KEBIJAKAN INSENTIF DAN TARIFIKASI INDUSTRI SUSU MENYONGSONG PERDAGANGAN BEBAS 2020 (Policy on Incentives and Tariffication for Milk Industry towards 2020 Free Trade) HARMEN SEMBIRING Direktorat Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan ABSTRACT Milk is a strategic commodity that need serious attention due to the healthy food for the human . Milk industry and dairy cow agribusiness involve stakeholders from farmers, milk processing and consumers . To face the 2020 free trade, government had applied such policies to meet the national milk industry . The commitments of protection level on tariffication tend to decrease gradually and to harmonize during the period of 2005-2010 . to enhance the competitiveness of milk industry, provision of imported tariff has decreased for the inputs in quantity for a certain time period. Keywords: Policy, tariff, milk ABSTRAK Susu merupakan komoditas strategis yang perlu mendapat perhatian karena merupakan pangan yang sangat diperlukan masyarakat. Banyak pihak yang terkait dengan industri atau agribisnis api perah, mulai dari petemak, pabrik pengolahan susu dan konsumen . Dalam menghadapi era perdagangan bebas pemerintah telah mengambil berbagai langkah kebijakan terkait dengan industri susu nasional . Menyongsong perdagangan bebas 2020 Pemerintah telah mencoba mengambil langkah-langkah perlindungan, seperti misalnya penerapan kebijakan tarif yang menurun secara bertahap dan mengharmoniskan tarif dalam kurun waktu 2005-2010. Kata kunci : Kebijakan, tarif, susu PENDAHULUAN Susu merupakan komoditi strategis terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan bergizi bagi masyarakat luas. Usaha agribisnis petemakan sapi perah terkait erat dengan kegiatan produksi, pengadaan dan distribusi serta penyediaan bahan bagi industri pengolahan susu (IPS) . Usaha ini secara langsung juga berperan dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Namun dilain pihak usaha ini juga harus memperhatikan kepentingan konsumen . Secara nasional agribisnis sapi perah juga sangat berperan dalam menciptakan stabilitas ekonomi nasional . Populasi sapi perah di Indonesia 98% tersebar di Jawa (Jawa Timur, Jawa Barat, barn mencapai 30% dari konsumsi nasional . Produksi susu pada peternakan tradisional ratarata hanya sekitar 8-10 liter/ekor/hari, padahal idealnya dapat mencapai sekitar 20 liter/ekor/ hari (manajemen modem) . Bahkan di dinegara maju produksi susu rata-rata dapat mencapai > 30 liter/ekor/hari. Rata-rata konsumsi susu penduduk Indonesia relatif masih sangat rendah, yaitu hanya sekitar 6-7 liter/kapita/tahun . Sementara itu rata-rata konsumsi susu di negara-negara lain sudah jauh lebih tinggi, misalnya Vietnam 10 liter, Malaysia 20 liter, Singapura 30 liter, India 45 liter , dan negara maju sekitar 80-100 liter/kapita/tahun. Saat ini pertumbuhan volume perdagangan dunia relatif stagnan . Harga komoditi dunia JatengJawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), dengan rata-rata kepemilikan : 2-4 (produk pertanian, termasuk susu) meningkat sangat tajam dalam beberapa tahun terakhir ini . Secara global juga terlihat kecenderungan ekor/peternak . Saat ini produksi susu nasional menurunnya perekonomian pasar utama 9 Semiloka Nasional Prospek Induslri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020 Indonesia (ke USA) . Kondisi ini masih dibarengi dengan makin ketatnya persyaratan tuntutan teknis (Standar/SPS) dan "traceability" di pasar UE seperti untuk udang . Makalah ini akan membahas hal-hal yang terkait dengan kebijakan insentif dan tarifikasi menyongsong industri susu nasional, perdagangan bebas 2020 . KEBIJAKAN INSENTIF DAN TARIF Fungsi tarif bea masuk antara lain adalah sebagai instrumen penerimaan negara (tarif optimal), instrumen pengembangan industri (output tarif tinggi, input tarif rendah), serta instrumen perdagangan (komitmen perdagangan internasional, regional dan bilateral, serta pengamanan perdagangan) . Arah kebijakan tarif bea masuk adalah : (i) merubah non tariff barrier menjadi tariff berkelanjutan, (ii) menurunkan tarif secara bertahap (1996-2003 : Keputusan Menteri Keuangan No . 3781KMK .01/1996), (iii) mengharmonisasikan tarif secara bertahap dalam kurun waktu 2005-2010 (tahap I: PMK 591/ 2004 dan tahap II : sedang dirumuskan), dan (iv) penyerdahanaan tarif (optimal, efisien) pada kurun waktu 2010-2020 . Target kebijakan tarif bea masuk sampai 2010 adalah harmonis, tidak harus ekskalasi, rendah untuk antisipasi liberalisasi perdagangan, uniform agar efisien dalam administrasi kepabeanan, serta terjadwal dengan memperhatikan daya saing industri dalam negeri, terkait dengan road map industri . Dasar pertimbangan penetapan tarif harus mempertimbangkan : (i) Daya Saing, arah pengembangan industri (road map), (ii) Perlindungan bersifat sementara, (iii) Komitmen Tarif (WTO, APEC, FTA), (iv) Administrasi Kepabeanan, (v) Efisiensi serta (vi) Pencegahan Penyelundupan, Penerimaan Negara untuk memperlancar pelayanan . Implikasi dari kebijakan tarif antara lain adalah, (i) pada tahap awal tarif tidak harmonis, tetapi pada akhir periode tarif relatif harmonis . (ii) untuk mempertahankan daya saing industri hilir, diberikan keringanan bea masuk atas impor input dalam jumlah dan jangka waktu terbatas. 10 TANTANGAN PENGEMBANGAN INDUSTRI (SUSU) DI DALAM NEGERI Seacara umum terdapat berbagai tantangan dalam mengembangkan industri di dalam negeri, termasuk industri persusuan nasional . Tantangan tersebut harus dijadikan peluang untuk membangun industri nasional menghadapi era perdagangan bebas . Adapun tantangan yang perlu diperhatikan antara lain adalah : 1 . Kondisi infrastruktur, 2 . Terbatasnya pasokan energi, 3 . Masalah ketenagakerjaan, daerah belum 4 . Kebijakan pemerintah kondusif, 5 . Mediasi perbankan belum intensif , 6 . Masalah penyelundupan dan kepastian hukum, 7 . Diplomasi dan negosiasi yang hares ditingkatkan untuk menurunkan hambatan non-tarif dan tarif, 8 . Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (Penyusunan dan Pembahasan RUU KEK), 9. Persiapan dan pelaksanaan NSW serta integrasi ke dalam ASW, serta 10 .Implementasi perbaikan iklim usaha : debirokratisasi, penyederhanaan prosedur dan perbaikan pelayanan . Saat ini susu tidak diatur tataniaga impor dan ekspor, namun dapat diatur berkaitan dengan jaminan kesehatan . Verifikasi atau penelusuran teknis kesehatan dan unsur teknis susu kewenangan berada pada Departemen teknis terkait lainnya. Proteksi yang pernah dilakukan pada Industri dan Petemak Susu melalui Tataniaga Impor Susu jika mengimpor harus menyerap/membeli produk susu di dalam negeri (Busep, bukti serap). Beberapa catatan selama 16 tahun memproteksi peternak sapi/susu : (i) Tahun 1982 SKB Mendagkop, Memperind, dan Mentan (SKB Memperindag, Mentan dan Menkop dan Pem Usaha Kecil (proteksi 16 tahun), (ii) Tahun 1997 ditegaskan dengan SK Memperindag, kemudian (iii) Tahun 1998 mencabut SKB 1982, atau Busep ditiadakan . Kebijakan Keringanan Bea Masuk Pengembangan Industri (Keputusan Menteri Keuangan No 135/KMK.05/2000) adalah sbb : (i) Berlaku kepada Industri susu nasional, (ii) Fasilitas keringanan Bea Masuk 5% selama 4 tahun, dimana 2 tahun (tahap I) dan kemudian Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020 menambah kapasitas industri 30% ditambah 2 tahun lagi (tahap 11). Kebijakan lain tentang susu adalah memposisikan susu sebagai barang yang bersifat starategis sehingga dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) . Adapun isi dari PP No.7 tahun 2007 adalah: Barang bersifat stategis yang dibebaskan dari PPN . Hal ini berarti : (i) Susu segar dibebaskan PPN, dan (ii) Proses ; tidak mengadung tambahan gula atau bahan lainnya, dikemas bahan lainnya, dikemas/tidak dikemas . pasteurisasi tidak dipekatkan . Tabel dibawah merupakan tambahan informasi tentang perdagangan clan harmonisasi tarif yang terkait dengan industri persusuan di dalam negeri. Tabel 1 . Ekspor impor susu dan produk susu hs 2 dijit No I. II . III . IV . V. VI . VII . VII . Uraian barang Ekspor susu clan produk susu (Ribu US$) Impor susu dan produk susu (Ribu US$) Total perdagangan susu (I + II) Neraca perdagangan susu (I - II) negatif Ekspor non migas (Juta US$) Impor non migas (Juta US$) Total perdagangan (V + VI) Neraca perdagangan (V - VI) 2003 108,253 277,226 385,479 -168,973 47,406 .8 24,939 .8 72,346 .60 22,467 .0 2004 118,248 436,797 555,045 -318,549 55,939 .3 34,792 .5 90,731 .80 21,146 .8 2005 133,44 521,245 654,689 -387,801 66,428 .4 40,243 .2 106,671 .60 26,185 .2 2006 2007 127,363 136,800 566,225 878,387 693,588 1,015,187 -438,862 -741,587 79,589.1 91,937.2 42,102.6 52,523 .1 121,691 .70 144,460.30 37,486.5 39,414.1 Tabel 2 . Pola khusus harmonisasi tarif No . Kelompok produk Susu kental manis Yoghurt Produk daging (sosis dan corned) Biskuit Pati jagung/tapioka Pengolahan buah-buahan dan jus Kecap Air, termasuk air mineral clan air soda mengandung tambahan gula Pengalengan ikan Kembang gula Olahan biji kakao Coklat olahan BTBMI 2004 5 5 2005 5 5 2006 10 10 2007 10 10 2008 10 10 2009 10 10 5 5 10 10 10 10, 5 6 5 5 5 10 10 10 10 10 10 10 3 5 10 10 10 10 10 5 5 5 5 5 10 10 10 5 10 10 10 5 5 5 5 10 10 10 10 10 10 5 5 5 5 15 15 15 15 15 15 5 5 2010 Pos tarif 5 1 5 4 5 2 13 10 5 2 10 5 6 10 5 5 10 3 4 8 10 15 15 10 10 11 Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas - 2020 Tabel 3 . Tarif bea masuk berdasarkan scedhule xxi-indonesia (gatt-wto) dan asean-china (ac-fta) produk susu (BTBMI 2007) HS Uraian barang 04.01 Susu dan kepala susu, tidak dipekatkan maupun tidak mengandung tambahan gula atau bahan pemanis lainnya Susu dan kepala susu, dipekatkan atau mengandung tambahan gula atau bahan pemanis lainnya Susu mentega, susu dan kepala susu dikentalkan, yoghurt, kefir dan susu serta kepala susu diragi atau diasemkan lainnya, dipekatkan atau tidak mengandung tambahan gula atau bahan pemanis lainnya atau diberi rasa atau mengandung tambahan buah-buahan, biji-bijian atau kakao maupun tidak Whey, dipekatkan atau mengandung tambahan gula atau bahan pemanis lainnya, maupun tidak, produk terdiri dari susu atau sebagai unsur utama, mengandung tambahan gula, bahan pemanis lainnya maupun tidak, tidak dirinci termasuk dalam pos lainnya Mentega dan lemak serta minyak lainnya yang diperoleh dari susu, dairy 04.02 04.03 04.04 04.05 Base rate Bound rate AC-FTA Bea masuk Pajak of duty (Asean- Umum CEPT PPN VAT of duty China) 50 40 0 5 50-238 40-210 0 5-10 0 10 70-238 40-210 0 5-10 0 10 100 40 0 5 0 10 50-238 40 0 5 0 10 50 40 0 10 0 10 0 spreads 04.06 12 Keju dan dadih susu