PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR DAERAH DI KALIMANTAN BARAT Oleh: Erni Panca Kurniasih, SE,MSi Staf Pengajar Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Tanjungpura Nopember, 2007 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan kabupaten/kota di Kalbar berdasarkan pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menggunakan Klassen Tipologi serta menganalisis ketimpangan antar daerah dengan Indeks Williamson dan menganalisis hubungan antar pertumbuhan ekonomi dan indeks ketimpangan dengan menggunakan korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Kalbar kecil, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, namun hal ini tidak selalu signifikan dengan kondisi pembangunan manusianya. Ada daerah yang pendapatannya tinggi tapi IPM nya rendah seperti Singkawang dan Sanggau. Ada juga daerah yang pertumbuhan ekonominya tinggi tapi IPM nya rendah seperti Ketapang, Bengkayang dan Sanggau. Hanya kota Pontianak yang konsisiten posisinya sebagai daerah yang maju di Kalbar dengan pertumbuhan tinggi, pendapatan tinggi, dan pembangunan manusia tinggi sedangkan daerah yang konsisten posisinya sebagai daerah tertinggal dilihat dari pertumbuhan ekonomi rendah, pendapatan rendah, dan pembangunan manusia juga rendah yaitu Sambas, Sintang, Landak, Sekadau dan Melawi. Pembangunan seharusnya tidak sekedar meningkatkan pertumbuhan dan pendapatan melainkan juga meningkatkan mutu manusia.Pembangunan fasilitas pendidikan dan kesehatan sebaiknya dikonsentrasikan pada daerah yang IPM nya rendah dan bukan semata pada daerah yang sudah maju . Ini mendesak untuk dilakukan karena yang menjadi permasalahan mendasar di Kalbar bukanlah masalah ketimpangan pendapatan , melainkan ketimpangan pembangunan manusia antar daerah. Kata kunci : Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Perkapita, Indeks Pembangunan Manusia, Ketimpangan Daerah 1 ECONOMIC GROWTH AND DISPARITY AMONG REGIONS IN WEST KALIMANTAN by: Erni Panca Kurniasih, SE,MSi Teaching Staff at Economics Programs of Tanjungpura University Nopember 2007 ABSTRACT The aim of study is to classified regions in Kalbar based on economic growth, income percapita, and Human Development Indeks (HDI) using Typology Klassen, also to analyzed disparity among regions using Wiliamson Index and to analyzed correlation beetween economic growth with disparity index using Pearson correlation. This study finding that there is a small disparity of percapita income among regions when the economic growth increase but it didn’t mean the human development among regions in Kalbar also similar . There are some regions with high percapita income but low HDI like Singkawang dan Sanggau. There are some regions with high economic growth but low HDI like Ketapang, Bengkayang and Sanggau. Pontianak city is the only regions has a consistance position as a towards regions with high growt, high income and high HDI. There are five regions on consistance position as the underdeveloped regions in Kalbar with low growth, low income and low HDI, they are Sambas, Sintang, Landak, Sekadau and Melawi. Nowadays development policy in Kalbar not to concentrate to developed regions, now it focused on underdeveloped regions, to build education and health facilities are important thing to increase human development especially to the region with low HDI .The basic problem in Kalbar is not about income disparity but human development disparity among regions . Keywords: Economic Growth, Percapita Income, Human Development Index (HDI), Regional Disparity 2 1.Pendahuluan Tolok ukur keberhasilan pembangunan tidak hanya dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita tetapi juga dapat dilihat dari struktur ekonomi, berkurangnya kemiskinan dan pengangguran serta semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah, dan antar sektor (Todaro, 2000). Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita sering dijadikan tolok ukur utama keberhasilan pembangunan, karena itu pemerintah berupaya semaksimal mungkin untuk meningkatkan kedua indikator keberhasilan pembangunan tersebut. Padahal kedua indikator tersebut hanya menggambarkan besaran output yang dihasilkan tanpa memperhatikan aspek manusia sebagai subyek dan objek pembangunan itu sendiri. Akibatnya seringkali terjadi daerah yang mencapai pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang tinggi, tetapi angka kemiskinannya tinggi dan pembangunan manusianya rendah. Demikian pula kesenjangan antar daerah dan antar penduduknya semakin melebar. Ini menandakan tolok ukur keberhasilan pembangunan yang hanya melihat pertumbuhan dan pendapatan menjadi bias. Bisa saja terjadi daerah yang pertumbuhan dan pendapatan perkapitanya tinggi, tetapi sekaligus angka kemiskinan daerah tersebut juga tinggi atau mutu pembangunan manusianya rendah. Padahal idealnya jika suatu daerah berhasil mencapai pertumbuhan dan pendapatan yang tinggi seharusnya kemiskinan dapat dikurangi, kualitas penduduk meningkat dan kesenjangan antar penduduknya semakin menyempit. Modal manusia (human capital) merupakan salah satu factor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas kinerja ekonomi diyakini juga akan lebih baik. Kualitas modal manusia ini misalnya dilihat dari tingkat pendidikan, kesehatan, ataupun indicator-indikator lainnya. Oleh sebab itu, dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan manusia, termasuk dalam konteks ekonomi daerah. Kebijakan pembangunan yang tidak mendorong peningkatan kualitas manusia hanya akan membuat daerah yang bersangkutan tertinggal dari daerah yang lain, termasuk dalam hal kinerja ekonominya. Dengan kata lain, peningkatan kualitas modal manusia juga akan memberikan manfaat dalam mengurangi ketimpangan antardaerah. Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber, berupa akumulasi modal, ketrampilan tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Adanya heteroginitas dan beragam karakteristik suatu wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya ketimpangan antardaerah dan antarsektor ekonomi suatu daerah. Bertitik tolak dari kenyataan itu, Ardani (1992) mengemukakan bahwa kesenjangan/ ketimpangan antardaerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. 3 Tabel 1 Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Perkapita, dan Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2001-2006 Kabupaten / Kota Kabupaten Sambas Bengkayang Landak Pontianak Sanggau Ketapang Sintang Kapuas Hulu Sekadau Melawi Kota Pontianak Singkawang Kalbar IPM 2004 Rata-rata Pendapatan Perkapita Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi 60,8 63,9 63,7 66,3 65,5 64,4 64,3 67,4 63,8 63 4,507,938.94 4,189,966.65 3,430,587.96 6,641,968.55 5,293,923.03 3,923,798.97 2,985,938.70 4,487,156.48 2,919,142.63 2,527,708.53 4.57 9.21 3.52 3.52 5.01 9.71 3.87 1.68 2.57 3.28 69,1 64,2 9,839,109.14 5,460,373.01 4,683,967.00 5.60 4.55 4,76 65,4 Sumber: BPS, 2006 Dari tabel 1, dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita antar daerah Kalbar memang ada beberapa daerah yang pertumbuhan dan pendapatannya rendah seperti Sekadau dan Melawi yang merupakan kabupaten baru hasil pemekaran. Yang menarik, justru Kapuas Hulu sebagai daerah lama pertumbuhan ekonominya sangat rendah namun IPM termasuk tinggi, bertolak belakang dengan Bengkayang dengan pertumbuhan tertinggi walau termasuk daerah baru. Kota Pontianak sebagai ibukota propinsi cenderung stabil pertumbuhan dan pendapatannya dan IPM nya paling tinggi di Kalbar. Dengan kondisi tersebut berarti tingginya pertumbuhan atau pendapatan daerah tidak selalu menjamin kualitas penduduknya, sebaliknya rendahnya pertumbuhan dan pendapatan tidak selalu identik dengan rendahnya kualitas penduduk. Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti apakah telah terjadi ketimpangan ekonomi dan ketidakmerataan pembangunan manusia antar daerah di Kalimantan Barat ? Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengklasifikasikan kabupaten/kota di Kalbar berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita . 2. Untuk mengklasifikasikan kabupaten/kota di Kalbar berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia. 3. Untuk mengklasifikasikan kabupaten/kota di Kalbar berdasarkan pendapatan perkapita dan Indeks Pembangunan Manusia . 4. Untuk mengetahui apakah ketimpangan ekonomi antar daerah dan ketidakmerataan pembangunan manusia terjadi di Kalbar 4 2. Tinjauan Pustaka Menurut Myrdal, perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antardaerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effects) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan ketimpangan antar daerah cenderung meningkat bukannya menurun (Arsyad, 1999). Ardani (1992) berpendapat ketimpangan regional adalah konsekwensi logis dari adanya proses pembangunan dan ia akan berubah sejalan dengan tingkat perubahan proses pembangunan itu sendiri. Pola pembangunan dan tingkat ketimpangan dalam pembangunan yang ditemui di beberapa negara tidaklah sama, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang berbeda yang dijumpai di negara tersebut, seperti kepemilikan sumber daya, fasilitas yang dimiliki, infrastruktur, sejarah wilayah tersebut, lokasi dan sebagainya. Proses pembangunan yang terjadi bisa mengakibatkan terjadinya konsentrasi, polarisasi dan ketimpangan regional. Sehingga dengan kata lain ketimpangan regional itu inherent dalam setiap proses pembangunan ekonomi. Ramirez (Brata, 2004) menyebutkan terdapat hubungan dua arah antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi. Pertama, adalah dari pertumbuhan ekonomi ke pembangunan manusia. Kecenderungan rumah tangga untuk membelanjakan pendapatan bersih mereka untuk barang-barang yang memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan manusia (seperti makanan, air, pendidikan dan kesehatan) tergantung dari sejumlah faktor seperti tingkat dan distribusi pendapatan antar rumah tangga dan juga pada siapa yang mengontrol alokasi pengeluaran dalam rumah tangga. Sudah umum diketahui bahwa penduduk miskin menghabiskan porsi pendapatannya lebih banyak ketimbang penduduk kaya untuk kebutuhan pembangunan manusia. Kedua, hubungan pembangunan manusia ke pertumbuhan ekonomi. Tingkat pembangunan manusia yang tinggi akan mempengaruhi perekonomian melalui peningkatan kapabilitas penduduk dan konsekuensinya adalah juga pada produktifitas dan kreatifitas mereka. Pendidikan dan kesehatan penduduk sangat menentukan kemampuan untuk menyerap dan mengelola sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baik dalam kaitannya dengan teknologi sampai kelembagaan yang penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dengan pendidikan yang baik, pemanfaatan teknologi ataupun inovasi teknologi menjadi mungkin untuk terjadi. Begitu pula, modal sosial akan meningkat seiring dengan tingginya pendidikan. Morillas (2000) meneliti tentang perbedaan pertumbuhan antar regional yang diukur dengan GDP perkapita di Andalusia Spanyol tahun 1989-1993. Variabel yang digunakannya adalah kebijakan pembangunan Community Support Framework yang mengalokasikan dana struktural. Variabel lain yang digunakan adlah struktur produksi, efisiensi, disparitas pasar kerja, infrastruktur dan fasilitas sosial. Hasil temuannya adalah pengeluaran untuk infrastruktur transportasi ternyata memberikan keuntungan yang besar bagi pertumbuhan wilayah. Bucek (1999) juga menemukan bahwa terjadi disparitas pertumbuhan regional antara daerah core-periphery di Slovakia. Menurutnya, disparitas pertumbuhan regional merupakan hasil dari proses transformasi, yang meliputi perekonomian dan konsekwensi regionalnya; pertumbuhan GDP yang cepat di 5 sektor swasta, masuknya kapital asing, transformasi perusahaan milik negara dan pertumbuhan usaha menengah kecil. Disparitas pertumbuhan regional yang ditentukan oleh regional competitiveness ditandai dengan ketidaksamaan akses wilayah terhadap jaringan transportasi, telekomunikasi, energi dan air. Brata (2002) meneliti konvergensi pertumbuhan PDRB di Jawa Tengah tahun 1995-1999 dengan menggunakan data panel dan variabel penjelas yang digunakannya adalah pengeluaran pembangunan pemerintah. Hasil penelitiannya menemukan bahwa pengeluaran pembangunan memberikan kontribusi yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan PDRB di Jawa Tengah. 3. Alat Analisis Untuk mengetahui klasifikasi daerah digunakan alat analisis tipologi Klassen yang membagi daerah menjadi empat (Syafrizal, 1997) yaitu: 1. Daerah dengan pertumbuhan ekonomi tingggi dan pendapatan perkapita tinggi 2. Daerah dengan pertumbuhan ekonomi tingggi dan pendapatan perkapita rendah 3. Daerah dengan pertumbuhan ekonomi rendah dan pendapatan perkapita tinggi 4. Daerah dengan pertumbuhan ekonomi rendah dan pendapatan perkapita rendah. Dengan cara yang sama klasifikasi akan dilanjutkan dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antar kabupaten/kota. Hasil klasifikasi terbagi empat daerah yaitu: 1. Daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi dan IPM tinggi. 2. Daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi dan IPM rendah. 3. Daerah dengan pertumbuhan ekonomi rendah dan IPM tinggi. 4. Daerah dengan pertumbuhan ekonomi rendah dan IPM rendah. Setelah itu dengan cara yang sama membandingkan pendapatan perkapita dengan Indeks Pembangunan Manusia antar kabupaten/kota. Hasil klasifikasi tadi akan mengelompokkan daerah menjadi: 1. Daerah dengan pendapatan perkapita tinggi dan IPM tinggi. 2. Daerah dengan pendapatan perkapita tinggi dan IPM rendah 3. Daerah dengan pendapatan perkapita rendah dan IPM tinggi 4. Daerah dengan pendapatan perkapita rendah dan IPM rendah Untuk mengetahui besar kecilnya ketimpangan pendapatan per kapita antar daerah digunakan indeks ketimpangan Williamson (Kuncoro,2004) sebagai berikut: IW = ( y y) i 2 fi / n Y Di mana Yi = PDRB per kapita di kabupaten i Y = PDRB per kapita rata-rata Kalimantan Barat Fi = jumlah penduduk di kabupaten i N = jumlah penduduk Kalimantan Barat 6 Nilai indeks yang semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil, atau dengan kata lain kondisi antar daerah tidak terlalu berbeda jauh, dan bila semakin jauh dari nol menunjukkan ketimpangan antar daerah semakin melebar. Untuk mengetahui hubungan antara Indeks ketimpangan Wiliamson dengan pertumbuhan ekonomi digunakan korelasi Pearson . Rumus korelasi Pearson adalah (Supranto, 2000): n XY ( X )( Y ) r= n X 2 ( X ) 2 x [ n Y 2 ( Y ) 2 ] di mana : r = koefisien korelasi X = pertumbuhan ekonomi Y = Indeks Williamson Kriteria yang digunakan : 1. Jika r = ( +/- ) 1 atau mendekati (+/-) 1 maka terdapat hubungan yang sangat kuat antara pertumbuhan ekonomi dan angka indeks Willimson. 2. Jika r = 0 atau mendekati 0 maka tidak terdapat hubungan atau hubungannya lemah antara pertumbuhan ekonomi dengan angka Indeks Williamson. 4.`Hasil dan Pembahasan Hasil Klasifikasi Daerah 1.Daerah yang pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapitanya tinggi. Yang termasuk kelompok ini adalah kota Pontianak dan Kabupaten Sanggau. Daerah yang termasuk kategori ini merupakan daerah yang potensi pembangunannya sangat besar. Diperkirakan daerah ini akan terus berkembang di masa akan datang. Kota Pontianak sebagai ibukota propinsi Kalbar memang perkembangannya sangat pesat dan merupakan kota yang paling maju di Kalbar. Pesatnya perkembangan kota Pontianak terutama ditopang oleh sektor jasa dan perdagangan yang memberikan kontribusi PDRB di atas 20% Berkembangnya sektor jasa tidak terlepas dari posisi kota Pontianak sebagai pusat pemerintahan dan lengkapnya fasilitas pelayanan publik.Ini sejalan pula dengan visi kota Pontianak sebagai kota jasa dan perdagangan.Bergairahnya aktivitas ekonomi antara lain dapat dilihat melalui meningkatnya aktivitas perdagangan , dibukanya pusat-pusat perbelanjaan modern serta aktivitas pelabuhan. Berkembangnya sektor perdagangan dan jasa akhirnya menimbulkan efek multiplier bagi kegiatan ekonomi lainnya. Apalagi kota Pontianak merupakan kota yang paling lengkap fasilitas pendidikan dan kesehatannya di Kalbar, sehingga merupakan daya tarik bagi bagi masyarakat daerah. Kondisi ini akhirnya menyebabkan pembangunan dengan berbagai alasan akhirnya terlalu terfokus pada kota ini apalagi kota ini memberikan kontribusi PDRB tertinggi di atas 20% terhadap total PDRB Kalbar 7 Tabel 2 Komponen Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten/Kota di Kalbar Tahun 2004 Kabupaten/Kota Harapan Hidup (tahun) 2002 2004 Angka Melek Rata-rata Huruf Lama sekolah (%) (tahun) 2002 2004 2002 2004 Pengeluaran per kapita (ribu/Tahun) 2002 2004 Sambas Bengkayang Landak Pontianak Sanggau Ketapang Sintang Kapuas Hulu Sekadau Melawi Kota Pontianak Kota Singkawang 58,0 67,1 63,3 66,1 66,3 65,2 66,6 65,3 65,2 - 59,1 67,2 63,8 66,5 66,9 65,8 67,0 65,8 66,6 66,8 65,8 66,4 89,3 83,5 87,0 87,4 83,9 89,4 82,8 85,1 - KalBar 64,4 64,8 91,7 - 88,7 85,4 89,2 88,6 88,5 87,5 85,4 89,3 86,2 84,1 90,7 86,2 5,7 5,9 6,5 6,2 5,7 5,7 5,4 6,1 9,2 - 5,7 5,2 6,2 6,2 6,1 5,6 5,5 7,1 5,9 5,55 8,5 6,1 580,1 577,8 570,1 583,6 572,4 581,9 569,6 579,6 594,4 - 593,2 588,5 589,7 606,4 593,7 595,7 592,4 615,3 583,1 581,0 619,7 587,8 86,9 88,2 6,3 6,4 580,4 606,7 Sumber: BPS 2004, dan BPS 2005 Memang selama enam tahun terakhir kota Pontianak mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif dan relatif stabil serta cukup tinggi yaitu ratarata 5,6% per tahun . Dengan fasilitas yang paling lengkap , kota ini menarik bagi investor untuk menanamkan modalnya. Wajar saja akhirnya kota ini menjadi barometer perekonomian Kalbar. Kondisi ini mengakibatkan pendapatan perkapita kota Pontianak meningkat selama enam tahun terakhir , bahkan dua kali lipat dibandingkan dengan rata-rata Kalbar, dan paling tinggi dibanding daerah lain, yaitu hampir Rp 10 juta pertahun perkapita. Meskipun ini gambaran kasar, tapi paling tidak kondisi ini menggambarkan kesejahteraan penduduk kota Pontianak jauh lebih baik dibanding daerah Kalbar lainnya yang mayoritas pendapatannya dibawah rata-rata Kalbar. Ini juga selaras dengan peringkat IPM kota Pontianak merupakan yang terbaik di Kalbar. Hal ini wajar, sebagai ibukota propinsi, pembangunan sangat terkonsentrasi pada daerah ini dalam segala hal termasuk pendidikan dan kesehatan. Karena itu wajar jika harapan hidup kota ini tinggi, balita dengan gizi buruk sangat sedikit, angka kematian bayi rendah, akses ke fasilitas kesehatan tinggi, karena dari segi fasilitas kesehatan yang dimiliki kota ini merupakan yang 8 terbaik dan terlengkap di Kalbar sehingga untuk urusan kesehatan akses masyarakat menjadi lebih mudah dan terjangkau masyarakat. Demikian pula halnya dengan pendidikan, dengan fasilitas pendidikan yang paling lengkap di Kalbar mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi maka akses penduduk terhadap pendidikan juga lebih mudah dan terjangkau, bahkan penduduk dari daerah lain di Kalbar menuju kota Pontianak jika ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi (Universitas, Akademi, Sekolah Tinggi dan Politeknik). Pontianak merupakan satu-satunya daerah di Kalbar yang konsisten posisinya pada kategori baik, yaitu daerah dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita tinggi, juga pembangunan manusia yang tinggi. Artinya sebagian besar masyarakat Pontianak sudah menikmati hasil pembangunan di kota itu. Kabupaten Sanggau meskipun termasuk dalam kelompok daerah yang pertumbuhan dan pendapatannya tinggi, namun kondisinya tidaklah sama dengan kota Pontianak. Dengan kontribusi PDRB yang hanya sekitar 9% terhadap Kalbar , sebenarnya masih jauh di bawah kabupaten Pontianak yang kontribusi PDRB nya 20% an.Pertumbuhan ekonomi daerah ini memang di atas rata-rata Kalbar, rata-rata 5,01% per tahun namun cenderung tidak stabil di mana pertumbuhan naik dua kali lipat pada tahun 2004, kemudian turun drastis pada tahun berikutnya.Ketidakstabilan ini sebenarnya kurang kondusif bagi dunia usaha dalam memprediksi pengembangan usahanya. Masuknya Sanggau dalam kelompok ini tidak terlepas dari dominannya sektor pertanian dan industri (di atas 30%) khususnya komoditas perkebunan seperti sawit dan karet dalam kontribusi PDRB. Banyaknya perusahaan perkebunan berskala besar yang beroperasi di sana sangat mendukung perkembangan ekonomi di sana. Ketersediaan lahan yang luas dan kondisi tanah yang cocok untuk komoditas perkebunan menyebabkan investor tertarik untuk masuk, bukan karena kelengkapan fasilitas di sana. Justru keberadaan perusahaanperusahaan tersebut berhasil membuka isolasi daerah khususnya daerah pedalaman yang kurang tersentuh pembangunan. Dibangunnya jalan pada daerah perkebunan tersebut turut mempermudah akses masyarakat pada bidang lain. Keberadaan perkebunan tersebut secara tidak langsung juga menimbulkan efek multiplier bagi masyarakat setempat , seperti penyerapan tenaga kerja dan aktivitas ekonomi lainnya. Akibat dari itu semua pendapatan perkapita masyarakat Sanggau mengalami peningkatan dan sedikit di atas rata –rata Kalbar tetapi jauh lebih kecil dibanding kota Pontianak. Kondisi ini cenderung stabil selama enam tahun terakhir. Meskipun pertumbuhan dan pendapatan kabupaten Sanggau termasuk baik, namun sebenarnya kondisi daerahnya jauh berbeda dari kota Pontianak, terutama dari segi infrastruktur yang tertinggal jauh. Pertumbuhan dan pendapatan perkapita yang tinggi ternyata tidak menjamin kesejahteraan penduduknya, terbukti bahwa IPM Sanggau lebih rendah dari rata-rata Kalbar (peringkat 4 tahun 2004) , meskipun tidak termasuk yang paling bawah. Namun ini membuktikan bahwa untuk urusan pembangunan manusia, Sanggau masih harus meningkatkan kualitasnya, karena masih cukup banyak penduduk yang belum menikmati hasil pembangunan , misalnya jika 9 dilihat dari masih banyaknya penduduk yang tidak akses pada fasilitas kesehatan dan pendidikan . Bermodalkan pertumbuhan dan pendapatan yang tinggi ini , Sanggau seharusnya bisa lebih cepat dalam meningkatkan kualitas pembangunan manusianya. Tabel 3 Klasifikasi Daerah Kalbar Berdasarkan Pertumbuhan Ekonomi Dan Pendapatan Perkapita y r ( r1 > r) ( r1 < r) ( y1 > y ) ( y1 < y ) Pertumbuhan Tinggi dan Pendapatan Tinggi (Kota Pontianak, Sanggau) Pertumbuhan Tinggi dan Pendapatan Rendah (Ketapang, Bengkayang) Pertumbuhan Rendah dan Pendapatan Tinggi (Singkawang, Kab.Pontianak) Pertumbuhan Rendah dan Pendapatan Rendah (Sambas, Landak, Sintang, Kapuas Hulu, Sekadau, Melawi) Sumber :tabel 1yang diolah. 2. Daerah yang pertumbuhan ekonominya tinggi tetapi pendapatan rendah. Yang termasuk kelompok ini adalah Kabupaten Ketapang dan Bengkayang. Daerah yang termasuk kelompok ini adalah daerah yang potensi pengembangannya sangat besar tetapi masih belum diolah sepenuhnya secara baik. Karena itu walaupun pertumbuhan ekonomi daerah ini sangat tinggi namun tingkat pendapatan perkapita yang mencerminkan keberhasilan pembangunan yang telah dicapai sebenarnya masih relatif rendah dibanding daerah lain. Karena itu di masa mendatang daerah ini dengan bermodalkan pertumbuhan yang tinggi diperkirakan akan terus berkembang dengan pesat untuk mengejar ketinggalannya dibandingkan dengan daerah lain. Dilihat dari kontribusi PDRB kedua daerah ini tidak begitu besar terhadap Kalbar, Bengkayang di atas 3% dan Ketapang di atas 8% . Kedua daerah ini ditunjang oleh sektor dominannya yaitu pertanian khususnya perkebunan dengan kontribusi di atas 40% . Daerah ini memang cocok untuk perkebunan sawit dan karet. Dengan lahan yang sangat luas dan kondisi tanah yang cocok serta Bengkayang yang berbatasan dengan negara tetangga Malaysia maka daerah ini merupakan salah satu tujuan ekspansi sawit. Meskipun diduga ada beberapa perkebunan sawit dari luar yang berkedok perusahaan perkebunan sawit namun sebenarnya pelaku illegal loging, tapi harus diakui perkebunan sawit dan karet mampu menghidupkan perekonomian daerah yang relatif tertinggal ini.Kedua daerah ini rata-rata pertumbuhan ekonominya paling tinggi di Kalbar yaitu di atas 9% . Dibandingkan Ketapang , Bengkayang cenderung tidak stabil pertumbuhan ekonominya, dengan fluktuasi yang sangat tajam, terutama di tahun 2003 pertumbuhan mencapai 20% dari sebelumnya yang hanya 8,31%, kemudian di tahun berikutnya turun drastis hanya 6%. Lepas dari valid tidaknya data, kondisi ini menyebabkan sulitnya memprediksi situasi ekonomi bagi dunia usaha. Demikian pula halnya dengan Ketapang. Kabupaten Ketapang mengalami 10 kenaikan drastis tahun 2005 di atas 17 % dari sebelumnya yang hanya 7%, kemudian di tahun 2006 turun menjadi 12%. Pendapatan perkapita masyarakat daerah ini termasuk rendah di bawah rata-rata Kalbar. Untuk Ketapang rendahnya pendapatan perkapita ini antara lain disebabkan jumlah penduduk Ketapang termasuk yang paling banyak di Kalbar sehingga jika PDRB dibagi dengan jumlah penduduk maka rata-ratanya menjadi kecil. Tentu hal ini menjadi kontras dengan pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi di Kalbar. Meskipun begitu dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi merupakan modal bagi daerah ini untuk meningkatkan kesejahteraannya di masa yang akan datang, apalagi sektor perkebunan sangat potensial untuk dikembangkan. Jika dilihat dari IPM, Bengkayang menduduki peringkat 8 dan Ketapang peringkat 5 dari 12 kabupaten kota di Kalbar. Ternyata dengan pertumbuhan yang tinggi, IPM Bengkayang berada pada kelompok bawah. Ini relevan dengan pendapatan perkapita Bengkayang yang termasuk rendah, dan dengan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi yaitu 16,9% . Pendapatan yang rendah ini menyebabkan rendahnya pengeluaran perkapita penduduk Bengkayang, sehingga kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan juga terbatas, terlihat dari masih tingginya angka buta huruf dan lama sekolah yang relatif rendah. Ini juga terkait dengan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang tersedia di Bengkayang belum memadai dari segi jumlah dan sebaran lokasinya . Kondisi IPM Ketapang cukup bagus, meningkat dibanding tahun 2002, hanya untuk komponen lama sekolah mengalami penurunan. Pendapatan perkapita yang rendah identik dengan pengeluaran perkapita rendah, sehingga kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan terbatas. Ini dapat dilihat dari masih tingginya angka putus sekolah di Ketapang yaitu 24% terutama pada kelompok umur dewasa (19 -24tahun ).Hal ini antara lain disebabkan oleh sarana pendidikan yang tidak cukup dan sulit dijangkau, pandangan masyarakat terhadap pendidikan yang tidak selalu positif, mahalnya biaya sekolah serta kebijakan sekolah yang cenderung tidak berpihak pada penduduk miskin. Jumlah sarana pendidikan di Ketapang terutama untuk SLTP dan SLTA masih belum mencukupi. Semakin tinggi tingkatan sekolah, jumlah sekolah semakin sedikit sehingga mengurangi peluang bagi penduduk usia sekolah untuk bersekolah terutama pada sekolah lanjutan. Tabel 4 IPM Klasifikasi Daerah Kalbar Berdasarkan Pertumbuhan Ekonomi Dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ( IPM1 > IPM ) (IPM1 < IPM ) r ( r1 > r) Pertumbuhan Tinggi dan IPM Tinggi (Kota Pontianak,) ( r1 < r) Pertumbuhan Rendah dan IPM Tinggi (Kapuas Hulu, Kab.Pontianak) Pertumbuhan Tinggi dan IPM Rendah (Ketapang, Bengkayang, Sanggau) Pertumbuhan Rendah dan IPM Rendah (Sambas, Landak, Sintang, Singkawang, Sekadau, Melawi) Sumber: tabel 1 yang diolah 11 3. Daerah pertumbuhan ekonominya rendah tetapi pendapatan perkapita tinggi. Yang termasuk kelompok ini adalah Kota Singkawang dan Kabupaten Pontianak. Jika dilihat dari kontribusi PDRB terhadap Kalbar, kabupaten Pontianak justru memberikan kontribusi terbesar kedua setelah kota Pontianak, yaitu di atas 20% dengan sektor yang paling dominan adalah industri yang memberikan kontribusi di atas 40% terhadap PDRB kabupaten Pontianak. Berjayanya komoditas kayu turut memberikan andil besar dalam pertumbuhan ekonomi kabupaten Pontianak, namun setelah sektor ini kolaps dan banyak perusahaan yang gulung tikar maka beberapa tahun terakhir ini pertumbuhan ekonomi daerah ini terus turun, walaupun beberapa tahun terakhir meningkat kembali dengan bangkitnya industri selain kayu. Turunnya peranan industri kayu berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten Pontianak yang terus menurun, kemudian tahun 2006 pertumbuhan mulai membaik . Secara rata –rata pertumbuhan kabupaten Pontianak tetap di bawah rata-rata Kalbar.Namun dengan pendapatan perkapita yang lebih tinggi dari Kalbar , yaitu lebih kurang 6 juta per kapita daerah ini masih dapat mengejar ketertinggalannya . Kota Singkawang merupakan daerah yang baru terbentuk hasil otonomi. Sebelumnya kota Singkawang adalah ibukota kabupaten Sambas, namun sekarang kota Singkawang merupakan daerah otonom yang berbentuk kotamadya. Kontribusi PDRB Singkawang terhadap Kalbar tidaklah besar, hanya 4% . kurang lebih sama seperti daerah baru lainnya di Kalbar. Yang menarik mungkin, karena kota Singkawang merupakan daerah perkotaan dengan fasilitas yang lebih lengkap dibanding daerah kabupaten lainnya. Pertumbuhan ekonomi kota Singkawang masih dibawah Kalbar, rata-rata 4,5% dengan sektor yang memberikan kontribusi tertinggi adalah perdagangan (40%). Selama enam tahun terakhir pertumbuhan ekonomi kota ini relatif stabil, hanya pada tahun 2002 terjadi penurunan pertumbuhan walaupun belum mencapai pertumbuhan negatif. Dengan pendapatan perkapita di atas Kalbar yaitu 5,4 juta per kapita, kota ini merupakan daerah dengan pendapatan perkapita tertinggi dibanding daerah baru lainnya seperti Bengkayang, Landak, Sekadau dan Melawi . Kota ini masih dapat meningkatkan pertumbuhannya terutama dengan dukungan sektor perdagangan yang dominan (40%), apalagi dari segi fasilitas kota ini terlengkap ke dua setelah kota Pontianak, dan ini tentu saja aset untuk mengembangkan dunia usaha. Meskipun pendapatan perkapita Singkawang lebih tinggi dari Kalbar, namun pengeluaran perkapita penduduk kota Singkawang termasuk yang paling rendah di Kalbar. IPM Singkawang juga rendah yaitu berada pada peringkat 7 dari 12 daerah di Kalbar. Rendahnya IPM ini selain karena rendahnya pengeluaran perkapita juga masih tingginya angka buta huruf di Singkawang. Sebagai daerah perkotaan tentu kondisi ini kontras dengan kota Pontianak yang IPM nya merupakan yang terbaik di Kalbar.Singkawang juga memiliki fasilitas pendidikan dan kesehatan yang lengkap namun belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat.. Rendahnya pengeluaran perkapita Singkawang menunjukkan masih banyaknya penduduk miskin di sana . Berarti pendapatan yang tinggi tidak selalu 12 mencerminkan kesejahteraan jika pengeluaran masyarakat rendah. Apalagi jika pertumbuhan ekonomi juga rendah sehingga pembangunan berjalan lambat IPM kabupaten Pontianak menunjukkan peringkat yang baik, dilihat dari perkembangan indikator IPM dari tahun 2002 ke tahun 2004 menunjukkan perubahan kondisi yang lebih baik, walaupun peringkat tahun 2004 (nomor 3) mundur setingkat dibanding tahun 2002 karena bertambahnya daerah baru. Pendapatan perkapita kabupaten Pontianak yang tinggi relevan dengan pengeluaran perkapita yang tinggi pula, sehingga kemampuan penduduk untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan semakin membaik. Walaupun pertumbuhan ekonomi tidak begitu tinggi , namun setidaknya kondisi pendidikan dan kesehatan penduduk lebih baik, padahal fasilitas kabupaten ini tidaklah selengkap dibanding kota Singkawang atau kota Pontianak. Tabel 4 Klasifikasi Daerah Kalbar Berdasarkan Pendapatan Perkapita Dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) IPM y ( y1 > y ) ( y1 < y ) ( IPM1 > IPM ) (IPM1 < IPM ) Pendapatan Tinggi dan IPM Tinggi (Kota Pontianak, Kab.Pontianak) Pendapatan Tinggi dan IPM Rendah (Singkawang, Sanggau) Pendapatan Rendah dan IPM Tinggi (Kapuas Hulu) Pendapatan Rendah dan IPM Rendah (Sambas, Bengkayang, Landak, Ketapang, Sintang, Sekadau, Melawi) Sumber: tabel 1 yang diolah 4. Daerah yang pertumbuhan perkapitanya rendah. ekonominya rendah dan pendapatan Yang termasuk kelompok ini adalah tiga Kabupaten baru yaitu Landak, Sekadau, dan Melawi serta tiga kabupaten lama yaitu Sambas, Sintang, dan Kapuas Hulu. Sekadau dan Melawi memberikan kontribusi yang paling kecil terhadap PDRB Kalbar, hanya sekitar 2% . Kecilnya kontribusi ini bisa disebabkan karena potensi daerah ini belum tergali karena merupakan daerah baru, atau mungkin sumber pendapatan asli daerah sangat sedikit. Semua daerah baru ini bertumpu pada sektor pertanian (lebih dari 40%). Pertumbuhan ekonomi tiga daerah baru ini sangat rendah, antara 2,5% sampai dengan 3,5%, jauh dibawah rata-rata Kalbar . Bahkan Sekadau tahun 2002 mengalami pertumbuhan negatif, meskipun di tahun berikutnya mengalami perbaikan. Dari segi pendapatan perkapita, tiga daerah baru ini juga paling rendah di Kalbar, antara 2 – 3,4 juta perkapita. Dengan pendapatan perkapita serendah itu bisa dikatakan tingkat kemakmuran masyarakat juga rendah dan banyak penduduk yang miskin.. Jika dilihat dari kondisi IPM , Landak, Sekadau dan Melawi juga menempati tiga posisi terbawah di antara daerah Kalbar lainnya. Bahkan Landak merupakan daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Kalbar . Harapan hidup yang rendah, angka buta huruf yang masih tinggi, lama sekolah yang singkat, dan pengeluaran perkapita yang rendah menjadi indikator tertinggalnya pembangunan 13 manusia di daerah ini. Apalagi jika dikaitkan dengan ketersediaan fasilitas, baik pendidikan dan kesehatan, daerah ini termasuk minim fasilitas.Dengan kondisi seperti ini tentu bukan hal yang mudah bagi daerah ini untuk mengejar ketertinggalannya Melalui pengembangan prasarana dan sarana perekonomian , pendidikan dan kesehatan secara bertahap daerah ini dapat mengejar ketertinggalannya. Yang menarik, ada tiga kabupaten lama yang termasuk daerah tertinggal yaitu Sambas, Sintang dan Kapuas Hulu. Sambas masih bisa memberikan kontribusi 10% terhadap PDRB Kalbar , setelah kota Pontianak dan kabupaten Pontianak, artinya produksi dari Sambas masih memberikan warna terhadap perekonomian Kalbar, terutama produk pertaniannya yang menyumbang hampir 44% terhadap PDRB Sambas. Namun dari segi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita Sambas masih di bawah Kalbar. Ini juga sejalan dengan kondisi kemiskinan Sambas, di mana 13,7% penduduknya masih berada di bawah garis kemiskinan..Rata-rata pertumbuhan ekonomi Sambas selama enam tahun (4,57%) sebenarnya hanya sedikit di bawah Kalbar (4,76%).Hanya saja pertumbuhan ekonomi Sambas cenderung fluktuatif, penurunan terjadi pada tahun 2002 dan 2006, sedangkan pendapatan perkapita secara perlahan terus meningkat dengan rata-rata 4,5 juta perkapita, sedikit di bawah Kalbar 4,6 juta perkapita. Sambas juga merupakan daerah yang peringkat IPM nya paling rendah di Kalbar, terutama untuk indikator harapan hidup yang rendah dan lama sekolah yang singkat dibanding daerah lain. Memang dibanding tahun tahun 2002 terjadi peningkatan nilai indikator IPM Sambas, tapi posisi Sambas tetap yang paling bawah di Kalbar, bahkan daerah yang baru terbentuk hasil pemekaran Sambas yaitu kota Singkawang dan Bengkayang kondisinya jauh lebih baik. Juga jika dibandingkan dengan daerah baru lainnya seperti Landak, Sekadau dan Melawi posisi Sambas tetap paling bawah. Padahal dari segi fasilitas pendidikan dan kesehatan Sambas sedikit jauh lebih baik dari tiga daerah baru ini. Meskipun termasuk daerah tertinggal, namun potensi pertanian Sambas sebenarnya cukup besar. Sambas sebagai lumbung padi Kalbar telah mengantarkan Kalbar sebagai daerah swasembada beras. Selain itu Sambas juga terkenal dengan produk pertanian lainnya seperti jeruk. Ini merupakan potensi daerah yang bisa dikembangkan agar daerah ini dapat mengejar ketertinggalannya Sintang dan Kapuas Hulu termasuk daerah tertinggal di Kalbar karena pertumbuhan dan pendapatanya dibawah rata-rata Kalbar.Kedua daerah ini memberikan kontribusi PDRB yang sangat kecil terhadap Kalbar, yaitu lebih kurang 2%. Kapuas Hulu pertumbuhan ekonominya cenderung fluktuatif, bahkan tahun 2004 terjadi pertumbuhan negataif 1,95%. Rata-rata pertumbuhan ekonomi daeiah ini selama enam tahun terakhir sangat rendah, hanya 1,68%, bahkan jauh dibawah kabupaten baru yaitu Sekadau , padahal Sekadau tak jauh berbeda dengan Kapuas Hulu dalam hal perekonomian. Letak Kapuas Hulu yang paling jauh dari ibukota Propinsi , wilayah yang paling luas di Kalbar, jumlah penduduk yang paling sedikit , tidak mudahnya akses darat ke Putussibau sebagai ibukota kabupaten Kapuas Hulu dari berbagai ibukota kabupaten lain di Kalbar, kondisi geografis yang bergunung-gunung dan banyak sungai sementara transpotasi darat sangat minim antar kecamatan di Kapuas Hulu, fasilitas pendidikan dan kesehatan yang sangat minim merupakan kondisi yang sangat tidak kondusif 14 dalam perkembangan perekonomian Kapuas Hulu. Namun bertentangan dengan kondisi itu, peringkat IPM Kapuas Hulu justru terbaik kedua di Kalbar setelah kota Pontianak . Jika dilihat dari harapan hidup, angka melek huruf, lama sekolah dan pengeluaran perkapita semua menunjukkan kondisi Kapuas Hulu jauh lebih baik dari daerah lain. Tetapi jika dilihat dari indikator kemiskinan seperti akses penduduk pada fasilitas kesehatan, akses penduduk pada air bersih dan balita gizi buruk, maka Kapuas Hulu termasuk daerah yang terburuk kondisinya di Kalbar. Dengan kata lain, walaupun pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita Kapuas Hulu rendah, namun dalam hal pembangunan manusia kabupaten ini cukup berhasil, artinya terjadi peningkatan kualitas penduduk dilihat dari aspek kesehatan dan pendidikan, meskipun dari indikator yang lain masih lemah. Dalam jangka panjang, jika kualitas penduduk semakin membaik, tentu akan meningkatkan produktivitas daerah sehingga pertumbuhan dan pendapatan pun akan meningkat. Rentang kendali pemerintahan yang jauh diduga menyebabkan kabupaten ini menjadi tidak diperhatikan oleh pemerintah propinsi. Diperkuat dengan wilayah yang sangat luas, maka kabupaten Kapuas Hulu dan kabupaten Sintang sebagai dua kabupaten lama di Kalbar akhirnya diusulkan untuk menjadi propinsi baru yaitu propinsi Kapuas Raya yang saat ini masih dalam proses . Tak jauh beda dengan kabupaten Sintang yang rata-rata pertumbuhan ekonominya selama enam tahun terakhir hanya 3, 87 % , dan pendapatan perkapita hanya 3,9 juta perkapita . Bedanya dengan Kapuas Hulu, Sintang termasuk daerah yang peringkat IPM nya paling bawah (peringkat 7) di Kalbar. Rendahnya pembangunan manusia identik dengan tingginya angka kemiskinan di Sintang yaitu 21,6% setelah Landak. Berarti sudah jelas, dengan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang rendah membawa dampak terhadap pembangunan manusia yang rendah pula. Analisis Indeks Ketimpangan Williamson Untuk mengetahui besar kecilnya ketimpangan pendapatan per kapita antar daerah digunakan indeks ketimpangan Williamson . Gambar 1 menunjukkan angka indeks ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Kalbar selama periode 2001 – 2006 yaitu rata-rata sebesar 0,36. Angka ini menunjukkan distribusi pendapatan perkapita antar daerah di Kalbar relatif merata. Ketimpangan pendapatan antar daerah di Kalbar dari tahun 2001 – 2006 cenderung berkurang , ini berarti pertumbuhan ekonomi Kalbar cukup berhasil dalam meningkatkan pendapatan perkapita masyarakatnya. Angka ketimpangan Kalbar setiap tahun mendekati nol, dengan kata lain distribusi pendapatan antar daerah relatif lebih merata. Ketimpangan paling tinggi terjadi pada tahun 2001 yaitu 0,48. Rendahnya nilai indeks ketimpangan pendapatan perkapita antar kabupaten/kota di Kalbar tidak berarti secara otomatis menerangkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat antar daerah di Kalbar sama baiknya. Indeks Williamson hanya menjelaskan distribusi pendapatan perkapita antar kabupaten/kota di Kalbar tanpa menjelaskan seberapa besar pendapatan perkapita yang didistribusikan tersebut dengan rata-rata pendapatan perkapita daerah lain. Ini terbukti dengan analisis silang antara pertumbuhan, pendapatan dan IPM. Ada 15 daerah yang pertumbuhannya tinggi tetapi IPM nya rendah, ada juga daerah yang pendapatannya tinggi namun IPM nya rendah. Gambar1 Grafik Ketimpangan Antar Daerah di Kalbar Tahun 2001 - 2006 Indeks Williamson 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 2001 2002 2003 2004 Tahun Pengamatan 2005 2006 Daerah yang konsisten berada pada klasifikasi yang bagus yaitu pertumbuhan tinggi,pendapatan perkapita tinggi dan nilai IPM tinggi hanyalah kota Pontianak. Dan daerah yang konsisten berada pada klasifikasi tidak bagus yaitu pertumbuhan, pendapatan dan nilai IPM nya rendah semua adalah kabupaten Sambas, Landak, Sintang, Sekadau dan Melawi. Ini berarti pembangunan di Kalbar lebih banyak terpusat di Kota Pontianak sebagai ibukota propinsi, sedangkan pembangunan di daerah-daerah lain tidak terlalu diprioritaskan, ini terlihat dari banyaknya kabupaten yang termasuk kategori ”tidak bagus” , padahal dari segi potensi daerah dan kelemahan yang dimiliki , kabupaten-kabupaten ini seharusnya layak untuk mendapat prioritas pembangunan utama di Kalbar. Jika pembangunan terfokus hanya pada daerah yang maju, dan daerah terbelakang tidak diperhatikan, maka ketimpangan antar daerah akan semakin lebar, khususnya ketimpangan dalam pembangunan manusia. Analisis Korelasi Untuk mengetahui hubungan antara Indeks ketimpangan Wiliamson dengan pertumbuhan ekonomi digunakan korelasi Pearson . Dari hasil perhitungan korelasi didapat angka r = ( -0,89) .Ini menunjukkan terdapat hubungan yang kuat antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan. Dengan kata lain ketimpangan ekonomi (pendapatan) akan semakin berkurang jika terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Namun pertumbuhan ekonomi ataupun pendapatan perkapita yang meningkat belum tentu mencerminkan pembangunan manusia yang baik. Bisa saja pertumbuhan atau pendapatan tinggi, namun pembangunan manusia rendah atau sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi dikatakan berhasil jika dapat meningkatkan pendapatan perkapita. Yang lebih penting lagi, apakah pendapatan perkapita tersebut mendekati keadaan masyarakat sebenarnya, sebab jika pendapatan tinggi tapi distribusi pendapatan tidak merata (ketimpangan antar pendapatan tinggi) 16 maka pendapatan perkapita yang tinggi tidak mencerminkan kesejahteraan penduduk. Kesimpulan Ketimpangan pendapatan perkapita antar kabupaten/kota di Kalbar kecil, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Namun, walau dari segi pendapatan perkapita antar daerah cenderung merata, tidak berarti kondisi pembangunan manusia antar daerah di Kalbar sama .Ada daerah yang pendapatan perkapitanya tinggi tapi IPM nya rendah seperti kota Singkawang dan kabupaten Sanggau. Ada juga daerah yang pertumbuhan ekonominya tinggi tapi IPM nya rendah seperti Ketapang, Bengkayang dan Sanggau. Hanya kota Pontianak yang konsisiten posisinya sebagai daerah yang maju di Kalbar dengan pertumbuhan tinggi, pendapatan tinggi, dan pembangunan manusia tinggi. Terdapat lima daerah yang konsisten posisinya sebagai daerah tertinggal di Kalbar dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang rendah, pendapatan yang rendah, dan akibatnya pembangunan manusia juga rendah. Daerah tertinggal tersebut adalah Sambas, Sintang, Landak, Sekadau dan Melawi. Rekomendasi Kebijakan pembangunan di Kalbar sudah saatnya tidak semata terkonsentrasi pada daerah yang sudah maju, dan difokuskan pada daerah tertinggal , agar pertumbuhan dan perkapita daerah tersebut meningkat sesuai dengan subsektor yang dominan pada daerah tersebut. Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan yang penting dalam menunjang pembangunan manusia, sebaiknya juga dikonsentrasikan pada daerah yang IPM nya sangat rendah, karena dalam jangka panjang kualitas penduduk yang meningkat akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan perkapita daerahnya. Ini mendesak untuk dilakukan karena yang menjadi permasalahan mendasar di Kalbar bukanlah masalah ketimpangan pendapatan , melainkan ketimpangan pembangunan manusia antar daerah. 17 DAFTAR PUSTAKA Ardani,A. (1992). Analysis Of Regional Growth and Disparity: The Impact Analysis of The Inpres Project on Indonesian Development. Unpublished PhD dissertation, University of Pensylvania, US. Arsyad, Lincolin (1999). Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah , edisi pertama, BPFE, Yogyakarta Brata, Gunadi. (2002). Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Konvergensi Pendapatan Perkapita, Studi Kasus Jawa Tengah. Tidak dipublikasikan. Thesis S2, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bucek, Milan. 1999.Regional Disparities in Transition in The Slovak Republik. European Urban and Regional Studies. Kuncoro, Mudrajad, 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Erlangga. Jakarta . Kuncoro, Mudrajad, 2000. Ekonomi Pembangunan (Teori, Masalah dan Kebijakan), Edisi Pertama, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Sjafrizal 1997. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, Prisma. LP3ES 3, 27 – 38 Morillas,, Antonio; Moniche, Laura; Castro, J. Marcos . (2000). Structural Funds, Light and Shadow from Andalusia,Unpublished Papper 18