BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Di dalam tinjauan teoritis ini akan dipaparkan tentang konsep-konsep terkait dengan pengetahuan, operasi seksio caesaria, nyeri pasca operasi seksio caesaria dan penatalaksanaan nyeri pasca operasi seksio caesaria. 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, juga bisa didapat dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, buku dan surat kabar. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Menurut Setiawati (2008), yang mengutip dari Rogers (1974), pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman, dan pengecap. Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan individu tersebut akan melakukan perubahan dengan mengadopsi prilaku. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan Universitas Sumatera Utara yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang telah mempunyai pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum memiliki pengetahuan tersebut dan manusia juga dapat mengetahui sesuatu dengan menggunakan indranya (Budiningsih, 2005). 2.1.2. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu: 2.1.2.1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2.1.2.2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, memberi contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Universitas Sumatera Utara 2.1.2.3. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 2.1.2.4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dalam menggambarkan atau membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. 2.1.2.5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 2.1.2.6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003). Universitas Sumatera Utara 2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Pengetahuan merupakan informasi dan penemuan yang bersifat kreatif untuk mempertahankan pemgetahuan baru, dimana perawat dapat menggunakan kemampuan rasional logis dan pemikiran kritis untuk menganalisis informasi yang diperoleh melalui pembelajaran tradisional, pencarian informasi, belajar dari pengalaman, penelitian ide terhadap disiplin ilmu lain, dan pemecahan masalah untuk menentukan terminologi tindakan keperawatan. Selain itu, perawat dapat menggunakan kemampuan penyelidikan ilmiah untuk mengidentifikasi dan menyelidiki masalah klinis, profesional atau pendidikan (Potter & Perry, 2005). Menurut Notoatmodjo (2003), menjelaskan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu : 2.1.3.1. Pendidikan Pendidikan adalah sebagai suatu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah berlangsung seumur hidup, menurut batasan ini proses pendidikan tidak hanya sampai pada kedewasaan saja, melainkan tetap berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih dewasa, baik dan matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Melalui pendidikan seseorang akan memperoleh pengetahuan, apabila semakin tinggi tingkat pendidikan, maka hidup akan semakin berkualitas, dimana seseorang akan berfikir logis dan memahami informasi yang diperolehnya (Notoatmodjo, 2003). Universitas Sumatera Utara Pengembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan sangat penting dan berperan dalam pengembangan pelayanan keperawatan profesional, pengembangan teknologi keperawatan, pembinaan kehidupan keprofesian, dan pendidikan keperawatan berkelanjutan yang dicapai melalui lulusan dengan kemampuan profesional. Langkah awal yang perlu ditempuh adalah penataan pendidikan keperawatan dan memberikan kesempatan kepada perawat untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Lulusan Akademi Keperawatan diharapkan dapat melanjutkan ke jenjang S1 keperawatan. Pendidikan tinggi keperawatan sebagai sarana mencapai profesionalisme keperawatan harus tetap dipacu. Kepedulian terhadap pengelolaan pendidikan tinggi mempunyai alasan karena keberhasilan pengembangan keperawatan di Indonesia di masa mendatang sangat bergantung pada penataan dan pengembangan pendidikan tinggi keperawatan (Nursalam, 2008). 2.1.3.2. Pengalaman Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dirasakan yang merupakan kesadaran akan sesuatu hal yang tertangkap oleh indera manusia. Sikap yang diperoleh dari pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap prilaku berikutnya yang direalisasikan hanya apabila kondisi dan situasi yang memungkinkan. Universitas Sumatera Utara Pengalaman belajar dan bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan ketrampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang keperawatan (Notoatmodjo, 2003). 2.1.3.3. Pekerjaan Pekerjaan dapat membawa suatu pengalaman, pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan ketrampilan profesional serta pengalaman. Pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau aktifitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pekerja adalah mereka yang bekerja pada orang lain atau institusi, kantor, perusahaan dengan menerima upah atau gaji, baik berupa uang atau barang. Sedangkan lapangan kerja atau jabatan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan atau di tugaskan pada seseorang (Notoatmodjo, 2003). 2.1.3.4. Motivasi Motivasi merupakan dorongan keinginan yang berasal dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan dan dapat dipengaruhi oleh orang lain atau lingkungan. Untuk merubah karakteristrik yang lama seperti nilai, sikap, kepercayaan dan pemahaman, maka perlu dukungan dan dorongan dari orang sekitarnya. Motivasi merupakan dorongan yang menyebabkan seseorang mengambil suatu tindakan. Motivasi dapat berasal dari motif sosial, tugas, atau fisik. Penyelesaian tugas sosial dan motivasi fisik menstimulasi seseorang untuk Universitas Sumatera Utara belajar. Motivasi sosial dibutuhkan untuk berhubungan, penampilan sosial, atau harga diri. Individu secara umum mencari orang lain untuk membandingkan pendapat, kemampuan, dan emosi dan penyelesaian tugas memotivasi didasari oleh kebutuhan seperti keberhasilan dan kompetensi maka pengetahuan yang diperlukan untuk mempertahankan diri menghasilkan stimulus yang lebih besar untuk belajar daripada pengetahuan yang hanya meningkatkan kesehatan. Strategi pengajaran menggambarkan hubungan yang penting dengan berbagai motivasi fisik (Potter & Perry, 2005). 2.1.3.5. Informasi Informasi merupakan faktor yang mungkin mencakup ketrampilan dan sumber daya untuk melakukan prilaku kesehatan. Semakin banyak informasi yang diterima oleh seseorang maka semakin meningkat pula pengetahuan yang dimilikinya. Sumber informasi adalah data yang diproses kedalam suatu bentuk dan mempunyai nilai nyata. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang menjadi sumber informasi adalah lingkungan. Menurut berbagai penelitian lingkungan akan membentuk kepribadian seseorang dimana lingkungan yang banyak menyediakan informasi yang akan menambah pengetahuan seseorang (Potter & Perry, 2005). Universitas Sumatera Utara 2.1.4. Cara Memperoleh Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek peneliti atau responden. Pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat diukur dan disesuaikan dengan tingkatan tersebut di atas (Notoatmodjo, 2003). 2.2. Nyeri 2.2.1 Defenisi Nyeri Menurut Brunner & Suddart (2001), nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri terjadi bersama proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatnya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2006). 2.2.2. Klasifikasi Nyeri Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Universitas Sumatera Utara Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal sindrom, nyeri kronis dan nyeri psikosomatis (Hidayat, 2006). Menurut Brunner & Suddarth (2001), nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri kronis berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. 2.2.3. Fisiologi Nyeri Nyeri merupakan campuran fisik, emosi dan perilaku, cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni ; resepsi, persepsi dan reaksi. (Potter & Perry, 2005). Respons fisiologis terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan respon terhadap lingkungan (Brunner & Suddart, 2001). Nyeri alat dalam, seperti nyeri somatik dalam, mencetuskan kontraksi refleks otot-otot rangka disekitarnya. Kejang refleks ini biasanya terjadi didinding abdomen dan menyebabkan dinding abdomen kaku. Hal ini paling nyata apabila peradangan alat dalam melibatkan peritonium. Tanda-tanda klasik peradangan alat dalam di abdomen adalah nyeri, nyeri tekan, perubahan otonomi misalnya Universitas Sumatera Utara hipotensi dan berkeringat, dan kejang dinding abdomen. Nyeri tekan disebabkan oleh peningkatan kepekaan reseptor nyeri di alat dalam, perubahan otonom disebabkan oleh pengaktifan refleks-refleks viseral dan kejang disebabkan oleh kontraksi otot rangka di dinding abdomen (Ganong, 1998). Perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indikator nyeri yang lebih akurat dibandingkan dengan laporan verbal pasien, respon involunter tersebut adalah peningkatan tekanan darah, pernapasan, nadi, pucat, dan berkeringat merupakan respons rangsangan sistem saraf otonom, dan bukan karena nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2006). Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah, dan lain- lain. Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma psikologis. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri. Serabut saraf ini terletak dan tersebar pada lapisan kulit dan pada jaringan– jaringan tertentu yang terletak lebih dalam (Asmadi, 2008) 2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri Menurut Potter & Perry (2005), nyeri dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: usia, ansietas, keletihan, pengalaman sebelumnya gaya koping, dukungan keluarga dan sosial dan respons psikologis. Universitas Sumatera Utara Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, toleransi terhadap nyeri meningkat sesuai dengan pertambahan usia, misalnya semakin bertambah usia seseorang maka semakin bertambah pula pemahaman terhadap nyeri dan usaha mengatasinya (Priharjo, 1993). Hubungan antara nyeri, ansietas dan keletihan bersifat kompleks, ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri dapat menimbulkan perasaan ansietas, maka rasa cemas yang tidak hilang seringkali menyebabkan psikosisi dan gangguan kepribadian, sedangkan keletihan meningkatkan persepsi dan rasa kelelahan yang menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping (Potter & Perry, 2005). Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang, cara seseorang berespons terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya, bagi beberapa orang nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten (Brunner & Suddarth, 2001) Respons psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien, klien mengartikan nyeri sebagai sesuatu yang “negatif” cenderung memiliki suasana hati yang sedih, berduka, ketidakberdayaan, dan dapat berbalik menjadi rasa marah dan frustasi, sebaliknya pada klien yang memiliki persepsi nyeri yang “positif” akan menerima nyeri yang dialami. Pemahaman dan pemberian arti bagi nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu, dan juga faktor sosial Universitas Sumatera Utara budaya, dan juga pada fase pasca nyeri klien mungkin mengalami trauma psikologis, takut, depresi, serta menggigil (Tamsuri, 2006). Menurut Niven (2000), menjelaskan bahwa respons psikologis terhadap nyeri akut berbeda dengan reaksi teradap nyeri kronik. Nyeri akut sering melibatkan ketidaknyamanan dalam waktu yang singkat dan dapat kembali lagi. Nyeri kronis sering tidak mempunyai sebab yang jelas, menetap dan melibatkan penyesuaian psikologis yang besar dengan gejala yang dihubungkan dengan nyeri kronik adalah gangguan tidur, marah pada orang lain, penurunan aktifitas, depresi, toleransi nyeri yang menurun, kelelahan, dan keletihan. 2.2.5. Pengkajian Nyeri Pengkajian nyeri yang benar bagi petugas kesehatan untuk menetapkan status nyeri klien, harus lebih bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap perawatan yang diberikan, dan lebih berorientasi pada sifat kemitraan dalam melakukan penatalaksanaan nyeri. Pengkajian nyeri yang faktual dan akurat dibutuhkan untuk menetapkan data dasar, untuk menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat, untuk menyeleksi terapi yang cocok, dan untuk mengevaluasi respons klien terhadap terapi (Potter & Perry, 2005). Menurut Tamsuri (2006), pengkajian nyeri meliputi berbagai aspek, yaitu : Intensitas nyeri, karakteristis nyeri, faktor yang meredakan nyeri, efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, kekhawatiran individu tentang nyeri. Universitas Sumatera Utara Skala Intensitas Nyeri Skala Intensitas Nyeri Deskpritif Sederhana Tidak Ada Nyeri Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Hebat Nyeri Sangat Hebat Nyeri Paling Hebat Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Skala Analog Visual Tidak Ada Nyeri Nyeri Paling Hebat Skema. 1. Skala Pengukuran Nyeri Smeltzer, S.C Bare B.G (2002). 2.2.6. Manajemen Nyeri Menurut Tamsuri (2006), menjelaskan bahwa ada beberapa tindakan untuk mengatasi nyeri, yaitu tindakan pengobatan (farmakologis) dan tindakan non farmakologis (tanpa pengobatan). 2.2.6.1. Intervensi Farmakologi Beberapa agens famakologis digunakan untuk menangani nyeri semua agens memerlukan resep dokter, penatalaksanaan nyeri akut, perawat memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang menjalani pembedahan dan prosedur medis. Ada tiga jenis analgesik, yakni : (1) non-narkotik dan obat antiinflamasi non steroid (NSAID), (2) analgesik narkotik atau opiat, dan (3) obat tambahan atau ke analgesik. NSAID non-narkotik umumnya menghilangkan nyeri ringan dan nyeri sedang, seperti nyeri yang terkait dengan arthritis rhematoid, prosedur Universitas Sumatera Utara pengobatan gigi dan prosedur bedah minor, episiotomi dan masalah pada punggung bagian bawah (Potter & Perry, 2005). 2.2.6.2. Intervensi non Farmakologis Tindakan nonfarmakologis mencakup intervensi perilaku kognitif dan penggunaan agen-agen fisik. Tujuan intervensi perilaku kognitif adalah mengubah persepsi klien tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi klien rasa pengendalian yang lebih besar. Agens-agens fisik bertujuan untuk memberikan rasa nyaman, memperbaiki disfungsi fisik, mengubah respon fisiologis dan mengurangi rasa takut (Potter & Perry, 2005). Pedoman AHCPR (1992), dikutip oleh Brunner & Suddart (2001), penatalaksanaan nyeri intervensi non farmakologis untuk klien yang memenuhi kriteria antara lain yaitu : klien merasa bahwa intervensi tersebut menarik, klien yang mengekspresikan kecemasan atau ketakutan, klien yang memperoleh manfaat dari upaya menghindari atau mengurangi terapi obat, klien yang memiliki kemungkinan untuk mengalami dan mengembangkan koping dengan interval nyeri pasca operasi yang lama, klien yang masih merasa nyeri setelah menggunakan terapi non farmakologis. Universitas Sumatera Utara 2.3. Seksio Caesaria 2.3.1. Defenisi Seksio Caesaria Menurut Kasdu (2003), seksio caesaria adalah persalinan untuk melahirkan janin dengan berat 500 gram atau lebih, melalui pembedahan diperut dengan menyayat dinding rahim. Seksio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus untuk menyelamatkan kehidupan ibu dan janinnya (Burroughs, 2001). Tujuan seksio caesaria adalah persalinan dengan segera sehingga uterus segera berkontraksi dan menghentikan pendarahan, menghindarkan kemungkinan terjadi robekan pada servik jika janin dilahirkan pervaginam (Saifuddin, 2001). 2.3.2. Indikasi Seksio Caesaria 2.3.2.1. Indikasi medis Secara terperinci indikasi medis dari seseorang ibu yang harus menjalani seksio caesaria, yaitu : plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi sefaloselvik, ruptura uteri yang mengancam, partus lama (prolonged labour), partus tak maju (obstructed labour), distosia serviks, preeklamsia dan hipertensi, malpresentasi janin, distosia karena tumor, dan gawat janin (Mochtar, 2001). 2.3.2.2. Indikasi sosial Selain indikasi medis terdapat indikasi non medis yaitu indikasi sosial. Indikasi sosial dalam persalinan seksio caesaria, timbul karena adanya permintaan Universitas Sumatera Utara pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk melakukan persalinan normal. Tindakan seksio caesaria ini biasanya sudah direncanakan terlebih dahulu ini yang disebut dengan seksio caesaria elektif (Oxorn, 2001). 2.3.3. Penatalaksanaan Nyeri Pasca Operasi Seksio Caesaria Penatalaksanaan nyeri bukan hanya sekedar berupaya untuk menghilangkan nyeri, tetapi juga menekankan pada upaya untuk meningkatkan kualitas hidup klien dan kemampuan bekerja secara produktif, untuk membuat klien dapat menikmati rekreasi, dan membantu klien berfungsi secara normal di dalam keluarga dan masyarakat (Potter & Perry, 2005). Mengurangi rasa nyeri dan tidak nyaman yang hebat merupakan intervensi keperawatan yang memerlukan ketrampilan dan pengetahuan keperawatan, dalam konsep yang berhubungan dengan nyeri, pengumpulan data dan terapi yang bermanfaat kepekaan dan empati bagi perawat memerlukan pendekatan yang sistematis pada pasien yang menderita nyeri (Barbara, 1996). Untuk mengintervensi pasien yang mengalami nyeri, peran perawat dalam penatalaksanaan nyeri yaitu dapat membantu meredakan nyeri dengan memberikan intervensi penghilang nyeri, mengkaji keefektifan intervensi tersebut, memantau terhadap efek yang merugikan dan berperan sebagai advokat pasien apabila intervensi yang dianjurkan tidak efektif dalam meredakan nyeri (Brunner & Suddart, 2001). Pada pasca operasi keadaan penderita gawat, segara dipindahkan ke unit perawatan darurat untuk perawatan bersama dengan unit anestesi. Setelah dirawat di dalam rawat khusus atau unit perawatan darurat baru dipindahkan Universitas Sumatera Utara ke tempat semula dan perawatan luka dan pengukuran tanda-tanda vital dilanjutkan (Mochtar, 2001). Tanda-tanda vital dapat berlangsung setiap 15 menit selama 1-2 jam atau hingga keadaan stabil selanjutnya diberikan oxytosin intravenous untuk merangsang uterus untuk berkontraksi dan mengurangi kehilangan darah kemudian diberikan obat analgetik untuk mendorongnya. Tindakan pemberian analgetik untuk rasa nyeri di lokasi sayatan dapat diberikan setiap 3-4 jam, atau analgetik yang di kontrol pasien atau epidural narkotika dapat diresepkan dokter (Burroughs, 2001). Pemberian cairan perinfus harus cukup beserta elektrolit yang diperlukan sehinggan tidak terjadi hipetermi, dehidrasi dan komplikasi pada organ-organ tubuh lainnya, jumlah cairan yang keluar ditampung dan diukur, hal ini dapat dipakai sebagai pedoman pemberian cairan perinfus dihentikan setelah penderita flatus, lalu mulailah pemberian makanan dan cairan peroral. Pemberian makanan rutin akan berubah bila dijumpai komplikasi pada saluran pencernaan seperti adanya perut gembung dan jalannya peristaltik yang kurang sempurna (Mochtar, 2001). Selama masih dalam perawatan, luka bekas irisan operasi akan terus dipantau oleh perawat karena dikhawatirkan terjadi perdarahan atau infeksi pada luka tersebut. Setelah penderita sadar dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan di daerah operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan obat anti sakit dan penenang. Setelah hari pertama atau kedua rasa nyeri akan hilang sendiri. Luka insisi dibersihkan dengan alkohol dan larutan suci hama (larutan betadine dan sebagainya), lalu ditutup dengan kain penutup luka (Mochtar, 2001). Universitas Sumatera Utara Kasdu, (2003) juga menjelaskan bahwa pembalut atau penutup luka berfungsi sebagai penghalang dan pelindung terhadap infeksi selama proses penyembuhan, pertahankan penutup luka sejak hari pertama pembedahan untuk mencegah infeksi selama proses rehabilitasi berlangsung. Jika pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan cukup banyak dan terus bertambah maka pembalut dibuka dan dilihat luka dan penyebabnya kemudian diganti dengan pembalut baru. Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan penderita. Kemajuan mobilisasi bergantung pada jenis operasi yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin dijumpai. Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya trombosis dan emboli. Sebaliknya terlalu dini melakukan mobilisasi juga dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Jadi, mobilisasi secara teratur dan bertahap diikuti dengan istirahat adalah yang paling dianjurkan (Mochtar, 2001). Menurut Kasdu, (2003), setelah dari ruang operasi pasien akan dibawa ke ruang pemulihan, setelah itu dilakukan pemeriksaan meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran, sirkulasi pernapasan, tekanan darah, suhu tubuh, jumlah urin yang tertampung dikantong urin, jumlah darah dalam tubuh, serta jumlah dan bentuk cairan lokia. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak ditemukan gumpalan darah yang abnormal atau perdarahan yang berlebihan. Kondisi rahim (uterus) dan leher rahim (serviks) juga diperiksa apakah keduanya berfungsi normal pemeriksaan yang lain yaitu pemantauan keadaan emosional secara umum. Universitas Sumatera Utara Asmadi (2008), menjelaskan bahwa ada beberapa metode dan teknik yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mengatasi nyeri antara lain sebagai berikut: a. Distraksi Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien dengan nyeri, menurut Tamsuri, (2006), menerangkan beberapa teknik distraksi adalah sebagai berikut: 1. Distraksi visual, misalnya melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual. 2. Distraksi pendengaran, misalnya mendengarkan musik, suara burung atau gemericik air, dan lain-lain. 3. Distraksi pernapasan, bernapas ritmik dan masase, instruksikan klien untuk melakukan pernapasan ritmik, dan pada saat yang bersamaan lakukan masase pada bagian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri. 4. Distraksi intelektual, misalnya mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran dan lain-lain. 5. Teknik pernapasan, misalnya bermain, menyanyi menggambar. b. Relaksasi Menurut Potter & Perry (2005), menjelaskan bahwa relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri. Teknik relaksasi dapat digunakan saat indvidu dalam kondisi sehat atau sakit. Teknik relaksasi tersebut merupakan upaya pencegahan untuk membantu tubuh segar kembali. Teknik relaksasi Universitas Sumatera Utara mungkin perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang optimal, klien yang telah mengetahui teknik ini mungkin hanya perlu diinstruksikan menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan atau mencegah meningkatnya nyeri. Menurut Asmadi (2008), menjelaskan bahwa teknik relaksasi ini didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespons pada ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan dengan kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk dikursi. Hal utama yang di butuhkan dalam pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien dengan pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang. Menurut Bobak (2004), ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri seperti mengubah posisi, mengganjal insisi dengan bantal saat bergerak atau batuk, memberi kompres panas pada abdomen, dan teknik relaksasi seperti musik, pernapasan, dan lampu yang remang-remang bisa juga digunakan. Simpson (2001), juga menjelaskan bahwa bantal digunakan untuk menjaga posisi dan menopang tungkai, ketika posisi menyamping bantal ditempatkan di bawah punggung dan diantara lutut, dalam posisi semi fowler bantal dapat diletakkan dibawah lutut atau lengan. Dan juga penggunaan hidroterapi selama persalinan yang ditemukan untuk meningkatkan rileks, menghilangkan rasa nyeri mengurangi tekanan darah dan meningkatkan diuresis. c. Hipnotis/Hipnoterapi Hipnotis adalah suatu teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak sadar diri yang dicapai melalui gagasan-gagasan yang disampaikan oleh Universitas Sumatera Utara penghipnotisan. Hipnoterapi mendefenisikan sebagai penggunaan hipnotis untuk membuat suatu kepatuhan dan kondisi seperti tidur dalam terapi kondisi-kondisi dengan komponen psikologis yang besar (Mander, 2004). Hipnotis atau hipnoterapi menjelaskan bahwa kesadaran individu terdiri dari beberapa tingkat kesadaran yang memungkinkannya berfungsi pada tingkat lain dari tingkat tempat nyeri diterima, yang menghasilkan laporan tidak ada nyeri. Secara simultan ‘pengamat tersembunyi’ mempertahankan kesadaran semua aktifitas dan memungkinkan semua pengingatan kembali dan persepsi nyeri ketika efek seperti tidur hipnosis hilang. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh ‘kemampuan untuk menghipnotis’ seseorang yang telah membangkitkan keprihatinan dan banyak penelitian mengenai relevansi hipnoterapi dalam persalinan (Mander, 2004). Salah satu contoh dalam penghipnotisan yaitu imajinasi terbimbing yang merupakan kegiatan klien membuat suatu bayangan yang menyenangkan dan mengkonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur membebaskan diri dari perhatian terhadap nyeri (Asmadi, 2008). Imajinasi terbimbing melibatkan wanita yang menggunakan imajinasi untuk mengontrol nyerinya. Hal ini dicapai dengan menciptakan bayangan yang mengurangi keparahan nyeri atau yang terdiri dari pengganti yang lebih dapat diterima dan tidak nyeri.oleh karena keterllibatan aktif ibu yang sangat penting dalam teknik ini, ibu dapat mengembangkan rasa dapat mengendalikan nyerinya yang selanjutnya mempermudah relaksasi (Mander, 2004). Universitas Sumatera Utara