SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id TFA Kurangi 17,5% Biaya Perdagangan Global Jakarta, 17 November 2015 – Implementasi Trade Facilitation Agreement (TFA) diperkirakan dapat mengurangi biaya perdagangan global hingga 12,5-17,5%. Demikian data yang dilansir dari Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) seperti diungkapkan oleh Plt. Direktur Kerja Sama Multilateral Djatmiko Bris Witjaksono, pada Dialog Kebijakan Sistem Perdagangan Multilateral yang diadakan di Auditorium Kemendag, hari ini, Selasa, (17/11). Perjanjian fasilitasi perdagangan merupakan perjanjian multilateral yang dapat meningkatkan kecepatan dan efisiensi prosedur perdagangan dan kepabeanan yang mengakibatkan menurunnya biaya perdagangan serta mempermudah usaha kecil dan menengah masuk ke dalam perdagangan global. Indonesia bersama negara anggota World Trade Organization (WTO) lainnya telah menyepakati perjanjian fasilitasi perdagangan (Trade Facilitation Agreement) dan Protokol Perubahan Perjanjian Marrakes Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Protocol Amending Marrakesh Agreement Establishing the World Trade Organization) pada Desember 2013 di Bali dan November 2014. Menurut Djatmiko, berkurangnya biaya perdagangan sebagai akibat perjanjian fasilitasi perdagangan. "Hasilnya diharapkan dapat berpengaruh positif bagi iklim usaha dan perdagangan di Indonesia, termasuk bagi usaha kecil dan menengah yang ingin memperluas pasarnya di pasar internasional," ujarnya. Pada dialog yang mengangkat tema “How Trade Facilitation Agreement Supports Indonesia’s Business Climate”, Djatmiko mengungkapkan, berkurangnya biaya perdagangan berarti semakin banyaknya pilihan barang bagi konsumen dan semakin rendah biaya untuk masuk pasar dunia bagi perusahaan-perusahaan, termasuk usaha kecil dan menengah. "Bahkan, ekspor dari negara berkembang diperkirakan akan naik 13,8-22,3%," ujar Djatmiko. Keterkaitan perjanjian fasilitasi perdagangan dengan kebijakan nasional saat ini adalah pada pengaturan penyederhanaan dan harmonisasi berbagai kebijakan. "Hal itu dapat mempercepat dan mempermudah proses perizinan dan nonperizinan di bidang kepabeanan dan perdagangan, yang sejalan dengan program deregulasi dan debirokratisasi pemerintah saat ini," imbuhnya. Ratifikasi Perjanjian Manfaat perjanjian fasilitasi perdagangan hanya dapat dinikmati jika perjanjian tersebut juga berlaku segera. Syarat berlakunya perjanjian fasilitasi perdagangan adalah telah diratifikasinya perjanjian oleh minimal dua per tiga anggota WTO. Hingga kini, baru ada 51 negara anggota yang telah meratifikasi. “Indonesia menginginkan perjanjian fasilitasi perdagangan dapat berlaku segera. Namun, perbedaan proses ratifikasi di masing-masing negara juga perlu dihormati,” kata Djatmiko. Proses ratifikasi oleh Indonesia sedang dalam tahap finalisasi di pemerintah dan memerlukan persetujuan DPR karena ratifikasi akan dilakukan dengan undang-undang. Pemerintah menargetkan dalam waktu dekat finalisasi selesai dan segera membahasnya dengan DPR. Selain itu, agar pelaksanaan perjanjian fasilitasi perdagangan tetap sesuai dengan kepentingan nasional, Indonesia perlu segera membentuk Komite Nasional di bidang fasilitasi perdagangan. Komite Nasional terdiri dari pemerintah dan pihak swasta agar manfaat dari pelaksanaan perjanjian fasilitasi perdagangan dapat dirasakan oleh seluruh pemangku kepentingan di Indonesia. “Dialog hari juga dapat dimanfaatkan pembicara dan peserta untuk membahas bagaimana Komite Nasional akan dibentuk. Kemendag mengharapkan ada sinergi antara pemerintah dan swasta dalam Komite Nasional tersebut,” pungkas Djatmiko. --selesai-Informasi lebih lanjut hubungi: Ani Mulyati Kepala Pusat Humas Kementerian Perdagangan Telp/Fax: 021-3860371/021-3508711 Email: [email protected] Djatmiko Bris Witjaksono Plt. Direktur Kerja Sama Multilateral Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Telp/Fax: 021-3840139 Email: [email protected]