Upaya Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis IPS Melalui Model

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Keterampilan Berpikir Kritis
Pengertian Keterampilan Berpikir Kritis
Teori Hemisphere adalah sebuah teori yang berkaitan dengan teori belahan
otak (Hemisphere Theory). Teori Hemisphere ditemukan olehRoger W.Sperrypada
tahun 1981. Teori Hemisphere mengatakan bahwa sesungguhnya otak manusia itu
menurut fungsinya terbagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kiri (left
hemisphere) dan belahan otak kanan (right hemisphere). Otak belahan kiri
mengarah kepada cara berpikir konvergen (convergen thinking) seperti berpikir
kritis, sedangkan otak belahan kanan mengarah kepada cara berpikir menyebar
(difergent thinking) seperti berpikir kreatif.
Menurut Mustaji (2012) kemampuan befikir manusia dibagi menjadi 2
yaitu kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif. Dalam berpikir
kritis meliputi analisis, mengumpulkan data, memperhitungkan peluang,dapat
memutuskan sesuatu, berpikir memusat, selalu obyektif terhadap segala hal,
pandai menggunakan kata-kata, befikir sejajar, menggunakan rasio atau masuk
akal, dan sistematik. Sedangkan didalam berpikir kreatif meliputi mencipta atau
membuat
hal
yang
baru,
meluaskan
data,
memikirkan
kemungkinan,
menggunakan keputusan, berpikir menyebar, subyektif, pandai menggambarkan
sesuatu, mencari hubungan, berpikir tentang segala hal yang baru, dan tidak
sistematik atau tidak terarah.
Menurut John Dewey dalam Alec Fisher (2009:2) mengungkapkan
bahwa berpikir kritis secara esensial adalah sebuah proses aktif, proses
memikirkan berbagai hal secara lebih mendalam untuk diri sendiri, mengajukan
berbagai pertanyaan untuk diri sendiri dan menemukan informasi yang relevan
dengan diri sendiri. Dalam proses memikirkan berbagai hal, Dewey menekankan
pada alasan-alasan yang mendukung keyakinan atau hipotesis sebelum menarik
kesimpulan dari suatu masalah.
7
8
Menurut Edward Glaser dalam Alec Fisher (2009:3) memberikan
definisi berpikir kritis sebagai :
1)Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan halhal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang
2)Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau
pengetahuan asumtif bedasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulankesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.
Penekanan dalam pengertian ini adalah mencari bukti dari segala sesuatu
yang diyakini dalam hal ini adalah gagasan. Jadi dalam memecahkan masalah,
pemikir kritis harus mencari bukti sebelum memutuskan sesuatu.
Sejalan dengan pendapat Glaser berpikir kritis menurut Robert Ennis
dalam Alec Fisher (2009:4) memberikan definisi berpikir kritis adalah pemikiran
yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti
dipercaya atau dilakukan. Dalam pengertian ini penekanan yang diberikan adalah
pengambilan keputusan yang dilakukan harus masuk akal dan berpikir reflektif
melihat dari semua aspek. Pemikir kritis tidak tergesa-gesa dalam mengambil
keputusan, pemecahan masalah harus dipikir matang-matang berdasarkan bukti
yang sudah ditemukan.
Senada dengan Robert Ennis,Richard Paul dalam Alec Fisher (2009:4)
juga memberikan pengertian berpikir kritis adalah metode berpikir mengenai hal,
substansi atau masalah apa saja untukmeningkatkan kualitas pemikiran dengan
menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran dan
menerapkan standar-standar intelektual. Dalam pengertian ini penekanannya
adalah berpikir krtis merupakan keterampilan berpikir yang menuntut agar
menangani masalah secara terstruktur atau berurutan. Pemikir kritis dalam
memecahkan masalah melalui beberapa tahap yang sudah diurutkan atau dengan
kata lain bekerja secara sistematik.
Berdasarkan pendapat para ahli mengenai pengertian berpikir krtitis diatas
dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis adalah sikap atau proses untuk
memikirkan berbagai masalah, mengajukan pertanyaan, menemukan informasi
yang disertai bukti dan kesimpulan yang masuk akal dan reflektif untuk
memutuskan apa yang dipercayai.
9
Indikator Keterampilan berpikir kritis
Pembelajaran yang dilakukan guru dalam kelas segarusnya menuntut
siswa untuk berpikir taraftinggi salah satunya berpikir kritis.Dalam berpikir kritis
siswa menuntut siswa memiliki keterampilan dalam berpikir kritis. Jadi dalam
pembelajaran di dalam kelas potensi siswa dalam berpikir kritis harus di
kembangkan oleh guru. Pengembangan kemampuan berpikir kritis mencakup 4
hal, yakni (1) kemampuan menganalisis, (2) membelajarkan siswa bagaimana
memahami pernyataan, (3) mengikuti dan menciptakan argumen logis, (4)
mengiliminir jalur yang salah dan fokus pada jalur yang benar (Harris, 1998).
Menurut Ennis dalam Hassaoubah (2008:91) menjelaskan ciri-ciri dari
keterampilan berpikir kritis antara lain:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
Merumuskan masalah.
Memberikan pendapat
Melakukan pengumpulan data
Menganalisis
Mengambil keputusan
Menarik kesimpulan
Mengevaluasi
Menurut Bhisma Murti (2006) berpendapat bahwa seorang pemikir kritis
memiliki ciri-ciri antara lain:
a) Mengumpulkan dan menilai informasi-informasi yang relevan
b) Menarik kesimpulan dan solusi dengan alasan yang kuat, bukti yang
kuat, dan mengujinya dengan menggunakan kriteria dan standar yang
relevan.
c) Mengkomunikasikan dengan efektif kepada orang lain dalam upaya
menemukan solusi atau masalah-masalah kompleks, tanpa terpengaruh
oleh pemikiran orang lain tentang topik yang bersangkutan.
d) Mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan masalah penting,
merumuskan dengan jelas dan teliti.
e) Memunculkan ide-ide baru yang berguna dan relevan untuk melakukan
tugas.
Sedangkan menurut Glaser dalam Fisher (2008:7) ciri-ciri keterampilan
berpikir kritis adalah sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
Mengenal masalah
Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah
Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan
Menganalisis data
10
e) Menarik kesimpulan-kesimpulan dan
diperlukan
f) Mengevaluasi pernyataan-pernyataan
kesamaan-kesamaan
yang
Berdasarkan ciri-ciri berpikir kritis dapat disimpulkan keterampilan
berpikir kritis yang meliputi:
a. Merumuskan masalah
b. Memberikan pendapat
c. Memunculkan ide-ide baru
d. Memunculkan pertanyaan
e. Mengumpulkan dan menilai informasi-informasi yang relevan
f. Menganalisis
g. Menemukan cara menangani masalah
h. Menemukan solusi
i. Mengambil keputusan
j. Menarik kesimpulan
k. Mengevaluasi pernyataan
l. Mengkomunikasikan hasil
Dari penjelasan di atas terkait ciri-ciri keterampilan berpikir kritis dari
para ahli, maka dapat dikelompokan menjadi indikator dari keterampilan berpikir
kritis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Mengidentifikasi masalah
2. Merumuskan masalah
3. Mengumpulkan data
4. Menganalisis
5. Menemukan cara menangani masalah
6. Mengambil keputusan
7. Mengevaluasi
8. Mempresentasikan
11
2.1.2 Model Pembelajaran Think, Pair and Share (TPS)
Pengertian model pembelajaran TPS
TPS (Think Pairs Share) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif
yang dikembangkan oleh Frank Lyman, dkk dari Universitas Maryland pada tahun
1981. Menurut Frank Lyman dkk sesuai yang dikutip dari Arends (1997) dalam
Trianto (2011:61) menyatakan bahwa think-pair-share merupakan suatu cara yang
efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa
semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas
secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat
memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling
membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa
membaca tugas atau situasi yang menjadi tanda tanya.
Think Pair Share juga dikemukakan oleh Anita Lie (2002:57) menyatakan
bahwa, Think-Pairs-Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan
untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Dalam TPS siswa
dituntut untuk berpikir secara individu ketika mendapatkan pertanyaan dari guru,
tetapi setelah itu mereka harus berdiskusi secara berasangan untuk menjawab
pertanyaan dari guru.
Pendapat lain mengatakan bahwa Think Pairs Share merupakan metode
pembelajaran yang dilakukan dengan cara sharing pendapat antar siswa. Metode
ini dapat digunakan sebagai umpan balik materi yang diajarkan guru. Pada awal
pembelajaran, guru menyampaikan materi pelajaran seperti biasa. Guru kemudian
menyuruh dua orang peserta didik untuk duduk berpasangan dan saling berdiskusi
membahas materi yang disampaikan oleh guru. Pasangan peserta didik saling
mengkoreksi kesalahan masing – masing dan menjelaskan hasil diskusinya di
kelas. Guru menambah materi yang belum dikuasai peserta didik berdasarkan
penyajian hasil diskusi (Endang Mulyatiningsih, 2011:233).
Dari beberapa pendapat yang sudah disebutkan diatas maka dapat
disimpulkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah model pembelajaran
yang dilakukan dengan siswa berpikir sendiri, kemudian berpikir dengan teman
sebelah (metode diskusi berpasangan) dan diskusi bersama dalam kelas yang
diadakan oleh guru.
12
Dengan penggunaan model pembelajaran TPS siswa dilatih bagaimana
cara menyampaikan pendapat yang dimiliki siswa dan siswa juga dilatih untuk
belajar menghargai pendapat orang lain terutama pendapat temannya dengan tetap
mengacu pada materi/tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan.
Langkah-Langkah Pelaksanaan Pembelajaran TPS
TPS memiliki langkah-langkah yang ditetapkan untuk memberi siswa
waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama
lain. Langkah-langkah pelaksanaan TPS yang dikemukakan oleh Wardani
(2010:32) dengan tahapan pelaksanaan sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
2. Siswa diminta untuk berpikir tentang materi/permasalahan yang
disampaikan guru
3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2
orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing – masing
4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan
hasil diskusinya
5. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok
permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para
siswa
6. Guru memberi kesimpulan
7. Penutup
Pembelajaran kooperatif tipe TPS memiliki tahapan – tahapan pelaksanaan
sebagai berikut (Trianto, 2011:61)
Langkah 1 : Berpikir (Thinking): Guru mengajukan suatu pertanyaan atau
masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan
waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa
membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian
berpikir.
Langkah 2 : Berpasangan (Pairing): selanjutnya guru meminta siswa untuk
berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama
waktu yang telah disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan
yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang
diindentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit
untuk berpasangan.
Langkah 3 : Berbagi (Sharing): Pada langkah akhir ini guru meminta
pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka
bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan
dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk
melapor.
13
Langkah langkah yang disampaikan Trianto adalah 3 langkah inti dari
TPS, yaitu Berpikir (Thinking), Berpasangan (Pairing), Berbagi (Sharing). Dan
langkah-langkah ini dilakukan di kegiatan inti dalam pembelajaran.
Sejalaan dengan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Trianto, langkah
– langkah TPS menurut Endang Mulyatiningsih (2011:234) adalah sebagai
berikut:
1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang akan dicapai.
Pada tahap ini siswa menyimak apa yang disampaikan guru, supaya ketika
pembelajaran berlangsung siswa dapat tahu materi apa yang akan di
pelajari dan kompetensi apa yang nantinya harus dicapai oleh siswa.
2. Peserta didik diminta untuk berpikir tentang materi yang disampaikan
guru.
Pada tahap ini siswa diberikan pertanyaan atau peermasalahan mengenai
materi dan masing-masing siswa diminta untuk memikirkan jawaban dari
pertanyaan atau permasalahan tersebut.
3. Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (satu
kelompok 2 orang) dan mengutarakan persepsi masing-masing tentang apa
yang telah disampaikan oleh guru
Setelah pada tahap sebelumnya siswa secara individu diminta untuk
mencari penyelesaian dari pertanyaan atau permasalahan yang diberikan
guru, selanjutnya siswa berkelompok. Tetapi setiap kelompok hanya terdiri
dari 2 orang. Maka disebut berpasangan. Dalam berpasangan kedua siswa
berdiskusi dan bertukar pikiran untuk menyelesaikan pertannyaan atau
permasalahan yang tadi telah diberikan oleh guru.
4. Guru memimpin pleno atau diskusi kecil, tiap kelompok mengemukakan
hasil diskusinya.
Setelah semua pasangan selesai berdiskusi, kemudian guru meminta setiap
pasangan untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas.
Pasangan yag lain memberikan tanggapan terhadap pasangan yang sedang
melakukan presentasi
14
5. Guru melengkapi materi yang masih belum dipahami siswa dan
menegaskan kembali pokok permasalahan yang harus dipahami.
Pada tahap ini guru membimbing siswa melakukan kesimpulan tentang
materi yang telah di pelajari dan guru meluruskan jika ada pemahaman
siswa yang salah terhadap materi yang telah dipelajari.
Berdasarkan uraian diatas, maka untuk menerapkan TPS dengan
menggunakan langkah-langkah yang telah dimodifikasi sebagai berikut:
1. Siswa menyimak materi pembelajaran
2. Siswa secara individu berpikir (Think) untuk menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru
3. Siswa berpasangan (Pairs) untuk menjawab pertanyaan
4. Siswa berbagi (Sharing) jawaban
5. Siswa (pasangan) lain memberikan tanggapan
6. Siswa melakukan penegasan terhadap materi yang telah dipelajari dengan
bimbingan dari guru
Kelebihan dan Kelemahan model pembelajaran TPS
Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran TPS menurut Hartina ( 2008: 12)
adalah sebagai berikut:.
Kelebihan
1. Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaanpertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung
memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta
memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan .
2. Para guru dapat berkonsentrasi mendengarkan jawaban siswa, mengamati
reaksi siswa, dan mengajukan pertanyaaan tingkat tinggi.
3. Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan
pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam
memecahkan masalah.
4. Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya
dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.
5. Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya
dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.
6. Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses
pembelajaran.
7. Meningkatkan pasrtisipasi siswa.
8. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
15
kelemahan model pembelajaran TPS
1. Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya
rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang
terbentuk
2. Kelompok yang melapor dan perlu dimonitor,
3. lebih sedikit ide yang muncul
4. Tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok
http://www.sriudin.com/2011/07/model-pembelajaran-think-pair-and-share.html
Pembelajaran keterampilan berpikir kritis dengan menggunakan model TPS
berpikir kritis adalah sikap atau proses untuk memikirkan berbagai
masalah, mengajukan pertanyaan, menemukan informasi yang disertai bukti dan
kesimpulan yang masuk akal dan reflektif untuk memutuskan apa yang
dipercayai.
TPS (Think Pairs Share) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif
yang dikembangkan oleh Frank Lyman, dkk dari Universitas Maryland pada tahun
1981. Menurut Frank Lyman dkk sesuai yang dikutip dari Arends (1997) dalam
Trianto (2011:61) menyatakan bahwa think-pair-share merupakan suatu cara yang
efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa
semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas
secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat
memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling
membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa
membaca tugas atau situasi yang menjadi tanda tanya.
Dalam pembelajaran ini, guru akan menekankan lebih lanjut tentang
penilaian keterampilan berpikir kritis yang akan dilakukan dalam proses penilaian.
Hal ini dilakukan untuk mengupayakn kerja tim yang optimal sehingga benarbenar terjadi kerja ilmiah yang sesungguhnya dan mendapatkan hasil maksimal.
Pembelajaran kooperatif pertama kali dilaksanakan di dalam kelas,
sebaiknya guru terlebih dahulu memperkenalkan kepada siswa. Salah satu model
pembelajaran kooperatif yaitu model TPS yang dilakukan dengan menggunakan
indikator keterampilan berpikir kritis. Indikator dari keterampilan berpikir kritis
16
dimasukkan dalam model pembelajaran TPS .Langkah-langkah pembelajaran ini
adalah sebagai berikut:
1. Siswa secara mandiri mengidentifikasi masalah
2. Siswa berpasangan merumuskan masalah
3. Siswa berpasangan mengumpulkan data
4. Siswa berpasangan menganalisis data
5. Siswa berpasangan menemukan pemecahan masalah
6. Siswa berpasangan mengambil keputusan
7. Siswa berpasangan mengevaluasi
8. Siswa mempresentasikan hasil di depan kelas
2.1.3 Pembelajaran IPS
Latar Belakang Pembelajaran IPS
IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang
berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat
materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS,
peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang
demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (KTSP
Standar Isi 2006).
Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat
karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat.
Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan
pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan analisis terhadap kondisi sosial
masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu
dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam
kehidupan di masyarakat. Dengan model tersebut diharapkan peserta didik akan
memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang
berkaitan (KTSP Standar Isi 2006).
17
Ruang Lingkup IPS di SD
Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi
sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan
sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di
lingkungan sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD
meliputi aspek-aspek sebagai berikut (KTSP Standar Isi 2006).
1.
Manusia, Tempat, dan Lingkungan
2.
Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
3.
Sistem Sosial dan Budaya
4.
Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.
Tujuan Pelajaran IPS di SD
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki keterampilan
sebagai berikut (KTSP Standar Isi 2006).
1.
Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya
2.
Memiliki keterampilan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan
sosial
3.
Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan
4.
Memiliki keterampilan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Pembelajaran IPS di SD
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD harus memperhatikan
kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun. Anak dalam kelompok usia 7-11
tahun menurut Piaget 1963 (dalam Baharuddin:123) berada dalam perkembangan
keterampilan intelektual/kognitifnya pada tingkatan kongkrit operasional.
SD
memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh,dan menganggap tahun yang
akan sebagai waktu yang masih jauh. Yang
pedulikan adalah sekarang
18
(kongkrit),dan bukan masa depan yang belum pahami (abstrak). Konsep- konsep
seperti waktu, perubahan,
kesinambungan (continuity), arah mata angin,
lingkungan ,ritual ,akulturasi ,kekuasaan, demokrasi ,nilai ,peranan ,permintaan
,atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS
harus dibelajarkan kepada SD.
Berbagai cara dan teknik pembelajaran dikaji untuk memungkinkan konsepkonsep abstrak itu dipahami anak. Bruner 1978 memberikan pemecahan
berbentuk jembatan bailey untuk mengkongkritkan yang abstrak itu dengan
enactive,iconic,dan symbolic melalui percontohan dengan gerak tubuh, gambar,
bagan, peta, grafik, lambang, keterangan lanjut, atau elaborasi dalam kata-kata
yang dapat dipahami. Itulah sebabnya IPS SD bergerak dari yang kongkrit ke
yang abstrak dengan mengikuti pola model lingkungan yang semakin meluas
(expanding environment approach) dan model spiral dengan memulai dari yang
mudah kepada yang sukar, yang sempit menjadi lebih luas, dari yang dekat ke
yang jauh. Pembeajaran IPS harusnya bisa membuat pola piker siswa berubah,
dan bisa berguna bagi siswa .
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS
Pencapaian tujuan pembelajaran IPS dapat dimiliki oleh keterampilan
peserta didik yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan
dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan
standar minium yang secara nasional harus dicapai oleh dan menjadi acuan dalam
pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD
didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun keterampilan,
bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci
SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang ditujukan untuk kelas 4 SD disajikan
melalui tabel 2.1 berikut ini. (KTSP, 2006).
19
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran IPS Semester 2
Standar
Kompetensi
Kompetensi
Dasar
2.Mengenal sumber
daya alam,
kegiatan ekonomi
dan kemajuan
teknologi di
lingkungan
kabupaten / kota
danprovinsi
2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan
sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya
2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkat-kan
kesejah-teraan masyarakat
2.3 Mengenal perkembangan teknologi produksi
komunikasi dan transportasi serta pengalaman
menggunakannya
2.4 Mengenal permasalahan sosial di daerahnya
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Standar Kompetensi :
Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi
dilingkungan kabupaten/kota dan provinsi.

Kompetensi Dasar :
Mengenal permasalahan sosial di daerahnya.
2.2
Kajian yang Relevan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fitria Ratnasari pada tahun
2010 yang berjudul Penerapan pembelajaran dengan pola pemberdayaan
berpikir melalui pertanyaan (PBMP) dengan metode kooperatif model think pair
share (TPS) untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil belajar
biologi siswa SMA Negeri 2 Blitar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1)
keterampilan berpikir kritis siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke II.
Secara berturut-turut taraf ke-berhasilan tindakan klasikal siklus I dan II adalah
25,00% dan 81,25%, 2) hasil belajar kognitif siswa yang diukur dengan persentase
ketuntasan belajar klasikal mengalami peningkatan dari siklus I ke II. Secara
berturut-turut persentase ke-tuntasan belajar klasikal siklus I dan II adalah 43,75%
20
dan 84,37%. 3) hasil belajar ranah afektif siswa yang diukur dengan rata-rata nilai
mengalami pe-ningkatan dari siklus I ke II. Secara berturut-turut rata-rata nilai
siklus I dan II adalah 77,62 dan 80,80. 4) hasil belajar ranah psikomotor yang
diukur dengan taraf keberhasilan tindakan klasikal mengalami peningkatan.
Secara berturut-turut taraf keberhasilan tindakan klasikal siklus I dan II adalah
34,37% dan 87,50%. Pada pelaksanaan pembelajaran, guru harus dapat mengelola
kelas dan waktu secara maksimal sehingga pembelajaran dapat berlangsung
dengan baik. Kelebihan yang terdapat dalam penelitian ini adalah keberhasilan
yang dicapai untuk melatih dapat bekerjasama dengan temannya,. Kekurangan
dalam penelitian ini adalah perlunya penguasaan kelas yang baik oleh guru agar
pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan kondusif, serta waktu pembelajaran
memerlukan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan manajemen waktu yang
baik oleh guru.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nilasari Firda Kurnia pada
tahun 2010 yang berjudul Implementasi Pembelajaran Kooperatif Think Pair
Share (TPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada
MataDiklat Siklus Akuntansi Kelas X AK SMK PGRI 6 Malang. Hasil penelitian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode TPS pada siswa kelas X AK
SMK PGRI 6 Malang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa yaitu
pada tahap diskusi, karena separuh jumlah siswa dari sejumlah 45 siswa kelas X
AK dapat memenuhi indikator keberhasilan tindakan kemampuan berpikir kritis,
peningkatan ini terjadi dari siklus I ke II. Sedangkan hal yang disarankan adalah
bahwa dalam menerapkan metode TPS guru harus lebih merata dan teliti dalam
mengelola kelas supaya setiap siswa dalam kelompok dapat lebih aktif dalam
melaksanakan proses pembelajaran. Siswa hendaknya bisa lebih aktif lagi dalam
kegiatan pembelajaran, peneliti harus dapat membagi waktu yang tepat dan
mengeloa kelas dengan baik agar tahapan dalam penelitian dapat terlaksana
dengan baik dan selesai tepat waktu, dan sekolah hendaknya dapat memberikan
dukungan terhadap penggunaan metode kooperatif khususnya model Think Pair
Share (TPS) agar kemampuan berpikir kritis siswa dapat meningkat.
21
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Putra Lelana pada tahun
2010 yang berjudul Penerapan model pembelajaran berbasis masalah (Problem
Based Learning) untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan hasil
belajar
kelas X SMA Laboratorium Malang. Hasil penelitian menunjukkan
persentase ketercapaian guru dalam menerapkan langkah-langkah model
pembelajaran berbasis masalah pada siklus I sebesar 83,33%, sedangkan
ketercapaian guru dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran
berbasis masalah pada siklus II yaitu sebesar 90,91%. Hal ini dapat terlihat adanya
peningkatan prosentase sebesar 7,58%. Sedangkan dari observasi kegiatan pada
siklus I dalam ketercapaian
dalam menerapkan langkah-langkah model
pembelajaran berbasis masalah sebesar 75%, dan pada siklus II ketercapaian
dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah
sebesar 87,5%. Tampak bahwa ketercapaian dalam menerapkan langkah-langkah
model pembelajaran berbasis masalah mengalami peningkatan sebesar 12,05%.
Pada data keterampilan berpikir kritis pada siklus I prosentasenya sebesar 46,05%,
sedangkan pada siklus II sebesar 73,09%. Dapat dilihat bahwa keterampilan
berpikir kritis meningkat sebesar 27,04% dari siklus I ke siklus II. Hasil belajar
berdasarkan lembar penilaian hasil belajar siklus I sebesar 76,58% dan siklus II
sebesar 79,21%. Hal ini mengalami peningkatan hasil belajar dari siklus I ke
siklus II sebesar 2,63%.Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan, maka
dapat dikatakan bahwa model pembelajaran melalui metode Pembelajaran
Berbasis Masalah dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis sebesar 27,04
%, dan hasil belajar sebesar 2,63%, dalam proses belajar mengajar menjadi lebih
tertarik karena guru memberikan variasi-variasi dalam proses belajar mengajar
sehingga tidak lagi merasa bosan. Selain itu, dalam proses pembelajaran lebih
berperan aktif dalam menanggapi permsalahan-permasalahan yang diberikan oleh
guru. Kelebihan dalam penelitian iniadalah lebih terlatih untuk ekerja sama dalam
kelompok, guru lebih menggunakan masalah-masalah yang actual,sehingga
menjadi tertarik,guru lebih mengaktifkan
dengan di berikan masalah-
masalah,sehingga menjadi siap belajar. Kekurangan dalam penelitian ini adalah
22
waktu yang dibutuhkan dalam menggunakan model ini minimal 2 jam pelajaran.
Guru harus bisa merespon jika sudah merasa bosan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Luluk Umiatin pada tahun
2010 dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Think Pair Share (TPS)
Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SDN
Segaran 03 Kecamatan Gedangan Kabupaten Malang”. Dari hasil analisis
menunjukkan bahwa adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V
pada mata pelajaran IPS materi keanekaragaman suku bangsa dan budaya di
Indonesia. Hasil Pre test siswa rata-rata adalah 48,2 atau 48,2%, siklus I
mengalami peningkatan yaitu menjadi 69,8 atau 69,8% dan siklus II terus
mengalami peningkatan menjadi 81,8 atau 81,8%. Hasil belajar siswa dikatakan
naik 12% persiklus. Sedangkan untuk aktivitas siswa menunjukkan adanya
peningkatan dari 11,56 menjadi 12,88 di siklus II. Kelebihan yang terdapat dalam
penelitian ini adalah keberhasilan yang dicapai untuk melatih siswa dapat
bekerjasama dengan temannya, terutama dengan teman pasangannya. Kekurangan
dalam penelitian ini adalah perlunya penguasaan kelas yang baik oleh guru agar
pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan kondusif, serta waktu pembelajaran
memerlukan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan manajemen waktu yang
baik oleh guru. Oleh karena itu dalam penelitian ini penguasaan kelas oleh guru
dan waktunya akan di atur dengan baik, supaya penelitian ini berjalan sesuai
dengan harapan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lina Anggraeni pada tahun
2012 yang berjudul penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk
meningkatkan keterampilan berpikir kritis mata pelajaran IPS di SMP N 2 Depok
Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan keterampilan
berpikir kritis pada setiap aspek yang diamati mulai dari siklus I sampai ke siklus
II. Ratarata jumlah siklus I pada aspek mampu berkomunikasi dengan orang lain
mencapai 4, sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 5. Pada
aspek mampu memunculkan ide baru mencapai 2, sedangkan pada siklus II
mencapai 5. Pada aspek mampu mengolah informasi mencapai 3, sedangkan pada
siklus II mengalami peningkatan menjadi 5. Pada aspek mampu mengemukakan
23
pendapat mencapai 3, sedangkan pada siklus II mencapai 5. Pada siklus I aspek
mampu memberi solusi atas sebuah masalah mencapai 2 dan pada siklus II
meningkat menjadi 5. Pada aspek mampu menarik kesimpulan mencapai 2 dan
pada siklus II meningkat menjadi 5. Pada hasil analisis angket juga mengalami
peningkatan. Siklus I pada kategori tinggi dan sangat tinggi mencapai 45,45%,
sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu
88,5%. Selain observasi dan angket, peningkatan keterampilan berpikir kritis juga
dapat dilihat dari tes. Pada siklus I yang berada pada skor = 70 mencapai 36,36%,
sedangkan pada siklus II mencapai 78,13%.Kelebihan yang dicapai dalam
penelitian ini adalah
secara individu dapat mengembangkan pemikirannya
masing-masing karena adanya waktu berpikir, sehingga kualitas jawaban yang
diberikan dapat meningkat menjadi lebih baik. Kekurangan dalam penelitian ini
adalah perlunya pengawasan kelas oleh guru untuk dapat memotivasi keaktifan
dalam pembelajaran dan juga perlunya bimbingan yang diberikan oleh guru baik
bimbingan secara kelompok maupun secara individu.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yanik Rinawati pada tahun
2011 dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi
Melalui Model Pembelajaran Think Pairs And Share (TPS) pada Siswa Kelas V
SDN Dampit 2 Kecamatan Dampit Kabupaten Malang. Berdasarkan analisis data
hasil penelitian setelah diterapkan model pembelajaran Think Pairs and Share
(TPS) dalam menulis puisi diketahui bahwa: banyaknya siswa yang telah
mengalami peningkatan dari pra tindakan sampai siklus II. sebelum siklus hasil
yang didapat yaitu 65.5 %. Sedangkan pada saat sudah dilakukan siklus I hasil
yang didapat meningkat yaitu 73.26 % dan pada saat pelaksanaan siklus 2 nilai
siswa semakin meningkat yaitu 87.78 %. kelebihan dalam penelitian ini adalah
peningkatan yang cukup baik yaitu dimulai dari pra siklus sebesar 65,5%, pada
siklus I terjadi peningkatan sebesar 73, 26% dan pada siklus II terjadi peningkatan
sebesar 87, 78%, serta keberhasilan dalam mengembangkan sikap kerjasama
dengan teman dan berpikir kritis siswa. Kekurangan dalam penelitian ini adalah
perlunya variasi kegiatan belajar yang diberikan guru agar pembelajaran dapat
menarik perhatian siswa dan siswa tidak bosan.
24
2.3 Kerangka Berpikir
Rutinitas pembelajaran yang berlangsung di kelas, adalah pembelajaran
yang berpusat pada guru. Guru mendominasi seluruh waktu pembelajaran dengan
menyampaikan materi pelajaran Matematika melalui ceramah dan langsung
penugasan. Kadang-kadang saja di tengah-tengah ceramah, guru menyelipkan
pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab. Respon terhadap pembelajaran yang
dilakukan guru, adalah mengantuk, tidak segera dapat peduli dengan situasi yang
ada baik yang diadakan oleh guru atau yang lain, sehingga cenderung untuk pasif
saja dan hanya mendengarkan penjelasan guru. Kondisi ini jika diberi pertanyaan
atau tes, hasilnya tidak dapat mengerjakan secara optimal, sehingga skor yang
diperoleh rendah.
Perubahan paradigma pembelajaran menuntut aktif, agar kompetensi yang
diharapkan dalam KTSP 2006 dapat tercapai. Suatu pembelajaran akan efektif bila
aktif berpartisipasi atau melibatkan diri secara langsung dalam proses
pembelajaran.
diharapkan dapat menemukan sendiri atau memahami sendiri
konsep yang telah diajarkan yaitu dengan mengalami langsung.
Pembelajaran dengan metode ceramah yang pada umumnya dilaksanakan
oleh guru masih kurang memperhatikan ketercapaian kompetensi. Guru masih
dominan sehingga membuat menjadi pasif. tidak mengalami pengalaman belajar
sendiri untuk mendapatkan pengalaman baru dalam kegiatan belajar mengajar di
sekolah, akibatnya keterampilan berpikir kritis
rendah. Untuk mengatasi
paradigma di atas, dibutuhkan menerapkan suatu model pembelajaran yaitu model
pembelajaran TPS. Melalui model pembelajaran ini diharapkan siswa akan
mampu aktif, dapat memiliki keterampilan berikir kritis. Penjelasan lebih rinci
disajikan dalam gambar 2.1
25
Proses Belajar Mengajar IPS
KD 2.4 Mengenal permasalahan sosial
di daerahnya
Gambar 2.1 kerangka berpikir
Pembelajaran Konvensional
Metode : Ceramah dan bersifat teacher
center. Guru menjelaskan materi dengan
hanya berbantuan buku pegangan/LKS
saja.
Keterampilan
berpikir kritis
siswa
model pembelajaran TPS dengan
menggunakan keterampilan
berpikir kritis
THINK
Identifikasi masalah sosial
RPKBK
Identifikasi
Merumuskan masalah sosial
RPKBK
Perumusan masalah
Mengumpulakn data tentang
masalah sosial yang ada dalam
masyarakat.
RPKBK
Pengumpulan data
Menganalisis data tentang
masalah sosial yang ada dalam
masyarakat.
RPKBK
Analisis
Menemukan cara menangani
masalah sosial yang ada dalam
masyarakat.
RPKBK
Pemecahan masalah
Mengambil keputusan tentang
cara menangani masalah sosial
yang ada dalam masyarakat.
RPKBK
Pengambilan
keputusan
Mengevaluasi cara menangani
masalah sosial yang ada dalam
masyarakat.
RPKBK
Evakuasi
Yang ada dalam masyarakat
yang ada dalam
masyarakat.
PAIR
SHARE
Presentasi
cara
masalah sosial
mengatasi
RPKBK
Presentasi
Skor
Keterampilan
berpikir kritis
siswa
Keterangan:
RPKBK=
Rubrik penilaian
keterampilan
berpikir kritis
26
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir tersebut di atas diajukan
hipotesis tindakan sebagai berikut : Dengan menerapkan model pembelajaran
Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis IPS di
kelas 4 di SD Negeri Ujung-Ujung 02 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang
Semester 2 tahun ajaran 2012/ 2013”
Download