BAWANG PUTIH - STIKes Surya Global

advertisement
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
SURYA MEDIKA
Volume 7. No. 1 Januari 2011
UJI BANDING EFEKTIVITAS Allium Sativum (BAWANG PUTIH) 2%
DENGAN KETOKONAZOL 2% SECARA IN VITRO TERHADAP
PERTUMBUHAN Malassezia Furfur PADA Pityriasis Versicolor
Oleh :
Arief Zainal Rahman4
ABSTRACT
Background: Garlic (Allium sativum) is a traditional or herbal medicine which has the effect of
antifungal. While Ketoconazole is antifungal drug which effective in the treatment of fungi (pityriasis
versicolor), which is a superficial fungal infection usually caused by Malassezia furfur. This study
aimed to compare the effectiveness of Garlic 2% with Ketoconazole 2% in In Vitro in inhibiting the
growth of Malassezia furfur, as cause of panau (pityriasis versicolor).
Objective: To know the difference between the effectiveness of Garlic 2% with Ketoconazole 2% in
inhibiting Malassezia furfur cause panau (pityriasis versicolor).
Method: This type of experimental design with post-test, in comparing the two treatments that is
giving Garlic Ketoconazole 2% and 2% in inhibiting the growth of fungi that cause panau. Data is
analyzed using SPSS for Windows 13:00, hypothesis using Chi Square test with significance level
p <0.05.
Result: The Chi-Square test is obtained p = 0.606, which means there is no significant difference
between the effectiveness of Garlic 2% with Ketoconazole 2% to the growth of Malassezia furfur
causes of panau (pityriasis versicolor).
Keyword: pityriasis versicolor (Panau), Malassezia furfur, Allium sativum (Garlic), Ketoconazole.
4
Staf Pengajar Stikes Surya Global Yogyakarta
21
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
Volume 7. No. 1 Januari 2011
PENDAHULUAN
Banyak ahli farmasi yang
menemukan bahwa terdapat sejumlah
agen anti fungal yang menurut data
pemakaian klinis sudah menimbulkan
resitensi. Dipaparkan bahwa kegagalan
klinis penggunaan Griseofulvin tercatat
setelah
lebih
dari
20
tahun
penggunaannya. Mengutip laporan
yang dibuat oleh Young, bahwa
terdapat sekitar 20 % resistensi pada
isolat klinis di Inggris pada tahun 1972.
Berlanjut di tahun 1986 terdapat sekitar
5 % laporan resitensi terhadap
Griseofulvin di Jerman. Sementara di
tahun 1994 tidak terjadi kasus
resistensi dengan Griseofulvin pada
100 kasus infeksi dermatofita. (Seow
Chew Swee, 2006).
Agen anti fungal lain, seperti
Nistatin, yang sudah digunakan sejak
1927 ternyata masih menunjukkan
sensitivitas terhadap jamur. Belum ada
bukti adanya resistensi. Anti fungal dari
golongan Azole seperti ketoconazole,
itraconazole dan fluconazole masih
belum diketahui dengan pasti apakah
dapat
menimbulkan
resistensi
sekunder pada dermatofita. Penelitian
untuk melihat adanya resistensi di
laboratorium juga belum menunjukkan
hasil memuaskan (Bautista et.al,
2005).
Informasi resistensi golongan
azole terhadap infeksi oleh Malassezia
furfur masih terbilang sedikit. Hal ini
disebabkan oleh masih sedikitnya
laboratorium yang berkemampuan
mendeteksi resitensi agen anti fungal.
Perbedaan terapan dalam kultur
laboratorium juga tidak langsung
berpengaruh pada lingkup aplikasi
klinis oleh dokter (Dawson et.al, 2009).
Anti fungal lain yang juga
dilaporkan
telah
menimbulkan
resistensi khususnya pada infeksi
Trichophyton
rubrum
adalah
SURYA MEDIKA
Allyllamine dan Terbinafine. Anti fungal
Amorolfine, Ciclopiroxalamaine dan
Haloprogin masih belum diketahui
status resistensinya. Bisa dikatakan
fokus utama dalam hal resistensi obat
bertolak dari kegagalan pengobatan
dermatomikosis.
Faktor
farmakokinetika anti fungal menjadi isu
yang lebih penting dibandingkan
resistensi obat (Klenk et.al. , 2003).
Sekitar 2.000 tahun lalu, bapak
ilmu kedokteran, Hippocrates, berujar,
"Let your food be your medicine and
your medicine be your food" diartikan,
pola makan yang sehat dan seimbang
dapat
menunjang
kesehatan
seseorang secara optimal dan dari zat
gizi makanan, sehingga kita dapat
terhindar
dari
berbagai
macam
penyakit. Pedoman ini ada baiknya kita
kembali ke pola hidup yang alami
tanpa obat-obatan yang diproduksi
secara kimiawi tersebut, karena
ternyata selain mempunyai suatu efek
samping yang merugikan juga belum
tentu dapat mengobati penyakit
misalnya ada faktor resistensi tersebut
di atas (Darmansjah, 2002).
Salah satu anti fungal alami
yang cukup terkenal adalah bawang
putih, walau belum ada penggunaan
yang
memasyarakat,
mungkin
disebabkan kurang adanya promosi
dari suatu penelitian yang meyakinkan.
Penelitian ini mencoba menggali lebih
dalam kemampuan bawang putih
sebagai anti fungal tadi dan diharapkan
mampu meyakinkan kita semua akan
khasiatnya sebagai obat tradisional,
dalam hal ini bersifat alami. Penelitian
ini mengamati seberapa berkhasiatnya
bawang putih sebagai anti jamur
tersebut dengan membandingkannya
dengan anti jamur yang sudah terbukti
secara
medis
dapat
mengobati
penyakit jamur pada manusia. Penyakit
jamur pada manusia yang akan
22
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
Volume 7. No. 1 Januari 2011
diujikan berupa Pityriasis Versicolor
atau panu yang disebabkan oleh
Malassezia furfur (Macpherson et.al,
2005).
Berdasarkan latar belakang
masalah tersebut, maka dilakukan
penelitian terhadap anti fungal baru
yang bersifat lebih alami dan tidak
kalah efektif dengan anti fungal yang
sudah terbukti cukup efektif secara
farmakologi. Secara khusus diteliti
”Apakah ada perbedaan efektivitas
antara A. sativum (bawang putih) 2%
dengan ketokonazol 2% secara in vitro
dalam menghambat pertumbuhan M.
furfur
pada
Pityriasis
versicolor
(panu)?”
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan
penelitian
yang
dilakukan ini adalah untuk memperoleh
membandingkankhasiat Bawang Putih
sebagai salah satu obat herbal di
Indonesia, dengan obat yang sudah
terbukti efektif yaitu Ketokonazol, untuk
mengetahui
perbedaan
antara
efektifitas Bawang Putih 2% dengan
Ketokonazol 2% dalam menghambat
M.furfur penyebab panu, dan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang
mungkin
mempengaruhi
keefektivitasan Bawang Putih dalam
menghambat jamur penyebab penyakit
panu.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini jenis eksperimental
dengan desain post-test only, dalam
membandingkan 2 perlakuan yaitu
pemberian bawang putih 2% dan
ketokonazol 2% dalam menghambat
pertumbuhan jamur penyebab panu.
POPULASI DAN SAMPEL
Kerokan skuama kulit diambil dari
pasien di Balai Pengobatan Sewu
Husada Bakti yang terdiagnosa
SURYA MEDIKA
Pityriasis
versicolor
(panu)
dan
dibuktikan dengan tes KOH di
Laboratorium Mikrobiologi Stikes Surya
Global.
Sampel yang dikembang-biakan
atau dikulturkan 10 buah (menjadi 10
buah untuk perlakuan Bawang Putih
2%
dan
10
buah
perlakuan
Ketokonazol 2%), diambil dari 5 orang
pasien yang terdiagnosa Pityriasis
versicolor ikolor (panu).
LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Balai
Pengobatan Sewu Husada Bakti dan
Laboratorium Mikrobiologi Stikes Surya
Global, di desa Blado, Potorono,
Banguntapan, Bantul.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Sampel diambil kerokan skuama
kulit yang diambil secara aseptik
menggunakan skalpel steril dan
ditampung di kaca gelas steril untuk
pemeriksaan mikroskopis dengan KOH
+ tinta Parker blue black. Hasil
dinyatakan positif (+) bila ditemukan
gambaran meat ball and sphagetti
dengan perbesaran 400X. Kerokan
skuama kulit yang dinyatakan (+)
dibiakkan pada Sabouraud Dekstrose
Agar minyak kelapa 1% + Amoxycillin 2
mg/200 cc pada suhu 37°C selama 3
sampai 5 hari, di Laboratorium
Mikrobiologi. M. furfur tumbuh pada
media Sabouraud yang mengandung
minyak zaitun (olive oil), selain itu juga
berhasil dibiak pada media Sabouraud
dekstrosa agar ditambah minyak
kelapa 1%, dengan pengeraman suhu
37°C.
Bila tumbuh koloni yeast pada
media, maka dinyatakan biakan M.
furfur (+), dan bila tidak tumbuh koloni
yeast pada medium, maka dinyatakan
biakan M. furfur (-). Hasil biakan (+)
dilarutkan dengan NaCl 0,9% dan
23
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
Volume 7. No. 1 Januari 2011
disesuaikan dengan Mc. Farland 0,5,
kemudian diambil 0,1 cc dan
ditanamkan
pada
masing-masing
media Sabouraud Dekstrose Agar
minyak kelapa 1% yang mengandung
Bawang Putih 2% dan media
Sabouraud Dekstrose Agar minyak
kelapa
1%
yang
mengandung
Ketokonazol 2%. Satu sampel biakan
(+) M. furfur dipakai untuk satu kali.
Sejumlah
5
penderita
Pityriasis
versicolor peroleh 10 biakan dibagi 2
yang identik atau tidak ada variabel
pembeda karena dari 1 penderita
(Richard C.S. , 2003).
Digunakan 10 biakan (+) M. Furfur
untuk yang mengandung bawang putih
2% dan 10 biakan (+) M. Furfur untuk
yang mengandung ketokonazol 2%.
Media dimasukkan ke inkubator pada
suhu 37°C selama 2 hari dan dilihat
pertumbuhannya pada hari kedua. Bila
tumbuh koloni yeast pada media
tersebut maka dinyatakan biakan M.
furfur (+), dan bila tidak tumbuh koloni
yeast pada media tersebut maka
dinyatakan biakan M. furfur (-).
PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
Data yang diperoleh dianalisis
dengan menggunakan program SPSS
13.00 for Windows, uji hipotesis
menggunakan uji Chi Square dengan
derajat kemaknaan p<0,05 (Nursalam,
2003). Penelitian ini masih bersifat in
vitro, yang diharapkan dapat menjadi
dasar bagi penelitian selanjutnya
terutama berlanjut pada penelitian
yang bersifat in vivo.
SURYA MEDIKA
HASIL PENELITIAN
Hasil pemeriksaan mikroskopis
kerokan skuama kulit dengan KOH +
tinta Parker blue black, 10 sampel
(100%) dinyatakan Pityriasis versicolor
(+). Sejumlah dari 10 sampel dengan
Pityriasis
versicolor
(+)
yang
ditanamkan pada media Sabouraud
Dekstrose Agar olive oil, 10 sampel
(100%) dinyatakan biakan Malassezia
furfur (+). Jadi jumlah yang digunakan
adalah 10 sampel. Sejumlah 10 sampel
dengan biakan Malassezia Furfur (+) di
Sabouraud Dekstrose Agar olive oil
yang mengandung bawang putih 2%, 8
(80%) dinyatakan Malassezia furfur (+)
dan 2 (20%) dinyatakan Malassezia
furfur (-). sebanyak 10 sampel dengan
biakan Malassezia furfur (+) di
Sabouraud Dekstrose Agar olive oil
yang mengandung Ketokonazol 2%, 7
(70%) dinyatakan Malassezia furfur (+)
dan 3 (30%) dinyatakan Malassezia
furfur (-).
Dengan uji Chi-Square didapatkan
hasil p=0,606, yang berarti tidak
terdapat perbedaan bermakna antara
efektivitas bawang putih 2% dengan
Ketokonazol
2%
terhadap
pertumbuhan Malassezia furfur.
Gambar 1. Perbandinganpertumbuhan
M. furfur pada media Sabouraud
Dekstrose Agar olive oil + Bawang Putih
2% dan pada media
SabouraudDekstrose Agar olive oil
Ketokonazol 2%.
24
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
SURYA MEDIKA
Volume 7. No. 1 Januari 2011
Tabel 1. Tabulasi silang antara Sabouraud Dekstrose Agar olive oil + Bawang Putih 2% atau
Ketokonazol 2% terhadap pertumbuhan Malassezia furfur.
M.furfur
Biakan
Bawang Putih 2%
Ketokonazol 2 %
Total
Count
Expected Count
% Within Biakan
Count
Expected Count
% Within Biakan
Count
Expected Count
% Within Biakan
PEMBAHASAN
Uji chi-square diperoleh hasil
p=0,606 yang berarti tidak ada
perbedaan antara bawang putih 2%
dan
Ketokonazol
2%
dalam
menghambat pertumbuhan Malassezia
furfur. Ketokonazol adalah salah satu
anti jamur golongan azol sintetik
dengan
konsentrasi
2%
yang
mempunyai
spektrum
luas
dan
efektivitas yang tinggi, yang bekerja
menghambat sintesa ergosterol yaitu
komponen
yang
penting
untuk
integritas
membran
sel
jamur.
Berdasarkan penelitian ini didapat fakta
juga bahwa Ketokonazol 2% secara in
vitro kurang efektif menghambat
pertumbuhan
Malassezia
furfur.
Walaupun secara in vivo terbukti
bahwa
Ketokonazol
mempunyai
efektivitas yang tinggi.
Bawang Putih adalah tanaman
obat berkhasiat yang terbukti melalui
penelitian
ilmiah
memiliki
efek
imunomodulasi, efek reparasi dan
peremajaan sel,efek vasoproteksi, efek
antioksidan, anti biotik dan anti jamur.
Berdasarkan hal tersebut, maka pada
penelitian ini didapatkan bahwa
efektivitas Bawang Putih 2% dalam
menghambat pertumbuhan Malassezia
furfur secara in vitro tidak berbeda
dibandingkan dengan Ketokonazol 2%.
+
7
7.5
70.0%
8
7.5
80.0%
15
15.0
75.0%
3
2.5
30.0%
2
2.5
20.0%
5
5.0
25.0%
Total
10
10.0
100.0%
10
10.0
100.0%
20
20.0
100.0%
Terbukti dari 10 media Sabouraud
Dektrose
Agar
olive
oil
yang
mengandung bawang putih 2%, 7
(70%) media ditumbuhi Malassezia
furfur. Sejumlah 10 media Sabouraud
Dekstrose Agar olive oil yang
mengandung Ketokonazol 2%, 8 (80%)
media ditumbuhi Malassezia furfur. Uji
Chi-Square didapatkan p=0,606 yang
berarti tidak ada perbedaan. Hal ini
membuktikan bahwa Bawang Putih 2%
yang mempunyai khasiat anti jamur
memiliki efektivitas yang setara dengan
Ketokonazol 2% dalam menghambat
pertumbuhan Malassezia furfur pada
Pityriasis versicolor atau penyakit
panu.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil
dan
pembahasan
penelitian
mengenai
perbedaan efektivitas antara bawang
putih dan ketokonazol sebagai obat
anti fungal secara In Vitro ini, maka
dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan antara bawang putih 2%
dengan
Ketokonazol
2%
dalam
menghambat pertumbuhan Malassezia
furfur pada Pityriasis Versicolor.
DAFTAR PUSTAKA
Bautista, D.M.; Movahed P.; Hinman
A.;
Axelsson HE; Sterner O;
25
JURNAL ILMU-ILMU KESEHATAN
Volume 7. No. 1 Januari 2011
Hogestatt ED; Julius D; Jordt SE;
and Zygmunt PM. 2005. "Pungent
products from garlic activate the
sensory ion channel TRPA1". Proc
Natl Acad Sci USA 102 (34):
12248-52.
Darmansjah, Iwan. 2002. Menyikapi
Efek Samping Obat. FK UI, Bagian
Farmakologi, Jakarta.
Dawson, Thomas JR; dan Boni
Elewski.
2009.
“Fast,
Noninvansive Method for Molecular
Detection and Speciation of
Malassezia on Human Skin, and
Application
to
Dandruff
Microbiology”.
Universitas
Alabama, Birmingham.
Klenk, AS; Martin AG; Heffernan MP.
2003.
Yeast
Infections:
Candiadiasis, Pityasis Versikolor.
In: Freedberg IM, Elsen AZ, Wolf
Klaus, Austen KF, Goldsmith LA.
Katz SI, editors. Fitzpatrick's
dermatologi in general medicine.
6th ed. New York : Me-Graw Hill; p
2006-16.
SURYA MEDIKA
Patapoutian. 2005. "The Pungency
Of Garlic: Activation Of TRPA1
And TRPV1 In Response To
Allicin". Current Biology 15 (May
24): 929-934.
Nursalam,
2007.
Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan,
Salemba Medika. Jakarta.
Richard, C.S. 2003. Trichophyton,
Microsporum,
Epidermophyton,
And
Agents
Of
Superficial
Mycoses. In: Murray Patrick R,
Baron Ellen Jo, Jorgense James
H, Pfaller Michael A, Yolken
Robert H, Editors. Manual of
Clinied Microbiology. 8th ed. New
York : Me-Graw Hill; p 104-16.
Seow Chew Swee, 2006. Obat
Antifungal. National skin Centre &
Division of Dermatology Dept of
Medicine, National University of
Singapore.
www.majalahfarmacia.com.
Macpherson, Lindsey J.; Bernhard H.
Geierstanger; Veena Viswanath;
Michael Bandell; Samer R. Eid;
SunWook Hwang; and Ardem
26
Download