penanggulangan gangguan sendi temporomandibula akibat

advertisement
PENANGGULANGAN GANGGUAN SENDI
TEMPOROMANDIBULA AKIBAT
KELAINAN OKLUSI SECARA
KONSERVATIF
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
SARTIKA ARYANTI
030600085
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2007
Sartika Aryanti
PENANGGULANGAN GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT
KELAINAN OKLUSI SECARA KONSERVATIF
Viii + 31 halaman
Gangguan sendi temporomandibula (STM) merupakan kelainan fungsional
yang ditandai oleh berbagai macam gejala atau keluhan. Beberapa diantaranya, yang
paling sering ditemukan adalah nyeri di daerah orofasial, leher, kepala, gerakan
mandibula terbatas, serta bunyi keletuk di persendian rahang saat mandibula
digerakkan.
Kelainan ini melibatkan berbagai macam komponen sistem mastikasi atau
faktor penyebab primer kelainan ini berkaitan dengan fungsi sistem pengunyahan
sehari-hari. Apabila terdapat keserasian yang baik antara kontak oklusi dan gerakan
otot, akan tercapai keseimbangan fungsional yang baik dan gejala atau keluhan
gangguan fungsional STM tidak akan terjadi. Dengan kata lain, kinematika STM
menuntut keserasian gerak antara pergeseran gigi setelah ada gigi yang berkontak dan
aksi otot-otot penggerak mandibula.
Penanggulangan secara konservatif terhadap gangguan STM akibat kelainan
oklusi ialah perawatan pendahuluan untuk mengatasi keluhan rasa nyeri kepala, nyeri
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
otot/leher, dan nyeri di sekitar telinga dengan mengistirahatkan rahang, obat-obatan,
latihan, dan terapi panas. Bila ada hambatan kontak oklusi yang membuat mandibula
menyimpang dari lintasan buka atau tutup normal, maka hambatan dihilangkan
dengan perbaikan kontak oklusi yakni pengasahan selektif, perbaikan bentuk atau
pergantian restorasi yang salah. Perawatan kelainan oklusi yang lain adalah
pemasangan pesawat ortodonsia untuk memperbaiki posisi dan susunan geligi,
pencabutan gigi dengan karies yang besar ataupun gigi molar tiga yang tidak
memiliki antagonis, restorasi prostetik pada gigi yang hilang, pemasangan splin
oklusal untuk menstabilkan posisi mandibula terhadap maksila, meninggikan dimensi
vertikal, menghilangkan atau mengurangi kebiasaan bruksism. Perawatan psikososial
yakni menghindari tekanan emosi atau stress yang terjadi pada kehidupan sehari-hari
yang dapat menimbulkan beban yang besar pada sendi.
Daftar Pustaka : 18 ( 1983-2007 )
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
dihadapan tim penguji skripsi
Medan, 26 Juni 2007
Pembimbing :
Suprapti Arnus, drg., Sp.BM
Tanda tangan
...…………………
NIP. 130 246 666
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji
pada tanggal 26 Juni 2007
TIM PENGUJI
KETUA
: Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM
ANGGOTA : 1. Suprapti Arnus, drg., Sp.BM
2. Abdullah, drg
3. Ahyar Riza, drg
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam yang telah melimpahkan
segala rahmat dan karunia serta memberi keridhoan bagi penulis sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik. Beriring salawat dan salam bagi Rasulullah
Muhammad SAW, atas jihad mulianya sehingga umat manusia dapat merasakan
kehidupan duniawi yang terang-benderang. Semoga syafaat beliau menyertai kita
kelak. Amin ya Rabb.
Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih pada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dukungan,
dan bantuan dalam penulisan skripsi ini antara lain :
1. Suprapti Arnus, drg., Sp. BM sebagai pembimbing skripsi yang telah memberi
bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp. BM, sebagai Ketua Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial atas bimbingan selama menyelesaikan skripsi ini dan seluruh staf
pengajar FKG USU yang telah membimbing penulis selama mengikuti
pendidikan.
3. Lasminda Syafiar, drg., M.Kes sebagai pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama menjalankan pendidikan di FKG USU.
4. Penghormatan yang teristimewa kepada kedua orang tua penulis, ibunda Hj.
Syafrinani,drg., Sp. Pros. (K) dan ayahanda H. Ahmad Hasan, drg serta adik-adik
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
Abdul Fattah S. dan Ryan Rauf F. atas kasih sayang, kesabaran, didikan, dan
bantuan serta doa yang telah membuat penulis termotivasi untuk menyelesaikan
skripsi ini.
5. Doni Asrin Tanjung, drg atas kasih sayang, bantuan, semangat, dukungan, dan
doa yang tiada henti hingga skripsi ini selesai.
6. Teman-teman formasi 7, Martino’, Makcik Nurul, Lanna, Yustino’, Nurmu,
Juno’, dan seluruh teman-teman angkatan 2003 atas dukungan dan bantuan yang
diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu,
semua saran dan kritik akan menjadi masukan yang berarti bagi pengembangan dan
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.
Medan, 14 Juni 2007
Penulis,
Sartika Aryanti
NIM 030600085
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……….............................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN……….............................................................
ii
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI……..................................................
iii
KATA PENGANTAR.....................................................................................
iv
DAFTAR ISI....................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
viii
BAB 1 : PENDAHULUAN..............................................................................
1
BAB 2 : KELAINAN DAN ETIOLOGI GANGGUAN FUNGSIONAL
SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN
OKLUSI.............................................................................................
3
2.1 Kelainan Sendi Temporomandibula.............................................
2.1.1 Kelainan Struktural...................................................................
2.1.2 Gangguan Fungsional...............................................................
2.2 Etiologi Gangguan Fungsional Sendi Temporomandibula.........
2.2.1 Komponen Sendi Temporomandibula.....................................
2.2.2 Diluar Sendi Temporomandibula.............................................
2.2.2.1 Gigi-geligi.............................................................................
2.2.2.2 Otot Kunyah..........................................................................
2.2.2.3 Psikologis..............................................................................
5
6
9
11
11
13
13
16
16
BAB 3 : PERAWATAN SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT
KELAINAN OKLUSI.....................................................................
19
3.1 Perawatan Secara Konservatif.....................................................
19
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
3.1.1 Mengistirahatkan Rahang.........................................................
3.1.2 Obat-obatan..............................................................................
3.1.3 Latihan.....................................................................................
3.1.4 Terapi Fisik................................................................................
3.1.5 Splin Oklusal............................................................................
3.1.6 Perawatan Psikososial..............................................................
3.1.7 Karies dan Kelainan Patologi Lainnya......................................
3.1.8 Protesa.......................................................................................
3.1.9 Terapi Oklusal...........................................................................
3.1.10 Faktor Pendukung yang Lain...................................................
3.2 Perawatan Secara Operatif...........................................................
BAB 4 : KESIMPULAN..............................................................................
20
20
21
22
24
25
26
27
27
29
29
31
DAFTAR PUSTAKA
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Posisi kondilus saat membuka mulut………………………………………
4
2 Perpindahan diskus dengan reduksi………………………………………..
7
3. Perpindahan diskus tanpa reduksi…………………………………………
8
4. Terapi panas menggunakan handuk basah hangat…………………………
23
5. Splin oklusal pada maksila…………………………………………………
24
6. Selektif grinding pada tindakan penyesuaian oklusi………………………
28
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
BAB 1
PENDAHULUAN
Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang
mempunyai komponen terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula (STM), otot
kunyah, dan sistem syaraf.
1-3
Otot digerakkan oleh impuls syaraf karena ada tekanan
yang timbul dari gigi bawah yang berkontak dengan gigi atas sehingga mandibula
dapat melaksanakan aktivitas fungsional dari sistem mastikasi. Keharmonisan antara
komponen-komponen ini sangat penting dipelihara kesehatan dan kapasitas
fungsionalnya.2-4
Dalam pelaksanaan sistem mastikasi, banyak otot ikut terlibat. Dengan
demikian dalam mengevaluasi baik buruknya fungsi sistem mastikasi interaksi otototot itu tidak dapat diabaikan, dan evaluasi harus dilakukan dengan melihat kaitannya
dengan pergeseran kontak oklusi gigi-geligi. Oklusi akan berjalan normal dan
kedudukan mandibula akan stabil apabila tiap komponen yang terlibat dapat
menjalankan aktivitasnya secara normal, dan antara semua komponen terdapat
interaksi yang serasi, dan seimbang. Apabila ada perubahan-perubahan kecil dalam
hubungan kontak oklusi yang menghambat dicapainya oklusi normal dapat memicu
timbulnya kelainan. Kelainan ini termasuk ke dalam salah satu kelompok kelainan
STM yang disebut gangguan fungsional. Gangguan fungsional terjadi akibat adanya
penyimpangan dalam aktivitas salah satu komponen yang terlibat dalam pelaksanaan
fungsi sistem mastikasi yakni kelainan posisi dan atau fungsi gigi-geligi atau otot-otot
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
mastikasi. Sedangkan kelainan STM yang lain adalah kelainan struktural dimana
terjadi perubahan struktur persendian akibat gangguan pertumbuhan, trauma external,
penyakit infeksi/ neoplasma.4
Dalam beberapa tahun terakhir ini terlihat minat para dokter gigi Indonesia
untuk memahami masalah kelainan STM makin meningkat dan juga perhatian para
dokter gigi kepada kestabilan fungsi sistem mastikasi makin nyata. Namun di lain
pihak masih banyak pula yang belum benar-benar memahami kaitan fungsional
antara sistem persendian rahang dengan dinamika oklusi gigi-geligi. Ini berakibat
penanganan masalah STM sering kali kurang terarah. Bahkan banyak pula yang
kurang menyadari bahwa tindakan perawatan yang dilakukannya terhadap pasien
dapat menimbulkan gangguan fungsional pada STM dikemudian harinya.4
Perawatan yang dilakukan terhadap kelainan STM bertujuan menurunkan rasa
nyeri, mengurangi beban yang merusak, serta merestorasi fungsi dan aktivitas normal
sehari-hari. Tujuan perawatan akan dicapai secara baik bila kombinasi optimal dan
pilihan tahap perawatan diterapkan dalam konteks program perawatan yang
menyeluruh yakni secara konservatif dan operatif. Pilihan perawatan secara
konservatif meliputi mengistirahatkan rahang, obat-obatan, latihan, terapi panas, splin
oklusal, perawatan psikososial, karies dan kelainan patologi yang lain, protesa, terapi
oklusal, perawatan faktor pendorong yang lain dan perawatan secara operasi bila
pasien gagal memberi respon terhadap terapi konservatif. 4,5
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
BAB 2
KELAINAN DAN ETIOLOGI GANGGUAN FUNGSIONAL SENDI
TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN OKLUSI
Sendi temporomandibula merupakan salah satu komponen dari sistem
pengunyahan yang terdiri dari sepasang sendi kiri dan kanan yang masing-masing
dapat bergerak bebas dalam batas tertentu. Berbeda dengan persendian lain selalu
berada pada tempatnya dan tiap penyimpangan gerak keluar dari tempatnya
menyebabkan dislokasi, tidaklah demikian dengan sendi rahang. Kedua kondilus
STM tidak selalu harus berada dalam fosanya. Walaupun kondilus STM tidak selalu
bergerak secara mandiri, masing-masing sisi dapat bergerak ke depan-belakang, kirikanan, maupun atas dan bawah. Gerakan ini terikat, bergantung serta ditentukan oleh
adanya koordinasi neuromuskular, otot-otot mastikasi dan ligamen sendi. Karena itu
untuk memahami biomekanika STM, perlu difahami anatomi, dan fisiologi sistem
persendian, termasuk interaksi fungsionalnya dengan otot-otot penggerak mandibula,
dan mekanisme oklusi geligi bawah terhadap geligi atas.1,4,6
Ditinjau dari struktur dan fungsinya, STM terdiri atas 2 sistem persendian.
Pertama bagian atas, antara fossa glenoid dan eminensia artikularis, dengan
permukaan atas diskus artikularis. Bagian bawah, yang merupakan bagian kedua,
antara permukaan bawah diskus artikularis dengan kepala kondil. Permukaan
persendian ditutupi sebagian besar oleh lapisan kolagen, dan diskus artikularis terikat
erat pada kondilus di sebelah anterior dan posteriornya, sehingga dapat bergerak
mengikuti luncuran kondilus saat membuka mulut (Gambar 1). Selain itu, diskus juga
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
terikat pada bagian fosa artikularis di sebelah anterior pada permukaan anterior
eminensia artikularis melalui serabut elastis. Serabut elastis tersebut memungkinkan
diskus mempertahankan posisinya terhadap kondilus saat membuka dan menutup
mulut.1,4,6-8
a
b
c
Gambar 1. Posisi kondilus saat membuka mulut. (a) Fosa artikularis.
(b) Diskus artikularis. (c) Kondilus. ( Bumann, Lotzmam U. Color
atlas of dental medicine TMJ disorders and orofacial pain the role of
dentistry in a multidisciplinary diagnostic approach. Germany : Thieme, 2002: 46)
Gerakan mandibula dari posisi sentrik, protrusi, retrusi dan ke lateral terjadi
oleh karena aktivitas otot-otot elevator dan depresor mandibula, dibantu oleh aktivitas
otot-otot protraktor dan retraktor mandibula, antara lain m. pterigoideus internus dan
ligamen-ligamen di sekitar persendian. Oleh aktivitas otot-otot tersebut, gigi-geligi
bawah berkontak, atau dilepas kontaknya dengan gigi-geligi atas. Setiap gerakan
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
mandibula berawal dari posisi interkuspasi maksimal dan berakhir pada posisi itu
pula, yang pada dasarnya dapat dibedakan dalam 3 fase, yaitu : 1. Fase membuka,
saat gigi meninggalkan kontak dengan lawannya dan mandibula turun. 2. Fase
menutup, saat mandibula bergerak kembali ke atas sampai terjadinya kontak pertama
antara gigi-geligi bawah dan gigi-geligi atas. 3. Fase oklusi, yaitu saat mandibula
kembali ke posisi interkuspasi maksimal dengan dipandu oleh bergesernya kontak
gigi-geligi bawah dan gigi-geligi atas.4
Posisi mandibula pada akhir gerakan menutup mulut sangat ditentukan oleh
panduan yang diberikan oleh geseran kontak antara gigi-geligi bawah dan gigi-geligi
atas setelah dicapai kontak pertama antara kedua lengkung gigi-geligi tersebut (fase
3). Hanya bila geseran kontak tersebut lancar dan terjadi bersamaan antara semua gigi
posterior posisi mandibula akan stabil. Apabila ada kontak prematur antara salah satu
gigi, maka geseran kontak tersebut akan menjadi tidak lancar, dan mungkin akan
membuat mandibula harus menyimpang dari pola gerakannya yang normal, sehingga
posisi akhir yang dicapainya juga akan menyimpang dari normal. Apabila
penyimpangan ini berjalan lama maka posisi akhir kondilus kanan dan kiri akan
menjadi asimetri yang diikuti oleh diskus artikularnya.4
.
2.1 Kelainan Sendi Temporomandibula
Kelainan STM dapat dikelompokkan dalam 2 bagian yaitu : gangguan fungsi
akibat adanya kelainan struktural dan gangguan fungsi akibat adanya penyimpangan
dalam aktifitas salah satu komponen fungsi sistem mastikasi (disfungsi). Kelainan
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
STM akibat kelainan struktural jarang dijumpai dan terbanyak dijumpai adalah
disfungsi.4
STM yang diberikan beban berlebih akan menyebabkan kerusakan pada
strukturnya atau mengganggu hubungan fungsional yang normal antara kondilus,
diskus, dan eminensia, yang akan menimbulkan rasa sakit, kelainan fungsi tubuh,
atau kedua-duanya. Idealnya, semua pergerakan STM harus terpenuhi tanpa rasa sakit
dan bunyi pada sendi.9
2.1.1 Kelainan Struktural
Kelainan struktural adalah kelainan yang disebabkan oleh perubahan struktur
persendian akibat gangguan pertumbuhan, trauma eksternal, penyakit infeksi, atau
neoplasma, dan umumnya jarang dijumpai.4
Gangguan pertumbuhan kongenital berkaitan dengan hal-hal yang terjadi
sebelum kelahiran yang menyebabkan kelainan perkembangan yang muncul setelah
kelahiran. Umumnya gangguan pertumbuhan tersebut terjadi pada kondilus yang
menyebabkan kelainan selain pada bentuk wajah yang menimbulkan masalah estetis
juga masalah fungsional.9
Cacat juga dapat terjadi pada permukaan artikular, yang mana cacat ini dapat
menyebabkan masalah pada saat sendi berputar yang dapat pula melibatkan
permukaan diskus. Cacat dapat disebabkan karena trauma pada rahang bawah,
peradangan, dan kelainan stuktural. Perubahan di dalam artikular juga dapat terjadi
karena variasi dari tekanan emosional. Oleh karena itu, ketika tekanan emosional
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
meningkat, maka tekanan pada artikular berlebihan, menyebabkan terjadinya
perubahan pergerakan.9
Tekanan yang berlebihan pada sendi dapat mengakibatkan penipisan pada
diskus. Tekanan berlebihan yang terus menerus pada akhirnya menyebabkan
perforasi dan keausan sampai terjadi fraktur pada diskus yang dapat mendorong
terjadinya perubahan pada permukaan artikular.9
Beberapa penggolongan kelainan diskus telah diperkenalkan dari tahun ke
tahun, namun yang paling sering terjadi adalah :
1. Perubahan tempat diskus dengan reduksi : diskus yang mengalami pengurangan
dalam pergerakan membuka mulut, pada umumnya terjadi clicking sewaktu
membuka dan menutup mulut (Gambar 2).9,10
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
Gambar 2. Perpindahan diskus dengan reduksi. (a) Posisi sendi tertutup. (b) Kondilus tidak bisa
melewati batas posterior diskus. (c) Reduksi pada diskus biasanya disertai dengan bunyi klik. ( Gross
Sheldon, Pertes Richard. Clinical management of temporomandibular disorders and orofacial pain.
USA : Quintessence Books, 1995 : 73 )
2. Perubahan tempat diskus tanpa reduksi (Gambar 3).9,10
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
Gambar 3. Perpindahan diskus tanpa reduksi. (a) Posisi sendi tertutup. (b) Kegagalan mengembalikan
perpindahan diskus saat pergerakan translasi. (c) Posisi diskus berpindah yang menghalangi
pergerakan kondilus secara normal. ( Gross Sheldon, Pertes Richard. Clinical management of
temporomandibular disorders and orofacial pain. USA : Quintessence Books, 1995 : 75 )
Perubahan ini menunjukkan gangguan pada diskus yang terjadi secara meluas,
biasanya ada rasa sakit, bunyi, dan pengurangan pergerakan. Dalam hal ini tidak ada
korelasi antara variasi diskus-kondilus dengan gejala klinis. Pada beberapa pasien
dibuktikan bahwa kelainan pada diskus menimbulkan gejala sedikit, sedangkan pada
pasien lain gejala terjadi lebih banyak tanpa ada perubahan pada
STM secara
struktural.10
Kelainan struktural akibat trauma pada STM dapat menyebabkan kerusakan
pada jaringan, kondilus, ataupun keduanya. Konsekuensi yang mungkin terjadi adalah
dislokasi,hemarthrosis, atau fraktur kondilus. Pasien yang mengalami dislokasi tidak
dapat menutup mulut dan terdapat kelainan open bite anterior, serta dapat tekanan
pada satu atau kedua saluran pendengaran.10
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
Kelainan struktural akibat trauma pada STM juga dapat menyebabkan suatu
edema atau hemorrhage di dalam sendi. Jika trauma belum menyebabkan fraktur
mandibula, pada umumnya pasien akan mengalami pembengkakan pada daerah STM,
sakit bila digerakkan, dan pergerakan sendi berkurang. Kondisi ini kadang-kadang
dikenal sebagai radang sendi traumatis.10
Kelainan struktural akibat penyakit infeksi dapat mempengaruhi sistem
musculoskeletal yang banyak melibatkan STM, penyakit-penyakit tersebut antara
lain osteoarthritis/ osteoarthrosis dan rheumatoid arthritis. Osteoarthritis adalah suatu
kelainan STM noninflamasi dengan kondisi asimtomatik dan pada awalnya
melibatkan cartilage dan lapisan subchondrial dari sendi. Rheumatoid arthritis adalah
suatu penyakit peradangan sistemik yang melibatkan sekeliling STM. 10
2.1.2 Gangguan Fungsional
Gangguan fungsional adalah masalah-masalah STM yang timbul akibat fungsi
yang menyimpang karena adanya kelainan pada posisi dan/ atau fungsi gigi-geligi,
atau otot-otot kunyah.4
Suatu keadaan fisiologis atau yang biasa disebut orthofunction yakni batas
toleransi tiap individu saat melakukan pergeseran mandibula tanpa menimbulkan
keluhan otot ditandai dengan adanya keserasian antara morfologi oklusi dan fungsi
neuromuskular. Istilah keadaan ini dikenal sebagai zona toleransi fisiologik. Apabila
ada rangsangan yang menyimpang dari biasanya akibat posisi gigi yang menimbulkan
kontak prematur, respon yang akan timbul bervariasi secara biologis, yang umumnya
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
merupakan respon adaptif atau periode adaptasi. Disini terjadi perubahan-perubahan
adaptif pada jaringan yang terlibat sebagai upaya menerima rangsangan yang
menyimpang tersebut. Beberapa contoh perubahan adaptif ini adalah ausnya
permukaan oklusal gigi, timbulnya pelebaran membran periodontal, atau resorpsi
alveolar setempat. Periode adaptasi ini akan berjalan terus sampai batas toleransi
fisiologis otot-otot atau jaringan sekitar telah terlampaui. Berapa lama zona adaptasi
ini akan berlangsung sangat berbeda antara individu yang satu dan yang lain, dan
dipengaruhi oleh keadaan psikologis. Setelah batas toleransi fisiologis ini terlampaui,
respon jaringan itu menimbulkan perubahan yang sifatnya lebih patologis atau
disebut juga pathofunction. Pada fase ini respon jaringan (sendi, jaringan periodontal,
ataupun otot-otot) sifatnya patologi. Keluhan dapat dirasakan pada otot-otot
penggerak mandibula, atau dapat pula pada sendi temporomandibula.4
Gejala kelainan STM dapat dikelompokkan menjadi, rasa nyeri, bunyi dan
disfungsi. Rasa nyeri adalah gejala yang paling sering menyebabkan pasien mencari
perawatan. Rasa nyeri bersifat subjektif dan sulit untuk dievaluasi. Setiap orang
memiliki ambang batas yang berbeda dan penerimaan yang berbeda terhadap rasa
nyeri, dan mungkin juga terdapat faktor psikogenik.11
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan sifat rasa nyeri,
berdenyut-denyut, terbakar, dan samar-samar. Daerah penyebaran rasa nyeri yang
paling sering dari sendi adalah telinga, pipi dan daerah temporal. Tetapi sebaliknya,
rasa nyeri dari daerah didekatnya dapat meluas ke sendi. Sinus, telinga, dan molar
ketiga harus diperiksa. Perubahan temperatur dalam mulut dapat menimbulkan rasa
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
nyeri yang menunjukkan bahwa asalnya dari pulpa, yang sering sulit ditentukan
letaknya. Bahkan bagian tepi gigi yang sensitif dapat menimbulkan rasa sakit. Rasa
nyeri juga menonjol pada nyeri tekan otot sekitar sendi.
Bunyi keletuk sendi terdengar sewaktu pasien menutup dan membuka mulut.
Ketidakmampuan untuk mengoklusikan gigi-geligi dengan normal dan pada keadaan
ini keluhan pasien dapat berupa rahang terasa bengkak tetapi keadaan tersebut jarang
terlihat secara klinis. Kekakuan sendi merupakan keluhan yang paling sering
terjadi.11,12 Kadangkala terdapat keterbatasan membuka mulut dan gerakan mandibula
yang terbatas, saat mengunyah tidak terdapat koordinasi rahang sehingga dirasakan
tidak nyaman waktu mengunyah. Keluhan lain adalah sakit kepala.10-12
2.2 Etiologi Gangguan Fungsional Sendi Temporomandibula
Ditinjau dari segi penyebabnya kelainan STM multifaktor, dapat bersumber
pada komponennya sendiri atau diluar STM seperti anatomi STM termasuk oklusi
dan neuromuskular dan latar belakang psikologis. Namun kelainan oklusal dan
tekanan psikologis paling erat hubungannya.10,13
2.2.1 Komponen Sendi Temporomandibula
Kelainan-kelainan komponen STM sendiri dapat berupa salah satu atau
gabungan beberapa kelainan sebagai berikut :
1. Kelainan anatomis atau gangguan pertumbuhan
2. Penyakit tertentu seperti peradangan
3. Tekanan eksternal berlebih seperti benturan
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
4. Kelainan fungsi otot-otot kunyah disekitarnya akibat gangguan psikologis.13
Etiologi kelainan anatomi berupa perubahan tempat pada salah satu komponen
STM seperti diskus tidak diketahui, tetapi dapat disebabkan karena trauma dan
hipermobilitas diskus. Perubahan tempat dari diskus dapat merusak ikatan sendi yang
menghubungkannya dengan kondilus.10
Selain itu rasa nyeri pada STM merupakan gangguan sendi yang dapat berasal
dari struktur jaringan lunak intrakapsular sendi atau struktur jaringan tulang itu
sendiri. Rasa nyeri berasal dari struktur tulang biasanya hanya muncul setelah
hilangnya jaringan fibrosa permukaan artikularis sendi. Bilamana hal ini terjadi,
kondisi yang diakibatkan disebut arthritis. Artralgia atau nyeri yang berasal dari
bagian intrakapsular sendi dapat diklasifikasikan sebagai nyeri ligamentum, nyeri
kapsular dan nyeri arthritis (Bell, 1990; Okeson, 1995).14
Trauma pada STM dapat terjadi karena faktor internal (seperti otot kunyah)
ataupun karena faktor eksternal (seperti pukulan) menyebabkan kerusakan pada
jaringan dan kondilus sehingga terjadi dislokasi, hemarthrosis atau fraktur kondilus.10
Myofacial pain dysfunction syndrome merupakan kelainan STM yang dapat
mengakibatkan kegoyangan gigi yang hebat ( hypermobility ), keausan permukaan
oklusal dan rasa nyeri pada otot-otot wajah. Pemicu dari sindroma tersebut adalah
spasme otot kunyah sebagai dampak gangguan psikologis.13
Nyeri pada otot adalah suatu bentuk penyakit yang ada di dalam tubuh dapat
terjadi karena stimulus seperti panas, tekanan, atau bahan kimia. Penyakit ini
mempunyai efek yang berhubungan dengan sensoris, motoris, atau autonom. Nyeri
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
yang berasal dari otot adalah penyebab nyeri yang paling sering terjadi pada kepala
dan leher. Rasa nyeri pada otot adalah suatu penyakit yang dirasakan menyebar
seperti adanya tekanan yang bervariasi, dapat dirasa sebagai berbagai perubahan
intensitas tekanan. Rasa nyeri tersebut tidak mudah dilokalisir, dan sulit diidentifikasi
oleh pasien. Dengan kata lain, sumber dan lokasi dari nyeri dapat berbeda. Nyeri pada
otot di daerah orofasial dipengaruhi oleh kerja fungsional otot selama pengunyahan.9
2.2.2 Diluar Sendi Temporomandibula
Banyak kontroversi yang berhubungan dengan penyebab kelainan STM.
Menurut sejarah, sebagian besar dokter gigi berpendapat bahwa gangguan oklusi
sebagai faktor etiologi utama. Kemudian sebagian lain menekankan pada faktor
psikologis.
Sebagian
orang
mencoba
untuk
memperkecil
konflik
dengan
mengusulkan gangguan oklusi dan faktor psikologis berperan dalam pengembangan
kelainan STM.10
Gagasan mengenai etiologi multifaktorial ini menjadi lebih umum lagi
diterima pada sekitar tahun 1970-an. Tiga kelompok utama dari faktor etiologi adalah
oklusi, neuromuscular, dan psikologis.10
2.2.2.1 Gigi-geligi
Oklusi dapat didefinisikan sebagai hubungan kontak statik antara tonjol-tonjol
gigi atau permukaan kunyah dari gigi geligi atas dan bawah.15
Ketidakseimbangan oklusi merupakan salah satu faktor penyebab yang sangat
sering ditemui pada pasien-pasien disfungsi STM yang terjadi oleh berbagai macam
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
sebab antara lain tumpatan /restorasi yang terlalu tinggi atau rendah, perawatan
ortodontik yang kurang memperhatikan keseimbangan fungsional oklusi atau
perubahan bidang oklusal akibat hilangnya satu gigi atau lebih. Mardjono (1989)
menemukan bahwa bukan hilangnya gigi yang penting dalam proses patologis ini,
melainkan akibat-akibat yang timbul pada gigi-gigi tetangga atau lawannya. Gigi-gigi
tetangga yang hilang secara bertahap akan mengalami perubahan posisi, bergeser
kearah diastema dan miring, sedang gigi antagonisnya akan mengalami ekstrusi.
Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan kurve oklusal berubah bentuk, lengkung
menjadi bergelombang sehingga gerakan artikulasi menjadi tidak lancar. Benturanbenturan akan terjadi setiap kali mandibula bergerak ke posisi oklusi sentrik dan
secara tidak disadari, pasien merubah lintasan buka/tutup mandibula atau menarik
mandibula ke posisi akhir yang enak. Perubahan lintasan ini menyebabkan perubahan
posisi mandibula bergeser dari sentrik dan keseimbangan otot-otot berubah ada yang
aktif dan ada yang kurang aktif. Secara bertahap apabila toleransi fisiologis otot
terlampaui maka akan timbul kelelahan pada otot dan menimbulkan spasme yang
oleh pasien dirasakan sebagai nyeri bila otot berfungsi. Begitu juga halnya dengan
kondilus, ketidakseimbangan ini menyebabkan posisi mandibula terungkit sehingga
posisi kondilus juga berubah satu kondilus berada pada posisi superior dan yang lain
pada posisi inferior.4
Kebiasaan mengunyah pada satu sisi juga merupakan penyebab terjadinya
disharmoni oklusi seperti mengunyah pada sisi kiri tidak nyaman, maka pasien akan
memindahkan rahang bawah ke kanan dan melakukan pengunyahan sebelah kanan.
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
Gangguan sendi terjadi pada diskus sebelah kiri dengan terdengarnya keletuk sendi
pada saat membuka dan menutup mulut (Kaplan, 1991).12
Penyimpangan pada oklusal seperti maloklusi menunjukkan adanya suatu
hubungan yang salah antara rangka dengan gigi. Maloklusi ini dapat disebabkan oleh
karena keturunan, penelanan yang salah, kebiasaan menghisap atau faktor gigi itu
sendiri. Faktor keturunan berpengaruh terhadap maloklusi, gigi insisivus yang
berjejal, dan gigi diastema. Pola kebiasaan menghisap atau gigitan silang posterior
dan anterior dapat mengarah pada maloklusi seperti open bite anterior, open bite
posterior dan protrusi bimaksilar. Faktor yang berasal dari gigi itu sendiri seperti
kehilangan gigi atau perawatan gigi yang tidak baik dapat menyebabkan kemiringan,
protrusi, dan rotasi gigi tetangganya.16
Bila maloklusi tidak terlalu parah, maka keserasian oklusal dapat dipenuhi
dan oklusi dapat berfungsi normal. Bila oklusi berfungsi dengan baik antara gigi dan
sendi maka otot akan bekerja dengan ringan.16
Maloklusi dapat menyebabkan fase menutup mulut tidak sempurna. Maloklusi
yang membentuk ketidakserasian antara gigi dengan sendi ini disebut maloklusi
fungsional. Ketidakserasian oklusal pada maloklusi fungsional memerlukan
penyesuaian yang berlebih dari otot untuk mempertahankan fungsi yang normal.
Kemampuan penyesuaian otot ini bervariasi tiap individu. Saat stress dampaknya
dapat
mengakibatkan
disfungsi
rahang
bawah.
Beberapa
penderita
dapat
menyesuaikan adanya maloklusi fungsional yang parah tanpa gejala stress. Penderita
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
lainnya dapat mengalami gejala disfungsi rahang bawah yang parah karena kelainan
oklusal yang kecil. 16
2.2.2.2 Otot Kunyah
Kelainan otot dari STM menjadi keluhan yang paling umum terjadi pada
pasien. Dua pengamatan utama mengenai otot adalah kelainan fungsi tubuh dan rasa
sakit. Kasus sederhana kelainan STM jenis ini adalah disebabkan oleh penggunaan
yang berlebihan pada otot tersebut. Penyebab umumnya seperti mengunyah permen
karet secara terus-menerus, kebiasaan menggigit kuku dan pensil. Kebanyakan kasus
STM bukan merupakan kasus yang sederhana. Kelainan otot dapat disebabkan karena
infeksi/ peradangan, dan trauma yang menyebabkan terbentuknya fibrosis pada otot
sehingga otot tidak bebas bergerak dan menyebabkan rasa sakit yang dikenal sebagai
myofacial pain syndrom.17
Pada akhir tahun 1950-an, Schwartz dkk menemukan bahwa ada pergeseran
perhatian dari faktor oklusi menjadi peranan otot-otot kunyah. Menurut Schwartz dkk
(1975), rasa nyeri pada atau di dekat sendi disebabkan oleh fungsi yang tidak
terkordinasi atau tidak harmonis dari otot-otot mandibula.11
Mekanisme terjadinya perubahan aktivitas otot, masih dalam perdebatan.
Yemm (1976) tidak menemukan bukti bahwa maloklusi dapat menimbulkan
hiperaktivitas otot melalui mekanisme reflek walaupun banyak yang mendukung
pendapat klinis kontemporer tersebut.11
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
2.2.2.3 Psikologis
Adanya faktor psikologis pada etiologi beberapa kelainan STM sekarang telah
ditemukan dan menimbulkan hipotesa yang mengatakan emosi, tingkah laku dan
kepribadian merupakan penyebab utama dari sindrom rasa sakit-disfungsi. Psikolog
Freud klasik menunjukkan bahwa kelainan sendi mungkin merupakan reaksi
perubahan mulut dan otot, karena sifatnya yang ekspresif, bekerja sebagai fokus
tegangan emosi. Jadi, konflik ini dikeluarkan dalam bentuk kebiasaan parafungsional
seperti bruksism dan aktivitas otot lain yang tidak normal.2,11
Walaupun telah dilakukan usaha untuk meneliti kepribadian turunan yang
mungkin berhubungan dengan penderita rasa sakit-disfungsi, masih sedikit bukti yang
diperoleh bahwa orang tersebut merupakan kelompok tertentu (Rugh dan Solberg
1976). Kepribadian turunan biasanya dianggap bersifat permanen tetapi tingkah laku
juga dipengaruhi oleh keadaan emosi jangka pendek seperti cemas, takut dan marah.
Banyak ahli yang menemukan bahwa pasien dengan gangguan STM lebih cemas
daripada kelompok kontrol. Emosi sangat sering terlihat pada wajah misalnya
gembira, sedih, cemas, frustasi, takut dan marah semuanya dapat dicatat oleh otot
ekspresi wajah dan berhubungan erat dengan otot kunyah.
Rugh dkk 1976 telah membuktikan bahwa pasien dengan penyakit STM memberi
respon terhadap tekanan emosi berupa kenaikan aktivitas otot masseter dan temporal.
Hal ini dapat berupa ketegangan otot yang besar atau aktivitas parafungsional
oromuskular.11
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
Hasil penelitian tersebut tampaknya dapat mendukung teori psiko-fisiologi
yang diperkenalkan oleh Laskin (1969) yang mengatakan bahwa kejang otot kunyah
merupakan faktor utama yang berpengaruh pada gejala sindrom rasa sakit-disfungsi.
Penyebab yang paling umum adalah kelelahan otot yang disebabkan oleh kebiasaan
mulut yang kronis yang sering merupakan mekanisme untuk mengurangi tegangan.11
Semua orang biasanya terkena tekanan emosi, tidak hanya pada keadaan
tertentu saja, tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Kesulitan
finansial, pribadi, dan sosial hanya merupakan contoh yang dialami setiap orang.
Tetapi, hanya sejumlah kecil masyarakat yang memiliki kelainan STM dan hal
tersebut menyebabkan tumbuhnya konsep dari spesifikasi respon. Individu mungkin
memiliki respon fisiologi khusus terhadap keadaan yang menimbulkan tekanan
sehingga kebiasaan parafungsional mungkin hanya merupakan mekanisme tertentu
dari individu untuk menetralkan ketegangan tersebut.10,11
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
BAB 3
PERAWATAN SENDI TEMPOROMANDIBULA AKIBAT KELAINAN
OKLUSI
Keberhasilan perawatan STM pada sebagian besar keadaan tergantung pada
etiologi dan pemeriksaan yang menyeluruh dari keadaan klinis. Cara perawatan yang
rasional diarahkan untuk menghilangkan beban yang berlebih pada sendi, terutama
dengan mengurangi aksi otot yang berlebihan serta abnormal. Adapun, perawatan
STM yang dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Perawatan secara konservatif
2. Perawatan secara operatif 11
Cara perawatan tersebut hanya suatu pedoman karena ada beberapa tehnik
perawatan yang mengikut sertakan lebih dari satu bidang ilmu. Perawatan dari setiap
keadaan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien, serta waktu dan fasilitas juga
perlu dipertimbangkan. Lingkungan klinik pendidikan yang ramai tidak baik untuk
merawat penderita kelainan STM. Bila perawatan dilakukan di rumah sakit, maka
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
harus ada ruang khusus untuk tujuan ini , tetapi walaupun demikian, ruang operasi
pribadi/ kamar praktek merupakan lingkungan yang paling sesuai.11
3.1 Perawatan Secara Konservatif
Umumnya, rasa tidak enak mendorong pasien mencari pertolongan.
Perawatan yang segera dan efisien tidak hanya dapat meredakan penderitaannya
tetapi juga membantu mengembalikan rasa percaya diri pasien.11 Adapun perawatan
secara konservatif adalah : mengistirahatkan rahang, obat-obatan, latihan, terapi fisik,
splin oklusal, perawatan psikososial, karies dan kelainan patologi yang lain, protesa,
terapi oklusal, dan faktor pendukung yang lain.
3.1.1 Mengistirahatkan Rahang
Kunjungan pertama biasanya hanya digunakan untuk menentukan diagnosa
dan menenangkan pasien, tetapi dapat juga ditambah dengan pemberian nasehat
untuk mengistirahatkan rahang dan pengobatan sederhana. Istirahat, berarti
menghindari pergerakan rahang yang berlebihan seperti menguap, atau gerak untuk
mengunyah makanan yang keras. Gerakan ini memang menimbulkan rasa nyeri dan
oleh karena itu , pasien dianjurkan untuk menghindari pergerakan yang menimbulkan
rasa nyeri.11
Diet lunak dianjurkan dan semua makanan harus dipotong kecil-kecil. Seperti
apel harus dipotong-potong, bukan digigit. Bila mungkin, semua pergerakan rahang
yang menimbulkan kliking harus dihindari, walaupun hal ini sulit dilakukan. Dapat
juga menganjurkan pasien agar jangan berteriak terhadap keluarga, tetapi hal ini sulit
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
dilakukan. Analogi yang lain dalam memberikan nasehat kepada pasien adalah
dengan perumpamaan seperti pasien dengan kaki keseleo. Keadaan ini akan cepat
membaik bila kaki diistirahatkan dengan menggantung kaki ke atas bukan terus
menerus menggunakannya untuk berjalan.11
3.1.2 Obat-obatan
Perawatan farmakologik dapat membantu meredakan gejala kelainan STM
seperti rasa sakit, hiperaktivitas otot, ansietas, dan depresi. Baik pengalaman klinis
maupun studi eksperimental terkendali menunjukkan bahwa farmakoterapi dapat
menjadi katalis kuat bagi rasa nyaman pasien dan rehabilitasinya bila digunakan
sebagai program tatalaksana komprehensif. Obat-obat yang bermanfaat dalam
perawatan STM terdiri dari analgetika, kortikosteroid, relaksan otot, anti ansietas, dan
anti depresi. Walaupun ada kecendrungan para dokter untuk mengandalkan obat
favorit tunggal, sebetulnya tak ada satu pun obat yang benar-benar terbukti manjur
untuk seluruh spektrum STM. Untuk menghindari komplikasi tak diharapkan dan
efek interaksi buruk serta mencapai kemujaraban maksimal suatu jenis obat, penting
sekali memahami spektrum obat-obat yang dapat diberikan untuk STM dan masalah
yang lain timbul karena pemakaiannya.1,4,5,9,18
3.1.3 Latihan
Alasan dari perawatan dengan latihan adalah untuk merangsang fungsi
mandibula yang normal. Cara ini dapat membantu pasien untuk merelaksasi otot
rahang, leher, dan bahu bagian atas, karena dengan demikian otot-otot letih untuk
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
melakukan aktivitas secara benar sekaligus juga melepaskan ketegangan otot.
Biasanya dengan latihan teratur dan terarah keluhan akan hilang dalam waktu 3-5
hari. Latihan ini dilakukan selama 10 menit perhari dalam lingkungan yang sunyi, di
depan kaca. Program latihan membuka mulut secara aktif yaitu pergerakan
laterotrusif ke kiri dan ke kanan, dan pergerakan protrusif. Masing-masing
pergerakan diulangi 8-10 kali. Pergerakan ini dilakukan secara maksimal dan
mandibula berada pada posisi buka maksimal untuk beberapa detik pada masingmasing pergerakan.4,5,10,11
3.1.4 Terapi Fisik
Terapi fisik merupakan terapi yang mendukung terapi kelainan STM lainnya
yakni terapi oklusal dan terapi psikososial. Terapi ini penting dalam kesuksesan
manajemen terapi kelainan STM. Terapi fisik dibagi dalam dua kategori yakni :
modalities dan teknik manual. Modalities adalah cara-cara fisik untuk pengubahan
termal, histokemikal dan fisiologik. Tipe-tipe Modalities terdiri dari terapi panas,
terapi dingin, elektroterapi, terapi ultrasound, iontoforesis, dan akupunktur.1,5,11
Terapi panas dapat mengurangi rasa nyeri dan kekakuan otot. Caranya adalah
meletakkan handuk basah hangat selama 10-15 menit pada daerah yang terserang
(biasanya pada daerah masseter) (Gambar 4). Terapi dingin adalah metode yang
sederhana dengan menggunakan es yang diletakkan pada area yang spasme untuk
mengurangi rasa nyeri. Peralatan elektroterapi yang menghasilkan perubahan termal,
histokemikal, dan fisiologik pada otot-otot sendi dibagi dalam stimulasi tegangan
tinggi ( stimulasi elektrogalvanik ) dan stimulasi tegangan rendah ( stimulasi saraf
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
elektrik transkutan ). Cara ini mengurangi aktivitas dan nyeri otot serta mempercepat
penyembuhan. Terapi ultrasound digunakan untuk menimbulkan panas yang dalam di
daerah sendi, menyembuhkan kontraktur sendi dengan mempertinggi peregangan
jaringan lunak ekstrakapsular, meredakan nyeri kronik, dan kontraksi otot.
Iontoforesis digunakan untuk masalah muskuloskeletal berupa obat (preparat anti
inflamasiatau analgetika ) ditarik melalui kulit ke daerah yang terkena pada jaringan
dibawahnya. Akupunktur digunakan untuk peratawan nyeri kronik pada salauran
kecil neural.1,5
Sedangkan pada teknik manual terdiri dari tiga kategori yaitu : mobilisasi
jaringan lunak, muscle conditioning, dan joint distraction. Mobilisasi jaringan lunak
merupakan stimulasi dengan cara masase pada daerah nervus sensori kutaneus untuk
mengurangi rasa nyeri. Muscle conditioning adalah terapi fisik yang bertujuan
merestorasi fungsi otot menjadi normal. Teknik muscle conditioning ini ada beberapa
kategori antara lain membatasi pergerakan mandibula dan terapi relaksasi dengan
mengkontrol stres emosional. Distraksi pasif pada sendi dapat menambah pergerakan
dan menghambat aktivitas otot yang menarik melawan sendi sehingga otot dapat
relaksasi. Cara ini dilakukan dengan menekan pada area molar dua bawah
menggunakan ibu jari operator.1
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
Gambar 4. Terapi panas menggunakan handuk basah
hangat. ( Okeson J.P. Management of temporomandibular disorder and occlusion. 4thed. USA : Mosby
Year Book, 1998 : 402 )
3.1.5 Splin Oklusal
Efektivitas penggunaan splin oklusal sampai sekarang masih dipertanyakan,
akan tetapi menurut penelitian Carraro (1975), penggunaan splin oklusal ternyata
dapat mengurangi rasa nyeri pada sendi dan otot bahkan dapat hilang. Beberapa
laporan yang mengatakan bahwa penggunaan splin oklusal ternyata mengurangi
hiperaktivitas otot dan menghilangkan spasme otot. Hal ini dibuktikan dengan alat
elektromiogram pada pasien bruksism dan ternyata ada pengurangan aktivitas pada
otot masseter (Gambar 5).1,5,12
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
Gambar 5. Splin oklusal pada maksila. ( Okeson
J.P. Management of temporomandibular disorder
and occlusion. 4thed. USA : Mosby Year Book, 1998
: 475 )
Menurut Pameyer (1985), splin oklusal merupakan alat lepas yang menutupi
bagian oklusal gigi posterior dan bagian insisal gigi anterior, dapat dibuat pada
rahang atas atau rahang bawah. Fungsinya sebagai alat bantu untuk menstabilkan
kembali relasi sentrik dengan pola gerak atau lintasan mandibula yang sebenarnya.
Permukaan splin oklusal dengan tonjol lawan berfungsi menjaga kestabilan splin.
Okeson (1988) mengatakan bahwa pada pemakai splin oklusal ternyata dapat
mengurangi nyeri pada sendi sebanyak 75%, demikian juga menurut Tsuga (1979)
rasa sakit berkurang sampai 87%.5,12
Callagna (1983) melaporkan bahwa pemakaian splin oklusal pada 24 jam
pertama merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki neuromuskular dan
menstabilkan oklusi sentrik, hal ini dicapai setelah perawatan interkuspasi yang
maksimum dengan posisi mandibula pada posisi sentrik. Hal ini didukung dengan
keadaan bahwa untuk mendapat oklusi sentrik selama mulut tertutup, harus ada
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
kontak interkuspasi yang maksimum dengan demikian diharapkan kedudukan kondil
konsentris pada fosa mandibular. Kedudukan kondil konsentris pada fosa mandibular
merupakan kedudukan kondil yang stabil karena kondil bersandar pada lereng
eminensia artikularis pada posisi superoanterior.12
Menurut Ramfyord (1985) salah satu tujuan pemakaian splin oklusal adalah
untuk menghilangkan spasme oklusal dan menghilangkan kontak prematur. Selain itu
juga memacu timbulnya reaksi motorik untuk merangsang terjadinya reposisi letak
kondil terhadap fosa artikularis sehingga akan diperoleh oklusi yang seimbang.5,12
3.1.6 Perawatan Psikososial
Aktivitas neuromuskular yang menimbulkan beban yang besar dan berulangulang dari sendi, disebabkan terutama oleh tekanan emosi dan ketegangan. Oleh
karena itu, usaha menghilangkan faktor-faktor di atas merupakan tujuan utama dalam
merawat faktor penyebab sindrom ini. Karena dokter gigi yang sering menghadapi
kelainan STM cenderung kurang memiliki pengetahuan psikiatrik, maka tahap ini
mungkin merupakan tahap tersulit dalam perawatan kelainan tersebut. Tekanan
emosional yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi otot dan mengaktifkan sistem
nervus simpatik, yang dengan sendirinya merupakan sumber rasa nyeri pada otot.1,11
Tekanan dan ketegangan yang diterima manusia, dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu yang berhubungan dengan keadaan sehari-hari dan yang disebabkan
oleh keadaan tertentu. Stres sehari-hari dapat dialami seluruh manusia setiap waktu
walaupun ambang toleransi dan respon sangat berbeda-beda. Contohnya adalah
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
hubungan pribadi, kesulitan keuangan, kesulitan pekerjaan. Daftar ini tidak ada
habisnya dan ketegangan yang terjadi seluruhnya merupakan bagian dari kehidupan
normal. Problem ini telah mencapai puncaknya pada 'kebudayaan Barat' dan mungkin
merupakan penyebab mengapa kelainan STM sangat tinggi
prevalensinya pada
negara ini.11
Kelompok yang kedua adalah stres emosional yang disebabkan oleh keadaan
tertentu seperti problem dalam keluarga, penyakit yang parah atau perubahan
mendadak dalam segi penghasilan. Timbulnya kelainan STM sering bersamaan
dengan salah satu keadaan tersebut. 11
3.1.7 Karies dan Kelainan Patologi yang Lain
Semua karies gigi harus dihilangkan dan restorasi yang kurang memuaskan
atau yang bocor harus diganti. Gigi dengan karies yang besar dan tidak dapat dirawat
lagi harus dicabut dan kelainan gigi atau patologi yang lain, dirawat. Faktor-faktor
tersebut merupakan sumber rasa tidak enak dan dapat mempengaruhi cara pasien
menggigit atau mengunyah. Tetapi harus tetap diingat bahwa kelainan STM dapat
makin parah karena perawatan gigi yang terlalu lama dan oleh karena itu, waktu
perawatan harus dibuat sesingkat mungkin.11
Gigi-gigi yang ekstrusi, seperti molar yang tidak memiliki antagonis, dapat
menimbulkan kesulitan harus dicabut. Hal serupa juga berlaku untuk molar tiga atas
yang miring ke bukal yang cenderung menimbulkan trauma pada bagian dalam pipi.11
3.1.8 Protesa
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
Restorasi prostetik atau penggantian gigi ditentukan berdasarkan jumlah dan
letak gigi-gigi yang hilang atau apakah protesa yang sekarang digunakan
mengganggu fungsi. Terutama pada keadaan dimana kurangnya dukungan oklusal
dari gigi-gigi belakang atau bila pasien menggunakan gigi tiruan yang abrasi, tidak
memiliki desain yang baik dan longgar. Gigitan yang terlalu tinggi dapat merangsang
sendi terkena beban yang lebih besar dari biasa. Protesa yang longgar dapat
merangsang
aktivitas
otot
parafungsional
atau
fungsi
abnormal
untuk
menstabilkannya selama pasien mengunyah atau istirahat. Protesa overlay dapat
digunakan bila terdapat atrisi gigi yang menyeluruh.11
3.1.9 Terapi Oklusal
Perawatan dental mungkin diperlukan untuk pasien kelainan STM, namun
diyakini bahwa kebutuhan ini tidak sering dijumpai. Terapi oklusal ini dianggap perlu
untuk perawatan menyeluruh pada pasien dengan kelainan STM, bila dukungan
oklusal yang ada tidak memadai untuk struktur STM dan bila kurang stabilnya oklusi
secara langsung berkaitan dengan menjadi parahnya gejala kelainan STM setelah
perawatan awal berhasil. Terapi oklusal ini dapat berupa penyesuaian oklusi seperti
pengasahan selektif untuk memperbaiki keadaan oklusal pada restorasi yang terlalu
tinggi (Gambar 6), terapi restoratif seperti pembuatan treatment plate atau treatment
denture bila ada penurunan dimensi vertikal disertai dengan pergeseran posisi akhir
mandibula, atau perawatan ortodontik dengan atau tanpa bedah ortognatik untuk
maloklusi dentoskeletal yang parah. Perawatan ini hendaknya dipertimbangkan
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
sebagai perawatan kedua/ tambahan, dan hanya bila rasa sakit sudah mereda,
disfungsi sudah berkurang, bunyi sendi mereda tetapi tidak mesti hilang, dan jarak
gerak rahang sudah mendekati atau dalam batas normal. Hubungan maksila
mandibula, aktivitas neuromuskular, dan masalah psikososial pasien harus sudah
stabil sebelum diteruskan dengan terapi oklusal.4,5,11
Gambar 6. Selektif grinding pada tindakan penyesuaian oklusi. ( Okeson J.P. Management
of temporomandibular disorder and occlusion.
4thed. USA : Mosby Year Book, 1998 : 523 )
3.1.10 Faktor Pendukung yang Lain
Faktor lain yang ikut berperan dalam memperberat kelainan adalah kebiasaan
seperti mengunyah permen karet, meniup alat musik ( contohnya : terompet )
menyanyi, dan pekerjaan seperti orang yang bekerja dalam mengambil keputusan.11
3.2 Perawatan Secara operatif
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
Perawatan secara operatif dilakukan bila pasien gagal memberi respon
terhadap terapi konservatif. Cara ini dapat menghilangkan penyebabnya tetapi dapat
menghilangkan serta memperbaiki manifestasi patologinya.11,18
Pembedahan STM merupakan tindakan perawatan efektif untuk kelainankelainan artikular kondilus ataupun memperbaiki meniskus/ ligamen yang rusak.
Namun teknis pelaksanaan tindakan bedah seperti ini rumit, dan ada kemungkinan
terjadi komplikasi. Hal ini membuat tindakan bedah menjadi terbatas untuk kasuskasus selektif saja.5,11
Beberapa prosedur operasi telah diperkenalkan. Termasuk menisektomi,
condylotomy dan high condylectomy. Menisektomi dan high condylectomy adalah
prosedur yang dapat digunakan untuk kerusakan kondilus yang ringan dengan
dislokasi meniskus kedepan. Sedangkan condylotomy adalah prosedur dimana leher
kondilus dipatahkan secara operasi untuk memungkinkan pergerakan ke depan dan ke
tengah dari frakmen kondilus. Agar kondilus memiliki posisi fungsional yang baru
dalam hubungannya terhadap meniskus yang tergeser. Seringkali, hasil operasi sangat
mengecewakan dan belum ada kesamaan pendapat tentang prosedur yang paling
bermanfaat dan indikasi keadaan.11
Operasi STM dapat memiliki manfaat tambahan dari pemotongan supply saraf
sensoris. Tidak hanya dapat membebaskan sendi dari rasa sakit secara sementara,
tetapi juga dapat mempengaruhi reflek neuromuskular, sehingga mengurangi aksi
otot yang berlebihan.11
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
BAB 4
KESIMPULAN
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
Oklusi gigi-geligi yang merupakan salah satu dari sistem mastikasi akan
berjalan normal apabila adanya interaksi yang serasi dan seimbang dari setiap
komponen mastikasi yang terlibat. Apabila ada perubahan-perubahan kecil dalam
hubungan kontak oklusi yang menghambat dicapainya oklusi normal dapat memicu
timbulnya kelainan STM yaitu gangguan fungsional. Gangguan fungsional adalah
masalah-masalah STM yang timbul akibat fungsi yang menyimpang karena adanya
kelainan pada posisi dan/ atau fungsi gigi-geligi, atau otot-otot kunyah.
Apabila ada rangsangan yang menyimpang dari biasanya akibat posisi gigi
yang menimbulkan kontak prematur, respon yang akan timbul bervariasi secara
biologis. Umumnya merupakan respon adaptif pada jaringan yang terlibat sebagai
upaya menerima rangsangan yang menyimpang tersebut. Periode adaptasi ini akan
berjalan terus sampai batas toleransi fisiologis otot-otot atau jaringan sekitar telah
terlampaui. Berapa lama periode adaptasi berlangsung sangat berbeda antara individu
yang satu dan yang lain. Keluhan dapat dirasakan pada otot-otot penggerak
mandibula, atau pada STM.
Gejala kelainan STM antara lain rasa nyeri pada telinga, pipi dan daerah
temporal, bunyi keletuk sendi sewaktu menutup dan membuka mulut, keterbatasan
membuka mulut dan menggerakkan mandibula serta sakit kepala.
Etiologi kelainan STM multifaktorial akan tetapi gangguan oklusal,
neuromuskular dan psikologis adalah yang berperan utama dalam pengembangan
kelainan STM.
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
Penatalaksanaan meliputi perawatan konservatif dan perawatan operatif.
Mayoritas pasien kelainan STM mencapai perbaikan secara memadai dari gejala yang
dirasakannya dengan terapi konservatif.
Oleh karena itu perawatan konservatif seperti mengistirahatkan rahang, obat-obatan,
latihan, terapi panas, splin oklusal, perawatan psikososial, karies dan kelainan
patologi yang lain, protesa, terapi oklusal, perawatan faktor pendorong yang lain
lebih dianjurkan sebagai perawatan awal dari hampir semua kasus kelainan STM.
Sedangkan perawatan secara operatif hanya dilakukan bila pasien gagal memberi
respon terhadap terapi konservatif.
DAFTAR PUSTAKA
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
1. Okeson J. P. Management of temporomandibular disorder and occlusion. 4th ed.
USA : Mosby Year Book, 1998 : 1-28, 353-89, 391-411, 474-502, 519-30, 55575.
2. Ramfjord. Occlusion. 3rded. USA : W. B. Saunders Company, 1983 : 1-31, 23965.
3. Carranza’s. Clinical periodontology. 9thed. Philadelphia : W. B. Saunders
Company, 2002 : 697-703.
4. Mardjono Daroewati. Biomekanika sendi temporomandibula serta disfungsi dan
perawatannya ditinjau dari sudut prostodonsia. Journal of The Indonesian Oral
Surgeon Association 2001 : 95-102.
5. Mc Neill Charles. Kelainan kraniomandibula pedoman bagi evaluasi, diagnosis
dan penatalaksanaan. Alih bahasa. Gunadi Haryanto. Jakarta : Widya Medika,
1993 : 57-91.
6. Gunadi Haryanto, Burhan Lusiana, Suryatenggara Freddy, dkk. Buku ajar ilmu
sebagian lepasan. Jilid II. Jakarta. Hipokrates, 1994 : 242-67.
7. Jr Jose Dos Santos. Occlusion principles and concepts. 2nded. USA : Ishiyaku
Euro America, 1999 : 1-14.
8. Bumann, Lotzmam U. Color atlas of dental medicine TMJ disorders and
orofacial pain the role of dentistry in a multidisciplinary diagnostic approach.
Germany : Thieme, 2002 : 46.
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
9. Gross S. G, Pertes R. A. Clinical management of temporomandibular disorders
and orofacial pain. USA : Quintessence Books, 1995 : 69-89, 91-108, 109-21,
211-26.
10. Carlsson, Magnusson T. Management of temporomandibular disorders in the
general dental practice. Germany : Quintessence Publishing, 1999 : 19-23, 25-32,
51-66, 93-121.
11. Ogus H.D, Toller P. A. Gangguan sendi temporomandibula. Alih bahasa.
Yuwono Lilian. Jakarta : Hipokrates, 1990 : 20-32, 33-42, 88-120.
12. Elias
Suzan.
Pemakaian
splin
oklusal
untuk
mengatasi
gangguan
senditemporomandibular. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi Scientific Journal in
Dentistry 2002 : 285-89.
13. Lambri Soertini. Kelainan Sendi Temporomandibular ditinjau dari segi ilmu
periodonsia : 1-16.
14. Anggraini Wita. Tinjauan anatomi nyeri intra kapsular dan ekstra kapsular pada
sendi temporomandibular. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi Scientific Journal in
Dentistry 2002 : 489-93.
15. Watt David, MacGregor Roy. Membuat desain gigi tiruan lengkap. Alih bahasa.
Soelistijani, Leepel Max. Jakarta: Hipokrates, 1992 : 99-132.
16. Gross Martin, Mathews James. Oklusi dalam kedokteran gigi restoratif. Alih
bahasa. Krisnowati. Surabaya : Airlangga University Press, 1991 : 1-37.
17. Anonymous. Wikipedia, free encyclopedia. Temporomandibular joint disorder.
4/16/2007. <www.yahoo.com>. 4/22/2007.
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
18. Fricton, Kroening, Hathaway K. TMJ and craniofacial pain : diagnosis and
management. 1sted. St. Louis : Ishiyaku Euro America, 1988 : 85-130.
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Sartika Aryanti
Tempat/Tanggal Lahir
: Medan, 12 Februari 1985
Alamat
: Jl. Kapten Mukhtar Basri No.7 Glugur
Darat 2 Medan 20238
Agama
: Islam
Nama Orang Tua
Ayah
: H. Ahmad Hasan, drg
Ibu
: Hj. Syafrinani, drg., Sp. Pros. (K)
Pendidikan
TK
: TK Muhammadiyah Bustanul Aftal
Bambu, Medan
SD
: SD Negeri 060884 Medan
SLTP
: SLTP Swasta Pertiwi Medan
SMU
: SMU Darul Hikam Bandung
Perguruan Tinggi : Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
Sartika Aryanti : Penanggulangan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Kelainan Oklusi Secara Konservatif,
2007.
USU Repository © 2009
Download