- Repository Unand

advertisement
ANALISIS FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI
ANGKA KEMATIAN BAYI DAN HARAPAN HIDUP
DI INDONESIA
Oleh: Erythryna
Bp: 04 206 021
Pembimbing :
Nasri Bachtiar
Zamzami Munaf
Abstract
The objective of this research are to determine and to analyse social
economic factor that affected health status in Indonesia. Health status was
respresented by Infant Mortality Rate and Life Expectancy. Social Economic factor
consist of district government’s health budget (APBD), female’s means years of
schooling, household expenditure, percentage of household with access to clean
water, percentage of people with access to health facilities. The data sources were
cross section data from the social economic survey (Susenas) 2002.
The result showed that all of social economic variable have negative
correlation with the Infant Mortality Rate and positive corrrelation with Life
Expectancy. Percentage of people with access to health facilities couldn’t determine
its affect to health status, but the other variables showed significantly result in
regression models. Female’s means years of schooling was the variable which
contributed most largerly to health status, following by household expenditure,
district government’s health budget (APBD), and the least contribute given by
percentage of household with access to clean water.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diantara negara negara ASEAN, derajat kesehatan
tergolong masih rendah.
penduduk Indonesia
Usia harapan hidup penduduk Indonesia relatif masih
rendah dengan angka kematian bayi yang masih tinggi. Angka kematian bayi di
Indonesia tidak hanya tinggi, tetapi juga sangat bervariasi dari yang terendah 21,8
1
perseribu bayi lahir hidup di DKI Jakarta sampai yang tertinggi 78 perseribu bayi
lahir hidup di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Disamping itu intensitas penurunannya
juga bervariasi menurut propinsi, sebagai akibat dari bervariasinya kondisi sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat.
Derajat kesehatan sangat dipengaruhi oleh angka kesakitan dan status gizi,
yang pada akhirnya berpengaruh pada bobot kualitas manusia. Bukti empiris
memperlihatkan bahwa angka kesakitan dan kekurangan kalori dan protein (KKP)
berkorelasi positif dengan angka kematian bayi (Preston dan Chen, 1984 dalam
Elfindri, 2001:137). Dengan semakin tingginya insiden kesakitan dan semakin
banyaknya bayi yang menderita KKP akan semakin tinggi angka kematian bayi.
Hubungan ini memberikan implikasi penting kepada perekonomian agregatif, karena
angka kematian bayi yang tinggi merupakan biaya alternatif dalam perekonomian.
Berdasarkan perhitungan, masa kehamilan serta masa melahirkan merupakan forgone
earning bagi wanita untuk menghasilkan barang dan jasa. Terjadinya kematian bayi
berarti forgone earning melalui hilangnya seluruh biaya yang dikeluarkan selama
kehamilan dan melahirkan.
Kesakitan dan kekurangan gizi pada masa pra sekolah mengakibatkan
ketertinggalan perkembangan intelegensia anak-anak pada masa sekolah (Jamison,
1979 dalam Elfindri 2001 :137).Untuk selanjutnya mengakibatkan relatif rendahnya
penguasaan ilmu pengetahuan, dan rendahnya produktivitas
sewaktu mereka
memasuki angkatan kerja sehingga mengakibatkan rendahnya tingkat upah yang
diterima. Kekurangan gizi pada masa prasekolah dan tingginya angka kesakitan
2
berkorelasi negatif dengan usia harapan hidup masyarakat, ini memberi isyarat bahwa
usia potensial untuk menghasilkan barang dan jasa secara makro akan hilang sebagai
konsekwensi berkurangnya input kesehatan dan gizi pada masa pra sekolah (Elfindri,
2001 :138).
Pemberlakuan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah,
memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, serta makin berkurangnya peranan pemerintah pusat dalam
penentuan kebijakan di masing-masing daerah. Beragamnya sumber daya alam yang
ada pada masing-masing daerah mengakibatkan terjadinya keragaman dalam jumlah
dan sumber pembiayaan
memberi implikasi
yang tersedia pada Pemerintah Kabupaten/Kota. Ini
terjadinya makin beragamnya kebijakan yang dibuat oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menata daerahnya masing-masing termasuk disini
menentukan sektor-sektor yang menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten/Kota.
Termasuk dalam hal ini adalah perhatian terhadap sektor kesehatan, yang tidak hanya
dipengaruhi oleh kemampuan keuangan daerah tetapi juga dipengaruhi oleh arah
kebijakan masing-masing pemerintah Kabupaten Kota .
1.2. Perumusan Masalah
Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat,
akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan,
dan antar perkotaan-perdesaan masih cukup tinggi. Angka kematian bayi dan angka
3
kematian ibu melahirkan lebih tinggi di daerah perdesaan, di kawasan timur
Indonesia, serta pada penduduk dengan tingkat pendidikan rendah. Persentase anak
balita yang berstatus gizi kurang dan buruk di daerah perdesaan lebih tinggi
dibandingkan daerah perkotaan.
Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya berbagai masalah kesehatan
dan kurang memuaskannya kinerja pembangunan kesehatan. Anggaran untuk
pembangunan kesehatan di Indonesia masih sangat kecil, yaitu hanya sekitar dua
persen dari anggaran tahunan pembangunan nasional. Akibatnya banyak program
pembangunan kesehatan yang penting untuk diselenggarakan terpaksa ditunda atau
dilaksanakan secara kurang memadai.
Mengingat pentingnya fungsi kesehatan dalam pembangunan ekonomi,
kiranya perlu dilakukan suatu tinjauan kembali terhadap alokasi sumberdaya
keuangan, baik yang berasal dari pemerintah maupun yang berasal dari masyarakat
termasuk swasta. Untuk itu penanganan masalah kesehatan harus ditangani bersamasama oleh pemerintah dengan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat sehingga
kendala pembiayaan yang saat ini ini merupakan kendala yang cukup serius akan
dapat diatasi dengan lebih tepat.
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan diatas maka penulis tertarik
untuk meneliti
hubungan antara faktor-faktor sosial ekonomi
dengan derajat
kesehatan masyarakat pada pada masing-masing daerah kabupaten/kota. Secara lebih
spesifik permasalahan yang akan diteliti dalam studi ini adalah sebagai berikut :
4
1.
Faktor sosial ekonomi apa sajakah yang mempengaruhi angka kematian bayi dan
angka harapan hidup?.
2.
Apakah faktor sosial ekonomi tersebut mempunyai pengaruh yang sama antara
daerah Kabupaten dan daerah Kota?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan di atas maka penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Mengkaji pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap angka kematian bayi dan
angka harapan hidup.
2. Menganalisis apakah faktor sosial ekonomi tersebut mempunyai pengaruh yang
sama antara daerah kota dengan daerah kabupaten.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitan ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran tentang faktorfaktor sosial ekonomi yang mempengaruhi angka kematian bayi dan angka harapan
hidup penduduk di Indonesia. Selanjutnya dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi sumbangan pikiran
dan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dalam menyusun perencanaan terutama dalam sektor kesehatan
dalam rangka meningkatkan bobot kualitas manusia di daerah masing-masing, serta
untuk mencapat derajat kesehatan yang sudah ditargetkan dalam “Indonesia Sehat
2010”.
5
II. METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian tentang analisis faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi
derajat kesehatan ini, menggunakan data pada tingkat Kabupaten/Kota di Indonesia,
dengan pengecualian Kabupaten/Kota yang baru dimekarkan, daerah konflik seperti
di Nanggro Aceh Darussalam dan Maluku, serta daerah yang relatif masih
terbelakang seperti Papua. Derajat kesehatan diwakili oleh dua indikator kesehatan
yaitu angka kematian bayi dan angka harapan hidup.
2.1. Jenis Dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section yang
merupakan data sekunder berasal dari hasil publikasi BPS, sebagian besar adalah
data olahan dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2002. Data
tentang angka kematian bayi, angka harapan hidup, rata-rata pengeluaran rumah
tangga per kapita, rata-rata lama sekolah perempuan, persentase penduduk yang
mendapat akses air bersih, dan persentase penduduk yang mendapat akses pelayan
kesehatan diambil dari Human Development Report yang merupakan dari hasil
publikasi kerjasama antara BPS, Bappenas dan UNDP.
Sedangkan data tentang
APBD kesehatan perkapita diambil dari buku Statistik Keuangan Daerah yang juga
6
merupakan hasil publikasi BPS. Khusus untuk data APBD kesehatan perkapita yang
diambil adalah data pada tahun 2001, dengan asumsi bahwa status kesehatan tahun
2002 dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah untuk kesehatan tahun sebelumnya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN.
Berkaitan dengan tujuan penelitian, maka pada bagian ini akan dibahas
tentang pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap derajat kesehatan penduduk.
Pembahasan didahului dengan melihat hubungan satu-satu antara variabel sosial
ekonomi dengan derajat kesehatan, dengan menggunakan korelasi Pearson. Setelah
itu pembahasan dilanjutkan dengan melihat model regresi antara faktor sosial
ekonomi dengan derajat kesehatan.
3.1. Analisis Korelasi Bivariat
Untuk melihat pengaruh masing-masing variabel sosial ekonomi dengan
derajat kesehatan secara sendiri-sendiri, perlu dilakukan analisis korelasi bivariat
yang salah satunya dapat dilakukan dengan Uji Korelasi Momen Produk Pearson.. Uji
Korelasi ini bertujuan menyederhanakan variabel-variabel yang akan digunakan
dalam model pada analisis lebih lanjut (regresi berganda). Berdasarkan uji korelasi
tersebut akan dipilih variabel-variabel bebas yang mempunyai hubungan yang
signifikan (taraf uji α =5%) terhadap varibel terikat. Variabel-variabel inilah yang
nantinya dimasukkan dalam model persamaan regresi. Berikut ini akan dibahas
7
analisis korelasi bivariat untuk indikator angka kematian bayi dan angka harapan
hidup.
3.1.1.Uji Korelasi Untuk Variabel Angka Kematian Bayi
Berdasarkan hasil Uji Korelasi untuk kabupaten/kota didapatkan bahwa
koefisien korelasi Pearson yang dihasilkan seluruhnya bernilai negatif dan signifikan
pada α = 1% kecuali untuk variabel X1 (APBD sektor kesehatan per kapita) yang
signifikan pada
α = 5%. Ini dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang
berbanding terbalik antara angka kematian bayi dengan faktor sosial ekonomi, atau
dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa peningkatan kondisi sosial ekonomi akan
menurunkan angka kematian bayi.
Koefisien korelasi terbesar untuk kabupaten/kota dimiliki oleh variabel ratarata lama sekolah perempuan (X3), diikuti oleh pengeluaran rumah tangga perkapita
(X2), persentase penduduk dengan akses pelayanan kesehatan (X5), persentase
penduduk dengan akses air bersih (X4) dan yang terkecil adalah APBD kesehatan
perkapita (X1). Karena semua variabel bebas mempunyai korelasi yang signifikan
terhadap variabel terikat, maka keseluruhan variabel bebas akan dimasukkan dalam
pembentukan model regresi.
Jika dipilah lebih lanjut antara kota dan kabupaten; terlihat bahwa untuk
kabupaten, nilai signifikansi yang dihasilkan hampir identik dengan koefisien korelasi
secara umum (kabupaten/kota), koefisien korelasi terbesar tetap dimiliki oleh ratarata lama sekolah perempuan (X3). Untuk kota walaupun semua koefisien korelasinya
masih bernilai negatif, terdapat dua variabel yang tidak signifikan yaitu APBD
8
Kesehatan perkapita (X1) dan persentase penduduk dengan air bersih (X4). Sehingga
khusus untuk kota, kedua variabel tersebut tidak akan diikutsertakan dalam
pembentukan model regresi.
3.1.2.Uji Korelasi Untuk Variabel Angka Harapan Hidup
Untuk variabel angka harapan hidup didapatkan hasil uji korelasi yang
hampir mirip dengan variabel angka kematian bayi dalam hal signifikansi
hubungannya, tetapi berbeda pada tanda koefisien regresinya; kalau pada variabel
angka kematian bayi semua koefisien korelasinya bernilai negatif, maka pada
variabel angka harapan hidup koefisien korelasinya bernilai positif. Hal ini dapat
diartikan bahwa kenaikan nilai variabel sosial ekonomi akan meningkatkan angka
harapan hidup.
Koefisien korelasi terbesar tetap dimiliki variabel oleh rata-rata lama sekolah
perempuan (X3), diikuti oleh pengeluaran rumah tangga perkapita (X2), persentase
penduduk dengan akses pelayanan kesehatan (X5), persentase penduduk dengan akses
air bersih (X4) dan yang terkecil adalah APBD kesehatan (X1).
Variabel rata-rata lama sekolah perempuan (X3) mempunyai koefisien
korelasi terbesar untuk keseluruhan keadaan baik untuk kabupaten/kota, maupun
untuk kabupaten
dan kota saja. Untuk kabupaten, signifikansinya mirip dengan
kabupaten/kota, dimana semua variabel bebas memiliki koefisien korelasi yang
signifikan, sehingga semuanya dapat diikutsertakan dalam pembentukan model
9
regeresi. Untuk kota, hanya tiga variabel bebas yang akan dimasukkan dalam model
regresi, yaitu variabel yang mempunyai koefisien korelasi yang signifikan (X2 , X3
dan X5 ).
3.2. Pembentukan Model Regresi
Sebagai lanjutan dari analisis korelasi Pearson, maka dilakukan analisis
regeresi berganda. Jika pada analisis korelasi Pearson yang dilihat adalah hubungan
satu-satu antara variabel sosial ekonomi, maka pada analisis regresi yang akan dilihat
adalah hubungan beberapa variabel sosial ekonomi secara bersama-sama terhadap
derajat kesehatan.
Pembentukan model regresi dimulai dengan dengan memasukkan variabel
eksogen yang memiliki koefisien korelasi yang signifikan kedalam model. Berikut ini
akan dibahas secara lebih terinci pembentukan model regresi untuk dua variabel
terikat, yaitu angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Selanjutnya supaya
interpretasi
terhadap
model
menjadi
benar,
maka
dilakukan
pengujian
multikolinearitas terhadap model.
3.2.1.Pembentukan Model Regresi Untuk Indikator Angka Kematian Bayi
Karena dari hasil uji korelasi semua variabel mempunyai koefisien korelasi
yang signifikan, maka untuk kota/kabupaten serta kabupaten saja, semua variabel
bebas (X1, X2, X3, X4 dan X5) dimasukkan dalam model. Pengolahan data dilakukan
dengan metode enter dan kemudian dilanjutkan dengan metode stepwise. Penggunaan
10
metode ini bertujuan untuk memilih variabel yang benar-benar berpengaruh saja yang
dimasukkan dalam model regresi. Model regresi yang dihasilkan dengan metode
stepwise dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel .Koefisien Regresi Antara Angka Kematian Bayi (Y1) Dengan Variabel Sosial
Ekonomi (X1 - X5) Menggunakan Metode Stepwise.
Angka Kematian Bayi
Kabupaten/Kota
Kabupaten
-0.088
-0.094
(-4.295)**
(-4.236)**
-0.172
-0.186
(-3.333)**
(-3.107)**
-3.128
-4.427
-4.670
(-6.667)**
(-5.435)**
(-4.877)**
-0.150
-0.264
(-3.312)**
(-4.385)**
174.024
195.514
75.224
(6.017)**
(5.720)**
(8.542)**
R-square
0.330
0.266
0.266
Statistik F
35.406**
20.546**
23.788**
APBD Kesehatan/Kapita (X1)
Pengeluaran RT per Kapita (X2)
Rata2 Lama Sekolah Perempuan (X3)
% Pddk Dg Akses Air Bersih (X4)
Konstanta
Kota
-
-
-
* Signifikan pada α = 1%
** Signifikan pada α = 5%
Dengan metoda stepwise terlihat bahwa untuk kabupaten/kota, semua
variabel bebas kecuali X5 (persentase penduduk yang dapat akses pelayanan
kesehatan), mempunyai koefisien regresi yang signifikan pada uji t dengan taraf
11
kercayaan
α = 0.01, begitu juga dengan uji F. Seluruh koefisien regresi bernilai
negatif, yang dapat ditafsirkan bahwa angka kematian bayi akan berkurang seiring
dengan meningkatnya lama sekolah perempuan, pengeluaran rumah tanga perkapita,
anggaran pemerintah perkapita dan persentase penduduk yang dapat akses air bersih.
Nilai koefisien determinasi sebesar 0,33 menggambarkan bahwa variabel bebas
secara bersama-sama dapat menerangkan variabel terikat sebesar 33%, sedangkan
sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor selain dari pengaruh variabel bebas. Konstanta
bernilai positif sebesar 174,024 memberikan arti bahwa jika semua variabel bebas
lainnya bernilai nol, maka angka kematian bayi adalah sebesar 174 perseribu
kelahiran hidup.
Variabel X3 (rata-rata lama sekolah perempuan) merupakan variabel yang
paling besar pengaruhnya terhadap angka kematian bayi, dimana dengan peningkatan
rata-rata lama sekolah perempuan selama 1 tahun, akan menurunkan angka kematian
bayi sebesar 3,128. Pengaruh pengeluaran keluarga perkapita (X2) ternyata lebih
besar dari APBD kesehatan perkapita (X1), dimana dengan kenaikan pengeluaran
keluarga perkapita sebesar Rp.1.000,- akan dapat menurunkan angka kematian bayi
sebesar 0,172 ; sedangkan untuk kenaikan APBD kesehatan perkapita dengan jumlah
kenaikan yang sama hanya akan menurunkan angka kematian bayi sebesar 0,088.
Dari model regresi di atas juga dapat diprediksi bahwa angka kematian bayi juga akan
berkurang sebesar 0,15 setiap kenaikan 1% rata-rata penduduk yang dapat akses air
bersih.
12
Walaupun mempunyai koefisien korelasi yang cukup besar, variabel
persentase penduduk yang mempunyai akses air terhadap pelayanan kesehatan (X5)
tidak memperlihatkan signifikansi terhadap angka kematian bayi. Hal ini
mengindikasikan terjadinya masalah multikolinearitas, ini dapat terjadi karena
kuatnya korelasi antara variabel ini dengan variabel bebas lainnya seperti dengan
varibel rata-rata pendidikan perempuan (X3), variabel pengeluaran rumah tanggga
perkapita (X2) dan dengan variabel persentase yang dapat akses air bersih (X4).
Korelasi antara variabel persentase penduduk yang punya akses pelayanan kesehatan
ini dengan variabel bebas tersebut diatas, justru lebih besar daripada korelasinya
dengan variabel terikat angka kematian bayi .
Model persamaan regresi angka kematian bayi untuk kabupaten dilihat dari
variabel bebasnya yang signifikan, boleh dikatakan mirip dengan model persamaan
regresi yang berlaku umum untuk kabupaten/kota. Faktor lama sekolah perempuan
(X3) tetap punya pengaruh yang paling besar terhadap angka kematian bayi. Yang
membedakannya adalah bahwa variabel air bersih (X4) punya pengaruh terbesar
kedua setelah pengaruh variabel X3 , sedangkan untuk model regresi yang umum
(kabupaten/kota), variabel X4 merupakan variabel yang mempunyai pengaruh
terkecil. Konstanta yang dihasilkan lebih besar dari konstanta untuk kabupaten/kota
yaitu sebesar 195,51; secara statistik dapat diartikan bahwa angka kematian bayi di
kabupaten sebesar 195,51 perseribu kelahiran, jika semua variabel bebas lainnya
bernilai nol.
13
Sedangkan hasil pembentukan model regresi untuk kota terlihat
bahwa
hanya variabel lama sekolah perempuan (X3) yang menunjukkan signifikansi
terhadap angka kematian bayi. Banyaknya variabel yang tidak signifikan pada
pembentukan model regresi di kota diduga karena keadaan sosial ekonomi di kota,
seperti pendapatan rumah tangga, ketersediaan air bersih dan fasilitas kesehatan
sudah cukup baik, sehingga dalam penelitian ini, secara statistik, hanya faktor
pendidikan perempuan yang mempengaruhi angka kematian bayi di kota.
3.2.2.Pembentukan Model Regresi Untuk Indikator Angka Harapan Hidup
Sama seperti pembentukan model regresi untuk angka kematian bayi (Y1),
untuk variabel terikat angka harapan hidup (Y2), pada tahap awal dilakukan dengan
metoda enter dilanjutkan dengan metode stepwise seperti yang terlihat pada tabel
berikut.
Dari tabel
terlihat bahwa semua koefisien regresi bernilai positif, yang
dapat diterjemahkan bahwa angka harapan hidup akan meningkat dengan
meningkatnya nilai variabel sosial ekonomi.
Untuk kabupaten/kota konstanta bernilai positif sebesar 35,027 yang dapat
diartikan bahwa jika semua variabel bebas bernilai nol, maka angka harapan hidup
adalah 35 tahun. Semua koefisien regresi bernilai positif, ini berarti bahwa
peningkatan APBD kesehatan perkapita, peningkatan pengeluaran rumah tangga
perkapita, naiknya rata-rata lama sekolah perempuan, dan penambahan persentase
penduduk yang dapat akses air bersih, akan meningkatkan angka harapan hidup
14
penduduk Indonesia.
Nilai koefisien determinasi sebesar 0.327 menggambarkan
bahwa seluruh variabel bebas secara bersama dapat menerangkan 32,7% variabel
terikat (angka harapan hidup).
Tabel Koefisien Regresi Antara Angka Harapan Hidup (Y2) Dengan Variabel Sosial
Ekonomi (X1 - X5) Menggunakan Metode Stepwise.
Angka Kematian Bayi
Kabupaten/Kota
Kabupaten
0.022
0.023
(4.389)**
(4.292)**
0.041
0.044
(3.198)**
(2.961)**
0.795
1.097
1.202
(6.826)**
(5.447)**
(4.726) **
0.035
0.061
(3.090)**
(4.108)**
35.027
30.624
58.121
(4.880)**
(3.581)**
(24.842)**
R-square
0.327
0.257
0.253
Statistik F
34.991**
19.658**
22.338**
APBD Kesehatan/Kapita (X1)
Pengeluaran RT per Kapita (X2)
Rata2 Lama Sekolah Perempuan (X3)
% Pddk Dg Akses Air Bersih (X4)
Konstanta
Kota
-
-
-
* Signifikan pada α = 1%
** Signifikan pada α = 5%
Variabel rata-rata lama sekolah (X3) perempuan mempunyai pengaruh
terbesar terhadap angka harapan hidup di kabupaten/kota, disusul kemudian oleh
variabel pengeluaran rumah tangga perkapita (X2), APBD kesehatan perkapita (X1),
15
dan yang terkecil pengaruhnya adalah persentase penduduk yang dapat akses air
bersih (X4).
Untuk kabupaten, keadaannya sedikit berbeda dengan kabupaten/kota,
dimana walaupun pengaruh terbesar tetap adalah rata-rata lama sekolah perempuan
(X3), tetapi variabel terbesar kedua yang mempengaruhi angka harapan hidup di
kabupaten adalah persentase penduduk yang dapat akses air bersih (X4). Disamping
itu konstanta yang dihasilkan sedikit lebih rendah yaitu 30,264 ; yang dapat diartikan
secara statistik adalah jika semua varibel lainnya bernilai nol, maka angka harapan
hidup di kabupaten adalah sebesar 30,264 tahun.
Pembentukan model regresi untuk kota hanya memasukkan tiga variabel
yaitu variabel yang mempunyai koefisien korelasi yang signifikan. Dari hasil
pembentukan model regresi ternyata dari tiga variabel yang dimasukkan hanya satu
variabel yang memiliki koefisien regresi yang signifikan, yaitu rata-rata lama sekolah
perempuan (X4)
.
3.3. Temuan Empiris
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari pembentukan model regresi
kabupaten/kota yang telah diuraikan di atas terlihat bahwa dari lima variabel bebas
yang dimasukkan dalam model, terdapat satu variabel yaitu persentase penduduk
yang punya akses terhadap pelayanan kesehatan, yang selalu memperlihatkan hasil
yang tidak signifikan. Keadaan ini konsisten pada kedua indikator kesehatan baik
untuk angka kematian bayi maupun untuk angka harapan. hidup. Konsisten juga bila
16
dilakukan regresi terpisah antara kota dengan kabupaten. Tidak signifikannya
variabel ini terjadi
karena terkait multikolinearitas, ketika dilakukan uji
multikolinearitas dengan pendekatan korelasi parsial terhadap model regresi dengan
memasukkan kelima variabel bebas (X1 – X5), ternyata didapatkan bahwa koefisien
determinasi untuk kedua variabel terikat (R2t1 dan R2t2) nilainya lebih kecil dari
koefisien determinasi sesama variabel bebas (R215 ),
Model regresi untuk indikator angka kematian bayi mempunyai koefisien
regresi yang bernilai negatif, artinya kenaikan nilai variabel sosial ekonomi akan
menurunkan angka kematian bayi. Sedangkan model regresi untuk indikator angka
harapan hidup hampir identik dengan indikator angka kematian bayi, dimana yang
berbeda cuma tanda dari koefisien regresinya. Jika pada variabel angka kematian bayi
semua kenaikan nilai variabel bebas mengakibat turunnya angka kematian bayi, maka
pada variabel angka harapan hidup kenaikan nilai ini mengakibatkan naiknya angka
harapan hidup.
Sedangkan apabila dilakukan regresi terpisah antara kota dengan kabupaten
didapatkan empat model persamaan regresi untuk kedua indikator kesehatan; dua
model khusus untuk kota dan dua model khusus untuk kabupaten. Model regresi
untuk kabupaten tidak terlalu banyak berbeda bila dibandingkan dengan model
regresi yang berlaku umum (kabupaten/kota). Tetapi model regresi untuk kota agak
jauh berbeda, dimana variabel yang signifikan hanya satu yaitu rata-rata lama sekolah
perempuan.
17
Berikut ini akan dibahas satu persatu variabel bebas yang dibicarakan dalam
penelitian ini, mulai dari yang memberikan hasil tidak signifikan terhadap model
sampai kepada variabel bebas yang memperlihatkan signifikansi terhadap model.
3.3.1. Akses Penduduk Terhadap Pelayanan Kesehatan
Untuk kedua variabel terikat ini (angka kematian bayi dan angka harapan
hidup) dari lima variabel sosial ekonomi yang dimasukkan dalam model regresi,
hanya variabel persentase penduduk yang dapat akses pelayanan kesehatan (X5) yang
memberikan hasil yang tidak signifikan , sehingga harus dikeluarkan dari model.
Tidak signifikannya variabel X5 ini bukan berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak
diperlukan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan penduduk, tetapi ini dapat
terjadi karena karena ada indikasi terjadinya masalah multikolinearitas dalam model
regresi, yang disebabkan oleh kuatnya korelasi antara variabel ini dengan variabel
bebas lainnya, korelasi ini bahkan lebih kuat daripada hubungannya dengan variabel
terikat.
Walaupun secara statistik variabel persentase penduduk yang punya akses
layanan kesehatan memiliki koefisen regresi yang tidak signifikan, tetapi dari uji
korelasi pearson terlihat bahwa variabel ini mempunyai korelasi yang signifikan pada
tingkat kepercayaan 1 persen (α = 1%), dimana koefisien korelasinya dengan variabel
angka kematian bayi adalah negatif, sedangkan untuk variabel angka harapan hidup
bernilai positif. Dengan ini dapat diartikan bahwa kenaikan persentase penduduk
yang dapat akses pelayanan kesehatan akan menurunkan angka kematian bayi dan
memperpanjang angka harapan hidup. Seberapa besar penurunan angka kematian
18
bayi dan seberapa banyak peningkatan usia harapan hidup tidak dapat diestimasi,
karena variabel ini tidak dapat dimasukkan dalam model regresi.
3.3.2. APBD Untuk Sektor Kesehatan
Walaupun sebagian besar APBD untuk sektor kesehatan pada umumnya
digunakan untuk pembayaran gaji pegawai kesehatan di daerah (tenaga medis atau
non medis), variabel ini memberikan hasil yang signifikan terhadap derajat kesehatan
penduduk. Ini tercermin dari koefisien regresi yang dihasilkannya, dimana setiap
kenaikan APBD kesehatan/kapita sebesar Rp.1.000 diperkirakan dapat mengurangi
angka
kematian bayi sebesar.0,088 perseribu kelahiran dan menaikkan angka
harapan hidup sebesar 0.022 tahun.
Semakin besarnya nilai APBD sektor kesehatan perkapita pada suatu daerah
dapat dihubungkan dengan relatif lebih banyaknya tenaga kesehatan yang ada pada
daerah tersebut. Jumlah tenaga kesehatan yang memadai pada suatu daerah akan
memberikan kontribusi yang positif terhadap derajat kesehatan penduduk.
Anggaran pemerintah daerah untuk sektor kesehatan tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan di kota, hal ini diduga terjadi karena di kota kondisi
perekonomian masyarakat sudah relatif lebih baik, begitu juga dengan sarana
kesehatan dan sarana air bersih, sehingga peranan pembiayaan pemerintah tidak
banyak pengaruhnya terhadap derajat kesehatan. Keadaan ini berbeda untuk
kabupaten, dimana kabupaten lebih banyak bercirikan perdesaan dengan sarana
kesehatan dan air bersih yang masih terbatas. Untuk daerah kabupaten
19
ketergantungan terhadap pelayanan kesehatan milik pemerintah masih cukup tinggi,
karena tingkat perekonomian masyarakat yang masih rendah dan juga karena sarana
kesehatan milik swasta masih sangat terbatas.
3.3.3. Pengeluaran Rumah Tangga Perkapita
Pengeluaran rumah tangga perkapita merupakan proksi dari pendapatan
rumah tangga perkapita. Disini terlihat bahwa dengan semakin meningkatnya
pendapatan terdapat kecenderungan penurunan angka kematian bayi dan peningkatan
usia harapan hidup. Ini dapat dipahami bahwa dengan semakin meningkatnya
pendapatan biasanya juga diikuti dengan peningkatan daya beli dan konsumsi;
termasuk konsumsi terhadap makanan yang bergizi serta peningkatan kemampuan
untuk
mendapatkan
pelayanan
kesehatan
yang
lebih
berkualitas.
Dengan
meningkatnya kualitas dan kuantiatas makanan dalam suatu keluarga dapat
diperkirakan semakin baik kualitas gizi dalam keluarga tersebut.
Dari koefisien regresi yang dihasilkannya diinterpretasikan bahwa setiap
peningkatan Rp.1.000,- pengeluaran rumah tangga perkapita diperkirakan dapat
menurunkan angka kematian bayi sebesar 0,172 perseribu kelahiran hidup dan
memperpanjang angka harapan hidup 0,041 tahun.
3.3.4.Pendidikan Ibu
Sudah banyak hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa pendidikan ibu
yang dalam penelitiaan ini dinyatakan dalam lama sekolah perempuan, berpengaruh
sangat nyata terhadap derajat kesehatan terutama dalam hal ini adalah indikator angka
20
kematian bayi. Dalam kesemua model persamaan regresi yang sudah dikemukakan
diatas hal ini terulang kembali, dimana lama sekolah perempuan merupakan variabel
bebas yang paling besar pengaruhnya terhadap angka kematian bayi dan angka
harapan hidup baik dalam persamaan regresi secara umum, maupun pada persamaan
regresi untuk kota dan untuk kabupaten.
Dari koefisien regresi yang dihasilkan, untuk kabupaten/kota, dapat
ditafsirkan bahwa dengan bertambahnya rata-rata lama sekolah perempuan sebesar
satu tahun
diperkirakan dapat menurunkan angka kematian bayi sebesar 3,13
perseribu kelahiran, dan memperpanjang usia harapan hidup sebesar 0,78 tahun.
3.3.4.Akses Penduduk Terhadap Air Bersih
Salah satu aspek lingkungan yang sangat mempengaruhi kondisi kesehatan
adalah tersedianya air bersih. Seperti yang telah diketahui banyak sekali terjadinya
penularan penyakit yang disebabkan oleh pemakaian air yang tidak hiegenis. Air
merupakan salah satu media penularan untuk penyakit-penyakit infeksi seperti diare,
typhus, dan berbagai penyakit kulit.
Dari koefisien regresi yang dihasilkannya, dapat diperkirakan
kenaikan sebesar 1 persen penduduk yang mempunyai akses
menurunkan
angka
kematian
bayi
sebesar
0,15
perseribu
bahwa
air bersih akan
kelahiran
dan
memperpanjang usia harapan hidup sebesar 0.036 tahun.
Bila dipisahkan antara kota dengan kabupaten ditemukan bahwa faktor air
bersih ini lebih terlihat pengaruhnya di kabupaten; pada kabupaten variabel ini secara
21
statistik memberikan hasil yang signifikan terhadap derajat kesehatan, sedangkan
untuk kota variabel ini tidak memberikan hasil yang signifikan. Hal ini bisa terjadi
karena dari uraian deskriptif yang memperlihat bahwa permasalahan penyediaan air
bersih lebih banyak dijumpai di kabupaten, sedangkan untuk kota sarana ini sudah
lebih memadai.
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi angka kematian bayi dan angka
harapan hidup adalah APBD sektor kesehatan, pengeluaran rumah tangga,
pendidikan perempuan dan persentase penduduk yang dapat akses air bersih.
Variabel persentase penduduk yang dapat akses pelayanan kesehatan memberikan
hasil yang tidak signifikan dalam pembentukan model regresi, tetapi dari uji
korelasi Pearson variabel persentase penduduk yang dapat akses pelayanan
kesehatan berkorelasi negatif dengan angka kematian bayi dan berkorelasi positif
dengan angka harapan hidup, tetapi seberapa besar pengaruhnya tidak dapat dapat
ditentukan, karena variabel ini menyebabkan terjadinya multikolinearitas,
sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam model regresi.
2. Variabel rata-rata lama sekolah perempuan memberikan pengaruh terbesar
terhadap penurunan angka kematian bayi dan penambahan angka harapan hidup,
kemudian disusul oleh variabel pengeluaran rumah tangga perkapita,
APBD
22
sektor kesehatan perkapita dan yang terakhir adalah variabel persentase penduduk
yang dapat akses air bersih.
3. Bila dipilah lebih lanjut antara kota dengan kabupaten; maka untuk memperbaiki
derajat kesehatan di kota, faktor sosial ekonomi yang perlu jadi perhatian adalah
lama sekolah perempuan; sedangkan untuk kabupaten disamping faktor diatas
juga perlu ditingkatkan penyediaan air bersih, peningkatan pendapatan rumah
tangga, dan peningkatan anggaran pemerintah untuk sektor kesehatan.
4.2. Implikasi Kebijakan
Pendidikan ibu merupakan faktor sosial ekonomi yang paling besar
pengaruhnya terhadap peningkatan derajat kesehatan, oleh sebab itu dalam upaya
peningkatan derajat kesehatan penduduk, untuk jangka panjang perlu dilakukan
upaya peningkatan pendidikan formal bagi perempuan, sedangkan untuk jangka
pendek dapat dilakukan dengan tetap melanjutkan berbagai program peningkatan
pengetahuan ibu-ibu muda tentang kesehatan melalui wadah Posyandu, pondok
bersalin desa, program PKK atau program-program sejenis lainnya. Dalam RPJM
2004-2009 tercantum arah kebijakan pembangunan kesehatan yang salah satunya
adalah peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia dini. Sudah
tentu peranan Ibu sangat besar dalam pendidikan usia dini ini. Oleh sebab itu
Pemerintah Daerah diharapkan dapat menyusun program yang lebih terpadu dan
melibatkan semua pihak dalam rangka memberdayakan perempuan, sehingga
23
keberhasilan pembangunan kesehatan melalui peningkatan pendidikan/pengetahuan
perempuan dapat terlaksana.
Pendapatan keluarga perkapita berpengaruh terhadap derajat kesehatan.
Disamping melakukan segala upaya untuk meningkatkan pendapatan rakyat, khusus
untuk golongan masyarakat miskin
,kebijakan pemerintah untuk memberikan
jaminan pemeliharaan kesehatan berupa asuransi kesehatan seperti yang sudah
dimiliki pegawai negeri selama ini, merupakan solusi yang tepat untuk meningkatkan
derajat kesehatan penduduk miskin. Kebijakan ini sebaiknya juga dibarengi dengan
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan khususnya untuk masyarakat miskin, serta
dengan penegakan aturan, sehingga dapat meminimalisir terjadinya kebocoran dalam
penggunaan dana dan penyalahgunaan fasilitas ini.
Anggaran pemerintah daerah (APBD)
mempunyai hubungan yang erat
dengan derajat kesehatan penduduk. Oleh sebab itu untuk daerah-daerah yang derajat
kesehatan penduduknya relatif masih rendah, perlu mengalokasikan dana yang lebih
besar dalam upaya peningkatan derajat kesehatan penduduknya. Bagi daerah dengan
derajat kesehatan yang rendah dan
APBD-nya terbatas, diperlukan intervensi
pemerintah pusat untuk memberikan tambahan dana dari APBN untuk pembangunan
bidang kesehatan di daerah tersebut.
Salah satu program pembangunan kesehatan yang tercantum dalam RPJM
2004-2005 adalah program lingkungan sehat yang salah satu kegiatannya adalah
penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar. Peningkatan dan penambahan sarana
air bersih hendaknya lebih diprioritaskan untuk daerah kabupaten, karena faktor ini
24
mempunyai hubungan yang erat dengan peningkatan derajat kesehatan penduduk di
kabupaten. Sedangkan untuk kota, mungkin hanya diperlukan untuk kota-kota
tertentu saja yang memiliki sarana air bersih yang masih belum memadai.
Karena keragaman yang cukup besar antar daerah, program-program untuk
peningkatan derajat kesehatan penduduk tidak bisa dilakukan secara seragam untuk
semua daerah, harus dikaji lebih dalam tentang potensi dan kondisi daerah masingmasing, sehingga program yang dirancang memang sesuai dengan kondisi daerah
dan dapat mengatasi permasalahan kesehatan didaerah yang bersangkutan.
25
26
Download