaitu ketika Nabi Muhammad melakukan perjalanan hijrah ke madinah, beliau dihadang oleh Suraqah yang hendak mencelakainya, namun dengan izin Allah unta yang dinaiki Suraqah masuk kedalam tanah sebelum berhasil mencelakai Nabi Muhammad, Suraqah kemudian meminta maaf kemudian beliau pun memaafkannya. Dalam Islam, mampu memaafkan kesalahan orang lain merupakan salah satu ciri orang yang bertaqwa (muttaqin). Allah SWT berfirman: 49 Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Al-Imran: 133-134) (Al-Qur‟an dan terjemahnya, 2005: 53). 2) Bermusyawarah Aspek nilai bermusywarah dalam kitab Al-Barzanji terdapat pada bab 10 halaman 50: Artinya: “kemudian Khadijah melamarkan dirinya, dengan maksud agar ia dapat merasakan bau iman dan kesegarannya” (Najieh, tt.: 63). Artinya: “Maka beliau memberitahukan maksud khodijah itu kepada paman-pamannya untuk dimintai pertimbangan.” (Najieh, tt.: 63). Dalam bait di atas menjelaskan tentang pentingnya bermusyawarah terkait dengan persoalan yang dihadapi oleh 50 manusia. Menurut Taufiq asy-Syawi dalam buku Kuliah Akhlaq karya Yunahar Ilyas, musyawarah mempunyai martabat sesudah ibadah terpenting, yaitu salat, sekaligus memberikan pengertian bahwa musyawarah merupakan salah satu ibadah yang tingkatannya sama dengan salat dan zakat (Ilyas, 2007:230). Bermusyawarah merupakan karakteristik dasar seorang muslim. Kepribadiannya seseorang tidak akan sempurna tanpa ada kemauan untuk mendengarkan pendapat orang lain. Dalam pandangan Islam, musyawarah memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai penting dari musyawarah antara lain: Pertama, salah satu prinsip penting dalam ajaran Islam yang sangat ditekankan oleh Allah, karena hal ini merupakan bagian yang sangat penting dari ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah merupakan salah satu bukti dari iman. Kedua, prinsip jalan tengah dari segala perbedaan pendapat, yakni prinsip keseimbangan antara kehendak individu dengan kehendak bersama. 3) Menyayangi dan mengasihi orang yang lemah. Aspek nilai menyayangi dan mengasihi orang yang lemah dalam kitab Al-Barzanji terdapat pada bab 18 halaman 62: 51 Artinya: “dan beliau menyukai orang fakir dan miskin dan suka duduk bersama-sama mereka, mau meninjau orangorang yang sakit diantara mereka, bersedia mengantar jenazah dan tidak mau mencemooh orang yang sangat fakir.” (Muhammad, tt.: 92). Tanda terjelas dari kepribadian Muslim adalah kasih sayang dan mengasihi. Sifat ini merupakan subtansi risalah samawi, karena sifat tersebut termasuk sifat Allah SWT, yaitu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kasih sayang adalah sifat keutamaan dan ketinggian budi yang menjadikan hati mencurahkan belas kasihan kepada segala hamba Allah (Al-Ghazali, 1986: 422). Di dalam ajaran Islam, mengasihi sesama manusia adalah bagian terpenting dari ajaran Nabi Muhammad SAW. Mencintai umat manusia adalah realisasi dari ajaran Al-Qur‟an, yang mana pengutusan Nabi Muhammad SAW merupakan rahmat dan wujud kasih sayang Allah SWT atas alam semesta, Artinya: “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya‟: 107) (Al-Qur‟an dan terjemahnya, 2005: 264). Nilai kasih sayang pada bait di atas yang dicontohkan oleh Rasulullah adalah beliau menyukai orang fakir miskin, suka duduk bersama-sama mereka, mau meninjau orang-orang yang sakit di antara mereka, bersedia mengantar jenazah dan tidak mau mencemooh orang yang sangat fakir. 52 3. Tujuan Pendidikan kitab Al-Barzanji Sebelum penulis kemukakan tujuan pendidikan kepribadian dalam kitab Al-Barzanji maka terlebih dahulu penulis paparkan garis besar kitab Al-Barzanji. Secara garis besar paparan Al-Barzanji dapat diringkas sebagai berikut: a. Silsilah Nabi Muhammad SAW adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka‟ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr bin malik bin Nadhr bin kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma‟ad bin Adnan. b. Pada masa kanak-kanaknya banyak kelihatan hal luar biasa pada diri Muhammad SAW, misalnya malaikat membelah dadanya dan mengeluarkan segala kotoran dari dalamnya. c. Pada masa remajanya, ketika berumur 12 tahun, ia dibawa pamannya berniaga ke Syam (Suriah). Dalam perjalanan pulang, seorang pendeta melihat tanda-tanda kenabian pada dirinya. d. Pada waktu berumur 25 tahun ia melangsungkan pernikahannya dengan Khadijah binti Khuwailid. e. Pada saat berumur 40 tahun ia diangkat menjadi Rasul, sejak saat itu ia menyiarkan agama Islam (Dahlan, 2001: 200). f. Di bagian akhir disebutkan beberapa sifat Nabi Muhammad SAW, misalnya beliau sangat tawadhu‟, sederhana, pemaaf dan lain-lain. 53 Dari uraian di atas, dapat penulis kemukakan bahwa tujuan pendidikan kepribadian generasi muda dalam kitab Al-Barzanji tiada lain adalah membentuk serta mempola kepribadian utama manusia lebih-lebih generasi muda penerus bangsa agar memiliki akhlak mulia, budi pekerti luhur dan bertabiat terpuji dengan meneladani Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang di contohkan oleh beliau semasa hidupnya. B. Generasi Muda Generasi artinya ialah sekalian orang yang kira-kira sama waktu hidupnya, angkatan, turunan (Poerwadarminto, 2006: 368). Sedangkan muda pengertiannya adalah belum sampai setengah umur (Poerwadarminto, 2006: 776). Dari pengertian tersebut penulis simpulkan bahwa generasi muda adalah orang yang belum sampai setengah umur atau disebut juga sebagai remaja, yaitu masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja populer dengan istilah puber, di Amerika menyebutkan adolesensi, masyarakat Indonesia menyebutkannya akil baligh, atau pubertas. Istilah puber berasal dari kata pubertas yang berasal dari bahasa Latin yang artinya masa remaja dan pubertas sendiri mengandung arti jenjang kematangan fisik. Adapun istilah adolesensi juga diambil dari bahasa Latin adolescentia, yang artinya masa sesudah pubertas, masa di mana manusia mencapai kematangan secara biologis, manusia yang sudah berada dalam keadaan tenang (Irianto, 2010: 1). Adapun istilah akil- baligh yang diambil dari bahasa Arab yang berarti masa di mana manusia dituntut untuk 54 melaksanakan kewajiban dan hukum agama serta meninggalkan segala yang dilarang oleh agama. Masa remaja dikenal dengan masa perkembangan menuju masa kematangan jasmani, seksualitas, pikiran, dan emosional. Begitu juga masa remaja disebut juga sebagai masa di mana terjadinya berbagai perubahan, baik perubahan pada jasmani, seksualitas, pikiran, kedewasaan, maupun sosial. Proses perubahan pada remaja tersebut terjadi karena untuk pematangan kepribadiannya. 1. Karakteristik Kepribadian Generasi Muda Dalam upaya memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah yang dihadapi, ternyata tidak semua individu mampu menampilkannya secara wajar, normal atau sehat (well adjustment), diantaranya banyak juga yang mengalaminya secara tidak sehat (maladjustment) (Nurihsan, 2008:12). Menurut E.B. Hurlock karakteristik kepribadian generasi muda yang sehat (healthy personality) ditandai dengan: a. Menerima tanggung jawab. b. Memiliki filsafat hidup. c. Mampu menilai situasi secara realistik. d. Penerimaan sosial. e. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik. f. Mampu menilai diri secara realistik. g. Kemandirian. h. Dapat mengontrol emosi. 55 i. Berorientasi tujuan. j. Berorientasi keluar. k. Berbahagia. Adapun kepribadian yang tidak sehat ditandai dengan karakteristik seperti berikut: a. Mudah marah (tersinggung). b. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan. c. Sering merasa tertekan (stres atau depresi). d. Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang (hewan). e. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingatkan atau dihukum. f. Mempunyai kebiasaan berbohong. g. Hiperaktif. h. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas. i. Senang mengkritik atau mencemooh orang lain. j. Sulit tidur. k. Kurang memiliki rasa tanggung jawab. l. Sering mengalami pusing kepala meskipun penyebabnya bukan bersikap organis. m. Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama. n. Bersikap pesimis dalam menghadapi kehidupan. o. Kurang bergairah dalam menjalani kehidupan. 56 Kelainan kepribadian berkembang disebabkan oleh faktor lingkungan yang kurang baik, maka penciptaan lingkungan yang kondusif sangat diperlukan agar perkembangan kepribadian individu tumbuh secara optimal. 2. Proses Pembentukan Kepribadian Generasi Muda Pembentukan kepribadian pada generasi muda merupakan suatu proses, berlangsung secara berangsur-angsur dan berkembang. Akhir dari perkembangan kalau berlangsung dengan baik akan menghasilkan suatu kepribadian yang harmonis. Kepribadian disebut harmonis kalau segala aspek-aspeknya seimbang, serta tenaga-tenaga kepribadian bekerja seimbang pula sesuai dengan kebutuhan. Pada garis besarnya aspek-aspek kepribadian generasi muda dapat di golongkan dalam 3 hal, yaitu: a. Aspek-aspek kejasmanian, meliputi tingkah laku luar yang mudah nampak dan ketahuan dari luar, misalnya: cara-cara berbuat, cara-cara berbicara. b. Aspek-aspek kejiwaan, meliputi aspek-aspek yang tidak segera dapat dilihat dan ketahuan dari luar, misalnya: cara-cara berfikir, sikap dan minat. c. Aspek-aspek kerohanian yang luhur, merupakan aspek-aspek kejiwaan yang lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan. Meliputi sistem nilai-nilai yang telah meresap di kepribadian itu. (Marimba, 1989: 67). 57 Sedangkan tenaga-tenaga kepribadian generasi muda terdiri atas: a. Tenaga-tenaga kejasmanian, meliputi seluruh tenaga-tenaga yang bersumber pada tubuh, misalnya tenaga-tenaga yang bersumber pada bekerjanya kelenjar-kelenjar peredaran darah, alat-alat pernapasan, syaraf dan lain-lain. Tenaga-tenaga ini mempengaruhi terbentuknya aspek-aspek kejasmanian dan pada batas-batas tertentu mempengaruhi pula aspek-aspek kejiwaan dari kepribadian. b. Tenaga-tenaga kejiwaan terdiri atas karsa, rasa, dan cipta; dapat juga dibagi atas syahwat, godlob (marah) dan natiqoh-natiqoh (akal atau pikiran). Ketiga tenaga ini saling berhubungan, pengaruh- mempengaruhi antara satu dengan lainnya (Marimba, 1989: 69). 1) Karsa Meliputi tenaga-tenaga yang merupakan sumber pendorong (kekuatan) dari sesuatu kegiatan. Termasuk di dalamnya dorongandorongan nafsu, keinginan-keinginan. 2) Rasa Tenaga-tenaga yang memberi sifat pada kegiatan kegiatan berupa keharusan, kesenangan-kesenangan, ketidak senangan dan sebagainya. 3) Cipta meliputi tenaga-tenaga yang dapat menciptakan sesuatu, dapat memecahkan suatu masalah, dapat mencari jalan-jalan yang tepat untuk sesuatu kegiatan. 58 Ketiga tenaga ini (karsa, rasa, cipta) erat hubungannya dengan tenaga kepribadian yang tertinggi yang bersama-sama dengannya mempengaruhi terbentuknya aspek-aspek kepribadian kedua kejiwaan dan ketiga kerohanian yang luhur. Adapun proses pembentukan kepribadian generasi muda terdiri atas tiga taraf, yaitu: a. Pembiasaan. b. Pembentukan pengertian. c. Pembentukan kerohanian yang luhur. Pembiasaan ditujukan bagi pembentukan aspek kejasmanian dari kepribadian atau memberi kecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu (pengetahuan hafalan), seperti berpuasa, salat dan lain-lain. Pembentukan pengertian meliputi pembentukan minat dan sikap, yang tujuannya adalah untuk memberi pengertian dan pemahaman tentang aktivitas yang akan dilaksanakan, serta menghayati makna ucapan dalam upaya membangkitkan dan memupuk minat, agar seseorang terdorong ke arah perbuatan yang positif. Selain itu pembentukan ini ditujukan juga untuk mewujudkan sikap istiqamah. Sikap yang dibentuk meliputi, kecintaan kepada Allah dan segala sesuatu yang berhubungan dengan-Nya. Dengan adanya pengertian diharapkan akan membentuk keteguhan (sikap) dan pandangan positif tentang makna dari lafadz yang diucapkan. Bila makna itu mengandung nilai-nilai luhur, maka diharapkan akan terbentuk sikap diri yang positif seperti menjauhkan dengki, menepati 59 janji, ikhlas, jujur, suka berkorban, toleran dan sebagainya. Upaya ini mengacu kepada pembentukan kerohanian yang luhur. Keluhuran rohaniah target akhirnya adalah terbentuknya sikap taqwa dalam diri generasi muda. Kepribadian secara utuh hanya terbentuk melalui pengaruh lingkungan, khususnya pendidikan. Adapun sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian generasi muda ini adalah kepribadian yang memiliki akhlak mulia. Tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimanannya, sebab Nabi Muhammad SAW mengemukakan: ( ) Artinya : “orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya.” (HR. Abu Dawud) (Kholidi, 1996: 225) Dasar pembentukan kepribadian adalah Al-Qur‟an dan hadis, sedangkan tujuan yang akan dicapai menjadi pengabdi Allah yang setia (QS. Ad-Dzariyat: 56), sebagai tuhan yang wajib disembah. Sedangkan pengabdian dimaksud didasarkan atas tuntutan untuk menyembah kepada Tuhan yang satu. Sebagaimana firman Allah: Artinya : “(yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu.” (QS.Al-Anam: 102) (Al-Qur‟an dan terjemahnya, 2005: 112). 60 Sisi penting dalam pembentukan kepribadian generasi muda muslim yaitu, iman dan akhlak. Iman seseorang berkaitan dengan akhlaknya, iman sebagai konsep dan akhlak sebagai implikasi dari konsep dalam hubungannya dengan sikap dan perilaku sehari-hari. Selain itu dalam pembentukan kepribadian generasi muda muslim sebagai individu diarahkan kepada peningkatan dan pengembangan faktor bawaan dan faktor lingkungan yang berpedoman pada nilai-nilai ke-Islaman. Pembinaan nilai-nilai ke-Islaman dalam membentukan kepribadian generasi muda muslim pada dasarnya merupakan cara untuk memberikan tuntunan dalam mengarahkan perubahan sikap yang dikehendaki Islam. Dengan kata lain menanamkan sifat-sifat ke-Islaman kepada generasi muda merupakan proses untuk membentuk kepribadian generasi muda muslim. Nilai-nilai ke-Islaman sebagai materi pendidikan kepribadian tersebut adalah berupa: 1. Pensucian jiwa. 2. Kejujuran dan benar. 3. Menguasai hawa nafsu. 4. Sifat lemah lembut dan rendah hati. 5. Berhati-hati dalam mengambil keputusan. 6. Menjauhi buruk sangka. 7. Mantap dan sabar. 8. Menjadi teladan yang baik. 9. Beramal soleh dan berlomba-lomba berbuat baik. 61 10. Menjaga diri (iffah). 11. Ikhlas. 12. Hidup sederhana. 13. Pintar mendengar dan kemudian mengikutinya (yang baik) (Jalaluddin, 2001: 179). Dengan demikian pembentukan kepribadian muslim pada dasarnya merupakan suatu pembentukan kebiasaan yang baik dan serasi dengan nilai-nilai akhlaqul qarimah. Untuk itu setiap generasi muda muslim dianjurkan untuk belajar seumur hidup, sejak lahir (dibesarkan dengan yang baik) hingga di akhir hayat (tetap dalam kebaikan). 62 BAB IV RELEVANSI PENDIDIKAN KEPRIBADIAN GENERASI MUDA DALAM KITAB AL-BARZANJI BAGI KEHIDUPAN ERA SEKARANG A. Relevansi Nilai Pendidikan Kepribadian Generasi Muda Pendidikan merupakan bimbingan dan pertolongan secara sadar yang diberikan oleh pendidik kepada anak didik sesuai dengan perkembangan jasmani dan rohani ke arah kedewasaan. Mendidik generasi muda melalui pembentukan kepribadiaan di dalam kehidupannya adalah bagian dari penanaman nilai-nilai hidup yang harus mendapatkan bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena menurut Islam, ketika anak dilahirkan anak dalam keadaan lemah dan fitrah. Kefitrahan penciptaan manusia dijelaskan dalam Al-Qur‟an surah Ar-rum ayat 30: Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Al-Qur‟an dan terjemahnya, 2005: 325). Ayat di atas menjelaskan bahwa pada dasarnya anak lahir ke dunia telah membawa fitrah beragama, dan kemudian bergantung kepada orang tua 62 63 (para pendidiknya) dalam mengembangkan fitrah itu sendiri sesuai dengan usia anak dalam pertumbuhannya. Anak merupakan anugerah dari Allah kepada manusia yang menjadi orang tua. Anak adalah seseorang yang akan bertanggung jawab dengan kehidupannya, janji gemilang bagi masa depan bangsa, negara dan penghibur orang tua. Mendidik merupakan upaya mempersiapkan dan membina supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna dan menjadi insan yang soleh dalam hidupnya. Untuk menjadi insan soleh, maka sejak dini anak harus dibekali dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Setelah iman dan taqwa bersemayam pada anak maka perilaku yang ditampilakan akan mempengaruhi penyesuaian diri dengan dirinya maupun dengan masyarakat. Sehingga membawa ketenangan hidup, ketrentaman jiwa, maupun kebahagiaan batin. Oleh karena itu orang tua harus bisa memahami dan mendidik anak sejak awal pertumbuhannya. Sedini mungkin, ruh anak harus disirami dengan air samawi agar dapat mengantarkan pada kematangan kepribadian, keutuhannya, keseimbangannya dan mendorong manusia mengembangkan dirinya menuju kesempurnaan manusiawi. Dapat dilihat dalam kehidupan manusia sehari-hari bahwa manusia diciptakan oleh Allah tidak lepas dari keterkaitan antar manusia yang satu dengan yang lainnya. Kecenderungan mencontoh itu sangat besar peranannya pada anak-anak, sehingga sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan. Sesuatu yang dicontoh, ditiru atau diteladani itu mungkin bersifat baik dan 64 mungkin juga bersifat buruk. Untuk itu bagi umat Islam, keteladanan yang paling baik dan utama ialah terdapat dalam diri pribadi Rasulullah SAW. seperti di dalam Al-Qur‟an surat Al-Ahzab ayat 21 disebutkan: Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (AlQur‟an dan terjemahannya, 2005: 336). Potret keteladanan pada diri Rasulullah merupakan petunjuk bagi kaum muslim dalam menjalankan peranannya dalam melakukan amanah untuk mendidik anaknya. Jika dikaji lebih dalam, proses pendidikan berarti setiap pendidik harus berusaha menjadi teladan bagi anak didiknya. Teladan dalam semua kebaikan bukan teladan yang mengarah dalam hal keburukan, dalam pembinaan anak keteladanan sangat penting karena dalam interaksi pendidikan, anak didik tidak sekedar menangkap dan memperoleh makna suatu ucapan pendidikan, akan tetapi justru melalui keseluruhan pribadi, yang tergambar pada sikap dan tingkah laku para pendidiknya. Adapun nilai pendidikan kepribadian dalam kitab Al-Barzanji kesesuaiannya dengan kepribadian yang dibutuhkan generasi muda sekarang adalah sebagai berikut: 65 1. Kesabaran menghadapi cobaan Sabar merupakan kunci untuk meredakan setiap masalah. Di mana setiap masalah selalu mengusik hati yang tenang menjadi resah dan gundah. Kebanyakan dari pemuda mempunyai sifat yang penuh ambisi, kemauan, dan idealisme yang tinggi. Pemuda juga senantiasa berpikir pendek dalam menghadapi suatu masalah. Maka sifat sabarlah yang mampu meredakan emosi dan menerangkan hati serta mampu menghadapi masalah dengan pikiran yang jernih. Di dalam kehidupan berbagai persoalan selalu menghampiri setiap manusia. Inilah cobaan dari Allah untuk hamba-Nya tidak terkecuali para pemuda. Bentuk cobaan tersebut bisa berupa pengangguran, kesenjangan sosial, pertikaian, penganiayaan, dan lain sebagainya, sebagai ujian bagi hamba-Nya untuk ditingkatkan derajatnya. Seberapa pun besanya cobaan tersebut bila dihadapi dengan sabar maka Allah akan memudahkannya. Sebagaimana Rasulullah SAW dalam menghadapi cobaan dan rintangan dari musuhnya kaum kafir Quraisy dalam menegakkan agama Islam. Dengan sifat sabar Rasulullah, akhirnya Islam dapat ditegakkan di kota Mekkah dan Madinah, begitu juga orang-orang yang menentangnya berbalik menyayanginya dan memuliakannya. 2. Amanah Di masa sekarang sulit sekali mencari orang yang amanah (dapat dipercaya) seakan tanpa berdusta dan berbuat curang manusia tidak bisa 66 meraih keuntungan dan kedudukan. Padahal sifat amanah sangat penting, karena sifat amanah dapat meninggikan derajat manusia dimata Allah dan hamba-Nya. Kita bisa mencontoh Rasulullah SAW ketika dipercaya untuk memimpin peletakkan hajar aswad. Di mana pada waktu itu terjadi pertikaian dari 4 (empat) suku yang hampir saja menimbulkan peperangan. Dengan dipercayakannya Rasulullah SAW untuk meletakkan atau memimpin peletakkan hajar aswad tersebut, maka Rasulullah dengan adil meletakkan hajar aswad di tengah kain persegi yang mempunyai 4 (empat) sisi. Dengan demikian, setiap pemimpin suku bisa mengangkat hajar aswad secara bersama-sama. Begitu juga ketika Rasulullah SAW berdagang, beliau tidak pernah membohongi Siti Khotijah sebagai pemilik barang yang didagangkannya, meskipun keuntungan dari berdagang berlipat-lipat. Maka sebagai pemuda sudah semestinya kita mencontoh sifat amanah Rasulullah SAW karena amanah menjadikan orang lain percaya kepada kita. Apabila orang lain sudah percaya tentunya berbagai kepercayaan akan diberikan kepada kita baik pekerjaan, kedudukan dan lain-lain. 3. Tawadhu‟ Rasulullah SAW adalah pemimpin negara sekaligus pemimpin agama, akan tetapi Rasulullah tidak pernah sombong melainkan selalu merendahkan diri. Meskipun jabatannya tinggi Rasulullah justru senang bergaul dengan orang fakir dan miskin. 67 Sifat Rasulullah SAW yang demikian harus dipraktikkan oleh umat Islam khususnya pemuda. Sifat tawadhu‟ tidaklah mudah dilakukan. Oleh karena itu, butuh latihan secara terus menerus agar menjadi kebiasaan. Menghormati dan menghargai orang lain lebih baik dari pada menyombongkan diri yang hanya menimbulkan kemarahan orang lain. Allah SWT juga mencintai orang yang suka bertawadhu‟ daripada hamba yang berbuat sombong. Sifat yang sombong justru menjadi bumerang bagi diri individu karena sifat tersebut mengundang kebencian terhadap orang lain. Kebencian yang mendalam akan mengakibatkan seseorang melakukan kejahatan kepada orang yang dibenci. 4. Kesederhanaan Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang berlebihan, maksudnya Allah tidak suka kepada orang yang suka boros melainkan senang dengan orang yang berbuat hemat. Demikian juga, Allah tidak suka kepada orang yang hidup bermewah-mewahan melainkan cinta kepada orang yang hidup dengan kesederhanaan. Kesederhaan ini telah dicontohkan Rasulullah SAW. Beliau adalah orang yang sederhana yang hidup mandiri. Beliau tidak sungkan memakai baju bekas yang sudah rusak dan beliau juga tidak sungkan untuk menjahit bajunya sendiri. Contoh kesederhaan Rasulullah SAW perlu ditiru khususnya generasi pemuda. Jika para pemuda senang hidup sederhana maka akan membentuk kepribadian yang santun. 68 Kesederhanaan menjadi penting mengingat kehidupan masa sekarang yang penuh dengan hura-hura dan arogan. Dengan hidup sederhana akan menjauhkan diri dari sifat pemborosan karena sifat pemborosan tidak mampu mengukur harta yang dimiliki. Sifat pemborosan juga tidak punya kendali terhadap keinginan dan kemauan yang timbul dari hawa nafsu. 5. Pemaaf Ciri-ciri orang yang berjiwa besar adalah orang yang mampu memaafkan kesalahan orang lain meskipun berat dirasakan. Sifat pemaaf adalah sifat yang mulia yang menjauhkan diri dari penyakit hati. Rasulullah SAW sudah sekian kali disakiti oleh orang-orang kafir Quraisy bahkan beliau pernah diludahi dam dilempari kotoran, tetapi ketika orang yang menyakiti tersebut sakit, Rasulullah adalah orang yang pertama menjenguknya. Kedatangan Rasulullah SAW mengejutkan orang yang menjahatinya, ia pun merasa malu dan bersalah dan ketika orang yang sakit tersebut meminta maaf dengan segera Rasulullah langsung memaafkan tanpa menyimpan dendam sedikit pun. Kisah Rasulullah dapat dijadikan teladan bagi kaum muda agar menjadi orang yang besar hatinya dan mulia akhlaknya. Usia muda adalah usia yang mudah naik darah dalam arti mudah emosi dan marah dalam menghadapi masalah. Begitu juga ketika disakiti oleh orang lain, rasa sakit tersebut tidak akan bisa hilang sebelum terbalaskan. Tetapi jika dilatih 69 dengan sifat pemaaf niscaya pemuda akan menjadi pemuda yang luhur dan disegani seperti halnya Rasulullah. 6. Bermusyawarah Dalam bermusyawarah Rasulullah SAW mengajarkan musyawarah yang demokratis. Rasulullah selalu memberi kesempatan kepada para sahabat untuk berpendapat mengenai suatu masalah yang bersifat ijtihad. Maksudnya ketika itu bukan dari Allah maka para sahabat diperkenankan menyumbangkan ide dan gagasannya seperti ketika Al-Farizi mengusulkan membuat parit dalam perang khandak. Setelah keputusan ditetapkan Rasulullah menyerahkan keseluruhannya kepada Allah SWT. Begitu indah musyawarah yang diajarkan Rasulullah SAW kepada kita, tiada kefanatikan yang menjerumus ke arah pertikaian. Sudah sepatutnya cara ini dipakai oleh setiap umat Islam. Memberikan kebebasan dalam berpendapat dan berpartisipasi kemudian setiap keputusan diakhiri dengan bertawakal kepada Allah SWT. Niscaya cara ini akan diterima oleh setiap insan dengan hati yang lapang dan gembira. 7. Menyayangi dan mengasihi orang yang lemah Dengan menanamkan sikap menyayangi dan mengasihi sejak dini pada pemuda, diharapkan dalam kehidupannya menjadi pribadi yang optimis dan dapat membantu orang lain yang membutuhkan pertolongannya tanpa membedakan suku, ras, dan derajat orang lain. Dalam berbagai kesempatan, Rasulullah SAW sendiri tidak pernah membedakan siapa yang dikasihi dan disayanginya. Sebab kasih sayang 70 itu merupakan tabiat beliau, bahkan tidak saja terhadap orang-orang Islam, namun juga kaum musyrikin. B. Relevansi Tujuan Pendidikan Kepribadian Generasi Muda Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas, yaitu memiliki budi pekerti luhur dan moral yang baik di samping memiliki intelektual yang tinggi. Tujuan pendidikan yang diharapkan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Selain itu tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan seluruh aspek dalam diri manusia; aspek kepribadian, intelektual, fisik, dan mental-spiritualnya. Mengingat manusia adalah makhluk yang rasional (yang memiliki akal-budi dan kehendak bebas), untuk dapat berkembang mencapai keutuhan dirinya sebagai manusia, ia harus dididik. Dalam pendidikan, aspek kepribadian merupakan aspek yang paling utama untuk dikembangkan, karena kepribadian menyangkut sikap dan 71 tingkah laku yang baik, yang sesuai dengan keluhuran martabat manusia. Oleh sebab itu pendidikan harus selalu berusaha membentuk dan mengembangkan sikap dan tingkah laku yang baik dan benar, agar pendidik mampu mengantarkan anak didiknya menjadi generasi muda yang memiliki intelektual tinggi dan berkepribadian yang baik. Mengamati generasi muda yang memiliki karakteristik sedemikian rupa yang sebelumnya penulis telah uraikan pada bab di atas, maka relevansi tujuan nilai pendidikan kepribadian dalam kitab Al-Barzanji dengan kepribadian yang dibutuhkan generasi dewasa ini adalah terbentuknya secara terpola kepribadian utama manusia lebih-lebih generasi muda penerus bangsa agar memiliki akhlak mulia, budi pekerti luhur dan bertabiat terpuji dengan meneladani Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang dicontohkan oleh beliau semasa hidupnya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. At-Tahrim ayat 6: Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” ( (Al-Qur‟an dan terjemahnya, 2005: 448). 72 Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa kita disuruh menjaga diri kita dan keluarga kita dari api neraka. Maksud menjaga diri dan keluarga adalah dengan cara melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Dalam konteks ini ada dua hal yang pokok yaitu habluminallah dan hablum minannas. Hamblum minallah adalah hubungan manusia dengan Allah secara langsung dimana hak Allah lebih utama daripada hak manusia. Sedangkan hablum minannas adalah hubungan manusia dengan sesama manusia, dimana manusia mempunyai hak dan kewajiban terhadap orang lain. Kitab Al-Barzanji yang mengajarkan tentang keteladanan Rasulullah SAW dalam penelitian ini lebih kepada hablum minannas, yaitu meneladani sifat Rasulullah yang mengajarkan tata cara hidup baik sebagai individu maupun kolektif, baik sebagai pribadi, keluarga, masyarakat maupun negara. Akhlak Rasulullah adalah akhlak yang mulia, tutur katanya lembut, tingkah lakunya sopan dan kebijakannya selalu adil. Itulah yang membuat Rasulullah mudah diterima dan dicintai di mana pun beliau berada. Sesungguhnya akhlak Rasulullah inilah yang mengajarkan kepada kita agar mampu menjalin hubungan baik dengan sesama. Dengan akhlak yang baik seseorang akan dihormati dan disegani. Sedangkan untuk menjaga keluarga, orang tua diwajibkan memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anaknya agar selamat di dunia dan akherat. Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah, karena Rasulullah sendiri 73 memberikan pendidikan kepada istri dan anaknya bahkan beliau adalah pendidik bagi umatnya. Pendidikan agar selamat di dunia tidak lain adalah pendidikan akhlak karena berhubungan dengan manusia, dan pendidikan akhlak yang paling baik adalah pendidikan akhlak Rasulullah SAW sedangkan agar selamat dari akherat maka pendidikan ubudiyah itu yang harus diberikan. Begitu banyak keteladanan Rasulullah yang diajarkan kepada kita sebagaimana yang ada di kitab Al-Barzanji. Sudah sepatutnya generasi muda membentuk jamaah sholawat agar selalu senantiasa memuliakan Rasulullah dan meneladaninya. C. Relevansi Pendidikan Kepribadian Generasi Muda dalam kitab AlBarzanji pada Konteks Sekarang Kitab Al-Barzanji dalam bahasa aslinya (Arab) dibaca pada berbagai kesempatan, antara lain pada waktu peringatan maulid Nabi Muhammad SAW (hari kelahiran). Hari Senin, 12 Rabi‟ul al-Awwal (disebut juga dengan bulan Mulud), sudah dihafal oleh masyarakat. Perayaan maulid dianggap sangat penting oleh umat Islam, selain untuk mengenang jasa-jasa Nabi dalam menyebarkan ajaran agama, juga sebagai upaya untuk menjadikannya suri teladan. Tidak mengherankan bila dalam upacara peringatan itu hampir selalu diuraikan sejarah kehidupannya, atau mengutip sesuatu yang bersangkutan dengannya, sebagai ide moral dalam menjelaskan masalah-masalah kontemporer yang sedang dihadapi oleh umat Islam. Bahkan, pada mulanya 74 maulid Nabi diperingati tidak hanya untuk mengenang jasa-jasanya, tetapi juga untuk membangkitkan semangat tentara Islam yang sedang menghadapi tentara Salib. Sehingga saat itu tentara Islam dapat merebut kembali Bait alMuqaddas di Yerussalem yang beberapa tahun telah diduduki tentara Salib (Muthohar, 2011: 2). Selain pada waktu peringatan Maulud Nabi, Al-Barzanji juga sering dibaca ketika ada hajat pemberian nama bagi seorang bayi, acara khitanan, upacara pernikahan, upacara memasuki rumah baru, berbagai upacara syukuran, dan ritus peralihan lainnya, sebagai sebuah acara ritual yang dianggap dapat meningkatkan iman dan membawa banyak manfaat. Tradisi pembacaan Al-Barzanji dapat dilihat dari dua aspek manfaat: Pertama, aspek ibadah dan spiritual yang bertujuan untuk dzikrullah, mencari syafaat di hari kiamat, mengharap barakah, ungkapan cinta pada Rasul, penentram jiwa, penghormatan kepada Nabi, teladan moral, dan peningkatan spiritual. Kedua, aspek sosio kultural yang bertujuan untuk bersilaturrahim, guyub rukun, seni dan budaya Islam, sarana hiburan dan tradisi kampung halaman. Bila dikaji lebih dalam, kitab Al-Barzanji selain berisi tentang sejarah dan puji-pujian atas keutamaan Nabi Muhammad SAW di dalamnya juga terdapat nilai-nilai pendikan kepribadian yang perlu diteladankan pada generasi muda, antara lain kesabaran dalam menghadapi cobaan, amanah, tawadhu‟, kesederhanaan, pemaaf, suka bermusyawarah, menyayangi dan mengasihi orang yang lemah. 75 Dewasa ini pendidikan kepribadian menjadi prioritas utama khususnya bagi anak-anak dan remaja. Pendidikan kepribadian sebagai benteng dari pergaulan bebas yang mengarah dari penyimpangan-penyimpangan tatanan sosial serta norma-norma yang ada. Banyaknya pergaulan bebas dengan pengawasan yang serba terbatas menjerumuskan anak dalam pergaulan yang tidak sesuai dengan norma-norma Islam. Masa-masa yang seharusnya diisi dengan keindahan budi pekerti menjadi masa yang kelam yang kurang mengerti tatanan dan aturan. Di era modern seperti ini dengan teknologi yang serba canggih menyediakan fasilitas informasi yang serba mudah. Tanpa pendidikan kepribadian tentu anak tidak punya kendali dalam melangkah. Padahal teknologi seperti internet tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga dampak negatif. Bila tidak ada pengawasan dari orang tua bukan tidak mungkin anak akan mengakses informasi yang buruk, seperti pornografi. Pendidikan kepribadian harus ditanamkan sejak kecil baik dari keluarga, masyarakat dan sekolah, baik sekolah formal maupun non formal. Pendidikan kepribadian membekali peserta didik untuk dapat menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang buruk. Dengan demikian, sangat relevan jika pendidikan kepribadian dalam kitab Al-Barzanji diterapkan di masa sekarang. Di mana anak mulai kehilangan pegangan dalam menjalani hidup. 76 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis menguraikan tentang nilai-nilai pendidikan kepribadian dalam kitab Al-Barzanji maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Kitab Al-Barzanji disusun oleh Ja‟far bin hasan, beliau adalah putra „Abd al-Karim bin Muhammad al-Barzanji. Nama Al-Barzanji dibangsakan kepada nama penulisnya, yang diambil dari tempat asal keturunannya yakni daerah Barzinj (Kurdistan). Kitab Al-Barzanji terdiri dari dua bentuk yaitu nasr dan nadzam. Bagian nasar terdiri atas 19 bagian, yang setiap bagiannya dibatasi dengan suatu jeda (fashilat). Sementara, bagian puisi (nadzam) terdiri atas 16 sub bagian dengan mengolah rima akhir “nun”. Kitab tersebut seluruhnya menceritakan pujian dan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW. 2. Nilai pendidikan kepribadian dalam kitab Al-Barzanji meliputi, Kesabaran menghadapi cobaan, bermusyawarah, amanah, menyayangi tawadhu‟, dan kesederhanaan, mengasihi orang yang pemaaf, lemah. Sedangkan tujuan dari pendidikan kepribadian dalam kitab Al-Barzanji adalah membentuk serta mempola kepribadian utama manusia lebih-lebih generasi muda penerus bangsa agar memiliki akhlak mulia, budi pekerti luhur dan bertabiat terpuji dengan meneladani Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang dicontohkan oleh beliau semasa hidupnya. 77 3. Pendidikan kepribadian dalam kitab Al-Barzanji mempunyai relevansi yang tepat dengan pendidikan kepribadian yang dibutuhkan oleh generasi muda sekarang. Baik nilai-nilai pendidikan kepribadian maupun tujuan pendidikan kepribadian. Jika nilai pendidikan kepribadian dalam kitab AlBarzanji diteladankan atau diajarkan pada anak didik, maka akan melahirkan generasi muda yang berbudi luhur dan mengangkat bangsa ini sebagai bangsa yang berbudi. Pendidikan kepribadian harus ditanamkan sejak kecil baik dari keluarga, masyarakat dan sekolah, baik sekolah formal maupun non formal. Di mana anak mulai kehilangan pegangan dalam menjalani hidup. B. Saran-Saran Agar pendidikan kepribadian itu dapat mencapai hasil dan tujuan yang diharapkan maka perlu: 1. Pendidikan kepribadian hendaknya diberikan sejak dini, sebagai anak yang tumbuh menjadi orang yang mulia. 2. Seorang pendidik hendaknya selalu memberikan dan mengutamakan hal terbaik dalam membimbing dan mangarahkan generasi penerus bangsa serta memiliki kemampuan “meneladankan” nilai-nilai positif kepada peserta didik. 3. Sebagai generasi muda penerus bangsa hendaknya peserta didik selain memiliki intelektual yang tinggi juga harus berkepribadian mulia. 78 C. Penutup Alhamdulillahirabbil alamin atas rahmat, taufiq, hidayah dan inayah Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan segala keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi pembaca. Penulis sadar bahwa tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan, maka tidak lupa kritik serta saran senantiasa penulis harapkan demi sempurnanya skripsi ini. DARTAR PUSTAKA Achmadi. 2005. Ideologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Adib, Muhammad. 2009. Burdah Antara Kasidah Mistis dan sejarah. Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang. Ahmadfillah. 2010. Sejarah Al-Barzanji (online).(http://majelisrasulullahbuleleng. Woerdpress.com, diakses 14 mei 2011). Ahmadi, Wahid. 2004. Risalah Akhlak: Panduan Perilaku Muslim Modern. Solo Era Intermedia. Al-Bantani, Nawawi. Tt. Qami’ Tughyan.Semarang: Griya Putra. Arifin, M. 1987. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Arifin, Tatang M. 1990. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Rajawali, Jakarta. Bakker, Anton. 1984. Metode-Metode Filsafat. Jakarta: Ghalia Indonesia. Bruinessen, Martin van. 1995. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisitradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan. Dahlan, Abdul Aziz. 2001. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Daroeso, Bambang. 1986. Dasar dan Konsep Pendidikan moral Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu. Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur’an dan Terejemahnya. Bandung: Diponegoro. Fattah, Munawir Abdul. 2008. Tradisi Orang-Orang NU. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. Firmansyah, Luqman, 2010. Biografi Pengarang Kitab Al-Barzanji (Syaikh Ja’far Barzanji), (online), (http://masdurohman.blogspot.com./2010/12/biografi-pengarang-kitabmaulid.html, diakses 17 Januari 2011). Hadi, Sutrisno. 1991. Metodologi Research. jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset. http://masaafirulkhoonah.blogspot.com//2010/08/Sayyid-Jafar-al-Barzanji.html, diakses 14 Januari 2011. Hurlock, Elizabeth B. 1989. Perkembangan Anak, Jilid 2, Terj. Meitasari Tjandrasa. Jakarta: Erlangga. Husein, Ibnu. 2004. Pribadi Muslim Ideal. Semarang: Pustaka Nuun. Ilyas, Yunahar. 2007. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI). Irianto, Koes. 2010. Memahami Seksiologi. Bandung: Sinar Baru Algensido. Jalaluddin, Ustman Said. 1994 Filsafah Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan Pemikirannya. Jakarta: Rajawali Press. Jalaluddin. 2001. Teologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kamil, Sukron. 200. Teori Kritik Sastra Arab (Klasik dan Modern). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kholidi, Muhammad ‘Abdul Aziz. 1996. Sunan Abi Daud. Lebanon: Dar alKotob Ilmiyah. Koswara.1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco. Marimba, Achmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: AlMa’Arif. Muhammad, Mizan Asrori Zain. Tt. Tarjamah Barzanji Arab dan Latin. Surabaya: Mitra Ummat. Muthohar, Ahmad. 2011. Maulid Nabi Menggapai Keteladanan Rasulullah SAW. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. Najieh, Abu Ahmad. Tt. Terjemah Maulid Al-Barzanji. Surabaya: Mutiara Ilmu. Nasution, Harun. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, Jakarta. Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis. Jakarta: Ciputat Pers. Poerwadarminto, WJS. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Republika. 17 Februari 2011. Nabi Muhammad SAW di Era Global. hlm. 2. Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat. Yogyakarta: LKiS. Schimmel, Annemarie. 1991. Dan Muhammad adalah Utusan Allah: penghormatan terhadap Nabi Mnhammad SAW dalam Islam. Terj. Rahmani Astuti dan Ilyas Yasan. Bandung: Mizan. Sholikhin, Muhammad. 2009. 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jaelani. Jakarta: PT. Buku Kita. (online). _________., 2010. Ritual dan Tradisi Islam jawa. Jakarta: PT. Suka Buku. (online). Simandjuntak B., dkk. 1984. Teori Kepribadian. Bandung: Tarsito. Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz. Wargadinata, Wildana. 2010. Spiritual Shalawat (Kajian Sosio-Sastra Nabi Muhammad SAW). Malang: UIN-Maliki Press. _________., dkk. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya. Malang: UIN-Malang Press. Williams, L.F Rushbrook. 1984. Seratus Muslim Terkemuka. terj. Jamil Ahmad. Jakarta: Pustaka Firdaus. Yusuf LN., Syamsu, & Juntika Nurihsan.2008. Teori Kepribadian, Bandung: Remaja Rosdakarya.