6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Tanah Tanah

advertisement
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Material Tanah
Tanah merupakan lapisan bumi paling atas yang terbentuk dari proses
pembentukkan pengendapan batuan dan bahan-bahan organik. Tanah dalam ilmu
mekanika tanah merupakan semua endapan alam kecuali batuan tetap. Batuan
tetap menjadi ilmu tersendiri dalam mekanika batuan (rock mechanics). Endapan
alam mencakup semua bahan dari tanah lempung sampai berangkal (Soedarmo,
Eddy Purnomo, 1997). Tanah merupakan hasil transformasi zat-zat mineral dan
organik di permukaan bumi. Tanah terbentuk dibawah pengaruh faktor-faktor
lingkungan yang bekerja dalam waktu yang sangat panjang (Rahman Sutanto,
2005). Lapisan tanah dasar (subgrade) merupakan lapisan terbawah suatu
kontruksi perkerasan jalan yang sangat berperan penting dalam pengerasan tanah
diatasnya. Dimana tanah dasar dibedakan atas lapisan tanah galian, lapisan tanah
timbunan dan lapisan tanah asli. Daya dukung tanah dasar sangat dipengaruhi oleh
jenis tanah, tingkat kepadatan, kadar air, kondisi drainase, dan lain-lain. Tanah
yang tingkat kepadatannya tinggi akan mengalami perubahan volume yang kecil
jika terjadi perubahan kadar air dan mempunyai daya dukung yang besar jika
dibandingkan dengan dengan tanah dengan tingkat kepadatan yang rendah.
Tingkat kepadatan tanah dinyatakan dalam presentese berat isi kering (d) tanah
terhadap kadar air.
Tanah memiliki 2 sifat yaitu sifat-sifat fisik (physical properties) dan
sifat-sifat teknik (engineering porperties). Untuk sifat-sifat fisik terdiri atas
distribusi ukuran butir, bata-batas consistency dan permeabilitas (permeability)
sedangkan untuk sifat-sifat teknik terdiri atas regangan, tegangan, konsolidasi dan
pemadatan. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Sifat-sfat fisik (physical properties)
a. Analisis Distribusi ukuran butir
Analisa distribusi ukuran butir bertujuan untuk dapat mengklasifikasikan
tanah berdasarkan ukuran partikelnya. Pengukuran distribusi ukuran butir
tanah di dalam laboratorium biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu
6
Universitas Sumatera Utara
7
dengan menggunakan ayakan (sieve analysis) dan menggunakan alat
hydrometer.
b. Batas-batas konsitensi tanah
Untuk beberapa jenis tanah, seperti tanah gambut dan tanah liat,
konsistensi tanah sangatlah penting. Batas atterberg merupakan batasbatas plastisitas tanah yang terdiri atas batas atas pada kondisi plastis dan
batas bawah pada kondis batas plastis. Kedua batasan ini sangat penting
untuk menentukan sifat-sifat tanah karena pada tanah liat sifat-sifat
fisiknya sangat ditentukan oleh harga plastisitasnya.
Pada dasarnya tanah memiliki tiga batasan yaitu kondisi cair, kondisi,
padat dan kondisi antara padat dan cair. Batas antara kondisi cair ke plastis
disebut dengan batas cair dan batas antara plastis ke non plastis disebut
dengan batas batas plastis.
Adapun untuk penentuan klasifikasi tanah berdasarkan nilai indeks
plastisitas adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Tingkat Palstisitas Tanah Menurut Atterberg (1971)
Indeks Plastisitas
Tingkat Plastisitas
Jenis Tanah
0
Non Platis
Pasir
0 < PI < 7
Rendah
Lanau
7 < PI < 17
Sedang
Lempung Kelanauan
PI > 17
Sangat Plastis
Lempung
c. Permeabilitas tanah (permeability)
Permeabilitas adalah sifat bahwa zat cair dapat mengalir lewat
bahan berpori. Tanah merupakan bahan yang berpori yang dapat dilewati
dengan air melalui pori-pori tanah. Dimana derajat permeabilitas tanah
ditentukan oleh :
a. Ukuran pori
b. Jenis tanah
c. Kepadatan tanah yang dinyatakan dalam k (cm/s atau m/s)
Universitas Sumatera Utara
8
Dalam menentukan permeabilitas dapat dilakukan dengan percobaan di
laboratorium dengan menggunakan alat permeameter. Salah satu cara
menghitung nilai derajat permeabilitas tanaha adalah dengan metoda
Falling head Parameter.
Penentuan nilai k dengan menggunakan rumus :
............................................................................. 2.1
Dimana :
k = koefisisen permeabilitas pada suhu ToC (cm/s)
A = luas penampang diamter tabung tempat tanah uji (cm2)
a = luas penampang pipa aliran air (cm2)
L = panjang (tinggi) tanah uji (cm)
t (t1 – t2) = rentang waktu (s)
h1 = tinggi air mula-mula (cm)
h2 = tinggi air setelah air masuk ke tanah uji (cm)
2. Sifat-sifat teknik (engineering properties)
Salah satu sifat teknik (engineering properties) tanah adalah pemadatan
(compaction). Pemadatan adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
kekuatan tanah dengan cara memberikan beban sehingga udara keluar dari rongga
antara butir-butir tanah, dan rongga-rongga tersebut akan diisi dengan butiran
tanah itu sendiri dan air.
2.1.1. Karaktetristik Tanah Liat
Tanah liat dihasilkan oleh alam yang berasal dari pelapukan kerak bumi
yang sebagian besar tersusun dari batuan feldspatik, yang terdiri sari batuan atas
batuan granit dan bauan beku. Dimana kerak buui itu sendiri tersusun atas unsurunsur seperti silikon, oksigen dan aluminium. Aktivitas panas bumi yang
membuat terjadian pelapukan batuan silika dengan asam karbonat, sehingga
terbentuklah tanah liat.
Tanah liat memiliki ciri-ciri diantaranya :
1. Tanahnya sulit menyerap air sehingga tidak sesuai untuk digunakan sebgai
lahan pertanian.
Universitas Sumatera Utara
9
2. Struktur tanahnya cenderung lengket jika dalam keadaan basah dan kekuatan
penyatuan butiran-butiran tanah yang satu dengan butiran tanah yang lain.
3. Pada kondisi kering, butiran-butiran tanahnya terpecah-pecah secara halus.
Dari berbagai macam jenis tanah, tanah liat merupakan tanah yang
banyak memiliki banyak variasi komposisi yang dapat dijadikan bahan sebagai
perekayasa. Berdasarkan pengetahuan dari ahli geoteknik, menyatakan bahwa
tanah liat merupakan bahan anorganik halus yang memiliki kemampuan untuk
plastisitas pada saat basah, dan secara umum sifat-sifat seperti adsorpsi, hidrasi,
pertukaran ion, dan pengerasan akan berubah berdasarkan kondisi lingkungannya.
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi reaktivitas tanah untuk bereaksi
dengan aditif kimia dalam menghasilkan senyawa semen adalah fraksi tanah liat
(Khairul Anwar, 2009)
2.1.2. Mineral Tanah Liat
Mineral tanah liat dihasilkan dari transformasi dengan pemilahan fisik
dan kimia tanpa dimodifikasi kimia dari mineral, dan oleh pelapukan kimia yang
menyebabkan tranformasi mineral primer dengan bentuk mineral tanah liat
sekunder (klause Heine & Jorg Volkel, 2010). Tanah liat memiliki berbagai
komposisi mineralogi yang terdiri dari berbagai jenis mineral diantaranya mineral
jenis lempung yaitu kaolinite, illite, dan montmorillonite (Khairul Anwar, 2009).
Gambar 2.1. Struktur Dasar lembar silika tetrahedral dan aluminium oktahedral dan pola
sintesis mineral tanah liat (Mitchell dan Soga dalam Khairul Anuar 2009)
Universitas Sumatera Utara
10
Dalam Wijaya Seta (2004), pada umumnya ketiga mineral tersebut
membentuk kristal Hidro Aluminium Silikat (Al2O3N Si O2 kH2O), tetapi ketiga
mineral tersebut memiliki karakter atau sifat dan struktur yang berbeda satu
dengan yang lainnya.
2.1.2.1 Kaolinite
Pada umumnya partikel kaolinite tidak ekspansif karena adanya ikatan
hidrogen yang pada kondisi tertentu akan membentuk lebih dari seratus
tumpukkan yang sukar dipisahkan, sehingga mineral ini stabil dan air tidak dapat
masuk diantara lempengan-lempengannya atau tidak terjadi pengembangan dan
penyusutan pada sel satuannya (Andrani, 2012). Kaolinit merupakan mineral
tanah liat yang paling banyak terdapat pada kelompok kaolin. Mineral kaolinit
(Al2Si2O5(OH)4. Kaolinit mineral adalah mineral yang paling terlihat dari
kelompok kaolin, pembentukan kaolinit terjadi ketika alumina banyak dan silika
sedikit, karena struktur dari silika dan alumina adalah 1:1. Pada dasarnya,
pembentukan kaolinit biasanya pada tempat yang curah hujannya relatif tinggi,
dan ada drainase yang baik untuk memastikan pencucian kation dan besi. Setiap
partikel kaolinite terdiri dari serangkaian lapisan bentuk heksagonal seperti
lembaran buku. Lapisan ini terikat untuk lapisan yang berdekatan lainnya oleh
ikatan hidrogen. Akibatnya, kation dan air tidak masuk antara lapisan struktural
kaolinit. Oleh sebab itu, berbeda dengan mineral lempung lain, kaolinite
menunjukkan kurang plastis, kurang kohesif, dan kurang mengembang (Anuar,
2009).
Gambar 2.2. Struktur dan Morpologi dari kaolinit (Mitchell and Soga, 2005;
McBride, 1994 dalam Anwar, 2009)
Universitas Sumatera Utara
11
2.1.2.2 Montmorillonite
Montmorillonite merupakan mineral yang paling umum dari kelompok
smektit.
Kondisi
ini
yang
mendukung
terjadinya
pembentukkan
jenis
Montmorillonite mineral pada PH yang tinggi, elektrolit yang tinggi, yang banyak
mengandung silika. Struktur dari Montmorillonite hampir sama dengan struktur
illite namun pemisahnya yang berbeda yaitu ion H2O, dimana struktur ini sangat
mudah lepas, sehingga dikatakan struktur ini sangat tidak stabil pada keadaan
tergenang, dimana air dengan mudah masuk diantara sela-sela lapisan yang
mengakibatkan tanah mengembang dan ketika mengering tanah menjadi
menyusut (Monintja, S. 2013). Kandungan air di dalam Montmorillonite berubahubah dan akan meningkat tinggi dengan apabila menyerap air. Secara kimia
montmorilonite merupakan natrium kalsium aluminium magnesium silikat
hidroksida terhidrat (Na,Ca) (Al,Mg)2(Si4O10)(OH)2.nH2O.
Gambar 2.3. Struktur dan Morpologi dari Montmorillonite (Mitchell and Soga,
2005; McBride, 1994 dalam Anwar, 2009)
2.1.2.3 Illite
Struktur Illite merupan struktur yang terdiri atas lapisan-lapisan unit
silica-alluminium-silica yang dipisahkan oleh kation-K (kalium) yang memiliki
sifat mengembang (Monintja, S. 2013). Illite memiliki struktur satuan kristal yang
hampir sama dengan monmorrilonite. Satu-satuan kristal Illite memiliki ketebalan
dan komposisi yang sama dengan monmorrilonite. Perbedaannya adalah : 1)
Universitas Sumatera Utara
12
terdapat kurang dua puluh persesn pergantian silicon (Si) oleh alminium 9Al)
pada lempeng tetahedral. 2) antar satuan kristal terdapat kalium (K) yang
berfungsi sebagai peyeimbang muatan dan pengikat antar satuan kristal. 3)
struktur mineralnya tidak mengembang sebagaimana monmorrilonite (Andrani,
2012). Illite termasuk kedalam kelompok Mica-like, kadangkala juga bisa
berperilaku ekspansif tetapi tidak menimbulkan persoalan yang begitu berarti.
Illite terdiri atas lembaran oktahedra yang terikat dalam dua lembaran silika
tetrahedra. Di dalam lembaran oktahedra terdapat substitusi parsial aluminium
oleh magnesium dan besi serta di dalam lembaran tetrahedra terdapat pula
substitusi silikon oleh aluminium yang menghasilkan muatan negatif. Muatan
negatif ini mengikat ion kalium kalium yang berada diantara lapisan-lapisan illite.
Ikatan-ikatan tersebut tertahan lebih lama dari pada ikatan hidrogen pada kristal
kaolinite, tetapi lebih kuat dari ikatan ionik yang membentuk kristal
monmorrilonite. Rumus kimia dari illite adalah : H2KAl3O12  Al2O34SiO2H2O +
xH2O
Gambar 2.4. Struktur dan Morpologi dari Illit (Mitchell and Soga, 2005; McBride,
1994 dalam Anwar, 2009)
2.2. Stabilisasi Tanah
Stabilisasi tanah merupakan suatu cara atau metode yang digunakan
untuk memperbaiki kualitas tanah dasar (subgrade) dengan harapan dapat
meningkatkan mutu tanah agar lebih baik dan meningkatkan daya dukung tanah
Universitas Sumatera Utara
13
terhadap beban di atasnya. Berdasarkan penelitian Yunan (2002), tindakan yang
dapat diambil dari stabilisasi tanah adalah :
1. menambah kerapatan tanah
2. menambah material yang tidak aktif sehingga mempertinggi kohesi
dan/atau tahanan geser yang timbul
3. menambah material untuk menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi
dan fisis dari material tanah
4. merendahkan muka air (drainase tanah)
5. mengganti tanah-tanah yang buruk.
Tujuan dari stabilisasi tanah adalah untuk memperoleh tanah dasar yang
stabil pada semua kondisi musim dan dalam jangka waktu yang lama. Tanah dasar
(subgrade) diharapkan dapat menahan beban di atasnya (pergerakan dari truk-truk
pengangkut hasil-hasil perkebunan), untuk itu diharapkan tanah dasar itu sendiri
haruslah merupakan suatu padatan yang kuat dan volumenya tidak mengembang
ketika basah (terkena hujan).
Keuntungan dari stabilisasi tanah (Vitton, 2006) :
-
stabilisasi tanah berfungsi sebagai working platform dalam suatu proyek
-
stabilisasi sebagai penahan air pada tanah
-
stabilisasi meningkatkan kekuatan tanah
-
stabilisasi meningkatkan kerja tanah
-
stabilisasi mengurangi debu pada lingkungan
-
stabilisasi memperbaiki kondisi material tanah
-
stabilisasi meningkatkan daya tahan (durability)
-
stabilisasi mengeringkan tanah yang basah
-
stabilisasi memeliharan agregrasi tanah
-
stabilisasi mengurangi biaya
-
stabilisasi memelihara energi
Stabilisasi tanah banyak digunakan diberbagai kontruksi industri
diantaranya, jalan, tempat perpakiran, airport runway, landasan, dan banyak lagi
pemanfaatan dari stabilisasi tanah. Stabilisasi tanah dapat dibagi menjadi 3 jenis
yaitu stabilisasi mekanis, stabilisasi fisik, dan stabilisasi kimiawi (Monintja,
Universitas Sumatera Utara
14
2013). Stabilisasi tanah dapat dilakukan dengan salah satu atau kombinasi
pekerjaan-pekerjaan dengan cara mekanis, yaitu pemadatan dengan cara mekanis,
yakni pemadatan dengan menggunakan berbagai jenis peralatan seperti mesin
gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan tekanan statis, pembekuan dan
pemanasan dan dengan bahan pencampur (additiver) seperti penambahan kerikil
untuk tanah kohesif (lempung), untuk tanah berbutir kasar, dan pencampur
kimiawi seperti semen, gamping, abu batubara, semen aspal, abuk sekam padi,
dan lain-lain (Ninik, 2007). Ada dua metode dalam stabilisasi tanah yang sering
digunakan yaitu:
1. Stabilisasi Mekanik
Stabilisasi mekanik merupakan suatu metode penstabilan tanah yang
memberikan pembebanan pada tanah sehingga tanah akan menjadi lebih padat
dan stabil. Stabilisasi tanah secara mekanis bertujuan untuk mendpatkan tanah
yang berdegradasi baik (well graded) sedemikian rupa sehingga dapat
memenuhi spesifikasi yang diinginkan (Pretty, dkk, 2013).
2. Stabilisasi Kimiawi
Stabilisasi kimiawi merupakan penambahan bahan stabilisasi yang
dapat mengubah karakter tanah yang tidak menguntungkan. Metode ini
biasanya digunakan untuk tanah yang memiliki butiran halus. Bahan
pencampur yang digunakan merupakan bahan-bahan dapat membuat tanah
menjadi tanah lebih stabil (stabilizing agent). Bahan-bahan pencampur yang
digunakan adalah semen, kapur, fly ash, button ash, dan sekarng ini sudah ada
bahan dari Polimer yaitu polipropilena (PP) dan serat (fiber) polipropilena.
2.2.1 Semen
Semen adalah material yang mempunyai sifat-sifat adhesif dan kohesif
sebagai perekat yang mengikat fragmen-fragmen menjadi suatu kesatuan yang
kompak (Andriani, dkk, 2012). Semen merupakan bahan reaktif yang jika
dicampur dengan air akan mengeras dalam beberapa waktu. Pengerasan semen
yang sempurna sampai selama 28 hari, dimana persyaratan fisik semen adalah
kekerasan butiran pada waktu pengikatan, kekuatan bentuk, kuat tekan, panas
hidrasi dan kandungan udara (Ukiman, 2013). Semen merupakan bahan stabilisasi
yang baik karena kemampuan mengeras dan mengikat partikel sangat bermanfaat
Universitas Sumatera Utara
15
bagi usaha mendapatkan suatu masa tanah yang kokoh dan tahan terhadap
deformasi (Takaendengan, 2013). Bahan dasar semen yang terutama mengandung
kapur, silika, alumina, dan oksida besi. Bahan-bahan tersebut merupakan unsur
pokok dari semen, yaitu trikalsium silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2, dikalsium silikat
(C2S) atau 3CaO.Al2O3, trikalsium aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3, dan
tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3Fe2O3 (Ninik Ariyani, 2007).
2.2.2
Polivinil klorida (PVC)
Polivinil klorida (PVC) adalah polimer termoplastik urutan ketiga dalam
hal jumlah pemakaian di dunia setelah polietilena dan polipropilena. Sebagai
bahan bangunan, PVC relatif murah, tahan lama dan mudah dirangkai.
Gambar. 2.5. Serbuk PVC (www.bestrade.eu)
Polivinil klorida (polyvinil chlorida) adalah hasil dari polimerisasi
monomer vinil klorida dengan batuan katalis. Dimana pemilihan katalis
tergantung dengan jenis dari proses polimerisasi yang digunakan. Jenis plastik
yang terbentuk dari bahan polivinil klorida (PVC) merupakan bahan yang sulit
terdegradasi, hal ini disebabkan hampir semua komponen dalam plastik tersebut
(termasuk pemlastisnya) terdiri dari zat-zat anorganik, sehingga mikroorganisme
tanah tidak bisa mencernanya (Desnelli, Miksusanti, 2010). Reaksi polimerisasi
suspensi atau emulsi monomer vinil klorida terjadi pada suhu 20oC dan suhu
50oC. Setiap molekul PVC kira-kira mengandung 100 sampai 150 monomer
berulang vinil klorida (Bahroni, 2008). Untuk mendapatkan produk-produk dari
PVC diperoleh melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
16
a. Inisiasi : radikal bebas menyerang monomer vinil klorida membentuk
monomer.
I
2R
R + H2C === CH2Cl
R – CH2 - CHCl
b. Propagasi : Tahap perpanjangan monomer radikal
R --- CH2 – CHCl + CH2 = CHCl
R-CH2 – CHCl – CH2CHCl
c. Terminasi : tahap pergantian
CH2 = CHCl + R --- CH2 – CHCL
(- CH2-CHCl-CH2-CHCl-)n
PVC memiliki sifat keras dan kaku, kekuatan benturannya baik, mudah
terdegradasi akibat panas dan cahaya, mudah disintesis, bentuknya serbuk
putih sehingga lebih mudah untuk diolah, mudah larut pada suhu kamar dan
serta tidak mudah untuk terbakar (Bahroni, 2010).
2.2.3
Serat (fiber) Polipropilena
Polipropilane berasal dari monomer C3H6 yang termasuk dalam
hidrokarbon murni seperti lem parafin. Bahan ini merupakan molekul yang berat
dan proses produksi sampai menjadi serat (fiber). Adapun sifat-sifat dari serat
Polipropilane sebagai berikut (Ferry, 2011):
a. Susunan atom biasa dalam molekul polymer dan kristalisasi tinggi,
bernama Isotactic Polypropylene
b. Titik leleh yang tinggi 1650C dan mampu digunakan pada temperatur
1000C dalam waktu yang lebih singkat
c. Kekakuan kimia menyebabkan bahan kuat terhadap hampir semua bahan
kimia. Bahan kimia tidak akan menyerang beton dan juga tidak akan
berpengaruh pada serat. Terhadap bahan kimia yang lebih ganas maka
betonlah yang akan mengalami kerusakan terlebih dahulu.
d. Permukaan yang Hidrophobic, tidak akan basah terkena pasta semen,
membantu mencegah pukulan pada serat dan mengembang pada saat
pencampuran, atau terletak pada tempat yang berbeda tidak perlu air.
Universitas Sumatera Utara
17
e. Proses perenggangan pada rantai polymer dalam serat, pada kuat tekan
benang 159/denier, selama dengan kuat tekan Fu = 400 MN/m2.
f. Pedoman menunjukkan kelemahan pada daerah lateral, dimana terdapat
serabut. Matriks semen dapat menembus struktur rapat antara serabut
sendiri dan membuat ikatan mekanik antara serat dan matriks.
Gambar 2.6. Serat (fiber) Polipropilena
2.2.6 Limbah serbuk besi
Limbah serbuk besi merupakan limbah yang sangat berbahaya jika
dibuang sembarang. Jika dibuang ke sungai akan mencemari sungai, yang jika
digunakan oleh masyarakat akan menyebabkan gangguan kesehatan bagi
masyarakat itu sendiri. Di Indonesia, banyak perusahaan-perusahaan yang
menghasilkan limbah dari hasil manufaktur besi dan baja, dimana dalam
prosesnya menghasilkan limbah serbuk besi.
2.3. Pengujian dan Karakterisasi
Untuk mengetahui bahwa bahan-bahan yang dibuat untuk penstabil tanah
(soil
stabilizer)
merupakan
bahan-bahan
yang
benar-benar
diharapkan
mengandung mineral dan struktur kristal yang sesuai untuk penstabil tanah (soil
stabilizer) maka perlu dilakukan pengujian bahan, dalam hal ini akan dilakukan
pengujian karakterisasi dengan menggunakan X-Rays Difractometer (XRD).
Selanjutnya untuk mengetahui bagaimana morfologi dari bahan-bahan pada
penelitian, maka akan dilakukan pengujian karakterisasi dengan menggunakan uji
Scanning Electrom Microscope (SEM). Bahan penstabil tanah (soil stabilizer)
Universitas Sumatera Utara
18
yang sudah dibuat akan diujikan ke sampel tanah liat (clay). Untuk mengetahui
bahwa penstabil (soil stabilizer) sudah sesuai dengan standarisasi pengujian
pengerasan tanah, maka dilakukan uji CBR (California Bearing Ratio).
2.3.1 Karakterisasi dengan menggunakan Difraksi Sinar-X
Difraksi Sinar-X merupakan suatu pengujian karakterisasi yang
dilakukan untuk menganalisis struktur kristalin dari suatu bahan penstabil tanah
(soil stabilizer). Metode difraksi sinar-X mempunyai peran yang sangat penting
untuk menganalisi padatan kristalin yaitu untuk meneliti ciri utama struktur
(parameter kisi dan tipe struktur), serta untuk mengetahui analisis lain seperti
susunan berbagai jenis atom dalam kristal, terjadinya kecacatan pada bahan,
ukuran butiran dan sub butiran, dan yang lainnya. Difraksi sinar-X terjadi pada
hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam suatu kisi yang periodik.
Terjadinya hamburan monokromatis sinar-X dalam fase tersebut memberikan
interferensi yang konstruktif. Sinar X merupakan suatu radiasi elektromagnetik
yang memiliki energi pada rentang antara 200 eV sampai 1 MeV.
Ada dua proses yang terjadi ketika sinar-X ditembakkan mengenai
sebuah atom yaitu: (1) energi berkas sinar-X terserap oleh atom, (2) sinar x akan
dihamburkan oleh atom. Difraksi sinar-X yang mengenai sebuah material terjadi
akibat dua fenomena: (1) hamburan oleh tiap-tiap atom, dan (2) interferensi
gelombang-gelombang yang dihamburkan oleh atom-atom tersebut. Interferensi
ini terjadi karena gelombang-gelombang yang dihamburkan oleh atom-atom
memiliki koherensi dengan gelombang datang.
Gambar 2.7. Difraski sinar-X berdasarkan Persamaan Bragg
Universitas Sumatera Utara
19
Ketentuan penggunaan difraksi sinar-X adalah berdasarkan persamaan
Bragg:
2dhkl sinB = n ..................................................................................... 2.2
dengan dhkl adalah jarak antar bidang (interplanner spacing) (hkl) untuk sebuah
kristal, B adalah sudut Bragg dan  adalah panjang gelombang radiasi.
Menurut persamaan Bragg, seberkas sinar-X yang mengenai sampel kristal, maka
pada kristal tersebut akan membiaskan sinar-Z yang mempunyai panjang
gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar bias dari
sinar-X akan di terima oleh detektor dan diterjemahkan menjadi sebuah puncak
difraksi. Semakin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, semakin
tinggi intensitas pembiasan yang dihasilkan. Setiap puncak yang mucul pada pola
XRD merupakan perwakilan dari bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu
dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran,
selanjutnya disesuaikan dengan standar difraksi sinar-X yaitu Joint Commite
Powder Diffraction Standard (JCPDS) (Bukit, 2011).
Secara umum hasil dari analisa dengan menggunakan sinar-X adalah
memberikan gambaran dari kristal-kristal yang ditunjukkan melalui difraksi
intensitas. Dimana, difraksi intensitas dapat ditentukan dengan sebuah gambaran
kristal pada simetri kubik dan sel parameter dengan panjang gelombang sampai
5Ao.
2.3.2 Karakterisasi Morpologi dengan menggunakan Scanning Electron
Microscope (SEM)
Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan sebuah perangkat
mikroskop elektron yang dirancang untuk mengamati permukaan suatu objek atau
material tertentu dalam skala mikro. SEM memiliki perbesaran 10 – 3.000.000
kali, depth of field 4 – 0,4 mm dan resolusi sebesar 1 – 10 nm.
Sewaktu berkas elektron menumbuk permukaan sampel sejumlah
elektron direfleksikan sebagai backscattered electron (BSE) dan yang lain
membebaskan
energi
rendah
secondary
electron
(SE).
Emisi
radiasi
elektromagnetik dari sampel timbul pada panjang gelombang yang bervariasi tapi
Universitas Sumatera Utara
20
pada dasarnya panjang gelombang yang lebih menarik untuk digunakan adalah
daerah panjang gelombang cahaya tampak (cathodoluminescence) dan sinar-X.
Gambar 2.8. Ilustrasi berkas elektron yang terjadi pada SEM
Elektron-elektron BSE dan SE yang direfleksikan dan dipancarkan
sampel dikumpulkan oleh sebuah scintillator yang memancarkan sebuah pulsa
cahaya pada elektron yang datang. Cahaya yang dipancarkan kemudian diubah
menjadi sinyal listrik dan diperbesar oleh photomultiplier. Setelah melalui proses
pembesaran sinyal tersebut dikirim ke bagian grid tabung sinar katoda.
Scintillator biasanya memiliki potensial positif sebesar 5 – 10 kV untuk
mempercepat energi rendah yang dipancarkan elektron agar cukup untuk
mengemisikan cahaya tampak ketika menumbuk (Anggraini, 2008).
Pada waktu berkas elektron menumbuk permukaan sampel Elektron
kehilangan energi pada saat terjadinya tumbukkan dengan atom material, akibat
terjadi scattaring dan absorbsi pada daerah interaksi dengan kedalaman 100 nm
sampai 2 m. Hal inilah yang membuat material akan meradiasikan emisi meliputi
sinar-X, Backscattered Electron (BSE) dan Secondary Electron (SE). Pada SEM,
sinyal yang ditangkap merupakan hasil deteksi dari son econdary electron yang
merupakan pantulan elektron dari sampel. SEM digunakan untuk mengetahui
struktur mikro suatu material meliputi tekstur, morfologi, komposisi dan
informasi kristalografi permukaan partikel. Morfologi yang teramati pada SEM
adalah bentuk, ukuran, dan struktur atau susunan partikel.
Universitas Sumatera Utara
21
EDX (Energy Dispersive X-ray), merupakan karakterisasi material
menggunakan sinar-X yang diemisikan ketika material mengalami tumbukkan
dengan elektron. Sinar-X diemisikan dari transisi elektron dari lapisan kulit atom.
Sehingga energinya tergantung tingkatan energi kulit atom. Setiap elemen pada
tabel periodik atom memiliki susunan elektronik yang unik, sehingga akan
memancarkan sinar-X yang unik pula. Dengan mendeteksi tingkat energi yang
dipancarkan dari sinar-X dan intensitasnya, maka akan diketahui atom-atom
penyusun material dan persentase massanya (Bukit, 2011).
2.3.3. Pengujian Pemadatan Tanah (Compaction)
Pemadatan pada tanah (compaction) adalah proses memperkecil ruangan
pori dengan menggunakan beban dinamis yang dipengaruhi oleh mekanisme
pergerakan dari partikel padatnya. Pada setiap standar pemadatan yang digunakan
akan diperoleh nilai kadar air optimum (optimum moisture content) yang
menghasilkan kepadatan maksimum (berat volume kering maksimum). Pada
kadar air lainnya, baik di daerah kering maupun di daerah basah terhadap kadar
air optimumnya, akan diperoleh kepadatan yang lebih kecil dari kepadatan
maksimunya. Makin jauh dari kadar air optimumnya, maka kepadatan yang akan
di dapatkan akan semakin kecil pula. Tujuan dari pemadatan tanah adalah : (1)
mempertinggi kuat geser tanah, (2) mengurangi sifat mudah mampat
(kompresibilitas), (3) mengurangi permeabilitas, dan (4) mengurangi perubahan
volume sebagai akibat perubahan kadar air (Yuliet, 2011).
2.3.4 California Bearing Ratio (CBR)
Untuk menguji kapasitas daya dukung tanah yang dipadatkan pada
umumnya digunakan digunakan uji CBR (California Bearing Ratio). Uji CBR
adalah suatu perbandingan antara beban percobaan (test load) dengan beban
standar (standart load) yang dinyatakan dalam persen, dengan rumus sebagai
berikut:
................................... 2.3
Universitas Sumatera Utara
22
Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar yang dibandingkan
dengan beban standar. Nilai CBR adalah salah satu parameter yang yang
digunakan untuk mengetahui daya dukung tanah dasar dalam perencanaan
pelapisan tanah dasar (subgrade). Jika tanah dasar memiliki nilai CBR yang tinggi
maka akan mengurangi ketebalan pelapisan yang berada di atas tanah dasar (Palar,
H; dkk, 2013).
Pengujian CBR (California Bearing Ratio) terbagi dua yaitu pengujian
CBR labooratorium dan pengujian CBR lapangan. Pengujian CBR laboratorium
merupakan penentuan nilai dari contoh material tanah, agregrat atau campuran
tanah dan agregrat tanah yang dipadatkan dilaboratorium pada kadar air sesuai
yang ditentukan. Pengujian CBR dimaksudkan untuk mengevaluasi potensi
kekuatan material lapis tanah dasar, fondasi bawah, termasuk material yang didaur
ulang untuk perkerasan jalan dan landasan pesawat terbang. Pengujian CBR
laboratorium dilakukan terhadap beberapa benda uji (sampel), yang umumnya
tergantung pada kadar air pemadatan dan densitas kering yang ingin dicapai. (SNI
1744 : 2012).
Universitas Sumatera Utara
Download