jenis-jenis sapi potong

advertisement
HUBUNGAN ANTARA KERAGAMAN GEN INSULIN-LIKE
GROWTH FACTOR-1 (IGF-1) DENGAN LITTER SIZE
PADA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE)
SKRIPSI
KHAERUL AKBAR KARIMUDDIN
I111 12 251
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
HUBUNGAN ANTARA KERAGAMAN GEN INSULIN-LIKE
GROWTH FACTOR-1 (IGF-1) DENGAN LITTER SIZE
PADA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE)
SKRIPSI
Oleh :
KHAERUL AKBAR KARIMUDDIN
I111 12 251
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
iii
KATA PENGANTAR
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Segala puji hanyalah milik Ilahi Rabbi Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan, kesempatan dan hidayah-Nya kepada penulis hingga dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan antara Keragaman Gen
Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) dengan Litter Size pada Kambing
Peranakan Etawa (PE)” tanpa hambatan yang berarti. Shalawat dan salam tak
lupa penulis haturkan kepada Nabiullah Muhammad SAW yang telah
menggulung permadani kebatilan dan membentangkan sajadah-sajadah kebaikan.
Terselasaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk
itu dengan penuh keikhlasan dan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan
untaian terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Muhammad Ihsan A. Dagong, S.Pt., M.Si. sebagai pembimbing utama dan
Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc. sebagai pembimbing anggota yang
senantiasa meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam mengarahkan penulis
menyelesaikan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M. Sc., Prof. Rr. Sri Rachma AB., M.Sc.,
Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Garantjang, M. Agr, Sc. Selaku tim
penguji atas kesediaan waktu dan saran-saran dalam melengkapi skripsi ini.
3. Kak Pur dan Kak Tri, selaku laboran di Laboratorium Bioteknologi Terpadu
Fakultas Peternakan Unhas yang banyak memberikan informasi, masukan dan
bimbingan.
4. Dr. Ir. Rohmiyatul Islamiyati, MP., selaku penasehat akademik yang
senantiasa memberi nasehat demi lancarnya proses akademik penulis.
v
5. Keluarga besar Flock Mentality 2012 (FM’012), WGPnFriends dan
Exone’012 yang setia mendampingi penulis sebagai sahabat yang Insya Allah
sampai akhir hayat.
6. Lembaga tercinta Himaproterk-UH, Kema Fapet-UH, PMB-UH Latenritatta
dan HMI Kom. Peternakan Cab. Maktim yang mengajarkan pentingnya
organisasi dalam berkehidupan.
7. Bidikmisi yang sangat membantu dari segi finansial penulis selama berkuliah.
8. Akhirnya rasa terima kasih yang teramat istimewa kepada kedua orang tua
Bapak Drs. Karimuddin seorang petani yang begitu sederhana dan Ibu Hartini,
S.Pd. seorang ibu rumah tangga yang penuh kesabaran mengajarkan anakanaknya arti penting dari sebuah pendidikan. Saudara-saudara tercinta Kakak
Khaerianti Karimuddin, S.Pd., Khaerani Karimuddin, S.Pd., Khaerun Nur
Karimuddin, S.Pt., dan Adek Khaerati Fitriani Karimuddin, C.S.Pd., yang
senantiasa mencurahkan doa dan kasih sayang yang begitu ikhlas kepada
penulis.
Semoga amal ibadah semua pihak yang telah membantu penulis
mendapatkan ridha dari Allah SWT. Aamiin
Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat pada umumnya dan keilmuan dibidang peternakan khususnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Makassar,
Januari 2017
Penulis
vi
ABSTRAK
KHAERUL AKBAR KARIMUDDIN. I111 12 251. Hubungan antara
Keragaman Gen Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) dengan Litter Size pada
Kambing Peranakan Etawa (PE). Dibawah bimbingan oleh Muhammad lhsan A.
Dagong sebagai Pembimbing Utama dan Lellah Rahim sebagai pembimbing
anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara
keragaman gen IGF-1 dengan litter size pada kambing PE. Sampel yang diambil
berupa darah kambing betina PE yang telah melahirkan lebih dari 1 kali sebanyak
48 sampel berasal dari Kabupaten Polewali Mandar. Pengambilan darah melalui
vena jugularis ditampung pada tabung vacutainer berisi antikoagulan EDTA untuk
mencegah penggumpalan darah dan dilanjutkan dengan ekatraksi DNA. Variasi
genetik kandidat gen diidentifikasi menggunakan teknik polymerase chain
reaction restriction fragment length polimorphism (PCR-RFLP). Keragaman gen
IGF-1 dideteksi dengan pemotongan amplimer menggunakan enzim retriksi
Haelll. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada exon 4 gen IGF-1 ditemukan
polimorfisme gen yaitu transisi GG/CC dan ditemukan dua alel pada populasi.
Frekuensi alel A 0,72, sedangkan alel B 0,28. Hasil perhitungan kesetimbangan
hukum Hardy Weinberg menggunakan rumus chi square 0,248 dan nilai tersebut
berada dalam keseimbangan HardyWeinberg (p>0,05). Nilai heterozigositas (He)
sebesar 0,409 yang menandakan nilai keragaman genetik kambing PE rendah.
Keragaman genotipe IGF-1/Haelll memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap
litter size (p<0,01). Rata-rata litter size untuk setiap genotipe berbeda-beda
(genotipe AA = 1,95 ± 0,55, AB = 1,73 ± 0,73, dan BB = 1,67 ± 0,29). Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan litter size untuk tiap-tiap jenis genotipe
dan genotipe AA cenderung memunyai litter size lebih tinggi. Alel A memiliki
efek litter size lebih tinggi bila dibandingkan dengan alel B. Untuk itu, genotipe
IGF-1/Haelll dapat digunakan sebagai penciri genetik untuk litter size.
Kata kunci : keragaman genetik, IGF-1/Haelll, kambing Peranakan Etawa
vii
ABSTRACT
KHAERUL AKBAR KARIMUDDIN. I111 12 251. The relationship between
the gene polymorphism of Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) with Litter Size
of Etawa Grade Goat. Under the guidance of Muhammad lhsan A. Dagong as
Main Supervisor and Lellah Rahim as a guide member.
The research is designed to identify the IGF-1 gene polymorphism
association with litter size of Etawa Grade goats. This research used 48 Etawa
Grade female goat bloods samples that has given birth more than once taken from
Polewali Mandar. Blood sampling via the jugular vein was collected in Vacutainer
tubes containing EDTA anticoagulant to prevent blood clots and followed by
DNA extraction. Then, the genetic variation of this gene candidates identified
using technique of "polymerase chain reaction-restriction fragment length
polymorphism" (PCR-RFLP). IGF-1 gene polymorphisms were detected by
cutting amplimer using restriction enzyme Haelll. The research results indicate
that gene polymorphism is found in exon 4 gene IGF-1. This is the transition
GG/CC in which two alleles in the population found. The frequency of allele A is
0,72, while allele B is 0,28. The results of Hardy-Weinberg equilibrium law for
each region using the chi-square formula is 0,248 which is in Hardy-Weinberg
equilibrium (P>0.05). Value of heterazygacity (He) is 0,409 which indicates that
the value of genetic diversity of PE goats is low. IGF-1 genotype of
Polimorphism/Haelll has a significant effect on the litter size (P<0.01), Average
litter size for each genotype was different (AA genotipe = 1,95 ± 0,55, AB = 1,73
± 0,73 and BB = 1,67 ± 0,29).This shows that there is difference in litter size for
each types of genotype and AA genotype tends to have higher litter size. Allele A
has higher litter size effect compares to allele B. Therefore, IGF-1/Haelll
genotypes can be used as a genetic marker for litter size selection.
Keywords : Polymorphism, IGF-1/Haelll, Etawa Grade Goats
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...............................................................................
i
HALAMAN JUDUL ..................................................................................
ii
PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................
iv
KATA PENGANTAR ................................................................................
v
ABSTRAK ..................................................................................................
vii
ABSTRACT ................................................................................................
viii
DAFTAR ISI ...............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xiii
PENDAHULUAN ......................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Kambing PE ............................................................
Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) ................................................
Analisis Keragaman Menggunakan Metode PCR-RFLP ...................
3
5
11
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat .............................................................................
Materi Penelitian ................................................................................
Tahapan Penelitian .............................................................................
Analisis Data ......................................................................................
13
13
13
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi Gen IGF-1 pada Kambing PE ..........................................
Keragaman Gen IGF-1 pada Kambing PE dengan Metode PCR- RFLP
Frekuensi Genotipe dan Alel ..............................................................
Kesetimbangan Hardy-Weinberg dan Heterozigositas..........................
Hubungan Genotip IGF-1 dengan Litter Size........................................
17
18
19
20
22
ix
KESIMPUALAN DAN SARAN
Kesimpulan .........................................................................................
Saran ...................................................................................................
24
24
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
25
LAMPIRAN ................................................................................................
30
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................
34
x
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Keragaman Gen IGF-1 Menurut Beberapa Penelitian pada Ternak .............
9
2. Sequen Primer Beserta Enzim Restriksi Endonuklease untuk PCR-RFLP
15
3. Nilai Frekuensi Genotip dan Alel Lokus IGF-1|HaeIII pada Kambing PE
19
4. Kesetimbangan Hardy-Weinberg dan Heterozigositas pada Populasi
Kambing PE ..............................................................................................
20
5. Hubungan Genotip IGF-1 dengan Litter Size pada Populasi Kambing PE.
22
xi
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Visualisasi Amplifikasi Produk PCR Gen IGF-1 Ekson 4............................
17
2. Visualisasi PCR-RFLP Gen IGF-1 Ekson 4 dengan Enzim HaeIII .............
18
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Population Genetic Analysis (Menggunakan Software Popgene32 Versi
1.31). .........................................................................................................
29
2. Hasil Analisis Uji t (Menggunakan Software SPSS) .................................
30
3. Dokumentasi Penelitian ............................................................................
34
xiii
PENDAHULUAN
Kambing Peranakan Etawa (PE) merupakan rumpun kambing lokal
Indonesia yang telah dibudidayakan secara turun temurun sehingga menjadi
kekayaan sumber daya genetik ternak lokal Indonesia, namun informasinya secara
genetik belum diteliti secara optimal. Perkembangan ilmu genetika telah
membuka peluang untuk mengetahui tingkat keragaman genetik kambing PE pada
tingkat DNA (asam deoksiribonukleat) yang dapat digunakan untuk mengetahui
potensi genetiknya. Teknologi DNA dapat menjadi dasar untuk penentuan
genotipe gen-gen bernilai ekonomis yang diperlukan sebagai bibit ternak kambing
PE yang unggul.
Salah satu cara yang dapat meningkatkan perkembangan kambing PE
adalah dengan meningkatkan litter size. Tinggi rendahnya litter size pada kambing
PE dikontrol oleh salah satu atau beberapa gen. Salah satu gen yang
mempengaruhi litter size pada kambing PE adalah gen IGF-1. IGF-1 dikenal juga
sebagai somatomedin C, yaitu protein yang dikodekan oleh gen IGF-1.
Pengetahuan gen penanda untuk kambing PE dapat dimanfaatkan dalam
proses seleksi yang memiliki potensi meningkatkan litter size. Seleksi litter size
kambing secara konvensional memerlukan waktu yang sangat panjang dan biaya
yang mahal, karena kambing memiliki interval generasi yang cukup panjang yaitu
3 tahun. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi litter size sehingga dapat
mengaburkan dalam proses seleksi. Dengan demikian, mengetahui gen penanda
pada kambing menjadi sangat penting.
1
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran informasi mengenai
keragaman gen Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) yang dapat digunakan
sebagai salah satu indikator seleksi kambing PE.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjuan Umum Kambing PE
Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena
ukuran tubuhnya tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang
biak, jumlah anak per kelahiran sering lebih dari satu ekor dan pertumbuhan
anaknya cepat. Kambing pun memiliki daya adaptasi yang tinggi dengan kondisi
agroekosistem suatu tempat sehingga lingkungan yang paling buruk pun, kambing
masih mampu bertahan hidup (Sirait, 2009).
Kambing merupakan jenis binatang memamah biak yang berukuran
sedang dan sudah dibudidayakan manusia sejak sebelum Masehi hingga sekarang,
kambing menjadi salah satu hewan penghasil protein yang dikembangkan di
Indonesia. Kambing lokal (Capra aegagrus hircus) yang dibudidayakan adalah
subspesies dari kambing liar yang tersebar di Asia Barat Daya dan Eropa.
Kambing diklasifkasikan dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas
Mammalia, ordo Artiodactyla, family Bovidae, subfamili Caprinae, genus Capra,
spesies Capra aegagrus dan subspesies Capra aegagrus hircus (Putri, 2008).
Kambing PE adalah termasuk dalam kelompok kambing dwiguna.
Kambing ini merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah dari India
dengan kambing Kacang (lokal) pada zaman kolonial Belanda dan telah
beradaptasi baik dengan kondisi tropis basah di Indonesia. Sistem perkawinan
yang tak terkontrol dan tanpa diikuti seleksi yang terarah menyebabkan besarnya
variasi fenotip (penampakan luar) dan genotip (genetik) dari kambing PE (Fitrial,
2009). Selanjutnya dikemukakan Sasongko (2006), bahwa kambing PE
merupakan hasil persilangan antara kambing Kacang dengan kambing Etawah dan
3
dapat beradaptasi terhadap kondisi dan habitat Indonesia. Kambing jenis ini
mempunyai ciri-ciri antara kambing Kacang dan kambing Etawah. Selanjutnya
menurut Fitrial (2009), bahwa kambing PE merupakan hasil persilangan antara
kambing Etawah (asal India) dengan kambing Kacang. Penampilan kambing jenis
ini mirip kambing Etawah tetapi lebih kecil. Sejak dulu, daerah kawasan
pegunungan Menoreh di perbatasan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah adalah sentra kambing PE di
Indonesia, dan dari sinilah kambing PE menyebar ke berbagai daerah di Indonesia
(Anonim, 2011).
Beberapa karakter penting dari kambing PE yaitu: bentuk muka cembung,
telinga relatif panjang (18-30 cm) dan terkulai, jantan dan betina bertanduk
pendek, warna bulu bervariasi dari kream sampai hitam, bulu pada bagian paha
belakang, leher dan pundak lebih tebal dan lebih panjang daripada bagian lainnya,
warna putih dengan belang hitam atau belang coklat cukup dominan, tinggi badan
untuk jantan 70-100 cm, dengan berat badan dewasa mencapai 40-80 kg untuk
jantan dan 30-50 kg untuk betina (Batubara, 2010). Selanjutnya menurut Fitrial
(2009), bahwa kambing PE ini bertipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging
dan susu. Ciri khas kambing PE antara lain; bentuk muka cembung melengkung
dan dagu berjanggut, terdapat gelambir di bawah leher, telinga panjang, ujung
tanduk agak melengkung, tubuh tinggi dan pipih, bentuk garis punggung
mengombak ke belakang. Bulu tumbuh panjang di bagian leher, pundak,
punggung dan paha. Bulu pada bagian paha tumbuh panjang dan tebal. Kemudian
menurut Mulyono (2003), bobot badan hidup kambing PE jantan sekitar 60 kg dan
PE betina sekitar 40 kg.
4
Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1)
Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1) adalah peptida kecil dari 70 asam
amino dengan massa molekul 7649 Da (Laron, 2001) yang muncul pada tahap
sangat awal dalam evolusi vertebrata dari gen insulin jenis tetuanya (Chang et al.,
1990). IGF-1 pertama kali diidentifikasi pada tahun 1950 dan bernama sulphation
faktor (Salmon dan Daughaday, 1957). IGF-1 juga dikenal sebagai non-insulinsuppressible (Froesch et al., 1963) dan somatomedin C (Daughaday et al., 1972).
Nama IGF-1 diadopsi pada tahun 1970 karena kesamaan struktur dengan insulin
dan mempromosikan kegiatan pertumbuhan (Rinderknecht dan Humbel, 1976).
IGF-1 dan IGF-2 diatur oleh keluarga protein yang dikenal sebagai IGF
binding protein. Protein ini membantu untuk memodulasi kerja IGF dengan cara
yang rumit yang melibatkan tindakan IGF menghambat dengan mencegah
mengikat reseptor IGF-1 serta mempromosikan tindakan IGF dengan membantu
dalam pengiriman ke reseptor dan meningkatkan waktu paruh IGF. Saat ini, ada 6
IGF binding protein yang telah ditandai (IGFBP1-6). Saat ini data yang signifikan
menunjukkan bahwa IGFBP memainkan peran penting selain kemampuan mereka
untuk mengatur IGF (Anonim, 2012).
IGF-1 adalah salah satu dari dua ligan dari sistem IGF. Sistem IGF juga
mencakup dua reseptor, enam afinitas tinggi IGF binding protein (IGFBP) dan
protease IGFBP (Hwa et al., 1999). IGF-1 mengerahkan dampaknya pada
proliferasi sel, diferensiasi, dan kelangsungan hidup melalui reseptor sendiri
(Benito et al.,1996; Vincent and Feldman, 2002).
IGF-1 barfungsi sebagai mediator berbagai pengaruh biologis, misalnya,
meningkatkan penyerapan glukosa, merangsang myogenesis, menghambat
5
apoptosis, berpartisipasi dalam aktivasi genetik siklus sel, meningkatkan sintesis
lipid, merangsang produksi progesteron dalam sel granular, dan intervensi dalam
sintesis DNA, protein, asam ribonukleat (RNA), dan dalam proliferasi sel
(Etherton, 2004). IGF-1 terutama diproduksi oleh hati sebagai hormon endokrin,
serta dalam jaringan target parakrin / otokrin. Produksi IGF-1 dirangsang oleh
hormon pertumbuhan (GH) dan dapat dihambat oleh kekurangan gizi,
ketidakpekaan hormon pertumbuhan, kurangnya reseptor hormon pertumbuhan,
atau kegagalan jalur sinyal pasca reseptor GH hilir, termasuk SHP2 dan STAT5B.
Sekitar 98% dari IGF-1 selalu terikat ke salah satu dari 6 protein pengikat (IGFBP). IGFBP 3 merupakan protein yang paling banyak dan menyumbang 80% dari
semua pengikat IGF. IGF- 1 mengikat ke IGFBP 3 dalam molar rasio 1:1
(Anonim, 2012).
Faktor-faktor yang diketahui menyebabkan variasi dalam tingkat IGF-1
dalam sirkulasi mencakup susunan genetik individu, waktu, umur, jenis kelamin,
status olahraga, tingkat stres, nutrisi, status penyakit, ras, status estrogen dan
asupan xenobiotik (Anonim, 2012).
Sistem IGF memainkan peran utama dalam reproduksi spesies mamalia.
IGFs mungkin memiliki peran penting dalam pengendalian fungsi ovarium
(Schams et al., 1999). Faktor pertumbuhan yang diproduksi secara lokal
peptida/protein, bersama dengan sinyal endokrin bertanggung jawab untuk proses
folliculogenic berbeda seperti rekruitmen folikel dan seleksi folikel dominan. IGF1 telah dilaporkan untuk merangsang proliferasi dan diferensiasi sel-sel granulose
diisolasi dari folikel antrum pada berbagai spesies, di antaranya babi dan tikus
(Zhao et al., 2001). IGFs dan protein yang pengikat mengendalikan aktivitas
6
mereka juga penting untuk pertumbuhan dan perkembangan janin (Gibson et al.,
2001). IGF-1 secara struktural terkait protein, memainkan peran kunci dalam
diferensiasi sel, embriogenesis, pertumbuhan, dan regulasi metabolisme
(Siadkowska et al., 2006)
Penelitian gen telah menunjukkan bahwa IGF-1 sangat penting untuk
perkembangan embrio dan janin yang normal (Steward dan Rotwein, 1996).
Reseptor terdapat dalam ovarium, saluran telur, uterus, embrio praimplantasi dan
janin (Velazquez et al.,2008; Coppola et al., 2009). Hal ini juga diketahui bahwa
defisit IGF-1 menurunkan kegiatan reproduksi pada spesies mamalia (Zulu et al.,
2002; Dees et al., 2009; Giampietro et al., 2009). Namun, konsentrasi
supraphysiological dari IGF-1 juga terkait dengan gangguan reproduksi
(Druckman dan Rohr, 2002).
DNA terdapat dalam semua jenis sel, misalnya sel darah dan mempunyai
peranan dalam biosintesis protein. DNA terdapat di dalam kromosom, berbentuk
pita ganda yang memilin panjang, golongan basanya purin (Adenin dan Guanin)
serta pirimidin (Cytosin dan Timin), dan berfungsi penentu macam protein yang
akan disintesis (Prowel, 2010). Di dalam gen, urutan nukleotida sepanjang untaian
DNA menentukan protein, yang akan dihasilkan oleh organisme disebut sebagai
ekspresi gen. Gen diekspresikan secara luas, contohnya gen renin diekspresikan
dalam ginjal dan beberapa jaringan ekstrarenal (Sari, 2007), gen Pit-1
diekspresikan salah satunya pada kelenjar susu (Fatmawati, 2012), gen penyandi
hormon pertumbuhan bersama-sama dengan gen IGF-1 diekspresikan salah
satunya pada sirkulasi darah yang berasal dari hati (Misitahari, 2011), dan
sebagainya. Perbedaan ini disebabkan oleh pengaturan ekspresi gen. Menurut
7
Carillo et al. (1997), bahwa tingkat pertumbuhan dan komposisi tubuh adalah
karakteristik penting dalam produksi ternak. Secara fisiologis peran IGF-1 sangat
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan ternak (Xue et al., 2009), dimana
salah satu komponen penting dari turunan GH (Qiong et al., 2011). Karena gen
IGF-1 adalah mediator utama dari efek GH, sehingga dapat digunakan sebagai
penanda yang potensial berkaitan dengan sifat bobot badan (Andrade et al., 2008).
Hal ini disebabkan karena gen IGF-1 merupakan faktor pertumbuhan yang
merangsang proliferasi dan diferensiasi sel (Pell, 1997). Gen IGF-1 adalah salah
satu kandidat gen dalam strategi seleksi menggunakan marka DNA (marker
assisted selection). Strategi kandidat gen merupakan teknik biologi molekuler
untuk mengidentifikasi lokus sifat kuantitatif secara langsung, dengan asumsi
bahwa variasi genetik kandidat gen ini berasosiasi dengan sifat kuantitatif
(Maskur et al., 2012). Pengukuran potensi ternak dapat diamati melalui sifat bobot
badan. Bobot badan merupakan sifat yang dikendalikan banyak gen. Salah satu
gen penting yang mempengaruhi bobot badan ternak kambing adalah gen
penyandi hormon pertumbuhan (Yuniarsih et al., 2011). Lebih lanjut
dikemukakan Blott et al. (2003), bahwa efek yang berhubungan dengan
pertumbuhan ini terutama terjadi dengan perantara gen IGF-1, yakni anggota
famili gen yang hampir sama dengan gen penyandi hormon insulin. Gen ini pada
mulanya dikenal sebagai faktor sulfasi, karena kemampuannya untuk mengadakan
penyatuan sulfat ke dalam tulang rawan. Selanjutnya IGF-1 dikenal pula sebagai
somatomedin C yang serupa dengan gen penyandi hormon proinsulin. IGF-1
berada dalam konsentrasi yang relatif tinggi (150-400 ng per ml) dalam plasma.
Beberapa penelitian mengenai gen IGF-1 dapat dilihat pada Tabel 1.
8
Tabel 1. Keragaman Gen IGF-1 Menurut Beberapa Penelitian pada Ternak.
Ternak
Metode
Hasil
Sumbar
Sapi Nellore
RFLP
AA = 0
Curi et al. (2005)
AB = 0
BB = 1,00
Sapi Canchim
AA = 0,13
AB = 0,43
BB = 0,44
Sapi Simmental
AA = 0,03
AB = 0,33
BB = 0,64
Sapi Angus
AA = 0
AB = 0,64
BB = 0,36
Sapi FH
RFLP
Sapi Mexican Charolais
(Coahuila)
RFLP
AA = 0,29
AB = 0,47
BB = 0,24
AA = 0,07
AB = 0,37
BB = 0,56
Sapi Mexican Charolais
(Nuevo Leon)
AA = 0,21
AB = 0,50
BB = 0,29
Sapi Mexican Beefmaster
(Tamaulipas)
AA = 0
AB = 0,07
BB = 0,93
CC = 0,78
CT = 0,08
TT = 0,14
Sapi Bali
RFLP
Siadkowska et al.
(2006)
Reyna et al. (2010)
Maskur et al. (2012)
9
Kambing Xinong Sannen
RFLP
AA = 0,77
AB = 0,23
BB = 0
Kambing Laoshan
AA = 0,73
AB = 0,25
BB = 0,02
Kambing Guanzhong
AA = 0,81
AB = 0,19
BB = 0
Kambing Inner Mongolia
White Cashmere
AA = 0,67
AB = 0,31
BB = 0,02
Kambing Guizhou White
AA = 1,00
AB = 0
BB = 0
Kambing Leizhou
AA = 1,00
AB = 0
BB = 0
Kambing Shaannan White
AA = 1,00
AB = 0
BB = 0
H1H1 = 0,28
H1H2 = 0,24
H2H2 = 0,48
Kambing Xinjiang
RFLP
Kambing Nanjiang
Cashmere
Lan et al. (2007)
Wu-Jun et al. (2010)
H1H1 = 0,49
H1H2 = 0,24
H2H2 = 0,27
Kambing Kacang
RFLP
Kambing Peranakan Etawa
(PE)
RFLP
Ayam Lokal
RFLP
AA = 0,91
AB = 0,09
AA = 0,28
AB = 0,56
BB = 0,16
AA = 0,68
AB = 0,28
BB = 0,42
Tunnisa (2013)
Surya (2015)
Mu‟in et al. (2010)
10
Analisis Keragaman Menggunakan Metode PCR-RFLP
DNA merupakan molekul yang terdapat dalam inti sel. Molekul DNA
terdiri atas dua untai nukleotida yang saling berkomplemen. Struktur tersebut
memungkinkan terjadinya mekanisme pewarisan sifat. DNA dapat diisolasi dari
berbagai jaringan makhluk hidup yang memiliki inti sel, misalnya pada sel darah.
Ekstraksi DNA yang umum dilakukan adalah dengan ekstrak darah karena dalam
darah terdapat sel darah putih dan sel-sel darah merah yang masih muda. Sampel
darah banyak digunakan dalam ekstraksi DNA karena mudah diperoleh serta
prosedur isolasi yang relatif mudah (Misrianti, 2009). DNA terdapat pada seluruh
jaringan dan cairan tubuh. Oleh karena itu DNA genom dapat diisolasi dari
semua bahan biologis yang mengandung sel berinti, seperti darah, semen, rambut,
tulang, liur dan lain-lain. Bahan yang paling sering digunakan untuk tujuan
isolasi DNA adalah darah dan rambut beserta akarnya, karena kedua bahan
tersebut relatif mudah diperoleh.
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu cara untuk
menggandakan jumlah molekul DNA pada ruas-ruas tertentu dan monomermonomer nukleotida yang dilakukan secara in vitro. Proses ini berjalan dengan
bantuan primer dan enzim polymerase. Primer merupakan oligonukleotida
spesifik yang menempel pada bagian sampel DNA yang akan diperbanyak.
Enzim polymerase merupakan enzim yang dapat mencetak urutan DNA baru.
Hasil dari proses PCR dapat divisualisasikan dengan elektroforesis (Williams,
2005). Teknik PCR didasarkan pada amplifikasi fragmen DNA spesifik dimana
terjadi penggandaan jumlah molekul DNA pada setiap siklusnya secara
eksponensial dalam waktu yang relatif singkat. Teknik ini sangat ideal untuk
11
mengidentifikasi patogen dengan cepat dan akurat. Secara umum proses ini dapat
dikelompokkan dalam tiga tahap yang berurutan yaitu denaturasi templat,
annealing (penempelan) pasangan primer pada untai tunggal DNA target dan
extension (pemanjangan atau polimerisasi), sehingga diperoleh amplifikasi DNA
antara 106-109 kali.
Reaksi yang terjadi dalam mesin PCR secara umum dapat dibagi menjadi
tiga tahap yaitu tahap denaturasi DNA cetakan, tahap annealing atau penempelan
primer dan tahap extension, yaitu pemanjangan primer atau polimerase. Reaksi
ini umumnya terjadi dalam 25-30 siklus. Pada tahap denaturasi, DNA dipanaskan
hingga 94 OC sehingga DNA untai ganda berpisah menjadi DNA untai tunggal.
Tahapan yang paling menentukan dalam proses PCR adalah tahap penempelan
primer, karena tiap pasangan primer memiliki suhu penempelan primer yang
spesifik. Tahap pemanjangan primer terjadi pada suhu 72 OC. Pada tahapan ini
enzim taq polymerase, buffer PCR, dNTP, dan Mg2+ memulai aktifitasnya
memperpanjang primer (Misrianti, 2009).
Teknik molekuler yang akan digunakan untuk analisis adalah RFLP.
Teknik ini dapat digunakan untuk analisis variasi genetik baik pada DNA
mitokondria maupun DNA kromosom. Pola pita DNA yang dihasilkan dapat
bervariasi tergantung pada jenis enzim restriksi yang digunakan dan sekuens
DNA target yang akan dianalisis. RFLP membutuhkan DNA yang benar-benar
bersih dalam jumlah yang relatif banyak. Teknik PCR-RFLP dilakukan dalam
dua prosedur, sehingga lebih mahal dan memakan lebih banyak waktu (Misrianti,
2009).
12
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama bulan September - Oktober 2016
bertempat di Laboratorim Bioteknologi Terpadu, Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin, Makassar. Pengambilan sampel darah dan pengukuran litter size
ternak kambing yang berasal dari Desa Tandasura, Kecamatan Limboro,
Kabupaten Polewali Mandar.
Materi Penelitian
Bahan utama dari penelitian ini adalah 48 sampel darah kambing betina
PE yang telah melahirkan lebih dari 1 kali dari Kabupaten Polewali Mandar.
Bahan pendukung antara lain: Primer (primer gen IGF-1), Enzim retriksi HaeIII,
bahan ekstraksi DNA (Kit DNA ekstraksi (Thermo Scientific), Proteinase K,
ethanol 96%), bahan PCR (dNTP mix, Enzim Taq DNA polymerase, 10x buffer,
10x TBE buffer), bahan elektoforesis ( agarose, Ethidium bromide, Marker DNA
100pb, Loading dye), tissue dan plastik mika.
Alat yang digunakan yaitu : venoject, tabung vakuttainer, mesin PCR
(sensoQuest Germany), centrifuge, alat pendingin, tabung eppendorf besar kecil,
gel documention, mikropipet, tip, rak tabung, elektroforesis, autoclave,
timbangan, sarung tangan.
Tahapan Penelitian
Koleksi Sampel Darah
Sebanyak 48 sampel darah kambing betina PE yang telah melahirkan
lebih dari 1 kali dari Kabupaten Polewali Mandar. Pengambilan darah melalui
13
vena jugularis ditampung pada tabung vacutainer yang telah berisi antikoagulan
EDTA untuk mencegah penggumpalan darah.
Ekstraksi DNA
DNA diisolasi dan dimurnikan dengan menggunakan Kit DNA ekstraksi
Genjet Genomic DNA Extraction (Thermo Scientific) dengan mengikuti protocol
ekstraksi yang disediakan. Sebanyak 200 µl sampel darah dilisiskan dengan
menambah 400 µl larutan lysis buffer dan 20 µl proitenase K (10 mg/ml),
dicampurkan kemudian diinkubasi pada suhu 56 ºC selama 60 menit di dalam
waterbath shaker. Setelah inkubasi larutan kemudian ditambahkan 200 µl
Ethanol absolute 96% dan disentrifugasi 6.000 x g selama 1 menit.
Pemurnian DNA kemudian dilakukan dengan metode spin column dengan
penambahan 500 µl larutan pencuci wash buffer I yang kemudian dilanjutkan
dengan sentrifugasi pada 8.000 x g selama 1 menit. Setelah supernatannya
dibuang, DNA kemudian dicuci lagi dengan 500 µl wash buffer II dan
disentrifugasi pada 12.000 x g selama 3 menit. Setelah supernatannya dibuang,
DNA kemudian dilarutkan dalam 200 µl elution buffer dan disentrifugasi pada
8.000 x g untuk selanjutnya DNA hasil ekstraksi ditampung dan disimpan pada
suhu -20 ºC.
Teknik PCR-RFLP
Sequen primer gen IGF-1 yang digunakan pada kondisi PCR-RFLP dapat
dilihat pada Tabel 2.
14
Tabel 2. Sequen primer beserta enzim restriksi endonuklease untuk PCR-RFLP.
Primer
Sekuen DNA
Enzim restriksi Sumber
F : 5’-CACAGCGTATTATCCCAC-3’
R: 5’-GACACTATGAGCCAGAAG-3’
IGF-I
HaeIII
Liu, et
al 2010
Larutan mix (0,3 µl primer IGF-1; 0,5 µl dNTP Mix; 1,5 µl MgCl2; 2,5
µl 10
x Dream Taq Buffer; 18,1 µl H2O; dan 0,1 µl Dream Taq DNA
polymerase) disentrifugasi dan dicampurkan dengan
2
µl sampel
yang
telah diekstraksi dan disimpan pada column kecil kemudian disentrifugasi
kembali. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam mesin PCR dengan
pengaturan denaturasi awal pada suhu 94oC x 2 menit, diikuti dengan 35
siklus berikutnya masing-masing denaturasi 94oC x 45 detik, dengan suhu
annealing yaitu 60oC x 30 detik yang dilanjutkan dengan ekstensi 72 oC x
60 detik, yang kemudian diakhiri dengan satu siklus ekstensi akhir pada
suhu 72oC
selama 5
menit
dengan
menggunakan
mesin
PCR
(SensoQuest, Germany).
Sampel yang telah di PCR kemudian dipipet sebanyak 2 µl dan
dicampurkan dengan Loading dye pada plastik mika dan dielektrophoresis
pada gel agarose 1.5% (0,6 gram agarose; 40 ml buffer 1x TBE ; dan 2,5
µl ethidium bromide) selama 45 menit. Selanjutnya gel agarose tersebut
divisualisasi pada UV transiluminator (gel documentation system).
Produk PCR yang diperoleh dari masing-masing gen target kemudian
dianalisis menggunakan RFLP melalui pemotongan menggunakan enzim restriksi
yang memiliki situs pemotongan GG|CC pada gen IGF-1. Sebanyak 5 l DNA
produk PCR ditambahkan 0,3 l enzim restriksi (5U) ; 0,7 l buffer enzim dan
15
1 l aquabides sampai volume 7 l, Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 17
jam pada suhu 37oC.
Sampel produk PCR-RFLP kemudian dipipet sebanyak 2 µl dan
dicampurkan dengan Loading dye pada plastik mika dan dielektrophoresis
pada gel agarose 2% (0,8 gram agarose; 40 ml buffer 1x TBE ; dan 2,5
µl ethidium bromide) selama 45 menit. Selanjutnya gel agarose tersebut
divisualisasi pada UV transiluminator (gel documentation system).
Analisa Data
Hubungan Genotipe IGF-1 dengan Litter Size
Hubungan genotip IGF-1 dengan litter size dapat dihitung dengan rumus
berikut (Sanusi, 2003) :
t=
Dimana :
t
= Nilai t hitung
X = Rata-rata sampel
μ = Rata-rata total populasi
SD = Standar Deviasi sampel
n
= Jumlah sampel
Litter size (LS)
Litter size adalah jumlah anak per kelahiran, adapun cara menghitungnya
seperti berikut :
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi Gen IGF-1 pada Kambing PE
Gen
IGF-1
ekson
4
pada
kambing
PE
berhasil
diamplifikasi
menggunakan metode PCR SensoQuest Germany dengan suhu annealing 60º C.
Pasangan primer yang digunakan mengikuti Tunnisa (2013) pada kambing
Kacang dan Surya (2015) pada kambing PE. Persentase keberhasilan amplifikasi
gen IGF-1 ekson 4 dalam penelitian ini adalah 100%. Hasil amplifikasi ruas gen
dapat divisualisasikan pada gel agarose 1,5 % dan disajikan pada Gambar 1:
Gambar 1. Visualisasi Amplifikasi Produk PCR Gen IGF-1 Ekson 4.
Keterangan :
M
: Marker 100-1000 pb
No. 1-12 : Sampel kambing PE (363 pb)
Pada penelitian ini panjang gen IGF-1 yang berhasil diamplifikasi
memiliki panjang 363 pb (pasang basa), sebagaimana panjang ruas DNA
yang diapit oleh primer pada sekuen gen IGF-1. Hal ini sesuai dengan
penelitian Wu-Jun et al. (2010) pada kambing Xinjiang dan Nanjiang Cashmere ;
Liu, et al. (2010) pada kambing Chasmere ; Tunnisa (2013) ; dan Surya (2015),
bahwa amplifikasi produk PCR kambing pada gen IGF-1 ekson 4 adalah 363 pb.
17
Keragaman Gen IGF-1 pada Kambing PE dengan Metode PCR-RFLP
Keragaman gen IGF-1 ekson 4 pada kambing PE dalam penelitian ini
menggunakan metode RFLP dan enzim restriksi HaeIII sebagai enzim
pemotongnya. Enzim HaeIII mengenali situs pemotongan GG|CC, yakni terjadi
subtitusi basa (transisi) dari G menjadi C. Penggunaan primer IGF-1 ekson 4 dan
enzim restriksi HaeIII, menyebabkan panjang alelnya dapat diketahui.
Genotip gen IGF-1 pada sampel kambing PE didapatkan melalui
pengukuran panjang fragmen ruas gen IGF-1 ekson 4 pada lokus IGF-1|HaeIII
yang memiliki dua tipe alel, yaitu alel A (363 pb) dan alel B (264 pb dan 99
pb). Dimana genotype AA apabila terdapat satu fragmen DNA yaitu 363 pb.
Genotipe AB ditunjukkan dengan tiga fragmen DNA yaitu 363 pb, 264 pb dan
99 pb. Genotipe BB ditunjukkan dengan adanya dua fragmen yaitu 264 pb dan
99 pb. Ternak dengan genotipe homozigot (AA atau BB) berarti kedua tetua
ternak
tersebut masing-masing menyumbangkan gen (alel) yang sama.
Ternak dengan
genotipe heterozigot (AB) merupakan kombinasi dua alel
berbeda dari kedua tetuanya. Genotipe gen IGF-1 ekson 4 lokus IGF-1|HaeIII
divisualisasikan pada gel agarose 2 % dan disajikan pada Gambar 2.
18
Gambar 2. Visualisasi PCR-RFLP Gen IGF-1 Ekson 4 dengan Enzim HaeIII
Keterangan :
M
No. 1,2,3,8
No. 4,5,7
No. 6
: Marker 100-1000 pb
: Genotip AA (363 pb)
: Genotip AB (363 pb, 264 pb, dan 99 pb)
: Genotipe BB (264 pb dan 99 pb)
Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa penggunaan metode PCR-RFLP
dengan menggunakan enzim HaeIII menghasilkan pola pemotongan yang
polimorfik. Gen IGF-1 dari sampel kambing PE pada penelitian ini menghasilkan
tiga genotip yaitu AA, AB, dan BB. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Liu et
al. (2010) yang menemukan tiga genotip pada kambing Chasmere yaitu genotip
AA yang membawa alel A, genotip AB yang membawa alel keduanya serta
genotip BB yang membawa alel B.
Frekuensi Genotipe dan Alel
Hasil analisis frekuensi genotip dan alel gen IGF-1 pada kambing PE
tergolong polimorfik (Tabel 3). Polimorfik atau keragaman dapat ditunjukkan
dengan adanya dua alel dalam satu populasi. Hasil penelitian ini tidak berbeda
dengan hasil penelitian lain pada kambing (Lan et al., 2007; Wu-Jun et al., 2010;
Tunnisa, 2013; dan Surya, 2015), sebab dalam populasi kambing tersebut
kemungkinan terjadi tiga mekanisme yang dikemukakan Suryanto (2003) sebagai
penyebab terjadinya keragaman, tiga mekanisme tersebut adalah mutasi,
19
rekombinasi (perpasangan alel secara bebas) dan migrasi gen dari satu tempat ke
tempat lain.
Tabel 3. Nilai Frekuensi Genotip dan Alel Lokus IGF-1|HaeIII pada Kambing
PE.
Frekuensi Genotipe
Frekuensi Alel
Jenis
N
Ternak
(Ekor)
AA
AB
BB
A
B
Kambing PE
48
24 (0,5) 21 (0,44) 3 (0,06)
0,72
0,28
Pada Tabel 3 terlihat hasil bahwa frekuensi genotip AA (0,5) lebih banyak
dibandingkan dengan frekuensi genotip AB (0,44) dan BB (0,06). Hasil tersebut
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lan et al. (2007) pada kambing
Xinong Sannen, Laoshan, Guanzhong, Inner Mongolia White Cashmere, Guizhou
White, Leizhou, dan Shaannan White, bahwa frekuensi genotip yang paling
banyak adalah frekuensi genotip AA.
Tabel 3 juga menyajikan frekuensi alel pada kambing PE, dimana terlihat
bahwa alel A memiliki frekuensi yang lebih tinggi yaitu 0,72 sedangkan alel B
0,28. Hal ini menunjukkan bahwa pada populasi kambing PE tersebut terdapat
keragaman genetik, Nei dan Kumar (2000) berpendapat bahwa dalam satu
populasi terdapat keragaman apabila salah satu alelnya kurang dari 0,99.
Kesetimbangan Hardy-Weinberg dan Heterozigositas
Berdasarkan frekuensi alel pada kambing PE, dilakukan Uji Chi-Square
(χ2) untuk mengetahui kesetimbangan genetik Hardy-Weinberg populasi dan
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kesetimbangan Hardy-Weinberg dan Heterozigositas pada Populasi
Kambing PE.
N
Nilai Heterozigositas
Jenis
X2 (Kesetimbangan
(Ekor)
Ternak
Hardy-Weinberg)
Ho
He
Kambing PE
tn
48
0,248tn
0,438
0,409
: tidak nyata (>0,05)
20
Hasil uji X2 pada Tabel 4 yaitu 0,248 menunjukkan bahwa populasi
kambing PE berada dalam keseimbangan (equilibrium), yang mengindikasikan
bahwa tidak ditemukannya faktor-faktor pengganggu keseimbangan genetik
populasi secara mencolok. Hal-hal yang dapat
mempengaruhi kesetimbangan
Hardy-Weinberg menurut Hardjosubroto (1998) adalah mutasi, gene flow,
migrasi, seleksi, genetic drift dan tidak terjadi perkawinan secara acak.
Nilai heterozigositas digunakan untuk menduga keragaman genetik.
Terlihat pada Tabel 4, bahwa populasi kambing PE tergolong sebagai
heterozigositas rendah, sebab nilainya kurang dari 0,5. Menurut Nei (1989) dalam
Mulliadi dan Arifin (2010) bahwa nilai heterozigositas berkisar antara 0 (nol)
sampai dengan 1 (satu). Apabila nilai heterozigositas mendekati 0 (nol) maka nilai
heterozigositas rendah, apabila nilai heterozigositas mendekati 1 (satu), maka nilai
heterozigositas tinggi. Apabila nilai heterozigositas sama dengan 0 (nol), maka
diantara populasi yang diukur memiliki hubungan genetik yang sangat dekat dan
apabila nilai heterozigositas sama dengan 1 (satu) maka diantara populasi yang
diukur tidak terdapat hubungan genetik sama sekali. Lebih lanjut Mariana (2011)
berpendapat bahwa nilai heterozigositas mengindikasikan tingginya variasi suatu
gen dalam populasi. Semakin tinggi derajat heterozigositas suatu populasi maka
daya tahan hidup populasi tersebut akan semakin tinggi dan seiring dengan
menurunnya derajat heterozigositas akibat dari silang dalam dan fragmentasi
populasi maka frekuensi sebagian besar alel resesif yang bersifat lethal semakin
meningkat.
21
Hubungan Genotip IGF-1 dengan Litter Size
Hubungan genotip IGF-1 dengan litter size pada populasi kambing PE dapat
dilihat pada Tabel 5 :
Tabel 5. Hubungan Genotip IGF-1 dengan Litter Size pada Populasi Kambing PE.
Jenis
N
Rata-rata
Genotipe
Litter size
thit
Ternak
(Ekor)
Standar Eror
Kambing
AA
24
1,95 ± 0,55
0,11
17,11a
PE
AB
21
1,73 ± 0,73
0,16
10,83b
BB
3
1,67 ± 0,29
0,17
10,00c
Superskrip a, b dan c menunjukkan perbedaan Sangat Nyata pada Taraf 1%
Hasil analisis statistik pada Tabel 5 menunjukkan bahwa keragaman
genotipe IGF-1/HaeIII memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap litter size
(P<0,01). Hal ini sesuai pendapat He et al. (2012) bahwa polimorfisme genotipe
IGF-1/HaeIII memiliki pengaruh yang signifikan terhadap litter size pada domba
Han ekor tipis.
Hasil pada Tabel 5 juga menunjukkan perbedaan nilai litter size untuk tiaptiap jenis genotip dan genotip AA cenderung mempunyai litter size lebih tinggi
dibanding genotip AB dan BB. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian He et
al. (2012) pada domba Han ekor tipis dan Xiang-dong et al. (2014) pada kambing
Lezhi Black, bahwa genotip BB cenderung mempunyai litter size lebih tinggi
genotip AA dan AB. Perbedaan hasil penelitian tersebut kemungkinan besar
dipengaruhi oleh sampel pada penelitian ini yang relatif sedikit yaitu 48 sampel
dan juga dikarenakan perbedaan jenis ternak yang diteliti.
Individu diploid hanya dapat mempunyai maksimal dua alel dari suatu
genotip (AA, AB, dan BB). Persentase genotip AA, AB, dan BB menggambarkan
susunan genetik populasi kambing PE, sehingga pada populasi kambing PE sangat
memungkinkan terjadinya kawin acak di antara individu-individu anggotanya.
22
Kondisi tersebut berarti tiap individu memiliki peluang yang sama untuk bertemu
dengan individu lain, baik dengan genotip yang sama maupun berbeda dengannya.
Tiap-tiap alel membawa suatu kode pewarisan sifat. Variasi fenotip ini disebabkan
oleh perbedaan alel yang menyusun genotip. Pada Tabel 5 terlihat bahwa alel A
memiliki efek yang lebih dominan dibandingkan alel B dalam hal sifat litter
sizenya, Hal ini menunjukkan bahwa dalam seleksi litter size alel A menjadi alel
yang akan dipertahankan dalam populasi kambing PE.
Marka DNA merupakan penanda molekuler DNA dalam proses seleksi
ternak. Marka DNA yang berpautan dengan lokus target berfungsi sebagai alat
untuk menduga dan membantu seleksi fenotip sifat yang akan menjadi target
pemuliaan. Marka ada dua jenis yaitu marka dominan dapat menandai adanya
lokus target tetapi tidak bisa membedakan homozigot dengan heterozigot, dan
marka ko-dominan dapat menandai adanya lokus target homozigot atau lokus
target heterozigot. Penggunaan marka didasarkan bahwa terdapat gen yang
memegang peranan utama dan menjadi sasaran atau target secara spesifik dalam
seleksi, sehingga produktifitas seekor ternak dapat ditingkatkan dengan
memperbaiki sisi mutu genetiknya (Hilmia, 2007). Marka memiliki akurasi yang
lebih tinggi dalam mengestimasi nilai genetik ternak (Dekker, 2004). Secara
fisiologis peran IGF-1 sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
ternak (Xue et al., 2009) Karena gen IGF-1 adalah mediator yang penting untuk
perkembangan embrio dan janin (Steward dan Rotwein, 1996), sehingga dapat
digunakan sebagai penanda yang potensial berkaitan dengan sifat litter size. Oleh
sebab itu genotip IGF-1/HaeIII dapat digunakan sebagai penciri genetik untuk
seleksi litter size.
23
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Gen IGF-1 pada populasi kambing PE menghasilkan 3 genotipe yaitu
AA (24 ekor), AB (21 ekor) dan BB (3 ekor) dengan pola pemotongan
polimorfik.
2. Frekuensi alel A dan B pada populasi kambing PE masing-masing
0,72 dan 0,28.
3. Keragaman genetik pada populasi kambing PE dengan frekuensi
genotip AA dan alel A adalah tertinggi.
4. Nilai kesetimbangan Hardy-Weinberg berada dalam keseimbangan
(equilibrium).
5. Genotip IGF-1 dapat digunakan sebagai marka genetik untuk seleksi
litter size.
Saran
Seleksi gen penanda IGF-1 pada kambing PE dianjurkan dilakukan
kepada peternak guna meningkatkan litter size ternak mereka.
24
DAFTAR PUSTAKA
Andrade, P. C., D. A. Grossi, C. C. P. Paz, M. M. Alencar, L. C. A. Regitano and
D. P. Munari. 2008. Association of an Insulin-Like Growth Factor 1
gene microsatellite with phenotypic variation and estimated breeding
value of growth traits in Canchim cattle. Anim. Gen, 39:480-485.
Anonim. 2011. Kambing Peranakan Etawah Sumberdaya Ternak Penuh Berkah.
Sinar Tani, Agroinovasi, Edisi 19-25 Oktober 2011.
Anonim. 2012. Insulin-like Growth Factor 1. http://en.wikipedia.org/wiki/Insulinlike_growth_factor_1. Diakses pada tanggal 20 juni 2016.
Batubara, A. 2010. Tujuh Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia. Sinar Tani,
Edisi 25 April-1 Mei 2007.
Benito, M., A. M. Valverde and M. Lorenzo, 1996. IGF-1: a mitogen also involved
in differentiation processes in mammalian cells. Int. J. Biochem. Cell
Biol., 28:499-510.
Blott, S., J. J. Kim, S. Moisio, A. S. Kuntzel, A. Cornet, P. Berzi, N. Cambisano
and C. Ford. 2003. Molecular dissection of a quantitative trait locus: a
phenylalanine-to-tyrosine substitution in the transmembrane domain of
the bovine growth hormone receptor is associated with a major effect
on milk yield and composition. Gen. Soc. Am., 163:253-266.
Carrillo, E. C., A. P. Adams, S. G. Price, A.C. Clutter and B.W. Kirkpatrick.
1997. Relationship of Growth Hormone and Insulin-Like Growth
Factor-1 genotypes with growth and carcass traits in swine. Anim.
Gen., 28: 88-93.
Chang, S. J., Q. P. Cao and D. F. Steiner. 1990. Evolution of the Insulin
Superfamily: Cloning of a Hybrid Insulin/Insulin-Like Growth Factor
cDNA from amphioxus. Proc. Natl. Acad. Sci., 87:9319-9323.
Coppola, D., A. Ouban and E. Gilbert-Barness. 2009. Expression of the Insulinlike Growth Factor Receptor 1 during human embryogenesis. Fetal
Pediatr. Pathol., 28:47-54.
Curi, R. A., H. N. D. Oliveira, A. C. Silveira and C. R. Lopes. 2005.
Association between IGF-1IGF-IR and GHRH gene polymorphisms
and growth and carcass traits in beef cattle. Live Prod. Sci., 94: 159-167.
Daughaday, W. H., K. Hall, M. S. Raben, W. D. J. Salmon, J. L. Van Den
Brande and J.J. Van Wik. 1972. Somatomedin: Proposed designation for
sulphation factor. Nature, 235, 107.
Dees, W. L., V. Srivastava and J. K. Hiney. 2009. Actions and interactions of
alcohol and Insulin-like Growth Factor-1 on female pubertal development.
25
Alcohol Clin. Exp. Res., 33:1847-1856.
Dekker, J. C. M. 2004. Commercial Application of Marker and Gene Assisted
Selection in Livestock Strategies and Lessons. J Anim
Sci. 82: 313-328.
Druckman, R. and U. D. Rohr. 2002. IGF-1 in gynaecology and obstetrics:
Update 2002. Maturitas, 41: 5-83.
Etherton T. D. 2004. Somatotropic function: the somatomedin hypothesis revisited.
J. Anim. Sci., 82: 239-244.
Fatmawati, D. 2012. Analisis variasi genetik gen pituitary-specific transcription
factor 1 (Pit-1) pada sapi Bali menggunakan teknik PCR-RFLP sebagai
bahan penyusunan bahan ajar matakuliah teknik analisis biologi
molekular. Tesis. Program Pascasarjana UM, Malang.
Fitrial. 2009. Analisis tingkat kelayakan finansial penggemukan kambing dan
domba pada mitra tani farm di Kecamatan Ciampea, Bogor. Skripsi.
Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB, Bogor.
Froesch, E. R., H. Bürgi, E. B. Ramseier, P. Bally and A. Labhart.1963. Antibody
suppressible and non-suppressible insulin-like activities in human serum
and their physiologic significance an insulin assay with adipose tissue of
increased precision and Specificity. J. Clin. Invest., 42:1816-1834.
Giampietro, A., D. Milardi, A. Bianchi, A. Fusco, V. Cimino, D. Valle, R.
Marana, A. Pontecorvi and L. De Marinis. 2009. The effect of
treatment with growth hormone on fertility outcome in eugonadal women
with growth hormone defiency: Report of Four Cases and
Review of the Literature. Fertil. Steril., 91:7-11.
Gibson, J. M., J. D. Aplin, A. White an M. Westwood M. 2001. Regulation of
IGF Bioavailability in Pregnancy. Molec. Human Reprod., 7(1):79-87.
Hardjosubroto, W. 1998. Pengantar Genetika Hewan dan Tumbuhan. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
He, J. H., B. Y. Zhang, M. X Chu, P. Q. Wang, T. Feng, G. L. Cao, R. Di, L.
Fang, D. W. Huang, Q. Q. Tang and N. Li. 2012. Polymorphism of
insulin-like growth factor 1 gene and its association with litter size in
Small Tail Han sheep. Mol Biol Rep., 6(6):9801-9806.
Hilmia, N. 2007. Heritabilitas Sifat-Sifat Reproduksi Sapi Fries Holland.
JIT. 7(2): 157-160.
Hwa, V., Y. Oh and R. G. Rosenfeld, 1999. The insulin-like growth factorbinding protein (IGFBP) superfamily. Endocr. Rev., 20:761-787.
Lan, X. Y., C. Y. Pan, H. Chen, C. Z. Lei, S. Q. Liu, Y. B. Zhang, L. J. Min, J.
26
Yu, J. Y. Li, M. Zhao and S. R. Hu. 2007. The HaeIII and XspI PCRRFLPs detecting polymorphisms at the goat IGFBP-3 lokus. Small Rum.
Res., 73: 283-286.
Laron, Z. 2001. Insulin-like Growth Factor 1 (IGF-1): a growth hormone.
Mol. Pathol., 54:311-316.
Liu, W.J., F. G. Xin, F. Yi, T. Chuan, H. Xi-Xia and C. Hong. 2010. The
polymorphism of a mutation of IGF-1 gene on two goat breeds in
China. J. anim. Vet., 9(4):790-794
Mariana, E. 2011. Analisis Keragaman Gen Laktoferin pada Sapi FriesianHolstein dengan Metode PCR-RFLP. Agri Pet. 11(1): 15-21.
Maskur, C. Arman, C. Sumantri, E. Gurnadi dan Muladno. 2012. A novel single
nucleotide polymorphism in exon 4 of insulin-like growth factor-1
associated with production traits in Bali cattle. Med. Pet., 96-101.
Misitahari, M. I. 2011. Pemberian Growth Hormone menurunkan kadar
Tumot Necrosis Factor-α (TNF-α) pada tikus jantan yang dislipidemia.
Tesis. Program Magister Universitas Udayana, Denpasar.
Misrianti, R. 2009. Identifikasi keragaman Gen Pituitary-Specific Positive
Transcription Factor 1 (PIT1) pada kerbau lokal (Bubalus bubalis) dan
Sapi FH (Friesian-Holstein). Skripsi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Mu’in, M. A., A. Supritantono and H. T. Uhi. 2010. Polymorphism of Insulinlike growth factor-I (IGF-I) gene and their effect on growth traits in
Indonesia native chicken. JITV., 14(4): 288-294.
Mulliadi D. dan Arifin J. 2010. Pendugaan Keseimbangan Populasi dan
Heterozigositas Menggunakan Pola Protein Albumin Darah pada
Populasi Domba Ekor Tipis (Javanes Thin Tailed) di Daerah
Indramayu. Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 10 No. 2., 65-72.
Mulyono, S. 2003. Teknik Pembibitan Kambing Unggul dan Domba. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Nei M. dan Kumar S. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. Oxford
University Press. USA.
Pell, J. M. 1997. Regulation of Insulin-Like Growth Factor I bioavailability
in growing animals. J Anim Sci., 75: 20-31.
Prowel. 2010. Mudah dan Cepat Menghafal Biologi. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher.
Putri, D. P. E. 2008. Studi kasus faciolosis yang dipantau pada pemeriksaan
daging qurban Idul Adha 1427 H di Wilayah Jabodeta. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Hewan IPB, Bogor.
27
Qiong, W., F. Chao, L. Wu-Jun, F. Yi and Y. Shi-Gang. 2011. A Novel
mutation at exon 4 of igf-1 gene in three indigenous goat
breeds in china. Asian J. Anim. Vet. Adv., 6(6): 627-635.
Reyna, X. F. D. R., H. M. Montoya, V. V. Castrellon, A. M. S. Rincon, M. P.
Bracamonte and W. A. Vera. 2010. Polymorphisms in the IGF1 gene
and their effect on growth traits in Mexican beef cattle. Gen Mol. Res.,
9(2): 875-883.
Rinderknecht, E. and R. E. Humbel. 1976. Polypeptides with nonsuppressible
insulin-like and cell-growth-promoting activities in human
serum: isolation, chemical characterization, and some biological
properties of forms I and II. Proc. Natl. Acad. Sci., 73:2365-2369.
Salmon, W. D. Jr. and W. H. Daughaday, 1957. A hormonally controlled
serum factor which stimulates sulfate incorporation by cartilage in
vitro. J. Lab. Clin. Med., 149:825-836.
Sanusi, A. 2013. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Ketiga. Salemba Empat,
Jakarta.
Sari, M. I. 2007. Pengaturn ekspresi gen. Skripsi. Fakultas Kedokteran USU,
Medan.
Sasongko, T. H. 2006. Analisis strategi pengembangan usaha peternakan
kambing dan domba pada mt farm, Ciampea, Bogor. Skripsi. Program
Studi Manajemen Agribisnis IPB, Bogor.
Schams, D., B. Berisha, M. Kosmann, R. Einspanier and W. M.
Amselgruber. 1999. Possible role of growth hormone, IGFs, and IGFbinding Proteins in the regulation of ovarian function in large
farm animals. Domest. Anim. Endocrinol., 17(2-3):279-285.
Siadkowska, E., L. Zwierzchowski, J. Oprzadek,
N. Strzalkowska,
Bagnicka, E., and Krzyzewski, J. 2006. Effect of polymorphism in IGF-1
gene on production traits in polish Holstein-Friesian cattle. Anim. Sci.
Rep., 24(3): 225-237.
Sirait, J. W. H. 2009. Strategi pengembangan usaha peternakan kambing
perah pada PT. Caprito A. P. Kecamatan Cariu Kabupaten Bogor.
Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Bogor.
Steward, C. E. H. and P. Rotwein. 1996. Growth, differentiation and survival:
multiple physiological functions for the Insulin-Like Growth
factors. Physiol. Rev., 76:1005-1026.
Surya, 2015. Polimorfisme gen IGF-1 (Insulin-like Growth Factor-1) dan
hubungannya dengan sifat bobot badan kambing Peranakan Etawa (PE).
Tesis. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
28
Suryanto. D. 2003. Melihat Keanekaragaman Organisme Melalui Beberapa
Teknik Genetika Molekuler. Program Studi Biologi Fakultas Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. ©2003
Digitized By Usu Digital Library.
Tunnisa, R. 2013. Keragaman gen IGF-1 pada populasi kambing Kacang
di Kabupaten Jeneponto. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Velazquez, M. A., L. J. Spicer and D. C. Wathes. 2008. The role of
endocrine Insulin-like Growth Factor-I (IGF-I) in female bovine
reproduction. Domest. Anim. Endocrinol., 35, 325-342.
Vincent, A. M. and E. L. Feldman. 2002. Control of cell survival by IGF signaling
pathways. Growth Hormon. IGF Res., 12:193-197.
Williams, J. L. 2005. The use of marker-assisted selection in animal breeding and
biotechnology. Rev. Sci. Tech., 24(1): 379-391.
Wu-Jun, L., F. Guang-Xin, F. Yi, T. Ke-Chuan, H. Xi-Xia, Y. Xin-Kui,
W. Mou, H. Yong-Zhen, X. Jing-Jing, X. X. Ya-Ping, Y. Shi-Gang and
C. Hong. 2010. The polymorphism of a mutation of IGF-1 gene on two
goat breeds in china. J. Anim. Vet. Adv., 9(4): 790794.
Xiang-dong, Z. I., M. U. Xiao-Kun, L. U. Jian-yuan, M. A. Li, Wang Yong. 2014.
Polymorphisms of growth hormone (GH) and insulin-like growth factor I
(IGF-I) genes in prolific Lezhi Black Goat: possible association with litter
size. Journal of southwest University for Nationalities-Natural science
edition., 6(4):344-349.
Xue, G., S. Ming-Yan, X. Xiu-Rong, L. Jun-Ya, R. Hong-Yan and
X. Shang-Zhong. 2009. Sequence variations in the bovine IGF-1 and
IGFBP3 genes and their association with growth and development traits
in Chinese beef cattle. Agri. Sci., 8(6):717-722.
Yuniarsih, P., Jakaria, dan Muladno. 2011. Eksplorasi gen growth hormone exon
3 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan Pesa melalui teknik
PCR-SSCP. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor.
Zhao, J., Taverne M.A.M., G. C. Van Der Weijden, M.M Bevers, R. Van Den
Hurk, 2001. Insuline-like Growth Factor 1 (IGF-1) stimulate the
development of cultured rat pre-antral follicles. Mol. Reprod. Dev.,
8:287-296.
Zulu, V. C., T. Nakao and Y. Sawamukai. 2002. Insulin-like Growth Factor1 as a possible mediator of nutritional regulation of reproduction in cattle.
J. Vet. Med. Sci., 64:657-665.
29
LAMPIRAN
30
Lampiran 1. Population Genetic Analysis (menggunakan software PopGene32 versi
1.31).
Data Description : Test Data Set II: Diploid Data
Single-Population Descriptive Statistics
population ID : 1
population name : none
* Population : 1 @ Locus : IGF1-HaeI *
============================================================
Genotypes Obs. (O) Exp. (E) (O-E)²/E 2*O*Ln(O/E)
============================================================
(A, A)
24
24.6947
0.0195
-1.3697
(B, A)
21
19.6105
0.0984
2.8752
(B, B)
3
3.6947
0.1306
-1.2498
============================================================
Chi-square test for Hardy-Weinberg equilibrium
Chi-square :
0.248628
Degree of freedom :
1
Probability :
0.618043
Likelihood ratio test for Hardy-Weinberg equilibrium :
G-square :
0.255625
Degree of freedom :
1
Probability :
0.613142
Allele Frequency of population 1 :
==============================
Allele \ Locus
IGF1-HaeI
==============================
Allele A
0.7188
Allele B
0.2812
==============================
Summary Statistics of population 1 :
Summary of Genic Variation Statistics for All Loci
[See Nei (1987) Molecular Evolutionary Genetics (p. 176-187)]
========================================
Locus Sample Size na*
ne*
========================================
IGF1-HaeI 96 2.0000
1.6787
Mean
96 2.0000
1.6787
St. Dev
0.0000
0.0000
========================================
* na = Observed number of alleles
* ne = Effective number of alleles [Kimura and Crow (1964)]
Summary of Heterozygosity Statistics for All Loci
==============================================================================
Locus SampleSize Obs_Hom Obs_Het Exp_Hom* Exp_Het* Nei** Ave_Het
==============================================================================
IGF1-HaeI 96
0.5625 0.4375 0.5914
0.4086 0.4043 0.4043
Mean
96
0.5625 0.4375 0.5914
0.4086 0.4043 0.4043
St. Dev
0.0000
0.0000 0.0000
0.0000 0.0000 0.0000
==============================================================================
* Expected homozygosty and heterozygosity were computed using Levene (1949)
** Nei's (1973) expected heterozygosity
The number of polymorphic loci is : 1
The percentage of polymorphic loci is : 100.00 %
31
Lampiran 2. Hasil Analisis Uji t (menggunakan software SPSS).
Genotipe AA
One-Sample Statistics
N
LitterSize
Mean
24
Std. Deviation
1.9446
Std. Error
Mean
.54813
.11189
One-Sample Test
Test Value = 0
t
LitterSize
df
17.380
Sig. (2-tailed)
23
.000
Mean
Difference
1.94458
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower
Upper
1.7131
2.1760
Genotipe AB
One-Sample Statistics
N
LitterSize
Mean
21
Std. Deviation
1.7271
Std. Error
Mean
.73069
.15945
One-Sample Test
Test Value = 0
t
LitterSize
df
10.832
Sig. (2-tailed)
20
.000
Mean
Difference
1.72714
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower
Upper
1.3945
2.0598
Genotipe BB
One-Sample Statistics
N
LitterSize
Mean
3
Std. Deviation
1.6667
Std. Error
Mean
.28868
.16667
One-Sample Test
Test Value = 0
t
LitterSize
10.000
df
Sig. (2-tailed)
2
.010
Mean
Difference
1.66667
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower
Upper
.9496
2.3838
32
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian.
33
RIWAYAT HIDUP
Khaerul Akbar Karimuddin, lahir pada tanggal 26
Juli 1994 di Desa Ponre Waru, Kec. Wolo, Kab.
Kolaka. Penulis adalah anak keempat dari lima
bersaudara oleh pasangan Bapak Drs. Karimuddin
dan Ibu Hartini, S.Pd. Jenjang pendidikan formal
penulis dimulai dari SD Negeri 1 Ponre Waru pada
tahun 2000 dan lulus pada tahun 2006. Kemudian
penulis melanjutkan sekolah di Mts Negeri Watampone pada tahun 2006 dan lulus
pada tahun 2009. Setelah itu, penulis masuk ke MAN 1 Watampone pada tahun
2009 dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun yang sama penulis diterima di
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui jalur SNMPTN (Tertulis) pada Program
Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Semasa
kuliah
penulis
aktif
menjabat
dibeberapa
organisasi
kemahasiswaan, baik internal maupun eksternal universitas diantaranya yaitu
Pengurus Sema Fapet-UH periode 2013/2014, Ketua Umum Himaprotek-UH
periode 2014/2015, Pengurus HMI Kom. Peternakan, Cab. Maktim periode
2014/2015, Pengurus PMB-UH Latenritatta periode 2015/2016, Koordinator DPO
Himaprotek-UH periode 2015/2016.
34
Download