TERORISME SEBAGAI AGENDA PROPAGANDA AMERIKA DI DUNIA PASCA TRAGEDI 11 SEPTEMBER 2001 Rusydi M. Yusuf Fakultas Sastra/Jurusan Sastra Inggris ([email protected]) ABSTRAK Istilah teror atau terorisme semakin mengemuka di dunia setelah terjadinya peristiwa 9/11 yang mengakibatkan runtuhnya menara kembar World Trade Center di Amerika. Sejak peristiwa tersebut setiap pertemuan internasional selalu mengaitkan isu terorisme. Tak jarang hal ini menimbulkan anggapan bahwa agenda terrorisme sangatlah erat kaitannya dengan agenda propaganda Amerika Serikat, karena Amerika Serikat yang paling banyak mengambil peran dalam berbagai isu internasional terutama isu terorisme ini. Dengan adanya propaganda melalui isu terorisme ini Amerika ingin menyampaikan pesan kepada dunia bahwa Amerika adalah satu-satunya Negara super power dan akan menjadi polisi dunia, dan tidak boleh ada Negara lain baik di Eropa maupun Asia yang menjadi kompetitor dalam bidang ekonomi, politik dan pertahana keamanan dan bahkan pemikiran. Key words: Terorisme, Propaganda, Amerika, super power, Kompetitor. 1 PENDAHULUAN “teror” atau “terorisme” tidaklah muncul begitu saja, karena kedua istilah tersebut sudah ada sejak awal peradaban manusia muncul di dunia, peristiwa kekerasan yang dialami dan dilakukan oleh berbagai suku sejak zaman Yunani Kuno, Romawi Kuno, dan pada abad pertengahan. Dalam hal ini teror atau terorisme menurut Lequeur yang dikutip oleh Lukman Hakim (Terorisme di Indonesia, 2004) secara klasik diartikan sebagai kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan untuk menciptakan rasa takut dalam masyarakat. Peristiwa terorisme ini sudah mengalami perjalanan panjang hal ini kita bisa lihat bahwa sejak masa raja Xenophon (430-349 SM) masa Yunani Kuno juga telah menggunakan jalan kekerasan untuk menakuti-nakuti musuh guna bisa menguasai sebagai wilayah yang diinginkannya. Pada masa revolusi perancis pun pada abad ke 17 tindakan kekerasan ini pun dilakukan untuk menindas para pembangkang yang anti revolusi. Pada masa berikutnya tindakan terorisme ini dipergunakan oleh berbagai pihak untuk tujuan politik dan revolusi. Memasuki abad modern ini tindakan-tindakan terorisme mulai berkembang dengan mengadopsi berbagai kemajuan teknologi dan peralatan elektronik canggih, trasportasi dan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kimia. Namun “teror” atau “terorisme” adalah satu kata yang paling ditakuti pada saat ini oleh masyarakat dunia atau sebuah negara khususnya negara yang berlatar belakang penduduknya sebagian memeluk agama Islam. Ketakutan tersebut muncul dilatarbelakangi oleh peristiwa pembajakan 4 pesawat komersil Amerika yang sengaja ditabrakkan oleh para “terorisme” ke beberapa bangunan utama di Amerika yaitu World Trade Center dan The Pentagon Headquarter Center. Dengan adanya kejadian tersebut secara spontanitas Amerika langsung menabuh genderang perang untuk memerangi terorisme dimanapun mereka berada, dan sampai saat ini pun hampir segala bentuk pristiwa yang menyangkut kekerasan dan apalagi melibatkan sebuah negara atau gerakan sebuah kelompok akan dianggap sebagai sebuah gerakan terorisme dan hal hal ini dapat dijadikan alasan untuk memerangi dan menghancurkan kelompok ini. Setelah pristiwa pembajakan pesawat pada 9/11/2001 terjadi Amerika sangatlah antusias melihat setiap peristiwa kekerasan yang terjadi di berbagai sudut dunia, dan selalu mencoba mengaitkan dengan gerakan terorisme atau terorisme internasional. Serangkaian pemboman yang terjadi belakangan ini hampir selalu berujung untuk menyerang Amerika di berbagai belahan dunia, dan sebagaimana yang dikatakan oleh George W Bush setelah peristiwa 9/11 bahwa dia akan memerangi setiap bentuk kekerasan yang menamakan dirinya Dengan adanya tindakan teror tersebut, Amerika mengambil kesempatan guna menjadikan segala bentuk tindakan teror dijadikani agenda guna mempropagadakan Amerika di dunia sebagai satu-satunya negara yang harus diperhitungkan di dunia, tidak ada lagi kekuatan bipolar di dunia, yang ada hanyalah satu kekuatan unipolar yaitu Amerika. 2 2.1 TINJAUAN PUSTAKA TERORISME Terorisme yang berasal dari Bahasa latin terrere bermakna suatu tindakan yang dapat membuat pihak lain ketakutan (Lukman Hakim, 2004) dalam bentuk lain dikatakan bahwa tindakan terorisme merupakan suatu tindakan kekerasan yang digunakan untuk menimbulkan ketakutan pihak lain dalam usaha untuk mencapai tujuan terutama tujuan politik, dan orang yang mempergunakan cara tersebut dikenal sebagai teroris. Pengertian terorisme sendiri sampai saat ini masih mengalami pro dan kontra karena rumitnya masalah yang disebabkan dan berkaitan dengan masalah itu sendiri, setiap orang dan setiap negara akan mendefinisikan kata terorisme tersebut sesuai dengan latar balakang darimana mereka berada. Pada saat ini Amerika sebagai sebuah negara super power di dunia, selalu memaknai tindakan terorisme adalah setiap tindakan yang yang dilakukan oleh suatu kelompok atau orang yang mengancam kepentingan keamanan dalam atau luar negeri Amerika Karena definisi terorisme yang begitu rumit dan komplek, maka kegiatan terorisme ini hanya dapat dilihat dari ciri utama saja.di Antara ciri-ciri dari terorisme adalah (Lukman Hakim, 2004): Pertama, penggunaan kekerasan dan ancaman kekerasan dengan tujuan tertentu secara sistematis dan dirancang untuk menciptakan ketakutan. Kedua, menggunakan ancaman kekerasan dan melakukan kekerasan kepada siapapun kawan maupun lawan demi mencapai tujuan yang diinginkan. Ketiga, sengaja menciptakan dampak psikologis bagi masyarakat tertentu dengan tujuan mengubah dan sikap dan perilaku politik sesuai tujuan pelaku terror. Keempat pelakunya dapat beroperasi sendiri atau secara kelompok bahkan atas dasar sokongan pemerintah tertentu. Kelima, modusnya dapat berupa penculikan, pembajakan, pembunuhan kejam. Keenam, aksi mereka ditujukan untuk mencari perhatian kelompok lawan. Dengan demikian aksi-aksi terror pada dasarnya dikatagorikan sebagai tindakan criminal, illegal, meresahkan masyarakat, dan tidak manusiwi. 2.2 PROPAGANDA Dalam kamus Bahasa Indonesia, propaganda berarti penerangan (paham, pendapat, dsb) yang benar atau salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut aliran, sikap, arah tindakan tertentu:--biasanya disertai janji yang muluk-muluk. Propaganda berasal dari Bahasa latin propagare yang berarti mengembangkan atau memekarkan. Menurut Nurdiana (2009), yang disarikan dari R.A Santoso (1983), bahwa kata tersebut berasal dari kata CONGREGATIO DE PROPAGANDA FIDE yang mengacu pada sebuah lembaga yang didirikan pada tahun 1622 oleh Gereja Katolik Roma yang waktu itu dipimpin oleh Paus Gregorius XV bertujuan untuk menyebarluaskan agama katolik baik di Italia maupun ke negaranegara lain. Dalam hal lain (Diyah Musri 2009), juga menyampaikan pendapat Harry Shaw yang dikutip oleh Sunu Wasono bahwa propaganda merupakan informasi atau ide-ide atau gossip yang disebarluaskan untuk mendukung atau menghancurkan seseorang, kelompok, gerakan kayakinan, lembaga, atau bangsa. menurut Encyclopedia International, propaganda adalah suatu jenis komunikasi yang berusaha mempengaruhi pandangan dan reaksi, tanpa memperdulikan tentang nilai benar atau tidak benarnya pesan yang disampaikan. Sementara menurut encyclopedia Everyman’s propaganda adalah suatu seni untuk penyebaran dan meyakinkan suatu kepercayaan agama atau politik. Propaganda berusaha meyakinkan pendapat-pendapat tanpa harus mengemukakan alasa-alasan yang masuk akal. Maka secara umum propaganda diartikan sebagai skema untuk mempropagandakan suatu doktrin atau tindakan kepada seseorang atau kelompok, yang disebarkan melalui kata-kata, iklan komersil, music, gambar atau bentuk lainnya yang dapat mengubah opini orang banyak. Menurut Lasswell (Nurdiana FIB-UI 2009), bahwa propaganda teknik untuk mempengaruhi kegiatan manusia dengan memanifulasikan kegiatan yang sebenarnya. Sementara menuurut Barnays, propaganda adalah suatu usaha yang bersifat konsisten dan terus-menerus untuk menciptakan atau membentuk peristiwa-peristiwa guna mempengaruhi hubungan public dengan penguasa. Dari beberapa pengertian propaganda yang telah dituangkan dalam berbagai tulisan dan pendapat para ahli, maka propaganda sebenarnya lebih cocok dipakai dikalangan dunia militer, karena hal ini sangat relevan dengan apa yang dikatakan oleh Harrold LD. Lasswell seorang ahli komunikasi yang melakukan penelitian tentang pemakaian propaganda pada Perang Dunia I. yang dikutip oleh Moeryanto Ginting bahwa tujuan utama propaganda adalah: 1) untuk menumbuhkan kebencian terhadap musuh; 2) untuk melestarikan persahabatan sekutu; 3) untuk mempertahankan persahabatan, dan jika mungkin, untuk menjalin kerjasama dengan pihak-pihak netral; 4) untuk menghacurkan semganat musuh. Dari pendapat Laswell di atas terlihat bahwa kegiatan propaganda dilakukan pada saat terjadinya konflik atau permusuhan Antara satu fihak dengan fihak lainnya.Pada saat terjadi konflik maka terlihat propaganda diakui sebagai alat untuk memenangkan konflik atau perang. Propaganda pada dasarnya dapat dipakai untuk setiap kegiatan dan setiap waktu, tidak hanya pada saat terjadi perang tapi pada saat damai itupun bisa dipakai guna mempengaruhi pihak lain agar dapat memperoleh dukungan yang diinginkan oleh si propagandis. Hal ini pulalah yang dilakukan oleh Amerika setelah terjadinya peristiwa 9/11/2001 yang menghancurkan gedung kembar WTC. Dalam banyak kegiatan yang berkaitan dengan penyerangan terhadap fasilitas keamanan Amerika di dalam maupun di luar negeri akan dikatagorikan sebagai tindakan terorisme, dan Amerika ingin selalu melakukan propaganda tersebut di dunia agar dapat selalu menyerang musuh-musuhnya dengan dalih terorisme dan itu harus dihancurkan. 2.3 TEKNIK-TEKNIK PROPAGANDA Dalam melakukan propaganda diperlukan teknik agar tujuan propaganda itu sendiri dapat tercapai dengan baik, dalam hal ini hanya akan diambil beberapa teknik yang mendekati maksud dari tulisan ini, diantara teknik teknik proganda adalah sebagai berikut: a. Name calling: pemberian julukan atau sebutan dalam arti yan buruk dan bersifat negatife, teknik ini memberi cap buruk atau negative terhadap individu, kelompok, bangsa, ras, kebijakan-kebijakan dan lain sebagainya. Tujuan dari propaganda ini adalah agar pembaca atau pendengar akan mengutuk objek dari propaganda tersebut. b. Glittering generalities, teknik ini menyamakan sesuatu yang dipropagandakan dengan tujuan mulia, luhur, dan biasanya selalu mempergunakan pernyataan positif. Pelaku propaganda berusaha membangkitkan perasaan cinta, keikhlasan dan perasaan senang di hati masyarakat. c. Testimonial, Teknik ini memberikan suatu kebaikan atau keburukan terhadap objek yang dipropagandakan. d. Transfer, Teknik ini mempergunakan tokoh yang berpengaruh untuk menyampaikan maksudnya. 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis.Yang dimaksud dengan Deskriptif adalah data yang digunakan berdasarkan fakta yang terjadi kemudian diinterpretasikan secara tepat sehingga dibuatkan analisis deskriptif secara sistematis faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analitik merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan semua data yang akan diinterpretasikan secara sistematis dengan tetap memperhatikan hubungan antar fenomena yang terjadi. Sementara penelitian ini akan mendeskripsikan tentang Terorisme Sebagai Agenda Propaganda Amerika di Dunia suatu studi kasus gedung World Trade Center. 4 HASIL PENELITIAN Serangan 11 September 2001 di World Trade Center, telah menggubah wajah dunia, aksi terorisme lebih dipicu oleh dorongan agama, kelompok terorisme ini banyak menggunakan ayatayat dari kitab suci sebagai pijakan tindakan mereka (Agus SB, 2014) pada peristiwa tersebut tror telah mencapai dimensi baru yaitu bahwa terror tidak lagi sekedar melakukan perlawanan pada sebuah rezim tetapi sudah ingin melakukan konflik global dengan mengisi kevakuman ideologis setelah berakhirnya perang dingin. Sejak peristiwa 11 September 2001, Amerika melibatkan diri dalam perang global melawan teror yang diarahkan secara khusus terhadap negara-negara yang berpenduduk muslim terutama negara yang berada di Jazirah Arabia. Peristiwa 11 September tersebut juga dijadikan alasan oleh Amerika untuk melakukan serangkaian serangan brutal terhadap Negara yang mendukung kegiatan terorisme, Negara yang paling dicurigai adalah Afganistan karena Amerika beranggapan bahwa otak pelaku dari aksi terror tersebut adalah Osama bin Ladin seorang yang bekwarga negaraan Afganistan. Amerika melancarkan perang melawan terorisme yang menutupi kejahatan atas kaum muslin di Afganistan. Pemunculan nama berbau Timur Tengah, Arab, dan Muslim sebagai orang-orang yang dicurigai melakukan serangan bunuh diri tersebut, yang diikuti dengan penyebutan nama Usamah bin Ladin sebagai otak utama di balik semua itu tanpa bukti yang jelas dan kuat, segera menimbulkan reaksi instant di kalangan masyarakat Muslim di berbagai penjuru dunia. Meskipun tanpa didasari bukti yang kuat pemerintah Amerika secara langsung tetap meminta kepada pemerintah Taliban di Afganistan agar tidak melindungi dan segera menyerahkan pimpinan Al-Qaidah Usamah bin Ladin harus segera diadili karena dialah sebagai otak pelakunya. Pemerintah Amerika menyediakan dana yang besar untuk memerangi terorisme khusunya dengan target Usamah bin Ladin dan pemerintah Amerika berjanji kepada rakyatnya untuk segera memburu pelaku penyerangan terhadap simbol-simbol Amerika tersebut dan memberikan hukuman yang setimpal terhadap mereka, sebagaimana yang dinyatakan oleh presiden Amerika George W. Bush dalam pidatonya, “ini adalah perang untuk keadilan, sebagai balas dendam atas serangan 11 September”. Dalam kesempatan lain Bush juga menyatakan sebagaimana yang dikutip oleh Ferry Kurniawan : either you are with us or with terrorists. Karena masing-masing pihak merasa tidak bersalah, di lain hal Amerika sebagai Negara adikuasa dan polisi dunia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa dialah yang paling benar, maka dengan sendirinya Amerika langsung mengeluarkan keputusan untuk menyerang pemerintahan Taliban Afganistan dengan tuduhan sebagai teroris dengan alasan target utama mencari Usamah bin Ladin. Sebagai Negara adikuasa yang sangat menjunjung tinggi nilai nilai demokratisasi, Amerika seharusnya mengutamakan jalur diplomasi dalam menyelesaikan kasus ini daripada harus menggunakan senjata. Namun jalan diplomasi selalu diabaikan karena dianggap kurang efektif dalam mencapai tujuan. Jalur diplomasi akan digunakan oleh Amerika sejauh tidak merugikan mereka, seandainya merugikan maka Amerika lebih memilih kekuatan senjata sebagai cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah. Maka dari itu banyak peperangan yang melibatkan Amerika secara langsung atau tidak langsung yang mengatasnamakan penumpasan terorisme di muka bumi ini. Sejak terjadinya peristiwa 11 September 2001 di Amerika Serikat yang diikuti oleh operasi militer ke Afganistan, telah mewujudkan ketengangan baru di dunia Internasional, hal ini menurut Azra merupakan perwujudan dari skenario Samuel Huntington mengenai “Clash of Civilization” yaitu berupa benturan peradaban, yang pada awalnya merupakan benturan peradaban antara blok Timur dan Barat namun dengan berakhirnya perang dingin “cold war” maka sekarang sudah menggejala lebih jauh lagi yaitu kearah perseteruan masalah agama khususnya antara Barat dengan Islam, sebagaimana yang dikatakan oleh Azra ini sebagai bentuk dari kekerasan yang mengandung nuansa politik keagamaan “religious politics”. Kejadian 11 September 2001 tersebut seolah menandai babak baru sejarah terorisme atas nama agama di dunia. Islam sebagai salah satu agama terbesar di dunia harus menanggung resiko ketika dicap sebagai agama teroris oleh dunia internasional. Tentu ini tidak lepas dari konstelasi politik dunia dan cara pandang Eropa dan Amerika terhadap Islam. Serangan 9/11 yang ditengarai dilakukan oleh sekelompok orang islam dijadikan legitimasi oleh Amerika untuk mencap islam sebagai sarang terorisme. Maka, tidak heran kemudian perang melawan teroris diartikan sebagai perang melawan Islam. Peristiwa 9/11 pulalah yang menandai drama kolonialisasi dunia modern. Alih alih membasmi terorisme, Amerika berusaha menguasai Negara-negara yang di Timur Tengah yang kaya minyak. Irak diserang dengan alasan pemilikan senjata pemusnah massal, Afganistan diserang dengan alasan menyembunyikan Usamah bin Ladin yang dianggap sebagai otak pelaku periswa 9/11 yang oleh Azra disebut sebagai serangan bunuh diri “kamikaze”. Perkembangan selanjutnya bahwa Usama dan dan gerakan Talibannya dijadikan sebagai kambing hitam aksi terorisme di Amerika dan dunia. Amerika telah membangun paradigma baru soal terorisme, terpuruknya citra islam di mata internasional tak lepas dari sifat subjectivitas Amerika terhadap terorisme. Alasan terorisme ini pulalah yang menjadi legitimasi Amerika untuk memperluas daerah jajahannya di Timur Tengah. Dengan alasan membasmi terorisme Amerika punya hidden agenda yaitu untuk menguasai perekonomian dan politik Negara tersebut. Amerika sadar betul bahwa ekonomi dan politik merupakan dua unsur yang sangat vital dan signifikan bagi eksistensi sebuah Negara, invasi pun dilangsungkan, maka satu demi satu Negara Timur Tengah yang kaya minyakpun dikuasai. Dengan menduduki Irak maka AS meraih keuntungan dari minyak Irak yang diekspolitasi tanpa ketahuan berapa jumlahnya. Bukti bahwa minyak adalah tujuannya sebagaimana yang disarikan oleh Farid Wajdi bahwa , Amerika mengivasi Irak pada tahun 2003 dan dengan cepat menata ladang dan sumur minyak. Saat pasukan koalisi memasuki Baghdad mereka membuat lingkaran protektif di sekiling kementrian perminyakan, dan membiarkan institusi lainnya tak terjaga, mereka membiarkan penduduk melakukan pembakaran kantor kantor dan institusi lainnya, yang pada akhirnya Irak yang berada di bawah pemerintahan Amerika sejak tahun 2007 membuat payung hukum bahwa perusahaan asing boleh memiliki kontrak jangka panjang selama 30 tahun dan boleh diperpanjang kembali. Dan ironisnya bahwa apabila terjadi sengketa perusahaan asing tersebut tidak dapat dituntut berdasarkan hukum Irak. Setahun setelah peledakan tersebut, Gedung Putih mengeluarkan sebuah dokumen yang berisi bahwa Amerika akan menjadi polisi dunia dan akan bertindak unilateral dalam menghadapi ancaman teroris serta senjata pemusnah massal, bila Negara lain tidak bersedia diajak maka Amerika akan mengerahkan semua kekuatan militer untuk mengatur tatanan global tersebut. Strategi baru Amerika Serikat yang dicanangkan (Budi Mulyana, 2013) tersebut adalah a. Mempertahankan dunia unipolar dan mencegah kompetitor baru. b. Terorisme merupakan ancaman baru. c. Mengganti konsep pencegahan perang dingin, karena ancaman sudah berpindah ke aksi terorris internasional. d. Amerika perlu memainkan pern langsung untuk memusnahkan acanaman. Dengan adanya peristiwa ini Amerika telah mengeluarkan suatu konsep keamanan nasional baru yaitu preemptive strike. 5 KESIMPULAN Perang melawan terorisme makin lama makin banyak menuai kecaman, karena implementasi di lapangan telah banyak melanggar aturan, mengabaikan ketentuan hukum, dan melanggar hakhak azazi manusia. Apa yang dilakukan Amerika setelah pristiwa 9/11 dengan dalih memerangi terorisme, telah mempropagandakan dirinya sebagai pemimpin dunia. Suatu pertanyaan yang masih menggelitik adalah seandainya peristiwa 9/11 tidak terjadi akankah terbentuk dunia dengan Amerika sebagai satu-satunya Negara super power. Maka dalam hal ini jelaslah bahwa terorisme hakekatnya hanyalah sebuah isu yang dijadikan proyek propaganda global Amerika yang bersifat jangka panjang setelah peristiwa 9/11. Proyek strategi ini digunakan untuk menjajah Negara-negara lain di dunia dengan berbagai strategi baik melalui jalur politik, ekonomi, olah raga, music, dan lain sebagainya. Semua ini semata-mata demi kepentingan kapitalisme global Amerika di dunia. Isu terorisme ini akan selalu diusung oleh Amerika agar menjadi perhatian dunia yang sudah terjebak dalam proyek globa Amerika sampai seluruh komponen yang dianggap mengancam agenda sekularisasi dan libelarisasi betul-betul bisa dibungkam. 6 DAFTAR PUSTAKA Azra, Azyumardi, Prof. Dr., MA. 2002 Konflik Baru Antar Peradaban: Globalisasi Radikalisme dan Pluralitas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Bakti, Agus Surya. 2014. Darurat Terorisme. Jakarta. Daulat Press. Cahyo, A. Agus. 2012. Perang-Perang Paling Fenomenal dari Klasik sampai Modern. Jogjakarta: Penerbit Buku Biru. Ensiklopedi Indonesia. 1989. Jakarta. PT. Ikhtiar Baru Indonesia. Fredericks, Salim., 2013. Invasi Politik dan Budaya Asing. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah. Hakim, Lukman. 2004. Terorisme di Indonesia. Surakarta: Forum Studi Islam Surakarta. Huntington, P. Samuel. Et.al. 2005.Amerika dan dunia; Memperdebatkan bentuk baru politik internasional. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Reich, Walter. 2003. Origin of Terrorisme: Tinjauan psikologi, ideology, teologi, dan sikap mental. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Ginting, Moeryanto Munthe. 2012. Propaganda dan Ilmu Komunikasi. UMN jurnal Juni 2012. Volume IV, No. 1 library.umn.ac.id/jurnal/.../bafb5035c726c8b31fe8931ef50db1cd.pdf Mulyana, Budi. 2013. Terorisme Internasional: Agenda Propaganda Amerika serikat dan Pandangannya menurut islam. Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu social dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia. http:/jipsi.fisip.unikom.ac.id/jurnal/terorisme-internasional.27 Musri, Diyah Harsini. 2009. Teknik propaganda dalam lirik lagu Band Punk Marjinal. Skripsi Sarjana FIB Universitas Indonesia http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=123529&lokasi=lokal Nurdiana.2009. Pengajaran Bahasa Jepang Sebagai bentuk Porpagand Jepang pada Pendudukan Jepang di Indonesia 1942-1945.Skkripsi sarjana, Fakultas Ilmu pengatahun Budaya Program Studi Jepang, Universitas Indonesia Jakarta. lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123451...Pengajaran%20bahasa-HA.pdf Pajarto, Nunung. 2004. Terorisme dan Media Masa: Debat Keterlibatan Media.Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. ISSN 1410-4946 vol.8, Nomor 1, Juli 2004 (hal. 37-52) jurnalsospol.fisipol.ugm.ac.id/index.php/jsp/article/view/194/189 Kamus Besar Bahasa Indonesia on line http://kamusbahasaindonesia.org/propaganda#ixzz2w5jkjp4D