ANALISIS FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEMATIAN BAYI DAN HARAPAN HIDUP DI INDONESIA Oleh: Erythryna Bp: 04 206 021 Pembimbing : Nasri Bachtiar Zamzami Munaf Abstract The objective of this research are to determine and to analyse social economic factor that affected health status in Indonesia. Health status was respresented by Infant Mortality Rate and Life Expectancy. Social Economic factor consist of district government’s health budget (APBD), female’s means years of schooling, household expenditure, percentage of household with access to clean water, percentage of people with access to health facilities. The data sources were cross section data from the social economic survey (Susenas) 2002. The result showed that all of social economic variable have negative correlation with the Infant Mortality Rate and positive corrrelation with Life Expectancy. Percentage of people with access to health facilities couldn’t determine its affect to health status, but the other variables showed significantly result in regression models. Female’s means years of schooling was the variable which contributed most largerly to health status, following by household expenditure, district government’s health budget (APBD), and the least contribute given by percentage of household with access to clean water. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diantara negara negara ASEAN, derajat kesehatan tergolong masih rendah. penduduk Indonesia Usia harapan hidup penduduk Indonesia relatif masih rendah dengan angka kematian bayi yang masih tinggi. Angka kematian bayi di Indonesia tidak hanya tinggi, tetapi juga sangat bervariasi dari yang terendah 21,8 1 perseribu bayi lahir hidup di DKI Jakarta sampai yang tertinggi 78 perseribu bayi lahir hidup di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Disamping itu intensitas penurunannya juga bervariasi menurut propinsi, sebagai akibat dari bervariasinya kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Derajat kesehatan sangat dipengaruhi oleh angka kesakitan dan status gizi, yang pada akhirnya berpengaruh pada bobot kualitas manusia. Bukti empiris memperlihatkan bahwa angka kesakitan dan kekurangan kalori dan protein (KKP) berkorelasi positif dengan angka kematian bayi (Preston dan Chen, 1984 dalam Elfindri, 2001:137). Dengan semakin tingginya insiden kesakitan dan semakin banyaknya bayi yang menderita KKP akan semakin tinggi angka kematian bayi. Hubungan ini memberikan implikasi penting kepada perekonomian agregatif, karena angka kematian bayi yang tinggi merupakan biaya alternatif dalam perekonomian. Berdasarkan perhitungan, masa kehamilan serta masa melahirkan merupakan forgone earning bagi wanita untuk menghasilkan barang dan jasa. Terjadinya kematian bayi berarti forgone earning melalui hilangnya seluruh biaya yang dikeluarkan selama kehamilan dan melahirkan. Kesakitan dan kekurangan gizi pada masa pra sekolah mengakibatkan ketertinggalan perkembangan intelegensia anak-anak pada masa sekolah (Jamison, 1979 dalam Elfindri 2001 :137).Untuk selanjutnya mengakibatkan relatif rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan, dan rendahnya produktivitas sewaktu mereka memasuki angkatan kerja sehingga mengakibatkan rendahnya tingkat upah yang diterima. Kekurangan gizi pada masa prasekolah dan tingginya angka kesakitan 2 berkorelasi negatif dengan usia harapan hidup masyarakat, ini memberi isyarat bahwa usia potensial untuk menghasilkan barang dan jasa secara makro akan hilang sebagai konsekwensi berkurangnya input kesehatan dan gizi pada masa pra sekolah (Elfindri, 2001 :138). Pemberlakuan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, serta makin berkurangnya peranan pemerintah pusat dalam penentuan kebijakan di masing-masing daerah. Beragamnya sumber daya alam yang ada pada masing-masing daerah mengakibatkan terjadinya keragaman dalam jumlah dan sumber pembiayaan memberi implikasi yang tersedia pada Pemerintah Kabupaten/Kota. Ini terjadinya makin beragamnya kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menata daerahnya masing-masing termasuk disini menentukan sektor-sektor yang menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten/Kota. Termasuk dalam hal ini adalah perhatian terhadap sektor kesehatan, yang tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan keuangan daerah tetapi juga dipengaruhi oleh arah kebijakan masing-masing pemerintah Kabupaten Kota . 1.2. Perumusan Masalah Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan masih cukup tinggi. Angka kematian bayi dan angka 3 kematian ibu melahirkan lebih tinggi di daerah perdesaan, di kawasan timur Indonesia, serta pada penduduk dengan tingkat pendidikan rendah. Persentase anak balita yang berstatus gizi kurang dan buruk di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan. Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya berbagai masalah kesehatan dan kurang memuaskannya kinerja pembangunan kesehatan. Anggaran untuk pembangunan kesehatan di Indonesia masih sangat kecil, yaitu hanya sekitar dua persen dari anggaran tahunan pembangunan nasional. Akibatnya banyak program pembangunan kesehatan yang penting untuk diselenggarakan terpaksa ditunda atau dilaksanakan secara kurang memadai. Mengingat pentingnya fungsi kesehatan dalam pembangunan ekonomi, kiranya perlu dilakukan suatu tinjauan kembali terhadap alokasi sumberdaya keuangan, baik yang berasal dari pemerintah maupun yang berasal dari masyarakat termasuk swasta. Untuk itu penanganan masalah kesehatan harus ditangani bersamasama oleh pemerintah dengan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat sehingga kendala pembiayaan yang saat ini ini merupakan kendala yang cukup serius akan dapat diatasi dengan lebih tepat. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan antara faktor-faktor sosial ekonomi dengan derajat kesehatan masyarakat pada pada masing-masing daerah kabupaten/kota. Secara lebih spesifik permasalahan yang akan diteliti dalam studi ini adalah sebagai berikut : 4 1. Faktor sosial ekonomi apa sajakah yang mempengaruhi angka kematian bayi dan angka harapan hidup?. 2. Apakah faktor sosial ekonomi tersebut mempunyai pengaruh yang sama antara daerah Kabupaten dan daerah Kota? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengkaji pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap angka kematian bayi dan angka harapan hidup. 2. Menganalisis apakah faktor sosial ekonomi tersebut mempunyai pengaruh yang sama antara daerah kota dengan daerah kabupaten. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitan ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran tentang faktorfaktor sosial ekonomi yang mempengaruhi angka kematian bayi dan angka harapan hidup penduduk di Indonesia. Selanjutnya dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pikiran dan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menyusun perencanaan terutama dalam sektor kesehatan dalam rangka meningkatkan bobot kualitas manusia di daerah masing-masing, serta untuk mencapat derajat kesehatan yang sudah ditargetkan dalam “Indonesia Sehat 2010”. 5 II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang analisis faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi derajat kesehatan ini, menggunakan data pada tingkat Kabupaten/Kota di Indonesia, dengan pengecualian Kabupaten/Kota yang baru dimekarkan, daerah konflik seperti di Nanggro Aceh Darussalam dan Maluku, serta daerah yang relatif masih terbelakang seperti Papua. Derajat kesehatan diwakili oleh dua indikator kesehatan yaitu angka kematian bayi dan angka harapan hidup. 2.1. Jenis Dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section yang merupakan data sekunder berasal dari hasil publikasi BPS, sebagian besar adalah data olahan dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2002. Data tentang angka kematian bayi, angka harapan hidup, rata-rata pengeluaran rumah tangga per kapita, rata-rata lama sekolah perempuan, persentase penduduk yang mendapat akses air bersih, dan persentase penduduk yang mendapat akses pelayan kesehatan diambil dari Human Development Report yang merupakan dari hasil publikasi kerjasama antara BPS, Bappenas dan UNDP. Sedangkan data tentang APBD kesehatan perkapita diambil dari buku Statistik Keuangan Daerah yang juga 6 merupakan hasil publikasi BPS. Khusus untuk data APBD kesehatan perkapita yang diambil adalah data pada tahun 2001, dengan asumsi bahwa status kesehatan tahun 2002 dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah untuk kesehatan tahun sebelumnya. III. HASIL DAN PEMBAHASAN. Berkaitan dengan tujuan penelitian, maka pada bagian ini akan dibahas tentang pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap derajat kesehatan penduduk. Pembahasan didahului dengan melihat hubungan satu-satu antara variabel sosial ekonomi dengan derajat kesehatan, dengan menggunakan korelasi Pearson. Setelah itu pembahasan dilanjutkan dengan melihat model regresi antara faktor sosial ekonomi dengan derajat kesehatan. 3.1. Analisis Korelasi Bivariat Untuk melihat pengaruh masing-masing variabel sosial ekonomi dengan derajat kesehatan secara sendiri-sendiri, perlu dilakukan analisis korelasi bivariat yang salah satunya dapat dilakukan dengan Uji Korelasi Momen Produk Pearson.. Uji Korelasi ini bertujuan menyederhanakan variabel-variabel yang akan digunakan dalam model pada analisis lebih lanjut (regresi berganda). Berdasarkan uji korelasi tersebut akan dipilih variabel-variabel bebas yang mempunyai hubungan yang signifikan (taraf uji α =5%) terhadap varibel terikat. Variabel-variabel inilah yang nantinya dimasukkan dalam model persamaan regresi. Berikut ini akan dibahas 7 analisis korelasi bivariat untuk indikator angka kematian bayi dan angka harapan hidup. 3.1.1.Uji Korelasi Untuk Variabel Angka Kematian Bayi Berdasarkan hasil Uji Korelasi untuk kabupaten/kota didapatkan bahwa koefisien korelasi Pearson yang dihasilkan seluruhnya bernilai negatif dan signifikan pada α = 1% kecuali untuk variabel X1 (APBD sektor kesehatan per kapita) yang signifikan pada α = 5%. Ini dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang berbanding terbalik antara angka kematian bayi dengan faktor sosial ekonomi, atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa peningkatan kondisi sosial ekonomi akan menurunkan angka kematian bayi. Koefisien korelasi terbesar untuk kabupaten/kota dimiliki oleh variabel ratarata lama sekolah perempuan (X3), diikuti oleh pengeluaran rumah tangga perkapita (X2), persentase penduduk dengan akses pelayanan kesehatan (X5), persentase penduduk dengan akses air bersih (X4) dan yang terkecil adalah APBD kesehatan perkapita (X1). Karena semua variabel bebas mempunyai korelasi yang signifikan terhadap variabel terikat, maka keseluruhan variabel bebas akan dimasukkan dalam pembentukan model regresi. Jika dipilah lebih lanjut antara kota dan kabupaten; terlihat bahwa untuk kabupaten, nilai signifikansi yang dihasilkan hampir identik dengan koefisien korelasi secara umum (kabupaten/kota), koefisien korelasi terbesar tetap dimiliki oleh ratarata lama sekolah perempuan (X3). Untuk kota walaupun semua koefisien korelasinya masih bernilai negatif, terdapat dua variabel yang tidak signifikan yaitu APBD 8 Kesehatan perkapita (X1) dan persentase penduduk dengan air bersih (X4). Sehingga khusus untuk kota, kedua variabel tersebut tidak akan diikutsertakan dalam pembentukan model regresi. 3.1.2.Uji Korelasi Untuk Variabel Angka Harapan Hidup Untuk variabel angka harapan hidup didapatkan hasil uji korelasi yang hampir mirip dengan variabel angka kematian bayi dalam hal signifikansi hubungannya, tetapi berbeda pada tanda koefisien regresinya; kalau pada variabel angka kematian bayi semua koefisien korelasinya bernilai negatif, maka pada variabel angka harapan hidup koefisien korelasinya bernilai positif. Hal ini dapat diartikan bahwa kenaikan nilai variabel sosial ekonomi akan meningkatkan angka harapan hidup. Koefisien korelasi terbesar tetap dimiliki variabel oleh rata-rata lama sekolah perempuan (X3), diikuti oleh pengeluaran rumah tangga perkapita (X2), persentase penduduk dengan akses pelayanan kesehatan (X5), persentase penduduk dengan akses air bersih (X4) dan yang terkecil adalah APBD kesehatan (X1). Variabel rata-rata lama sekolah perempuan (X3) mempunyai koefisien korelasi terbesar untuk keseluruhan keadaan baik untuk kabupaten/kota, maupun untuk kabupaten dan kota saja. Untuk kabupaten, signifikansinya mirip dengan kabupaten/kota, dimana semua variabel bebas memiliki koefisien korelasi yang signifikan, sehingga semuanya dapat diikutsertakan dalam pembentukan model 9 regeresi. Untuk kota, hanya tiga variabel bebas yang akan dimasukkan dalam model regresi, yaitu variabel yang mempunyai koefisien korelasi yang signifikan (X2 , X3 dan X5 ). 3.2. Pembentukan Model Regresi Sebagai lanjutan dari analisis korelasi Pearson, maka dilakukan analisis regeresi berganda. Jika pada analisis korelasi Pearson yang dilihat adalah hubungan satu-satu antara variabel sosial ekonomi, maka pada analisis regresi yang akan dilihat adalah hubungan beberapa variabel sosial ekonomi secara bersama-sama terhadap derajat kesehatan. Pembentukan model regresi dimulai dengan dengan memasukkan variabel eksogen yang memiliki koefisien korelasi yang signifikan kedalam model. Berikut ini akan dibahas secara lebih terinci pembentukan model regresi untuk dua variabel terikat, yaitu angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Selanjutnya supaya interpretasi terhadap model menjadi benar, maka dilakukan pengujian multikolinearitas terhadap model. 3.2.1.Pembentukan Model Regresi Untuk Indikator Angka Kematian Bayi Karena dari hasil uji korelasi semua variabel mempunyai koefisien korelasi yang signifikan, maka untuk kota/kabupaten serta kabupaten saja, semua variabel bebas (X1, X2, X3, X4 dan X5) dimasukkan dalam model. Pengolahan data dilakukan dengan metode enter dan kemudian dilanjutkan dengan metode stepwise. Penggunaan 10 metode ini bertujuan untuk memilih variabel yang benar-benar berpengaruh saja yang dimasukkan dalam model regresi. Model regresi yang dihasilkan dengan metode stepwise dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel .Koefisien Regresi Antara Angka Kematian Bayi (Y1) Dengan Variabel Sosial Ekonomi (X1 - X5) Menggunakan Metode Stepwise. Angka Kematian Bayi Kabupaten/Kota Kabupaten -0.088 -0.094 (-4.295)** (-4.236)** -0.172 -0.186 (-3.333)** (-3.107)** -3.128 -4.427 -4.670 (-6.667)** (-5.435)** (-4.877)** -0.150 -0.264 (-3.312)** (-4.385)** 174.024 195.514 75.224 (6.017)** (5.720)** (8.542)** R-square 0.330 0.266 0.266 Statistik F 35.406** 20.546** 23.788** APBD Kesehatan/Kapita (X1) Pengeluaran RT per Kapita (X2) Rata2 Lama Sekolah Perempuan (X3) % Pddk Dg Akses Air Bersih (X4) Konstanta Kota - - - * Signifikan pada α = 1% ** Signifikan pada α = 5% Dengan metoda stepwise terlihat bahwa untuk kabupaten/kota, semua variabel bebas kecuali X5 (persentase penduduk yang dapat akses pelayanan kesehatan), mempunyai koefisien regresi yang signifikan pada uji t dengan taraf 11 kercayaan α = 0.01, begitu juga dengan uji F. Seluruh koefisien regresi bernilai negatif, yang dapat ditafsirkan bahwa angka kematian bayi akan berkurang seiring dengan meningkatnya lama sekolah perempuan, pengeluaran rumah tanga perkapita, anggaran pemerintah perkapita dan persentase penduduk yang dapat akses air bersih. Nilai koefisien determinasi sebesar 0,33 menggambarkan bahwa variabel bebas secara bersama-sama dapat menerangkan variabel terikat sebesar 33%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor selain dari pengaruh variabel bebas. Konstanta bernilai positif sebesar 174,024 memberikan arti bahwa jika semua variabel bebas lainnya bernilai nol, maka angka kematian bayi adalah sebesar 174 perseribu kelahiran hidup. Variabel X3 (rata-rata lama sekolah perempuan) merupakan variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap angka kematian bayi, dimana dengan peningkatan rata-rata lama sekolah perempuan selama 1 tahun, akan menurunkan angka kematian bayi sebesar 3,128. Pengaruh pengeluaran keluarga perkapita (X2) ternyata lebih besar dari APBD kesehatan perkapita (X1), dimana dengan kenaikan pengeluaran keluarga perkapita sebesar Rp.1.000,- akan dapat menurunkan angka kematian bayi sebesar 0,172 ; sedangkan untuk kenaikan APBD kesehatan perkapita dengan jumlah kenaikan yang sama hanya akan menurunkan angka kematian bayi sebesar 0,088. Dari model regresi di atas juga dapat diprediksi bahwa angka kematian bayi juga akan berkurang sebesar 0,15 setiap kenaikan 1% rata-rata penduduk yang dapat akses air bersih. 12 Walaupun mempunyai koefisien korelasi yang cukup besar, variabel persentase penduduk yang mempunyai akses air terhadap pelayanan kesehatan (X5) tidak memperlihatkan signifikansi terhadap angka kematian bayi. Hal ini mengindikasikan terjadinya masalah multikolinearitas, ini dapat terjadi karena kuatnya korelasi antara variabel ini dengan variabel bebas lainnya seperti dengan varibel rata-rata pendidikan perempuan (X3), variabel pengeluaran rumah tanggga perkapita (X2) dan dengan variabel persentase yang dapat akses air bersih (X4). Korelasi antara variabel persentase penduduk yang punya akses pelayanan kesehatan ini dengan variabel bebas tersebut diatas, justru lebih besar daripada korelasinya dengan variabel terikat angka kematian bayi . Model persamaan regresi angka kematian bayi untuk kabupaten dilihat dari variabel bebasnya yang signifikan, boleh dikatakan mirip dengan model persamaan regresi yang berlaku umum untuk kabupaten/kota. Faktor lama sekolah perempuan (X3) tetap punya pengaruh yang paling besar terhadap angka kematian bayi. Yang membedakannya adalah bahwa variabel air bersih (X4) punya pengaruh terbesar kedua setelah pengaruh variabel X3 , sedangkan untuk model regresi yang umum (kabupaten/kota), variabel X4 merupakan variabel yang mempunyai pengaruh terkecil. Konstanta yang dihasilkan lebih besar dari konstanta untuk kabupaten/kota yaitu sebesar 195,51; secara statistik dapat diartikan bahwa angka kematian bayi di kabupaten sebesar 195,51 perseribu kelahiran, jika semua variabel bebas lainnya bernilai nol. 13 Sedangkan hasil pembentukan model regresi untuk kota terlihat bahwa hanya variabel lama sekolah perempuan (X3) yang menunjukkan signifikansi terhadap angka kematian bayi. Banyaknya variabel yang tidak signifikan pada pembentukan model regresi di kota diduga karena keadaan sosial ekonomi di kota, seperti pendapatan rumah tangga, ketersediaan air bersih dan fasilitas kesehatan sudah cukup baik, sehingga dalam penelitian ini, secara statistik, hanya faktor pendidikan perempuan yang mempengaruhi angka kematian bayi di kota. 3.2.2.Pembentukan Model Regresi Untuk Indikator Angka Harapan Hidup Sama seperti pembentukan model regresi untuk angka kematian bayi (Y1), untuk variabel terikat angka harapan hidup (Y2), pada tahap awal dilakukan dengan metoda enter dilanjutkan dengan metode stepwise seperti yang terlihat pada tabel berikut. Dari tabel terlihat bahwa semua koefisien regresi bernilai positif, yang dapat diterjemahkan bahwa angka harapan hidup akan meningkat dengan meningkatnya nilai variabel sosial ekonomi. Untuk kabupaten/kota konstanta bernilai positif sebesar 35,027 yang dapat diartikan bahwa jika semua variabel bebas bernilai nol, maka angka harapan hidup adalah 35 tahun. Semua koefisien regresi bernilai positif, ini berarti bahwa peningkatan APBD kesehatan perkapita, peningkatan pengeluaran rumah tangga perkapita, naiknya rata-rata lama sekolah perempuan, dan penambahan persentase penduduk yang dapat akses air bersih, akan meningkatkan angka harapan hidup 14 penduduk Indonesia. Nilai koefisien determinasi sebesar 0.327 menggambarkan bahwa seluruh variabel bebas secara bersama dapat menerangkan 32,7% variabel terikat (angka harapan hidup). Tabel Koefisien Regresi Antara Angka Harapan Hidup (Y2) Dengan Variabel Sosial Ekonomi (X1 - X5) Menggunakan Metode Stepwise. Angka Kematian Bayi Kabupaten/Kota Kabupaten 0.022 0.023 (4.389)** (4.292)** 0.041 0.044 (3.198)** (2.961)** 0.795 1.097 1.202 (6.826)** (5.447)** (4.726) ** 0.035 0.061 (3.090)** (4.108)** 35.027 30.624 58.121 (4.880)** (3.581)** (24.842)** R-square 0.327 0.257 0.253 Statistik F 34.991** 19.658** 22.338** APBD Kesehatan/Kapita (X1) Pengeluaran RT per Kapita (X2) Rata2 Lama Sekolah Perempuan (X3) % Pddk Dg Akses Air Bersih (X4) Konstanta Kota - - - * Signifikan pada α = 1% ** Signifikan pada α = 5% Variabel rata-rata lama sekolah (X3) perempuan mempunyai pengaruh terbesar terhadap angka harapan hidup di kabupaten/kota, disusul kemudian oleh variabel pengeluaran rumah tangga perkapita (X2), APBD kesehatan perkapita (X1), 15 dan yang terkecil pengaruhnya adalah persentase penduduk yang dapat akses air bersih (X4). Untuk kabupaten, keadaannya sedikit berbeda dengan kabupaten/kota, dimana walaupun pengaruh terbesar tetap adalah rata-rata lama sekolah perempuan (X3), tetapi variabel terbesar kedua yang mempengaruhi angka harapan hidup di kabupaten adalah persentase penduduk yang dapat akses air bersih (X4). Disamping itu konstanta yang dihasilkan sedikit lebih rendah yaitu 30,264 ; yang dapat diartikan secara statistik adalah jika semua varibel lainnya bernilai nol, maka angka harapan hidup di kabupaten adalah sebesar 30,264 tahun. Pembentukan model regresi untuk kota hanya memasukkan tiga variabel yaitu variabel yang mempunyai koefisien korelasi yang signifikan. Dari hasil pembentukan model regresi ternyata dari tiga variabel yang dimasukkan hanya satu variabel yang memiliki koefisien regresi yang signifikan, yaitu rata-rata lama sekolah perempuan (X4) . 3.3. Temuan Empiris Berdasarkan hasil yang didapatkan dari pembentukan model regresi kabupaten/kota yang telah diuraikan di atas terlihat bahwa dari lima variabel bebas yang dimasukkan dalam model, terdapat satu variabel yaitu persentase penduduk yang punya akses terhadap pelayanan kesehatan, yang selalu memperlihatkan hasil yang tidak signifikan. Keadaan ini konsisten pada kedua indikator kesehatan baik untuk angka kematian bayi maupun untuk angka harapan. hidup. Konsisten juga bila 16 dilakukan regresi terpisah antara kota dengan kabupaten. Tidak signifikannya variabel ini terjadi karena terkait multikolinearitas, ketika dilakukan uji multikolinearitas dengan pendekatan korelasi parsial terhadap model regresi dengan memasukkan kelima variabel bebas (X1 – X5), ternyata didapatkan bahwa koefisien determinasi untuk kedua variabel terikat (R2t1 dan R2t2) nilainya lebih kecil dari koefisien determinasi sesama variabel bebas (R215 ), Model regresi untuk indikator angka kematian bayi mempunyai koefisien regresi yang bernilai negatif, artinya kenaikan nilai variabel sosial ekonomi akan menurunkan angka kematian bayi. Sedangkan model regresi untuk indikator angka harapan hidup hampir identik dengan indikator angka kematian bayi, dimana yang berbeda cuma tanda dari koefisien regresinya. Jika pada variabel angka kematian bayi semua kenaikan nilai variabel bebas mengakibat turunnya angka kematian bayi, maka pada variabel angka harapan hidup kenaikan nilai ini mengakibatkan naiknya angka harapan hidup. Sedangkan apabila dilakukan regresi terpisah antara kota dengan kabupaten didapatkan empat model persamaan regresi untuk kedua indikator kesehatan; dua model khusus untuk kota dan dua model khusus untuk kabupaten. Model regresi untuk kabupaten tidak terlalu banyak berbeda bila dibandingkan dengan model regresi yang berlaku umum (kabupaten/kota). Tetapi model regresi untuk kota agak jauh berbeda, dimana variabel yang signifikan hanya satu yaitu rata-rata lama sekolah perempuan. 17 Berikut ini akan dibahas satu persatu variabel bebas yang dibicarakan dalam penelitian ini, mulai dari yang memberikan hasil tidak signifikan terhadap model sampai kepada variabel bebas yang memperlihatkan signifikansi terhadap model. 3.3.1. Akses Penduduk Terhadap Pelayanan Kesehatan Untuk kedua variabel terikat ini (angka kematian bayi dan angka harapan hidup) dari lima variabel sosial ekonomi yang dimasukkan dalam model regresi, hanya variabel persentase penduduk yang dapat akses pelayanan kesehatan (X5) yang memberikan hasil yang tidak signifikan , sehingga harus dikeluarkan dari model. Tidak signifikannya variabel X5 ini bukan berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak diperlukan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan penduduk, tetapi ini dapat terjadi karena karena ada indikasi terjadinya masalah multikolinearitas dalam model regresi, yang disebabkan oleh kuatnya korelasi antara variabel ini dengan variabel bebas lainnya, korelasi ini bahkan lebih kuat daripada hubungannya dengan variabel terikat. Walaupun secara statistik variabel persentase penduduk yang punya akses layanan kesehatan memiliki koefisen regresi yang tidak signifikan, tetapi dari uji korelasi pearson terlihat bahwa variabel ini mempunyai korelasi yang signifikan pada tingkat kepercayaan 1 persen (α = 1%), dimana koefisien korelasinya dengan variabel angka kematian bayi adalah negatif, sedangkan untuk variabel angka harapan hidup bernilai positif. Dengan ini dapat diartikan bahwa kenaikan persentase penduduk yang dapat akses pelayanan kesehatan akan menurunkan angka kematian bayi dan memperpanjang angka harapan hidup. Seberapa besar penurunan angka kematian 18 bayi dan seberapa banyak peningkatan usia harapan hidup tidak dapat diestimasi, karena variabel ini tidak dapat dimasukkan dalam model regresi. 3.3.2. APBD Untuk Sektor Kesehatan Walaupun sebagian besar APBD untuk sektor kesehatan pada umumnya digunakan untuk pembayaran gaji pegawai kesehatan di daerah (tenaga medis atau non medis), variabel ini memberikan hasil yang signifikan terhadap derajat kesehatan penduduk. Ini tercermin dari koefisien regresi yang dihasilkannya, dimana setiap kenaikan APBD kesehatan/kapita sebesar Rp.1.000 diperkirakan dapat mengurangi angka kematian bayi sebesar.0,088 perseribu kelahiran dan menaikkan angka harapan hidup sebesar 0.022 tahun. Semakin besarnya nilai APBD sektor kesehatan perkapita pada suatu daerah dapat dihubungkan dengan relatif lebih banyaknya tenaga kesehatan yang ada pada daerah tersebut. Jumlah tenaga kesehatan yang memadai pada suatu daerah akan memberikan kontribusi yang positif terhadap derajat kesehatan penduduk. Anggaran pemerintah daerah untuk sektor kesehatan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan di kota, hal ini diduga terjadi karena di kota kondisi perekonomian masyarakat sudah relatif lebih baik, begitu juga dengan sarana kesehatan dan sarana air bersih, sehingga peranan pembiayaan pemerintah tidak banyak pengaruhnya terhadap derajat kesehatan. Keadaan ini berbeda untuk kabupaten, dimana kabupaten lebih banyak bercirikan perdesaan dengan sarana kesehatan dan air bersih yang masih terbatas. Untuk daerah kabupaten 19 ketergantungan terhadap pelayanan kesehatan milik pemerintah masih cukup tinggi, karena tingkat perekonomian masyarakat yang masih rendah dan juga karena sarana kesehatan milik swasta masih sangat terbatas. 3.3.3. Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita Pengeluaran rumah tangga perkapita merupakan proksi dari pendapatan rumah tangga perkapita. Disini terlihat bahwa dengan semakin meningkatnya pendapatan terdapat kecenderungan penurunan angka kematian bayi dan peningkatan usia harapan hidup. Ini dapat dipahami bahwa dengan semakin meningkatnya pendapatan biasanya juga diikuti dengan peningkatan daya beli dan konsumsi; termasuk konsumsi terhadap makanan yang bergizi serta peningkatan kemampuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas. Dengan meningkatnya kualitas dan kuantiatas makanan dalam suatu keluarga dapat diperkirakan semakin baik kualitas gizi dalam keluarga tersebut. Dari koefisien regresi yang dihasilkannya diinterpretasikan bahwa setiap peningkatan Rp.1.000,- pengeluaran rumah tangga perkapita diperkirakan dapat menurunkan angka kematian bayi sebesar 0,172 perseribu kelahiran hidup dan memperpanjang angka harapan hidup 0,041 tahun. 3.3.4.Pendidikan Ibu Sudah banyak hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa pendidikan ibu yang dalam penelitiaan ini dinyatakan dalam lama sekolah perempuan, berpengaruh sangat nyata terhadap derajat kesehatan terutama dalam hal ini adalah indikator angka 20 kematian bayi. Dalam kesemua model persamaan regresi yang sudah dikemukakan diatas hal ini terulang kembali, dimana lama sekolah perempuan merupakan variabel bebas yang paling besar pengaruhnya terhadap angka kematian bayi dan angka harapan hidup baik dalam persamaan regresi secara umum, maupun pada persamaan regresi untuk kota dan untuk kabupaten. Dari koefisien regresi yang dihasilkan, untuk kabupaten/kota, dapat ditafsirkan bahwa dengan bertambahnya rata-rata lama sekolah perempuan sebesar satu tahun diperkirakan dapat menurunkan angka kematian bayi sebesar 3,13 perseribu kelahiran, dan memperpanjang usia harapan hidup sebesar 0,78 tahun. 3.3.4.Akses Penduduk Terhadap Air Bersih Salah satu aspek lingkungan yang sangat mempengaruhi kondisi kesehatan adalah tersedianya air bersih. Seperti yang telah diketahui banyak sekali terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh pemakaian air yang tidak hiegenis. Air merupakan salah satu media penularan untuk penyakit-penyakit infeksi seperti diare, typhus, dan berbagai penyakit kulit. Dari koefisien regresi yang dihasilkannya, dapat diperkirakan kenaikan sebesar 1 persen penduduk yang mempunyai akses menurunkan angka kematian bayi sebesar 0,15 perseribu bahwa air bersih akan kelahiran dan memperpanjang usia harapan hidup sebesar 0.036 tahun. Bila dipisahkan antara kota dengan kabupaten ditemukan bahwa faktor air bersih ini lebih terlihat pengaruhnya di kabupaten; pada kabupaten variabel ini secara 21 statistik memberikan hasil yang signifikan terhadap derajat kesehatan, sedangkan untuk kota variabel ini tidak memberikan hasil yang signifikan. Hal ini bisa terjadi karena dari uraian deskriptif yang memperlihat bahwa permasalahan penyediaan air bersih lebih banyak dijumpai di kabupaten, sedangkan untuk kota sarana ini sudah lebih memadai. IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi angka kematian bayi dan angka harapan hidup adalah APBD sektor kesehatan, pengeluaran rumah tangga, pendidikan perempuan dan persentase penduduk yang dapat akses air bersih. Variabel persentase penduduk yang dapat akses pelayanan kesehatan memberikan hasil yang tidak signifikan dalam pembentukan model regresi, tetapi dari uji korelasi Pearson variabel persentase penduduk yang dapat akses pelayanan kesehatan berkorelasi negatif dengan angka kematian bayi dan berkorelasi positif dengan angka harapan hidup, tetapi seberapa besar pengaruhnya tidak dapat dapat ditentukan, karena variabel ini menyebabkan terjadinya multikolinearitas, sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam model regresi. 2. Variabel rata-rata lama sekolah perempuan memberikan pengaruh terbesar terhadap penurunan angka kematian bayi dan penambahan angka harapan hidup, kemudian disusul oleh variabel pengeluaran rumah tangga perkapita, APBD 22 sektor kesehatan perkapita dan yang terakhir adalah variabel persentase penduduk yang dapat akses air bersih. 3. Bila dipilah lebih lanjut antara kota dengan kabupaten; maka untuk memperbaiki derajat kesehatan di kota, faktor sosial ekonomi yang perlu jadi perhatian adalah lama sekolah perempuan; sedangkan untuk kabupaten disamping faktor diatas juga perlu ditingkatkan penyediaan air bersih, peningkatan pendapatan rumah tangga, dan peningkatan anggaran pemerintah untuk sektor kesehatan. 4.2. Implikasi Kebijakan Pendidikan ibu merupakan faktor sosial ekonomi yang paling besar pengaruhnya terhadap peningkatan derajat kesehatan, oleh sebab itu dalam upaya peningkatan derajat kesehatan penduduk, untuk jangka panjang perlu dilakukan upaya peningkatan pendidikan formal bagi perempuan, sedangkan untuk jangka pendek dapat dilakukan dengan tetap melanjutkan berbagai program peningkatan pengetahuan ibu-ibu muda tentang kesehatan melalui wadah Posyandu, pondok bersalin desa, program PKK atau program-program sejenis lainnya. Dalam RPJM 2004-2009 tercantum arah kebijakan pembangunan kesehatan yang salah satunya adalah peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia dini. Sudah tentu peranan Ibu sangat besar dalam pendidikan usia dini ini. Oleh sebab itu Pemerintah Daerah diharapkan dapat menyusun program yang lebih terpadu dan melibatkan semua pihak dalam rangka memberdayakan perempuan, sehingga 23 keberhasilan pembangunan kesehatan melalui peningkatan pendidikan/pengetahuan perempuan dapat terlaksana. Pendapatan keluarga perkapita berpengaruh terhadap derajat kesehatan. Disamping melakukan segala upaya untuk meningkatkan pendapatan rakyat, khusus untuk golongan masyarakat miskin ,kebijakan pemerintah untuk memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan berupa asuransi kesehatan seperti yang sudah dimiliki pegawai negeri selama ini, merupakan solusi yang tepat untuk meningkatkan derajat kesehatan penduduk miskin. Kebijakan ini sebaiknya juga dibarengi dengan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan khususnya untuk masyarakat miskin, serta dengan penegakan aturan, sehingga dapat meminimalisir terjadinya kebocoran dalam penggunaan dana dan penyalahgunaan fasilitas ini. Anggaran pemerintah daerah (APBD) mempunyai hubungan yang erat dengan derajat kesehatan penduduk. Oleh sebab itu untuk daerah-daerah yang derajat kesehatan penduduknya relatif masih rendah, perlu mengalokasikan dana yang lebih besar dalam upaya peningkatan derajat kesehatan penduduknya. Bagi daerah dengan derajat kesehatan yang rendah dan APBD-nya terbatas, diperlukan intervensi pemerintah pusat untuk memberikan tambahan dana dari APBN untuk pembangunan bidang kesehatan di daerah tersebut. Salah satu program pembangunan kesehatan yang tercantum dalam RPJM 2004-2005 adalah program lingkungan sehat yang salah satu kegiatannya adalah penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar. Peningkatan dan penambahan sarana air bersih hendaknya lebih diprioritaskan untuk daerah kabupaten, karena faktor ini 24 mempunyai hubungan yang erat dengan peningkatan derajat kesehatan penduduk di kabupaten. Sedangkan untuk kota, mungkin hanya diperlukan untuk kota-kota tertentu saja yang memiliki sarana air bersih yang masih belum memadai. Karena keragaman yang cukup besar antar daerah, program-program untuk peningkatan derajat kesehatan penduduk tidak bisa dilakukan secara seragam untuk semua daerah, harus dikaji lebih dalam tentang potensi dan kondisi daerah masingmasing, sehingga program yang dirancang memang sesuai dengan kondisi daerah dan dapat mengatasi permasalahan kesehatan didaerah yang bersangkutan. 25 26