perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 1 BAB I

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan menjadi aspek yang paling berpengaruh dalam upaya
membentuk generasi bangsa yang siap menghadapi masalah-masalah di era
globalisasi. Namun, kualitas pendidikan di Indonesia ternyata masih termasuk
dalam kategori rendah. Hal ini terungkap melalui hasil survei Program for
International Student Assessment (PISA) yang diadakan oleh Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD). PISA mengukur kecakapan
anak-anak usia 15 tahun dalam mengimplementasikan masalah-masalah di
kehidupan nyata. Hasil PISA 2012 menempatkan Indonesia pada peringkat 64 dari
65 negara yang berpartisipasi dalam tes tersebut. Rata-rata skor matematika anakanak Indonesia adalah 375, rata-rata skor untuk sains adalah 382 dan rata-rata skor
membaca adalah 396. Padahal, rata-rata skor OECD secara berurutan adalah 494,
501 dan 496 (OECD, 2014:19).
Selain survey PISA, masih ada survey Trends in Mathematics and
Science Study (TIMSS) yang diadakan oleh International Association for the
Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang juga menunjukkan
kemampuan menalar para pelajar Indonesia pada bidang sains atau IPA masih
rendah. TIMSS melakukan penilaian terhadap prestasi siswa dari berbagai negara
dalam bidang matematika dan sains yang meliputi biologi, kimia, fisika, dan ilmu
bumi. Aspek domain kognitif yang dinilai dalam TIMSS meliputi kemampuan
pengetahuan (knowing), penerapan (applying), dan penalaran (reasoning).
Berdasarkan laporan hasil TIMSS dalam TIMSS 2011 International Result in
Science, Indonesia menempati peringkat 40 dari 45 peserta pada kategori domain
kognitif sains bagi siswa 8thgrade yang berada pada rentang usia 13 hingga 16
tahun atau setara dengan siswa kelas VIII SMP (Martin, Mullis, Foy & Stanco,
2012). Hasil TIMSS 2011 pada bidang Fisika menunjukkan Indonesia
memperoleh nilai 397 dimana nilai ini berada di bawah nilai rata-rata
commit to user
internasional yaitu 500. Berdasarkan data prosentase rata-rata jawaban benar
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
untuk konten sains dan domain kognitif khususnya Fisika, prosentase jawaban
benar pada soal pemahaman selalu lebih tinggi dibandingkan dengan prosentase
jawaban benar pada soal penerapan dan penalaran. Artinya, kemampuan
penerapan dan penalaran siswa Indonesia lebih rendah dari kemampuan
pemahaman.
Pencapaian nilai siswa Indonesia di bawah nilai rata-rata pada survey
PISA dan TIMSS mengindikasikan adanya masalah pada kemampuan membaca,
kemampuan literasi sains, serta kemampuan menalar siswa. Apabila dianalisis
lebih lanjut, hasil PISA 2012 menunjukkan adanya korelasi antara kemampuan
membaca dengan kemampuan literasi sains siswa. Nilai koefisien korelasi yang
dihasilkan antara kedua kemampuan tersebut sebesar 0,978 yang mengartikan
bahwa apabila siswa memiliki kemampuan membaca yang rendah maka
kemampuan literasi sains yang dimiliki juga rendah. Rendahnya kemampuan
membaca siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya kondisi bahan ajar.
Seperti yang disarikan dari penelitian Pratama (2011) yang menyatakan bahwa
kerumitan bahan ajar yang disampaikan semakin membuat siswa lemah dan malas
dalam membaca pembelajaran IPA.
Salah satu bahan ajar yang dapat dikembangkan dalam bentuk yang lebih
sederhana baik dari segi penyampaian materi maupun penggunaan bahasa serta
dapat dirancang dengan tampilan yang menarik adalah modul. Keunggulan modul
sebagai bahan ajar antara lain dapat dipelajari di berbagai tempat, mandiri atau
tidak harus dipelajari secara berkelompok, serta dapat dipelajari secara fleksibel
(Sungkono, 2003). Modul dapat dikembangkan sendiri oleh guru sesuai dengan
kebutuhan dan karakteristik siswa. Guru sebagai unsur pendidikan yang terlibat
langsung dalam pembelajaran di kelas dituntut untuk memiliki kompetensi dalam
menggunakan dan mengembangkan bahan ajar. Dalam Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 ayat 1 dikemukakan bahwa
kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi. Salah satu kompetensi paedagogik guru adalah guru mampu
commit
user belajar yang relevan dengan
menggunakan media pembelajaran
dan tosumber
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai tujuan
pembelajaran secara utuh. Namun, pada kenyataannya masih banyak guru yang
belum menguasai kompetensi mengembangkan bahan ajar, sehingga dalam proses
pembelajaran masih banyak yang bersifat konvensional (Sungkono, 2003:1).
Bahan ajar yang dikembangkan oleh guru hendaknya tidak hanya mampu
menarik minat baca dalam pembelajaran IPA, melainkan juga memuat kegiatan
yang mampu mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Hal ini sejalan dengan
tujuan pembelajaran IPA yang dituangkan dalam standar isi SMP yang
menyatakan bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri
ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan
bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan
hidup (BSNP, 2006:149). Namun, tujuan ini belum sepenuhnya tercapai karena
kemampuan berpikir siswa pada tahap penerapan dan penalaran masih rendah.
Rendahnya
kemampuan
penalaran
mengindikasikan
rendahnya
keterampilan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill - HOTS). Hal ini
dikarenakan aspek pemahaman dan penerapan termasuk dalam keterampilan
berpikir dasar. Sedangkan aspek penalaran termasuk dalam keterampilan berpikir
tingkat tinggi. Berpikir tingkat tinggi terjadi ketika seseorang mengambil
informasi baru dan informasi yang telah tersimpan dalam memori dan saling
terhubungkan, menata kembali dan memperluas informasi ini untuk mencapai
tujuan
atau
menemukan
jawaban
yang
mungkin
dalam
situasi
yang
membingungkan (Winarno, 2014:36). Keterampilan berpikir tingkat tinggi
mempengaruhi prestasi belajar siswa, karena peserta didik yang memiliki
keterampilan berpikir tingkat tinggi akan mampu belajar dan mengimprovisasi
kinerjanya serta mengurangi kelemahannya (Heong, dkk, 2011).
Keterampilan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi (menganalisis,
mengevaluasi, mencipta) tidak dapat diperoleh secara langsung sehingga perlu
dilatih melalui kegiatan pembelajaran. Menumbuhkan HOTS dapat dilakukan
selama proses pembelajaran berlangsung serta dalam kegiatan evaluasi
pembelajaran. HOTS dapat dipadukan dengan bermacam-macam pendekatan
commit
to usersaintifik. Penelitian Majid (2015)
pembelajaran, salah satunya adalah
pendekatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
menyimpulkan bahwa pendekatan saintifik efektif terhadap kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa. Pembelajaran dapat dimulai dengan mengajak siswa untuk
melakukan pengamatan untuk merangsang munculnya pertanyaan dan rasa ingin
tahu siswa. Kualitas pertanyaan dari siswa akan menunjukkan tingkat kemampuan
berpikir kritis yang dimilikinya. Kemampuan berpikir kritis merupakan bagian
dari kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Kemampuan berpikir kritis tidak hanya diperlihatkan oleh kualitas
pertanyaan, tetapi juga dapat dilihat dari kemampuan siswa untuk menyampaikan
argumen, mengamati, menjawab pertanyaan, membuat kesimpulan serta
melaporkan hasil observasi (Ennis dalam Devi, 2011:4). Astika, Suma & Suastra
(2013:3) dalam penelitiannya menyebutkan rendahnya berpikir kritis siswa
terlihat dalam perilaku siswa yaitu rasa ingin tahu dalam mencari informasi masih
rendah, siswa pasif dan hanya guru yang memberi informasi, siswa malu bertanya
dan tidak berani mengungkapkan pendapat. Oleh karena itu, siswa perlu dilatih
untuk melatih kemampuan berpikir kritisnya melalui pembelajaran yang berbasis
keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dimuat dalam bentuk modul. Penelitian
yang dilakukan oleh Winarno (2013) menghasilkan kesimpulan bahwa modul
pembelajaran IPA berbasis keterampilan berpikir tingkat tinggi telah mampu
meningkatkan hasil belajar siswa.
Tema yang diangkat dalam modul ini adalah sistem penglihatan manusia.
Pemilihan tema didasarkan pada hasil ujian nasional di kabupaten Sragen tahun
2014 yang menunjukkan SKL pada materi pemahaman konsep serta penerapan
optik dalam produk kehidupan sehari-hari masih rendah. Padahal, sistem
penglihatan manusia yang menjadi bagian dari materi ini sangat berkaitan erat
dengan kehidupan sehari-hari mengingat mata merupakan salah satu panca indera.
Selain itu, tema tersebut dipilih karena terdapat beberapa konsep yang bersifat
abstrak, misalnya konsep sifat konvergen dan divergen lensa serta konsep
pembentukan bayangan pada mata. Kesulitan siswa untuk memahami konsep
tersebut diharapkan dapat terbantu melalui kegiatan pembelajaran menggunakan
percobaan sederhana dan analisis gambar sebagai bagian dari pembelajaran
commit to user
berbasis HOTS.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SMP N 2 Sragen
melalui kegiatan analisis kebutuhan diperoleh data 77,8% tidak memiliki sumber
belajar cetak lain selain buku teks IPA yang disediakan oleh sekolah. Padahal,
100% guru membutuhkan bahan ajar tambahan karena merasa buku teks yang
disediakan sekolah memuat materi yang kurang lengkap. Kebutuhan siswa akan
bahan ajar IPA berbasis keterampilan berpikir tingkat tinggi juga terungkap
melalui analisis kebutuhan. Hasil wawancara dengan siswa menunjukkan
kurangnya kegiatan eksperimen dan diskusi karena guru hanya menjelaskan dan
memberi pertanyaan. Selain itu, berdasarkan angket sebanyak 33% siswa merasa
kesulitan dalam melakukan analisis data. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi
alternatif untuk mengatasi masalah kebutuhan siswa dan guru terhadap bahan ajar
IPA salah satunya dengan pembuatan modul pembelajaran berbasis HOTS.
Berdasarkan beberapa masalah-masalah yang telah dikemukakan
sebelumnya maka dilakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Modul
Pembelajaran IPA berbasis High Order Thinking Skill (HOTS) untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII SMP/MTs”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, rumusan masalah yang akan
dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana karakteristik modul pembelajaran IPA berbasis High Order
Thinking Skill (HOTS) yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan
berpikir kritis?
2.
Bagaimana kelayakan modul pembelajaran IPA berbasis High Order
Thinking Skill (HOTS) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis?
3.
Bagaimana efektifitas modul pembelajaran IPA Terpadu berbasis High Order
Thinking Skill dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMP
kelas VIII SMP/MTs?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Mendeskripsikan karakteristik modul pembelajaran IPA berbasis High Order
Thinking Skill (HOTS) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
2.
Memperoleh modul pembelajaran IPA berbasis High Order Thinking Skill
(HOTS) yang telah memenuhi kriteria layak
3.
Mendeskripsikan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII
SMP N 2 Sragen setelah melakukan pembelajaran IPA menggunakan modul
pembelajaran IPA berbasis High Order Thinking Skill (HOTS)
D. Pentingnya Pengembangan
Penelitian yang akan dilaksanakan diharapkan mampu memberi manfaat
sebagai berikut:
1.
Manfaat Teoritis
a. Dapat menghasilkan pola pembelajaran yang sistematis berbasis high
order thinking skill (HOTS)
b. Dapat menghasilkan modul pembelajaran IPA yang menambah referensi
keilmuan
c. Dapat mengetahui secara optimal pencapaian kemampuan berpikir kritis
siswa dengan menggunakan pembelajaran berbasis HOTS
2.
Manfaat Praktis
Bagi sekolah
Sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun strategi pembelajaran
pada mata pelajaran IPA Terpadu di SMP/MTs
Bagi guru
a.
Untuk memudahkan guru dalam menanamkan konsep sains dan
aplikasinya sehingga dapat memberi perbaikan dari sistem pembelajaran
b.
Menambah kajian bagi guru mengenai pentingnya mengembangkan
bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa
c.
Menambah wawasan guru mengenai pentingnya melatihkan kemampuan
commit
berpikir tingkat tinggi pada
siswato user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
d.
3.
Menambah kajian guru mengenai kemampuan berpikir kritis siswa
Bagi siswa
a.
Menambah pengalaman siswa dalam pembelajaran IPA dan mendapatkan
suasana belajar yang berbeda menggunakan modul
b.
Melatih siswa untuk berpikir pada tingkatan yang lebih tinggi melalui
kegiatan pembelajaran pada modul
c.
Menambah wawasan siswa melalui informasi yang disampaikan dalam
modul
d.
Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa
E. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan
Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini memliki spesifikasi
sebagai berikut:
1.
Modul dicetak dengan ukuran kertas A4 (21×29,7 cm), desain full colour,
sampul depan bergambar sebuah mata dengan warna dominan putih magenta
2.
Modul pembelajaran IPA berbasis High Order Thinking Skill (HOTS)
disusun berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) untuk kelas
VIII SMP/MTs dengan tema sistem penglihatan manusia
3.
Modul pembelajaran IPA disusun berdasarkan pendekatan saintifik dengan
tahapan dimulai dari mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,
menganalisis, serta mengomunikasikan.
4.
Modul pembelajaran IPA berbasis High Order Thinking Skill (HOTS)
dilengkapi dengan halaman identitas modul, standar kompetensi dan komtensi
dasar pada KTSP, deskripsi kegiatan modul, petunjuk penggunaan modul,
daftar isi, kegiatan belajar sesuai tahapan saintifik, uraian materi, tugas
individu, rubrik tahukah kamu, rangkuman materi, latihan soal, soal evaluasi,
glosarium, daftar pustaka, dan materi pengayaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
F. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
Asumsi dalam penelitian pengembangan ini antara lain; 1) guru sudah
mengetahui tahapan pembelajaran IPA berdasarkan pendekatan saintifik dengan
benar sehingga keberhasilan proses pembelajaran semata-mata dihasilkan dari
modul yang disusun peneliti. 2) alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan
yang termuat dalam modul telah tersedia di sekolah dan mudah diperoleh di
daerah sehingga proses pembelajaran dapat berjalan optimal; 3) guru telah
memahami tingkat kemampuan berpikir siswa sehingga dapat memonitor
perkembangan kemampuan berpikir siswa selama pembelajaran dengan baik.
Keterbatasan pengembangan modul pembelajaran IPA berbasis high
order thinking skill (HOTS) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa
pada materi sistem penglihatan manusia ini antara lain; 1) keterbatasan
laboratorium yang sedang digunakan untuk rangkaian ujian siswa kelas IX
sehingga percobaan dilakukan di dalam kelas dengan menyusun ulang tempat
duduk siswa; 2) keterbatasan waktu yang diberikan oleh sekolah untuk melakukan
penelitian sehingga beberapa kegiatan pembelajaran dilakukan menggunakan jam
pelajaran guru mata pelajaran lain; 3) keterbatasan dalam penyusunan instrumen
tes yaitu masih terdapat beberapa kekurangan pada tata bahasa, keterangan
gambar dan kesalahan pengetikan item soal.
G. Definisi Istilah
Penelitian pengembangan (Research and Development) atau disebut juga
penelitian R&D merupakan penelitian yang dilakukan untuk menghasilkan suatu
produk serta mengetahui keefektifan penggunaan produk tersebut. Alur penelitian
pengembangan yang dilakukan mengacu pada model pengembangan 4-D yang
terdiri dari tahap design (pendefinisan), define (perancangan), develop
(pengembangan), dan disseminate (penyebaran).
Modul merupakan salah satu bahan ajar dan sumber belajar yang disusun
sesuai kebutuhan siswa baik dari segi materi, metode, dan evaluasi. Modul dapat
digunakan siswa secara mandiri sehingga membantu siswa untuk mencapai tujuan
commit to user
pembelajaran. Modul yang dikembangkan
merupakan modul pembelajaran IPA
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
dengan tema sistem penglihatan manusia. Modul diuji kelayakan dari aspek
materi, bahasa, penyajian, dan kegrafisan.
Pembelajaran berbasis high order thinking skills (HOTS) merupakan
pembelajaran yang menekankan pada berkembangnya kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa yang meliputi kemampuan menganalisis, mengevalusi, dan
mencipta. Pembelajaran berbasis HOTS bukan merupakan pembelajaran yang
memiliki sintaks sehingga dalam penerapannya dituangkan melalui tahap-tahap
pendekatan saintifik yang terdiri dari mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, menalar, dan mengomunikasikan.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan untuk mencari tahu
atau mengevaluasi dari berbagai sisi segala sesuatu yang mendasari informasi
yang telah diterima. Hal ini dilakukan untuk menambah keyakinan aan kebenaran
informasi tersebut. Menurut Ennis, terdapat 12 indikator kemampuan berpikir
kritis, antara lain kemampuan memfokuskan pertanyaan, mengevaluasi argumen,
bertanya dan menjawab pertanyaan, menyesuaikan informasi dengan sumber,
mengamati dan melaporkan hasil observasi, keterampilan mempertimbangkan
kesimpulan, melakukan generalisasi, melakukan evaluasi, mengartikan istilah,
membuat definisi, menentukan suatu tindakan, serta berinteraksi dengan orang
lain dan berkomunikasi.
commit to user
Download