INVANSI BUDAYA HINDU DALAM EKSISTENSI YOGA SEBAGAI

advertisement
INVANSI BUDAYA HINDU DALAM EKSISTENSI YOGA SEBAGAI
DESTINASI WISATA DI INDONESIA
NI GUSTI AYU KETUT KURNIASARI
Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Budi Luhur
[email protected]
ABSTRAK
Perkembangan gaya hidup membuat masyarakat memiliki banyak pilihan untuk hidup sehat.
Salah satu cara yang dapat dipilih adalah dengan mengikuti Yoga. Perkembangan Yoga sudah
mulai beragam, jika diakses pada situs Google, lebih dari 209 situs Yoga yang selalu
bermunculan setiap harinya, baik terkait dengan informasi, tempat kursus hingga komunitaskomunitas Yoga yang semakin banyak bermunculan. Hal ini mampu menjelaskan eksistensi
Yoga di Indonesia saat ini, sebagai salah satu pilihan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan masyarakat di Indonesia. Sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
Bagaimana Invasi budaya Hindu dalam eksistensi Yoga sebagai destinasi wisata di Indonesia,
yang akan dikaji dengan menggunakan Teori Pemusatan Simbolis juga sering dikenal dengan
nama analisis bertemakan fantasi (fantasi theme analysis) adalah sebuah teori yang
dikembangkan dengan sangat baik oleh Ernest Bormann, John Cragan, dan Donald Shield, serta
berhubungan dengan penggunaan gaya bercerita dalam komunikasi. Cerita-cerita atau tema-tema
fantasi ini diciptakan dalam interaksi simbolis dalam kelompok-kelompok kecil serta mereka
berpindah dari satu orang ke orang lain dan dari satu kelompok ke kelompok lainnya untuk
berbagi sebuah pandangan tentang dunia. Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif serta
paradigma Konstruktivis dengan melakukan observasi secara langsung ke komunitas Yoga dan
para pelatih Yoga. Pada perkembangannya, Yoga sudah menjadi Gaya Hidup yang mendunia
dengan hadirnya festival Yoga hamper diseluruh kota besar di Indonesia sehingga ini akan
menjadi salah satu destinasi wisata di Indonesia.
Kata Kunci: Invansi Budaya, Eksistensi Yoga, Destinasi Wisata.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Yoga kini menjadi ramai dilakukan oleh masyarakat di Indonesia khususnya kota besar. Kelaskelas yoga mulai banyak bermunculan, dari yang gratis di taman-taman kota setiap sabtu dan
minggu pagi, hingga kelas yang cukup eksklusif dengan harga yang eksklusif pula. Trainer yoga
pun kini semakin banyak, mulai dari yang otodidak hingga yang memiliki sertifikasi lengkap
baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Perkembangan yoga pun mulai beragam, jika diaksek
pada situs Google, ada 209 situs yoga yang selalu bermunculan setiap harinya, baik terkait
dengan informasi, tempat kursus hingga komunitas-komunitas yoga yang semakin banyak
bermunculan. Ini menandakan, yoga sudah sangat eksis di Indonesia saat ini, sebagai salah satu
pilihan
gaya
hidup
untuk
memenuhi
kebutuhan
kesehatan
masyarakat
di
Indonesia. .( www.yogainindonesia.com)
Perkembangan gaya hidup membuat kita memiliki banyak pilihan untuk hidup sehat.
Padatnya aktivitas serta tingginya tingkat mobilitas kita, mengakibatkan kesadaran dan
kebutuhan akan hidup sehat semakin berkembang. Ada banyak cara orang untuk mendapatkan
manfaat bagi kebugaran fisiknya sebagai bagian dari hidup sehat. Fisik yang sehat, segar,
peredaran darah berjalan baik, asupan gizi sampai pada sel-sel yang membutuhkan dan dipadu
dengan ketenangan jiwa, berpikir rileks dan dalam bauran positif thinking, akan dapat membuat
kehidupan lebih berkualitas. Salah satu cara yang dapat dipilih adalah dengan mengikuti yoga.
Yoga berasal dari bahasa sansekerta yang memiliki arti penyatuan yaitu menyatukan diri
dengan alam dan menyatukan diri dengan Yang Maha Pencipta. Merupakan aktivitas meditasi
atau tapa yang dilakukan dengan mengontrol seluruh panca inderanya (mata, telinga, hidung,
lidah dan kulit) dari pemusatan pikiran yang dilakukan. Yoga sendiri cukup tua umurnya. Hal ini
dapat diketahui dari ditemukannya artefak kuno pada era Shamanisme, sekitar 3.000 SM. Pada
era itu, yoga digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit yang menjangkiti kelompok
mereka.
Penyebaran Yoga dari India ke Indonesia disebarkan oleh Maha Rsi Agastya dari Kasi,
Benares India. Seterusnya sejarah perkembangan Ajaran Yoga tidak dapat dipisahkan dengan
sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia. Seperti : .( www.yogainindonesia.com)
1. Kerajaan kutai, dengan Raja Mulawarman, anak dari Aswarman cucu dari Kudungga
pada tahun 400 SM
2. Kerajaan Tarumanegara, di Jawa Barat dengan Rajanya Punawarman, mencangkup
daerah bogor, Jakarta dan Banten/lebak muncul tahun 400-500.
3. Kerajaan Kalingga, Jawa Tengah dengan Raja Perempuan Ratu Sima tahun 650.
4. Kerajaan Sriwijaya, Sumatra dengan Raja Hyang Sri Jayasana tahun 684
5. Kerajaan Mataram, Jawa Tengah dengan Raja Sanjaya tahun 732
6. Kerajaan Kanjuruhan, Jawa Timur di Desa Dinoyo Malang, dengan Raja Dewasimha,
tahun 760.
7. Kerajaan Isanawangsa, jawa timur dengan Raja Sindok, tahun 929-947. Raja
Dharmawangsa tahun 991-1016. Airlangga tahun 1019-1042
8. Kerajaan Kediri, dengan Raja Terakhir Kertajaya tahun 1042-1222.
9. Kerajaan Singosari, malang tahun 1222-1292, dengan Raja mulai Tunggul Ametung, Ken
Arok, Anusapati, Tohjaya, Ranggaweni, Kertanegara.
10. Kerajaan Majapahit tahun 1293-1528, dengan rajanya Kertarajasa Jayawardana,
Jayanegara, Tribhuwana Tunggadewi, Rajasanegara Wikramawardhana.
11. Kerajaan Pajajaran, Cibadak Sukabumi tahun 1521-1579, dengan Raja Terakhir Prabu
Ratu Dewata.
Sejak tahun 1990 an, yoga mulai berkembang di Indonesia, terutama di kota-kota besar. Saat
ini ditiga kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung atau Surabaya, sangat mudah
menemukan studio-studio yoga atau fitness-fitness centre.( www.yogainindonesia.com)
Sejak tahun 2008, Balispirit Festival (BSF) menjadi pioneer melaksanakan festival yoga di
Indonesia untuk skala internasional. Sedangkan di tahun 2010, di Jakarta, diadakan Namaste
Festival. Meskipun dengan kemasan yang berbeda, kedua festival tahunan tersebut tetap menarik
benang merah : yoga sebagai sebuah gaya hidup. (www.cnnindonesia.com)
Pujiastuti Sindhu, seorang master yoga di Indonesia mengatakan perkembangan yoga di
Indonesia sangat mengembirakan. Itulah kenapa ia menyambut baik festival-festival yoga
banyak digelar di Indonesia. Perkembangan yang baik ini juga berdampak pada
kebutuhan guru-guru yoga yang professional. Tak heran bila puluhan orang setiap tahun
mengikuti program pelatihan guru (teacher training) di studio yoga milik Pujiastuti di
Bandung.(www.cnnindonesia.com)
Perkembangan yoga di Indonesia sudah sangat pesat saat ini, apalagi di kota-kota besar di
Indonesia. Yoga menjadi alternatif kebugaran yang sangat tepat saat ini mengingat mobilitas
aktivitas manusia semakin meningkat, sehingga dengan yoga, kita tidak perlu kemanapun untuk
melakukan olah raga fisik yang juga memiliki manfaat yang sangat besar terhadap ketenangan
jiwa serta pikiran.
Rumusan Masalah
Sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana invansi budaya dalam
eksistensi Yoga sebagai destinasi wisata?”
KAJIAN PUSTAKA
Teori Pemusatan Simbolis (Symbolic-Convergence Theory)
Terkait dengan paparan eksistensi yoga saat ini, dimana perkembangan yoga ternyata banyak
diinspirasi oleh orang-orang yang memiliki pengalaman yang baik tentang yoga sehingga
menyebar dalam setiap interaksi-interaksi sosial yang dilakukannya. Jika melihat fenomena
tersebut, maka teori yang tepat untuk mengkajinya adalah Teori Pemusatan Simbolis juga sering
dikenal dengan nama analisis bertemakan fantasi (fantasi theme analysis) adalah sebuah teori
yang dikembangkan dengan sangat baik oleh Ernest Bormann, John Cragan, dan Donald Shield,
serta berhubungan dengan penggunaan gaya bercerita dalam komunikasi. Titik awal teori ini
adalah bahwa gambaran individu tentang realitas dituntun oleh cerita-cerita yang
menggambarkan bagaimana segala sesuatu diyakini ada. Cerita-cerita atau tema-tema fantasi ini
diciptakan dalam interaksi simbolis dalam kelompok-kelompok kecil serta mereka berpindah
dari satu orang ke orang lain dan dari satu kelompok ke kelompok lainnya untuk berbagi sebuah
pandangan tentang dunia. (Littlejohn, 2009:236)
Sangat jelas bahwa, jika kini yoga menjadi trend dilakangan masyarakat di Indonesia, dan
yoga pun sudah menjadi pilihan gaya hidup saat ini selain untuk kebutuhan kesehatan, maka
peran penting telah dilakukan oleh para kelompok-kelompok kecil tersebut yang akhirnya
mampu meningkatkan eksistensi dari yoga itu sendiri. Yoga sudah masuk pada komunitaskomunitas atau kelompok-kelompok masyarakat yang sadar akan perilaku hidup sehat. Dan kini,
yoga mampu menjawab kebutuhan hidup sehat para masyarakat-masyarakat di Indonesia
khususnya diperkotaan yang memiliki tingkat ativitas yang sangat tinggi serta potensi stress yang
tinggi. Yoga memberikan solusi terhadap hal tersebut, sehingga tidak salah jika yoga kini
menjadi salah satu pilihan gaya hidup sehat masyarakat Indonesia.
Bayangkan sebuah kelompok eksekutif berkumpul untuk mengadakan sebuah pertemuan.
Sebelum, selama, dan setelah pertemuan, para anggotanya akan berbagi pengalaman dan ceritacerita yang menyatukan kelompok tersebut. Beberapa cerita tersebut akan menjadi cerita yang
lagi-lagi akan menceritakan tentang organisasi tersebut dan anggotanya. Setiap cerita akan
memiliki karakter, alur, tempat, dan perantara yang mendukungnya. Begitu pula dengan
perkembangan yoga Indonesia yang diawali oleh kelompok-kelompok orang yang memiliki
makna fantasi yang sama sehingga mereka menjadi inspirasi untuk banyak orang yang
menginginkan gaya hidup yang sama. Dan selalu berkembang dalam setiap interaksi sosial yang
dilakukannya.
Perkembangan dan eksistensi Yoga di Indonesia sehingga bergeser menjadi “lifestyle”
merupakan bentuk perubahan perilaku individu yang dipengaruhi oleh interaksi sosial antar
individu didalam lingkungan kemasyarakatan. Pada komunikasi terdapat tradisi sosiokultural
yang diungkapkan oleh Craig untuk mengeksplorasi dunia interaksi yang dihuni oleh manusia
serta menjelaskan realitas bukanlah seperangkat susunan diluar kita, namun dibentuk melalui
proses interaksi didalam kelompok, komunitas, dan budaya (dalam Littlejohn, 2009:237).
Interaksi sosial yang dilakukan oleh para pelaku yoga baik itu dari kalangan selebriti maupun
dari kalangan masyarakat biasa, memiliki kekuatan yang sangat besar untuk menjadikan yoga
sebagai sebuah pilihan kebutuhan hidup sehat atau pilihan gaya hidup sehat. Karena melalui
pengalaman yang dimilikinya, para pecinta atau orang-orang yang memilih yoga sebagai gaya
hidupnya tersebut, mampu mempengaruhi orang lain yang tidak mengenal yoga sekalipun untuk
mampu tertarik dengan yoga hingga menjadi juga mengikuti jejak dengan memilih yoga sebagai
kebutuhan hidupnya juga. Melalui percakapan-percakapan yang dilakukannya terkait
pengalaman pribadi dan kelompok yang dimilikinya, maka yoga menjadi sangat berkembang
dalam interaksi-interaksi tersebut.
METODE PENELITIAN
Paradigma Penelitian
Paradigma adalah ibarat sebuah jendela tempat orang mengamati dunia luar, tempat orang
bertolak menjelajahi dunia dengan wawasannya (world-view). Namun secara umum, paradigma
dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang
dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian ini sejalan dengan Guba yang
dikonsepsikan oleh Thomas Kuhn sebagai seperangkat keyakinan mendasar yang memandu
tindakan – tindakan kita, baik tindakan keseharian maupun dalam penyelidikan ilmiah. (Guba
dalam Salim; 2001;33)
Dalam penelitian ini menggunakan Paradigma Konstruktivis yang secara ontologis, aliran
ini menyatakan bahwa realitas itu ada dalam bentuk bermacam-macam konstruksi mental,
berdasarkan pengalaman sosial, bersifat local dan spesifik dan tergantung pada orang yang
melakukannya. Karena itu, suatu realitas yang diamati oleh seseorang tidak bisa
digeneralisasikan kepada semua orang seperti yang biasa dilakukan dikalangan positivis dan
postpositivis. Karena dasar filosofis ini, menurut aliran ini bersifat satu kesatuan, subjektif dan
merupakan hasil perpaduan interaksi diantara keduanya.(Salim;2001;42)
Tabel 3.1
Tiga Paradigma Ilmu Sosial
Positivisme dan
Postpositivisme
Menempatkan ilmu sosial sebagai
ilmu-ilmu alam, yaitu sebagai suatu
metode yang terorganisir untuk
mengkombinasikan “deductive logic”
dengan pengamatan empiris, guna
secara probabilistic menemukan-atau
memperoleh konfirmasi tentang
hukum sebab akibat yang bisa
digunakan untuk memprediksi polapola umum gejala sosial tertentu.
Konstruktivisme
(Interpretatif)
Memandang ilmu sosial sebagai
analisis
sistematis
terhadap
“socially
meaningful
action”
melalui pengamatan langsung dan
terperinci terhadap pelaku sosial
dalam setting kehidupan sehari-hari
yang wajar atau alamiah, agar
mampu
memahami
dan
menafsirkan bagaimana para pelaku
sosial
yang
bersangkutan
menciptakan
dan
memelihara/mengelola dunia sosial
mereka.
Critical Theory
Mentakrifkan ilmu sosial sebagai
suatu proses yang secara kritis
berusaha mengungkapkan “the real
structure” dibalik ilusi, false needs,
yang ditampakkan dunia materi,
dengan
tujuan
membantu
membentuk kesadaran sosial agar
memperbaiki
dan
mengubah
kondisi kehidupan mereka.
Sumber: Dedy Nur Hidayat dalam Salim;2001;42.
Pendekatan Penelitian
Secara umum penelitian yang menggunakan metodologi kualitatif mempunyai ciri-ciri
(Kriyantono;2006;57):
1. Intensif, partisipasi periset dalam waktu lama pada setting lapangan, periset adalah
instrument pokok riset.
2. Perekaman yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan catatan-catatan di
lapangan dan tipe – tipe lain dari bukti – bukti documenter.
3. Analisis data lapangan.
4. Melaporkan hasil termasuk deskripsi detail, quotes (kutipan-kutipan) dan komentarkomentar.
5. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap periset mengkreasikan realitas sebagai bagian dari
proses risetnya. Realitas dipandang sebagai dinamis dan produk konstruksi sosial.
6. Subjektif dan berada hanya dalam referensi periset. Periset sebagai sarana penggalian
interpretasi data.
7. Realitas adalah holistic dan tidak dapat dipilah-pilah.
8. Periset memproduksi penjelasan unik tentang situasi yang terjadi dan individuindividunya.
9. Lebih pada kedalaman (depth) daripada keluasan (breadth).
10. Prosedur riset: empiris-rasional dan tidak berstuktur.
11. Hubungan antara teori, konsep dan data; data memunculkan atau membentuk teori baru.
3.3 Metode Penelitian
Melalui buku Qualitative Communication Research Thomas Lindlof (1995 : 27-58 )
menyebutkan bahwa metode kualitatif untuk penelitian komunikasi dengan pendekatan
fenomenologi, etnometodologi, interaksi simbolik, etnografi dan studi kultural sering disebut
sebagai paradigma interpretif (interpretive paradigm). Seperti pernyataan Littlejohn 1996:204
yang menyatakan bahwa ” phenomenology makes actual lived experience the basic data of
reality “ jadi fenomenologi menjadikan pengalaman hidup yang sesungguhnya sebagai data
dasar dari realitas. Hal tersebut yang melatar belakangi peneliti untuk menggambarkan fenomena
dari pengalaman hidup mereka sendiri tanpa adanya kategori maupun batasan – batasan dari
peneliti.
Tradisi fenomenologi menurut Creswell;1998;51 yang menyatakan bahwa ”Whereas a
biography reports the life of a single individual, a phenomenological study describes the
meaning of the lived experiences for several individuals about a concept or the phenomenon”.
Studi tentang fenomenologi dengan demikian, berupaya menjelaskan makna pengalaman hidup
sejumlah orang tentang suatu konsep atau gejala, yang dalam hal ini adalah politisi etnis Bali
termasuk di dalamnya konsep – diri atau pandangan hidup mereka sendiri.
Sehingga perlu dipahami bahwa fenomenologi menurut Moleong (2000;9) menjelaskan
bahwa :
Fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang – orang
yang sedang diteliti oleh mereka. Inkuiri fenomenologis dimulai dengan diam. Diam
merupakan tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Mereka
berusaha untuk masuk kedalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian
rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan
oleh mereka disekitar peristiwa dalam kehidupan sehari – hari.
Hal senada juga diungkapkan oleh Mulyana (2001;59) bahwa ”pendekatan fenomenologi
termasuk pada pendekatan subjektif atau interpretif, yang memandang manusia aktif, kontras
dengan pendekatan objektif atau pendekatan behavioristik dan struktural yang berasumsi bahwa
manusia itu pasif”. Sedangkan fenomenologi menurut Maurice Natanson (dalam
Mulyana;2001;20-21) ”istilah fenomenologi dapat digunakan sebagai istilah generik untuk
merujuk kepada semua pandangan ilmu sosial yang menempatkan kesadaran manusia dan makna
subjektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial”.
Dapat diartikan juga bahwa fenomenologi adalah studi tentang pengetahuan yang berasal
dari kesadaran, atau cara dimana orang – orang menjadi paham akan obyek – obyek dan
peristiwa – peristiwa dengan mengalaminya secara sadar. Studi ini melihat obyek – obyek dan
kejadian – kejadian dari sudut pandang si perceiper, individu yang mengalami hal – hal tersebut.
Sebuah fenomena adalah tampilan suatu obyek, kejadian, atau kondisi didalam persepsi. Dengan
demikian, realita dalam fenomenologi adalah cara bagaimana hal – hal tampak dalam persepsi
sadar dari individu tersebut.
Littlejhon mencoba membagi fenomenologi menjadi dua yaitu fenomenologi klasik dan
fenomenologi sosial. Sebagai pendiri fenomenologi sosial modern yaitu Edmund Husserl yang
berusaha untuk mengembangkan sebuah metode untuk mengemukakan kebenaran melalui
kesadaran yang terfokus. Seperti pernyataan Husserl (dalam Littlejhon;185) :
No conceptual scheme outside of actual direct experience is adequate for uncovering
reality. Only throught conscious attention can truth be known. In other words, we can
know the things of the world by carefully examining them in an unbiased way.
Husserl menekankan bahwa tidak ada skema konseptual diluar pengalaman langsung
yang sesungguhnya yang memadai untuk mengungkapkan kebenaran; jadi pengalaman sadar dari
individu haruslah menjadi rute untuk menemukan realita, hanya melalui perhatian sadarlah
kebenaran dapat diketahui. Dengan kata lain, kita bisa mengetahui segala sesuatu di dunia
dengan menyelidikinya secara seksama dengan suatu cara yang jelas.
Husserl juga mencoba memaparkan nilai pengalaman seseorang dalam metode
fenomenologi yaitu “ Most phenomenologists today would say that experience is subjective, not
objective, and that we need to value subjectivity as an important kind of knowledge in its own
sake “. Hal terpenting dalam fenomenologi adalah pada saat mengatakan pengalaman adalah
subjektif bukan objektif dan kita membutuhkan nilai subjectifitas yang merupakan suatu hal
yang penting untuk mendapatkan pengetahuan menuju suatu kepentingan. Husserl (dalam Walsh
dan Lehnert;1972;54) menyatakan serta menekankan perilaku merupakan “ manfaat pemahaman
pengalaman dari kesadaran “. Dimana Husserl juga menyatakan bahwa :
“Experiences of primordial passivity, associations, those axperiences in which the
original time-consciousness, the constitution of immanent temporality takes place and
other axperiences of this kind, are all incapable of it”(that is, of conferring meaning). A
meaning-endowing experience must rather be an “ Ego-Act (attitudinal Act) or some
modification of such an Act (secondary passivity, or perhaps a passively emerging
judgment that suddenly ‘occurs to me’)”.
Pengalaman dari sebuah kepasifan masa lalu, berhubungan dengan waktu awal kejadian,
keadaan sementara yang terjadi dan pengalaman lain jenis ini tidak terlalu berpengaruh ( dalam
hal memberikan maknanya). Pemahaman manfaat pengalaman harus lebih dari “Tindakan ego
( Tindakan Sikap) atau beberapa perubahan dari suatu tindakan ( kepasifan sekunder, atau
mungkin kepasifan pengambilan keputusan yang secara tiba – tiba terjadi “kepada saya” ).
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti akan menggunakan beberapa teknik untuk proses pengumpulan data dalam penelitian ini.
Teknik tersebut disesuaikan dengan metode yang digunakan, kebutuhan peneliti dalam
memperoleh data serta fenomena dalam penelitian ini. Peneliti melihat observasi partisipasi,
wawancara serta studi pustaka mampu mewakili teknik pengumpulan data dalam penelitian ini.
3.3.1 Observasi Partisipasi
Observasi Partisipasi, yaitu pengamatan secara langsung pada lokasi penelitian untuk
mendapatkan gambaran yang sejelas – jelasnya tentang objek penelitian. Dengan melakukan
observasi secara langsung, peneliti diharapkan dapat mengetahui bagaimana invansi budaya
Hindu dalam eksistensi yoga sebagai destinasi wisata di Indonesia.
Senada dengan pernyataan Denzin (dalam Mulyana;2004;163) bahwa ” pengamatan
berperan-serta adalah strategi lapangan yang secara simultan memadukan analisis dokumen,
wawancara dengan responden dan informan, partisipasi dan observasi langsung dan introspeksi ”.
Hal tersebut juga diungkapkan dalam Deddy Mulyana (2004;163) bahwa ” kombinasi
pengamatan dan wawancara konsisten dengan metode logis interaksionisme simbolik yang
memungkinkan peneliti berupaya mengawinkan sifat – sifat tertutup tindakan sosial dengan
sifat – sifatnya yang terbuka dan dapat diamati ”.
3.3.2 Wawancara
Wawancara menurut Mulyana (2004;180) adalah :
Bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh
informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan, berdasarkan
tujuan tertentu. Peneliti akan berusaha melakukan pendekatan melalui teknik wawancara
ini yang berguna untuk mendapatkan hasil yang maksimal .
Dalam penelitian ini peneliti lebih banyak menggunakan wawancara tidak terstruktur
mirip dengan percakapan informal berdasarkan Mulyana (2004;181) yang menyatakan bahwa :
Metode ini bertujuan memperoleh bentuk – bentuk tertentu informasi dari semua
responden, tetapi susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri – ciri setiap
responden. Wawancara tak terstruktur bersifat luwes, susunan pertanyaannya dan
susunan kata – kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara,
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pada saat wawancara, termasuk karakteristik
sosial – budaya ( agama, suku, gender, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dsb )
responden yang dihadapi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Sugiyono (2006;157) yang menyatakan bahwa:
Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap
untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis –
garis besar permasalahan yang akan dinyatakan.
Teknik wawancara ini juga diungkapkan oleh Lincoln dan Guba 1985 (dalam
Moleong;2004;135) antara lain :
Mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi,
tuntutan, kepedulian dan lain – lain kebulatan, merekonstruksi kebulatan – kebulatan
demikian sebagai yang dialami oleh masa lalu; memproyeksikan kebulatan – kebulatan
sebagai yang telah diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang;
memverifikasi; mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain,
baik manusia maupun bukan manusia ( triangulasi ); dan memverifikasi, mengubah dan
memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.
3.3.3 Studi Pustaka
Studi Pustaka pengumpulan data dengan menelaah berbagai tulisan ilmiah, literature, laporan
penelitian yang mempunyai relevansi dengan masalah yang akan diteliti. Hal tersebut juga
dilakukan oleh peneliti nantinya dimana bukan hanya berdasarkan pengamatan dan wawancara
mendalam tetapi peneliti juga banyak belajar mengenai seperangkat peraturan , norma, tradisi,
sebagai kesepakatan yang tertulis dalam kebijakan maupun peraturan yang telah ditentukan.
3.4. Key Informan
Informan adalah seseorang yang mampu mengartikulasikan pengalaman dan pandangannya
tentang sesuatu yang dipertanyakan oleh peneliti. Untuk sebuah studi fenomenologis, kriteria
informan yang baik adalah : ”All individuals studied represent people who have experienced the
phenomenon” Creswell;1988;118, sehingga lebih tepat jika sumber data diperoleh langsung dari
para pelaku yoga atau orang yang memilih yoga sebagai bagian hidup dan aktivitas sosial.
Cresswell;1988;122 juga menambahkan bahwa :
For a phenomenological study, the process of collecting informantion involves primarily
in – depth interviews with as many as 10 individuals. I have seen the number of
interviewees referenced in studies range from 1 ( Dukes, 1984 ) up to 325 ( Polkinghorne,
1989 ), Dukes ( 1984 ) recommends studying 3 to 10 subjects, and the Reimen ( 1986 )
study included 10. the important point is to describe the meaning of small number
individuals who have axperienced the phenomenon. With in – depth interview lasting as
long as 2 hours ( Polkinghours, 1989) 10 subjects in a study represents a reasonable size.
Pernyataan diatas menegaskan bahwa dengan melakukan wawancara mendalam kepada
10 subjek penelitian yang masing – masing memerlukan waktu kurang lebih dua jam, 10 subjek
tersebut dianggap memadai untuk studi fenomenologi. Sebagai informan dalam penelitian ini
adalah komunitas yoga, guru yoga dan para pelaku yoga atau orang yang menekuni yoga dan
aktif dalam kegiatan-kegiatan yoga.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Patton 1980 (dalam Moleong;2004;103-104), adalah ” proses mengatur
urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Ia
membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis,
menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan diantara dimensi – dimensi uraian ”.
Menurut Miles dan Hubermas; ”Analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata yang
biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas.” (dalam Denzim&Lincoln;2009;592).
Berdasarkan hal itu, maka analisis dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga alur kegiatan
yaitu :
1). Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan. Reduksi data ini berlangsung terus-menerus selama proses penelitian kualitatif ini
berlangsung.
Selama pengumpulan data, dilakukan pula tahap reduksi selanjutnya, membuat ringkasan,
mengkode, menelusuri tema, membuat gugus, partisi dan menulis mereduksi data dan bahkan
terus dilakukan sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir tersusun, yang menurut
Miles dan Huberman:
Reduksi data merupakan bagian dari analisis, pilihan peneliti tentang bagian mana yang
di kode, mana yang dibuang, pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar,
cerita apa yang sedang berkembang, semuanya adalah pilihan analitis. Reduksi
merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa
sehungga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan di verifikasi.
2).Penyajian Data
Menurut Miles dan Hubermas: ”Penyajian yang paling sering digunakan dalam data kualitatif
pada masa lalu adalah teks naratif, “ Berdasarkan hal itu, penyajian data dalam penelitian ini
dilakukan dengan berbagai jenis jaringan, tabel dan bagan yang dirancang sedemikian rupa guna
menyajikan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah diraih. Seperti yang
dinyatakan oleh Miles dan Hubermas: “ dengan cara itu peneliti dapat melihat apa yang sedang
terjadi dan menentukan apakah menarik kesimpulan secara benar ataukah terus melangkah
melakukan analisis sesuai saran yang dikiaskan oleh penyajian sebagai sesuatu yang mungkin
berguna”.
3). Penarikan kesimpulan/Verifikasi
Menurut Miles dan Hubermas (dalam Denzim&Lincoln;2009;592) :”penarikan kesimpulan
hanyalah sebagian dari suatu kegiatan konfigurasi yang utuh. Kesimpulan juga diverifikasi
selama penelitian . Verifikasi mungkin sesingkat pikiran penganalisis selama ia menulis, tinjauan
ulang pada catatan lapangan, tukar pikiran diantara teman sejawat untuk mengembangkan
“kesepakatan intersubjektif”. Singkatnya makna-makna yang muncul dari data harus diuji
kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yakni validitasnya.
Model analisis data yang telah diuraikan di atas yang merupakan kesatuan sejajar dan
saling jalin – menjalin tersebut jika digambarkan akan terlihat seperti gambar berikut ini :
Gambar 1. Komponen analisis data model interaktif
Pengumpulan
Penyajian Data
Data
Kesimpulan
Reduksi
Penggambaran/
Data
Verifikasi,
Sumber: Denzim&Lincoln;2009;592.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Tema Fantasi dalam Interaksi Simbolik para Komunitas Yoga
Interaksi yang dilakukan oleh para pelaku yoga atau para pecinta yoga ini memiliki karakteristik
tersendiri dimana para komunitas yoga maupun para kelompok-kelompok kecil para pecinta
yoga tersebut memiliki pemahaman yang sama tentang yoga dimana dari hasil wawancara serta
observasi yang dilakukan bahwa para komunitas tersebut memiliki pemahaman yang sama
tentang yoga yaitu tidak hanya berorientasi pada olah raga kesehatan juga tetapi juga pada
penyatuan jiwa yang berkaitan erat dengan keseimbangan dan ketenangan jiwa. Ini menjadi
sangat baik untuk orang-orang yang memiliki aktivitas yang padat dengan tingkat mobilitas yang
tinggi, dimana yoga tidak hanya mampu menyehatkan tubuh, namun juga mampu memberikan
ketenangan jiwa.
Kegiatan sosial juga menjadi tema fantasi selanjutnya yang dimiliki oleh para pelaku serta
komunitas yoga tersebut. Dimana para komunitas yoga tersebut dalam interaksinya saling
menyebarkan unsur-unsur kebaikan dan saling membantu untuk sesame. Berdasarkan hasil
observasi yang dilakukan oleh peneliti ditemukan bahwa setiap para informan ataupun para
komunitas yoga tersebut melakukan olah raga yoga, mereka akan dengan sukarela untuk
menyisihkan sebagian rejeki mereka (lazimnya berupa uang) untuk disumbangkan kepada orang
yang tidak mampu atau yayasan-yayasan yang membutuhkan yang menjadi kesepakatan mereka
untuk diberi bantuan. Seperti pada foto ini dimana mereka memberikan bantuan serta melakukan
bazar amal dengan menjual kaos (t-shirt) untuk yayasan Thalasemia.
Gambar 4.1
Kegiatan Sosial Komunitas Yoga
Sumber: Hasil Observasi Penelitian, 2016
Bukan hanya kegiatan sosial yang dilakukanoleh para komunitas yoga tersebut, dalam
wawancara yang telah dilakukan bahwa para komunitas yoga tersebut juga mengajarkan tentang
toleransi dengan sesame umat manusia dalam membangun keselarasan hidup. Dalam hasil
wawancara peneliti dengan beberapa informan yang dilakukan bahwa para peserta yoga berasal
dari seluruh agama yang diakui di Indonesia serta dari keyakinan yang mereka anut. Hal tersebut
diketahui dari interaksi yang dilakukan karena biasanya seusai melakukan olah raga yoga,
mereka masih bercanda ria satu dengan yang lainnya bahkan mereka juga sering melakukan
pergi bersama hanya sekedar ngobrol dan berdiskusi yang ringan-ringan. Bahkan ada beberapa
dari para komunitas yoga tersebut melakukan bisnis bersama yang tentu saja bentuk bisnisnya
masih berkaitan dengan yoga seperti menjual perlengkapan yoga, dll. Seperti pada foto berikut,
dimana para pelaku yoga tidak dibatasi oleh lapisan, kelas serta agama apapun. Semua boleh
melakukan yoga sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing sebagai wujud tolerasi yang
mereka lakukan.
Gambar 4.2
Aktivitas Yoga Pada Ruang Publik
Sumber: Hasil Observasi Penelitian, 2016
Hal lain yang juga ditemukan dalam penelitian ini adalah pengalaman yang menarik yang
disampaikan oleh para informan tersebut yang memiliki kisah yang berbeda namun memiliki
pemaknaan fantasi simbolik yang sama yaitu membangun pemahaman yang sama tentang
harmonisasi hidup dengan alam dimana implementasinya adalah mereka senantiasa menjaga
kebersihan lingkungan, menggunakan produk-produk daur ulang hingga beberapa dari informan
yang dilakukan penelitian mereka memutuskan untuk vegetarian. Bahkan ada seorang informan
dalam penelitian ini yang sudah mulai bisnis sabun kesehatan yang benar-benar dibuat sendiri
dan dihasilkan dari bahan-bahan yang ramah lingkungan dengan aroma yang alami. Dan
beberapa dari informan tersebut juga melakukan vegetarian dengan sangat sukarela walaupun
mereka bukan beragama Hindu atau pun Budha yang selama ini kental dengan ajaran Vegetarian.
Eksistensi Yoga Sebagai Destinasi Wisata di Indonesia
Berangkat dari hasil wawancara serta observasi yang telah dilakukan oleh peneliti dimana
pergerakan dan solidaritas komunitas yoga saat ini sangatlah kuat dimana mereka senantiasa
berbagi informasi satu dengan yang lainnya dan selalu saling mendukung kegiatan yang
dilakukan antar komunitas yoga tersebut. Bahkan senantiasa para komunitas yoga ini melakukan
aksi kegiatannya di luar ruang untuk manarik perhatian dan semangat baru untuk orang-oarang
yang hendak bergabung dalam komunitas tersebut.
Bahkan yang menarik lagi adalah kegiatan yoga yang dilakukan diluar ruang atau ruang
publk seperti taman, car free day, bahkan bazar ataupun pada festival yang dilakukan. Dan
kesemuanya dilakukan secara gratis dan guru-guru yang dihadirkan pun senantiasa
melakukannya dengan cara sukarela dan gratis tanpa dipungut biaya apapun. Kecuali untuk event
festival yang terkadang dipungut biaya untuk registrasi dan acara workshop yang dilakukan.
Hal lain untuk melihat eksistensi yoga bukan hanya dapat dilihat daru jumlah pelaku serta
komunitas yoga yang terus bertambah, namun juga kegiatan atau event-event yoga yang juga
terus bertambah seperti festival yoga yang sangat rutin dilakukan dibeberapa kota besar di
Indonesia disetiap tahunnya. Walaupun belum ada data yang kongkrit terkait jumlah festival
yoga yang dilakukan setiap tahunnya di Indonesia karena berdasarkan hasil wawancara
dilapangan bahwa event-event yoga yang dilakukan selama ini lebih banyak di handle oleh
komunitas-komunitas yoga baik di Indonesia maupun dari luar negeri khususnya dari India.
Belum ada institusi pemerintah yang secara resmi menaungi olah raga Yoga ini secara detail
mensupport pelaksanaan setiap kegiatan maupun event yang ada. Dapat diketahui bahwa, setiap
berlangsungnya event yoga ini, tidak pernah sepi dari peserta yoga. Setiap event yang
dilaksanakan seperti magnet bagi para pelaku yoga tersebut. Hal ini dapat dilihat dari peserta
yang hadir tidak hanya dari Indonesia saja tetapi juga dari luar negeri bahkan ada yang dari
Eropa. Bukan hanya itu saja, dalam event-event yoga yang dilakukan biasanya mendatangkan
guru yoga dari India langsung, sehingga ini akan menjadi daya Tarik tersendiri bagi para pelaku
yoga.
Semakin meningkatnya jumlah para pelaku yoga serta komunitas-komunitas yoga di
Indonesia serta kegiatan-ketiatan dan event-event festival ypga baik yang bertaraf nasional
maupun internasional diharapkan mampu menjadi pilihan wisatawan untuk hadir ke Indonesia.
Melalui kegiatan yang rutin dilakukan setiap tahunnya, jika dikelola dengan baik oleh
pemerintah maka diharapkan akan mempu menjadi pilihan destinasi wisata di Indonesia. Dengan
demikian diharapkan peran serta poemerinta untuk lebih detail terlibat dalam setiap event-event
yoga di Indonesia yang merupakan harapan yang sama yang disampaikan oleh para informan
dalam penelitian ini.
Pembahasan
Sangat jelas bahwa, eksistensi yoga di Indonesia sebagai pilihan gaya hidup sehat yang saat ini
sedang berkembang sangat pesat dihasilkan dari proses penyebaran informasi melalui ceritacerita yang dimiliki oleh beberapa orang, kelompok, komunitas yang memiliki pengalaman yang
detail terkait yoga sehingga mampu menjadi inspirasi untuk banyak orang. Tema-tema fantasi
yang ditawarkannya terus berkembang melalui interaksi sosial yang dilakukannya dan dilakuakn
secara menyeluruh dengan pergerakan dari satu kelompok ke kelompok lainnya. Dalam interaksi
sosial tersebut juga biasanya dilakukan berbagi pengalaman terkait dengan yoga. Dengan jelas
dapat kita lihat bahwa, yoga menjadi kebutuhan gaya hidup sehat yang terus berkembang saat ini
dalam eksistensinya di Indonesia.
Yoga bergerak menjadi pilihan gaya hidup sehat saat ini, karena dianggap mampu menjadi
salah satu solusi untuk menjawab kebutuhan hidup sehat para masayakat blobal yang memiliki
tingkat mobilitas yang sangat padat. Gaya hidup serba instan, tingkat kompetisi yang tinggi serta
stress yang terus meneruh dialamai oleh masyarakat-masyarakat global mamapu menjadikan
yoga sebagai pilahan terbaiknya untuk tetap tenang menyikapi setiap masalah, selalu berfikir
positif serta senantiasa mampu mengolah emasi yang ada. Melalui yoga, manusi dapat menjadi
dokter untuk dirinya sendiri., yoga juga mampu menawarkan sebuah efisiensi hidup dimana,
yoga dapat dilakukan dimana saja tanpa harus keluar rumah dan mengeluarkan uang yang sangat
besar untuk berolah raga.
Kini ketika yoga semakin berkembang di Indonesia, maka kesadaran masyarakat di Indonesia
akan hidup sehat pun akan terus berkembang. Kegiatan-kegiatan serta event yang berkaitan
dengan yoga pun terus meningkat setiap tahunnya, maka ini akan mampu menjadi destinasi
wisata di Indonesia. Serta semakin aktif para pelaku-pelaku yoga tersebut berinteraksi dengan
kelompok-kelompok lainnya, maka yoga akan semakin menjadi pilihan gaya hidup sehat untuk
masyarakat Indonesia. Bukan tidak mungkin, yoga kini sudah menjadi kebudayaan baru yang
sedang berkembang di Indonesia melalui interaksi sosial yang dilakukan oleh para pelaku yoga
dan kebutuhan akan hidup sehat dikalangan masyarakat Indonesia. Kebudayaan tersebut akan
terus berkembang seiring kebutuhan hidup sehat pun akan terus meningkat. Karena yoga
memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap perubahan gaya hidup, pola hidup serta pola
konsumsi (pola makan). Kini, budaya baru, gaya hidup baru sudah ada di tengah-tengah
masyarakat kita yaitu yoga, sehingga orang akan mampu mengatakan, jika ingin sehat, maka
yoga lah.
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, Jhon W, 2003, Research Design; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Denzin,Norman K&Lincoln,Yvonna S, 2009, Handbook Of Qualitative Research,
Putakan Pelajar, Yogyakarta
Kriyantono, Rachmat, Ph.D, 2006, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta
Littlejohn, Stephen W&Foss, A Karen, 2009, Edisi Sembilan; Teori Komunikasi; Theories Of
Human Communication, Salemba Humanika, Jakarta.
Miles, B. Matthew, A. Michael Hubermas,1992, Analisis
Tentang Metode-Metode Baru, Jakarta : UI Press.
Data Kualitatif,
Buku Sumber
Moleong, Lexy, J, Dr, M.A., 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Moleong, Lexy, J, Dr, M.A., 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Mulyana, Deddy, M. A, 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Mulyana, Deddy, M. A, 2005, Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Ritzer, George and Smart, Barry, 2012, Handbook Teori Sosial, Nusa Media& Diadit Media,
Bandung
Salim, Agus, 2001. Teori Dan Paradigma Penelitian Sosial, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta
Sugiyono, Prof, Dr, 2006, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, Alfabeta,
Bandung.
Online:
http://kabarbisnis.com/read/2857511/diminati-para-selebritis--acroyoga-kini-jadi-bagian-darilifestyle
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20141014133552-255-6288/dari-sini-sejarah-yogaberasal/
http://www.yogainindonesia.com/yoga/posts/read/yoga-dari-abad-ke
abad#sthash.o8TSWwb6.dpuf
Download