optimasi penentuan dosis obat pada terapi leukemia

advertisement
OPTIMASI PENENTUAN DOSIS OBAT
PADA TERAPI LEUKEMIA MYELOID KRONIK
ABSTRAK
Leukemia myeloid kronik merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh sel di dalam sumsum tulang yang berubah menjadi
ganas dan menghasilkan sejumlah besar granulosit yang abnormal.
Sebagai salah satu penyakit yang mematikan, pemberian dosis obat
pada terapi leukemia myeloid kronik perlu dioptimalkan untuk
pencegahan proliferasi sel kanker yang tidak terkendali. Namun
dosis obat terapi yang tidak tepat berakibat fatal pada pasien,
karena efek obat tidak hanya meminimalisir sel kanker, tetapi juga
mempengaruhi sel-sel yang lainnya. Sehingga pemberian dosis obat
terapi yang tepat, baik tunggal maupun kombinasi, akan
meminimalkan proliferasi sel kanker dan mengoptimalkan waktu
perawatan serta dapat mengurangi efek merugikan pada pasien
leukemia myeloid kronik. Dalam model matematika leukemia
myeloid kronik, digunakan kombinasi terapi bertarget dan
kemoterapi sitotoksik. Permasalahan leukemia myeloid kronik
dimodelkan sebagai permasalahan optimal dimana penentuan dosis
obat terapi yang optimal merupakan fungsi tujuan. Permasalahan
optimal selanjutnya ditrasformasikan menjadi permasahan
Pemrograman Non Linear (Nonlinear Programming - NLP), yang
selanjutnya diselesaikan dengan menggunakan NLP.
1.1 Latar Belakang
a. Leukemia myeloid kronik (LMK), penyakit yang berbahaya.
b. Insidensi LMK adalah antara 1–2 kasus per 100.000
orang per tahun.
c. Kanker termasuk salah satu penyakit yang sulit untuk
disembuhkan .
d. Terapi (pengobatan) kanker yang dilakukan pasien
kebanyakan belum optimal.
e. Ditemukannya agen terapi yang menargetkan langsung
pada gen supresor tumor.
Dikenal dengan terapi bertarget (imatinib).
f. Adanya beberapa obat kemoterapi sitotoksik, yang sering digunakan
dalam pengobatan kanker, yang salah satunya sitarabin.
g. Beberapa studi menunjukkan bahwa kombinasi terapi
bertarget dangan terapi yang lain.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana bentuk kendali optimal pada
terapi LMK dengan terapi bertarget dan
kemoterapi sitotoksik?
b. Bagaimana menentukan waktu dan
biaya optimal pada terapi LMK dengan
terapi bertarget dan kemoterapi
sitotoksik?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Mendapatkan bentuk kendali optimal
pada terapi LMK dengan terapi bertarget
dan kemoterapi sitotoksik.
b. Menentukan waktu dan biaya optimal
pada terapi LMK dengan terapi
bertarget.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Diketahui seberapa baik dosis optimal dari dua
jenis terapi obat pada pengobatan LMK.
b. Diperoleh informasi tentang kemoterapi
kombinasi yang efektif pada pengobatan LMK.
2.1 Teori Kendali Optimal
Persamaan dinamik dari suatu sistem kendali adalah:
Dengan x ∈ R n adalah variabel keadaan dan u ∈ U adalah
variabel kendali.
Fungsi tujuan dapat dituliskan dalam tiga bentuk:
1. Bentuk Bolza
min
J = ϕ [x (t ), p, t ] + ∫ V ( x(t ), u (t ), p, t )dt
u ∈U
2. Bentuk Lagrange
T
f
f
0
3. Bentuk Mayer
T
min
u ∈U
J = ∫ V ( x(t ), u (t ), p, t )dt
min
u ∈U
J = ϕ x (t f ), p, t f dt
0
[
]
2.2 Sistem Dinamik
Sistem dinamik adalah sistem yang berubah
berdasarkan fungsi waktu.
Secara matematis, suatu sistem dapat dinyatakan
dalam bentuk himpunan persamaan diferensial biasa.
Sebuah sistem dinamik untuk
dapat
dituliskan dalam persamaan diferensial biasa:
2.3 Titik Setimbang dan Kestabilan
Diberikan suatu sistem persamaan diferensial berbentuk :
Titik (x0; y0) yang membuat fungsi f dan g sama dengan nol disebut titik
setimbang.
Stabilitas sistem dapat ditentukan dari nilai eigen :
a. Sistem dikatakan stabil jika dan hanya jika akar karakteristiknya adalah
real dan negatif
b. Sistem dikatakan stabil asimtotis jika akar karakteristiknya real negatif
atau mempunyai bagian real negatif
c. Sistem dikatakan tidak stabil jika dan hanya jika akar karakteristiknya
adalah real positif atau mempunyai paling sedikit satu akar karakteristik
dengan bagian real positif.
Prinsip Maksimum Pontryagin
Diberikan persamaan plant: x = f (x(t ), u (t ), t )
Diberikan indeks performansi: J = S (x(t ), t ) + ∫ V (x(t ), u (t ), t )dt
Dan kondisi batas x(t ) = x dan x ( t ) = x bebas.
Maka langkah-langkah penyelesaiannya adalah:
1. Bentuk fungsi Hamiltonian
tf
f
f
t0
0
0
f
f
H (x(t ), u (t ), λ (t ), t ) = V (x(t ), u (t ), t ) + λ' (t ) f (x(t ), u (t ), t )
2. Minimumkan H terhadap semua vektor kontrol u ( t ) :
*
*
*
 ∂H 
=
u
t
h
x
t
,
λ
(
)
(
)
(t ) , t )
(
dan
diperoleh
  =0
 ∂u *
3. Gunakan hasil dari langkah 2 ke dalam langkah 1 dan
tentukan H* yang optimal.
 ∂H 
x * (t ) = +

∂
λ

*
4. Selesaikan sekumpulan 2n persamaan
 ∂H 

(
)
t
=
−
λ


dan
 ∂x 
Dengan kondisi awal x0 dan kondisi akhir
*
*
'
 ∂S 

 * ∂S 
*
 H + ∂t  δt f +  ∂x  − λ (t ) δx f = 0
*
tf

t f
5.Untuk memperoleh kontrol optimal, substitusikan
solusi x* (t ), λ* (t ) dari langkah 4 ke dalam ekspresi
optimal kontrol u* pada langkah 2.
3.1 Metodologi Penelitian
 Studi literatur
 Analisis kestabilan
 Penyelesaian kendali
optimal
menggunakan metode Prinsip Maksimum
Pontryagin.
 Melakukan simulasi menggunakan
software MISER3
 Menganalisis hasil simulasi
 Menarik kesimpulan
4.1 Model Matematika Terapi LMK
Sistem persamaan diferensial yang diberikan di
bawah ini menggambarkan interaksi antara sel T
naive, sel T efektor, dan sel kanker leukemia pada
pasien. Dalam model ini memperkenalkan dua
terapi obat, yaitu terapi bertarget dan kemoterapi
sitotoksik,
dTn
 C 
sn − u2 (t )d nTn − knTn 
=

dt
 C +η 
dTe
 C 
 C 
= α n knTn 
 + α eTe 
 − u2 (t )d eTe − γ e CTe
dt
 C +η 
 C +η 
dC
 Cmax
=
(1 − u1 (t ) ) rc C ln 
dt
 C

 − u2 (t )d e C − γ c CTe

4.2 Analisis Dinamik
Lihat Hal. 18 s.d 25
4.3 Masalah Kendali Optimal
Meminimalkan populasi sel kanker, dan diperoleh dosis yang
optimal dari dua obat imatinib (u1) dan obat sitarabin (u2) yang
dirumuskan dalam fungsi tujuan berikut:
tf
B1 2
B2 2 

J (u1 , u2 ) = ∫ C (t ) + u1 (t ) + u2 (t )dt + B3C (t f ) − B4Tn (t f )
2
2

0 
Dengan menggunakan Pontryagin’s Maksimum Principle



*
*
*
*
*
,
,
diperoleh T n , T e ,C u 1 dan u 2
Lihat Hal. 28-29
4.4.1 Kasus C(0) > Tn(0)
Grafik Perbandingan Sel Kanker , dengan T(0)=1510, Te(0)=10
dan C(0)=10000
Grafik Perbandingan Sel T Naive , dengan T(0)=1510, Te(0)=10
dan C(0)=10000
Grafik Perbandingan Sel T Efektor , dengan T(0)=1510, Te(0)=10
dan C(0)=10000
Grafik Perbandingan Sel T Efektor , dengan T(0)=1510, Te(0)=10
dan C(0)=10000
Grafik Perbandingan Variabel Kendali U2 , dengan T(0)=1510, Te(0)=10
dan C(0)=10000
4.4.2 Kasus C(0) < Tn(0)
Grafik Perbandingan Sel Kanker , dengan T(0)=1510, Te(0)=10
dan C(0)=1000.
Grafik Perbandingan Sel T Naive , dengan T(0)=1510, Te(0)=10
dan C(0)=1000.
Grafik Perbandingan Sel T Efektor , dengan T(0)=1510, Te(0)=10
dan C(0)=1000.
Grafik Perbandingan Variabel Kendali U1 , dengan T(0)=1510, Te(0)=10
dan C(0)=1000.
Grafik Perbandingan Variabel Kendali U2, dengan T(0)=1510, Te(0)=10
dan C(0)=1000.
4.4.3.1 Periode 30 Hari
Grafik Perbandingan Sel Kanker Pasien LMK Menggunakan
Obat Imatinib, Obat Sitarabin, serta Kombinasi Obat Imatinib dan
Sitarabin untuk periodesasi 30 hari, pada kasus C(0) > Tn(0)
4.4.3.2 Periode 60 Hari
Grafik Perbandingan Sel Kanker Pasien LMK Menggunakan
Obat Imatinib, Obat Sitarabin, serta Kombinasi Obat Imatinib dan
Sitarabin untuk periodesasi 60 hari, pada kasus C(0) > Tn(0)
4.4.3.3 Periode 120 Hari
Grafik Perbandingan Sel Kanker Pasien LMK Menggunakan Obat
Imatinib, Obat Sitarabin, serta Kombinasi Obat Imatinib dan
Sitarabin untuk periodesasi 120 hari, pada kasus C(0) > Tn(0)
4.4.3.4 Periodesasi dengan Obat Imatinib,
untuk Kasus C(0) > Tn(0)
Grafik perbandingan Sel Kanker pada pengobatan terputus
dengan menggunakan obat imatinib untuk periode 30 hari,
60 hari, 120 hari, dan continuous, pada kasus C(0) > Tn(0)
4.4.3.5 Periodesasi dengan Obat Sitarabin,
untuk Kasus C(0) > Tn(0)
Grafik perbandingan Sel Kanker pada pengobatan terputus
dengan menggunakan obat sitarabin untuk periode 30 hari,
60 hari, 120 hari, dan continuous, pada kasus C(0) > Tn(0)
4.4.3.6 Periodesasi dengan Kombinasi Obat Imatinib dan Sitarabin,
untuk Kasus C(0) > Tn(0)
Grafik perbandingan Sel Kanker pada pengobatan terputus
dengan menggunakan kombinasi obat imatinib dan sitarabin
untuk periode 30 hari, 60 hari, 120 hari, dan continuous,
pada kasus C(0) > Tn(0)
4.4.4.1 Periode 30 Hari
Grafik Perbandingan Sel Kanker Pasien LMK Menggunakan
Obat Imatinib, Obat Sitarabin, serta Kombinasi Obat Imatinib dan
Sitarabin untuk periodesasi 30 hari, pada kasus C(0) < Tn(0)
4.4.4.2 Periode 60 Hari
Grafik Perbandingan Sel Kanker Pasien LMK Menggunakan
Obat Imatinib, Obat Sitarabin, serta Kombinasi Obat Imatinib dan
Sitarabin untuk periodesasi 60 hari, pada kasus C(0) < Tn(0)
4.4.4.3 Periode 120 Hari
Grafik Perbandingan Sel Kanker Pasien LMK Menggunakan
Obat Imatinib, Obat Sitarabin, serta Kombinasi Obat Imatinib dan
Sitarabin untuk periodesasi 120 hari, pada kasus C(0) < Tn(0)
4.4.4.4 Periodesasi dengan Obat Imatinib,
untuk Kasus C(0) < Tn(0)
Grafik perbandingan Sel Kanker pada pengobatan terputus
dengan menggunakan obat imatinib untuk periode 30 hari, 60
hari, 120 hari, dan continuous, pada kasus C(0) < Tn(0)
4.4.4.5 Periodesasi dengan Obat Sitarabin,
untuk Kasus C(0) < Tn(0)
Grafik perbandingan Sel Kanker pada pengobatan terputus
dengan menggunakan obat sitarabin untuk periode 30 hari,
60 hari, 120 hari, dan continuous, pada kasus C(0) < Tn(0)
4.4.4.6 Periodesasi dengan Kombinasi Obat Imatinib dan Sitarabin,
untuk Kasus C(0) < Tn(0)
Grafik perbandingan Sel Kanker pada pengobatan terputus dengan
menggunakan obat imatinib dan sitarabin untuk periode 30 hari, 60
hari, 120 hari, dan continuous, pada kasus C(0) < Tn(0)
5.1 Kesimpulan
a. Ukuran besar kecilnya populasi awal sel kanker (C(0)),
dan populasi sel T naive (Tn(0)) pada kondisi awal sangat
berpengaruh terhadap dosis obat optimal yang diterapkan
dalam proses terapi, yaitu semakin besar populasi awal sel
kanker leukemia dan semakin kecilnya populasi sel
kekebalan tubuh, maka semakin besar pula dosis optimal
yang diperlukan dalam proses terapi dan sebaliknya,
semakin kecil populasi awal sel kanker leukemia dan
semakin besarnya populasi sel kekebalan tubuh, maka
semakin kecil pula dosis optimal yang diperlukan dalam
proses terapi.
b. Trayektori konsentrasi obat menurun drastis pada saat
ukuran populasi kanker seminimal mungkin, yang akan
diiringi meningkatnya sel T naive dan sel T efektor.
c. Pengobatan dengan kombinasi terapi antara obat imatinib dan
sitarabin, memberikan hasil yang lebih baik dalam membunuh sel kanker
dan menghambat proliferasi sel kanker jika dibandingkan pengobatan
dengan terapi obat imatinib atau terapi sitarabin, untuk kasus C0 > Tn0
dan C0 < Tn0.
d. Pengobatan dengan kombinasi terapi memerlukan dosis obat imatinib
yang lebih sedikit, dibandingkan terapi dengan obat imatinib tunggal.
Demikian juga pada pengobatan dengan kombinasi terapi memerlukan
dosis obat sitarabin yang lebih sedikit, dibandingkan terapi dengan obat
sitarabin tunggal, untuk kasus C(0) > Tn(0) dan C(0) < Tn(0).
e. Terapi yang dilakukan secara terus menerus (continuous) memberikan
hasil yang lebih baik dalam membunuh sel kanker dan menghambat proliferasi
sel kanker, jika dibandingkan pengobatan secara periodesasi 30 hari, 60 hari,
dan 120 hari pada terapi obat imatinib tunggal, obat sitarabin tunggal, maupun
kombinasi obat imatinib dan sitarabin.
f. Interval waktu yang diperlukan bagi dosis obat imatinib dan sitarabin
(kendali) untuk bereaksi atau bekerja dalam menghambat proliferasi sel
kanker leukemia sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi sel kanker
leukemia dan jumlah populasi sel T naive.
5.2 Saran
a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang proses terapi
leukemia myeloid kronik (LMK), yang melibatkan beberapa
kendala-kendala seperti usia, jenis kelamin, berat badan,
ketahanan tubuh, dan lain-lain, yang turut mempengaruhi dalam
proses terapi.
b. Penelitian lebih lanjut tentang aplikasi kendali optimum untuk
jenis terapi kanker lainnya seperti terapi biologi, dan
transplantasi sel, dengan memperhatikan setiap faktor efek
samping dari setiap jenis obat yang digunakan, agar diperoleh
metode dan terapi terbaru yang lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Afenya, E. (1996), "Mathematical Model of Cancer and their Relevant Insights",
Mathematical Biology and Medicine.
Anoname 01. (2010), Seputar Kanker Darah, http://doktersehat.com /2010/05/19/seputarkanker-darah/, diakses 21 Nopember 2010.
Anoname 02. (2009), Referat Leukemia Pada Anak , Bagian Ilmu Penyakit Anak,
Fakultas Kedokteran,Universitas Padjadjaran, Bandung.
Betts, J.T. (2001), Practical Methods for Optimal Control Using Nonlinear Programming,
SIAM, University science center Philadelphia.
Biantoro, I.K. (2008), Targeted Therapy Chronic Myeloid Leukemia (CML), FK UGM, RS Dr.
Sardjito, Yogyakarta.
Edwards, D. dan Hamson, M. (1989), "Guide to mathematical Modelling", The Macmillan
Press, Ltd.
Finizio. dan Ladas. (1998), Differential Equation with Modern Application, 2st edition.
Wadsworth, New York: Inc.
Lesnussa, Y.A. (2010), Aplikasi Kendali Optimum Dalam Penentuan IntervalWaktu
dan Dosis Optimal Pada Kemoterapi Kanker ,Tesis Jurusan Matematika, FMIPA ITS,
Surabaya.
DAFTAR PUSTAKA (lanjutan)
Maziun, N.A. (2010), Analisis Stabilitas Lokal dan Kontrol Optimal pada Terapi Obat Dalam
Pengobatan Kanker , Tugas Akhir Jurusan Matematika, FMIPA ITS, Surabaya.
Moore, H. dan Li, N.K. (2003), "A Mathematical Model For Chronic Myelogenous Leukemia (CML)
and T Cell Interaction", Stanford University, Stanford, CA 94305, USA.
Naidu, D.S. (2002), Optimal Control Systems , CRC PRESS, New York.
Nanda, S., Moore, H. dan Lenhart, S. (2007), "Optimal Control of Treatment In a Mathematical
Model of Chronic Myelogenous Leukemia", Department of Mathematics, University of
Tennesse, Knoxville.
Subchan, S. dan Zbikowski, R. (2009), "Computational Optimal Control Tools and Practise", John
Willey and Sons, Ltd, publication., United Kingdom.
Swan, G.W. (1990), ”Role of Optimal Control Theory Cancer Chemotherapy”, Mathematical Biosciences,
No.101, hal.237-284
Swan, G.W. dan Vincent, T.L. (1977), "Optimal Control Analysis in the Chemotherapy of IgG
Multiple Myeloma", Bull. Math. Biology.
Yang, S.X. (2008), "Mathematical Modelling for Earth Sciences", Dunedin Academic Press, Ltd,
Scotland.
Download