MEDIA MATRASAIN VOL 9 NO 1 MEI 2012 TEORI MAKNA LINGKUNGAN DAN ARSITEKTUR Oleh: Judy O. Waani (Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi) ABSTRAK Upaya memahami makna, merupakan salah satu masalah filsafat yang tertua dalam umur manusia. Konsep makna telah menarik perhatian disiplin komunikasi, psikologi, sosiologi, antropologi dan tidak terkecuali, arsitektur dan lingkungan. Pengertian makna menurut ilmu komunikasi yaitu proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih. Menurut Spradley (1997) makna adalah menyampaikan pengalaman sebagian besar umat manusia di semua masyarakat. Berbeda dengan pengertian di atas, Prieto (dalam Martinet, 2010) menyatakan bahwa makna adalah hubungan sosial yang dibangun oleh sinyal diantara sang emisor dan reseptor ketika tindakan semik sedang berlangsung. Dalam pandangan yang lain, menurut Eco (1976), makna adalah sebuah wahana tanda (sign-vechicle) adalah satu kultural yang diperagakan oleh wahanawahana tanda yang lain serta, secara semantik mempertunjukkan pula ketidak-tergantungannya pada wahana tanda yang sebelumnya. Ogden dan Richard (dalam Leech, 2003) menyatakan bahwa terdapat dua puluh dua definisi tentang makna, beranjak dari titik tolak non-teoritis atau yang teoritis. Beberapa di antaranya adalah (1) suatu sifat intrinsik; (2) kata-kata lain yang dihubungkan dengan sebuah kata dalam kamus; (3) konotasi suatu kata; (4) tempat sesuatu dalam sistem; (5) akibat praktis dari suatu hal di dalam pengalaman untuk masa depan; (6) sesuatu yang benar-benar diacu oleh pemakai lambang; (7) sesuatu yang oleh penafsir lambang: (a) diacu; (b) diyakini bahwa ia sendiri mengacu padanya dan (c) diyakini bahwa pemakai mengacu padanya. Oleh sebab itu, uraian tentang makna, akan difokuskan pada makna lingkungan dan makna dalam arsitektur. Dalam skala ruang, arsitektur adalah bagian dari lingkungan. Keduanya dalam pembahasan ini, saling melengkapi untuk mendapatkan pembahasan yang mendalam tentang makna. Kata kunci: makna, lingkungan, arsitektur dibandingkan dengan fungsi manifest, serta A. Makna lingkungan Menurut Rapoport (1982), makna sangat dipengaruhi oleh images dan ideal. lingkungan muncul jika orang mengadakan Lebih lanjut dikatakan, jika aspek fungsi reaksi terhadap lingkungan dalam memberi dipertimbangkan, arti Dapat bahwa makna merupakan pusat dari suatu lingkungan, pengertian tentang bagaimana lingkungan- selanjutnya lebih merupakan suatu respons lingkungan itu bekerja. Berhubungan dengan pengaruh keseluruhan dari suatu analisa fungsi maka perlu memperhatikan aktivitas mendetail mengenai aspek-aspek spesifik, yang dianalisis dalam empat komponen dan yaitu (1) aktivitas itu sendiri, merupakan terhadap dikatakan 36 lebih bahwa lingkungannya. evaluasi merupakan fungsi laten Teori Makna Lingkungan dan Arsitektur maka cepat disadari MEDIA MATRASAIN VOL 9 NO 1 MEI 2012 aspek lingkungan yang (2) dipahami dengan tiga cara yaitu pertama, bagaimana aktivitas itu dilakukan, (3) dengan menggunakan model “linguistik” bagaimana berdasarkan pada sistem dan (4) makna aktivitas, sebagai penelaahan terhadap aspek laten. Lebih lanjut dikatakan Rapoport penggunaan model bahwa verbal”. aktivitas aktivitas nampak, dimasukkan terjadi dalam dalam seting semiotik. Kedua, simbol. Ketiga, “komunikasi non kemudian dilanjutkan bahwa sistem aktivitas terjadi dalam sistem seting. Menurut A.1. Pendekatan semiotik Rapoport bahwa situasi, aturan dan perilaku Menurut Danesi (2010), istilah dikomunikasikan lewat isyarat terjadi dalam semeiotics seting. Hal ini menjelaskan bahwa aktivitas diperkenalkan oleh Hippocrates, penemu dan seting dihubungkan lewat makna, ilmu medis Barat, seperti ilmu gejala-gejala. dengan kata lain bahwa prinsip mekanisme Gejala, menurut Hipprocrates, merupakan yang menghubungkan sebuah aktivitas dan semeion-bahasa Yunani untuk “petunjuk” sebuah seting adalah makna. (mark) atau “tanda” (sign) fisik. Eco (1976) Menurut Rapoport (1994), terdapat (dilafalkan demikian) dalam bukunya A Theory of Semiotics tiga tingkatan makna yaitu: menyatakan 1. Makna “tingkat tinggi”, terkait dengan dengan segala hal yang dapat dimaknai suatu kosmologi, skemata kultural, pandangan tanda-tanda. Sebuah tanda adalah segala hidup, sistem filosofis, yang suci dan sesuatu yang dapat dilekati (dimaknai) sebagainya. sebagai penggantian yang signifikan untuk 2. Makna “tingkat menengah”, komunikasi identitas, status, sebagainya yaitu kekuatan laten dan ketimbang bahwa semiotika berkaitan sesuatu yang lainnya. Segala sesuatu itu, tidak begitu mengharuskan akan adanya atau untuk mengaktualisasikan akan adanya instrumen aspek aktivitas, perilaku dan tempat entah dimanapun pada suatu saat seting. tanda memaknainya. Pemahaman ini, berasal 3. Makna istrumental dan sehari-hari dari Sausurre yang menyebutkan bahwa “tingkat rendah”: isyarat mnemotic untuk tanda-tanda disusun dari dua elemen yaitu identifikasi maksud pengguna seting aspek citra tentang bunyi dalam situasi sosial, perilaku yang atau representasi visual) dan sebuah konsep diharapkan seperti: privasi, aksesibilitas, di mana citra-bunyi disandarkan. penembusan gradient: pengaturan tempat Mongin-Ferdinand (semacam kata de Saussure duduk, gerekan dan cara menemukan; (dalam Kridalaksana, 2005) dan informasi lain yang memungkinkan satu pemakai untuk berperilaku dan bertindak menyatakan bahwa ia membayangkan suatu sewajarnya dan antisipatif, membuat ilmu yang mempelajari tanda-tanda dalam tindakan memungkinkan. masyarakat. Di dalamnya dipelajari terjadi Dari perspektif teori, bagian dari Cours dalam salah Saussure, menurut dari apa saja tanda-tanda itu dan kaidah- Rapoport (1982), makna lingkungan dapat kaidah apa yang mengaturnya. Ilmu itu Teori Makna Lingkungan dan Arsitektur 37 MEDIA MATRASAIN VOL 9 NO 1 MEI 2012 disebut semiologi. Semiologi didasarkan fungsi ini yang diutamakan adalah konotasi, pada anggapan bahwa selama perbuatan dan yakni tingkah manusia membawa makna atau mengungkapkan sesuatu yang lain daripada selama berfungsi sebagai tanda, harus ada di apa yang diucapkan. belakangnya pertama itu taraf denotatif, dan lapisan sistem pembedaan dan penggunaan Baginya lapisan kedua mana ada tanda, di sana ada sistem. Oleh konotasi terjadi dari tanda-tanda sistem sebab itu, untuk memahami makna, perlu denotasi. Jadi, konotasi dan kesusastraan melihat oleh pada umumnya, merupakan salah satu sistem Ferdinand de Saussure. Menurutnya (dalam penandaan lapisan kedua yang ditempatkan Ahimsa-Putra, 2001) paling tidak ada lima di atas sistem lapisan pertama bahasa. Ada pandangan dari Saussure yaitu (1) signified pula situasi terbalik: tanda dari lapisan (tinanda) dan signifier (penanda); (2) form pertama menjadi petanda lapisan kedua. (bentuk) dan content (isi); (3) langue Dalam hal ini sistem lapisan kedua itu (bahasa) dan parole (ujaran dan tuturan); (4) menjadi metabahasa. Jadi, dapat dibedakan synchonic diachronic semiosis dan semiotika. Pertama merupakan (diakronis); (5) syntagmatic (sintagmatik) bahan kajian bagi yang kedua; dan yang dan associative (paradigmatik). kedua itu merupakan metabahasa bagi yang yang dikemukakan (sinkronis) dan Salah seorang sarjana yang juga konotasi: untuk konvensi yang memungkinkan makna itu. Di teori taraf bahasa penanda-penanda pertama. menjabarkan teori Saussure ialah Roland Menurut Barthes (2007), semiologi Barthes (2007). Bagi Barthes komponen- memiliki beberapa elemen yaitu pertama, komponen tanda, yakni penanda (Saussure: langue dan parole; kedua yaitu signifie dan signifiant) dan petanda (Saussure: signifie’), signifiant; ketiga yaitu sintagma dan sistem; terdapat keempat juga pada tanda-tanda bukan yaitu denotasi dan konotasi. bahasa; antara lain terdapat pada mite, yakni Pembahasan tentang denotasi dan konotasi, keseluruhan sistem citra dan kepercayaan lebih detail akan dibahas lebih lanjut pada yang untuk bagian makna dalam arsitektur. Pembahasan mempertahankan dan menonjolkan identitas berikut akan diurut sesuai dengan urutan Mite bagi Barthes bukan mitos dalam elemen di atas. Pertama, terkait dengan pengertian klasik. Hanya mite merupakan konsep dikotomis langue dan parole adalah sistem semiotis lapisan kedua, yang dibentuk sentral dalam pemikiran Sausure. Berangkat berdasarkan rangkaian semiotis yang ada dari natura langage yang “multiforma dan sebelumnya. Apa yang berstatus sebagai heteroklit (campur aduk)”. Kekacauan akan tanda dalam lapisan pertama berfungsi lenyap jika, segala keteroklit itu, diambil sebagai kedua. suatu obyek sosial yang murni, yang Menurut Barthes (2007), hubungan antara merupakan satu kumpulan yang sistematis mite dengan bahasa terdapat pula dalam konvensi yang harus ada untuk komunikasi, hubungan antara penggunaan bahasa literer yang tidak terpengaruh oleh materi signal- dan estetis dengan bahasa biasa. Dalam signal yang menyusunnya, yaitu langue, 38 dibentuk penanda masyarakat bagi lapisan Teori Makna Lingkungan dan Arsitektur MEDIA MATRASAIN VOL 9 NO 1 MEI 2012 yang memberi tempat bagi parole untuk wilayah asosiasi-asosiasi. Di luar diskursus hadir pada wilayah yang murni individual tuturan (wilayah sintagmatis), unitas-unitas pada langage (pembunyian, relasi aturan- yang memiliki kesamaan di antara mereka aturan akan diasosiasikan dijadikan satu dalam dan kombinasi-kombinasi yang kontingen terhadap signe-signe). ingatan dan dengan begitu unitas itu Kedua, yaitu signifie’ dan signifiant membentuk kelompok yang ditentukan oleh . Menurut Barthes (2007) dalam terminologi bermacam-macam hubungan (Barthes, 2007) saussurian, signifie’ dan signifiant adalah Menurut Rapoport (1982), semiotik elemen penyusun signe. Oleh sebab itu adalah suatu proses dengan menunjuk suatu Saussure sebagai fungsi sebagai isyarat dan dari sini diketahui kesatuan dari satu signifiant dan satu signifie bahwa semiotik adalah bentuk pemahaman (seperti dari mendefinisikan selembar signe kertas dalam dua isyarat. Semiotik mencakup tiga permukaan), atau sebelumnya, signe disebut komponen utama yaitu: (1) isyarat pengantar sebagai kesatuan antara satu citra akustik kata (perilaku apa yang diisyaratkan); (2) dan satu konsep. Bagian ini adalah suatu petunjuknya proposisi kapital dan yang harus diingat, ditunjukkan); sebab untuk penafsiran dari hal mana yang diisyaratkan). menggunakan istilah signe untuk menyebut Semiotik itu sendiri terdiri atas tiga bagian signifiant, yaitu sintak, semantik dan prakmatik. orang berkecenderngan padahal signe adalah suatu (untuk (3) apa isyarat penafsirannya itu (hasil realitas berwajah dua. Wilayah yang dihuni 1. Sintaktik yaitu hubungan isyarat dengan signifiant merupakan wilayah ekspresi dan yang harus diisyarakatkan sebagai suatu wilayah yang dihuni oleh signifie’ adalah sistem dari isyarat, yaitu pemahaman merupakan wilayah isi. Dalam bahasa dari suatu sistem struktur. Menurut Indonesia, signifie’ diterjemahkan sebagai Norberg-Schulz petanda mengkaji konstruksi logis suatu sistem atau konsep dan signifiant kita mengambil dapat diterjemahkan sebagai penanda atau citra simbol bunyi (Kridalaksana, 2005; Bertens, 2006; dengan realitas. Kajian semacam itu, Widada, 2009). murni formal dan disebut sintaktik. Ketiga, yaitu sintagma dan sistem. tanpa (1965), hubungan Matematika dan logika adalah contoh Bagi Saussure, hubungan yang menyatukan ilmu terma-terma linguistis bisa berkembang pada memperhatikan dua itu koherensinya sendiri. Oleh karena itu, bentuk penyelidikan sintaktik hanya mengkaji aktivitas mental. Wilayah pertama adalah hubungan antara tanda-tanda dan tidak sintagma-sintagma. Sintagma adalah suatu menceritakan sesuatu tentang realitas. kombinasi signe-signe, yang mendukungnya 2. Semantik yaitu hubungan isyarat dengan adalah bentangan. Dalam langage yang sesuatu yang harus diisyaratkan yaitu berartikulasi, bentangan itu bersifat linier bagaimana isyarat mengantar makna dari dan ireversibel. Wilayah kedua adalah suatu elemen. Menurut Norberg-Schulz wilayah. berkorespondensi Kedua wilayah dengan dua formal Teori Makna Lingkungan dan Arsitektur murni yang hanya artikulasi dan 39 MEDIA MATRASAIN VOL 9 NO 1 MEI 2012 (1965), penyelidikan hubungan antara prinsip orientasi di Denpasar sudah cocok tanda dan realitas dan kemudian kembali menurut standar kultural, tradisional. ke definisi operasional disebut semantik. Definisi operasional juga dikenal sebagai A.2. Pendekatan simbolik semantical rules. Simbol memiliki arti yang sangat 3. Prakmatik yaitu hubungan isyarat dengan penting bagi manusia. Menurut Martinet sambutan yang berupa perilaku dari (2010), menelusuri asal kata simbol dari dua masyarakat. Menurut (Norberg-Schulz, konsepsi. 1965) telah dikatakan bahwa simbolisme korespondensi yang ada di antara dua obyek. mempengaruhi penggunanya. Kajian Hal ini, mengacu pada etimologi kata simbol terhadap fakta ini disebut prakmatik. di zaman Yunani Kuno. Simbol, mula-mula Lebih lanjut dikatakan bahwa prakmatik adalah satu obyek yang dibelah menjadi dua memperlakukan hubungan tanda dengan keping, masing-masing pihak memegang penggunanya, dan mencakup semua satu keping yang kemudian diwariskan faktor psikologis dan sosiologi dari kepada anak-anak partisipan sebagai intensi dan tujuan kepingan itu disatukan, maka keduanya yang dicapai. digunakan Salah satu contoh aplikatif yaitu Keduanya didasarkan mereka. untuk pada Jika kedua membuat para pemegangnya saling mengakui satu dengan penelitian yang terkait makna lingkungan yang dan penelitian persahabatan yang dahulu pernah dijalin. Di dilakukan oleh Nas dan Sluis (2002) yaitu pihak yang lain, kata simbol digunakan Pencarian Orientasi untuk menyebut sarana-sarana pengenalan Salah satu kota yang bermacam-macam termasuk bekas luka yang dijadikan penelitian yaitu Denpasar. atau tanda lahir, kupon yang digunakan di Berdasarkan peta mental dari 45 mahasiswa segala antropologi di Udayana, Denpasar bahwa keberadaan imajibilitas dari Denpasar ditentukan dengan digunakan untuk ditukar dengan uang dan kuat oleh bentuk kultural, tradisional dari makanan. Secara sederhana oleh Dillistone kota itu, yang memadukan kraton, alun-alun, (1986) mengungkapkan pengertian simbol simpang jalan pusat, pura dan pasar. Di menurut mahasiswanya yaitu sebuah kata Denpasar ini, diikuti satu peta mental atau kolektif sepenuhnya berfokus pada pusat mengingatkan suatu entitas yang lebih besar. kota tradisional dengan simpang jalan pusat Menurut yang ditandai oleh patung Catur Muka, alun- 1986) bahwa pikiran manusia berfungsi alun, secara simbolis apabila beberapa komponen berhubungan dengan Makna, Prinsip Perkotaan di Indonesia. kediaman gubernur yang telah lain dan lingkungan para barang untuk Whitehead pengalamannya alun-alun, Pura Jagatnata dan museum di kepercayaan, sebelah timur alun-alun, dan markas Kodam mengenai di sebelah barat alun-alun. Ini berarti bahwa pengalamannya. atau mewakili (dalam menggugah perasaan, dan Teori Makna Lingkungan dan Arsitektur lanjut yang atau Dillistone, kesadaran, gambaran komponen-komponen Lebih relasi membenarkan individu yang dibangun di tempat bekas kraton, di utara 40 membuktikan lain dikatakan MEDIA MATRASAIN VOL 9 NO 1 MEI 2012 bahwa perangkat komponen yang terdahulu benteng agama dan sipil diorientasikan adalah “simbol” dan perangkat komponen sedemikian rupa sehingga menimbulkan kemudian membentuk “makna” simbol. kesan estetis bagi penduduknya. Jalan-jalan Keberfungsian organis yang menyebabkan diatur dalam pola kisi-kisi dan perumahan adanya peralihan dari simbol kepada makna diintegrasikan tempat-tempat komersial dan itu akan disebut referensi. pertahanan. Di zaman Renaisans, kota Dalam menurut pendekatan Rapoport (1982), simbolik unsur-unsur dirancang di sekeliling piazza, dan ini sangat kontras dengan jalan-jalan abad tak tradisional digunakan dalam memecahkan beraturan misteri high-style arsitektur dan lingkungan Perancangan kota Renaisans menekankan vernakular. Terdapat dua masalah dalam hal adanya jalan-jalan lebar, teratur dan radial, ini yaitu antara isyarat dan simbol. Isyarat yang lebih cenderung menjadi univocal yaitu terpusat di sekeliling satu titik sentral dan mempunyai pengertian yang terinci tentang jalan-jalan lain yang menyebar dari titik apa yang dikehendaki karena mempunyai terpusat seperti jeruji roda. Hingga hari ini, hubungan pada hal-hal tersebut secara pusat kota dikenal dengan nama centro di langsung dan terbuka. Di lain pihak, simbol Italia, mencerminkan pandangan Renaisans lebih metodologis yaitu mempunyai satu akan kota sebagai lingkaran. pengertian pada sempit membentuk pertengahan. lingkaran-lingkaran terhadap beberapa pengertian. Menurut Danesi (2010) simbol Dalam banyak kasus, apa yang sebenarnya mewakili sumber acuannya dalam cara yang disebut sebagai simbolisme juga dapat konvensional. Kata-tata pada umumnya dipahami melalui pengindraan dari gambar- merupakan gambar dan maknanya. Sebagai contoh, manapun, sebuah obyek, suara, sosok, dan dengan pendekatan seterusnya, dapat bersifat simbolik. Bentuk antropologi, maka penempatan pendekatan salib dapat mewakili konsep agama Kristen, ini dapat dilihat sebagai ekspresi dari suatu tanda V yang tercipta dari jari terlunjuk dan daerah. Beberapa peristiwa, dalam analisa tengah dapat mewakili perdamaian, warna sistem simbol, sesuai dengan kebudayaan putih dapat mewakili kebersihan, kesucian, yang disepakati, apa saja mengenai hal kepolosan tersebut, dasarnya hubungan ternoda, tercela dan daftar ini dapat terus kompleks timbal peristiwa berlanjut. menggunakan adalah, balik dari simbol. dan Tetapi gelap penanda mewakili Makna-makna ini kotor, dibangun kebudayaan itu sendiri telah membawa melalui kesepakatan sosial atau melalui informasi kepada siapa yang turut serta saluran berupa tradisi historis. dalam peristiwa itu. Menurut Norberg-Schulz (1980), Salah satu contoh aplikatif pada simbolisasi tidak terbatas pada bahasa lisan pendekatan simbolik yaitu diuraikan oleh atau tertulis. Simbolisasi juga mencakup Danesi (2010) tentang kota. Rancangan kota gerak mencerminkan nilai-nilai, kepercayaan, dan lainnya, obyek simbolis seperti gambar dan penekanan konsep yang lebih abstrak. Produk manusia kultural. Di Yunani Kuno, isyarat Teori Makna Lingkungan dan Arsitektur dan jenis-jenis perilaku 41 MEDIA MATRASAIN VOL 9 NO 1 MEI 2012 dapat dikatakan sebagai simbol atau alat konteks dari suatu pandangan. Lebih lanjut yang mempunyai tujuan mengantarkan arti dikatakan bahwa terdapat tiga pandangan kepada hubungan tertentu antara manusia utama tentang komunikasi nonverbal pada dan elemen lingkungan. Perilaku nonverbal tidak tetap yaitu: (1) sistem tergantung pada sistem simbol yang tersusun kebudayaan yang spesifik dan berubah-ubah; seperti hanya perilaku verbal. Oleh sebab (2) merupakan keseluruhan budaya; (3) itu, uraian berikut di bawah ini, penjelasan suatu tentang makna yang berkaitan dengan pertentangan pendapat. cara pendekatan komunikasi nonverbal. pemecahan masalah dari Pendekatan komunikasi nonverbal, bisa dilakukan pada fixed-feature elements A.3. Pendekatan komunikasi nonverbal Menurut Sobur definisi elements (element bentuk semi tetap), komunikasi nonverbal adalah kemunikasi nonfixed-feature elements (element bentuk tanpa bahasa atau komunikasi tanpa kata, tidak tetap). Elemen bentuk tetap adalah maka tanda nonverbal berarti tanda minus sesuatu yang pada dasarnya jarang berubah. bahasa atau tanda minus kata. Jadi, secara Kebanyakan berhubungan dengan elemen sederhana, kita arsitektur seperti dinding, langit-langit dan artikan semua tanda yang bukan kata-kata. lantai. Termasuk juga didalamnya jalan- Lebih jalan, bangunan di kota. Bagaimana cara tanda lanjut (2004) (element bentuk tetap), semifixed-feature nonverbal dikatakannya dapat bahwa ada beberapa cara menggolongkan tanda. Cara elemen-elemen itu yakni (1) tanda ditimbulkan oleh alam; mengkomunikasikan makna. Elemen-elemen (2) tanda yang ditimbulkan oleh binatang; bentuk (3) tanda yang ditimbulkan oleh manusia. penyusun seperti perabot rumah, tirai, Tanda yang tanaman ditimbulkan oleh manusia itu semi tetap atau disusun, dapat merupakan elemen-elemen lansekap. dibedakan atas yang bersifat verbal dan Elemen-elemen nonverbal. Seperti yang diungkapkan oleh berhubungan Rapoport (1982) bahwa komunikasi secara penghuni lisan selalu diterima dengan pendengaran, perpindahan ruang (proksemik), posisi dan sedangkan komunikasi non-verbal diterima dan postur tubuh (kinesik), gerakan tangan oleh mata meskipun alat sensor yang lain dan lengan, ekspresi muka serta sejumlah mempunyai ekpresi tubuh lainnya (Rapoport, 1982). peran untuk melengkapi tidak semua dengan suatu tetap yaitu manusia sebagai seting, hubungan penangkapan. Dari tiga pendekatan dalam Salah satu contoh penerapan pada pemahaman tentang makna terdapat elemen elemen bentuk semi tetap hilang pada saat yang sama pada tiap proses komunikasi peristiwa selesai tidak hanya menunjukkan yaitu pengiriman (encoder), penerimaan makna dari ruang tapi juga pentingnya batas- (decoder), saluran, bentuk pesan, naskah batas. kebudayaan (bentuk dari encoding), topik Amerika Latin, bertemu tepat di bagian yaitu situasi dari pengirim, yang datang dari tengah jembatan yang terbentang di atas penerima, tempat dan makna yang muncul, sungai yang merupakan batas kedua negara. 42 Tergambar Teori Makna Lingkungan dan Arsitektur dua orang presiden MEDIA MATRASAIN VOL 9 NO 1 MEI 2012 Mereka berpelukan di atas perbatasan dan menyampaikan informasi kepada pengamat makan siang bersama tepat di tengah dengan beberapa cara yaitu model tata jembatan, tanpa meninggalkan kehormatan bahasa, model ekspresionis dan model negara mereka (Rapoport, 1982). semiotik. Semiologi ialah ilmu tentang tanda-tanda. B. Makna dalam arsitektur Norberg-Schullz (1980) dalam Suatu penafsiran tentang arsitektur menyatakan bahwa suatu bangunan merupakan suatu tanda bukunya Meaning in Western Architecture, menyampaikan informasi mengenai apakah menyatakan makna, ia sebenarnya dan apa yang dilakukannya. lanjut Oleh sebab itu Eco (1980) mengatakan dinyatakan bahwa makna adalah esensi yang arsitektur dapat dipandang sebagai sistem lahir dari pikiran beberapa elemen fakta makna. Ogden dan Richard (dalam Eco, perhatian manusia dan kemungkinannya 1980) mengajukan segi tiga semiotik dalam dalam dunia, sebagai fakta-fakta yang arsitektur. Ketiga hal tersebut yaitu symbol, mudah dilupakan dan kurang dimengerti. thought Pendapat dalam kesesuaian dan referent yaitu realitas fisik pemahaman arsitektur disampaikan oleh dimana simbol menunjuk secara tidak Attoe (dalam Snyder dan Catanese, 1979), langsung. Hal ini dapat dilihat pada gambar bahwa di bawah ini. arsitektur keterkaitan dan lain analogi antara sejarah. Lebih tentang makna linguistik yaitu untuk or reference dimana terdapat Thought or reference symbol referent Gambar: Model segitiga semiotik Sumber: Ogden dan Richard (dalam Eco, 1980; Martinet, 2010) Koenig (dalam Eco, 1980) mendefinisikan mengenai tujuan itu dalam situasi “bahasa dimana hal itu diamati, A adalah tanda”. arsitektur” yang diambil dari definisi Moris yaitu: Koenig kemudian mengambil “jika sesuatu, katakanlah A, mengontrol definisi Moris tersebut di atas, sebagai dasar perilaku terhadap tujuan dengan cara interpretasi arsitektur. Koenig mengamati yang serupa dengan cara sesuatu yang bahwa jika dia mempunyai 10 ribu orang lain katakanlah B, mengontrol perilaku yang tinggal disuatu distrik, dia telah Teori Makna Lingkungan dan Arsitektur 43 MEDIA MATRASAIN VOL 9 NO 1 MEI 2012 mendesain, dengan akan kata bentuk arsitektur) mengkonotasikan mempengaruhi perilaku 10 ribu orang itu. signified (konsep, pikiran dan isi) dan Sebagai kesimpulan bahwa arsitektur adalah mungkin sistem wahana tanda yang meningkatkan mendenotasikan benda (referent), obyek, atau atau memperbaiki jelas jenis-jenis perilaku tertentu. atau “fungsi aktual” tidak dalam mungkin arsitektur. Model lain yaitu model Hjelmslev seperti Terdapat dua model semiotik utama pada Gambar 8 di bawah, membagi tanda yang dipakai pada tanda arsitektural menurut menjadi Jencks (1980) yaitu “segitiga semiotik” signified/signifier, Ogden-Richard dan model “partisi ganda” Selanjutnya, dua bidang ini dibagi menjadi karya ini bentuk (form) dan substansi. Arsitektur era menyertakan aspek definisi tanda dari karya manapun berkaitan dengan bentuk isi dan Saussure sebagai entitas dua bagian yaitu ekspresi signifier (penanda) dan signified (petanda). kebudayaan Menurut Ogden-Richard, signifier (simbol, ekspresi. Hjelmslev. Con Ex Kedua model s f dua yang bidang konten merupakan yang (isi)/ekspresi. cara mengartikulasikan cultural units sama khusus isi dan posibble units f s Gambar: Partisi ganda dari Hjelmslev Sumber: Jencks (1980) Beberapa contoh makna ruang dan secara proksemik dapat dijelaskan arsitektur digambarkan oleh Danesi (2010). berdasarkan kode-kode ruang. Zona-zona itu Salah satunya mengangkat teori tentang sendiri, tentu saja, adalah tanda. Petanda dari zona ruang. Dalam identifikasi terhadap tanda-tanda ini didistribusikan melalui kode- ruang, terdapat empat tipe zona yang kode lain, seperti dalam bahasa verbal dan diperinci non verbal. secara kultural yaitu intim, personal, sosial dan publik. Lebih jauh lagi, Beberapa aplikasi makna dalam menurut Edward T. Hall (dalam Danesi, arsitektur dijelaskan oleh Danesi (2010). 2010) membagi-bagi tipe ini menjadi fase Beberapa bangunan dianggap sebagai tanda “jauh” dan “dekat” artistik. Inilah mengapa respons estetis pada mempertahankan 44 zona . Secara semiotik, yang bermakna bangunan ini bervariasi. Respons estetis Teori Makna Lingkungan dan Arsitektur MEDIA MATRASAIN VOL 9 NO 1 MEI 2012 pada bangunan dipengaruhi oleh bahan bangunan dipakai, semua kelompok sosial membangun serta merancang rumah bangunan disusun, kondisi pencahayaan, dan bangunan di desa dan kota mereka bentuk dan gaya jendela, pintu, rancangan dengan cara-cara khas merupakan indikasi lantai, dan tinggi langit langit. Gerakan kita yang gamblang bahwa bangunan-bangunan melalui ruang-ruang dalam sebuah bangunan ini juga merupakan sistem tanda. Malahan, juga memiliki kekuatan naratif, karena sebuah bangunan hampir tidak pernah bagian-bagian sebuah bangunan ditafsirkan dipandang sebagai tumpukan bata, kayu, sebagai sesuatu yang terstruktur, sama jerami dan sebagainya, yang disusun untuk dengan bagian-bagian sebuah kalimat atau menyediakan perlindungan. Justru, bentuk “dibaca” dan ukuran serta ciri dan lokasi bangunan sebagai teks naratif dengan makna spesifik. dipandang sebagai penanda yang mengacu Salah satu contoh menurut Danesi (2010), pada sebuah lingkup makna yang spesifik antara tahun 1965-1970, para arsitek mulai pada budaya tersebut. Karenanya cara bahwa bahan cerita. yang Fakta bangunan menolak modernisme, yang bagi mereka terlalu monolitik dan patuh pada rumus. B.1. Konotatif arsitektur Mereka mendukung sebuah gaya baru yang Menurut Barthes (2007) bahwa kemudian dikenal sebagai postmodernisme. dalam teori Hjelmslev terdapat semiotik Arsitek posmodern ingin menyuntikkan konotatif. Sistem pertama menjadi wilayah individualitas, denotatif dan sistem kedua (yang ekstentif humor dan keintiman, ironi ke kompleksitas, dalam rancang terhadap sistem pertama) menjadi wilayah bangunan. Sejak itu, warna yang mencolok konotasi. Jadi orang bisa mengatakan suatu dan unsur dekoratif lainnya telah digunakan sistem yang berkonotasi adalah suatu sistem secara efektif untuk membangun segala yang wilayah ekspresinya dibentuk oleh sesuatu, dari menara perkantoran sampai sistem signifikasi. Seperti pada gambar di hingga rumah pribadi. bawah ini. EXPRETION Conotative level CONTENT Denotative level expretion content Gambar: Semiotika konotatif Hjelmslev Sumber: Eco (1976); Jencks (1980); Barthes (2007). Obyek arsitektural dapat Jika tempat duduk adalah singgasana, tempat mengkonotasikan idiologi tertentu terhadap duduk tentu mempunyai nilai lebih dari fungsi. Tempat duduk memberi informasi tempat duduk biasa yaitu tempat duduk bahwa saya dapat duduk di tempat tersebut. mempunyai fungsi untuk seseorang yang Teori Makna Lingkungan dan Arsitektur 45 MEDIA MATRASAIN VOL 9 NO 1 MEI 2012 mempunyai martabat berbagai tanda tertentu. Melalui tambahan yang merupakan langkah sederhana dalam taman atau tangga dalam rumah. Orang mengkonotasikan kebesaran dan martabat menemukan perlu menemukan diri sebelum dapat bentuk yang interpretasinya melibatkan tidak menjadi begitu penting secara fungsional. hanya hubungan yang dikodifikasi antara Sebagai contoh lain dari konotasi bentuk dan fungsi tetapi juga konsepsi dalam arsitektur yaitu goa dalam model konvensional hipotetik memenuhi fungsi dengan bentuk tersebut. awal arsitektur adalah tentang bagaimana orang mendenotasikan fungsi shelter, tetapi tidak ada keraguan pada waktunya akan mulai C. Kesimpulan mengkonotasikan Arsitektur adalah bagian dari lingkungan ‘kelompok’, ‘keluarga’ ‘keamanan’, atau ‘lingkungan binaan. Teori tentang makna dalam keluarga’ dan sebagainya. Dengan kata lain, arsitektur dan lingkungan berasal dari ilmu goa tersebut mendenotasikan fungsi dasar linguistik. Kemudian diadopsi oleh ilmu mengenai kehidupan masyarakat. arsitektur. Makna yang berkembang secara teori masih berupa pemahaman secara emik. Artinya makna yang dikembangkan oleh B.2. Denotatif arsitektur Menurut 1980) obyek arsitek masih secara sepihak. Perkembangan adalah dalam baru dari teori tentang makna dalam komunikasi, sign-vehicle suatu arti yang arsitektur akhir-akhir ini, telah banyak didenotasikan fungsinya. Arti pertama suatu berkembang secara etik. Artinya adalah teori bangunan adalah apa yang harus diperbuat tentang makna banyak dikembangkan oleh oleh seseorang dalam rangka menghuninya – masyarakat sendiri sebagai sumber makna obyek arsitektur mendenotasikan “bentuk utama. Oleh sebab itu secara metodologi, penghunian”. Misalnya jika melihat jendela metode pengungkapan makna kemudian pada mulai penggunaan fasad menjadi (Eco, denotasi bangunan, elemen dari fungsinya berubah sehingga makna yang arsitektur, dihasilkan tidak lagi mengacu pada teori- sehingga arsitek, dapat memberi jendela teori makna secara general tetapi terjadi palsu yang fungsi denotatifnya yaitu ilusif perkembangan teori makna lokal yang dan bersifat idiografis dan bukan nomotetik. jendela-jendela ritme bisa ini masih dapat berfungsi sebagai jendela dalam konteks arsitektur yang dibuat dan dinikmati sebagai Daftar Pustaka: jendela. Jendela dalam bentuk dan jumlah Ahimsa-Putra, H. S., 2001, Strukturalisme, pada fasad mungkin menunjukkan konsepsi Levi-Strauss, penghunian dan penggunaan disamping Sastra, Galang Press, Yogyakarta. mendenotasikan sebuah fungsi. Menurut tangga atau kodefikasi jalan dan Karya Barthes, R., 2007, Petualangan Semiologi, arsitektural, mendenotasikan kemungkinan jalan naik. Tetapi apakah itu 46 Mitos Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Dillistone, F. W., 1986, The Power of Symbols, SCM Press Ltd., London. Teori Makna Lingkungan dan Arsitektur MEDIA MATRASAIN VOL 9 NO 1 MEI 2012 Eco, U., 1980, Function and Sign: The Semiotics of Architecture, in Sign, Symbols and Architecture, ed. Nas, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Norberg-Schulz, C., 1965, Intentions in Geoffrey Broadbent, Ricahrd Bunt, Architecture, Charles Jencks, Jenks John Wiley Massachusetts. & Sons, New York. MIT Press, Norberg-Schulz, C., 1980, Meaning in Eco, U., 1976, A Theory of Semiotics, Indiana The University Press, Bloomington. Western Architecture, Rizzoli International Publication, Inc, New York. Danesi, M., 2010, Pesan, Tanda, dan Rapoport, A., 1982, The Meaning of The Makna, Buku Teks Dasar Mengenai Built Environment, A Nonverbal Semiotika dan Teori Komunikasi, Communication Jalasutra, 2010. Publication, California. Jencks, C., 1980, The Architectural Sign, Approach, Sage Rapoport, A., 1990, “System of Activities and and System of Settings”, dalam Architectur, in Sign, Symbols and Domestic Architecture and The Use Architecture, of Space, ed. Kent, Cambridge dalam Sign, Symbols ed. Geoffrey Broadbent, Ricahrd Bunt, Charles University Press, Cambridge. Jencks, Jenks John Wiley & Sons, Rapoport, A., 1994, Some Perspective on New York. Human Use and Organization of Kridalaksana, H., 2005, Mongin-Ferdinand Space, in therty three Papers in de Saussure, Bapak Linguistik dan Environment-Behavior Strukturalisme, Obor, Jakarta. The Leech, G., 2003, Semantik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. International Press, Melbourne. Snyder, J. C., Catanese, A. J., 1979, Martinet, J., 2010, Semiologi, Kajian Teori Tanda Saussuran, Antara Semiologi Komunikasi Urban Research, dan Semiologi Signifikasi, Jalasutra, Yogyakarta. Nas, P., dan Sluis R., 2002, “Pencarian makna: Prinsip orientasi perkotaan di Indonesia”, dalam Kota-kota Indonesia, Bunga Rampai, ed. Peter Introduction to Architecture, Mc. Graw-Hill, Inc, New York. Sobur, A., 2004, Semiotika Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Spradley, J. P., 1997, Metode Etnografi, Tiara Wacana, Yogyakarta. Widada, Rh., 2009, Saussure untuk Sastra, Sebuah Metode Kritik Sastra Struktural, Jalasutra, Yogyakarta. Teori Makna Lingkungan dan Arsitektur 47