7 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Konsep Kesehatan Jiwa

advertisement
7
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Konsep Kesehatan Jiwa
2.1.1. Pengertian Kesehatan Jiwa
Yang dimaksud dengan kesehatan jiwa menurut UU No. 3 tahun 1966 adalah
suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional
yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan orangorang lain. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan
memperhatikan semua segi dalam kehidupan semua manusia dan dalam hubungannya
dengan manusia lainnya. Sementara menurut WHO sehat diartikan sebagai suatu
keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial serta bukan saja keadaan terhindar
dari sakit maupun kecacatan (Riyadi, 2011).
Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan
atau bagian integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya
kualitas hidup manusia yang utuh. Kesehatan jiwa menurut UU No 23 tahun 1996
tentang kesehatan jiwa sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu
berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain. Selain dengan itu pakar lain
mengemukakan bahwa kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental yang
sejahtera (mental wellbeing) yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif.
7
Universitas Sumatera Utara
8
Sebagai
bagian
yang
utuh
dan
kualitas
hidup
seseorang
dengan
memperhatikan semua segi kehidupan manusia. Dengan kata lain, kesehatan jiwa
bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan sesuatu yang
dibutuhkan oleh semua orang, mempunyai perasaan sehat dan bahagia serta mampu
menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan
mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Sumiati dkk, 2009).
Gangguan kesehatan jiwa bukan seperti penyakit lain yang bisa datang secara
tiba-tiba tetapi lebih kearah permasalahan yang terakumulasi dan belum dapat
diadaptasi atau terpecahkan. Dengan demikian akibat pasti atau sebab yang melatar
belakangi timbulnya suatu gangguan. Pengetahuan dan pengalaman yang cukup dapat
membantu seseorang untuk menangkap adanya gejala-gejala tersebut. Semakin dini
kita menemukan adanya gangguan maka akan semakin mudah penanganannya.
Dengan demikian deteksi dini masalah kesehatan jiwa anak usia sekolah dasar sangat
membantu mencegah timbulnya masalah yang lebih berat. Masalah kesehatan jiwa
yang sifatnya ringan dapat dilakukan penanganan di sekolah oleh guru atau
kerjasama antara guru dan orang tua anak karena penyebab permasalahan dapat
berkaitan dengan masalah dalam keluarga yang tidak ingin dibicarakan oleh orang
tua, mungkin pula anak mempunyai masalah dengan teman (Noviana, 2010).
2.1.2. Konsep Dasar Gangguan Jiwa
Saat ini gangguan jiwa didefinisikan dan ditangani sebagai masalah medis.
Menurut American Psychiatric Association (1994) dalam Hartanto (2014)
mendefinisikan gangguan jiwa sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau
Universitas Sumatera Utara
9
perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan
adanya distress (misalnya gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan pada satu
atau lebih area yang penting) atau disertai peningkatan resiko kematian
yang
menyakitkan, nyeri, disabilitas atau sangat kehilangan kebebasan.
Sedangkan menurut Yosep (2007), gangguan jiwa adalah gangguan dalam:
cara
berpikir
(cognitive),
kemauan
(volition),
emosi
(affective),
tindakan
(psychomotor). Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.
Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu gangguan jiwa
(neurosa) dan sakit jiwa (psikosa). Ke Abnormal terlihat dalam berbagai macam
gejala yang terpenting diantaranya adalah: ketegangan (tension), rasa putus asa dan
murung, gelisah, cemas, perbuatan- perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria,
rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk
Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan
(volition, emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007).
Menurut
(Maramis, 2008) tanda dan gejala dari gangguan jiwa yaitu: Gangguan kesadaran,
gangguan ingatan, gangguan orientasi, gangguan psikomotor, gangguan
proses
berpikir, gangguan persepsi, gangguan intelegensi, gangguan keperibadian dan
gangguan penampilan. Gangguan jiwa dapat disebabkan oleh beberapa
faktor
berikut yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
10
1.
Faktor-faktor somatik (somatogenik) atau organ obiologis
Neroanatomi,
Nerofisiologi,
Nerokimia,
Tingkat
kematangan
dan
perkembangan organik, Faktor-faktor pre dan peri-natal.
2.
Faktor-faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif
Interaksi ibu-anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal
berdasarkan kekurangan, distorsi, dan keadaan yang terputus (perasaan tak
percaya dan kebimbangan), Peranan ayah, Persaingan antara saudara kandung,
Intelegensi, Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat,
Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa
bersalah.
3.
Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik) atau sosiokultural Kestabilan keluarga,
Pola mengasuh anak, Tingkat ekonomi, Perumahan : perkotaan lawan pedesaan,
Masalah kelompok minoritas (Yosep, 2007 ).
2.1.3. Jenis Gangguan Jiwa
Menurut Patel (2009) ada 6 (enam) kategori utama penyakit kejiwaan yaitu:
1. Gangguan kesehatan jiwa umum (depresi dan kecemasan)
Gangguan kejiwaan umum terdiri dari dua jenis gangguan emosional yaitu
depresi dan kecemasan. Depresi berarti merasa rendah diri, sedih, marah, atau
sengsara. Ini merupakan suatu emosi dimana hampir setiap orang pernah
mengalaminya seumur hidup mereka. Dalam hal tertentu dapat dikatakan normal.
Tetapi ada waktu- waktu tertentu dimana depresi mulai mengacaukan hidup dan
kemudian menjadi suatu masalah. Contohnya setiap orang merasakan sedih tetapi
Universitas Sumatera Utara
11
hampir semua orang mampu melaluinya dalam hidup dan rasa itu kemudian hilang.
Kadang- kadang depresi hilang dalam waktu yang lama, bahkan lebih dari satu bulan.
Keadaan ini berhubungan dengan gejala-gejala ketidakmampuan (disabling
symptoms) seperti kelelahan dan sulit konsentrasi, kemudian mulai mempengaruhi
kehidupan sehari-hari dan membuat seseorang sulit bekerja atau menjaga anak kecil
di rumah.
Kecemasan merupakan sensasi perasaan takut dan gelisah seperti halnya
depresi perasaan ini dianggap normal dalam beberapa situasi contohnya seorang
siswa saat sebelum ujian akan merasa gelisah dan tegang. Beberapa orang hampir
selalu gelisah tetapi masih mampu mengatasinya. Kecemasan akan menjadi suatu
penyakit apabila hilang dalam waktu yang lama (umumnya lebih dari dua minggu)
akan mempengaruhi kehidupan sehari- hari atau menimbulkan gejala-gejala yang
lebih berat.
Ada tiga jenis gangguan kejiwaan umum berikut akan menjadi khusus atau
berupa keluhan yang tidak biasa yaitu (a). Panik yaitu ketika kecemasan muncul pada
serangan yang berat, biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit, serangan
panik biasanya muncul secara tiba- tiba (b). Fobia, yaitu ketika seorang merasa takut
(dan sering disertai dengan serangan panik) hanya pada keadaan tertentu. Keadaan –
keadaan umum yaitu tempat- tempat ramai seperti pasar dan dalam bis (c) Gangguan
Obsesif kompulasif yang merupakan suatu kondisi dimana seseorang memiliki
pikiran yang berulang- ulang atau melakukan sesuatu yang berulang- ulang meskipun
ia tahu bahwa hal tersebut tidak penting atau merupakan sesuatu yang bodoh.
Universitas Sumatera Utara
12
2. Kebiasaan Buruk
Seseorang dikatakan mengalami ketergantungan terhadap alkohol atau obatobatan ketika penggunaannya telah membahayakan kesehatan fisik, mental dan sosial
seseorang. Pada dasarnya sangat sulit bagi seseorang untuk berhenti menggunakan
zat- zat tersebut, karena zat tersebut menyebabkan rasa tidak nyaman secara fisik dan
keinginan yang besar untuk mengkonsumsi zat itu lagi (sindroma putus obat).
Berbagai jenis obat-obatan dapat disalahgunakan, selain alkohol, obat- obatan yang
paling sering disalahgunakan adalah cannabis, opium, dan obat-obat seperti heroin,
kokain dan obat perangsang lain. Ada kebiasaan lain yang dapat merusak kesehatan
manusia yaitu merokok, ketergantungan terhadap obat tidur dan berjudi.
3. Gangguan Kejiwaan berat (Psikosis)
Kelompok gangguan kejiwaan ini terdiri dari tiga jenis penyakit yaitu
skizofrenia, gangguan manic-depresif (disebut juga dengan gangguan bipolar) dan
psikis akut. Penyakit- penyakit tersebut jarang terjadi. Tetapi secara khas ditandai
dengan terjadinya gangguan perilaku dan pikiran yang aneh atau tidak biasa. Karena
itu gangguan-gangguan tersebut secara khusus dihubungkan dengan penyakit
kejiwaan. Mayoritas pasien di rumah sakit jiwa menderita psikosis.
4. Keterbelakangan (retardasi) mental
Istilah retardasi mental banyak dipakai oleh petugas kesehatan. Hal ini
disebabkan karena istilah ini digunakan secara diskriminatif. Sebaliknya istilah
ketidakmampuan belajar (learning disability) lebih baik digunakan. Retardasi mental
bukan merupakan suatu penyakit kejiwaan dalam arti sebenarnya, karena suatu
Universitas Sumatera Utara
13
penyakit biasanya berkaitan dengan gangguan kesehatan yang muncul dan sembuh.
Retardasi mental dengan kata lain merupakan suatu tahap yaitu kondisi yang muncul
pada usia yang sangat belia dan tetap dialami sepanjang hidup.
5. Gangguan kesehatan jiwa pada orang tua
Orang tua menderita dua jenis penyakit kejiwaan yang utama. Yang pertama
adalah depresi, yang sering disertai dengan rasa kesepian, sakit secara fisik,
ketidakmampuan, dan kemiskinan. Depresi ini sama dengan depresi pada kelompok
usia lain. Gangguan kesehatan jiwa lain pada orang tua adalah demensia (pikun) yang
khusus diderita oleh orang tua
6. Gangguan kesehatan jiwa pada anak- anak
Jenis-jenis tertentu gangguan kesehatan jiwa yang terutama muncul pada
masa anak-anak yaitu (1) Disklesia, yang mempengaruhi kemampuan belajar (2)
Hiperaktivitas, dimana anak akan menjadi terlalu aktif (3) Gangguan konduksi yaitu
anak bertingkah laku buruk lebih dari normal (4) Depresi yaitu anak-anak merasa
sedih dan tidak gembira dan (5) Mengompol, yaitu anak-anak mengompol di tempat
tidur pada usia dimana seharusnya mereka tidak mengompol lagi.
2.1.4. Skizofrenia
Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses
informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2002).
Gangguan skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi
berbagai area fungsi individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi,menerima,dan
Universitas Sumatera Utara
14
menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi
dan
berperilaku
dengan sikap yang dapat diterima secara sosial.
Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu menilai
realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan pemahaman diri (self insight)
buruk ( Hawari,2012). Beberapa gejala skizofrenia adalah di penampilan dan perilaku
umum, gangguan Pembicaraan, gangguan Perilaku, gangguan afek, gangguan
persepsi, gangguan pikiran (Maramis, 2009).
Sikozofrenia juga terdiri dari berbagai jenis yaitu 1) Skizofrenia Paranoid,
2) Skizofrenia Hebefrenik, 3) Skizofrenia Katatonik 4) Skizofrenia Simplex, 5)
Skizofrenia Residual. Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik
yang lama menimbulkan kemungkinan lebih besar penderita menuju kemunduran
mental. Ada beberapa pengobatan yaitu
farmakoterapi,
terapi elektro-konvulsi
(TEK), psikoterapi dan rehabilitasi serta lobotomi prefrontal (terapi kerja dan
terapi
senam) (Maramis, 2009).
Faktor penyebab schizophrenia ada bermacam-macam. Ada yang menyatakan
bahwa penyakit ini merupakan keturunan. Ada pula yang menyatakan bahwa
schizophrenia terjadi gangguan endokrin dan metabolisme. Sedangkan pendapat yang
berkembang dewasa ini adalah bahwa penyakit jiwa ini disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain keturunan, pola asuh yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, dan
penyakit lain yang belum diketahui (Maramis, 2009).
Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah skizofrenia yang gambarannya
mempunyai satu atau lebih dari gejala psikotik berupa gangguan persepsi terhadap
Universitas Sumatera Utara
15
lingkungan, kekacauan proses berpikir waham). Kekacauan dalam berbicara
(inkoheren) dan kekacauan dalam tingkah laku dan gejala–gejala negatif (Arif, 2006).
2.1.5. Tanda atau Gejala Gangguan Jiwa
Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Hartono (2011) adalah sebagai
berikut :
1.
Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatanperbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu
mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.
2.
Gangguan kognisi pada persepsi : merasa mendengar (mempersepsikan) sesuatu
bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah,
padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya
tidak ada hanya muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan
yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa
mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya
tidak ada menurut orang lain.
3.
Gangguan
kemauan
:
klien
memiliki
kemauan
yang
lemah,
susah
membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi,
mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan.
4.
Gangguan emosi : klien merasa senang, gembira yang berlebihan (waham
kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang
kaya, titisan Bung Karno tetapi di lain waktu ia bisa merasa sangat sedih,
menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya.
Universitas Sumatera Utara
16
5.
Gangguan psikomotor : hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang
berlebihan naik ke atas genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat- loncat,
melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh, diam
lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh (Hawari, 2008).
2.1.6. Penanganan Gangguan Jiwa
Terapi bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat dan
rehabilitasi medik, namun diperlukan peran keluarga dan masyarakat dibutuhkan
guna resosialisasi dan pencegahan kekambuhan. Beberapa diantaranya untuk
menangani keluarga yang menderita gangguan jiwa :
1.
Psikofarmaka
Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah dengan
memberikan terapi obat-obatan yang akan ditujukan pada gangguan fungsi
neuro-transmitter sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi
obat diberikan dalam jangka waktu relatif lama, berbulan bahkan bertahun
(Nurdiana, 2010).
2.
Psikoterapi
Terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai
realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini
bermacam-macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan
untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak
merasa putus asa dan semangat juangnya. Psikoterapi Re-eduktif dimaksudkan
Universitas Sumatera Utara
17
untuk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan
pendidikan di waktu lalu,
psikoterapi
memperbaiki kembali kepribadian yang
rekonstruktif
dimaksudkan
telah mengalami
keretakan
untuk
menjadi
kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit, psikologi kognitif, dimaksudkan
untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat)
rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai-nilai moral etika.
Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang
terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan
diri,
psikoterapi
keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya (Hartono,
2011).
3.
Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita
selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi
obat psikofarma (Hawari, 2008).
4.
Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang,
berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian
kitab suci. Serangkaian penelitian terhadap pasien pasca epilepsi sebagian besar
mengungkapkan pengalaman spiritualnya sehingga semua yang dirasa menjadi
Universitas Sumatera Utara
18
sirna dan menemukan kebenaran tertinggi yang tidak dialami pikiran biasa
merasa berdekatan dengan cahaya illahi (Hawari, 2008).
5.
Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali
kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga
(institusi) rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam program
rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; dengan terapi kelompok
yang bertujuan membebaskan penderita dari stres dan dapat membantu agar
dapat
mengerti
jelas
sebab
dari kesukaran dan membantu terbentuknya
mekanisme pembelaan yang lebih baik dan dapat diterima oleh keluarga
dan
masyarakat, menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian,
terapi fisik berupa
olah
raga,
keterampilan,
berbagai
macam
kursus,
bercocok tanam, rekreasi (Ambarwati, 2012). Pada umumnya program
rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi
paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti program
rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke keluarga
dan ke masyarakat (Hawari, 2012).
2.2. Penyebab Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa/mental disebut juga penyakit jiwa, kekacauan jiwa, kekalutan
mental atau gangguan mental. Menurut Kartini Kartono dalam Erlinafsiah (2010),
Yang disebut gangguan mental adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental
Universitas Sumatera Utara
19
atau kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme
adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus ekstern dan keteganganketegangan sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu
bagian, suatu organ, atau sistim kejiwaan/mental.
Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat di katakan
juga secara somato – psiko – sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka
ketiga unsur ini harus di perhatikan. Gangguan jiwa ialah gejala gejala patologik
yang dominan berasal dari unsur psike. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang tidak
terganggu, sekali lagi yang sakit dan menderita adalah manusia yang seutuhnya dan
bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkunganya.
Biarpun gejala umum dan gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur
kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan
sosial (sosiogenik) ataupun dipsike (psikogeni) biasanya itu tidak terdapat penyebab
tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling
mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan
ataupun jiwa (Yosep, 2007).
Sumber penyebab dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terus menerus saling
mempengaruhi, yaitu :
2.2.1. Faktor-faktor Somatik (Somatogenik) atau Organobiologis
Faktor Somatik adalah suatu gangguan pada neurotransmitter dan pengaruh
genetik serta bisa disebabkan karena perbedaan struktur anatomi dari setiap individu
Universitas Sumatera Utara
20
dalam menerima reseptor ke hipotalamus sebagai respon dan reaksinya berbedabeda sehingga
menyebabkan angguan jiwa.
1. Genetika / keturunan.
Menurut Cloninger dalam Yosep (2007) gangguan jiwa, terutama gangguan
persepsi sensori dan gangguan psikotik lainnya erat sekali penyebabnya dengan
faktor genetik termasuk di dalamnya saudara kembar, individu yang memiliki
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan lebih
tinggi di banding dengan orang yang tidak memiliki faktor herediter.
Individu yang memiliki hubungan sebagai ayah, ibu, saudara atau anak dari klien
yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan 10 % sedangkan
keponakan atau cucu kejadian 2-4 %. Individu yang memiliki hubungan sebagai
kembar identik dengan klien
yang mengalami gangguan jiwa memiliki
kecenderungan 46 – 48 %, sedangkan kembar dizygot memiliki kecenderungan
14-17%. Faktor genetik tersebut sangat ditunjang dengan pola asuh yang
diwariskan sesuai dengan pengalaman yang dimiliki oleh anggota keluarga klien
yang mengalami gangguan jiwa.
Menurut Yanuar (2013) mengutip Cloninger (1989) mengatakan bahwa, individu
yang memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa memiliki
kecenderungan lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak memiliki faktor
herediter, dari teori ini bisa kita lihat bahwa sebagian besar pasien yang
mengalami gangguan jiwa memiliki anggota keluarga yang terkena gangguan jiwa.
Gangguan jiwa di desa Paringan memang sudah termasuk kasus lama dan
Universitas Sumatera Utara
21
mayoritas penderitanya punya kerabat yang terkena gangguan jiwa, namun kasus
ini baru terlihat banyak ketika dilakukan pendataan oleh pemerintah.
2. Cacat kongenital
Cacat kongenetal atau sejak lahir dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak,
terlebih yang berat, seperti retardasi mental yang berat. Akan tetapi umumnya
pengaruh cacat ini timbulnya gangguan jiwa terutama tergantung pada individu
itu, bagaimana ia menilai dan menyesuaikan diri terhadap keadaan hidupnya yang
cacat. Orang tua dapat mempersulit penyesuaian ini dengan perlindungan yang
berlebihan (proteksi berlebihan). Penolakan atau tuntutan yang sudah diluar
kemampuan anak.
3. Faktor jasmaniah
Beberapa penyelidik berpendapat bentuk tubuh seseorang berhubungan dengan
gangguan jiwa tertentu. Misalnya yang bertubuh gemuk/endoform cenderung
mengalami gangguan jiwa, begitu juga dengan yang bertubuh kurus/ectoform,
tinggi badan yang terlalu tinggi atau yang terlalu pendek dan sebagainya.
4. Deprivasi
Deprivasi atau kehilangan fisik, baik yang dibawa sejak lahir ataupun yang di
dapat, misalnya karena kecelakaan hingga anggota gerak (kaki dan tangan) ada
yang harus diamputasi (Baihaqi, 2005).
5. Temperamen / Proses-proses emosi yang berlebihan
Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai masalah kejiwaan dan
ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami gangguan jiwa. Dan proses
Universitas Sumatera Utara
22
emosi yang terjadi secara terus-menerus dengan koping yang tidak efektif akan
mendukung timbulnya gejala psikotik (Yosep, 2007).
6. Penyalahgunaan obat-obatan
Koping yang maladaftif yang digunakan individu untuk menghadapi stressor
melalui obat-obatan yang memiliki sifat adiksi (efek ketergantungan) seperti
cocaine, amphetamine menyebabkan gangguan persefsi, gangguan proses berpikir,
gangguan motorik dan sebagainya.
7. Patologi otak
Termasuk disini
adalah, trauma, lesi, infeksi, perdarahan, tumor, toksin,
gangguan metabolisme dan atrofi otak.
8. Penyakit dan cedera tubuh.
Penyakit – penyakit tertentu misalnya penyakit jantung, kanker, dan sebagaimana,
mungkin menyebabkan merasa murung dan sedih. Demikian pula cedera / cacat
tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri (Yosep, 2007).
2.2.2. Faktor Psikologik (Psikogenik) atau Psikoedukatif
Faktor psikososial adalah masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang
mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan
atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab sosial dari skizofenia di setiap
kultur berbeda tergantung dari bagaimana penyakit mental diterima di dalam kultur,
sifat peranan
pasien, tersedianya sistem pendukung sosial dan keluarga, dan
kompleksitas komunikasi sosial (Davidson, 2010).
Universitas Sumatera Utara
23
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami
seseorang akan mewarnai sikap, kebiasan, dan sifatnya dikemudian hari.
1.
Trauma di masa kanak-kanak
Deprivasi dini biologi maupun psikologik yang terjadi pada masa bayi, anakanak. Misalnya anak yang ditolak (rejected child) akan menimbulkan rasa tidak
nyaman dan ia akan mengembangkan cara penyesuaian yang salah (Baihaqi,
2005).
2.
Deprivasi parental
Deprivasi parental atau kehilangan asuhan ibu dirumah sendiri, terpisah dengan
ibu atau ayah kandung, tinggal di asrama, dapat menimbulkan perkembangan
yang abnormal.
3.
Hubungan keluarga yang patogenik
Dalam masa kanak-kanak keluarga memegang peranan yang penting dalam
pembentukan kepribadian. Hubungan orang tua-anak yang salah atau interaksi
yang patogenik dalam keluarga merupakan sumber gangguan penyesuaian diri.
Kadang orang tua terlalu banyak berbuat untuk anak dan tidak memberi
kesempatan anak itu berkembang sendiri, adakalanya orang tua berbuat terlalu
sedikit dan tidak merangsang anak, atau tidak memberi bimbingan dan anjuran
yang dibutuhkan.
Beberapa jenis hubungan keluarga yang sering melatar belakangi adanya
gangguan jiwa, umpamanya penolakan, perlindungan berlebihan, manja
berlebihan, tuntutan perfeksionistik, disiplin yang salah, dan persaingan antara
saudara yang tidak sehat (Yosep, 2007).
Universitas Sumatera Utara
24
4.
Struktur keluarga yang patogenik
Struktur keluarga inti kecil atau besar mempengaruhi terhadap perkembangan
jiwa anak, apalagi bila terjadi ketidak sesuaian perkawinan dan problem rumah
tangga yang berantakan (Baihaqi, 2005).
Anak tidak mendapat kasih sayang, tidak dapat mengahayati displin, tidak ada
panutan, pertengkaran dan keributan yang membingungkan dan menimbulkan
rasa cemas serta rasa tidak aman. Hal tersebut merupakan dasar yang kuat untuk
timbulnya tuntunan tingkah laku dan gangguan kepribadian pada anak
dikemudian hari (Yosep, 2007).
Kejadian kekerasan dalam rumah tangga memungkinkan anak anak untuk
menyaksikan
pertengkaran
orang
tuanya
(kekerasan
terhadap
ibunya)
mengalami kekerasan seperti yang di alami ibunya, bahkan menjadi sasaran
kekerasan (pelampiasan emosi ) oleh ibunya.
Anak korban KDRT tergantung usianya dapat mengalami berbagai bentuk
gangguan kejiwaan sebagai dampak dari pristiwa traumatik yang dialaminya.
Pada anak prasekolah dapat berupa perilaku menarik diri, mengompol, gelisah,
ketakutan, silit tidur, mimpi buruk, dan teror tidur ( mendadak terbangun teriak
histeris ) dan bicara gagap (Dharmono, 2008).
5.
Kekecewaan dan pengalaman yang menyakitkan
Kematian, kecelakaan, sakit berat, perceraian, perpindahan yang mendadak,
kekecewaan
yang
berlarut-larut,
dan
sebagainya,
akan
mempengaruhi
perkembangan kepribadian, tapi juga tergantung pada keadaan sekitarnya (orang,
lingkungan atau suasana saat itu) apakah mendukung atau mendorong dan juga
Universitas Sumatera Utara
25
tergantung pada pengalamannya dalam menghadapi masalah tersebut (Yosep,
2007).
6.
Stress berat
Tekanan stress yang timbul bersamaan dan atau berturut-turut, bisa menyebabkan
berkurangnya/hilangnya daya tahan terhadap stress. Contohnya kasus seseorang
yang baru saja mengalami perceraian kemudian harus juga kehilangan anak, baik
karena anaknya meninggal atau diputus secara paksa, mengakibatkan daya tahan
dirinya dalam menghadapi masalah menjadi lebih rentan (Baihaqi, 2005).
2.2.3. Sebab Sosial Kultral
Kebudayaan secara teknis adalah idea tau tingkah laku yang dapat dilihat
maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan merupakan penyebab langsung
timbulnya gangguan jiwa. Biasanya terbatas menentukan “warna” gejala-gejala
disamping mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang
misalnya melalui atauran-aturan kebiasaanya yang berlaku dalam kebudayaan
tersebut. Beberapa faktor-faktor kebudayaan tersebut yaitu :
1.
Cara-cara membesarkan anak
Cara-cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter, hubungan orang tua anak
menjadi kaku dan tidak hangat. Anak-anak setelah dewasa mungkin bersifat
sangat agresif atau pendiam dan tidak suka tergaul atau justru menjadi penurut
yang berlebihan.
2.
Sistem nilai
Perbedaan sistem nilai, moral dan etika antara kebudayaan yang satu dengan
yang lain sering menimbulkan masalah kejiwaan.
Universitas Sumatera Utara
26
3.
Kepincangan antarkeinginan dengan kenyataan
Iklan-iklan di radio, televisi, surat kabar, film dan lain-lain menimbulkan
bayangan-bayangan yang menyilaukan tentang kehidupan modern yang mungkin
jauh dari kenyataan hidup sehari-hari. Akibat rasa kecewa yang timbul,
seseorang mencoba mengatasinya dengan khayalan atau melakukan kegiatan
yang merugikan masyarakat.
4.
Ketegangan akibat faktor ekonomi
Dalam masyarakat modern kebutuhan makin meningkat dan persaingan makin
meningkat dan makin ketat untuk meningkatkan ekonomi hasil-hasil teknologi
modern. Faktor-faktor gaji yang rendah, perumahan yang buruk, waktu istirahat
dan berkumpul dengan keluarga sangat terbatas dan sebagainya merupakan
sebagian hal yang mengakibatkan perkembangan kepribadian yang abnormal.
Menurut WHO krisis keuangan global tampaknya akan meningkatkan gangguan
kesehatan mental dan bahkan bunuh diri, sementara orang berjuang menghadapi
kemiskinan dan pengangguran. Ratusan juta orang di seluruh dunia sudah terkena
pengaruh gangguan mental seperti depresi dan gangguan dua kutub dan
kemerosotan pasar saat ini dapat menambah parah rasa kecewa di kalangan orang
yang rentan terhadap penyakit semacam itu. WHO juga menyebutkan,
dampaknya
dapat
terlihat
pada
orang-orang
yang tinggal
di
negara
berpenghasilan rendah dan menengah, dengan akses perawatan yang terbatas
(Kompas, 2008).
Masalah keuangan (kondisi sosial-ekonomi) yang tidak sehat, misalnya
pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlibat hutang, kebangkrutan
Universitas Sumatera Utara
27
usaha, warisan dan sebagainya. Problem keuangan amat berpengaruh pada
kesehatan jiwa seseorang dan seringkali masalah keuangan ini merupakan factor
yang membuat seseorang jatuh dalam depresi dan kecemasan (Hartono, 2011).
Menurut Patel (2009) faktor-faktor sosial ekonomi seperti: kemiskinan,
kekurangan pendidikan dan kekurangan lapangan kerja menjadi faktor resiko dari
kesehatan mental. Artinya, orang yang mengalami keadaan sosial dan ekonomi
yang buruk beresiko mengalami ketidaksehatan mental. Dalam bagan yang
digambarkan di A Public Health Approach to Mental Health, hubungan antara
faktor ekonomi khususnya kemiskinan dengan kesehatan mental adalah seperti
lingkaran setan yang berketerusan
Khusus gangguan mental psikosis masyarakat yang memiliki status sowial
ekonomi terendah mempunyai kecenderungan resiko schizophrenia 8 kali lebih
tinggi ketimbang masyrakat yang memiliki status sosial tertinggi bandingkan
dengan penelitian yang dilakukan pada tahun 1964 oleh Holingshead ditemukan
hasil bahwa masyarakat kelas sosial ekonomi rendah memiliki prevalensi yang
tinggi mengalami psikotik, sedangkan prevalensi neurotik lebih banyak dialami
oleh kelompok sosial ekonomi tinggi. (Sulistyowati, 2013).
5.
Perpindahan kesatuan keluarga
Khusus untuk anak yang sedang berkembang kepribadiannya, perubahanperubahan lingkungan (kebudayaan dan pergaulan) cukup mengganggu.
Universitas Sumatera Utara
28
6.
Masalah golongan minoritas
Tekanan-tekanan perasaan yang dialami golongan ini dari lingkungannya dapat
mengakibatkan rasa pemberontakan yang selanjutnya akan tampil dalam bentuk
sikap acuh atau melakukan tindakan-tindakan yang akan merugikan orang
banyak (Yosep, 2007).
2.3. Kerangka Teoritis
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari teori
Yosep (2007), tentang penyebab gangguan jiwa. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terhadap peningkatan pasien sakit gangguan jiwa skizofrenia di Kota Sabang tersebut
adalah faktor somatik, psikologis dan sosial budaya.
Yosep (2007)
a. Faktor Somatik
Genetik/keturunan
Cacat kogenital
Jasmani
Penyalahgunaan obat obatan
Penyakit dan cedera tubuh
b. Faktor Psikologik
Trauma masa kanak-kanak, hubungan
keluarga, struktur keluarga, kekecewaan
dan pengalaman yang menyakitkan,
stres berat.
c. Faktor sosial kultural (budaya)
Cara membesarkan anak, sistem nilai.
Kepincangan antara keinginan dengan
kenyataan,ketegangan akibat faktor
ekonomi, perpindahan keluarga dan
masalah minoritas.
Gangguan Jiwa
Skizofrenia
Gambar 2.1. Kerangka Teoritis
Universitas Sumatera Utara
29
2.4. Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep
penelitian sebagai berikut :
Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor Somatik
- Genetik/keturunan
- Cacat kogenital
- Jasmaniah
- Penyalahgunaan Obat obatan
- Penyakit dan cedera tubuh
Faktor Psikologik
- Trauma masa kanak-kanak
- Hubungan Keluarga
- Struktur keluarga
- Kekecewaan dan
pengalaman menyakitkan
- Stres berat
Gangguan jiwa
Skizofrenia
Faktor sosial kultural
- Cara membesarkan anak
- Sistem nilai
- Kepincangan antara
keinginan dengan kenyataan
- Ketegangan akibat factor
ekonomi
- Perpindahan keluarga
- Masalah minoritas
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Download