SEMAKIN BERDAMPAK DALAM MEMBANGUN KELUARGA ALLAH „Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran. Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: "Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikatmalaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan“ (1 Timotius 3:15-16) Pada minggu pertama dari bulan Mei 2015 ini kita memasuki minggu yang ke-18 dari perjalanan kehidupan rohani kita bersama di tahun 2015 ini. Selama 17 minggu di belakang kita (Januari-April), kita telah merenungkan dan menggumuli bersama tentang tema utama kita untuk tahun ini, yaitu tentang “Menjadi gereja yang semakin berdampak dan bercahaya” (1 Timotius 3:15-16). Tema tahunan ini membantu kita melihat tujuan hidup dan gereja kita secara lebih baik. Kita memang harus menjadi gereja dan orang Kristen yang semakin berdampak dan bercahaya di akhir zaman ini, karena itulah yang dirindukan Tuhan atas kita gereja-Nya atau anggota tubuhNya. Pada bulan Mei ini sebagai gereja-Nya kita memperingati kembali dua peristiwa bersejarah. Pertama, peringatan hari kenaikan Yesus ke Surga (Christi Himmelfahrt) setelah 40 hari kebangkitan-Nya dari kematian-Nya. Kedua, peringatan hari pencurahan Roh Kudus atau Pentakosta (Pfingsten), yang terjadi 10 hari kemudian setelah hari kenaikan-Nya. Peristiwaperistiwa tersebut mengingatkan kita kepada peristiwa di mana gereja mula-mula kemudian lahir dan terbentuknya prinsip-prinsip dasar kehidupan jemaat pertama sebagai keluarga Allah (Kisah Para Rasul 2:41-47). Rasul Paulus kemudian mengatakan dalam Efesus 2:19 & 20, “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.” Prinsip-prinsip hidup sebagai keluarga Allah inilah yang akan kita renungkan juga di sepanjang bulan Mei-Juni ini. Satu konsep yang sangat penting diperkenalkan dalam Efesus 2:19-20 itu, yaitu fakta bahwa setelah kita menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi kita, maka kita secara langsung menjadi anggota keluarga Allah bersama orang-orang percaya lainnya. Inilah yang membuat kita menjadi saudara laki-laki dan perempuan Kristen dalam Kristus. Pemahaman seperti ini mungkin sedikit menjadi biasa di kalangan orang percaya pada masa kini yang menerima begitu saja atau sebaliknya malah menyalahgunakannya. Sebagai anak-anak Allah atau para pemimpin dalam keluarga Allah, kita tidak dapat mengambil hubungan keluarga ini secara gampang. Tuhan adalah Tuhan yang mempunyai tujuan. Dia tidak menginginkan kita memanggil satu sama lain dengan sekedar berkata “engkau saudara seimanku”. Intensi-Nya adalah kita perlu menyadari bahwa anggota-anggota gereja bukanlah target-target pelayanan kita atau obyek-obyek yang harus dilayani. Kita tidak boleh melihat saudara-saudara seiman kita sebagai “tugas”. Kita tidak harus memimpin kelompok sel (PERKASA atau PERAK) seolah-olah itu sebuah tugas. Kita tidak harus melayani karena itu merupakan kewajiban. Kita perlu mengambil pelayanan sebagai hak istimewa dan melihat anggota-anggota sel kita sebagai keluarga yang diberikan Tuhan dalam hidup kita untuk membantu kita bertumbuh mencapai kedewasaan rohani. Bila kita mempunyai cara berpikir yang benar, maka itu akan memelihara kita dalam melewati kehidupan di sepanjang waktu. Biarlah ibadah-ibadah raya kita dan pertemuan-pertemuan lainnya (PERAK, PERKASA, dll.) dapat merupakan kesempatan khusus di mana Tuhan dapat bertemu dengan keluarga-Nya. “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Matius 18:20). Selamat memperingati kenaikan Tuhan Yesus dan hari Pentakosta 2015. Amin! Oleh: Pasttor Silwanus Obadja M.Th.