BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kepolisian merupakan organisasi pemerintah yang salah satu fungsinya
adalah sebagai pelindung dan pelayan masyarakat Indonesia. Peran polisi sangat
berat dalam melaksanakan fungsinya tersebut mengingat pelanggaran-pelanggaran
hukum yang ditangani oleh polisi dari waktu kewaktu semakin meningkat. Dalam
kondisi tersebut profesionalitas polisi harus lebih ditingkatkan demi menjaga
nama baik Polisi di mata masyarakat. Mengingat banyaknya komitmen
pemerintah untuk lebih menstabilkan kondisi Bangsa Indonesia dalam berbagai
masalah pelanggaran hukum seperti pembasmian terorisme, penangkapan para
koruptor, serta peningkatan keamanan masyarakat yang merupakan bagian
penting dari stabilitas politik adalah bentuk tanggungjawab Polisi untuk
pemerintah yang harus dijalankan dengan baik.
Sesungguhnya permasalahan penegakan hukum bukanlah hal baru bagi
polisi, karena selama ini polisi telah berusaha menjalankan fungsinya. Diharapkan
adanya kerjasama yang baik antara polisi dan masyarakat tentang masalah
penegakan hukum. Tanpa adanya bentuk kerjasama dari keduanya persoalan
penegakan hukum menjadi lebih sulit teratasi, karena itu diperlukan adanya rasa
saling mempercayai diantara dua pihak, baik dari Polisi maupun masyarakat
sekitar. Namun tingkat kepercayaan masyarakat pada polisi semakin lama
semakin berkurang disebabkan adanya persepsi negatif masyarakat pada tubuh
polisi. Citra baik polisi di mata masyarakat seringkali dikotori oleh ulah
oknumnya sendiri sehingga polisi didera vonis yang negatif, sebagai contoh :
kasus pembunuhan wartawan Udin yang sudah lama bergulir tapi sampai saat ini
belum tuntas proses penyelidikan dan investigasinya. Seringkali masyarakat
1
membuat stereotipe masalah yang ada, kesalahan pada salah satu oknum polisi
tapi kemudian masyarakat menilai hal itu merupakan kesalahan dalam tubuh
organisasi Polisi secara keseluruhan.
Beberapa kasus yang seringkali menjadi masalah adalah kasus
penyalahgunaan wewenang, penganiayaan, ketidak jelasan dalam penyampaian
informasi suatu kasus, pelecehan seksual, perbuatan tidak menyenangkan,
pengusutan kasus yang tidak kunjung selesai, dan penyalahgunaan senjata api.
Kasus tersebut perlahan-lahan membentuk sebuah opini negatif dan sikap tidak
percaya dalam masyarakat, karena opini yang seharusnya terbentuk adalah polisi
merupakan sebuah figur yang patut untuk dicontoh dan diandalkan, karena
kekuatan polisi merupakan pilar utama dalam masalah keamanan dan ketertiban
masyarakat. Sehingga dalam menjalankan fungsinya seringkali publik atau
masyarakat meragukan kemampuan polisi dalam menjalankan fungsinya sebagai
pelindung dan penganyom yang dapat dipercaya.
Anggota dari Polisi merupakan anggota masyarakat juga. Keberadaan
polisi sangat erat kaitannya dengan masyarakat, karena masyarakat yang memiliki
pengaruh paling besar dan merupakan target utama dalam memberikan pelayanan
kepada mereka. Oleh karena itu dibutuhkan peran aparat keamanan. Untuk
menjaga keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Kepolisian Daerah Istimewa
Yogyakarta (Polda DIY) dibentuk sebagai alat negara yang berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibnas), penegak hukum
(gakkkum) serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan bagi
masyarakat dalam rangka terciptanya keamanan dalam di Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Saat ini humas kepolisian harus mengubah paradigma kehumasannya.
Humas bukan lagi sebagai lembaga yang melakukan sensor berita dan anti kritik.
Tapi, humas harus menganut prinsip keterbukaan yang mampu membangun
hubungan yang harmonis dengan masyarakat. Berhubungan dengan masyarakat,
baik secara personal ataupun melalui forum diskusi adalah cara mewujudkan
komunikasi yang bersifat terbuka. Selain itu ada cara lain yaitu, dengan
2
memasang pamflet, siaran radio dan lain-lain, memberikan pendekatan kepada
masyarakat dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Pendekatan
kepolisian dengan masyarakat adalah dengan FKPM (Forum Kemitraan Polisi dan
Masyarakat) melalui pembinaan dan penyuluhan (binluh) dan kunjungan ke
tokoh-tokoh masyarakat. Pelaksanaannya oleh jajaran Babinkamtibmas yang
selalu mendampingi masyarakat di tingkat kelurahan atau desa. Sedangkan untuk
Polresta adalah dengan Patroli yang dilakukan (www.jogja.polri.go.id). Polisi
harus dapat menampilkan figur yang memasyarakat sehingga masyarakat tidak
memandang polisi sebagai lembaga militer yang otoriter dan menakutkan.
Akibatnya, banyak pekerjaan polisi yang semestinya bisa diselesaikan
dengan melibatkan partisipasi masyarakat, namun masyarakat kurang memberikan
informasi secara lengkap. Dengan demikian, polisi harus mengedepankan
pendekatan humanis dalam setiap menangani persoalan kamtibmas. Sebagai
gantinya, penyelesaian persoalan kamtibmas dengan pedoman menghargai hak
asasi manusia (HAM) perlu dikedepankan. Melalui cara demikian, otomatis
kedekatan Polisi
dan masyarakat dapat tercipta. Selanjutnya, harapan Polisi
dengan terbentuknya kemitraan dan jaringan yang disertai dengan sikap
keterbukaan dalam penyampaian informasi, polisi akan dapat pula menciptakan
dan membangun reputasi polisi yang baik.
Sebagai bahan pendukung rangkaian hal yang melatar belakangi penelitian
ini, penulis mencoba memberikan beberapa bukti sebagai berikut : berita tentang
kerja sama Pelatihan Public Speaking antara Bina Sarana Informatika (BSI)
dengan Polda DIY yang bertema Polisi Harus Memiliki Kemampuan Komunikasi.
Sebagai aparat penegak hukum yang langsung bersentuhan langsung dengan
masyarakat dibutuhkan kemapuan berkomunikasi yang baik dan benar. Untuk itu
kemampuan dalam public speaking harus diasah terus. Dengan memiliki
kompetensi di bidang public speaking maka apa yang disampaikan akan mudah
diterima masyarakat. “Untuk itu anggota polisi harus percaya diri ketika
berhadapan dengan masyarakat atau di depan atasan. Intinya jangan sampai
grogi,” ungkap Lusy Laksita, Public Speaker yang juga Dosen Tamu BSI
3
Yogyakarta di sela-sela Pelatihan Public Speaking di Aula Mapolda DIY, Rabu
(17/9). Dijelaskan Lusy, saat dipercaya untuk berbicara di depan umum atau
menjadi seorang MC dibutuhkan modal berupa percaya diri. Dengan modal
percaya diri, ketika berbuat kesalahan maka akan segera memperbaiki. “Dalam
dunia public speaking seseorang MC misalnya terkadang salah mengucapkan
sesuatu, seperti nama pejabat. Tetapi karena percaya diri mereka dapat segera
memperbaikinya. Dah itu sebagai sesuatu hal yang wajar,” lanjut Lusy
menjelaskan. Sementara Dosen yang juga Humas BSI Yogyakarya, Diah
Pradiatiningtyas SE MSc mengatakan, pelatihan public speaking yang digelar
Kampus BSI Yogyakarta bekerja sama dengan Polda DIY diselenggarakan selama
6 hari yang akan diikuti 580 orang. Untuk hari pertama ini diikuti 90 anggota
babinkamtibmas dan 50 anggota intel. “Kerja sama yang kami jalin tak hanya
pelatihan public speaking saja. Tetapi kami juga memberikan beasiswa kepada
anggota
polda
dan
anak-anaknya
kuliah
sampai
S2,”
tegas
Diah
(www.krjogja.com).
Polisi hingga kini masih melakukan penyidikan kasus tewasnya wartawan
Harian Bernas Fuad Muhammad Syafruddin atau Udin. Hal itu diungkapkan
Kapolda DIY Brigjen Pol Oerip Soebagyo di sela-sela silaturahmi dengan
wartawan di Gedung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jogja, Selasa
(5/8/2014). Kapolda menegaskan, pihaknya belum akan mengeluarkan SP3 atau
Surat Perintah Penghentian Penyidikan untuk kasus Udin. “Kami masih akan
menindaklanjuti
kasus
tersebut.
Kami
bahkan
tidak
terpikirkan
untuk
mengeluarkan SP3 karena secara prinsip kasus Udin masih bisa ditindaklanjuti,”
kata Oerip Soebagyo yang didampingi para pejabat di lingkungan Polda DIY.
Menurut Oerip, Polda DIY masih mengkaji peluang dan potensi keberhasilan
seperti apa dalam upaya menindaklanjuti kasus pembunuhan wartawan Bernas,
Udin, yang terjadi 18 tahun lalu. Wartawan Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin
atau Udin, yang meninggal pada 16 Agustus 1996 setelah dianiaya lelaki tidak
dikenal di depan rumah kontrakannya di Dusun Gelangan Samalo, Jalan
Parangtritis Km 13 Kabupaten Bantul pada 13 Agustus 1996.
4
Secara yuridis formal kasus ini akan memasuki kadaluwarsa setelah 18
tahun atau hanya sekitar satu pekan lagi. Ketua PWI Cabang DIY Sihono HT
mengatakan, bagi kalangan wartawan di daerah ini, kasus pembunuhan wartawan
Bernas, Udin, merupakan persoalan yang selalu mengganjal karena hingga kini
belum terungkap siapa pelakunya. Meski Kapolda DIY telah berganti belasan kali
tetapi kasus ini masih belum terungkap. Ia juga berharap di masa mendatang
tindak kekerasan terhadap wartawan yang tengah melaksanakan tugas jurnalistik
sudah tidak ada lagi di wilayah DIY. “Tindak kekerasan terhadap wartawan
hendaknya berhenti sampai di sini dan penganiayaan Udin hendaknya menjadi
yang terakhir,” tegas Sihono (www.harianjogja.com).
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai perlu adanya evaluasi
terhadap kinerja kepolisian di wilayah DIY menyusul munculnya kasus-kasus
intoleransi yang berujung pada kekerasan. Termasuk upaya preventif yang selama
ini diterapkan kepolisian dalam meredam kasus tersebut. Hal itu disampaikan
Adrianus Meliala, komisioner Kompolnas saat menghadiri pertemuan dengan
korban kasus intoleransi di Yogyakarta di Pusat Studi Hak Asasi Manusia
(Pusham) UII, Senini (23/6). Selain Adrianus, hadir dalam pertemuan tersebut M.
Nasser, komisioner dan Syafriadi Cut Ali, Sekretaris Kompolnas.
Adrianus mengatakan, upaya penanganan kasus intoleransi yang terjadi di
Yogyakarta yang dilakukan polisi, dalam hal ini Polda DIY, tidak signifikan. Hal
ini lantaran kasus-kasus yang muncul bukannya berkurang namun justru
menumpuk dan belum terselesaikan. “Diperlukan penanganan yang tepat sehingga
bukan justru memicu kelompok lainnya untuk melakukan hal serupa. Harus
optimal dan memberikan efek jera,” paparnya. Ia menilai, sejauh ini tindakan
yang dilakukan polisi hanya menunggu terjadinya kasus. Sehingga belum ada
upaya pencehagan untuk menanggulangi munculnya kasus kekerasan yang terjadi.
“Laporan yang masuk kepada kami, banyak pihak yang mengeluhkan kinerja
polisi saat terjadinya kasus kekerasan. Termasuk tidak tegasnya polisi dalam
menindak pelaku perusakan dan kekerasan yang berlatarbelakang intoleransi,”
ungkapnya.
5
Untuk itu, pihaknya akan mengkonfimasi kepada Kapolda DIY terkait
proses penanganan kasus-kasus intoleransi yang berujung pada kekerasan dan
penyerangan kelompok. Selanjutnya, Kompolnas akan memberikan rekomendasi
dan catatan bagi Polda DIY untuk menjadi pertimbangan dalam menangangi
kasus serupa (www.tribunjogja.com).
Kesal dengan Kinerja Polisi, Warga Geruduk Mapolsek Galur . Kematian
Sugiyo (33) dan warga Desa Brosot, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo,
DIY, menuai kemarahan warga. Ini lantaran pria tersebut diduga tewas akibat
jamu oplosan yang dikonsumsinya. Selain itu, masih ada dua yang kini kritis usai
mengonsumsi jamu bersama Sugiyo.
Puluhan warga pun menggeruduk Mapolsek Galur, menuntut kasus
tersebut segera diusut. Mereka mendesak polisi merazia penjualan jamu oplosan.
“Kasus jamu oplosan ini sudah merenggut satu nyawa, dua lainnya masih dirawat
medis. Ini harus diusut tuntas,” ujar salah seorang warga di lokasi, Sabtu
(7/12/2013). Dia menjelaskan, dua warga yang kritis yakni Arif Septiawan, masih
diopname di RS Rizki Amalia Lendah dan Uut Yatmoko juga opname di RS Pura
Raharja Galur. Mereka bertiga merupakan peserta pesta jamu oplosan bersama
empat orang lainnya di sebuah warung di wilayah Kranggan, Galur.
Bambang warga lainnya menambahkan, sejak kematian Sugiyono, polisi
tidak terlihat menindaklanjuti kasus tersebut. Terbukti tidak ada barang bukti yang
diamankan yang biasanya dilakukan saat proses penyelidikan. Padahal pada Rabu
4 Desember malam, dirinya sudah datang ke Mapolsek Galur untuk melaporkan
kejadian tewasnya Sugiyo. "Kenyataanya sampai kemarin siang polisi belum bisa
menunjukkan barang bukti untuk penyelidikan. Warga sendiri langsung bergerak
dan mampu mengumpulkan sjeumlah barang bukti dari korban lain yang ikut
pesta jamu oplosan. Di antaranya botol bekas minuman keras, satu botol minuman
suplemen, plastik sisa minuman untuk campuran dan bekas muntahan," terangnya.
Barang bukti yang ada menurutnya, disimpan di rumah Didik, salah satu warga
yang ikut berpesta jamu oplosan.
6
Sementara itu, Kapolsek Galur Kompol Bonafacius Slamet mengaku akan
menindaklanjuti laporan warga. Bila nantinya penjual memang menjual jamu
dengan kandungan berbahaya, maka akan diproses secara hukum. Ancaman
hukumannya penjara tujuh tahun sesuai UU Nomor 18 tahun 2012 tentang
Pangan. "Itupun harus uji lab. Sedangkan untuk korban yang masih dirawat di
rumah sakit akan kami periksa,” pungkasnya (www.news.okezone.com).
Jajaran Kepolisian di Yogyakarta mendapat kado kurang menarik di
penghujung tahun 2007 ini. Korps baju cokelat itu dinilai paling banyak
dikeluhkan masyarakat terkait layanan yang diberikan. "Polri menduduki rangking
pertama sebagai instansi yang layanannya paling dikeluhkan masyarakat. Dari 222
laporan masyarakat yang diterima Ombudsman, 57 diantaranya mengeluhkan
buruknya layanan di lingkungan kepolisian," tutur Kepala Komisi Ombudsman
Nasional Perwakilan DIY dan Jateng Kardjono Darmoatmodjo di Yogyakarta,
Senin (24/12/2007). Urutan kedua ditempati pemerintah daerah dengan 50 laporan
keluhan, Kantor Pertanahan BPN 19 laporan, instansi pemerintah pusat di daerah
22 laporan, BUMN 18 laporan dan kejaksaan sebanyak 15 laporan. "Jika
dipersentasi keluhan masyarakat pada instansi kepolisian mencapai 25,67 persen
dari total 222 laporan yang diterima ombudsman selama setahun ini," terang
Kardjono. Mantan ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Barat itu menambahkan,
substansi laporan yang paling banyak dikeluhkan masyarakat tersebut terkait
penanganan perkara yang berlarut-larut oleh polisi atau undue delay.
Asisten Ombudsman Muhajirin SH MKN menambahkan, penanganan
yang dikategorikan undue delay termasuk di dalamnya adalah perkara korupsi
pengadaan buku Balai Pustaka Sleman senilai Rp29,8 miliar. Menurut Muhajirin,
kasus buku ajar Sleman tersebut sudah tiga tahun ditangani namun tak kunjung
tuntas. Kendati paling banyak dikeluhkan, Polda Jateng dinilai cukup terbuka
memberikan tanggapan. Baik Kardjono maupun Muhajirin mengapesiasi respon
Polda Jateng yang merespon 20 buah tanggapan dari 24 laporan yang tertuju ke
korp baju coklat Jawa Tengah tersebut (www.sindonews.com).
7
Kinerja polisi selalu menjadi sorotan publik yang menarik untuk
diperbincangkan dalam diskusi formal maupun informal. Jaringan Pemantau
Polisi (JPP) DIY mengadakan diskusi public bertema riset “Evaluasi Kritis
Kualitatif Kinerja Kepolisian 2010 di Wilayah Polda Yogyakarta” di Gedung
PUSHAM UII pada kemarin (22/11). Ketua Jaringan Pemantau Polisi (JPP) DIY
Bambang Tiong mengatakan diskusi ini penting dilakukan sebagai kontrol atas
kinerja Polisi POLDA DIY. “Ada lima wilayah sasaran riset di Polda Yogyakarta
yakni Plores Bantul, Polres Sleman, Polres Kulonporgo, Polres Gunung Kidul,
dan
Polresta
Kota
Yogyakarta,”
terangnya
kepada
Radar
Jogja.
“Kita menginginkan institusi polisi bersih dari pungli, diskrimiasi pelayanan
publik, praktik KKN dengan demikian polisi bisa menjadi mitra dalam pelayan
warga yang bisa dipercaya,” tambahnya. Diskriminasi pelayanan yakni pelayanan
terhadap publik yang tumpang tindih dan tidak adil yakni kerap terjadi masalah
sensitivitas kelompok rentan kelas sosial miskin, anak- dan perempuan.
Koordinator Peneliti Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) UII
Guntur Narwaya mengatakan contoh masalah budaya pungli, suap, korupsi dan
kekerasan yang sudah dibaca sebagai budaya yang wajar selama pola berpikir
masyarakat menganggap tak ada korelasi yang penting antara dampak korupsi itu
dengan pelayanan terhadap kepentingan publik. “Perilaku aparat penegak hukum
yang “tajam ke bawah namun tumpul ke atas” inilah yang berakibat kejahatan
yang diulang-ulang terus menerus tanpa kontrol dan tanpa sanksi tegas lama
kelamaan akan menjadi biasa dan disebut kebenaran,” papar Guntur Narwaya.
“Konsep polisi sebagai pelayan publik atau public service mengikat satu
komitmen tugas yang bercita-cita membangun masyarakat sipil yang demokratis
dan adil,” ujarnya. “Karena sejak awalnya kata polisi diambil dari bahasa Yunani
yakni politiea yang berarti pengaturan kehidupan publik, jadi sejatinya polisi tidak
bisa terpisah dengan tugas publik sebagai pelayan warga,” tambahnya.
Upaya riset evaluasi ini adalah mengurai dan memahami dinamika
peristiwa di lapangan atas kinerja polisi yang terdapat penyelewengan tugas
sebagai keamanan negara sekaligus pelayan masyarakat harus dikawal dengan
8
ketat oleh masyarakat. Melalui JPP dan PUSHAM UII, diharap bisa mengontrol
kinerja polisi di lapangan. Oleh sebab itu, dengan adanya evalusiasi dan temuan
riset di lapangan para peneliti PUSHAM ini bisa dijadikan bahan introspeksi dan
perbaikan terhadap institusi polisi memperbaiki kinaerja memantau polisi di DIY
lima Kabupaten.
Bambang Tiong mengatakan hal ini upaya menyadarkan manusia untuk
sadar hukum namun sebagai alat pembelaratan masyarakat dan polsi itu sendiri.
“Sudah saatnya masyarakat kita melek hukum, terlebih polisi mampu bekerjasama
secara moral dan profesional,” ujarnya. “Hasil diskusi dan temuan riset
pelanggaran kinerja polisi di lapangan akan dikirim ke Polda DIY sebagai bahan
evaluasi,” tambahnya. Konsolidasi dan pemantauan sudah mendapat dukungan
juga dari PUSHAM UII dan Polda DIY juga sebagai upaya balance kinerja
institusi polisi di lapangan. Jadi masyarakat yang biasa melanggar juga dihukum,
begitu juga otoritas penegak hukum yang melakukan pelanggaran juga harus
ditindak secara hukum yang berlaku. Hukum berdiri di atas tranparansi, terbuka
(www.krjogja.com).
Paparan fenomena dan penjelasan diatas menjadi dasar motivasi dari
penelitian ini. Pemilihan Polda DIY sebagai objek penelitian karena penulis
melihat bahwa respon khalayak DIY menilai bahwa kinerja Polda DIY tidak
sebagaimana mestinya dan dianggap kurang terbuka kurang jelas dalam
menyampaikan informasi kepada publik masyarakat DIY. Selain itu polisi
menjadi objek penelitian karena polisi yang mempunyai slogan melindungi dan
melayani masyarakat terkadang justru malah tidak melindungi dan tidak melayani
masyarakat, terbukti dari adanya kasus sikap arogan dari polisi terhadap
masyarakat DIY. Penelitian ini memilih bidang humas Polda DIY sebagai
narasumber utama dalam memperoleh informasi. Karena, Bidang Humas Polda
DIY memiliki strategi yang efektif dan efisien dalam menghadapi berbagai kasus,
isu dan tudingan dari masyarakat DIY terhadap seluruh anggota dan jajaran Polda
DIY. Peran bidang humas sangat penting dalam menentukan strategi apa yang
harus dilakukan dalam mengelola informasi yang didapat dari berbagai sumber,
9
yang kemudian bidang humas juga yang mampu memilah informasi apa saja yang
layak untuk dipublikasikan kepada masyarakat DIY, yang mana Polda DIY juga
dituntut untuk bisa terbuka dalam menyampaikan segala informasi yang
dibutuhkan masyarakat DIY terkait Undang-undang 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
penggambaran
fenomena
permasalahan
diatas,
maka
penelitian ini rumusan masalahnya adalah Bagaimana peran Bidang Humas Polda
DIY dalam mengelola informasi terkait manajemen komunikasi publik?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui proses pengelolaan informasi yang dilakukan Polda DIY.
2. Mengetahui peran Bidang Humas Polda DIY dalam menjalani tugasnya di
kepolisian.
Penelitian ini dilakukan diharapkan pada hasil penelitiannya dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
Penelitian ini diharapakan bisa menjadi referensi bagi kekayaan
pengetahuan ilmu komunikasi khusus kajian manajemen komunikasi. Secara
spesifik maksudnya adalah mendapatkan pengetahuan tentang proses Polda DIY
melakukan evaluasi mengenai manajemen komunikasi dalam isu strategis
nasional yang membutuhan sinergi dengan kebijakan pemerintah yaitu adanya
keterbukaan informasi untuk publik.
10
D.
Kerangka Pemikiran
Kerangka teori adalah berupa uraian tentang dasar teori atau model yang
digunakan sebagai acuan penelitian. Setiap penelitian selalu menggunakan teori.
Seperti yang dinyatakan oleh Neuman (2003) Sugiyono (2009:81) : “Researchers
use theory differently in various types of research”. Kerlinger dalam Sugiyono
mengemukakan: “Theory is a set of interrelated construct (concept), definitions,
and proposition that present a systematic view of phenomena by specifying
relations among variables, with purpose of explaining and predicting the
phenomena.” Selanjutnya Cooper & Schindler dalam
(Sugiyono,2009:82)
mengemukakan bahwa: “A theory is a set of systematically interrelated concepts,
definition, and proposition that are advanced to explain and predict phenomena
(fact)”. Teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang tersusun
secra sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan
fenomena. Oleh sebab itu teori berguna untuk memberikan arah pada suatu
disiplin ilmu tertentu.
Berdasarkan teori yang pernah diperoleh suatu kerangka analisis untuk
menerangkan hasil penemuannya. Dengan teori pula dapat memungkinkan
seseorang menghubungkan data-data yang sebenarnya mempunyai kaitan satu
sama lain. Dengan demikian kerangka teori merupakan konsep yang digunakan
sebagai acuan utama penelitian dan berfungsi sebagai alat untuk mencapai satuan
pengetahuan yang sistematis dan untuk membimbing penelitian.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori yang tentunya terkait
dengan masalah penelitian yang ingin diteliti oleh penulis, teori tersebut adalah:
1.
Definisi Humas / Public Relations
Public relations adalah fungsi manajemen yang membangun dan
mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan
publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut (Cutlip,
Center, Broom, 2011:6). Public relations sebagai sebuah fungsi manajemen, yang
11
berarti bahwa manajemen di semua organisasi harus memperhatikan public
relations. Menurut Harlow, Public Relations adalah fungsi manajemen yang
membantu mendirikan dan memelihara hubungan komunikasi yang saling
menguntungkan, keterbukaan dan kerjasama antara organisasi dan publiknya,
melibatkan manajemen masalah dan isu, membantu manajemen untuk tetap
terinfomasi dan responsive terhadap publik. Menurut Jefkins (2003: 10), public
relations adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik yang sifatnya
internal (ke dalam) maupun yang sifatnya eksternal (ke luar), antara suatu
organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan – tujuan
spesifik yangberlandaskan pada saling pengertian.
Definisi menurut Institute of Public Relations (IPR) – British, Praktik PR
adalah
keseluruhan
upaya
yang
dilangsungkan
secara
terencana
dan
berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan
saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.” (Jefkins,
1992: 8). Definisi menurut International Public Relations Association (IPRA)Den Haag, Public relations merupakan fungsi manajemen yang direncanakan dan
dijalankan secara berkesinambungan oleh organisasi-organisasi, lembaga-lembaga
umum dan pribadi dan digunakan untuk memperoleh dan membina saling
pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang ada hubungannya dan diduga
ada kaitannya, dengan cara menilai opini publik dengan tujuan sedapat mungkin
menghubungkan kebijaksanaan dan ketatalaksanaan guna mencapai kerja sama
yang lebih produktif, dan untuk memenuhi kepentingan bersama yang lebih
efisien.” (Rumanti, 2002: 11).
Definisi public relations yang disimpulkan oleh Foundation for Public
Relations Research and Education dalam Nova (2009: 31-32), dimana sebanyak
65 pakar humas, menganalisa 472 definisi humas yang berlainan, dan
menyimpulkan definisi public relations adalah fungsi manajemen yang khas yang
membantu membangun dan memelihara garis saling komunikasi, pemahaman,
penerimaan, dan kerjasama antara dan organisasi dengan publiknya, melibatkan
pengelolaan masalah atau
isu,
membantu manajemen untuk mendapatkan
12
informasi dan responsif opini publik, mendefinisikan dan menekankan tanggung
jawab manajemen untuk melayani kepentingan umum, membantu manajemen
untuk mengikuti dan efektif memanfaatkan perubahan, melayani sebagai sistem
peringatan dini untuk membantu mengantisipasi tren, dan menggunakan penelitian
dengan teknik komunikasi etis sebagai alat utamanya.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa public
relations berperan penting untuk membantu lancarnya kegiatan manajemen,
khususnya dalam hal upaya untuk menilai sikap publik terhadap organisasinya,
dengan melakukan komunikasi yang sifatnya dua arah yang bertujuan untuk
menciptakan kerjasama yang positif dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
Teori tentang public relations sebagai fungsi manajemen dipilih karena dalam
organisasi kepolisian yaitu Polda DIY tentunya membutuhkan strategi yang tepat
untuk mengelola segala bentuk pesan dan informasi yang ada. Polda DIY melalui
bidang humasnya tentunya memiliki kebijakan pertimbangan yang sudah
disesuaikan dengan kepentingan keterbukaan informasi yang akan dipublikasikan
kepada publik Polda DIY yaitu masyarakat Yogyakarta. Hal utama yang
mendasari adalah tidak semua pesan ataupun informasi yang dimiliki Polda DIY
harus dipublikasikan kepada khalayak Yogyakarta. Polda DIY memilah pesan
atau informasi yang mana yang layak dikonsumsi khalayak Yogyakarta mana
yang tidak.
2.
Peran Humas / Public Relations
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi
oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran
adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial
tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21). Abu Ahmadi (1982) mendefinisikan peran
sebagai suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus
bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi
13
sosialnya. Linton (1936), antropolog, telah mengembangkan Teori Peran. Teori
Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang
bermain sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori
ini, harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita
untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang
mempunyai peran tertentu misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita,
dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan
peran tersebut.
Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti
pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat
tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.
Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang
diberi atau mendapatkan sesuatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut. Karena itulah ada
yang disebut dengan role expectation. Harapan mengenai peran seseorang dalam
posisinya, dapat dibedakan atas harapan dari si pemberi tugas dan harapan dari
orang yang menerima manfaat dari pekerjaan/posisi tersebut. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa peranan yang dimaksud dalam lingkup kerja kepolisian
khususnya bidang humas, adalah melakukan perannya sebagai humas sesuai
dengan ketentuan yang telah diatur.
Public relations sebagai fungsi manajemen yang membangun dan
mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan
publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut (Cutlip,
Center, Broom, 2011:6). Public relations adalah salah satu dari beberapa fungsi
staff, yang berarti bahwa public relations memberi nasehat dan mendukung
manajer lini yang bertanggung jawab dan punya wewenang untuk menjalankan
organisasi. Karena itu, praktisi public relations perlu memahami peran ini. Model
manajemen lini-staff berasal dari organisasi militer yang kemudian sekarang
dipakai di banyak perusahaan. Fungsi lini adalah mencakup fungsi produksi dan
menghasilkan profit. Fungsi staff adalah memberi nasehat dan membantu
14
eksekutif di bidang keuangan, legal, SDM, dan public relations. Manajemen linistaff public relations harus saling mendukung dengan mengharapkan hal-hal
berikut ini :
a. Loyalitas.
b. Saran mengenai aspek public relations dalam mengambil keputusan.
c. Keahlian dalam mengartikulasikan prinsip dan memperkaya pemahaman
publik terhadap organisasi.
d. Inspirasi untuk membantu semua anggota melakukan hal terbaik.
e. Mempengaruhi agar anggota lain tidak mengatakan atau melakukan
sesuatu yang merugikan organisasi.
f. Pembentukan karakter jujur, dapat dipercaya, dan bijakasana
Peran profesi
public relations semakin bias tanpa adanya spesialisasi
profesi sehingga diharapkan seorang praktisi PR memahami perannya dengan
baik, bukan hanya pelengkap kerja dan pekerjaan rangkap seorang kepala bidang
kehumasan yang menjadi bawahan pimpinan. PR merupakan salah satu kunci
penting untuk pemahaman fungsi PR dan komunikasi organisasi. Ada beberapa
fungsi dominan yang harus dilaksanakan seorang PR menurut antara lain berperan
sebagai berikut (Cutlip, Center, Broom, 2011:46) :
• Teknisi Komunikasi (Technician communication)
Kebanyakan praktisi masuk ke bidang ini sebagai teknisi komunikasi.
Deskripsi kerja dalam lowongan pekerjaan biasanya menyebutkan keahlian
komunikasi dan jurnalistik, sebagai syarat. Teknisi komunikasi disewa untuk
menulis dan mengedit newsletter karyawan, menulis news release dan feature,
mengembangkan isi website, dan mengangani kontak media. Praktisi yang
melakukanm peran ini biasanya tidak hadir disaat manajemen mendefinisikan
problem dan memilih solusi. Mereka baru bergabung untuk melakukan
komunikasi dan mengimplementasikan program, terkadang tanpa mengetahui
secara menyeluruh motivasi atau tujuan yang diharapkan. Meskipun mereka tidak
15
hadir saat diskusi tentang kebijakan baru atau keputusan manajemen baru,
merekalah yang diberi tugas untuk menjelaskannya kepada karyawan dan pers.
• Pakar Perumus Komunikasi (Expert Prescriber Communication)
Ketika para praktisi mengambil peran sebagai pakar/ahli, orang lain akan
menganggap mereka sebagai otoritas dalam persoalan PR dan solusinya.
Manajemen puncak menyerahkan PR di tangan para ahli dan manajemen biasanya
mengambil peran pasif saja. Praktisi yang beroperasi sebagai praktisi pakar
bertugas mendefinisikan probelm, mengembangkan program, dan bertanggung
jawab penuh atas implementasinya.
• Fasilitator Komunikasi (Communication facilitator)
Peran fasilitator komunikasi bagi seorang praktisi adalah sebagai
pendengar yang peka dan broker (perantara) komunikasi. Fasilitator komunikasi
bertindak sebagai perantara (liason), interpreter, dan mediator antara organisasi
dan publiknya. Mereka menjaga komunikasi dua arah dan memfasilitasi
percakapan dengan menyingkirkan rintangan dalam hubungan dan menjaga agar
saluran komunikasi tetap terbuka. Tujuannya adalah memberi informasi yang
dibutuhkan oleh baik itu manajemen maupun publik untuk membuat keputuasan
demi kepentingan bersama. Praktisi yang berperan sebagai fasilitator komunikasi
ini bertindak sebagai sumber informasi dan agen kontak resmi antara organisasi
dan publik. Mereka menengahi interaksi, menyusun agenda mendiagnosis dan
memperbaiki kondisi-kondisi yang menganggu hubungan komunikasi di antara
kedua belah pihak. Fasilitator komunikasi menempati peran di tengah-tengah dna
berfungsi sebagai penghubung antara organisasi dan publik.
• Pemecah Masalah (Problem Solving)
Ketika praktisi melakukan peran ini, mereka berkolaborasi dengan manajer
lain untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah. Mereka menjadi bagian dari
16
tim perencanaan strategies. Kolaborasi dan musyawarah dimulai dengan persoalan
pertama dan kemudian sampai ke evaluasi program final. Praktisi pemecah
masalah membantu manajer lain untuk dan organisasi untuk mengaplikasikan PR
dalam proses manajemen bertahap yang juga dipakai untuk memecahkan problem
organisasional lainnya.
Tabel 1 : Lingkungan dan Peran Organisasional
Ancaman Rendah
Sedikit Perubahan
Teknik Komunikasi
Banyak Perubahan
Fasilitator Komunikasi
Ancaman Tinggi
Fasilitator Pemecahan
Masalah
Pakar Perumus
Sumber : Cutlip, Center, Broom, 2011:51
Banyak faktor yang mempengaruhi peran praktisi public relations antara
lain : pendidikan, pengalaman professional, kepribadian, supervisi, serta kultur
dan lingkungan organisasional. Praktisi yang memahami sebab dan akibat dari
melakukan peran yang berbeda-beda dapat mengembangkan strategi untuk
menghadapi berbagai situasi dan pandangan peran praktisi lainnya. Pemahaman
ini mungkin penting bagi wanita karena adanya perbedaan peran yang disebabkan
oleh gaji dan partisipasi dalam pembuatan keputusan manajemen. Dalam hal ini,
sesuai dengan kondisi organisasi Polda DIY yang mana kepala bidang humasnya
juga seorang wanita. Public relations dalam fungsi organisasi berperan sebagai
media relation, customer relation, community relation. Fungsi public relations
adalah sebagai berikut :
1.
Manajemen Berita :
a. mengkreasikan dan mendistribusikan pesan untuk membangun
publisitas yang menguntungkan.
b. Membangun dan memelihara kontrak dengan wartawan.
2.
Hubungan Komunitas :
a. memelihara hubungan yang baik dengan pemerintah dan kelompok
komunitas.
17
b. Menggunakan bantuan dan sponsor korporat.
c. Memberikan kontribusi yang bersifat amal pada tingkat lokal dan
nasional.
3.
Manajemen Krisis :
a. memberikan citra klien di mata public karena perselisihan internal,
kesalahan kebijakan atau kecelakaan yang tak disengaja.
b. Memberi pedoman bagi korporat dalam merespons pada keadaan
mendesak.
c. Memulihkan citra di mata public yang menyertai suatu konflik atau
krisis.
4.
Lobi
a. memonitor aktivitas pemerintah.
b. Memelihara hubungan dengan legislator.
c. Menyebarkan informasi kepada legislator untuk mendukung
hukum atau kebijakan yang menguntungkan klien.
d.
Mempengaruhi voting legislator melalui hubungan atau kontrol
pribadi.
Tabel 2 : Aktivitas Umum Public Relations
Riset
•
•
•
•
•
Mengidentifikasi masalah
Mengidentifikasi public
Melakukan tes terhadap
suatu konsep
Memonitor
kemajuan
kampanye
Mengevaluasi
keefektifan
kampanye
Konseling
•
•
•
Memberi
nasehat
manajemen
dalam
pengambilan
keputusan
Mengusulkan
kebijkan
bagi
komunikasi internal
dan eksternal
Melatih
personil
untuk
mempromosikan
citra korporat yang
positif
Publik Internal
•
•
Mereka yang berada
dalam
organisasi,
termasuk
para
pemegang saham
Dengan
publik
eksternal,
mereka
yang berada diluar
organisasi, termasuk
komunitas,
berita,
media,
pelanggan,
dan legislator
Sumber : Ibrahim, 2010 : 58
18
3.
Manajemen Komunikasi
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasisan, pengarahan
dan pengawasan dengan memberdayakan anggota organisasi dan penggunaan
sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan (Handoko, 2003: 8). Menajemen sering juga didefinisikan sebagai seni
untuk melaksanakan suatu pekerjaan melalui orang lain. Para manejer mencapai
tujuan organisasi dengan cara mengatur orang lain untuk melaksanakan tugas apa
saja yang mungkin diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut (Stoner, 1996 : 7).
Menurut George R Terry manajemen adalah usaha mencapai tujuan tertentu
melalui kegiatan tertentu melalui kegiatan orang lain. dengan demikian manajer
mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, penempatan, penggerakan, dan perpindahan.
Manajemen komunikasi menurut (Kaye,1994:9) kelahiran sub-disiplin
manajemen komunikasi tidak terlepas dari adanya tuntutan untuk lebih
membumikan ilmu komunikasi di tataran dunia nyata. Manajemen komunikasi
lahir karena adanya tuntutan umtuk menjembatani antara teoritisi komunikasi
dengan praktisi komunikasi. Para teoritisi menghadapai keterbatasan dalam
mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki. Sementara para praktisi komunikasi
mengalami keterbatasan pada rujukan teoritis atau ilmu komunikasi. Menurut
Parag Diwan Manajemen
komunikasi adalah proses penggunaan berbagai
sumber
secara
daya
komunikasi
terpadu
melalui
proses
perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan unsur-unsur komunikasi untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Antar Venus Manajemen
komunikasi adalah proses pengelolaan sumber daya komunikasi yang ditujukan
untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas pertukaran pesan yang terjadi dalam
berbagai konteks komunikasi.
Konteks komunikasi yang dimaksud disini berarti tataran komunikasi
individual, interpersonal, organisasional, sosial, atau bahkan internasional.
Menurut Cutlip Center Broom, manajemen komunikasi adalah proses timbal
19
balik pertukaran sinyal untuk memberi informasi, membujuk atau memberi
perintah, berdasarkan makna yang sama dan dikondisikan oleh konteks hubungan
para para komunikator dan konteks sosialnya. Menurut Moore manajemen
komunikasi adalah proses menggunakan manusia, keuangan, sumber daya teknis
dalam memahami dan melakukan fungsi komunikasi dalam perusahaan dan
antara
sesama perusahaan mereka dan
komunikasi melibatkan
masyarakat. Sehingga
manajemen
mengatur dan mengelola sumber daya komunikasi
(kelompok pribadi, organisasi dan teknis) dan proses komunikasi untuk
memudahkan komunikasi dalam konteks korporasi.
Seorang praktisi public relations dalam pekerjaannya akan menggunakan
konsep-konsep manajemen untuk melakukan persiapan-persiapan, melakukan aksi
dan komunikasi, dan diakhiri dengan tindakan pengendalian yang biasa disebut
dengan evaluasi. Berikut ini adalah bagan sistematis proses manajemen praktisi
public relations.
Proses Manajemen Public
Relations
Pengumpulan Fakta
Identifikasi Permasalahan
Perencanaan dan Program
Aksi dan Komunikasi
Evaluasi
Diagram 1 : Proses Manajemen Public Relations
Sumber : Hamid, 2012 : 112
20
4.
Komunikasi Publik
Komunikasi Publik (Public Communication) adalah salah satu jenis atau
bentuk
komunikasi,
communication),
komunikasi
selain
komunikasi
kelompok
komunikasi
antarpribadi
(group
intrapribadi (intrapersonal
(interpersonal
communcation),
communication),
komunikasi
organisasi
(organization communication), dan komunikasi massa (mass communication).
Komunikasi Publik dikenal dengan banyak nama/istilah –urusan publik (public
affairs), informasi publik (public information), dan hubungan publik (public
relation)
atau humas (hubungan
masyarakat).
Komunikasi
publik
(public
communication) adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah
besar orang (khalayak) yang tidak bisa dikenali satu per satu. Komunikasi
demikian sering juga disebut pidato, ceramah, atau kuliah umum. Beberapa pakar
menggunakan istilah komunikasi kelompok besar (large-group communication)
untuk komunikasi ini (Mulyana, 2005: 74). Berikut ini penjelasan singkat definisi
komunikasi public oleh beberapa pakar komunikasi: Devito, komunikasi publik
adalah komunikasi yang di sampaikan kepada khalayak secaralangsung dan dua
arah. Jalaluddin Rakhmat, komunikasi publik adalah proses penyampaian pesan
darikomunikator kepada banyak komunikan. Secara serempak dan langsung.
(Anwar Arifin) komunikasi publik adalah proses pengiriman pesan kepada
khalayak yang bertujuan untuk memperoleh feedback yang langsung.
Komunikasi publik adalah pertukaran pesan dengan sejumlah orang yang
berada dalam sebuah organisasi atau yang di luar organisasi, secara tatap muka
atau melalui media. Namun dalam bagian ini yang akan dibahas hanyalah tatap
muka di antara organisasi dan lingkungan eksternalnya. Brooks menguraikan tipe
komunikasi publik ini sebagai monological karena hanya seorang yang biasanya
terlibat dalam mengirimkan pesan kepada publik. Kualitas yang membedakan
komunikasi organisasi publik ini dengan komunikasi interpersonal dan
komunikasi kelompok kecil adalah:
21
1. Komunikasi publik berorientasi kepada si pembicara atau sumber.
Sedangkan pada komunikasi interpersonal dan kelompok kecil terdapat
hubungan timbal balik di antara si pembicara dengan si penerima yag
terlibat. Pada komunikasi organisasi publik, si pembicara mendominasi
hubungan.
2. Pada komunikasi publik melibatkan sejumlah besar penerima tetap pada
komunikasi intepesonal biasanya hanya 2 orang dan komunikasi kelompok
kecil tidak lebih 5 – 7 orang penerima.
3. Pada komunikasi publik kurang terdapat interaksi antara si pembicara
dengan pendengar. Hal ini menjadikan kurangnya interksi secara langsung
antara si pembicara dengan si pendengar lebih-lebih bila pendengarnya
makin banyak.
4. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi publik lebih umum supaya
dapat dipahami oleh pendengar.
Istilah publik dalam public relations merupakan khalayak sasaran dari
kegiatan humas. Public disebut juga stakeholder, yakni kumpulan dari orangorang atau pihak-pihak yang berkepentingan terhadap organisasi. Publik dalam
bidang public relations diklasifikasikan menjadi berbagai jenis (Khasali,
2000,30), yaitu :
1. Publik internal dan publik eksternal.
Publik internal yaitu publik yang berada di dalam organisasi, seperti :
karyawan staff, pimpinan, dan direksi organisasi.
Sedangkan public
eksternal adalah publik yang secara organik tidak berkaitan langsung
dengan organisasi, seperti : pemerintah, pers, masyarakat umum, dan
komunitas.
2. Publik primer, sekunder, dan marginal.
Publik primer bisa sangat membantu atau merintangi upaya organisasi.
Publik sekunder dan publik marginal adalah publik yang kurang begitu
penting.
22
3. Publik tradisional dan publik masa depan.
Karyawan dan pelanggan adalah contoh publik tradisional, sedangkan
akademisi, peneliti, pengajar, pembelajar adalah publik masa depan.
4. Proponent, opponent, dan uncommitted.
Diantara publik terdapat kelompok yang menentang organisasi, yang
memihak organisasi, dan ada yang tidak peduli dengan organisasi.
Organisasi perlu mengenal publik yang berbeda-beda ini agar dapat
dengan jernih dan cermat melihat permasalahan yang dihadapi organisasi.
5. Silent majority dan vocal majority.
Dilihat dari aktivitas publik dalam mengajukan keluhan atau memberikan
dukungan kepada organisasi, dapat dibedakan antara yang vokal (aktif)
dan yang silent (pasif). Publik yang menjadi penulis di surat kabar adalah
publik yang aktif mengemukakan pendapatnya meskipun jumlahnya tidak
banyak, sedangkan mayoritas pembaca adalah publik pasif sehingga tidak
kelihatan pengaruhnya atas pendapat yang dipublikasikan.
Berdasarkan
uraian diatas, maka konsep penelitian ini memposisikan
Polda DIY sebagai organisasi keamanan negara di tingkat daerah yang harus
menyelaraskan visi misi dan kinerjanya dengan situasi dan kondisi yang ada di
masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. berdasarkan teori manajemen
komunikasi, maka Polda DIY dituntut masyarakat DIY untuk mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari masyarakat seputar kasus-kasus yang
terjadi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat DIY menginginkan
adanya keterbukaan informasi dari pihak Polda DIY terkait kasus-kasus yang
terjadi di DIY, selain itu masyarakat DIY juga menginginkan adanya ketegasan
dan kejelasan dari pihak Polda DIY dalam menangani kasus-kasus yang terjadi di
wilayah DIY. Masyarakat DIY tidak ingin memperoleh informasi hanya sebatas
jawaban yang dianggap jawaban umum seperti pada ungkapan yang sering
disampaikan pihak Polda DIY kepada masyarakat umum yaitu “kasus ini masih
ditangani pihak kami, kelanjutannya bagaimana nanti kami sampaikan
perkembangannya”.
23
Masyarakat DIY adalah publik eksternal yang mana ada yang aktif
menuntut keterbukaan informasi dan ada yang pasif menunggu publikasi
informasi dari pihak Polda DIY. Namun demikian, dalam penelitian ini titik
tekannya ada pada keselarasan penyampaian informasi dan penyampaian respon
antara kedua pihak yaitu Polda DIY dan masyarakat DIY. Penelitian ini ingin
mengaplikasikan model komunikasi dua arah yang asimetris, yaitu respon atau
timbal balik dari komunikan yaitu masyarakat DIY hanya sebatas bahan
pertimbangan sekunder dalam penentuan keputusan publikasi informasi yang akan
dilakukan oleh bidang humas Polda DIY.
E.
Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data
yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, atau dibuktikan, suatu
pengetahuan tertentusehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami,
memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang tertentu. Jenis-jenis
metode penelitian dapat dikelompokan menurut bidang, tujuan, metode, tingkat
eksplanasi, dan waktu. Menurut bidang, penelitian dapat dibedakan menjadi
penelitian akademis, profesional, dan institusional. Dari segi tujuan, penelitian
dapat dibedakan menjadi penelitian murni dan terapan.
1.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif
kualitatif. Pada penelitian ini, setelah peneliti mengumpulkan data dalam bentuk
hasil wawancara, dokumentasi, dan
tersebut akan dianalisis lebih
observasi maka untuk selanjutnya data
mendalam lagi sehingga membentuk suatu
kesimpulan ilmiah- alamiah yang dapat diterima oleh berbagai kalangan, terutama
dalam hal ini adalah Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai subyek
penelitian dalam tesis. Beberapa alasan
memilih metode ini yaitu: pertama,
menyesuaikan metode ini lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan
24
jamak (kompleks/heterogen). Kedua , metode ini menyajikan secara langsung
hakikat hubungan antara peneliti dan informan. Dan yang ketiga , metode ini
lebih peka dan
lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman
pengaruh bersama terhadap pola- pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2006:107).
Metode ini juga dapat menggambarkan abstraksi dari berbagai macam
alternatif
pengembangan kemitraan pemerintah daerah dengan swasta secara
teoritis –kritis dan obyektif. Alasan lain dari dipilihnya metode ini dikarenakan
pemahaman seseorang terhadap sebuah permasalahan lebih bersifat kualitatif
yang didasarkan pada persepsi,
eksplorasi pemikiran, penjelasan dan
pengembangan konsep.
Berbicara metode penelitian kualitatif berarti berbicara pada proses dalam
rangka pencapaian suatu tujuan (hasil akhir) yang diinginkan, bukan berbicara
pada output (keluaran/hasil akhir), membatasi studi dengan fokus yang jelas, dan
hasilnya dapat disepakati oleh kedua belah pihak (peneliti dan subyek penelitian).
Dalam penelitian kualitatif, tidak sekadar mendeskripsikan sebuah fenomena,
yang terpenting adalah
menjelaskan makna, mendeskripsikan makna dari
fenomena yang muncul (Bungin,2010:109).
2.
Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, dikarenakan
Yogyakarta merupakan kota yang dinilai sebagai kota pelajar yang notabene
merupakan kota yang penghuninya banyak sekali kalangan akademisi terutama
dan masyarakat umum. Kota yang cukup padat penghuni sehingga cukup banyak
tindak kriminal yang terjadi di kota Yogyakarta. adanya lembaga penegak hukum
kepolisian di wilayah Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta tentunya juga
mempengaruhi aman atau tidaknya kota Yogyakarta. oleh karena itu kinerja dari
Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta perlu diamati agar masyarakat kota
Yogyakarta juga menilai kinerja Polda DIY baik. Subjek penelitiannya adalah
pada Polda DIY yang menjadi narasumber utama bidang humas.
25
3.
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat
digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Ada beberapa teknik atau metode
pengumpulan data yang biasanya dilakukan oleh peneliti. Peneliti dapat
menggunakan salah satu atau gabungan dari metode yang ada tergantung masalah
yang dihadapi (Kriyantono, 2009: 93). Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini, antara lain:
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Yaitu dengan cara mengumpulkan data yang ada mengenai permasalahan
dalam penelitian dengan membaca literatur yang relevan untuk
mendukung, seperti buku-buku, jurnal, dan internet mengenai peran humas
dalam suatu lembaga atau organisasi khususnya kepolisian.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
1. Wawancara mendalam (depth interview)
Wawancara
mendalam
(depth
interview)
merupakan
metode
pengumpulan data dimana peneliti melakukan kegiatan wawancara
tatap muka secara mendalam dan terus-menerus (lebih dari satu
kali)untuk menggali informasi dari responden (Kriyantono,2009:63).
Wawancara mendalam adalah wawancara secara intensif untuk
mendapatkan data kualitatif yang mendalam.
2. Observasi; diartikan sebagai kegiatan mengamati secara langsung,
tanpa mediator, subjek penelitian untuk melihat dengan dekat kegiatan
yang dilakukan subjek tersebut. Observasi merupakan metode
pengumpulan data yang dilakukan pada riset kualitatif. Yang
diobservasi adalah interaksi (perilaku) dan percakapan yang terjadi
antara subjek yang diteliti. Sedangkan observasi yang digunakan
adalah observasi non-partisipan, yang merupakan metode observasi
tanpa ikut terjun
melakukan aktivitas seperti yang dilakukan
26
kelompok yang diteliti,
baik kehadirannya diketahui atau tidak
(Kriyantono, 2009: 110).
3. Bahan Visual Bahan visual bermanfaat untuk mengungkapkan suatu
keterkaitan antara subjek penelitian dengan peristiwa di masa silam
atau peristiwa saat ini. Bahan visual juga memiliki makna secara
spesifik terhadap informan penelitian. Walau bahan visual bisa
digunakan dalam penelitian, namun karena bahan visual ini adalah
bahan informasi sekunder, sehingga metode bahan visual ini hanya
dapat digunakan sebagai metode sekunder (Bungin, 2010:123)
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dimana analisis
data yang digunakan bila data-data yang terkumpul dalam riset adalah data
kualitatif berupa kata-kata,kalimat-kalimat, atau narasi-narasi, baik yang diperoleh
dari wawancara mendalam maupun observasi.
F.
Keabsahan Data
Dalam penelitian keabsahan data dapat diukur dari adanya wawancara
dengan narasumber, yang mana dalam hal ini terjadi kesepakatan data yang
dibutuhkan. Penulis juga melaukan observasi dengan terjun langsung di lapangan
untuk mengamati permasalahan yang mempengaruhi topik penelitian. Penelitian
ini menggunakan metode triangulasi dengan memanfaatkan penggunaan sumber
dalam memeriksa keabsahan data hasil penelitian. Sedang jenis triangulasi dengan
sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dengan kualitatif.
Hal ini dapat dicapai dengan :
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.
2. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
27
Setelah memahami penjelasan validitas data dengan metode triangulasi
secara teoritis diatas, maka dalam pelaksanaan penelitian ini dapat dijelaskan
penulis menggunakan beberapa cara yaitu membandingkan data hasil pengamatan
dengan hasil wawancara. Keabsahan data yang diperoleh penulis terbukti benar,
dimana penulis langsung memperoleh data pengamatan dilapangan yang
memperlihatkan secara langsung pelayanan yang baik oleh Kepolisian Daerah
Istimewa Yogyakarta kepada masyarakat yang berkunjung ke kantor Kepolisian
Daerah Istimewa Yogyakarta yang sesuai dengan data hasil wawancara.
28
Download