Bab 3 Analisis Data Pada bab ini, penulis menjelaskan korpus data yang berkaitan dengan teori tentang semantik. Bab ini akan menganalisis penggunaan kanji fu (不), kanji mu (無), dan kanji hi (非) berdasarkan maknanya. 3.1 Analisis kanji Fu 「不」 Berdasarkan teori yang telah disebut oleh Henshall, dilihat dari pembentukkan kanji-nya, kanji fu termasuk dalam golongan shoukei moji dimana kanji yang dibentuk berasal dari gambar atau bentuk suatu benda. Seperti yang telah dikatakan oleh Todo (1990 : 563), kanji ini terbentuk dari gambar bunga dengan kuncupnya. Jika dilihat sesuai dengan apa yang dikatakan Takebe (1993 : 8), seperti contoh kanji Ko「子」yang dicontohkan olehnya, pada huruf kanji fu, bagian atas adalah kelopak bunga yang mengembang dan bagian bawah adalah kuncup atau daun bunga yang mengempis. Gambar 3.1 Pembentukkan kanji Fu Sumber : Todo (1990 : 563) Kai (2007 : 63) menambahkan bahwa untuk istilah ‘tidak bergerak’ dan ‘tidak berlari’ tidak bisa digambarkan dalam rupa gambar atau huruf, jadi untuk menjelaskan istilah tersebut, orang Jepang meminjam pelafalan Fu dari pelafalan 24 tulisan China untuk menyatakan penyangkalan. Tomono (1991: 160) juga sependapat bahwa kanji ini dipinjam dari huruf China untuk menyatakan arti penyangkalan dan penolakan. Berikut merupakan makna dari kanji Fu menurut beberapa ahli: Tabel 3.1 Makna Kanji Fu 字 下の語を打を消す意味 を表す。 Terjemahan: menunjuk arti untuk menyangkal kata dibawahnya. Ichikawa (2004 : 1084) 不 接頭 ~しない terjemahan: tidak (melakukan sesuatu) Ichikawa (2004 : 1084) ~でない terjemahan : tidak (adjektiva) Ichikawa (2004 : 1084) ~がない terjemahan: tidak ada Ichikawa (2004 : 1084) ~がよくない terjemahan : suatu hal yang tidak baik Ichikawa (2004 : 1084) ~ができない terjemahan : tidak bisa (suatu hal) Tomono (1991: 160) Ichikawa (2004 : 1084) membagi makna kanji Fu kedalam dua jenis makna, yaitu makna kanji Fu sebagai ji (huruf) dan makna huruf Fu sebagai settou (awalan). Penulis akan menganalis penggunaan kanji Fu yang akan dibagi menjadi beberapa sub bab sesuai dengan fungsi makna kanji Fu yang tertera diatas. 25 3.1.1 Analisis Makna Kanji Fu sebagai ji (huruf) Teori Ichikawa tentang makna kanji Fu sebagai suatu huruf, yaitu huruf ini digunakan untuk menunjuk arti menyangkal kata di sebelahnya, hal ini sesuai dengan persepsi tentang makna kanji fu dilihat dari gambar pembentukkan awalnya, yaitu kanji fu memiliki makna menyangkal (Todo, 1990 : 563). Dengan kata lain, kata apapun bila didepannya ditambah dengan kanji fu, maka maknanya akan menjadi pertentangan. Untuk membuktikan bahwa kanji Fu dipakai untuk menyangkal atau mempertentangkan makna kata disebelahnya, maka penulis akan meneliti 2 contoh kata yang menurut Ichikawa pada kedua kata tersebut terdapat huruf kanji Fu yang digunakan untuk menyangkal makna disebelahnya, yaitu: fumei (不明) dan furi (不 利). Tabel 3.1.1 Pembuktian Perubahan kanji Fu yang berarti menyangkal 明るい 利 光が十分にさして物がよく見える 状態である。あきらかである。 Keadaan dimana suatu objek terlihat memancarkan cahaya. Terang. (Shinmura, 2004 : 23) もうけ。とく。 Laba, keuntungan. (Shinmura, 2004 : 2768) untung, keuntungan (Matsuura, 2005 : 804) terang, cerah, riang, banyak mengenal (Matsuura, 2005 : 9) 不 + あきらかでないこと。はっきりしな いこと。 Hal tentang tidak terang. Tidak jelas; tidak nyata. 356 (Shinmura, 2004 : 2358) 利益のないこと。 Hal tentang tidak ada keuntungan. (Shinmura, 2004 : 2365) kerugian, tidak menguntungkan (Matsuura, 2005 : 187) tidak diketahui, kurangnya pengertian (Matsuura, 2005 : 182) 26 Pertama-tama, penulis akan menganalisis kata fumei. Sebelum ditambah kanji fu didepannya, kata fumei berasal dari kata akarui (明るい) atau mei (明) yang menurut Shinmura memiliki makna adjektiva “terang“ dan menurut Matsuura memiliki makna “riang, banyak mengenal“. Dari makna kata akarui yang dipaparkan oleh Matsuura, dapat dipahami bahwa seseorang yang bersifat riang adalah orang yang banyak mengenal dan dikenal oleh orang lain. Setelah kata akarui ditambah dengan kanji fu didepannya, maka menurut Shinmura kata fumei memiliki makna “tidak terang“ dan menurut Matsuura kata fumei memiliki makna “tidak diketahui“. Apabila melihat makna dari Shinmura, dapat dipastikan bahwa kanji fu pada kata fumei merupakan memiliki arti untuk penyangkalan dan apabila melihat makna dari Matsuura dapat dimengerti bahwa seseorang yang tidak mempunyai sifat riang adalah orang yang jarang dikenal orang atau tidak diketahui banyak orang. Dari analisis tersebut bahwa kata fumei merupakan lawan kata dari akarui, maka dapat disimpulkan bahwa kanji fu pada kata fumei memiliki makna untuk menyangkal makna kata disebelahnya. Pada kata yang kedua, yaitu furi, Sebelum ditambah kanji fu didepannya, kata fumei berasal dari kata ri (利) dimana menurut Shinmura dan Matsuura, kata tersebut memiliki makna “laba, untung“. Setelah kata ri ditambah dengan kanji fu didepannya, maka menurut Shinmura dan Matsuura, kata furi memiliki makna “kerugian“ atau “tidak ada untung“. Dalam KBBI (1995 : 849), kata “rugi“ memiliki makna “tidak mendapatkan laba“, hal ini sama dengan makna yang diungkapan oleh Shinmura. Dari analisis tersebut, dapat dipastikan bahwa kata furi merupakan lawan kata dari kata ri, maka dapat disimpulkan bahwa kanji fu pada kata furi memiliki makna untuk menyangkal makna kata disebelahnya. 27 3.1.2 Analisis Makna Kanji Fu sebagai settou (prefiks) Menurut Ichikawa, selain kanji fu memiliki makna tersendiri sebagai sebuah huruf, kanji Fu juga dapat digunakan sebagai awalan. Ichikawa membagi makna kanji fu sebagai awalan kedalam 4 macam fungsi dan 1 buah fungsi tambahan dari Tomono (1991: 160) dan akan dijelaskan satu persatu oleh penulis. 3.1.2.1 Analisis Kanji Fu yang mempunyai fungsi makna ~shinai「~しない」 yang berarti “tidak” Dalam bahasa Jepang, verba dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama yang kelompok verba yang dalam bentuk verba kamus mempunyai akhiran bukan –iru atau –eru dan jika diubah kedalam bentuk sopan –masu, maka akhiran “u” akan berubah menjadi “i”, baru kemudian ditambah dengan –masu. Akan tetapi, tidak dapat dikatakan bahwa semua verba yang memiliki akhiran –iru atau –eru bukan termasuk verba kelompok 1 karena memang ada verba akhiran –iru dan –eru yang termasuk ke dalam verba kelompok 1. Untuk menentukan apakah verba itu termasuk kelompok 1 atau bukan, dapat dibantu dengan bantuan kamus atau buku pendukung lainnya. Tabel 3.1.2.1a Verba kelompok 1 Aru Arimasu Dasu Dashimasu Isogu Isogimasu Hairu Hairimasu Kaeru Kaerimasu Sumber: Ishii (1989 : 10-11) 28 Kelompok kedua adalah kelompok verba yang dalam bentuk kamusnya memiliki akhiran –eru dan –iru. Untuk mengubah verba kelompok ini ke dalam bentuk sopan, hanya menghilangkan –ru dan menambahkan –masu dibelakangnya. Tabel 3.1.2.1b Verba Kelompok 2 Ageru Agemasu Dekiru Dekimasu iru Imasu Sumber: Ishii (1989 : 11) Kelompok ketiga adalah kelompok verba yang hanya terdiri dari 2 verba suru dan kuru. Suru biasanya ditambahkan dibelakang nomina untuk mengubah nomina menjadi verba. Suru dan kuru akan mengalami perubahan jika diubah dalam bentuk sopan –masu. Tabel 3.1.2.1c Verba kelompok 3 Suru Shimasu Kuru Kimasu Ai suru Ai shimasu Sumber : Ishii (1989 : 12) Salah satu fungsi makna kanji Fu yang diungkapkan oleh Ichikawa yaitu ~shinai. Dalam hal mengungkapkan kalimat negatif, bahasa Jepang mempunyai cara yang berbeda dibanding bahasa Inggris. Kalau bahasa Inggris hanya menambahkan kata “no” atau “not” untuk mengubah makna kalimat dari positif ke negatif, bahasa Jepang mempunyai konjungsi negatif yang terpisah, dimana sejajar dengan semua 29 bentuk awal konjungsi positif sebuah verba. Dalam bahasa Jepang, makna negatif terbentuk dengan mengubah verba kedalam bentuk “nai” (Bleiler, 2011 : 52-55). Menurut Kindaichi (1990 : 1818), nai yang dipakai sebagai jyodoushi (kata bantu) mempunyai makna menunjukkan penyangkalan. Menurut Bleirer, ~shinai terbentuk dari verba kelompok 3, suru, yang diubah kedalam bentuk negatif nai. Akan tetapi dalam konteks ini, Ichikawa tidak bermaksud bahwa kanji Fu yang bermakna ~shinai hanya terbatas dipakai untuk mengubah makna positif menjadi negatif pada verba kelompok 3 saja. Hal ini diyakinkan oleh penulis karena penulis menemukan verba lain diluar verba kelompok 3 yang juga memakai kanji Fu didepannya untuk memberikan makna penyangkalan. Ichikawa menggunakan ungkapan konjungsi ~shinai dengan maksud untuk mewakili seluruh verba yang memakai kanji Fu didepannya untuk memberikan makna penyangkalan. Dalam konteks ini, penulis akan meneliti kata-kata yang memakai kanji fu untuk melawan-katakan kata yang bersangkutan yang memiliki makna ~shinai yang berarti “tidak”, dimana dalam KBBI (1995 : 1052), kata “tidak” adalah “partikel untuk menyatakan pengikaran, penolakan, penyangkalan, dan sebagainya”. Dalam bahasa Indonesia, untuk menegatifkan suatu kata, hanya menambahkan kata “tidak” di depan kata yang bersangkutan. Untuk membuktikan bahwa salah satu fungsi makna kanji Fu adalah ~shinai yang berarti “tidak”, maka penulis akan memakai 3 buah contoh kata, dimana masingmasing kata mewakili kelompok verbanya, yang memakai kanji Fu sebagai huruf untuk menyangkal kata-kata tersebut dan yang mempunyai fungsi makna ~shinai dari kamus Nelson (1994 : 37-42) dan untuk membuktikan bahwa kanji Fu tidak hanya dipasangkan oleh verba kelompok 3 saja, tetapi kelompok 1 dan 2 pun bisa. 30 Penulis memakai contoh kata fumuki (不向き), fubatsu (不抜), dan fubenkyou (不 勉強) untuk membantu dalam analisis dan berikut merupakan analisis makna contoh kata beserta makna kata tersebut setelah ditambahkan kanji Fu di depannya. Tabel 3.1.2.1d Pembuktian Perubahan kanji Fu yang berarti ~shinai 向く 抜ける 対象が正面にあるよ うになる。 Sasaran / objek menjadi berada di depan. 似合う。ふさわしく なる。適する。 Cocok. Menjadi layak, patut. Sesuai, cocok. (Shinmura, 2004 : 2381 ) のがれる。逃げ去 る。 Melarikan diri. Lari 力がなくなる。立て ないようになる。 (menjadi kehilangan kekuatan. Menjadi tidak bisa bergerak) (Shinmura, 2004 : 1976) menoleh, menghadap, dan cocok. (Matsuura, 2005 : 672) lepas, hilang, habis (Matsuura, 2005 : 740) 勉強 精を出してつとめり こと hal tentang berusaha sambil mengeluarkan tenaga 学問や技術を学ぶこ と。さまざまな経験 を積んで学ぶこと。 hal tentang mempelajari ilmu atau ketrampilan. Belajar menambah pengalaman. (Shinmura, 2004 : 2319) belajar, bertekun (Matsuura, 2005 : 64) 不 + 適していないこと。 向いていないこと。 似つかわしくないこ と。 Tidak cocok, tidak sesuai (Shinmura, 2004 : 2123) tidak cocok (Matsuura, 2005 : 183) 抜けないこと。かた くて動かないこと。 心が動揺しないこ と。 Tidak melarikan diri. Tidak bergerak dengan kaku. Tidak terguncang hatinya. (Shinmura, 2004 : 2264) kuat, tabah, gigih, tak terkalahkan, teguh (Nelson, 2006: 38) 怠けていること。努 力が足りないこと。 membolos; malas. Daya usaha tidak cukup 学業をよく修めない こと tidak menuntut ilmu (Shinmura, 2004 : 2265) kemalasan (Matsuura, 2005 : 171) 31 Pertama-tama, penulis akan menganalisis tentang kata 不向き(fumuki). Sebelum ditambah dengan kanji fu didepannya, kata awal fumuki adalah verba muku (向く). Apabila melihat dari verba muku yang mempunyai ciri-ciri verba kelompok pertama dimana muku mempunyai akhiran bukan –iru dan –eru, maka dapat disimpulkan bahwa muku merupakan verba kelompok satu yang dapat dipasangkan dengan kanji Fu untuk mengingkarkan makna awalnya. Apabila melihat makna dari yang dipaparkan oleh Shinmura (2004 : 2123), dapat disimpulkan bahwa kanji Fu pada kata Fumuki memiliki fungsi makna ~shinai dimana fumuki sendiri sama artinya dengan muiteinai dan menurut Matsuura (2005 : 672), kata muku yang mempunyai makna “cocok”, bila memakai kanji Fu didepannya akan menjadi fumuki yang mempunyai makna “tidak cocok”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kanji Fu pada kata Fumuki memiliki fungsi makna ~shinai yang berarti “tidak”. Pada kata 不 抜 (fubatsu), apabila melihat dari verba 抜 け る (nukeru) yang memiliki ciri-ciri verba kelompok kedua dalam bahasa Jepang sonaeru memiliki akhiran –eru, maka dapat disimpulkan bahwa sonaeru termasuk dalam verba kelompok 2 yang dapat dipasangkan dengan kanji Fu untuk mengingkarkan makna awalnya. Apabila melihat makna dari yang dipaparkan oleh Shinmura (2004 : 214), dapat disimpulkan bahwa kanji Fu pada kata Fubatsu memiliki fungsi makna ~shinai dimana fubatsu sendiri sama artinya dengan nukenai koto dan menurut Matsuura (2005 : 740), kata nukeru yang mempunyai makna “lepas, hilang, habis”, bila memakai kanji Fu didepannya akan menjadi fumuki yang mempunyai makna “gigih”. Dalam KBBI (1995 : 317), kata “gigih” memiliki makna “tetap teguh pada pendirian 32 atau pikiran; keras hati; mengotot”. Menurut Sunarti, (2005 : 76) , “gigih adalah keteguhan untuk memperjuangkan tujuan dan keinginan, yang ditunjuk oleh usaha terus menerus, tidak mudah menyerah, dan terus mencari jalan keluar saat menghadapi masalah”. Apabila dihubungkan dengan salah satu makna dari Shinmura, dimana Shinmura menjelaskan bahwa kata nukeru memiliki makna chikara ga nakunaru (kehilangan kekuatan), seseorang yang tidak kehilangan kekuatan atau melarikan diri saat memperjuangkan tujuan dan keinginannya, maka ia dapat disebut sebagai orang yang gigih. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kanji Fu pada kata Fubatsu memiliki fungsi makna ~shinai yang berarti “tidak”. Pada kata 不勉強 (fubenkyou), apabila melihat dari nomina 勉強 (benkyou), yang dimana sudah dijelaskan oleh penulis bahwa untuk mengubah nomina menjadi verba, dalam bahasa Jepang menggunakan bentuk suru yang ditambahkan di belakang kata yang bersangkutan, yang verbanya menjadi 勉強する(benkyou-suru)、maka verba benkyou-suru memiliki ciri-ciri verba kelompok ketiga dalam bahasa Jepang dimana benkyou-suru memiliki akhiran suru dan dapat disimpulkan bahwa sonaeru termasuk dalam verba kelompok 3 yang dapat dipasangkan dengan kanji Fu untuk mengingkarkan makna awalnya. Apabila melihat makna dari yang dipaparkan oleh Shinmura (2004 : 171), dapat disimpulkan bahwa kanji Fu pada kata Fubenkyou memiliki fungsi makna ~shinai dimana fubenkyou sendiri sama artinya dengan benkyou-shinai koto dan menurut Matsuura (2005 : 64), kata benkyou-suru yang mempunyai makna “belajar”, bila memakai kanji Fu didepannya akan menjadi fubenkyou yang mempunyai makna “kemalasan”. Dalam KBBI (1995 : 621), kata “malas” memiliki makna “tidak mau bekerja atau mengerjakan sesuatu; segan, tidak suka, tidak bernafsu.” Dengan 33 demikian, dapat disimpulkan bahwa kanji Fu pada kata Fubenkyou memiliki fungsi makna ~shinai yang berarti “tidak”. 3.1.2.2 Analisis Kanji Fu yang mempunyai fungsi makna ~denai「~でない」 yang berarti “tidak” Jika verba memiliki bentuk sopan dengan memakai bentuk –masu, maka sama halnya dengan adjektiva. Dalam bahasa Jepang, kata “desu” sering dipakai pada akhir kalimat, terutama kata sebelumnya merupakan adjektiva. Tabel 3.1.2.2a Kalimat menggunakan “desu” Watashi no chichi wa hansamu desu Ayahku tampan Watashi no uchi wa chiisai desu Rumahku kecil Sumber : Masuhara (2005 : 108) Sama seperti yang telah penulis paparkan bahwa dalam bahasa Jepang, untuk menegatifkan suatu kata, menggunakan bentuk “nai”. Dalam kasus ini, pada verba atau nomina tidak ada yang berubah, hanya desu yang berubah. Pada bentuk sopan – masu, desu berubah kedalam bentuk negatif “nai” menjadi de wa arimaen dan dalam bentuk biasa menjadi de wa nai atau de nai. Tabel 3.1.2.2b Kalimat menggunakan “de wa nai” Watashi no chichi wa hansamu de wa nai Ayahku tidak tampan Watashi no uchi wa chiisai de wa nai Rumahku tidak kecil Sumber : Masuhara (2005 : 108) Menurut Masuhara (2005 : 108), dalam bahasa Jepang, adjektiva terbagi menjadi 2. Kelompok yang pertama disebut dengan i-keiyoushi dimana hampir semua adjektiva bahasa Jepang termasuk dalam kelompok adjektiva ini. Pada adjektiva kelompok ini, semua adjektivanya berakhiran “i”, karena itu disebut i-keiyoushi. Pada penggunaannya, adjektiva ini bisa langsung menerangkan sebuah nomina 34 dengan menempatkan nomina bersangkutan di belakang adjektiva ini. Dalam perubahan ke dalam bentuk nai, adjektiva ini mengalami sedikit perubahan dimana akhiran “i” berubah menjadi “ku” lalu kemudian ditambah “nai”. Kelompok yang kedua disebut dengan na-keiyoushi dimana adjektiva yang termasuk dalam kelompok adjektiva ini berasal dari bahasa China dan Barat. Jika pada i-keiyoushi semua adjektivanya berakhiran “i”, maka untuk na-keiyoushi akhirannya tidak menentu. Pada penggunanaannya, adjektiva ini perlu menambahkan “na” diantara adjektiva dan nomina yang bersangkutan. Karena itulah, adjektiva yang termasuk dalam kelompok ini disebut na-keiyoushi. Dalam perubahan ke dalam bentuk “nai”, adjektiva yang termasuk dalam kelompok ini tidak berubah, hanya “desu” yang berubah. Dari analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa ~denai digunakan untuk melawankatakan nomina dan adjektiva. Akan tetapi, Ichikiwa tidak bermaksud membatasi ~denai yang dimaksudkannya hanya untuk nomina dan adjektiva na-keiyoushi. Kelompok adjektiva i-keiyoushi juga termasuk didalamnya karena penulis menemukan beberapa adjektiva i-keiyoushi dapat dipasangkan dengan kanji Fu. Untuk membuktikan bahwa salah satu fungsi makna kanji Fu adalah ~denai, maka penulis akan memakai 3 buah contoh kata, dimana salah satunya merupakan kata sifat i-keiyoushi, yang memakai kanji Fu sebagai huruf untuk menyangkal katakata yang bersangkutan dan yang mempunyai fungsi makna ~denai dari kamus Nelson (1994 : 37-42) dan untuk membuktikan bahwa kanji Fu tidak hanyak dipasangkan pada adjektiva na-keiyoushi saja, tetapi i-keiyoushi juga bisa. Penulis akan memakai contoh kata fukou (不幸), fusei (不正), dan fushinsetsu (不 親切) untuk membantu dalam analisis dan berikut merupakan analisis makna contoh kata beserta makna kata tersebut setelah ditambahkan kanji fu di depannya. 35 Tabel 3.1.2.2c Pembuktian Perubahan kanji Fu yang berarti ~denai 幸せ めぐりあわせ。機 会。天運 keberuntungan. Kesempatan. nasib 幸福。好運。さいわ い。また、運が向く こと。 Kebahagiaan. Keberuntungan. Nasib baik. Hal dimana dihadapkan pada keberuntungan (Shinmura, 2004 : 1089) 正しい まがっていない。よ こしまでない。 Tidak membelok. Tidak jahat (Shinmura, 2004 : 1486) benar, betul, tepat (Matsuura, 2005 : 1024) 親切 人情のあついこと。 親しくねんごろなこ と。思いやりがあ り、配慮のゆきとど いていること。 Hal tentang kemanusiaan. Hal tentang ramah tamah yang intim. Ada tenggang rasa. Hal tentang perhatian yang seksama (Shinmura, 2004 :1385) kebaikan; budi baik; keramahan (Matsuura, 2005 : 929) kebahagiaan (Matsuura, 2005 : 901) 不 + 幸福でないこと。ふ しあわせ。不運。 Hal tentang tidak bahagia. Ketidakbahagiaan. Nasib buruk 家族。親戚の人など の死。 Keluarga. Kematian orang terdekat (Shinmura, 2004 : 2235) ただしくないこと。 正義でないこと。よ こしまなこと。 Tidak benar. Tidak adil. Jahat. (Shinmura, 2004 : 2102) kecurangan, keserongan, kekotoran (Matsuura, 2005 : 190) 親切でないこと。 Tidak baik, tidak berbudi baik, tidak ramah (Shinmura, 2004 : 2334) tidak ramah; tidak menyenangkan; tidak simpatik; tidak berbaik hati (Matsuura, 2005 : 192) ketidak-bahagiaan kemalangan, musibah, peristiwa dukacita (Matsuura, 2005 : 178) 36 Pertama-tama, penulis akan menganalisis tentang makna kata 不 幸 (fukou). Apabila melihat dari adjektiva 幸 せ (shiawase) yang mempunyai ciri-ciri jenis kelompok adjektiva na-keiyoushi dimana shiawase tidak berakhiran “i”, maka dapat disimpulkan bahwa shiawase termasuk dalam kelompok adjektiva na-keiyoushi. Apabila melihat makna dari yang dipaparkan oleh Shinmura (2004 : 1089), dapat disimpulkan bahwa kanji Fu pada kata Fukou memiliki fungsi makna ~denai dimana fukou sendiri sama artinya dengan shiawase denai koto; dan menurut Matsuura (2005 : 901), kata shiawase yang mempunyai makna “kebahagiaan”, bila memakai kanji Fu didepannya akan menjadi fukou yang mempunyai makna “ketidak-bahagiaan”. Matsuura (2005: 178) menambahkan bahwa kata fukou tidak hanya bermakna “ketidak-bahagiaan”. Kata fukou juga mempunyai makna “kemalangan, musibah, peristiwa dukacita”. Dalam KBBI (1995 : 621), kata “kemalangan” mempunyai makna “keadaan malang, kesusahan, kecelakaan, kerugian, kesialan”. Kata “musibah” (1995 : 676) mempunyai makna “peristiwa menyedihkan yang menimpa, malapetaka, bencana”. Kata “dukacita” (1995 : 245) mempunyai makna “kesedihan (hati), kesusahan (hati)”.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kanji Fu pada kata Fukou memiliki fungsi makna ~denai yang berarti “tidak”. Pada kata 不 正 (fusei), apabila melihat dari adjektiva 正 し い (tadashii) yang mempunyai ciri-ciri jenis kelompok adjektiva i-keiyoushi dimana adjektiva tadashii memiliki akhiran “i”, maka dapat disimpulkan bahwa adjektiva tadashii termasuk dalam kelompok adjektiva i-keiyoushi. Hal ini membuktikan bahwa kanji Fu tidak hanya dipakai untuk adjektiva na-keiyoushi saja, tetapi i-keiyoushi pun bisa. Apabila melihat makna dari yang dipaparkan oleh Shinmura (2004 : 2102), dapat disimpulkan bahwa kanji Fu pada kata Fusei memiliki fungsi makna ~denai dimana 37 fusei sendiri sama artinya dengan tadashikunai koto; dan menurut Matsuura (2005 : 901), kata tadashii yang mempunyai makna “benar, betul, tepat”, bila memakai kanji Fu didepannya akan menjadi fusei yang mempunyai makna “kecurangan, keserongan, kekotoran”. Dalam KBBI (1995 : 200), kata “curang” memiliki makna “tidak jujur; tidak lurus hati; tidak adil”. Kata “serong” (1995 : 927) memiliki makna “menyimpang dari garis (arah) yang lurus; tidak sebagaimana mestinya; curang; tidak lurus hati; tidak setia; tidak tulus hati”. Apabila disimpulkan, maka kata kecurangan, keserongan, kekotoran dapat digolongkan ke dalam hal-hal yang tidak benar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kanji Fu pada kata Fusei memiliki fungsi makna ~denai yang berarti “tidak”. Pada kata 不親切 (fushinsetsu). Apabila melihat dari adjektiva 親切(shinsetsu) yang mempunyai ciri-ciri jenis kelompok adjektiva na-keiyoushi dimana shinsetsu tidak berakhiran “i”, maka dapat disimpulkan bahwa adjektiva shinsetsu termasuk dalam kelompok adjektiva na-keiyoushi. Apabila melihat makna dari yang dipaparkan oleh Shinmura (2004 : 2334), dapat disimpulkan bahwa kanji Fu pada kata Fushinsetsu memiliki fungsi makna ~denai dimana fushinsetsu sendiri sama artinya dengan shinsetsu denai koto; dan menurut Matsuura (2005 : 929), kata shinsetsu yang mempunyai makna “kebaikan; budi baik; keramahan”, bila memakai kanji Fu didepannya akan menjadi fushinsetsu yang mempunyai makna “tidak ramah; tidak menyenangkan; tidak simpatik; tidak berbaik hati”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kanji Fu pada kata Fushinsetsu memiliki fungsi makna ~denai yang berarti “tidak”. 38 3.1.2.3 Analisis Kanji Fu yang mempunyai fungsi makna ~ga nai「~がない」 yang berarti “tidak ada” Salah satu makna yang terkandung dalam kanji Fu yang disebutkan oleh Ichikawa adalah ~ga nai. Walaupun nai disini mempunyai unsur negatif yang sama dengan nai sebelumnya, tetapi nai disini mempunyai makna dan penggunaan yang berbeda. Jika nai sebelumnya digunakan sebagai pengingkar atau penolakan, nai yang dimaksud disini digunakan untuk menyatakan “ketiadaan.” Dalam bahasa Jepang, untuk menyatakan suatu hal itu ada, menggunakan “aru”. Hal ini juga didukung oleh Matsuura (2005 : 31), kata “aru” mempunyai makna “ada, tersedia”. Dilihat dari kata aru yang mempunyai akhiran bukan -iru dan –eru dimana sama dengan ciri-ciri kelompok pertama, maka dalam bentuk sopan –masu, kata “aru” menjadi “arimasu”. Akan tetapi, dalam pembentukan ke bentuk negatif “nai”, kata “aru” tidak sama seperti verba kelompok 1 lainnya dimana kata “u” dibelakang diubah menjadi “a” kemudian ditambah –nai. Kata aru bila diubah kedalam bentuk negatif “nai”, tidak menjadi “aranai”, tetapi menjadi “nai” (Hiroo, 2001 : 41). Matsuura juga sependapat bahwa kata “nai” mempunyai makna “tidak ada; tiada; tanpa”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ~ga nai yang dimaksudkan Ichikawa disini adalah ketiadaan. Untuk membuktikan bahwa salah satu fungsi makna kanji Fu adalah ~ga nai, maka penulis akan memakai contoh kata, yaitu funinjyou (不人情) dan fukinshin (不 謹慎), yang memakai kanji Fu sebagai huruf untuk menyangkal kata-kata yang bersangkutan dan yang mempunyai fungsi makna ~ga nai dari kamus Nelson (1994 : 37-42). Berikut merupakan analisis makna contoh kata beserta makna kata tersebut setelah ditambahkan kanji Fu di depannya. 39 Tabel 3.1.2.3 Pembuktian Perubahan kanji Fu yang berarti ~ga nai 謹慎 人情 自然に備わる人間の愛情。いつく しみ。なさけ。 Perasaan cinta yang dimiliki secara wajar. Kasih sayang. Simpati; belaskasihan 人心の自然の。 Gerak-gerik hati manusia yang wajar (Shinmura, 2004 : 1850) 言行をつつしむこと。特に、悪行 の罰として、またそのつぐないと して行う。 Menjaga ucapan dan kelakuan. Khususnya, sebagai kompensasi hukuman atas kelakuan buruk (Shinmura, 2004 : 855) menjaga mulut dan langkah; mengurung diri dalam rumah menyadari dosa、 (Matsuura, 2005 : 497) perikemanusiaan, belas-kasihan, kebaikan hati Matsuura, 2005 : 723) 不 + 人情のないこと。人情にそむくこ と。 Tidak ada rasa perikemanusiaan. Mengingkari perikemanusiaan (Shinmura, 2004 : 2118) tidak simpatik; tak berperasaan (Matsuura, 2005 : 184) 謹慎をしないこと。不注意で、つ つしみのないこと。 Tidak menjaga mulut dan langkah. Tidak ada penjagaan dengan hati-hati (Shinmura, 2004 : 2084) 行いにつつしみがないこと tindakan yang tidak sopan Tomono (1991: 160) kekurang hati-hatian (Matsuura, 2005 : 177) Pertama-tama, penulis akan menganalisis tentang makna kata 不人情(funinjyou). Matsuura (2005 : 723) mengemukakan bahwa kata 人情(ninjyou) memiliki makna “perikemanusiaan, belas-kasihan, kebaikan hati”. Dalam KBBI (1995 : 629), kata “perkemanusiaan” memiliki makna “sifat-sifat yang layak bagi manusia, seperti tidak bengis, suka menolong, bertimbang rasa; keadaan manusia pada umumnya”. 40 Kata “belas-kasihan” (1995 : 110) memiliki makna “perasaan iba atau sedih melihat orang lain menderita; rasa kasih karena iba”. Matsuura (2005 : 184) mengatakan bahwa kata funinjyou memiliki makna “tidak simpatik; tak berperasaan”. Dalam KBBI (1995 : 942), kata “simpatik” memiliki makna “bersifat membangkitkan rasa simpati”, sedangkan kata “simpati” (1995 : 942) adalah “rasa kasih, rasa setuju, rasa suka; keikut-sertaan merasakan perasaan (susah, senang, dan sebagainya) orang lain”. Dengan demikian “tidak simpatik” yang dipaparkan oleh Matsuura memiliki makna “tidak membangkitkan rasa keikutsertaan merasakan perasaan orang lain”, atau dengan kata lain “tidak mempunyai rasa keikut-sertaan merasakan perasaan orang lain”. Apabila hanya melihat seklias makna funinjyou yang dikatakan oleh Matsuura tanpa melihat lebih dalam makna apa yang dimaksudkan olehnya, akan terasa kurang makna “ketiadaan” yang dimaksud oleh Ichikawa. Akan tetapi, jika melihat dari makna yang diungkapkan oleh Shinmura (2004 : 2118), jelas artinya bahwa funinjou memiliki makna “人情のないこと(tidak ada perikemanusiaan)”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada kanji Funinjyou, kanji Fu memiliki fungsi makna ~ga nai yang berarti “tidak ada”, dimana funinjyou sendiri sama artinya dengan ninjyou ga nai atau ninjyou no nai koto Pada contoh yang kedua, yaitu pada kata kata 不謹慎 (fukinshin), Matsuura (2005 : 177) mengatakan bahwa kata kinshin memiliki makna “menjaga mulut dan langkah; mengurung diri dalam rumah menyadari dosa”. Dalam KBBI (1995 : 393), kata “menjaga mulut” mempunyai makna “berbicara hati-hati agar tidak menyakiti hati orang lain”. Kata “menjaga langkah” (1995 : 393) mempunyai makna “menjaga diri”. 41 Matsuura (2005 : 177) mengatakan bahwa fukinshin memiliki makna “kekurang hati-hatian”. Dalam KBBI (1995 : 344) kata “hati-hati” memiliki makna “ingat-ingat, hemat-hemat, waspada” dan kata “kurang” (1995 : 544-545)memiliki makna “belum atau tidak cukup; sesuatu yang tidak ada (yang menyebabkan tidak lengkap, tidak genap, tidak cukup, tidak sempurna dan sebagainya)”. Maka makna “kekurang hatihatian” menurut Matsuura memiliki arti “tidak cukup hati-hati atau tidak ada sikap hati-hati Jika melihat dari makna fukinshin yang disebutkan oleh Matsuura dan Tomono, maka dapat disimpulkan bahwa fukinshin memiliki makna “tindakan yang tidak sopan, seperti tidak ada kehati-hatian dalam menjaga mulut dan langkah”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada kanji Fukinshin, kanji Fu memiliki fungsi makna ~ga nai yang berarti “tidak ada” dimana fukinshin sendiri sama artinya dengan tsutsushimi ga nai atau tsutsushimi no nai koto. 3.1.2.4 Analisis Kanji Fu yang mempunyai fungsi makna ~ga yokunai「~がよ くない」yang berarti “tidak baik” Salah satu makna kanji fu yang disebutkan oleh Ichikawa yaitu ~ga yokunai. Yokunai merupakan adjektiva yang terbentuk dari adjektiva yoi, yang merupakan kelompok adjektiva i-keiyoushi karena memiliki akhiran “i”, yang berubah ke dalam bentuk negatif “nai”. Hal ini juga diyakini oleh penulis dengan kehadiran partike “ga” didepannya karena salah satu kegunaan partikel “ga” adalah partikel “ga” diletakkan diantara nomina dan adjektiva (Kawashima, 1992 : 36). Menurut Matsuura (2005: 1179), kata yoi memiliki makna “baik” dan menurut KBBI (1995 : 78), kata “baik” memiliki makna “elok, patut, teratur, dan sebagainya”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kata yokunai memiliki makna “tidak baik” 42 Untuk membuktikan bahwa salah satu fungsi makna kanji Fu adalah ~ga yokunai, maka penulis akan memakai 2 buah contoh kata yang memakai kanji Fu sebagai huruf untuk menyangkal kata-kata yang bersangkutan dan yang mempunyai fungsi makna ~ga yokunai dari kamus Nelson (1994 : 37-42). Penulis akan memakai contoh kata futsugou (不都合) dan fukokoroe (不心得) untuk membantu dalam analisis dan berikut merupakan analisis makna contoh kata beserta makna kata tersebut setelah ditambahkan kanji Fu di depannya. 43 Tabel 3.1.2.4 Pembuktian Perubahan kanji Fu yang berarti ~ga yokunai 心得 都合 ぐあいのよいさま。また、ぐあい のよい場所。 Keadaan yang baik. Tempat dimana kondisinya baik ほかの事柄との関係。なりゆき。 ぐあい。 Hubungan dengan perkara lain. Perkembangan. kondisi (Shinmura, 2004 : 1608) 承知しておくこと。また、わきま えておくべき事柄。たしなみ。 Hal yang diketahui. Hal yang seharusnya dikenal. Pengetahuan. 事情を理解して処置すること。は からい。 Tindakan memahami keadaan. kebijaksanaan (Shinmura, 2004 : 853) keadaan; alasan (Matsuura, 2005 : 1109) pengetahuan, pengertian; peraturan (Matsuura, 2005 : 497) 不 + 都合がわるいこと。便利の悪いこ と。 Tidak menguntungkan. Hal yang sulit 手もと不如意であること。金銭に 乏しいこと。 Tidak beres (keadaan ekonomi). Uang tidak cukup (Shinmura, 2004 ; 2109) こころがけの悪いこと。 Sikap mental yang tidak baik (Shinmura, 2004 : 2093) menyeleweng (Matsuura, 2005 : 177) ketidak-beresan (Matsuura, 2005 : 195) Pertama-tama, penulis akan menganalisis tentang makna kata 不都合(futsugou). Matsuura (2005 : 1109) mengatakan bahwa kata 都 合 (tsugou) memiliki makna “keadaan; alasan” dan sebaliknya juga Matsuura (2005: 195) mengatakan bahwa kata futsugou memiliki makna “ketidak-beresan”. Dalam KBBI (1995: 122), kata “beres” mempunyai makna “teratur baik-baik; rapi; tidak kacau”. Maka makna 44 futsugou yang dimaksud oleh Matsuura mempunyai pengertian “sebuah keadaan yang tidak teratur baik-baik; tidak rapi; kacau”. Jika melihat makna futsugou yang dipaparkan oleh Shinmura, maka tidak akan ditemukan ~ga yokunai, tetapi akan ditemukan ~ga warui. Menurut Matsuura (2005 : 1158), kata warui mempunyai makna “buruk, jelek, salah, dan sebagainya”. Dalam KBBI (1995 : 159), kata “buruk” mempunyai makna “rusak, jahat, tidak elok, jelek”. Maka dapat disimpulkan bahwa ~ga warui mempunyai makna yang sama dengan ~ga yokunai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada kanji Futsugou, kanji Fu memiliki fungsi makna ~ga yokunai yang berarti “tidak baik”, dimana futsugou sendiri sama artinya dengan tsugou ga warui koto atau tsugou ga yokunai koto. Pada contoh yang kedua, yaitu pada kata kata 不心得 (fukokoroe), Matsuura (2005 : 497) mengatakan bahwa kata 心得(kokoroe) memiliki makna “pengetahuan, pengertian; peraturan”. Dalam KBBI (1995 : 991), kata “pengetahuan” memiliki makna “segala sesuatu yang diketahui; kepandaian”. Kata “pengertian” (1995 : 645)memiliki makna “gambaran atau pengertian tentang sesuatu di dalam pikiran; pemahaman”. Kata “peraturan” (1995 : 65)memiliki makna “tataan yang dibuat untuk mengatur”. Menurut Matsuura (2005 : 177), kata fukokoroe mempunyai makna “menyeleweng”. Dalam KBBI (1995 : 899), kata “menyeleweng” mempunyai pengertian “menyimpang dari jalan yang benar (dalam arti kiasan, seperti menyimpang dari tujuan atau maksud, tidak menurut perintah, menyalahi aturan, memberontak, berzinah)”. Apabila dilihat dari makna yang dipaparkan oleh Shinmura dan Matsuura, dapat dikatakan bahwa “menyeleweng” merupakan suatu sikap mental yang tidak baik dan merupakan pengikaran dari arti “peraturan” yang dipaparkan oleh KBBI dimana 45 disebutkan bahwa kata “peraturan” memiliki makna “tataan yang dibuat untuk mengatur”. Sebuah peraturan dibuat dengan suatu tujuan tertentu dan bilamana seseorang menyeleweng, maka ia menyimpang dari jalan tujuan peraturan tersebut. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa fukokoroe merupakan pengikaran dari kokoroe. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada kanji Fukokoroe, kanji Fu memiliki fungsi makna ~ga yokunai yang berarti “tidak baik” dimana fukokoroe sendiri sama artinya dengan kokorogake ga warui koto atau kokorogake ga yokunai koto. 3.1.2.5 Analisis Kanji Fu yang mempunyai fungsi makna ~ga dekinai「~ができ ない」yang berarti “tidak mampu” atau “belum selesai” Salah satu makna kanji fu yang disebutkan oleh Ichikawa yaitu ~ga dekinai. Dekinai merupakan verba yang terbentuk dari verba “dekiru”, yang merupakan kelompok verba kelompok 2 karena memiliki akhiran “-iru”, yang berubah ke dalam bentuk negatif “nai”. Shinmura (2004 : 1825) memaparkan banyak makna dari kata “dekiru”, tetapi sesuai dengan korpus data yang dapat oleh penulis, maka penulis hanya memakai 2 makna. Makna yang pertama menurut Shinmura (2004 : 1825), “それについての能力・ 才能がある”, yang dalam terjemahannya “mempunyai kemampuan atau kepandaian tentang hal itu”. Menurut Matsuura (2005: 1179), makna kata dekiru, yang sama dengan Shinmura, memiliki makna “mampu” dan menurut KBBI (1995 : 623), kata “mampu” memiliki makna “kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu; dapat”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa makna pertama kata dekinai memiliki makna “tidak mampu” 46 Makna yang kedua yang dipakai penulis, menurut Shinmura (2004 : 1825), “まと ま り が つ い て 仕 上 が る ”, yang dalam terjemahannya “sampai pada suatu kesimpulan yang telah selesai”. Menurut Matsuura (2005: 1179), makna kata dekiru, yang sama dengan Shinmura ini, memiliki makna “selesai” dan menurut KBBI (1995 : 898), kata “selesai” memiliki makna “sudah jadi (tentang sesuatu yang dibuat); habis dikerjakan”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa makna kedua kata dekinai memiliki makna “tidak selesai” Untuk membuktikan bahwa salah satu fungsi makna kanji Fu adalah ~ga dekinai yang berarti “tidak mampu” dan “tidak selesai”, maka penulis akan memakai 2 buah contoh kata, fusoku (不測) dan fukabun (不可分), yang masing-masing mewakili salah satu makna dekiru “tidak mampu” atau “tidak selesai”, yang memakai kanji Fu sebagai huruf untuk menyangkal kata-kata yang bersangkutan dan yang mempunyai fungsi makna ~ga dekinai dari kamus Nelson (1994 : 37-42). Berikut merupakan analisis makna contoh kanji beserta makna kanji tersebut setelah ditambahkan kanji Fu di depannya yang berarti “tidak mampu”, 47 Tabel 3.1.2.5a Pembuktian Perubahan kanji Fu yang berarti ~ga dekinai 可分 測る 考える。分別する。考慮する。 Berpikir. Mengklasifikasi. Mempertimbangkan (物事の内容・程度を推しはか る。 Isi segalanya. Menduga-duga tingkatan. 予測する meramalkan; menduga (Shinmura, 2004 : 1915) 分割可能であること。 Kemungkinan pembagian (Shinmura, 2004 : 546) dapat dibagi, dapat dipisahkan (Nelson, 2006 : 42) menilai, mengukur (Matsuura, 2005 : 242) 不 + はかりがたいこと。予測できない こと。おもいがけないこと。 Tak terkira. Tidak bisa diramalkan. Tak terduga (Shinmura, 2004 : 2103) 前もって知ることができないこ と。 Tidak dapat mengetahui lebih dahulu. Tomono (1991: 160) Tak terduga (Matsuura, 2005 : 195) 密接な関係を持っていて、分ける ことができないこと。 Ada hubungan yang erat, tidak dapat dipisahkan (Shinmura, 2004 : 2311) Tak terpisahkan (Matsuura, 2005 : 175) hal tidak dapat dibagi (Nelson, 2006 : 37) Pertama-tama, penulis akan menganalisis kata 不測(fusoku). Menurut Shinmura (2004 : 1915), kata 測る(hakaru) memiliki makna bahwa hakaru adalah sebuah kegiatan berpikir, menduga-duga, dan meramalkan. Dalam KBBI (1995 : 245), kata “menduga” mempunyai makna “menyangka, memperkirakan (akan terjadi sesuatu)” 48 dan kata “meramalkan” (1995 : 813) mempunyai makna “melihat (menduga) keadaan (hal) yang akan terjadi”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hakaru memiliki makna “kegiatan atau kemampuan untuk melihat atau menduga hal yang akan terjadi di masa yang akan datang”. Matsuura (2005: 195) mengatakan bahwa kata fusoku memiliki makna “tidak terduga”. Dalam KBBI (1995 : 245), kata “terduga” mempunyai makna “dapat diduga (sebelumnya)”. Maka makna fusoku yang dimaksud oleh Matsuura mempunyai pengertian “sebuah keadaan dimana tidak dapat diduga sebelumnya”. Dengan melihat makna dari fusoku yang dipaparkan oleh Shinmura (2004 : 2103), akan jelas sekali kelihatan bahwa pada kanji Fusoku, kanji Fu memiliki fungsi makna ~ga dekinai dimana fusoku sendiri sama artinya dengan hakaru koto ga dekinai atau yosoku dekinai. Seperti yang terdapat dalam KBBI bahwa kata “meramalkan” adalah sebuah kemampuan untuk melihat hal yang akan terjadi atau belum terjadi, maka dapat disimpulkan bahwa kanji Fu pada kata Fusoku memiliki fungsi makna ~ga dekinai yang berarti “tidak mampu”. Pada kata yang kedua, yaitu kata 不可分(fukabun), menurut Shinmura (2004 : 546) kata 可分(kabun) memiliki makna sebuah pembagian atau pemisahan yang memungkinkan. Sedangkan kata fukabun, menurut Shinmura (2004 :2311) memiliki makna suatu hubungan yang erat dimana hubungan tersebut tidak dapat dipisahkan. Dengan melihat makna dari fukabun yang dipaparkan oleh Shinmura, akan jelas sekali kelihatan bahwa kanji Fu pada kanji Fukabun memiliki fungsi makna ~ga dekinai dimana fukabun sendiri sama artinya dengan wakeru koto ga dekinai. Seperti yang dikatakan oleh Nelson (1994 : 37) bahwa kata fukabun memiliki makna “tidak dapat dibagi”, maka dapat disimpulkan bahwa kanji Fu pada kata Fukabun memiliki fungsi makna ~ga dekinai yang berarti “tidak mampu”. 49 Untuk fungsi makna ~ga dekinai yang kedua, penulis akan memakai contoh kata fubi ( 不 備 ) dan fuyoui ( 不 用 意 ) untuk membantu analisis dan berikut merupakan analisis makna contoh kanji beserta makna kanji tersebut setelah ditambahkan kanji Fu di depannya yang berarti “belum selesai”, Tabel 3.1.2.5b Pembuktian Perubahan kanji Fu yang berarti ~ga dekinai 用意 備わる 物が足らないところなくそろい整 う。 Keadaan dimana tidak kekurangan (barang) dan tersedia semuanya (Shinmura, 2004 : 1574) 準備。したく。 persiapan. (Shinmura, 2004 : 2736) persiapan (Matsuura, 2005 : 1179) Memiliki, mempunyai (Matsuura, 2005 : 989) 不 + そなわらないこと。十分にととの わないこと。 Hal tidak menyiapkan. Hal tidak menyiapkan dengan cukup (Shinmura, 2004 : 2354) 十分に準備や用意ができていない こと。 Belum selesai menyiapkan dengan cukup Tomono (1991: 160) ことさら用意のしていないさま。 Keadaan dimana tidak melakukan persiapan dengan sengaja. (Shinmura, 2004 : 2360) 用意ができていないこと。 Persiapan yang belum selesai (Kai, 2010 : 67) Kurangnya persiapan (Matsuura, 2005 : 196) ketidak-lengkapan (Matsuura, 2005 : 171) Pertama-tama penulis akan meneliti kata 不備(fubi). Menurut Shinmura (2004 : 2354) kata 備わる (sonawaru) memiliki makna bahwa sonawaru adalah sebuah kegiatan menyiapkan suatu hal sampai cukup. Dalam KBBI (1995 : 934-935), kata 50 “menyiapkan” mempunyai makna “menyediakan; mengatur (membereskan) segala sesuatu; mengerjakan hingga selesai”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sonawaru memiliki makna “sesuatu hal yang dilakukan hingga selesai sesuai dengan target yang ingin dicapai”. Matsuura (2005: 171) mengatakan bahwa kata fubi memiliki makna ““ketidaklengkapan’. Dalam KBBI (1995 : 583), kata “lengkap” memiliki makna “tidak ada kurangnya; sedia segala-galanya”. Ditambah dengan kata “tidak” didepannya, maka “ketidak-lengkapan” memiliki makna “ada kurangnya; tidak sedia segala-galanya”. Dengan melihat makna dari fubi yang dipaparkan oleh Shinmura, akan jelas sekali kelihatan bahwa pada kanji Fubi, kanji Fu memiliki fungsi makna ~ga dekinai dimana fubi sendiri sama artinya dengan sonawaru koto ga dekiteinai koto atau jyunbi ga dekiteinai koto. Seperti yang dikatakan oleh Matsuura (2005 : 171) bahwa kata “ketidak-lengkapan” adalah sebuah hasil dari pekerjaan yang belum selesai disiapkan, maka dapat disimpulkan bahwa kanji Fu pada kata Fubi memiliki fungsi makna ~ga dekinai yang berarti “belum selesai”. Pada kata yang kedua, yaitu kata 不用意 (fuyoui), menurut Matsuura (2005 : 1179) kata youi (用意) memiliki makna “persiapan” dimana dalam KBBI (1995 : 934-935), kata “persiapan” memiliki makna “perbuatan bersiap-siap atau mempersiapkan” dan sudah diketahui sebelumnya bahwa kata “menyiapkan” memiliki makna “menyediakan; mengatur (membereskan) segala sesuatu; mengerjakan hingga selesai”. Sedangkan kata fuyoui, menurut Matsuura (2005 : 196) memiliki makna “kurangnya persiapan”. Dalam KBBI (1995 : 544), kata “kurang” memiliki makna “belum atau tidak sama dengan yang seharusnya”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna fuyoui menurut Matsuura 51 memiliki makna “segala sesuatunya belum dikerjakan hingga selesai sesuai dengan yang seharusnya”. Dengan melihat makna dari fuyoui yang dipaparkan oleh Shougaku, akan jelas sekali kelihatan bahwa kanji Fu pada kanji Fuyoui memiliki fungsi makna ~ga dekinai dimana fuyoui sendiri sama artinya dengan youi ga dekiteinai dan sesuai dengan makna fuyoui yang dipaparkan oleh Matsuura (2005 : 196) yang telah dibahas sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa kanji Fu pada kata Fuyoui memiliki fungsi makna ~ga dekinai yang berarti “belum selesai”. 3.2 Analisis kanji Mu 「無」 Berdasarkan teori yang disebut oleh Henshall, dilihat dari pembentukkan kanjinya, kanji Mu termasuk dalam golongan shoukei moji dimana kanji yang dibentuk berasal dari gambar atau bentuk suatu benda. Seperti yang telah dikatakan oleh Todo (1990 : 563), kanji ini terbentuk dari sebuah gambar dimana seseorang sedang menari sambil memegang hiasan di kedua tangannya. Konon, di zaman dahulu, pada saat rakyat berdoa kepada dewa untuk meminta suatu hal yang mereka tidak punya dan mereka inginkan, mereka akan menari sebagai suatu permohonan kepada dewa mereka. Menurut Todo, dari asal usul cerita itulah maka terlahir kanji Mu yang memiliki makna nai (ketiadaan). Selain Todo, ada banyak teori yang berbeda yang menceritakan asal usul pembentukkan kanji ini. Jika dilihat sesuai dengan apa yang dikatakan Takebe (1993 : 8), seperti contoh kanji Ko 「 子 」 yang dicontohkan olehnya, pada huruf kanji Mu yang dipaparkan oleh Nishino (2004 : 36), bagian atas adalah sebuah tumpukan padi yang diikat menjadi satu dan bagian bawah api, maka apabila tumpukan itu masuk ke dalam api, maka tumpukan padi itu akan habis terbakar sampai tidak ada yang tersisa. 52 Gambar 3.2 Pembentukkan kanji MU Sumber : Todo (1990 : 563) Berikut merupakan makna dari kanji Mu menurut beberapa ahli: Tabel 3.2a Makna Kanji Mu 字 無 接頭 …がない。 Tidak ada. Ichikawa (2004 : 1233) …がない。 Tidak ada. Ichikawa (2004 : 1233) ないがしろにする。か ろんじる。 menyia-nyiakan. memandang enteng. (Yamada, 2004 : 635) …しない。 Tidak. Ichikawa (2004 : 1233) Ichikawa (2004 : 1398) membagi makna huruf Mu kedalam dua jenis makna, yaitu makna huruf Fu sebagai ji (huruf) dan makna huruf Mu sebagai settou (awalan). Penulis akan menganalis penggunaan kanji Mu yang akan dibagi menjadi beberapa sub bab sesuai dengan fungsi makna kanji Mu yang tertera diatas. 3.2.1 Analisis Makna Kanji Mu sebagai ji (huruf) Sama seperti teori yang dipaparkan oleh Toudou (1990 : 329) dimana sesuai dengan filosofi pembentukkan kanjinya, kanji Mu memiliki arti ~ga nai, Ichikawa 53 (2004 : 1398) juga mempunyai teori yang sama bahwa makna huruf kanji Mu adalah ~ga nai. Yamada (2004 : 635) juga mempunyai teori yang sama dan mempunyai sebuah makna lagi. Selain Yamada mengemukakan bahwa huruf kanji Mu memiliki makna ~ga nai, kanji Mu juga memiliki makna naigashiro (menyianyiakan) atau karonjiru (memandang enteng). 3.2.1.1 Analisis Makna Huruf Kanji Mu “~ga nai“「~がない」yang berarti “tidak ada” Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya bahwa kanji Mu memiliki makna “tidak ada” berdasarkan filosofi pembentukkan huruf kanjinya, karena itu dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kata yang apabila ditambahkan kanji Mu didepannya, maka akan memiliki makna “ketiadaan“. Karena itu, dapat disimpulkan juga bahwa kata yang dapat dipasangkan dengan kanji Mu yang memiliki makna ~ga nai adalah nomina. Sebelum menganalisis lebih jauh makna kata yang telah ditambahkan kanji Mu, penulis akan memaparkan kembali tentang makna ~ga nai. Dalam bahasa Jepang, untuk menyatakan suatu hal itu hadir atau ada, menggunakan kata “aru”. Menurut Matsuura (2005 : 31), kata “aru” mempunyai makna “ada, tersedia”. Dilihat dari kata aru yang mempunyai akhiran bukan -iru dan –eru dimana sama dengan ciri-ciri kelompok pertama. Akan tetapi, dalam pembentukan ke bentuk negatif “nai”, kata “aru” tidak sama seperti verba kelompok 1 lainnya dimana kata “u” dibelakang diubah menjadi “a” kemudian ditambah –nai. Kata aru bila diubah kedalam bentuk negatif “nai”, tidak menjadi “aranai”, tetapi menjadi “nai” (Hiroo, 2001 : 41). Matsuura juga sependapat bahwa kata “nai” mempunyai makna “tidak ada; tiada; tanpa”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ~ga nai yang dimaksudkan Yamada disini adalah ketiadaan. 54 Untuk membuktikan bahwa salah satu fungsi makna kanji Mu adalah ~ga nai, maka penulis akan memakai 2 buah contoh kata yang memakai kanji Mu sebagai huruf untuk menyangkal kata-kata yang bersangkutan dan yang mempunyai fungsi makna ~ga nai dari kamus Nelson (1994 : 579-584). Penulis akan memakai contoh kata mugaku (無学) dan muryoku (無力) untuk membantu dalam menganalisis, serta berikut merupakan analisis makna contoh kata beserta makna kata tersebut setelah ditambahkan kanji Mu di depannya yang berarti “tidak ada”, 55 Tabel 3.2.1.1 Pembuktian Perubahan kanji Mu yang berarti ~ga nai 力 学 まなぶこと。 Hal tentang mempelajari. まなび得たもの。体系化された知 識。 Seseorang yang memperoleh pelajaran. Pengetahuan yang disistematiskan. 教育施設。 Sarana pengajaran (Shinmura, 2004 : 469) 自らの体や他の物を動かし得る、 筋肉の動き。 Menggerakan tubuh sendiri atau benda lain, pergerakkan otot 気力。精神力。根気。精根。 Semangat. Kekuatan jiwa. Daya tahan jiwa. Energi. 能力。力量。実力。 Kemampuan. Kebolehan, kecakapan. ほねおり。労力。努力。 Jerih payah. Tenaga. Daya tenaga. (Shinmura, 2004 : 1705) ilmu; pelajaran (Matsuura, 2005 : 203) kekuatan; tenaga (Matsuura, 2005 : 104) 無 + 学問・知識のないこと。 Hal tentang tidak ada ilmu/ pengetahuan 学問がなく、文字を読めない こと。 Hal tentang tidak ada ilmu dan tidak dapat membaca huruf (Shinmura, 2004 : 2589) kebodohan; kebuta-hurufan (Nelson, 2006 : 580) 力のないこと。努力のないこと。 Hal tentang tidak ada kekuatan. Hal tentang tidak ada usaha. 貧しくなること。貧乏。 Hal tentang menjadi miskin. Kemiskinan (Shinmura, 2004 : 2609) 体力・能力・財力・権力などがな いこと。 Hal tentang tidak ada kemampuan fisik, usaha, kemampuan finansial, kekuasaan, dan yang lainnya. (Kai, 2010 : 570) ketidak-berdayaan; tidak punya gaya (Matsuura, 2005 : 675) 56 Pertama-tama, penulis akan menganalisis tentang makna kata mugaku (無学). Matsuura (2005 : 203) mengemukakan bahwa kata gaku (学) memiliki makna “ilmu; pelajaran”. Dalam KBBI (1995 : 371), kata “ilmu” memiliki makna “pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu” dan kata “pelajaran” (1995 : 15) memiliki makna “suatu hal yang dipelajari atau diajarkan”. Dengan demikian, dalam arti yang lebih sempit, makna gaku menurut Matsuura adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dipelajari atau diajarkan. Nelson (2006 : 580) mengatakan bahwa kata mugaku memiliki makna “kebodohan; kebuta-hurufan”. Dalam KBBI (1995 : 140), kata “bodoh” memiliki makna “tidak memiliki pengetahuan (pendidikan, pengalaman)”, sedangkan kata “buta huruf” (1995 : 161) memiliki makna “tidak dapat membaca dan menulis”. Dalam arti yang lebih sempit, makna mugaku menurut Nelson adalah seseorang yang tidak dapat membaca dan menulis karena memiliki pengetahuan akan itu, maka dapat dikatakan sebagai seorang yang buta huruf dan bodoh. Dengan melihat makna mugaku yang dipaparkan oleh Shinmura dimana mugaku memiliki makna “gakumon / chishiki no nai koto”, maka dapat disimpulkan bahwa pada kanji Mu pada kata Mugaku memiliki fungsi makna ~ga nai yang berarti “tidak ada”, dimana mugaku sendiri sama artinya dengan gakumon no nai koto. Pada kata yang kedua, yaitu kata 無 力 (muryoku), Matsuura (2005 : 675) mengemukakan bahwa kata 力(chikara) memiliki makna “kekuatan; tenaga”. Dalam KBBI (1995 : 534), kata “kuat” memiliki makna “banyak tenaganya (gayanya, dayanya); mempunyai keunggulan dalam suatu pengetahuan” dan kata “tenaga” 57 (1995 : 1035) memiliki makna “daya yang dapat menggerakkan sesuatu; kegiatan bekerja (berusaha, dan sebagainya)”. Matsuura (2005 : 675) mengatakan bahwa kata muryoku memiliki makna “ketidak-berdayaan; tidak punya gaya”. Dalam KBBI (1995 : 214), kata “daya” memiliki makna “kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak”, dan kata “gaya” (1995 : 297)memiliki makna “kesanggupan untuk berbuat dan sebagainya; kekuatan”, maka dalam arti yang lebih sempit, makna muryoku menurut Matsuura adalah suatu ketidak-mampuan untuk melakukan sesuatu atau bertindak dan ketidak-adanya kesanggupan untuk berbuat. Hal yang menarik disini adalah salah satu makna furyoku yang dipaparkan oleh Shinmura dimana Shinmura mengkaitkan hal tentang ketiadaan kekuatan dengan kemiskinan. Menurut Shinmura (2004 : 2508), kata mazushii (miskin) memiliki makna “金銭・物資などが乏しい (uang atau barang yang sangat sedikit)”. Apabila hal tentang kemiskinan ini dikaitkan dengan makna muryoku yang dipaparkan oleh Kai (2010 : 570), “財力が な い こ と (tidak ada kemampuan finansial)”, maka akan terlihat hubungannya dimana makna chikara tidak hanya terbatas pada kekuatan yang dihasilkan dari dalam tubuh, tetapi kekuatan yang lain juga, termasuk kekuatan finansial. Maka dapat dipahami bahwa makna muryoku “kemiskinan” menurut Shinmura adalah hal dimana seseorang yang tidak mempunyai kemampuan finansial dimana hanya mempunnyai uang atau barang yang sangat sedikit, dapat dikatakan sebagai kemiskinan. Dengan melihat makna muryoku yang dipaparkan oleh Shinmura dimana muryoku memiliki makna chikara no nai koto, maka dapat disimpulkan bahwa pada kanji Mu pada kata Muryoku memiliki fungsi makna ~ga nai yang berarti “tidak ada, dimana muryoku sendiri sama artinya dengan chikara no nai koto. 58 3.2.1.2 Analisis Makna Huruf Kanji Mu “naigashiro” 「蔑ろ」, “karonjiru” 「軽んじる」yang berarti “mengabaikan” Salah satu makna yang terkandung dalam kanji Mu menurut Yamada (2004 : 635) yaitu naigashiro atau karonjiru. Menurut Shinmura (2004 : 1963), kata naigashiro memiliki makna “他人や事物を、あっても無いかのように侮り軽ん ずるさま (keadaan yang mengabaikan dan meremehkan orang lain atau suatu hal, sama seperti halnya mereka ada atau tidak)” dan menurut Shinmura (2004 : 581), kata karonjiru memiliki makna “軽いものと見る。大切に思わない。見上げる。 あなどる。(Menanggap enteng. Tidak menganggap penting. Memandang rendah. Menghina)”. Menurut Matsuura (2005 : 686, 442), kata naigashiro dan karonjiru memiliki makna yang sama, yaitu “mengabaikan”. Dalam KBBI (1995 : 3), kata “mengabaikan” memiliki makna “tidak mengindahkan (perintah, nasihat); tidak memegang teguh (adat istiadat, aturan, janji)”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna kedua kanji Mu yang dipaparkan oleh Yamada ini memiliki makna “mengabaikan suatu hal”. Untuk membuktikan bahwa salah satu fungsi makna kanji Mu adalah ~ga nai, maka penulis akan memakai contoh kata, muhou (無法) dan burei (無礼), yang memakai kanji Mu sebagai huruf untuk menyangkal kata-kata yang bersangkutan dan yang mempunyai fungsi makna ~ga nai dari kamus Nelson (1994 : 579-584). Berikut merupakan analisis makna contoh kata beserta makna kata tersebut setelah ditambahkan kanji Mu di depannya yang berarti “tidak ada”, 59 Tabel 3.2.1.2 Pembuktian Perubahan Kanji Mu yang bermakna naigashiro 礼 法 物事の普遍的なあり方。物事をす る仕方。 Cara yang seharusnya dimana segalanya mutlak. Cara melakukan segalanya. 社会秩序維持のための規範で、一 般に国家権力による強制を伴うも の。 Norma untuk pemeliharaan tata tertib di masyarakat yang menyertai paksaan wewenang negara yang umum. (Shinmura, 2004 : 2423) 社会の秩序を保つための生活規範 の総称。 Norma kehidupan yang umum untuk memelihara ketertiban masyarakat. 規範・作法にのっとっているこ と。 Norma , mengikuti tata krama 敬意を表すこと。 Menunjukkan rasa hormat (Shinmura, 2004 : 2826) kesusilaan, kesopanan (Matsuura, 2005 : 797) hukum; undang-undang (Matsuura, 2005 : 297) +無 法にはずれ道理のないこと。乱暴なこ と。 Hal tentang menyimpang dari hukum, tidak ada kebenaran. Hal tentang kekerasan. (Shinmura, 2004 : 2605) 礼儀をわきまえないこと。失 礼。ぶしつけ。 Tidak tahu sopan santun. Kurang ajar. Lancang (Shinmura, 2004 ; 2609) きまりにしたがわず、らんぼうなこ と。 Hal tentang kekerasan tanpa menurut pada hukum 法律が守られないこと。 Tidak menaati hukum/ undang-undang (Tomono, 1991 : 546) 礼儀にはずれていること。 Menyimpang dari tata krama (Kai, 2010 : 567) kurang ajar, kurang sopan (Matsuura, 2005 : 91) keliaran, perlawanan hukum (Matsuura, 2005 : 669) Pertama-tama, penulis akan menganalisis tentang makna kata 無 法 (muhou). Matsuura (2005 : 297) mengemukakan bahwa kata 法 (hou) memiliki makna 60 “hukum; undang-undang”. Dalam KBBI (1995 : 359), kata “hukum” memiliki makna “peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; undang-undang atau peraturan untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat”. Dengan kata lain, hukum dibuat dengan maksud untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat dan diharapkan setiap pribadi dalam masyarakat tersebut menaatinya agar tercipta pergaulan masyarakat yang harmonis. Matsuura (2005 : 669) mengatakan bahwa kata muhou memiliki makna “keliaran; perlawanan hukum”. Dalam KBBI (1995 : 590), kata “liar” memiliki makna “tidak teratur; tidak menurut aturan (hukum)”. Dengan kata lain, jika seseorang memiliki rasa keliaran, maka ia adalah seseorang yang mengabaikan atau tidak mengindahkan atau tidak menaati aturan yang sudah dibuat dengan tujuan baik. Melihat makna muhou yang dipaparkan oleh shinmura dimana muhou memiliki makna “houritsu ga mamorarenai koto”, maka dapat disimpulkan bahwa kanji Mu pada kata Muhou memiliki fungsi makna naigashiro atau karonjiru yang berarti “mengabaikan”, dimana muhou sendiri sama artinya dengan hou ni hazureteiru koto.. Pada contoh yang kedua, yaitu pada kata 無礼(burei). Matsuura (2005 : 797) mengemukakan bahwa kata 礼(rei) memiliki makna “kesusilaan, kesopanan”. Dalam KBBI (1995 : 980), kata “kesusilaan” memiliki makna “norma yang baik; kelakuan yang baik; tata krama yang luhur”. Sedangkan kata “sopan” (1995 : 954) memiliki makna “beradab (tentang tingkah laku, tutur kata, pakaian dan sebagainya); tahu adat; baik budi bahasanya; baik kelakuannya”. Kesusilaan merupakan salah satu hukum tak tertulis yang ada di masyarakat agar tercipta kehidupan pergaulan masyarakat yang harmonis. Matsuura (2005 : 91) mengatakan bahwa kata burei memiliki makna “kurang ajar, kurang sopan”. Dalam KBBI (1995 : 545), kata “kurang ajar” memiliki makna “tidak 61 sopan; tidak tahu sopan santun”. Dengan kata lain, jika seseorang memiliki sikap kurang ajar, maka ia adalah seseorang yang mengabaikan atau tidak mengindahkan atau tidak menaati norma yang baik atau tata krama. Dengan melihat makna burei yang dipaparkan oleh shinmura dimana muhou memiliki makna “reigi wo wakemaenai koto”, maka dapat disimpulkan bahwa kanji Mu pada kata Burei memiliki fungsi makna naigashiro atau karonjiru yang berarti “mengabaikan”, dimana burei sendiri sama artinya dengan rei ni hazureteiru koto. 3.2.2 Analisis Makna Kanji Fu sebagai settou (awalan) Menurut Ichikawa, selain kanji Mu memiliki makna tersendiri sebagai sebuah huruf, kanji Mu juga dapat digunakan sebagai awalan yang menurut Ichikawa dibagi kedalam 2 macam fungsi dan akan dijelaskan satu persatu oleh penulis. 3.2.2.1 Analisis Kanji Mu yang mempunyai fungsi makna ~ga nai「…がない」 yang berarti “tidak ada” Menurut Ichikawa, sebagai awalan kanji Mu mempunyai fungsi makna ~ga nai. Hal ini serupa dengan teorinya yang lain dimana Ichikawa juga mengemukakan bahwa kanji Mu sebagai huruf juga memiliki makna yang sama. Karena itu, penulis tidak akan mengulang kembali penjelasan tentang fungsi makna ~ga nai yang berarti “ketiadaan“ dan akan langsung dijelaskan menggunakan contoh kata mushikaku (無 資格) dan muimi (無意味) dari kamus Nelson (1994 : 579-584). 62 Tabel 3.2.2.1 Pembuktian Perubahan kanji Mu yang berarti ~ga nai 資格 意味 身分や地位。立場。また、そのた めに必要とされる条件。 Kedudukan atau posisi. Tempat. Kondisi yang sangat dibutuhkan demi meraih hal tersebut. (Shinmura, 2004 : 1142) 記号・表現によって表され理解さ れる内容またはメッセージ。 Pesan dari sebuah lambang atau isi yang dipahami yang ditunjukkan menurut ungkapannya. (Shinmura, 2004 : 188) syarat; kualifikasi; kompetensi (Matsuura, 2005 : 909) arti, makna (Matsuura, 2005 : 334) +無 資格のないこと。 Hal tentang tidak ada syarat. (Shinmura, 2004 : 2595) 意味のないこと。 Hal yang tidak bermakna. (Shinmura, 2004 : 2587) tidak berwenang (Matsuura, 2005 : 677) tidak berarti (Matsuura, 2005 : 669) Sebelum ditambah dengan kanji Mu didepannya, kata mushikaku berawal dari kata shikaku dimana menurut Matsuura (2005 : 909) memiliki makna “kualifikasi“. Dalam KBBI (1995 : 533), kata “kualifikasi“ memiliki makna “keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu (menduduki jabatan dan sebagainya)“. Setelah ditambah dengan kanji Mu didepannya, kata shikaku menjadi mushikaku. Menurut Matsuura (2005 : 677), kata mushikaku memiliki makna “tidak berwenang“ dan menurut KBBI (1995 : 1128), kata “tidak berwenang“ memiliki makna “tidak mempunyai hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu“. Dengan kata lain, orang yang tidak mempunyai kualifikasi adalah orang yang tidak 63 berwenang. Menurut Shinmura, makna kanji Mu pada kata mushikaku memiliki fungsi makna ~ga nai dimana makna mushikaku adalah shikaku no nai koto. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kanji Mu pada kata mushikaku memiliki fungsi makna ~ga nai yang berarti “tidak ada“. Pada kata muimi, sebelum ditambah dengan kanji Mu didepannya, kata muimi berawal dari kata imi dimana menurut Matsuura (2005 : 334) memiliki makna “arti“. Setelah kata imi ditambah dengan kanji Mu didepannya, berubah menjadi muimi dan memiliki makna “tidak berarti“. Hal ini juga diyakinkan oleh Shinmura (2004 : 2587) bahwa kanji mu pada kata muimi memiliki fungsi makna ~ga nai dimana kata muimi memiliki makna imi no nai koto. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kanji Mu pada kata muimi memiliki fungsi makna ~ga nai yang berarti “tidak ada“. 3.2.2.2 Analisis Kanji Mu yang mempunyai fungsi makna ~shinai「~しない」 yang berarti “tidak” Menurut Ichikawa, fungsi makna yang kedua dari kanji Mu adalah makna ~shinai. Seperti yang sudah dijelaskan oleh penulis sebelumnya bahwa ~shinai terbentuk dari verba bentuk ketiga suru yang berubah kedalam bentuk negatif nai. Jika sebelumnya telah dibahas bahwa Ichikawa tidak bermaksud bahwa kanji yang memiliki makna ~shinai hanya untuk kelompok verba ketiga saja, dalam konteks ini, makna ~shinai pada kanji Mu, hanya dipakai untuk kelompok verba kelompok ketiga saja. Hal ini diyakinkan oleh penulis karena penulis tidak menemukan verba kelompok pertama dan kedua yang dipasangkan dengan kanji Mu untuk menambahkan makna pertentangan di dalam korpus data yang dipakai penulis. Hal ini juga diyakinkan penulis karena dilihat dari makna yang dipaparkan oleh Ichikawa bahwa kanji Mu memiliki makna ~ga nai yang berarti ketiadaan, maka dapat disimpulkan bahwa 64 kata-kata yang dapat dipasangkan oleh kanji Mu adalah nomina dan dalam bahasa Jepang, nomina dapat menjadi verba dengan ditambahkan suru dibelakangnya (Ondang, 2007 : 40). Untuk membuktikan bahwa salah satu fungsi makna kanji Mu adalah ~shinai, maka penulis akan memakai contoh kata, muteikou (無抵抗) dan muishiki (無意識), yang memakai kanji Mu sebagai huruf untuk menyangkal kata-kata yang bersangkutan dan yang mempunyai fungsi makna ~shinai dari kamus Nelson (1994 : 579-584). Berikut merupakan analisis makna contoh kanji beserta makna kanji tersebut setelah ditambahkan kanji Mu di depannya yang berarti “tidak”: 65 Tabel 3.2.2.2 Pembuktian Perubahan Kanji Mu yang berarti ~shinai 抵抗 意識 外からの力に対し、張り合いさか らうこと。反抗。てむかい。 Hal tentang menghadapi kekuatan dari luar, melawan dan bersaing. Permusuhan. Perlawanan. (Shinmura, 2004 : 1814) 今していることが自分で分かって いる状態。知識・感情・意志など あらゆる動きを含み、それらの根 底にあるもの。 Kondisi dimana seseorang mengerti apa yang sedang dilakukan oleh dirinya sendiri saat ini. Termasuk semua gerak gerik seperti pengetahuan, perasaan, kemauan, dan yang ada di dasar. (Shinmura, 2004 : 180) perlawanan; resistensi (Matsuura, 2005 : 1059) kesadaran; keinsafan (Matsuura, 2005 : 343) +無 てむかいしないこと。 Hal tentang tidak melakukan perlawanan. (Shinmura, 2004 : 2602) tidak melawan (Matsuura, 2005 : 678) 意識を失っていること。 Kehilangan kesadaran. 自分でそれと気がつかないこと。 Hal tentang lalai dengan diri sendiri (Tomono, 1991: 260) tidak sadar (Matsuura, 2005 : 669) Pertama-tama penulis akan meneliti kata yang pertama, yaitu muteikou. Sebelum ditambah dengan kanji mu, kata teikou merupakan awal kata dari muteikou. Matsuura (2005 : 1059) dan Shinmura (2004 : 1814) mengungkapkan hal yang sama, yaitu kata teikou memiliki makna “perlawanan”. Sesudah ditambah kanji Mu didepannya, kata teikou berubah menjadi muteikou dan menurut Shinmura (2004 : 2602), kata muteikou memiliki makna temuki shinai koto. Dengan demikian dapat disimpulkan 66 bahwa makna kanji Mu pada kata muteiko adalah ~shinai; dan dengan pernyataan dari Matsuura bahwa kata muteikou memiliki makna “tidak melawan”, maka dapat disimpulkan bahwa kanji Mu pada kata muteiko memiliki makna ~shinai yang berarti “tidak". Dilihat dari kata teikou yang kedalam bentuk verba menjadi teikou suru, maka dapat disimpulkan bahwa kanji Mu yang mengandung fungsi makna ~shinai dapat dipakai untuk verba kelompok 3. Pada kata yang kedua, kata muishiki, sebelum ditambahkan dengan kata kanji Mu didepannya, kata muishiki memiliki kata awal yaitu kata ishiki. Matsuura (2005 : 343) dan Shinmura (2004 : 180) sepakat bahwa kata ishiki memiliki makna “kesadaran”. Setelah kata ishiki ditambahkan dengan kanji Mu didepannya dan menjadi kata muishiki, menurut Shinmura (2004 : 2575) kata muishiki memiliki makna “ 気 が つ か な い ” dan menurut Matsuura (2005 : 479) makna tersebut memiliki makna “lalai”. Dalam KBBI (1995 : 555), kata “lalai” memiliki makna “tidak ingat karena asyik melakukan sesuatu; terlupa”. Dalam bahasa Indonesia, untuk menyatakan seseorang melakukan kegiatan yang tidak disengaja atau tidak sadar, akan menggunakan awalan ter- (Arifin, 2007 : 56). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kata “lalai” termasuk suatu hal yang terjadi secara tidak sadar. Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa makna kanji Mu pada kata muishiki adalah fungsi makna ~shinai dan sesuai dengan makna muishiki dari Matsuura, yaitu “tidak sadar”, maka dapat disimpulkan bahwa kanji Mu pada kata muishiki memiliki makna ~shinai yang berarti “tidak”. Dilihat dari kata ishiki yang adalah nomina dan jika diubah ke dalam bentuk verba menjadi ishiki suru, maka dapat disimpulkan bahwa kanji Mu yang mengandung fungsi makna ~shinai dapat dipakai untuk verba kelompok 3. 67 3.3 Analisis kanji Hi「非」 Berdasarkan teori yang disebut oleh Henshall, dilihat dari pembentukkan kanjinya, kanji Mu termasuk dalam golongan shoukei moji dimana kanji yang dibentuk berasal dari gambar atau bentuk suatu benda. Seperti yang telah dikatakan oleh Todo (1990 : 563), kanji ini terbentuk dari sebuah gambar dimana seekor burung merentangkan kedua sayapnya ke arah yang saling bertentangan, kiri dan kanan. Dari penggambaran tentang pembentukkan kanji Hi inilah lahir pernyataan bahwa kanji Hi memiliki makna pertentangan. Jika dilihat sesuai dengan apa yang dikatakan Takebe (1993 : 8), seperti contoh kanji Ko「子」yang dicontohkan olehnya, pada huruf kanji Hi yang dipaparkan oleh Nishino (2004 : 216), guratan bagian kiri digambarkan sebagai sayap burung yang terbentang ke arah kiri dan guratan bagian kanan digambarkan sebagai sayap burung yang terbentang ke arah kanan. Gambar 3.3 Pembentukkan Kanji 非 Sumber : Todo (1990 : 234) Makna dari kanji Hi menurut Ichikawa (2004: 1040) tertera di halaman berikutnya, 68 Tabel 3.3 Makna Huruf Kanji Hi 字 非 よくない terjemahan: hal yang tidak baik そむく terjemahan : mengingkari, mengkhianati そしる terjemahan: mencela, mengecam うまくいかない terjemahan : tidak berjalan dengan baik …でない terjemahan : tidak /bukan 接頭 ~しない terjemahan: tidak (melakukan sesuatu) ~でない terjemahan : tidak (adjektiva) Ichikawa (2004 : 1084) membagi makna huruf Hi kedalam dua jenis makna juga sama seperti kanji-kanji sebelumnya, yaitu makna huruf Hi sebagai ji (huruf) dan makna huruf Hi sebagai settou (awalan). Penulis akan menganalis penggunaan kanji Hi yang akan dibagi menjadi beberapa sub bab sesuai dengan fungsi makna kanji Hi yang tertera diatas. 3.3.1 Analisis Makna Kanji Hi sebagai ji (huruf) Ichikawa membagi makna kanji Hi sebagai makna ke dalam 5 macam makna dan akan penulis analisis satu persatu dengan memakai contoh kata dari korpus data. 3.3.1.1 Analisis Kanji Hi yang mempunyai makna yokunai 「よくない」yang berarti “hal yang tidak baik” Salah satu makna yang terkandung dalam kanji Hi menurut Ichikawa adalah yokunaikoto. Sebelum menganalisis lebih jauh tentang contoh kata yang menggunakan kanji Hi yang bermakna yokunaikoto, penulis akan memaparkan 69 kembali sekilas tentang yokunaikoto. Yokunai merupakan adjektiva yang terbentuk dari adjektiva yoi, yang merupakan kelompok adjektiva i-keiyoushi karena memiliki akhiran “i”, yang berubah ke dalam bentuk negatif “nai”. Menurut Matsuura (2005: 1179), kata yoi memiliki makna “baik” dan menurut KBBI (1995 : 78), kata “baik” memiliki makna “elok, patut, teratur, dan sebagainya”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kata yokunaikoto memiliki makna “hal yang tidak baik” Untuk membuktikan bahwa salah satu fungsi makna kanji Hi adalah yokunaikoto, maka penulis akan memakai 2 buah contoh kata, kata hikou (非行) yang diambil dari kamus Nelson (1994 : 949) dan kata hisei (非勢) dari kamus Shinmura (2004 : 2233), yang memakai kanji Hi sebagai huruf untuk menyangkal kata-kata yang bersangkutan dan yang mempunyai fungsi makna yokunaikoto. Berikut merupakan analisis makna contoh kata beserta makna kata tersebut setelah ditambahkan kanji Hi di depannya. 70 Tabel 3.3.1.1 Pembuktian Perubahan Kanji Hi yang bermakna yokunai 形勢 行い 様子。ありさま。 Keadaan. Situasi. (Shinmura, 2004 : 820) しわざ。ふるまい。 Perbuatan. Tingkah laku. 品行。行状。身持ち。 Kelakuan. (Shinmura, 2004 : 366 situasi (Matsuura, 2005 : 463) Kelakuan, perbuatan (Matsuura, 2005 : 758) +非 よくないおこない。 Perbuatan yang tidak baik (Kai, 2007: 563) 形勢がよくないこと。不利。 Keadaan/situasi yang tidak baik. Tidak menguntungkan. (Shinmura, 2004 : 2233) 道義にはずれたおこない。不正の 行為 perbuatan yang menyimpang dari moralitas. Perbuatan yang tidak benar (Shinmura, 2004 : 2234) tindakan asusila; kenakalan; perbuatan yang tercela (Matsuura, 2005 : 281) Pertama-tama penulis akan menganalisis kata hikou. Sebelum ditambah dengan kanji Hi, kata hikou memiliki kata awal yaitu okonai (行い). Matsuura dan Shinmura sependapat bahwa kata okonai memiliki makna “perbuatan; tingkah laku”. Setelah ditambah dengan kanji Hi didepannya, kata okonai berubah menjadi hikou dan menurut Kai (2007 : 563), kata hikou memiliki makna “perbuatan yang tidak baik”. Hal ini juga dipertegas oleh Matsuura dimana menurut Matsuura, kata hikou memiliki makna “tindakan asusila”. Dalam KBBI (1995 : 63), kata “asusila” memiliki makna “tidak baik tingkah lakunya”. Dari tabel pembuktian perubahan 71 serta analisis diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa kanji Hi pada kata Hikou memiliki makna yokunai koto yang berarti “tidak baik”. Tidak jauh berbeda dengan kata yang pertama, kata yang kedua juga serupa dengan kata yang pertama. Sebelum ditambahkan dengan kanji Hi di depan katanya, kata hisei memiliki kata awal yaitu keisei (形勢). Matsuura sependapat dengan shinmura mengenai makna keisei, yaitu “keadaan/situasi”. Setelah ditambahkan dengan kanji Hi didepannya, kata keisei berubah menjadi kata hisei dan menurut Shinmura, kata tersebut memiliki makna “keadaan/situasi yang tidak baik”. Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa kanji Hi pada kata Hisei memiliki makna yokunai yang berarti “hal yang tidak baik”. 3.3.1.2 Analisis Kanji Hi yang mempunyai makna somuku 「そむく」yang berarti “mengingkari” Salah satu makna yang terkandung pada huruf Kanji Hi menurut Ichikawa adalah somuku. Berikut merupakan makna somuku menurut Shinmura (2004 : 1578), Tabel 3.3.1.2a Makna Somuku そむく さからって従わない。違反する。 Membantah, tidak tunduk. Melakukan pelanggaran 謀反する。手向かいする。 Memberontak, melakukan perlawanan Menurut Shinmura (2004 : 1578), kanji Hi memiliki makna perbuatan yang mengingkari suatu hal. Menurut Matsuura (2005 : 988), kata somuku memiliki makna “mengingkari” dimana menurut KBBI (1995 : 379), kata “mengingkari” memiliki makna “tidak mengaku, tidak membenarkan, menyangkal, memungkiri, menapik; tidak melaksanakan”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kanji Hi juga dapat dipakai untuk memberikan makna “mengingkari” kata disebelahnya. 72 Untuk membuktikan bahwa salah satu fungsi makna kanji Hi adalah somuku, maka penulis akan memakai 2 buah contoh kata, kata hidou (非道) yang diambil dari kamus Nelson (1994 : 949) dan kata higi (非義) dari kamus Shinmura (2004: 225). Berikut merupakan analisis makna contoh kata beserta makna kata tersebut setelah ditambahkan kanji Hi di depannya. Tabel 3.3.1.2b Pembuktian Perubahan Kanji Hi yang bermakna somuku 義 道 道理。条理。物事の理にかなった こと。人間の行うべき筋道。 Kebenaran. Akal sehat. Segala hal yang mengandung kebenaran. Hal yang harus diperbuat oleh manusia. (Shinmura, 2004 : 623) (転じて) 人が考えたり行なったり する事柄の条理。 (mengalihkan) seseorang berpikir dan mengikuti akal sehat tentang kebenaran. 道理をわきまえること。分別。 Tahu akan kebenaran. Kebijaksanaan. (Shinmura, 2004 : 1868 ) Keadilan, loyalitas, moralitas hubungan (Matsuura, 2005 : 216) +非 道理にもとること。みちならぬこ と。非理。 Menyalahi kebenaran. Liar. Kemustahilan. 人情にはずれること。むごたらし いこと。残酷 hal tentang mengingkari kemanusiaan. Mengerikan. Kekejaman. (Shinmura, 2004 : 2252) 義理にそむくこと。道理にそむく こと。非理。 Hal tentang mengingkari keadilan. Hal tentang mengingkari kebenaran. Kemustahilan. (Shinmura, 2004: 225) Kekerasan, kekejaman (Nelson, 2006 : 950 ) Sebelum ditambahkan dengan kanji Hi didepannya, kata hidou berawal dari dari kata michi yang menurut Shinmura memiliki makna “hal tentang tahu akan kebenaran, kebijaksanaan”. Dalam KBBI (1995 : 114), kata “kebenaran” memiliki persamaan kata, yaitu “kelurusan hati, kejujuran” dan kata “kebijaksanaan” (1995 : 73 131) memiliki makna “kepandaian menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuan)”. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kata michi menurut Shinmura memiliki makna “hal tentang ketulusan hati, kejujuran dan kepandaian seseorang dalam menggunakan akal budinya”. Setelah ditambahkan dengan kanji Hi didepannya, kata michi berubah menjadi hidou. Hal yang unik disini, biasanya kata yang ditambahkan dengan kanji yang memiliki makna pertentangan akan berubah menjadi adjektiva na-keiyoushi, pada kata ini hidou bukan menjadi adjektiva na-keiyoushi, tetapi menjadi i-keiyoushi. Menurut Nelson (2006 : 950), kata hidou memiliki makna “kekerasan” dimana menurut KBBI (1995 : 485) memiliki makna “perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain”. Dengan kata lain, dapat dipahami bahwa kata “kekerasan” merupakan suatu perbuatan yang mengikari kebenaran. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kanji Hi pada kata hidou memiliki makna somuku yang berarti “mengikari” dimana menurut Shinmura, kata hidou sama artinya dengan douri ni motoru koto. Sama halnya dengan contoh kata sebelumnya, sebelum ditambahkan dengan kanji Hi didepannya, kata higi berawal dari dari kata gi yang menurut Matsuura dan Shinmura memiliki makna “keadilan”. Dalam KBBI (1995 : 7), kata “adil” memiliki makna “berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran”. Setelah ditambahkan dengan kanji Hi didepannya, kata gi berubah menjadi higi. Menurut Shinmura (2004: 225), kata higi memiliki makna “hal tentang mengingkari keadilan”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kanji Hi pada kata higi memiliki makna somuku yang berarti “mengikari” dimana menurut Shinmura, kata higi sama artinya dengan giri ni somuku koto. 74 3.3.1.3 Analisis Kanji Hi yang mempunyai makna soshiru 「そしる」yang berarti “mencela” Salah satu makna yang terkandung pada huruf Kanji Hi menurut Ichikawa adalah soshiru. Berikut merupakan makna soshiru: Tabel 3.3.1.3a Makna Soshiru そしる 悪しざまにいう。わるくいう。非難する。けなす。 Memburuk-burukkan. Mengatakan hal yang buruk. Mencela. Mengejek (Shinmura, 2004 : 1568) Mencela, mengecam, menyalahkan, membusukkan, memburukkan, memfitnah, mempergunjing. (Matsuura, 2005 : 995) Shinmura (2004 : 1568) dan Matsuura (2005 : 995) berpendapat yang sama bahwa kata soshiru memiliki makna sebuah verba dimana dilakukan untuk mencela atau mengatakan suatu hal yang buruk tentang orang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kanji Hi juga dapat dipakai untuk memberikan makna “mencela” kata disebelahnya. Untuk membuktikan bahwa salah satu fungsi makna kanji Hi adalah soshiru, maka penulis akan memakai 2 buah contoh kata, kata higi (非議) yang diambil dari kamus Nelson (1994 : 949) dan kata higon (非言) dari kamus Shinmura (2004 : 2235). Berikut merupakan analisis makna contoh kata beserta makna kata tersebut setelah ditambahkan kanji Hi di depannya. 75 Tabel 3.3.1.3 Pembuktian Perubahan Kanji Hi yang bermakna soshiru 言葉 議論 ある意味を表すために、口で言っ たり字に書いたりするもの。語。 言語。 Suatu hal dimana untuk menunjukkan makna yang ada, dengan menggunakan mulut untuk berbicara dan huruf untuk menulis. (Shinmura, 2004 : 987) 互いに自分の説を述べあい、論じ あうこと。意見を戦わせること。 Hal tentang bersama-sama saling mengemukakan pendapat sendiri, saling berdiskusi. (Shinmura, 2004 : 723) Perbincangan, perdebatan, diskusi (Matsuura, 2005 : 219) bahasa, kata, perkataan, ucapan (Matsuura, 2005 : 552) +非 議論してそしること。 Hal tentang berdiskusi dan mencela (Shinmura, 2004 : 2225) 非難の言葉 kata celaan (Shinmura, 2004 : 2235) Kritik. Penyanggahan (kasar) (Nelson, 2006 : 950) Pertama-tama, penulis akan menganalisis tentang kata higi. Sebelum ditambahkan dengan kanji Hi didepannya, kata higi berawal dari sebuah nomina yaitu giron. Menurut Matsuura (2005 : 219) dan Shinmura (2004 : 723), kata giron memiliki makna “diskusi” dimana kata “diskusi” adalah suatu hal yang dilakukan dengan satu atau sekelompok orang dimana dalam kelompok itu tiap anggota mengemukakan pendapat masing-masing hingga mencapai suatu hal yang bersifat mufakat yang akhirnya diterima oleh setiap anggota. Setelah ditambah dengan kanji Hi, kata giron berubah menjadi kata higi. Menurut Nelson (2006 : 950), pada saat perdebatan ini ditambah dengan celaan, maka akan berubah menjadi kritik atau penyanggahan kasar. Dalam KBBI (1995 : 531), kata 76 “kritik” mengandung unsur “kecaman” dan kata “penyanggahan” juga memiliki unsur “membantah, menentang, melawan, menyangkal”, dan dengan adanya penambahan kata “kasar” pada kata “penyangahan” memperkuat hipotesa penulis tentang kata higi sebagai suatu perbuatan yang mengandung celaan. Ditambah dengan makna kata higi yang dipaparkan oleh Shinmura, dapat disimpulkan bahwa Kanji Hi pada kata higi memiliki makna soshiru yang berarti “mencela” dimana kata higi sama artinya dengan giron shite soshiru koto. Sebelum ditambahkan dengan kanji Hi didepannya, kata higon berawal dari sebuah nomina yaitu kotoba. Menurut Matsuura dan Shinmura, kata kotoba memiliki makna “perkataan, ucapan” dimana kata “perkataan, ucapan” adalah suatu hal yang dilakukan untuk berkomunikasi, menyampaikan maksud kepada orang lain. Setelah ditambah dengan kanji Hi, kata kotoba berubah menjadi kata higon. Menurut Shinmura, kata higon memiliki makna “kata celaan”, dengan kata lain kata higon menurut Shinmura memiliki makna bahwa kata yang keluar dari mulut seseorang mengandung celaan atau mengandur unsur merendahkan orang lain. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Kanji Hi pada kata higon memiliki makna soshiru yang berarti “mencela” dimana kata higon sama artinya dengan hinan no kotoba.. 3.3.1.4 Analisis Kanji Hi yang mempunyai makna umakuikanai 「うまくいかな い」yang berarti “tidak berhasil dengan baik” Salah satu makna Kanji Hi sebagai huruf menurut Ichikawa adalah umakuikanai. Sebelum menjelaskan lebih jauh, penulis akan menjelaskan secara singkat tentang umakuikanai. Kata umakuikanai terbentuk dari kata keterangan kerja umaku dan verba iku yang berubah kedalam bentuk negatif nai. Menurut Matsuura (2005 : 1200), 77 dalam bahasa Indonesianya, kata umakuiku berarti “berhasil dengan tidak kurang suatu apa”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kanji Hi juga dapat dipakai untuk memberikan makna “tidak berhasil dengan baik” kata disebelahnya. Untuk membuktikan bahwa salah satu fungsi makna kanji Hi adalah umakuikanai, maka penulis akan memakai 1 buah contoh kata yang dipaparkan oleh Ichikawa, yaitu kata hiun (非運). Berikut merupakan analisis makna contoh kata beserta makna kata tersebut setelah ditambahkan kanji Hi di depannya. Tabel 3.3.1.4 Pembuktian Perubahan Kanji Hi yang bermakna umakuikanai 運 天命。 takdir よいめぐりあわせ。幸運 Lingkaran yang baik. Nasib baik (Shinmura, 2004 : 275) nasib, untung (Matsuura, 2005 : 1138) +非 運命がふさがって開けない。ふし あわせ。不運。 Nasib tertutup, tidak terbuka. Ketidak-bahagiaan. Nasib malang. 運が悪いこと。 Nasibnya buruk (Shinmura, 2004 : 2220) Nasib malang, kemalangan (Matsuura, 2005 : 195) Sebelum ditambah dengan kanji Hi didepannya, kata hiun berawal dari sebuah kata un yang dalam bahasa Indonesianya yaitu benda, yaitu takdir atau nasib. Dalam KBBI (1995 : ), kata “takdir” memiliki makna “ketetapan Tuhan; ketentuan Tuhan”. Dengan kata lain, seseorang tidak dapat mengendalikan takdirnya, tidak dapat 78 menentukan takdirnya karena takdir adalah ketetapan dan ketentuan Tuhan. Berhasil tidaknya seseorang, tidak hanya tergantung pada kekuatan dan kemampuan orang itu saja, tetapi takdir juga ikut menentukan. Setelah ditambah dengan kanji Hi didepannya, kata un berubah menjadi hiun. Matsuura (2005 : 195) dan Shinmura (2004 : 2220) sependapat bahwa hiun memiliki makna “nasib buruk; nasib malang”. Seperti yang sudah penulis jelaskan bahwa berhasil tidaknya hidup seseorang tidak hanya tergantung pada kemampuan orang itu sendiri, tetapi nasib dan takdir ikut menentukan dan dapat dikatakan bahwa suatu keberhasilan adalah buah dari usaha orang itu sendiri dan takdir baik, dan sebaliknya suatu ketidak-berhasilan adalah akibat dari kurangnya usaha orang itu sendiri atau nasib yang buruk. Dengan kata lain, suatu hal tidak berhasil dengan baik karena adanya unsur nasib yang buruk. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kanji Hi pada kata hiun mengandung makna umakuikanai yang berarti “tidak berhasil dengan baik”. 3.3.1.5 Analisis Kanji Hi yang mempunyai makna ~denai 「~でない」yang berarti “tidak” Makna huruf kanji Hi yang terakhir menurut Ichikawa adalah ~denai. Karena pada penjelasan tentang makna kanji yang lain telah jelaskan dengan rinci tentang makna ~denai, maka pada sub bab ini penulis akan menerangkan kembali secara lebih singkat. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa ~denai terbentuk dari kata desu yang diubah kedalam bentuk negatif nai. Dalam bahasa Jepang, kata desu sering dipakai setelah menyebutkan nomina atau adjektiva. Kata desu sering dipakai di dalam kalimat pernyataan. Menurut Hasnan, kata desu tidak mempunyai arti, tetapi 79 partikel ini berfungsi untuk memperlihatkan rasa hormat dan kesopanan pada lawan bicara, partikel desu dipakai pada akhir kalimat dengan adjektiva na-keiyoushi atau adjektiva i-keiyoushi (Hasnan, 2007 : 2). Pada sub bab ini, penulis menekankan bahwa makna ~denai pada kanji Hi yang dipaparkan Ichikawa hanya dipakai untuk mengubah makna positif menjadi negatif pada adjektiva na-keiyoushi saja, karena penulis tidak menemukan adjektiva ikeiyoushi yang dipasangkan dengan kanji Hi di dalam korpus data yang dipakai oleh penulis. Untuk membuktikan bahwa salah satu fungsi makna kanji Hi adalah ~denai, maka penulis akan memakai 2 buah contoh kata, kata hijyou (非常) dan kata hiban (非番) yang diambil dari kamus Nelson (1994 : 949). Berikut merupakan analisis makna contoh kata beserta makna kata tersebut setelah ditambahkan kanji Hi di depannya. 80 Tabel 3.3.1.5 Pembuktian Perubahan Kanji Hi yang bermakna ~denai 当番 常 ふだん。平素。 Hari-hari biasa. Biasanya. なみ。普通。あたりまえ。 Biasa, sedang, lumayan. Umum. Patut, pantas, wajar. (Shinmura, 2004 : 1299) 交代でする仕事の番にあたること hal tentang kebagian pekerjaan bergilir yang berganti-ganti. とのい。とまりばん。当直。 Piket malam. Jaga malam. Dinas piket. (Shinmura, 2004 : 1890) Biasa. Selalu. Biasanya (Matsuura, 2005 : 1122) piket (Matsuura, 2005 : 1076) +非 尋常でないこと。世の常でないこ と。異常。 Hal yang tidak biasa. Hal tentang generasi tidak biasanya. (Shinmura, 2004 : 2240) 当番でないこと。宿直でないこ と。 Hal tentang tidak piket. Tidak jaga malam. (Shinmura, 2004 : 2264) 普通でないこと。普通の程度をこ えていること。たいそう。 Hal yang tidak umum. Hal tentang melampaui tingkatan yang umum. Banyak. (甲斐, 2010 : 811) bebas tugas (Matsuura, 2005 : 274) keadaan darurat (Matsuura, 2005 : 277) Sebelum ditambahkan dengan kanji Hi didepannya, kata hijyou berawal dari adjektiva tsune, dimana menurut Matsuura (2005 : 1122) dan Shinmura (2004 : 1299) kata tsune memiliki makna “biasa, selalu, biasanya”. Setelah ditambahkan dengan kanji Hi didepannya, kata tsune berubah menjadi hijyou dimana menurut Matsuura (2005 : 277), kata hijyou memiliki makna “keadaan darurat”. Dalam KBBI (1995 : 211), kata “darurat” memiliki makna “keadaan sukar yang tidak tersangka-sangka (dalam bahaya, kelaparan, dan sebagainya) yang memerlukan penanggulangan segera”, dengan kata lain, “keadaan darurat” adalah 81 keadaan yang terjadi tiba-tiba tanpa sepengetahuan orang dan merupakan suatu hal yang tidak biasa atau tidak lazim”. Apabila melihat dari adjektiva awalnya dimana kata tsune tidak berakhiran “i”, maka dapat disimpulkan bahwa kanji Hi dipakai untuk adjektiva na-keiyoushi dan untuk menegatifkan adjektiva dalam bahasa Indonesia meggunakan kata “tidak”, maka dapat disimpulkan bahwa ~denai disini memiliki arti “tidak”.Apabila melihat makna kata hijyou menurut Shinmura, dapat disimpulkan bahwa kanji Hi pada kata hijyou mengandung makna ~denai dimana kata hijyou sama artinya dengan jinjyou denai koto. Pada kata yang kedua, yaitu kata hiban, sebelum ditambahkan dengan kanji Hi didepannya, kata hiban berawal dari adjektiva touban, dimana menurut Matsuura (2005 : 1122) dan Shinmura (2004 : 1890) kata touban memiliki makna “piket” yang dimana memiliki makna “suatu pekerjaan yang dilakukan secara bergiliran atau berganti-ganti”. Setelah ditambahkan dengan kanji Hi didepannya, kata touban berubah menjadi hiban dimana menurut Matsuura (2005 : 274), kata hiban memiliki makna “bebas tugas”. Dalam KBBI (1995 : 103), kata “bebas” memiliki makna “lepas dari (kewajiban, tuntutan, rasa takut dan sebagainya)”, dengan kata lain, “bebas tugas” adalah keadaan dimana lepas atau tidak melaksanakan kewajiban atau tuntutan, dalam konteks ini kewajiban dan tuntutan tersebut berupa tugas atau pekerjaan”. Apabila melihat makna kata hiban menurut Shinmura, dapat disimpulkan bahwa kanji Hi pada kata hiban memiliki makna ~denai dimana kata hiban sama artinya dengan touban denai koto. Sesuai dengan makna yang disebutkan oleh Matsuura bahwa kata hiban memiliki makna “bebas tugas” dan kata “bebas” juga mempunyai makna “tidak terikat”, sehingga dapat dikatakan bahwa kata hiban memiliki makna 82 “tidak terikat tugas”, maka dapat disimpulkan bahwa kanji Hi pada kata hiban mengandung fungsi makna ~denai yang berarti “tidak”. 3.3.2 Analisis Makna Kanji Hi sebagai settou (awalan) Menurut Ichikawa, selain kanji Hi memiliki makna tersendiri sebagai sebuah huruf, kanji Hi juga dapat digunakan sebagai awalan. Ichikawa membagi makna kanji Hisebagai awalan kedalam 2 macam fungsi dan akan dijelaskan satu persatu oleh penulis. 3.3.2.1 Analisis Kanji Hi yang mempunyai fungsi makna ~denai「~でない」 yang berarti “tidak” Salah satu fungsi makna kanji hi sebagai awalan adalah ~denai dan penggunaannya tidak berbeda dengan ~denai sebelumnya pada makna Kanji Hi sebagai huruf. Karena pada penjelasan tentang makna kanji yang lain telah jelaskan dengan rinci tentang makna ~denai, maka pada sub bab ini penulis akan menerangkan kembali secara lebih singkat. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa ~denai terbentuk dari kata desu yang diubah kedalam bentuk negatif nai. Dalam bahasa Jepang, kata desu sering dipakai setelah menyebutkan nomina atau adjektiva. Kata desu sering dipakai di dalam kalimat pernyataan. Menurut Hasnan partikel desu dipakai pada akhir kalimat dengan adjektiva na-keiyoushi atau adjektiva i-keiyoushi (Hasnan, 2007 : 2). Sama seperti pada sub-bab sebelumnya, kanji Hi yang memiliki makna ~denai disini hanya dipakai untuk menegatifkan adjektiva na-keiyoushi saja karena penulis tidak menemukan adjektiva i-keiyoushi yang dipasangkan dengan kanji Hi di dalam korpus data yang dipakai oleh penulis. 83 Untuk membuktikan bahwa salah satu fungsi makna kanji Hi adalah ~denai, maka penulis akan memakai 2 buah contoh kata, kata hikoushiki (非公式) dan kata hijyoukin ( 非 常 勤 ) yang diambil dari kamus Nelson (1994 : 949). Berikut merupakan analisis makna contoh kata beserta makna kata tersebut setelah ditambahkan kanji Hi di depannya. Tabel 3.3.2.1 Pembuktian Perubahan Kanji Hi yang bermakna ~denai 常勤 公式 毎日一定の時間、常時勤務するこ と。 Hal tentang melakukan suat tugas secara tetap setiap hari pada jam tertentu. (Shinmura, 2004 : 1307) おおやけに定めた方式。おもてむ きの儀式。 Formalitas yang ditetapkan secara resmi. Upacara resmi. (Shinmura, 2004 : 896) resmi (Matsuura, 2005 : 547) tetap, berstatus tetap (Matsuura, 2005 : 375) +非 公式でないこと。表向きでないこ と。 Hal yang tidak resmi. (Shinmura, 2004 : 2234) tidak resmi (Matsuura, 2005 : 282) 常勤でないこと。 Hal yang tidak tetap. (Shinmura, 2004 : 2240) tidak tetap (Matsuura, 2005 : 277 ) Sebelum ditambahkan dengan kanji Hi didepannya, kata hikoushiki berawal dari adjektiva koushiki, dimana menurut Matsuura (2005 : 1122) dan Shinmura (2004 : 896) kata koushiki memiliki makna “resmi”. Setelah ditambahkan dengan kanji Hi didepannya, kata koushiki berubah menjadi hikoushiki dimana menurut Matsuura (2005 : 282) dan Shinmura (2004 : 2234), kata 84 hikoushiki memiliki makna “tidak resmi”. Apabila melihat dari adjektiva awalnya dimana kata koushiki tidak berakhiran “i”, maka dapat disimpulkan bahwa kanji Hi dipakai untuk adjektiva na-keiyoushi dan untuk menegatifkan adjektiva dalam bahasa Indonesia meggunakan kata “tidak”, maka dapat disimpulkan bahwa ~denai disini memiliki arti “tidak”. Berdasarkan makna kata hikoushiki menurut Shinmura, dapat disimpulkan bahwa kanji Hi pada kata hikoushiki mengandung makna ~denai dimana kata hikoushiki sama artinya dengan koushiki denai koto. Sebelum ditambahkan dengan kanji Hi didepannya, kata hijyoukin berawal dari adjektiva jyoukin, dimana menurut Matsuura (2005 : 1122) dan Shinmura (2004 : 1307) kata jyoukin memiliki makna “tetap”. Setelah ditambahkan dengan kanji Hi didepannya, kata jyoukin berubah menjadi hijyoukin dimana menurut Matsuura (2004 : 2240) dan Shinmura (2005 : 277), kata hijyoukin memiliki makna “tidak tetap”. Apabila melihat dari adjektiva awalnya dimana kata jyoukin tidak berakhiran “i”, maka dapat disimpulkan bahwa kanji Hi dipakai untuk adjektiva na-keiyoushi dan untuk menegatifkan adjektiva dalam bahasa Indonesia meggunakan kata “tidak”, maka dapat disimpulkan bahwa ~denai disini memiliki arti “tidak”. Berdasarkan makna kata hijyoukin menurut Shinmura, dapat disimpulkan bahwa kanji Hi pada kata hijyoukin memiliki makna ~denai dimana kata hijyoukin sama artinya dengan jyoukin denai koto. 3.3.2.2 Analisis Kanji Hi yang mempunyai fungsi makna ~shinai「~しない」 yang berarti “tidak” Menurut Ichikawa, fungsi makna yang kedua dari kanji Hi adalah makna ~shinai. Seperti yang sudah dijelaskan oleh penulis sebelumnya bahwa ~shinai terbentuk dari verba bentuk ketiga suru yang berubah kedalam bentuk negatif nai. 85 Jika sebelumnya telah dibahas bahwa Ichikawa tidak bermaksud bahwa kanji yang memiliki makna ~shinai hanya untuk kelompok verba ketiga saja, dalam konteks ini, makna ~shinai pada kanji Hi, hanya dipakai untuk kelompok verba kelompok ketiga saja. Hal ini diyakinkan oleh penulis karena penulis tidak menemukan verba kelompok pertama dan kedua yang dipasangkan dengan kanji Hi untuk menambahkan makna pertentangan di dalam korpus data yang dipakai penulis. Untuk membuktikan bahwa salah satu fungsi makna kanji Hi adalah ~shinai, maka penulis akan memakai contoh kata, hikoukai (非公開) dari kamus Nelson (1994 : 949) dan hikon (非婚) dari kamus Shinmura (2004 : 839). Berikut merupakan analisis makna contoh kanji beserta makna kanji tersebut setelah ditambahkan kanji Hi di depannya yang berarti “tidak”: 86 Tabel 3.3.2.2 Pembuktian Perubahan Kanji Hi yang bermakna ~shinai 結婚 公開 男女が夫婦となること。 Hal tentang laki-laki dan perempuan menjadi suami istri. (Shinmura, 2004 : 839) 誰でもが同じに利用できる状態に すること。公衆に開放すること。 Hal tentang siapapun dapat menggunakan dalam kondisi yang sama. Terbuka terhadap publik. (Shinmura, 2004 : 883) perkawinan, pernikahan, perjodohan (Matsuura, 2005 : 466) terbuka untuk umum (Matsuura, 2005 : 523) +非 公開しないこと。おおやけには開 放しないこと。 Hal tentang tidak membuka untuk umum. Hal tentang tidak terbuka secara resmi. (Shinmura, 2004 : 2234) 結婚しないこと。 Hal tentang tidak menikah. (Shinmura, 2004 : 2235) tertutup (Matsuura, 2005 : 281) Pertama-tama penulis akan meneliti kata yang pertama, yaitu hikoukai. Sebelum ditambah dengan kanji hi, kata koukai merupakan awal kata dari hikoukai. Matsuura dan Shinmura mengungkapkan hal yang sama, yaitu kata koukai memiliki makna “terbuka untuk umum”. Sesudah ditambah kanji Hi didepannya, kata koukai berubah menjadi hikoukai dan menurut Shinmura (2004 : 2234) dan Matsuura (2005 : 281), kata hikoukai memiliki makna “tertutup”. Dalam KBBI (1995 : 1087), kata “tertutup” memiliki makna “tidak terbuka; tidak untuk umum”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna kanji Hi pada kata hikoukai adalah ~shinai dimana hikoukai sama artinya dengan koukai shinai koto; dan dengan pernyataan dari Matsuura bahwa kata hikoukai memiliki makna “tidak terbuka; tidak untuk umum”, maka dapat 87 disimpulkan bahwa kanji Hi pada kata hikoukai memiliki makna ~shinai yang berarti “tidak". Dilihat dari kata koukai yang kedalam bentuk verba menjadi koukai suru, maka dapat disimpulkan bahwa kanji Hi yang mengandung fungsi makna ~shinai dapat dipakai untuk verba kelompok 3. Pada kata yang kedua, yaitu hikon, sebelum ditambah dengan kanji hi, kata hikon berawal dari kata kekkon. Matsuura (2005 : 466) dan Shinmura (2004 : 839) mengungkapkan hal yang sama, yaitu kata kekkon memiliki makna “pernikahan”, yaitu suatu hal yang dilakukan dimana seorang laki-laki dan seorang perempuan menjadi suami istri. Sesudah ditambah kanji Hi didepannya, kata kekkon berubah menjadi hikon dan menurut Shinmura, kata hikon memiliki makna “hal tentang tidak menikah”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna kanji Hi pada kata hikon adalah ~shinai dimana hikon sama artinya dengan kekkon shinai koto. Berdasarkan kata awal hikon, yaitu kekkon suru dimana bukan merupakan nomina, maka dapat disimpulkan bahwa kanji Hi pada kata hikon memiliki makna ~shinai yang berarti “tidak" dan bahwa kanji Hi yang mengandung fungsi makna ~shinai dapat dipakai untuk verba kelompok 3. 3.4 Hasil Analisis Penggunaan Kanji Fu, Mu, dan Hi Dari analisis yang telah dipaparkan diatas, penulis mendapatkan hasil yang akan ditunjukkan dalam bentuk tabel. Berikut merupakan hasil analisis penggunaan kanji Fu, Mu, dan Hi sebagai ji (huruf), 88 Tabel 3.4a Perbedaan Penggunaan Berdasarkan Makna Sebagai Huruf Makna 打ち消し …がない ないがしろにす る よくないこと そむく そしる うまくいかない …でない Fu Untuk menyatakan makna “penyangkalan“ kata di belakangnya. Pasangan kata dapat berupa nomina, adjektiva dan verba Mu Hi Untuk menyatakan “ketiadaan“ kata di belakangnya. Pasangan kata berupa nomina. Untuk menyatakan makna “mengabaikan“ kata dibelakangnya. Pasangan kata berupa nomina Untuk menyatakan makna “hal yang tidak baik“. Pasangan kata berupa nomina. Untuk menyatakan makna “mengingkari“. Pasangan kata berupa nomina Untuk menyatakan makna “mencela“. Pasangan kata berupa nomina Untuk menyatakan makna “hal yang tidak berhasil dengan baik“. Pasangan kata berupa nomina Untuk menyatakan makna “tidak“. Pasangan kata berupa adjektiva na-keiyoushi 89 Berikut merupakan hasil analisis penggunaan kanji Fu, Mu, dan Hi sebagai settou (prefiks), Tabel 3.4b Perbedaan Penggunaan Berdasarkan Makna Sebagai Awalan Makna …しない …でない …がない …がよくない …ができない Fu Untuk menyatakan makna “tidak“. Pasangan kata dapat berupa verba golongan 1, 2 dan 3. Untuk menyatakan makna “tidak“. Pasangan kata dapat berupa adjektiva nakeiyoushi maupun i-keiyoushi Untuk menyatakan makna “ketiadaan“. Pasangan kata berupa nomina Untuk menyatakan makna “hal yang tidak baik“. Pasangan kata berupa nomina Untuk menyatakan makna “tidak selesai“ dan “tidak mampu”. Pasangan kata dapat berupa verba. Mu Untuk menyatakan makna “tidak“. Pasangan kata dapat berupa verba golongan 3. Hi Untuk menyatakan makna “tidak“. Pasangan kata dapat berupa verba golongan 3. Untuk menyatakan makna “tidak“. Pasangan kata berupa adjektiva na-keiyoushi Untuk menyatakan makna “ketiadaan“. Pasangan kata berupa nomina 90