bab iii rancangan kerangka ekonomi daerah dan kebijakan keuangan

advertisement
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
BAB III
RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH
DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
3.1.
Arah Kebijakan Ekonomi Daerah
Rancangan kerangka ekonomi daerah Tahun 2015 meliputi kerangka
ekonomi secara makro dan kerangka pendanaan dalam RKPD Tahun 2015.
Kerangka ekonomi makro memberikan gambaran tentang perkiraan kondisi
ekonomi makro Provinsi Kepulauan Riau baik yang dipengaruhi faktor internal
serta variabel eksternalitas yang memberi pengaruh signifikan antara lain
perekonomian regional, nasional maupun perekonomian global.
Dalam rangka mencapai target kinerja daerah yang telah ditentukan,
kerangka pendanaan menjadi bagian sangat penting, memberikan fakta dan
analisis terkait perkiraan sumber-sumber pendapatan dan besaran pendapatan dari
sektor-sektor potensial, perkiraan kemampuan pembelanjaan dan pembiayaan
untuk pembangunan tahun 2015. Kerangka pendanaan ini menjadi basis kebijakan
anggaran untuk mengalokasikan secara efektif dan efisien dengan perencanaan
anggaran berbasis kinerja.
Fakta dan analisa yang diberikan terkait rancangan kerangka ekonomi
tahun 2015 diharapkan akan mempu menjembatani fungsi perencanaan dan
penganggaran yang efektif dalam mengawal pencapaian target kinerja
pembangunan maupun menyelesaikan permasalahan dan isu-isu strategis yang
telah terindentifikasi di Provinsi Kepulauan Riau
3.1.1. Kondisi Perekonomian Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013 dan
Perkiraan Tahun 2014
Secara teoritis, situasi perekonomian suatu daerah, termasuk Provinsi
Kepulauan Riau, dipengaruhi oleh faktor endogen yang berasal dari internal,
III-1
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
maupun faktor lain dari tataran ekonomi level di atasnya seperti perkembangan
perekonomian regional, nasional bahkan internasional. Terdapat berbagai faktor
perekonomian yang tidak dapat dikendalikan oleh daerah seperti menyangkut
kebijakan pemerintah pusat di sektor moneter maupun sektor riil.
Setelah mengalami perlambatan pada beberapa triwulan sebelumnya,
realisasi pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah termasuk juga Provinsi
Kepulauan Riau pada triwulan IV 2013 mulai menunjukkan perbaikan seiring
dengan menguatnya tanda-tanda pemulihan ekonomi global.
Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan ekonomi di
sebagian besar daerah mencatat angka yang lebih rendah dibandingkan dengan
capaian pada tahun 2012. Melambatnya kinerja ekonomi ini dipengaruhi oleh
berbagai tantangan yang mengemuka di sepanjang 2013, baik yang bersumber
dari eksternal maupun domestik.
a.
Pertumbuhan Perekonomian Kepualaun Riau
Perekonomian Kepulauan Riau secara kumulatif pada tahun 2013
mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Adapun pertumbuhan ekonomi
kumulatif tahun 2013 tercatat sebesar 6,13%, melambat jika dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang tercatat sebesar 6,82%. Jika dilihat tren
pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau dari 5 (lima) tahun kebelakang memang
sedikit mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Hal itu dapat dilihat pada
grafik prtumbuhan ekonomi di berikut.
III-2
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Gambar 3.1. Grafik Pertumbuhan Perekonomian Kepulauan Riau
Tahun 2008-Triwulan I 2014
Sumber : BPS Kepulauan Riau,
*) angka sementara
*) angka sangat sementara
Perlambatan pertumbuhan ekonomi Kepulauan Riau ini dapat dilihat dari
pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan (menurut penggunaan) dan juga sisi
penawaran (menurut sektor ekonomi). Jika dilihat dari sisi permintaan,
perlambatan perekonomian pada tahun 2013 secara kumulatif disebabkan oleh
inflasi yang meningkat signifikan, sehingga berdampak pada penurunan daya beli
masyarakat.
Tabel 3.1. Pertumbuhan Perekonomian Menurut Penggunaan
Tahun 2012 dan 2013* (yoy)
Komponen Penggunaan (%)
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Lembaga Swasta
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Ekspor Barang dan Jasa
Dikurangi Impor Barang dan Jasa Perusahaan
Nilai Ekspor
PDRB
2012
2013*
7,14
5,72
6,92
11,65
4,26
7,63
-2,85
6,82
6,88
4,16
5,99
11,33
1,76
-0,32
6,61
6,13
Sumber : BPS Kepulauan Riau
*) angka sementara
III-3
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Pada triwulan I 2014, hampir semua komponen penggunaan mengalami
perlambatan bahkan penurunan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
kecuali komponen konsumsi lembaga swasta. Hal ini cenderung sebagai akibat
dari meningkatnya konsumsi organisasi partai politik menjelang pemilu 2014.
Selain itu komponen pembentukan modal tetap bruto juga masih tumbuh positif,
berikut perbandingan laju pertumbuhan Triwulan I 2014 terhadap Triwulan I 2013
dan Triwulan IV 2013.
Komponen Penggunaan (%)
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Lembaga Swasta
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Ekspor Barang dan Jasa
Dikurangi Impor Barang dan Jasa Perusahaan
Nilai Ekspor
Tw I 2014
terhadap
Tw IV 2013
-0,15
8,57
-1,38
0,99
-4,49
-6,52
-2,03
Tw I 2014
terhadap
Tw I 2013
4,87
12,40
5,07
9,86
-5,65
-7,39
-1,47
Sumber : BPS Kepulauan Riau
Sementara itu, menurut sektor ekonomi/ lapangan usaha, perlambatan
pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh perlambatan pada beberapa
sektor perekonomian Kepulauan secara kumulaitf pada tahun 2013. Perlambatan
investasi diperkirakan menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi pada
sektor industri pengolahan, pertambangan penggalian, dan juga sektor lainnya
yang terkait dengan investasi. Sementara itu penurunan konsusmsi masyarakat
menyebabkan perlambatan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor jasa
mengalami perlamabatan ekonomi yang cukup signifikan, hal ini mungkin
disebabkan dikarenakan sebagai bagian dampak perlamabatan sektor ekonomi
lainnya.
Jika melihat perekembangan laju pertumbuhan menurut sektor ekonomi,
sektor yang masih menjadi pendorong pertumbuhan masih di topang dari sektor
III-4
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
konstruksi dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. berikut gambaran laju
pertumbuhan ekonomi hingga Triwulan I 2014.
Tabel 3.2. Pertumbuhan Perekonomian Sisi Penawaran
Tahun 2012, 2013*, dan hingga Triwulan I 2014 (yoy)
Sektor ekonomi (%)
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
Pertambangan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan, dan jasa Perusahaan
Jasa-jasa
PDRB
2012
2013*
2014**
1,86
5,4
5,68
5,68
10,12
9,75
7,02
7,26
6,71
6,82
1,85
3,5
5,67
4,46
11,45
7,87
4,97
538
4,21
6,13
2,04
1,36
4,63
2,76
15,21
6,74
3,16
2,68
3,17
5,21
Sumber : BPS Kepulauan Riau
*) angka sementara
*) angka sangat sementara
Perlambatan sektor industri Pengolahan tidak lepas dari berbagai pengaruh
perekonomian di Kepulauan Riau, seperti perlambatan investasi, sedangkan
perlambatan sektor perdagangan, hotel dan restoran lebih cenderung disebabkan
oleh penurunan konsumsi masyarakat karena faktor inflasi. Peningkatan jumlah
wisatawan belum mampu mendorong laju pertumbuhan subsektor hotel amupun
subsektor restoran.
Berbeda dengan sektor lainnya, sektor bangunan justru tumbuh menguat
pada Tahun 2013. Ditengah berbagai faktor penghambat pertumbuhan sektor
konstruksi antara lain kebijakan pengetatan loan to value (LVT) oleh Bank
Indonesia, peningkatan suku bunga kredit serta inflasi yang tinggi pada sejumlah
komoditas bahan bangunan, namun sektor bangunan tetap mampu tumbuh
menguat, hal ini diperkirakan karena masih ditopang oleh maraknya industri
III-5
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
perumahan di Kepulauan Riau, serta didukung pula oleh realisasi sejumlah proyek
pemerintah.
b.
Investasi
Investasi Kepulauan Riau tumbuh melambat, dengan angka pertumbuhan
secara kumulatif taun 2013 tercatat sebesar 11,33 % jika dibandingkan dengan
tahun 2012 sebesar 11,65%. Perlambatan investasi ini disebabkan penurunan
signifikan pada penanaman modal asing (PMA). Berdasarkan dari badan
koordinasi penanaman modal (BKPM) secara kumulatif, PMA tahun 2013 senilai
316 juta USD atau tumbuh negatif 41,22%, jauh lebih rendah dibanding
pertumbuhan 2012 sebesar 144,43%. Beberapa faktor penghambat investasi di
Kepulauan Riau diantaranya yaitu kenaikan upah minimum kota (UMK) yang
berubah-ubah setiap tahun, dimana hal tersebut dinilai investor memberikan
ketidakpastian usaha, serta industri elektronik yang sebagian besar menghasilkan
produk yang sudah kurang sesuai lagi dengan permintaan pasar.
Gambar 3.2. Grafik Perkembangan PMA di Kepulauan Riau
Tahun 2010-2013
III-6
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Di sisi lain, penanaman modal dalam negeri (PMDN) menguat signifikan,
namun nilai PMDN yang jauh lebih kecil dibanding PMA menyebabkan total nilai
investasi Kepulauan Riau tetap menurun. Secara kumulatif tahun 2013,
pertumbuhan PMDN sebesar 860,76%, jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan
tahun 2012 sebesar negatif 96,83%. Penguatan investasi dalam negeri antara lain
dipengaruhi oleh berbagai pembangunan secara fisik oleh pemerintah Kota Batam
maupun pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sebagai persiapan MTQ Nasional di
Kota Batam pada bulan juni 2014.
Daerah investasi di Kepulauan Riau masih di dominasi oleh Kota Batam,
dimana sebagai kawasan FTZ sedikit diuntungkan oleh kesiapan infra strukturnya.
Perlambatan pertumbuhan nilai investasi (baik PMA dan PMDN) di Kepulauan
Riau sedikit banyaknya juga dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi di Kota Batam.
Gambar 3.3. Grafik Perkembangan PMDN di Kepulauan Riau
Tahun 2010-2013
III-7
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
c.
Ekspor-Impor
Ekspor
Pada tahun 2013, nilai ekspor Provinsi Kepulauan Riau meningkat pada
triwulan ke IV-2013, dimana ekspor meningkat cukup signifikan dibandingkan
pertumbuhan ekspor pada triwulan sebelumnya (Triwulan III-2013). Jika
dibandingkan dengan nilai ekspor tahun 2012, nilai ekspor Provinsi Kepulauan
Riau tahun 2013 secara kumulaitf juga mengalami kenaikan sebesar 3,24% atau
meningkat darai US$ 16.248,40 juta menjadi US$ 16.775,50 juta. Naiknya nilai
ekspor tahun 2013 disebabkan oleh naiknya ekspor komoditi non-migas sebesar
12,75%, sementara ekspor migas turun sebesar 10,43%.berikut gambaran
perutmbuhan niali ekspor di Provinsi Kepulauan Riau.
Gambar 3.4. Perkembangan Ekspor Provinsi Kepulauan Riau Desember
2012, November 2013, dan Desember 2013
Sumber : BPS Kepulauan Riau
*) angka sementara
Kegiatan ekspor Provinsi Kepulauan Riau angka sementara pada Januari
2014 dibanding Desember 2013 turun sebesar 24,36 %, yaitu dari US$1.990,63
juta menjadi US$1.505,75 juta. Turunnya nilai ekspor Januari 2014 disebabkan
oleh turunnya ekspor komoditi migas dan non-migas masing-masing sebesar
49,67 % dan 1,19 %
Penguatan pertumbuhan ekspor terutama ditopang oleh ekspor luar negeri,
dengan porsi 97,33% dari total ekspor. Pertumbuhan ekspor terutama terjadi pada
III-8
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
sektor industri pengolahan terutama subsektor industri logam dasar besi dan baja.
Di sisi lain, pelemahan nilai tukar rupiah juga mendorong sejumlah perusahaan
untuk memaksimalkan ekspor, terutama untuk produk yang menggunakan bahan
baku lokal, diantaranya yang berkontribusi cukup sigifikan terhadap total ekspor
Kepulauan Riau yaitu produk turunan CPO. Kondisi tersebut tercermin dari
peningkatan ekspor komoditas lemak/nabati Kepulauan Riau sebesar 41,66%,
jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar negatif
39,33% (Sumber : Bank Indonesia).
Gambar 3.5. Pertumbuhan Persentase Ekspor Luar Negeri dan Antar
Daerah
Impor
Seiring dengan penguatan ekspor, nilai impor juga turut menguat pada
Januari 2014. Peningkatan nilai impor ini antara lain karena ketergantungan
industri pengolahan terhadap bahan baku impor yang masih tinggi. Nilai impor
Provinsi Kepulauan Riau angka sementara selama Januari 2014 mencapai
US$853,62 juta, terdiri dari impor migas sebesar US$104,46 juta dan impor nonmigas sebesar US$749,16 juta. Nilai impor Kepulauan Riau selama Januari 2014
mengalami penurunan sebesar 16,69 persen dibanding impor Desember 2013.
Turunnya impor disebabkan oleh turunnya impor komoditi migas sebesar 63,04%,
sementara impor komoditi non-migas naik sebesar 0,97 %
III-9
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Gambar 3.6. Perkembangan Impor Provinsi Kepulauan Riau Januari 2013,
Desember 2013 dan Januari 2014
Sumber : BPS Kepulauan Riau
*) angka sementara
Seperti yang telah disebut diatas, penguatan impor tersebut terjadi karena
kebutuhan bahan baku yang meningkat sejalan denganpenguatan ekspor,
tercermin dari komoditas utama impor yang tidak jauh berbeda dengan komoditas
ekspor, antara lain mesin elektronik, produk daeri besi dan baja. Seperti halnya
ekspor, impor juga didominasi impor luar negeri sebesar 98,83% dari total impor,
sementara porsi impor antar daerah hanya sebesar1,17%.
d.
Perekembangan Harga (Inflasi)
Pada tahun 2013, tekanan inflasi di Provinsi Kepulauan Riau melonjak
tiga kali lipat dibanding inflasi Tahun 2012, hal ini dipicu oleh kenaikan harga
bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Sampai dengan akhir Desember 2013,
inflasi di Kepulauan Riau tercatat sebesar 8,24% jauh lebih tinggi jika
dibandingkan Desember 2012 sebesar 2,38%. Lonjakan inflasi Tahun 2013 terjadi
di pertengahan tahun (Bulan Juli) dan mencapai puncaknya dengan tingkat
pergerakan inflasi sebesar 2,45% terhadap Bulan Juni 2013.
Kenaikan harga BBM dan kendala cuaca memicu kenaikan harga
kelompok bahan makanan jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. Terkait
dengan kenaikan BBM kelompok pengeluaran lainnya yang berpengaruh
signifikan adalah kelompok transportasi, Komunikasi dan jasa keuangan.
III-10
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Kenaikan inflasi Provinsi Kepulauan Riau lebih dipengaruhi oleh
pergerakan inflasi Kota Tanjungpinang yang mencapai 7,81%, sedangkan
pergerakan inflasi Kota Batam sebesar 8,67%. Meskipun sampai dengan akhir
tahun tingkat inflasi tahunan Provinsi Kepulauan Riau berada pada tingkat
tertinggi, namun pergerakan inflasi Kepulauan Riau telah berangsur-angsur turun.
Gambar.3.7. Pergerakan Inflasi Kepulauan Riau dan Nasional
Tahun 2010-2013
Sumber : Data BPS diolah
e.
Indeks Gini (Gini Ratio)
Gini rasio merupakan salah satu alat ukur untuk mengetahui kemerataan
pendapatan dalam suatu wilayah, yang besarannya antara 0 – 1, angka 0
menunjukkan pemerataan yang sempurna, sedangkan angka 1 menunjukkan
ketidakmerataan yang sempurna. Menurut (Todaro P. Michael, 1994), apabila
indeks Gini berkisar antara 0,20 - 0,35 berarti tingkat pemerataan pendapatan di
wilayah tersebut dinyatakan tidak timpang (pemerataan pendapatannya relatif
sama), sementara menurut Suyatno (2009 : 30) bahwa indeks gini 0,50-0,70
merupakan kondisi adanya kesenjangan pendapatan yang tinggi; 0,35 <Gini< 0,50
mencerminkan kondisi adanya kesenjangan yang sedang dan bila Gini rasio 0,2 0,35 menggambarkan kesenjangan pendapatan yang rendah.
III-11
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Gambar.3.8. Grafik Indeks gini Provinsi Kepulauan Riau
Tahun 2008-2013
Sumber : Data BPS diolah
Pada gambar di atas, secara umum ketimpangan di Provinsi Kepulauan
Riau sejak 2008 - 2013 dalam kondisi sedang, walaupun pada tahun 2013
menunjukkan indeks gini yang bertambah. Jika dibandingkan dengan Provinsi
lain di Indonesia seperti Riau dan Jawa Barat, Provinsi Kepulauan Riau masih
menunjukkan pemerataan pendapatan yang lebih baik.
Gambar.3.8. Gambaran Indeks gini di berbagai Provinsi
Tahun 2008-2010
Impor
Sumber : Data BPS diolah
III-12
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
f.
Indeks Williamson (Williamson Index)
Salah satu alat ukur untuk mengetahui posisi Kabupaten/ Kota terhadap
Kabupaten/ Kota lainnya di Kepulauan Riau atas ketimpangan wilayah, salah
satunya dapat diukur dengan indeks williamson, dimana semakin mendekati nol
maka semakin tidak ada ketimpangan dan semakin mendekati angka 1 maka
ketimpangan sangatlah sempurna.
Ukuran ketimpangan pendapatan ini dipakai untuk menganalisis seberapa
besarnya
kesenjangan
antar
wilayah/
daerah,
dimana
sebagai
dasar
perhitungannya adalah dengan menggunakan PDRB per kapita dalam kaitannya
dengan jumlah penduduk per daerah.
Gambar. 3.10. Indeks Williamson di Provinsi Kepulauan Riau
Tahun 2007-2011
Sumber : Data BPS diolah
Jika melihat indeks diatas, maka ketimpangan antar Kabupaten/ Kota di
Provinsi Kepulauan Riau cenderung tidak terjadi. Walaupun secara sekilas akan
adanya terjadi ketimpangan Kota Batam terhadap Kabupaten/ Kota Lainnya,
tetapi jika dilihat dari Indeks Williamson tidak begitu signifikan.
III-13
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
g.
Ketenagakerjaan
Perkembangan penduduk yang bekerja berdasarkan lapangan usaha realtif
tidak berubah dan masih didominasi oleh sektor perdagangan dan industri. Jumlah
penduduk yang bekerja dengan usia 15 tahun ke atas pada tahun 2013 mengalami
peningkatan pada sektor industri dan konstruksi, sedangkan penurunan terbesar
terjadi pada sektor keuangan dan pertanian
Tabel. 3.3. Penduduk Usia 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan
pekerjaan Tahun 2012-2013
Sumber : Data BPS
3.1.2. Perkiraan Kondisi Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014
dan 2015
Berdasarkan perkembangan kondisi perekonomian Indonesia saat ini,
Bank Indonesia (BI) menurunkan lagi perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia
untuk 2014. Padahal, pada Maret lalu prediksi pertumbuhan tahun ini telah
direvisi dari 5,9 persen hingga 6,2 persen menjadi 5,5 persen hingga 5,9 persen.
III-14
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Kondisi ini merupakan dampak aturan larangan ekspor hasil tambang
mentah. Sebagaimana diketahui, ketentuan larangan ekspor mineral mentah serta
mewajibkan pengolahan dan pemurnian barang tambang sebelum diekspor
diatur Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batu Bara yang diberlakukan mulai awal tahun ini.
Prospek ekonomi daerah-daerah pada triwulan I 2014 diperkirakan akan
tetap didukung oleh menguatnya tanda-tanda pemulihan ekonomi global yang
dimotori oleh negara maju. Ekonomi Provinsi Kepulauan Riau diperkirakan
tumbuh sedikit menguat pada Tahun 2014 ini. Prospek tersebut antara lain
ditopang oleh penguatan konsumsi rumah tangga serta konsumsi Pemerintah, dan
juga didukung oleh inflasi yang semakin mereda.
Peningkatan konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah menjelang
pemilu pada tahun 2014 akan mempengaruhi penguatan ekonomi di Kepulauan
Riau. Perkiraan inflasi yang semakin mereda serta peningkatan UMK, diharapkan
dapat mendorong kembali daya beli masyarakat.
Meskipun inflasi pada bulan Januari masih tinggi, namun diyakini akan
terus turun seiring dengan kondisi cuaca makin kondusif, sehingga pasokan bahan
makanan di Kepulauan Riau menjadi lancar. Di sisi lain, persiapan pemilu juga
akan mendorong peningkatan konsumsi melalui peningkatan belanja keperluan
logistik kampanye partai politik.
Sementara itu, jika melihat iklim investasi di Kepulauan Riau,
diperkirakan investasi akan sedikit melambat. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh
sikap pelaku usaha yang cenderung menahan investasi hingga kondisi sosial
politik kembali stabil pasca pemilu. Tetapi diperkirakan pada akhir tahun
(triwulan IV 2014) investasi di Kepulauan Riau menunjukkan perbaikan
peningkatan nilai investasi.
Kondisi ekspor di Kepulauan Riau pada awal tahun 2014 diprediksi akan
melambat, hal ini dikarenakan banyaknya industri yang mempunyai komoditas
III-15
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
besi dan baja serta konstruksi terapung yang sebagian besar kontraknya berakhir
pada tahun 2013. Meskipun demikian, memasuki triwulan II hingga triwulan IV
2014, ekspor diperkirakan akan kembali menguat.
Berdasarkan perkembangan pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan
Riau pada Tahun triwulan I 2014 sebesar 5,21 persen jika dibandingkan dengan
triwulan I tahun lalu menunjukkan pertumbuhan perekonomian di Provinsi
Kepulauan Riau kearah yang lebih positif lagi. Hal tersebut dapat dilihat dari
perbandingan pertumbuhan perekonomian pada triwulan I 2013 yang tumbuh 0,05
(yoy). Sedangkan pertumbuhan akumulatif di tahun 2014 ini diperkirakan akan
tumbuh sekitar 6,7 – 7,0 persen, sedangkan pada tahun 2015 sekitar 7,1 persen
3.1.3. Tantangan Kondisi Ekonomi Kepulauan Riau Tahun 2015
Prospek perekonomian daerah menghadapi beberapa tantangan utama
yang diperkirakan turut menentukan kinerja ekonomi dan inflasi ke depan. Faktor
eksternal berupa tantangan yang bersumber dari dinamika global yang dapat
menyebabkan rentannya pemulihan ekonomi global, terutama dengan adanya
potensi kembali melambatnya kinerja ekonomi China dan ketidakpastian
normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat. Hal ini secara tidak langsung
dapat berdampak pada tertahannya kinerja ekspor dari berbagai daerah dan
mengganggu kegiatan investasi daerah.
Tantangan dari penerapan kebijakan pengaturan ekspor mineral, dalam
jangka pendek, ada beberapa penyesuaian yang harus dilakukan oleh pelaku usaha
di sektor pertambangan berpotensi berdampak pada kinerja ekspor di beberapa
daerah. Namun, dalam jangka menengah panjang, penyesuaian yang telah
dilakukan pelaku usaha dan konsistensi dari penerapan kebijakan ini akan
berdampak positif bagi peningkatan nilai tambah dari ekspor tambang, sehingga
mendorong kinerja ekonomi secara keseluruhan, terutama bagi daerah-daerah
yang didominasi oleh kegiatan pertambangan.
III-16
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Pada
melaksanakan
tahun
2015,
perdagangan
memasuki
bebas
era
yang
globalisasi,
dapat
indonesia
berdampak
positif
sudah
bagi
perekonomian nasional dan juga perekonomian Kepulauan Riau. Diharapkan
kondisi tersebut dapat menaikkan investasi di daerah. Penguatan sektor UKM
dirasa perlu agar kondisi perekonomian Kepulauan Riau tidak tergantung pada
negara luar.
Tantangan yang diperkirakan masih terjadi untuk kedepannya di Provinsi
Kepulauan Riau Tahun 2015 antara lain adalah :
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan mengembangkan
pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dominan, yang bertumpu pada peran
ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Pertumbuhan ekonomi dengan percepatan
yang lebih tinggi, terjaganya stabilitas ekonomi makro. Dengan pembenahan yang
sungguh-sungguh pada sektor riil, diharapkan akan dapat mendorong peningkatan
investasi dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dengan fokus utama
untuk menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Dalam hal ini
diperlukan strategi kebijakan yang tepat dengan menempatkan prioritas
pengembangan pada sektor-sektor yang mempunyai efek pengganda tinggi dalam
menciptakan kesempatan kerja.
Menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif merupakan tantangan
yang cukup berat karena ini menyangkut beberapa peraturan baik tingkat pusat
maupun daerah. Perbaikan iklim investasi perlu dilakukan pemerintah daerah
dengan mensikapi atas perbaikan di bidang peraturan perundang-undangan di
daerah, perbaikan pelayanan, dan penyederhanaan birokrasi.
Menyediakan infrastruktur yang cukup dan berkualitas. Hal ini merupakan
prasyarat agar dapat mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi dan
berkelanjutan. Ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai akan menjadi
kendala bagi masuknya investasi
III-17
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Memfasilitasi pengembangan koperasi di berbagai bidang dan lokasi usaha
di Kepulauan Riau sebagai bentuk bisnis yang dimiliki dan dikelola bersamasama oleh pekerja untuk meningkatkan kemampuan menciptakan kesempatan
kerja dan pendapatan melalui sumber daya bersama. Serta
Mengembangkan
program-program bagi perusahaan yang berskala mikro
Meningkatkan daya saing ekspor daerah, untuk mencapai peningkatan
pertumbuhan
nilai
keberlangsungan
ekspor.
usaha
dan
Pertumbuhan
ekspor
perekonomian
akan
daerah
mempengaruhi
sehingga
dapat
mempertahankan ketersediaan lapangan kerja bahkan mungkin dapat menambah
lapangan kerja.
3.2.
Arah Kebijakan Keuangan daerah
Penyelenggaraan pemerintah akan berfungsi optimal, efektif dan efisien
apabila penyelenggara urusan pemerintahan didukung dengan instrumentinstrumen yang sudah dirumuskan dalam kebijakan, program dan kegiatankegiatan sebagaimana yang dituangkan dalam Rencana Kerja Jangka Panjang,
Jangka Menengah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang disusun setiap
tahun. Untuk melaksanakan instrument-intrumen tersebut tentunya didukung
dengan pendanaan/ sumber-sumber penerimaan yang cukup berdasarkan
peraturan perundang-undangan
Meningkatnya tuntutan kebutuhan dana sebagai konsekuensi penyerahan
wewenang pemerintahan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah,
melalui otonomi daerah, menuntut berbagai upaya penyesuaian manajemen
keuangan daerah termasuk arah pengelolaan pendapatan dan belanja daerah.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, pengelolaan pendapatan daerah telah
dilakukan dengan berpedoman pada kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat. Ketentuan perundang-undangan yang berlaku juga telah
III-18
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
dijadikan acuan untuk menggali potensi sumber penerimaan guna menunjang
beban belanja pembangunan daerah.
3.2.1. Proyeksi Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan
Berdasarkan hasil analisis kondisi ekonomi daerah dan kajian terhadap
tantangan dan prospek perekonomian daerah, selanjutnya dilakukan analisis dan
proyeksi sumber-sumber pendapatan daerah. Kinerja Pelaksanaan APBD Provinsi
Kepulauan Riau periode tahun 2011-2014, serta proyeksi tahun 2015 dapat
diuraikan sebagai berikut :
1)
Pendapatan Daerah
Perkembangan Pendapatan Daerah Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan
hasil yang cukup signifikan setiap tahunnya. Tahun 2011 realisasi pendapatan
daerah adalah sebesar Rp. 1,838 trilun, tahun 2012 sebesar Rp. 2,184 triliun,
tahun 2013 sebesar Rp. 2,456 triliun, dan proyeksi pendapatan tahun 2014 sebesar
Rp. 2,970 triliun, serta proyeksi 2015 sebesar Rp. 3077 triliun.
a).
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau terus melakukan inovasi dalam
menggali potensi yang ada untuk meningkatkan PAD di antaranya dengan
intensifikasi dan ekstensifikasi PAD. Penerimaan PAD dalam APBD Provinsi
Kepulauan Riau dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang semakin
meningkat. PAD Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2014 sebesar Rp. 2,970
miliar dan proyeksi PAD tahun 2015 sebesar Rp. 967,315 miliar. Sektor
pendapatan asli daerah paling besar berasal dari sektor pajak, dimana proyeksi
pendapatan sektor pajak sebesar Rp. 925,250 miliar.
b).
Dana Perimbangan
Sesuai amanat Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
III-19
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
dijelaskan bahwa penerimaan pemerintah pusat dibagi hasilkan kepada daerah
dalam bentuk Dana Perimbangan. Penerimaan ini merupakan kelompok sumber
pendanaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya merupakan transfer dari
Pemerintah Pusat kepada Daerah dan merupakan satu kesatuan dalam Pendapatan
Daerah.
Pada tahun 2013, realisasi Dana Perimbangan adalah sebesar Rp. 1,635
triliun yang berasal dari Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak sebesar
Rp. 943,109 miliar, Dana Alokasi Umum sebesar Rp. 656,067 miliar dan Dana
Alokasi Khusus sebesar Rp. 36,672 miliar. Sedangkan pada tahun 2014 dana
perimbangan sebesar Rp. 1,871 triliun, dimana kenaikan dana perimbangan paling
besar disumbang dari sektor dana bagi hasil dan juga dana alokasi khusus.
Proyeksi penerimaan dari dana perimbangan pada tahun 2015 diperkirakan
naik menjadi Rp. 1,867 triliun. Besaran penerimaan Dana Perimbangan sangat
ditentukan oleh kondisi perekonomian nasional dan kebijakan Pemerintah Pusat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghitungan, tata cara penyesuaian
rencana alokasi dengan realisasi DBH, tata cara penyaluran, pedoman umum,
petunjuk teknis pelaksanaan DBH, pemantauan dan evaluasi, dan tata cara
pemotongan atas sanksi administrasi DBH diatur dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
Namun demikian peningkatan Dana Perimbangan akan tetap diupayakan
melalui koordinasi dengan Pemerintah Pusat, dengan tujuan agar penerimaan
pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dapat dicapai secara optimal.
c).
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Pada tahun 2011, realisasi Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Provinsi
Kepulauan Riau adalah sebesar Rp. 9 miliar dan di tahun 2012 realisasi Lain-Lain
Pendapatan Daerah yang Sah adalah meningkat drastis menjadi Rp. 163,364
miliar yang berasal dari alokasi Pendapatan Hibah serta Dana Penyesuaian dan
III-20
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Otonomi Khusus, selanjutnya tahun 2013 adalah sebesar Rp. 188,21 miliar, tahun
2014 sebesar Rp. 223,505 milyar dan perkiraan pada tahun 2015untuk lain-lain
pendapatan daerah yang sah sebesar Rp.243,20 miliar
Berdasarkan data series kurun waktu 2011-2014, secara keseluruhan
pendapatan daerah menunjukkan tren peningkatan. Penerimaan Pendapatan
Daerah provinsi Kepulauan Riau tahun 2015 masih mengandalkan penerimaan
dari Dana Perimbangan melalui Dana Bagi Hasil. Namun pemerintah provinsi
tetap mengupayakan agar Pendapatan Asli Daerah tiap tahun akan diupayakan
meningkat.
Untuk melihat tren pendapatan daerah di provinsi Kepulauan Riau dapat
dilihat data time series yang disajikan pada tabel berikut, dimana pada tabel
berikut diuraikan berdasarkan jenis penerimaan pendapatannya.
III-21
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD)
PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Tabel 3.4.
Proyeksi Pendapatan Daerah Tahun 2015 Provinsi Kepulauan Riau
Uraian
Proyeksi Tahun 2015
Pendapatan Asli Daerah
967.315.377.368,00
Pajak Daerah
925.250.377.368,00
Retribusi Daerah
Hasil pengelolaan keuangan Daerah yang dipisahkan
Lain-lain PAD yang sah
Dana Perimbangan
Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak
6.335.000.000,00
37.730.000.000,00
1.867.038.422.1862,00
1.127.351.014.186,00
Dana Alokasi Umum
698.009.318.000,00
Dana Alokasi Khusus
41.678.090.000,00
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Proyeksi Pendapatan
243.209.928.000,00
3.077.563.727.554,00
Sumber : Dinas Pendapatan Kepulauan Riau
III-22
RANCANGAN AWAL
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
Tabel 3.5. Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah
Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011 – 2013 serta Proyeksi 2014 – 2015
Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015*
JUMLAH
JUMLAH
JUMLAH
JUMLAH
JUMLAH
Uraian
PENDAPATAN
1.838.904.898.473,00 2.184.107.506.989,00
2.456.886.161.231,00 2.970.687.382.102,00 3.077.563.727.554,00
PENDAPATAN ASLI DAERAH
530.849.010.375,00
612.856.056.100,00
632.816.186.000,00
875.913.015.600,00
967.315.377.368,00
Pendapatan Pajak Daerah
503.715.190.375,00
583.293.000.600,00
597.241.828.000,00
837.918.015.600,00
925.250.377.368,00
1.150.000.000,00
1.700.000.000,00
1.870.000.000,00
6.285.000.000,00
6.335.000.000,00
25.983.820.000,00
27.863.055.500,00
33.704.358.000,00
31.710.000.000,00
35.730.000.000,00
Hasil Retribusi Daerah
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
yang Sah
DANA PERIMBANGAN
1.299.055.888.098,00 1.407.886.870.889,00
1.635.850.472.231,00 1.871.268.804.502,00 1.867.038.422.186,00
Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan
Pajak
881.407.146.098,00
923.863.463.889,00
943.109.932.231,00 1.131.581.396.502,00 1.127.351.014.186,00
Dana Alokasi Umum
395.745.542.000,00
460.857.807.000,00
656.067.630.000,00
698.009.318.000,00
698.009.318.000,00
Dana Alokasi Khusus
21.903.200.000,00
23.165.600.000,00
36.672.910.000,00
41.678.090.000,00
41.678.090.000,00
LAIN-LAIN PENDAPATAN
DAERAH YANG SAH
9.000.000.000,00
163.364.580.000,00
188.219.503.000,00
223.505.562.000,00
243.209.928.000,00
Dana Penyesuaian dan Otonomi
Khusus
9.000.000.000,00
163.364.580.000,00
188.135.503.000,00
223.505.562.000,00
243.209.928.000,00
* Angka Proyeksi
III-23
3.2.2 Arah Kebijakan Pendapatan Daerah
Dalam merealisasikan target pendapatan yang telah ditetapkan tersebut,
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah
telah merumuskan beberapa strategi dalam memaksimalkan pendapatan daerah.
Tumbuhnya perekonomian di Kepulauan Riau secara tidak langsung juga akan
meningkatkan kemungkinan peningkatan penerimaan pajak.
Kebijakan pendapatan Daerah tahun anggaran 2015 yang merupakan
potensi daerah dan sebagai penerimaan Provinsi Kepulauan Riau sesuai urusannya
diarahkan melalui upaya peningkatan pendapatan daerah dari sektor pajak daerah,
retribusi daerah dan dana perimbangan. Arah kebijakan pendapatan daerah
disusun untuk untuk mengupayakan optimaliasi Penerimaan Daerah melalui
Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang efektif
dan efisien.
Untuk
mengupayakan
optimalisasi
Pendapatan
Daerah
diperlukan
kebijakan-kebijakan di bidang Pendapatan Daerah dalam tahun 2015 yaitu
meliputi (1) Sektor Pendapatan Asli Daerah (PAD) antara lain : Objek Pajak
Daerah akan mengupayakan (a). Penyempurnaan dasar hukum pemungutan dan
regulasi penyesuaian tarif pungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; (b).
Melakukan Supervisi bersama-sama dengan Tim Pembina Samsat Provinsi
Kepulauan Riau dalam merumuskan konsep penyederhanaan proses administrasi
pelayanan pemungutan Pajak Daerah pada kantor Samsat; (c). Melaksanakan
pelayanan secara khusus untuk memberikan kemudahan dan mendekatkan
jangkauan masyarakat dalam hal membayar Pajak Kendaraan Bermotor melalui
pengembangan gerai samsat di pusat perbelanjaan (mall) dan pembukaan Samsat
di Bintan Center–Tanjungpinang; (d) Optimalisasi pelayanan Samsat dan
penyempurnaan sistem aplikasi dan database kendaraan dalam meningkatkan
PKB dan BBN-KB; (e) Melakukan upaya penegakan hukum melalui kegiatan
razia gabungan dengan Ditlantas Polda Kepri serta melakukan penagihan aktif
PKB, BBN-KB dan ABT/AP kepada wajib pajak yang belum memenuhi
III-24
kewajibannya; (f) Penyebarluasan informasi dan program sosialisasi di bidang
Pendapatan Asli Daerah dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat
membayar pajak daerah dan retribusi daerah; (g) Melakukan koordinasi dengan
SKPD penghasil retribusi daerah dalam melakukan pemungutan objek retribusi
baru yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku; (h) Mengoptimalkan
peran dan fungsi SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk
berorientasi sebagai SKPD Penghasil khususnya menyangkut pungutan Retribusi
Daerah.
Dalam Bidang Dana Perimbangan dititikberatkan pada peningkatan
koordinasi dengan instansi terkait di Pemerintah Pusat khususnya yang berkaitan
dengan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Di Bidang Dana Alokasi Umum
(DAU) akan diperjuangkan agar dalam memperhitungkan besaran DAU juga
memperhatikan beberapa karakteritik khusus Kepulauan Riau antara lain wilayah
kelautan, daerah perbatasan, pengembanan ekonomi FTZ yang kiranya juga dapat
diperhitungkan secara optimal sebagai salah satu variabel kebutuhan fiskal.
Arah kebijkaan pendapatan daerah Provinsi Kepulauan Riau pada tahun
2015 akan melaksanakan hal–hal sebagai berikut :
1.
Mengoptimalkan peningkatan Penerimaan Daerah yang berasal dari sumber sumber PAD dan Dana Perimbangan.
2.
Perolehan Dana Perimbangan yang proporsional sebagaimana kedudukan
Provinsi Kepulauan Riau sebagai daerah penghasil SDA sektor Migas.
3.
Meningkatkan peran serta masyarakat dan sektor swasta dalam hal
menunaikan kewajibannya selaku wajib pajak.
4.
Meningkatkan peran dan fungsi KPPD, UPT, dan Balai Penghasil dalam
peningkatan pelayanan dan pendapatan.
5.
Meningkatkan pengelolaan penerimaan yang lebih berdaya guna dan berhasil
guna dengan berorientasi pada transpransi dan akuntabilitas
III-25
3.2.3. Arah Kebijakan Belanja Daerah
Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
terkait dengan pengelolaan Belanja Daerah (Belanja Tidak Langsung dan Belanja
Langsung) dalam APBD adalah mengedepankan prinsip efektivitas, efisiensi,
transparansi, akuntabilitas serta asas kepatutan dan kewajaran dalam penggunaan
pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan daerah dalam rangka optimalisasi
pencapaian prioritas dan sasaran pembangunan daerah.
Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja daerah
tahun 2015 disusun dengan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada
pencapaian hasil dari input yang direncanakan dengan memperhatikan prestasi
kerja setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam pelaksanaan tugas,
pokok dan fungsinya. Ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanan
anggaran serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dalam
belanja program/kegiatan Kebijakan belanja daerah tahun 2015 diupayakan
dengan pengaturan pola pembelanjaan yang proporsional, efisien dan efektif,
antara lain melalui:
1.
Esensi utama penggunaan dana APBD adalah untuk meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat oleh karena itu akan terus
dilakukan peningkatan program-program yang berorientasi pada masyarakat
dan berupaya melaksanakan realisasi belanja daerah tepat.
2.
Mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 20% dari total belanja
daerah tahun 2014 dalam rangka meningkatkan kualitas dan jangkauan
pelayanan pendidikan.
3.
Mengupayakan alokasi anggaran untuk kesehatan, menjadi 10% sesuai
perintah UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan guna peningkatan
kualitas dan aksesibilitas pelayanan dasar kesehatan dalam rangka
peningkatan indeks kesehatan masyarakat.
III-26
4.
Meningkatkan kualitas anggaran belanja daerah melalui pola penganggaran
yang berbasis kinerja yang disertai sistem pelaporan yang makin akuntabel.
5.
Mengalokasikan kebutuhan belanja secara terukur dan terarah, yaitu:
a. Pengalokasian kebutuhan belanja kegiatan yang bersifat rutin sebagai
pelaksanaan tupoksi SKPD, yang meliputi kegiatan koordinasi,
fasilitasi, konsultasi, sosialisasi, pengendalian & evaluasi, dan
perencanaan;
b. Pengalokasian kebutuhan belanja kegiatan yang mendukung programprogram pembangunan yang menjadi prioritas dan unggulan SKPD,
program/kegiatan yang telah menjadi komitmen Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau.
6.
Mengalokasikan belanja tidak langsung yang meliputi gaji dan tunjangan
PNS, belanja subsidi, belanja hibah, belanja sosial, belanja bagi hasil
kab/kota, belanja bantuan dengan prinsip proporsional, pemerataan, dan
penyeimbang, serta belanja tidak terduga yang digunakan untuk
penanggulangan bencana yang tidak teralokasikan sebelumnya.
7.
Penggunaan anggaran berbasis pada prioritas pembangunan yang sesuai
dengan visi dan misi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, serta anggaran
belanja yang direncanakan oleh setiap pengguna anggaran tetap terukur dan
tercapai target pelaksanaannya.
Selama 4 tahun terakhir, sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014,
persentase/proporsi belanja di Provinsi Kepulauan Riau lebih besar komponen
belanja langsung dibanding belanja tidak langsungnya. Belanja Tidak Langsung
tidak terkait langsung dengan kegiatan yang dilaksanakan dan sukar diukur
dengan capaian prestasi kerja yang ditetapkan. Namun dalam penyusunan APBD
Tahun Anggaran 2015 akan juga diutamakan untuk menilai pencapaian hasil
melalui Kebijakan Belanja Tidak Langsung.
III-27
Kebijakan terhadap Belanja Tidak Langsung pada APBD Tahun Anggaran
2015 adalah sebagai berikut :
1) Belanja Pegawai
Belanja pegawai diarahkan untuk mengantisipasi adanya kenaikan gaji
berkala, tunjangan keluarga, mutasi dan penambahan pegawai dengan
memperhitungkan acress yang besarnya dibatasi maksimun 2,5% dari jumlah
pegawai (gaji pokok dan tunjangan).
2) Belanja Hibah
Kebijakan
pemberian
hibah
dilakukan
untuk
mendukung
fungsi
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilakukan oleh pemerintah, semi
pemerintah, dan organisasi kemasyarakatan.
3) Belanja Sosial
Kebijakan pemberian belanja bantuan sosial diarahkan untuk meningkatkan
kualitas kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Bantuan sosial dapat
diberikan kepada kelompok/anggota masyarakat yang dilakukan secara
selektif/tidak mengikat dan jumlahnya dibatasi.
4) Belanja Bagi Hasil
Kebijakan penganggaran belanja bagi hasil yang bersumber dari pendapatan
Provinsi Kepulauan Riau kepada Kabupaten/Kota akan disesuaikan dengan
rencana pendapatan pada tahun anggaran 2014.
5) Belanja Bantuan Keuangan
Kebijakan penganggaran belanja bantuan keuangan kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota bersifat umum yang didasarkan pada pertimbangan untuk
mengatasi kesenjangan fiskal. Selain itu Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
akan memberikan bantuan keuangan yang bersifat khusus yang dilaksanakan
sesuai urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota
III-28
3.2.4. Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah
Dari sektor pembiayaan, pembiayaan merupakan transaksi keuangan
daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara pendapatan daerah dan
belanja daerah. Selisih lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut
surplus anggaran, dan selisih kurang pendapatan daerah terhadap belanja daerah
disebut defisit anggaran.
Kebijakan Penerimaan Pembiayaan Provinsi Kepulauan Riau setiap
tahunnya berasal dari Sisa lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran (SILPA)
yang terdiri atas : (1) Penghematan belanja SKPD; dan (2) pelampauan (over
target) penerimaan Pendapatan Daerah Penerimaan pembiayaan tersebut setiap
tahunnya adalah dalam rangka untuk menutup defisit anggaran belanja.
III-29
Tabel 3.6. Perkembangan Realisasi Belanja Daerah
Tahun 2010 – 2013 dan Proyeksi Belanja Daerah Tahun 2014 dan 2015
Provinsi Kepulauan Riau
Realisasi
Proyeksi
Jenis Belanja
Tahun 2010
Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
2015
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
BELANJA TIDAK
LANGSUNG
570.057.165.845,00
957.152.538.513,00
1.041.772.381.089,51
1.122.079.241.269,00
1.232.747.259.000,00
1.286.505.562.000,00
BELANJA LANGSUNG
1.408.702.834.155,00
1.234.156.635.235,00
1.206.798.521.447,82
1.432.385.545.400,00
2.214.752.741.000,00
2.213.494.438.000,00
Jumlah Belanja
1.978.760.000.000,00
2.191.309.173.748,00
2.248.570.902.537,33
2.377.000.000.000,00
3.447.500.000.000,00
3.500.000.000.000,00
III-30
RANCANGAN AWAL
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2015
III-31
Download