pengetahuan perawat dan bidan dalam penatalaksanaan nyeri

advertisement
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
Di dalam tinjauan teoritis ini akan dipaparkan tentang konsep-konsep
terkait dengan pengetahuan, operasi seksio caesaria, nyeri pasca operasi seksio
caesaria dan penatalaksanaan nyeri pasca operasi seksio caesaria.
2.1. Pengetahuan
2.1.1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, juga bisa
didapat dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, buku dan
surat kabar. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Setiawati (2008), yang mengutip dari Rogers (1974),
pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran
dengan melibatkan indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, dan pengecap. Pengetahuan akan
memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan
individu tersebut akan melakukan perubahan dengan mengadopsi prilaku.
Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara
orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan
Universitas Sumatera Utara
yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi
karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Pengetahuan bukanlah suatu barang
yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang telah mempunyai
pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum memiliki pengetahuan tersebut
dan manusia juga dapat mengetahui sesuatu dengan menggunakan indranya
(Budiningsih, 2005).
2.1.2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), tingkatan pengetahuan di dalam domain
kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:
2.1.2.1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah.
2.1.2.2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat menjelaskan, memberi contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada suatu atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
2.1.2.4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dalam menggambarkan atau membuat
bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
2.1.2.5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
2.1.2.6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan informasi dan penemuan yang bersifat kreatif
untuk mempertahankan pemgetahuan baru, dimana perawat dapat menggunakan
kemampuan rasional logis dan pemikiran kritis untuk menganalisis informasi
yang diperoleh melalui pembelajaran tradisional, pencarian informasi, belajar dari
pengalaman, penelitian ide terhadap disiplin ilmu lain, dan pemecahan masalah
untuk menentukan terminologi tindakan keperawatan. Selain itu, perawat dapat
menggunakan kemampuan penyelidikan ilmiah untuk mengidentifikasi dan
menyelidiki masalah klinis, profesional atau pendidikan (Potter & Perry, 2005).
Menurut Notoatmodjo (2003), menjelaskan beberapa faktor-faktor
yang mempengaruhi pengetahuan yaitu :
2.1.3.1. Pendidikan
Pendidikan adalah sebagai suatu usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah berlangsung seumur
hidup, menurut batasan ini proses pendidikan tidak hanya sampai pada
kedewasaan saja, melainkan tetap berlangsung seumur hidup.
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah
yang lebih dewasa, baik dan matang pada diri individu, kelompok atau
masyarakat. Melalui pendidikan seseorang akan memperoleh pengetahuan,
apabila semakin tinggi tingkat pendidikan, maka hidup akan semakin berkualitas,
dimana seseorang akan berfikir logis dan memahami informasi yang
diperolehnya (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan sangat penting
dan berperan dalam pengembangan pelayanan keperawatan profesional,
pengembangan teknologi keperawatan, pembinaan kehidupan keprofesian, dan
pendidikan keperawatan berkelanjutan yang dicapai melalui lulusan dengan
kemampuan profesional. Langkah awal yang perlu ditempuh adalah penataan
pendidikan keperawatan dan memberikan kesempatan kepada perawat untuk
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Lulusan Akademi Keperawatan
diharapkan dapat melanjutkan ke jenjang S1 keperawatan. Pendidikan tinggi
keperawatan sebagai sarana mencapai profesionalisme keperawatan harus tetap
dipacu. Kepedulian terhadap pengelolaan pendidikan tinggi mempunyai alasan
karena keberhasilan pengembangan keperawatan di Indonesia di masa mendatang
sangat bergantung pada penataan dan pengembangan pendidikan tinggi
keperawatan (Nursalam, 2008).
2.1.3.2. Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman
merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu,
pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dirasakan yang merupakan
kesadaran akan sesuatu hal yang tertangkap oleh indera manusia. Sikap yang
diperoleh dari pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap
prilaku berikutnya yang direalisasikan hanya apabila kondisi dan situasi yang
memungkinkan.
Universitas Sumatera Utara
Pengalaman belajar dan bekerja yang dikembangkan memberikan
pengetahuan dan ketrampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja
akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan
manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari
masalah nyata dalam bidang keperawatan (Notoatmodjo, 2003).
2.1.3.3. Pekerjaan
Pekerjaan dapat membawa suatu pengalaman, pengalaman belajar
dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan ketrampilan
profesional serta pengalaman.
Pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau aktifitas seseorang untuk
memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Pekerja adalah mereka yang bekerja pada orang lain atau institusi, kantor,
perusahaan dengan menerima upah atau gaji, baik berupa uang atau barang.
Sedangkan lapangan kerja atau jabatan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan
atau di tugaskan pada seseorang (Notoatmodjo, 2003).
2.1.3.4. Motivasi
Motivasi merupakan dorongan keinginan yang berasal dalam diri
seseorang untuk melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan dan dapat dipengaruhi
oleh orang lain atau lingkungan. Untuk merubah karakteristrik yang lama seperti
nilai, sikap, kepercayaan dan pemahaman, maka perlu dukungan dan dorongan
dari orang sekitarnya.
Motivasi
merupakan
dorongan
yang
menyebabkan
seseorang
mengambil suatu tindakan. Motivasi dapat berasal dari motif sosial, tugas, atau
fisik. Penyelesaian tugas sosial dan motivasi fisik menstimulasi seseorang untuk
Universitas Sumatera Utara
belajar. Motivasi sosial dibutuhkan untuk berhubungan, penampilan sosial, atau
harga diri. Individu secara umum mencari orang lain untuk membandingkan
pendapat, kemampuan, dan emosi dan penyelesaian tugas memotivasi didasari
oleh kebutuhan seperti keberhasilan dan kompetensi maka pengetahuan yang
diperlukan untuk mempertahankan diri menghasilkan stimulus yang lebih besar
untuk belajar daripada pengetahuan yang hanya meningkatkan kesehatan. Strategi
pengajaran menggambarkan hubungan yang penting dengan berbagai motivasi
fisik (Potter & Perry, 2005).
2.1.3.5. Informasi
Informasi merupakan faktor yang mungkin mencakup ketrampilan dan
sumber daya untuk melakukan prilaku kesehatan. Semakin banyak informasi yang
diterima oleh seseorang maka semakin meningkat pula pengetahuan yang
dimilikinya.
Sumber informasi adalah data yang diproses kedalam suatu bentuk dan
mempunyai nilai nyata. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang
menjadi sumber informasi adalah lingkungan. Menurut berbagai penelitian
lingkungan akan membentuk kepribadian seseorang dimana lingkungan yang
banyak menyediakan informasi yang akan menambah pengetahuan seseorang
(Potter & Perry, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Cara Memperoleh Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek peneliti
atau responden. Pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat diukur dan disesuaikan
dengan tingkatan tersebut di atas (Notoatmodjo, 2003).
2.2. Nyeri
2.2.1 Defenisi Nyeri
Menurut Brunner & Suddart (2001), nyeri adalah pengalaman sensori
dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial. Nyeri terjadi bersama proses penyakit atau bersamaan
dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam
hal skala atau tingkatnya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2006).
2.2.2. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut
dan kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan
tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan,
biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan.
Universitas Sumatera Utara
Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal sindrom, nyeri
kronis dan nyeri psikosomatis (Hidayat, 2006).
Menurut Brunner & Suddarth (2001), nyeri akut mengindikasikan
bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada
kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk
menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri kronis
berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik dan sering sulit untuk diobati
karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang
diarahkan pada penyebabnya.
2.2.3. Fisiologi Nyeri
Nyeri merupakan campuran fisik, emosi dan perilaku, cara yang paling
baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga
komponen fisiologis berikut, yakni ; resepsi, persepsi dan reaksi. (Potter & Perry,
2005). Respons fisiologis terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal,
perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain,
atau perubahan respon terhadap lingkungan (Brunner & Suddart, 2001).
Nyeri alat dalam, seperti nyeri somatik dalam, mencetuskan kontraksi
refleks otot-otot rangka disekitarnya. Kejang refleks ini biasanya terjadi didinding
abdomen dan menyebabkan dinding abdomen kaku. Hal ini paling nyata apabila
peradangan alat dalam melibatkan peritonium. Tanda-tanda klasik peradangan alat
dalam di abdomen adalah nyeri, nyeri tekan, perubahan otonomi misalnya
Universitas Sumatera Utara
hipotensi dan berkeringat, dan kejang dinding abdomen. Nyeri tekan disebabkan
oleh peningkatan kepekaan reseptor nyeri di alat dalam, perubahan otonom
disebabkan oleh pengaktifan refleks-refleks viseral dan kejang disebabkan oleh
kontraksi otot rangka di dinding abdomen (Ganong, 1998).
Perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indikator nyeri yang
lebih akurat dibandingkan dengan laporan verbal pasien, respon involunter
tersebut adalah peningkatan tekanan darah, pernapasan, nadi, pucat, dan
berkeringat merupakan respons rangsangan sistem saraf otonom, dan bukan
karena nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2006).
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu
penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara
fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik, termis,
kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah, dan
lain- lain. Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma
psikologis. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan
oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri.
Serabut saraf ini terletak dan tersebar pada lapisan kulit dan pada jaringan–
jaringan tertentu yang terletak lebih dalam (Asmadi, 2008)
2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Menurut Potter & Perry (2005), nyeri dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yaitu: usia, ansietas, keletihan, pengalaman sebelumnya gaya koping,
dukungan keluarga dan sosial dan respons psikologis.
Universitas Sumatera Utara
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, toleransi
terhadap nyeri meningkat sesuai dengan pertambahan usia, misalnya semakin
bertambah usia seseorang maka semakin bertambah pula pemahaman terhadap
nyeri dan usaha mengatasinya (Priharjo, 1993).
Hubungan antara nyeri, ansietas dan keletihan bersifat kompleks,
ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri dapat menimbulkan
perasaan ansietas, maka rasa cemas yang tidak hilang seringkali menyebabkan
psikosisi dan gangguan kepribadian, sedangkan keletihan meningkatkan persepsi
dan rasa kelelahan yang menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan
menurunkan kemampuan koping (Potter & Perry, 2005).
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu
tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang,
cara seseorang berespons terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri
adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya, bagi
beberapa orang nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti
pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten (Brunner & Suddarth, 2001)
Respons psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien
terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien, klien mengartikan nyeri
sebagai sesuatu yang “negatif” cenderung memiliki suasana hati yang sedih,
berduka, ketidakberdayaan, dan dapat berbalik menjadi rasa marah dan frustasi,
sebaliknya pada klien yang memiliki persepsi nyeri yang “positif” akan menerima
nyeri yang dialami. Pemahaman dan pemberian arti bagi nyeri sangat dipengaruhi
tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu, dan juga faktor sosial
Universitas Sumatera Utara
budaya, dan juga pada fase pasca nyeri klien mungkin mengalami trauma
psikologis, takut, depresi, serta menggigil (Tamsuri, 2006).
Menurut Niven (2000), menjelaskan bahwa respons psikologis
terhadap nyeri akut berbeda dengan reaksi teradap nyeri kronik. Nyeri akut sering
melibatkan ketidaknyamanan dalam waktu yang singkat dan dapat kembali lagi.
Nyeri kronis sering tidak mempunyai sebab yang jelas, menetap dan melibatkan
penyesuaian psikologis yang besar dengan gejala yang dihubungkan dengan nyeri
kronik adalah gangguan tidur, marah pada orang lain, penurunan aktifitas, depresi,
toleransi nyeri yang menurun, kelelahan, dan keletihan.
2.2.5. Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri yang benar bagi petugas kesehatan untuk menetapkan
status nyeri klien, harus lebih bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap
perawatan yang diberikan, dan lebih berorientasi pada sifat kemitraan dalam
melakukan penatalaksanaan nyeri. Pengkajian nyeri yang faktual dan akurat
dibutuhkan untuk menetapkan data dasar, untuk menegakkan diagnosa
keperawatan yang tepat, untuk menyeleksi terapi yang cocok, dan untuk
mengevaluasi respons klien terhadap terapi (Potter & Perry, 2005).
Menurut Tamsuri (2006), pengkajian nyeri meliputi berbagai aspek,
yaitu : Intensitas nyeri, karakteristis nyeri, faktor yang meredakan nyeri, efek
nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, kekhawatiran individu tentang
nyeri.
Universitas Sumatera Utara
Skala Intensitas Nyeri
Skala Intensitas Nyeri Deskpritif Sederhana
Tidak
Ada
Nyeri
Nyeri Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri
Hebat
Nyeri
Sangat
Hebat
Nyeri
Paling
Hebat
Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Skala Analog Visual
Tidak Ada Nyeri
Nyeri Paling Hebat
Skema. 1. Skala Pengukuran Nyeri
Smeltzer, S.C Bare B.G (2002).
2.2.6. Manajemen Nyeri
Menurut Tamsuri (2006), menjelaskan bahwa ada beberapa tindakan
untuk mengatasi nyeri, yaitu tindakan pengobatan (farmakologis) dan tindakan
non farmakologis (tanpa pengobatan).
2.2.6.1. Intervensi Farmakologi
Beberapa agens famakologis digunakan untuk menangani nyeri semua
agens memerlukan resep dokter, penatalaksanaan nyeri akut, perawat memberikan
asuhan keperawatan kepada klien yang menjalani pembedahan dan prosedur
medis. Ada tiga jenis analgesik, yakni : (1) non-narkotik dan obat antiinflamasi
non steroid (NSAID), (2) analgesik narkotik atau opiat, dan (3) obat tambahan
atau ke analgesik. NSAID non-narkotik umumnya menghilangkan nyeri ringan
dan nyeri sedang, seperti nyeri yang terkait dengan arthritis rhematoid, prosedur
Universitas Sumatera Utara
pengobatan gigi dan prosedur bedah minor, episiotomi dan masalah pada
punggung bagian bawah (Potter & Perry, 2005).
2.2.6.2. Intervensi non Farmakologis
Tindakan nonfarmakologis mencakup intervensi perilaku kognitif dan
penggunaan agen-agen fisik. Tujuan intervensi perilaku kognitif adalah mengubah
persepsi klien tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi klien rasa
pengendalian yang lebih besar. Agens-agens fisik bertujuan untuk memberikan
rasa nyaman, memperbaiki disfungsi fisik, mengubah respon fisiologis dan
mengurangi rasa takut (Potter & Perry, 2005).
Pedoman AHCPR (1992), dikutip oleh Brunner & Suddart (2001),
penatalaksanaan nyeri intervensi non farmakologis untuk klien yang memenuhi
kriteria antara lain yaitu : klien merasa bahwa intervensi tersebut menarik, klien
yang mengekspresikan kecemasan atau ketakutan, klien yang memperoleh
manfaat dari upaya menghindari atau mengurangi terapi obat, klien yang memiliki
kemungkinan untuk mengalami dan mengembangkan koping dengan interval
nyeri pasca operasi yang lama, klien yang masih merasa nyeri setelah
menggunakan terapi non farmakologis.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Seksio Caesaria
2.3.1. Defenisi Seksio Caesaria
Menurut Kasdu (2003), seksio caesaria adalah persalinan untuk
melahirkan janin dengan berat 500 gram atau lebih, melalui pembedahan diperut
dengan menyayat dinding rahim.
Seksio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus untuk menyelamatkan kehidupan ibu
dan janinnya (Burroughs, 2001).
Tujuan seksio caesaria adalah persalinan dengan segera sehingga
uterus segera berkontraksi dan menghentikan pendarahan, menghindarkan
kemungkinan terjadi robekan pada servik jika janin dilahirkan pervaginam
(Saifuddin, 2001).
2.3.2. Indikasi Seksio Caesaria
2.3.2.1. Indikasi medis
Secara terperinci indikasi medis dari seseorang ibu yang harus
menjalani seksio caesaria, yaitu : plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul
sempit, disproporsi sefaloselvik, ruptura uteri yang mengancam, partus lama
(prolonged labour), partus tak maju (obstructed labour), distosia serviks,
preeklamsia dan hipertensi, malpresentasi janin, distosia karena tumor, dan gawat
janin (Mochtar, 2001).
2.3.2.2. Indikasi sosial
Selain indikasi medis terdapat indikasi non medis yaitu indikasi sosial.
Indikasi sosial dalam persalinan seksio caesaria, timbul karena adanya permintaan
Universitas Sumatera Utara
pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk melakukan persalinan
normal. Tindakan seksio caesaria ini biasanya sudah direncanakan terlebih dahulu
ini yang disebut dengan seksio caesaria elektif (Oxorn, 2001).
2.3.3. Penatalaksanaan Nyeri Pasca Operasi Seksio Caesaria
Penatalaksanaan
nyeri
bukan
hanya
sekedar
berupaya
untuk
menghilangkan nyeri, tetapi juga menekankan pada upaya untuk meningkatkan
kualitas hidup klien dan kemampuan bekerja secara produktif, untuk membuat
klien dapat menikmati rekreasi, dan membantu klien berfungsi secara normal di
dalam keluarga dan masyarakat (Potter & Perry, 2005).
Mengurangi rasa nyeri dan tidak nyaman yang hebat merupakan
intervensi keperawatan yang
memerlukan ketrampilan dan pengetahuan
keperawatan, dalam konsep yang berhubungan dengan nyeri, pengumpulan data
dan terapi yang bermanfaat kepekaan dan empati bagi perawat memerlukan
pendekatan yang sistematis pada pasien yang menderita nyeri (Barbara, 1996).
Untuk mengintervensi pasien yang mengalami nyeri, peran perawat
dalam penatalaksanaan nyeri yaitu dapat membantu meredakan nyeri dengan
memberikan intervensi penghilang nyeri, mengkaji keefektifan intervensi tersebut,
memantau terhadap efek yang merugikan dan berperan sebagai advokat pasien
apabila intervensi yang dianjurkan tidak efektif dalam meredakan nyeri (Brunner
& Suddart, 2001).
Pada pasca operasi keadaan penderita gawat, segara dipindahkan ke
unit perawatan darurat untuk perawatan bersama dengan unit anestesi. Setelah
dirawat di dalam rawat khusus atau unit perawatan darurat baru dipindahkan
Universitas Sumatera Utara
ke tempat semula dan perawatan luka dan pengukuran tanda-tanda vital
dilanjutkan (Mochtar, 2001). Tanda-tanda vital dapat berlangsung setiap 15 menit
selama
1-2 jam atau hingga keadaan stabil selanjutnya diberikan oxytosin
intravenous untuk merangsang uterus untuk berkontraksi dan mengurangi
kehilangan darah kemudian diberikan obat analgetik untuk mendorongnya.
Tindakan pemberian analgetik untuk rasa nyeri di lokasi sayatan dapat diberikan
setiap 3-4 jam, atau analgetik yang di kontrol pasien atau epidural narkotika dapat
diresepkan dokter (Burroughs, 2001).
Pemberian cairan perinfus harus cukup beserta elektrolit yang
diperlukan sehinggan tidak terjadi hipetermi, dehidrasi dan komplikasi pada
organ-organ tubuh lainnya, jumlah cairan yang keluar ditampung dan diukur, hal
ini dapat dipakai sebagai pedoman pemberian cairan perinfus dihentikan setelah
penderita flatus, lalu mulailah pemberian makanan dan cairan peroral. Pemberian
makanan rutin akan berubah bila dijumpai komplikasi pada saluran pencernaan
seperti adanya perut gembung dan jalannya peristaltik yang kurang sempurna
(Mochtar, 2001).
Selama masih dalam perawatan, luka bekas irisan operasi akan terus
dipantau oleh perawat karena dikhawatirkan terjadi perdarahan atau infeksi pada
luka tersebut. Setelah penderita sadar dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih
dirasakan di daerah operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan obat
anti sakit dan penenang. Setelah hari pertama atau kedua rasa nyeri akan hilang
sendiri. Luka insisi dibersihkan dengan alkohol dan larutan suci hama (larutan
betadine dan sebagainya), lalu ditutup dengan kain penutup luka (Mochtar, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Kasdu, (2003) juga menjelaskan bahwa pembalut atau penutup luka
berfungsi sebagai penghalang dan pelindung terhadap infeksi selama proses
penyembuhan, pertahankan penutup luka sejak hari pertama pembedahan untuk
mencegah infeksi selama proses rehabilitasi berlangsung. Jika pembalut luka
terjadi perdarahan atau keluar cairan cukup banyak dan terus bertambah maka
pembalut dibuka dan dilihat luka dan penyebabnya kemudian diganti dengan
pembalut baru.
Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu
jalannya penyembuhan penderita. Kemajuan mobilisasi bergantung pada jenis
operasi yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin dijumpai. Mobilisasi
berguna untuk mencegah terjadinya trombosis dan emboli. Sebaliknya terlalu dini
melakukan mobilisasi juga dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Jadi,
mobilisasi secara teratur dan bertahap diikuti dengan istirahat adalah yang paling
dianjurkan (Mochtar, 2001).
Menurut Kasdu, (2003), setelah dari ruang operasi pasien akan dibawa
ke ruang pemulihan, setelah itu dilakukan pemeriksaan meliputi pemeriksaan
tingkat kesadaran, sirkulasi pernapasan, tekanan darah, suhu tubuh, jumlah urin
yang tertampung dikantong urin, jumlah darah dalam tubuh, serta jumlah dan
bentuk cairan lokia. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak ditemukan
gumpalan darah yang abnormal atau perdarahan yang berlebihan. Kondisi rahim
(uterus) dan leher rahim (serviks) juga diperiksa apakah keduanya berfungsi
normal pemeriksaan yang lain yaitu pemantauan keadaan emosional secara
umum.
Universitas Sumatera Utara
Asmadi (2008), menjelaskan bahwa ada beberapa metode dan teknik
yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mengatasi nyeri antara lain sebagai
berikut:
a. Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien dengan nyeri, menurut
Tamsuri, (2006), menerangkan beberapa teknik distraksi adalah sebagai berikut:
1. Distraksi visual, misalnya melihat pertandingan, menonton televisi, membaca
koran, melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual.
2. Distraksi pendengaran, misalnya mendengarkan musik, suara burung atau
gemericik air, dan lain-lain.
3. Distraksi pernapasan, bernapas ritmik dan masase, instruksikan klien untuk
melakukan pernapasan ritmik, dan pada saat yang bersamaan lakukan masase
pada bagian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau
gerakan memutar di area nyeri.
4. Distraksi intelektual, misalnya mengisi teka-teki silang, bermain kartu,
melakukan kegemaran dan lain-lain.
5. Teknik pernapasan, misalnya bermain, menyanyi menggambar.
b. Relaksasi
Menurut Potter & Perry (2005), menjelaskan bahwa relaksasi
merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress. Teknik
relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau
nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri. Teknik relaksasi dapat digunakan saat
indvidu dalam kondisi sehat atau sakit. Teknik relaksasi tersebut merupakan
upaya pencegahan untuk membantu tubuh segar kembali. Teknik relaksasi
Universitas Sumatera Utara
mungkin perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang optimal, klien
yang telah mengetahui teknik ini mungkin hanya perlu diinstruksikan
menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan atau mencegah meningkatnya
nyeri.
Menurut Asmadi (2008), menjelaskan bahwa teknik relaksasi ini
didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespons pada ansietas yang
merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi dapat
menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan dengan kepala
ditopang dalam posisi berbaring atau duduk dikursi. Hal utama yang di butuhkan
dalam pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien
dengan pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang.
Menurut Bobak (2004), ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan
untuk mengurangi rasa nyeri seperti mengubah posisi, mengganjal insisi dengan
bantal saat bergerak atau batuk, memberi kompres panas pada abdomen, dan
teknik relaksasi seperti musik, pernapasan, dan lampu yang remang-remang bisa
juga digunakan. Simpson (2001), juga menjelaskan bahwa bantal digunakan untuk
menjaga posisi dan menopang tungkai, ketika posisi menyamping bantal
ditempatkan di bawah punggung dan diantara lutut, dalam posisi semi fowler
bantal dapat diletakkan dibawah lutut atau lengan. Dan juga penggunaan
hidroterapi selama persalinan yang ditemukan untuk meningkatkan rileks,
menghilangkan rasa nyeri mengurangi tekanan darah dan meningkatkan diuresis.
c. Hipnotis/Hipnoterapi
Hipnotis adalah suatu teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak
sadar diri yang dicapai melalui gagasan-gagasan yang disampaikan oleh
Universitas Sumatera Utara
penghipnotisan. Hipnoterapi mendefenisikan sebagai penggunaan hipnotis untuk
membuat suatu kepatuhan dan kondisi seperti tidur dalam terapi kondisi-kondisi
dengan komponen psikologis yang besar (Mander, 2004).
Hipnotis atau hipnoterapi menjelaskan bahwa kesadaran individu
terdiri dari beberapa tingkat kesadaran yang memungkinkannya berfungsi pada
tingkat lain dari tingkat tempat nyeri diterima, yang menghasilkan laporan tidak
ada nyeri. Secara simultan ‘pengamat tersembunyi’ mempertahankan kesadaran
semua aktifitas dan memungkinkan semua pengingatan kembali dan persepsi
nyeri ketika efek seperti tidur hipnosis hilang. Hal ini kemungkinan dipengaruhi
oleh ‘kemampuan untuk menghipnotis’ seseorang yang telah membangkitkan
keprihatinan dan banyak penelitian mengenai relevansi hipnoterapi dalam
persalinan (Mander, 2004).
Salah satu contoh dalam penghipnotisan yaitu imajinasi terbimbing
yang merupakan kegiatan klien membuat suatu bayangan yang menyenangkan
dan mengkonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur
membebaskan diri dari perhatian terhadap nyeri (Asmadi, 2008).
Imajinasi terbimbing melibatkan wanita yang menggunakan imajinasi
untuk mengontrol nyerinya. Hal ini dicapai dengan menciptakan bayangan yang
mengurangi keparahan nyeri atau yang terdiri dari pengganti yang lebih dapat
diterima dan tidak nyeri.oleh karena keterllibatan aktif ibu yang sangat penting
dalam teknik ini, ibu dapat mengembangkan rasa dapat mengendalikan nyerinya
yang selanjutnya mempermudah relaksasi (Mander, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Download