Modal sosial dan ekonomi sosial

advertisement
November 4, 2010
[MODAL SOSIAL DAN EKONOMI SOSIAL]
Makalah Seminar I
Modal Sosial dan
Ekonomi Sosial
 Wanlie
(0906501951)
 Andri R. Adipura
(0706284616)
 Rae Mandela N.
(0706284894)
 Nurul Mianti
(0806317653)
 Rahardhika Arista (0806317666)
 Ana Purnama Dewi (0806319923)
 Zulfa Defison
(0906501970)
 Mohana Pridayati
 RM Karfianda
Rahardhika Arista
[Pick the date]
1
November 4, 2010
[MODAL SOSIAL DAN EKONOMI SOSIAL]
MAKALAH SEMINAR I
MODAL SOSIAL DAN CIVIL SOCIETY
Bahan: Wallis, Joe, Killerby, Paul dan Dollery, Brian. “Socio economics and social capital”.
International Journal of Social Economics. 2004. 31 (3/4). Diunduh dari situs
Emerald Insight : www.emeraldinsight.com/0306-8293.
“Modal Sosial dan Ekonomi Sosial”
Selama tiga abad terakhir, definisi serta pengukuran modal sosial menjadi perhatian
khusus bagi peneliti-peneliti di bidang ekonomi, politik dan sosiologi. Telah banyak kajiankajian baik secara akademik maupun politis yang menyatakan bahwa terdapat keterkaitan
antara kekuatan modal sosial dengan performa institusi maupun ekonomi. World Bank, yang
sebelumnya mengikuti arus neo-liberal dalam pendekatnnya kini menggunakan modal sosial
sebagai alat yang bermanfaat dalam mengurangi kemiskinan. Literatur model sosial telah
membetikan pengaruh utama untuk membentuk kebijakan pembangunan. Makalah ini akan
mengulas bagaimana perkembangan modal sosial dalam bahasan literatur serta kaitannya
dengan ekonomi sosial.
A. Perkembangan konseptualisasi modal sosial
Istilah modal sosial pertama kali muncul pada tulisan Hanifan (1916) dalam konteks
peningkatan kondisi hidup masyarakat melalui keterlibatan masyarakat, niat baik serta
atribut-atribut sosial lain dalam bertetangga. Dalam tulisan Hanifan, tampak juga ciri lain dari
modal sosial yakni membawa manfaat internal dan eksternal. Merujuk pada penjelasan
Woolcock dan Narayan (2000: 299), setelah Hanifan istilah modal sosial tidak begitu poluler
hingga tahun 1956, sekelompok sosiolog Kanada menggunakannya dan diperkuat dengan
kemunculan teori pertukaran Homans pada tahun 1961. Perkembangan selanjutnya, istilah
modal sosial sering dikaitkan dalam pembahasan mengenai ikatan-ikatan komunitas
(community ties). Penelitian yang dilakukan Coleman (1988) di bidang pendidikan dan
Putnam (1993) mengenai civic participation dan performa institusi telah menginspirasi
banyak kajian mengenai modal sosial saat ini. Adapun menurut Woolcock dan Narayan,
terdapat sembilan area yang sering dikaji menggunakan konsep modal sosial, yakni keluarga
2
November 4, 2010
[MODAL SOSIAL DAN EKONOMI SOSIAL]
dan perilaku remaja, sekolah dan pendidikan, kehidupan komunitas, organisasi dan kerja,
demokrasi dan pemerintahan, tindakan kolektif, kesehatan dan lingkungan, kekerasan dan
kriminal, serta pembangunan ekonomi.
Meskipun formulasi konsep modal sosial dibuat oleh Coleman dan Bordieu, ahli
ekonomi yang menggunakan konsep modal sosial banyak dipengaruhi oleh karya Putnam
(1993) pada aktifitas asosiatif. Putnam menyoroti variasi keterlibatan sipil (civic engagement)
yang membedakan pencapaian ekonomi dan efektivitas pemerintahan antara Italia selatan dan
Italia utara. Tesis Putnam adalah variasi historis keterlibatan sipil merefleksikan perbedaan
modal sosial yang secara signifikan berkontribusi terhadap kesenjangan hasil ekonomi dan
efektivitas pemerintahan antara Italia Utara dan Italia Selatan. Putnam sendiri medefinisikan
modal sosial sebagai fitur-fitur organisasi sosial seperti kepercayaan (trust), norma-norma
(norms), dan jaringan (networks) yang dapat meningkatkan efisiensi masyarkat dengan
mamfasilitasi tindakan-tindakan koordinasi.
Kritik yang dilontarkan terhadap tesis Putnam ini antara lain definisi yang diberikan
oleh Putnam tidak terlalu kokoh karena mencoba “mencampurkan objek-objek yang tidak
sebanding” (Dasgupta, 1999: 327). Selain itu, Fukuyama juga mengkritik definisi modal
sosial Putnam bahwa apa yang diutarakan Putnam memang dapat menjabarkan hasil dari
adanya modal sosial tapi tidak mengangkat modal sosial itu sendiri.
Putnam juga mendapatkan berbagai kritik tentang instrumen yang ia paparkan untuk
mengukur modal sosial. Dari apa yang ditulis oleh Putnam, tampak bahwa modal sosial
hanya dimaknai sebagai kumpulan dari semua aktifitas asosiasional. Pengukuran Putnam
terhadap modal sosial ini dinilai terlalu sederhana untuk dapat menggambarkan kenyataan
yang sesuangguhnya. Kritik terhadap instrumen Putnam yang pertama terkait tentang definisi
mengenai keterlibatan sipil (civic engagement) yang menjadi fokus pengukuran Putnam.
Kedua, instrumen Putnam tidak memperhatikan variasi dari intensitas kontak yang dimiliki
anggota terhadap asosiasi yang lain. World Bank (1999) mengikuti Fukuyama, telah
membuktikan bahwa intensitas hubungan anggota dengan asosiasi di luar kelompoknya dapat
menjadi variabel yang kuat mempengaruhu modal sosial dalam masyarakat.
Banyak peneliti saat ini, khsusunya para ahli ekonomi, menggunakan konsep modal
sosial dalam pengertian yang luas, meliputi semua fitur kognitif, relational, dan politik dalam
masyarakat yang dapat memfasilitasi tindakan kolektif dalam
c masyarakat.
3
November 4, 2010
[MODAL SOSIAL DAN EKONOMI SOSIAL]
B. Sebuah perspektif kritis terhadap modal sosial
Terdapat banyak ekonom sosial skeptis secara filosofis dan metodologis terhadap
penerapan perlakuan modal sosial sebagai variabel independen dalam produksi fungsi
pertumbuhan. Pertama, hal ini menganggap nilai instrumental secara murni terhadap
prospensitas untuk pengikatan sipil dalam lokalitas tertentu. Nilai bahwa masyarakat melekat
pada modal sosial menjadi lebih besar secara signifikan daripada dampak pengukurannya
pada GDP. Terdapat bukti yang meningkat yang menunjukkan kohesi sosial dan keefektifan
institusional yang memfasilitasi literasi dan pendidikan, meringankan dampak kemiskinan,
meningkatkan kesehatan masyarakat, dan mengurangi kriminalitas dan kekerasan. Terdapat
bukti lebih lanjut bahwa kohesi sosial berhubungan secara positif terhadap kesehatan mental
dan kebahagiaan. Sen (1999) menuntut bahwa tipe-tipe kebebasan yang berbeda, termasuk
kebebasan interaksi sosial yang didasarkan pada kepercayaan, memiliki nilai intrinsik yang
dipertimbangkan. Kedua, inkorporasi mekanistik kekuasaan modal sosial ke dalam fungsi
produksi adaah subyek kritik yang sama dari Hill (1999) kepada model neoklasikal. Ekonom
ortodoks menggunakan model untuk menjelaskan penyebab ekonomi, seperti pertama,
memilih variabel independen dan dependen. Kemudian diabstraksikan dari realitas melalui
asumsi yang berlawanan dengan fakta untuk mendapatkan pendekatan kesimpulan pertama.
Penelitian statistikis pada modal sosial didasarkan pada kekuasaan tunggal atau jamak yang
diagrgasikan.yang hasilnya dalam kehilangan konteks subyekyif yang dipertimbangkan dari
data yang didapatkan.
Fungsi produksi ekonomi terdiri dari dua variabel kuantifikatif, yaitu nodal dan tenaga
kerja yang masing-masing adalah bstraksi dari realitas. Kekuatan yang memotivasi untuk
produksi oleh individu juga merupakan abstraksi dan kekurangan nilai untuk membuat
ekonom sosial menunduk. Ekonom mainstream telah mencoba untuk menghilangkan asumsi
ekonomi dasar dengan mengikatkan kembali konteksnya, termasuk mencoba untuk mengukur
persediaan dan aliran keterampilan dan keahlian manusia, inovasi, budaya, dan organisasi
sosial. Karena ekonom telah menanggung lebih jauh dari abstraksi inisial mereka, hal ini
telah menjadi bukti bahwa konteks sosial bukanlah fenomena dimensional-k. Beberapa
peneliti telah menggunakan teknik analisis yang membolehkan mereka untuk mengukur
modal sosial sebagai variabel yang tidak dapat diobservasi namun masih berasumsi bahwa
persediaan modal sosial dalam suatu area dapat dibandingkan dengan yang lainnya.
4
November 4, 2010
[MODAL SOSIAL DAN EKONOMI SOSIAL]
C. Konsep sosiologi mengenai modal sosial
Sebelum definisi mengenai modal sosial yang populer diberikan oleh Putnam, telah
ada Bourdieu dan Coleman yang memberikan penjelasan yang hampir sama mengenai
konsep ini. Menurut Bourdieu modal sosial adalah the aggregate of the actual or potential
resources which linked to possession of durable network of more or less institutionalized
relationships of mutual acquaintance and recognition...which provides each of its members
with the backing of the collectivity-owned capital, a ‘credential’ which entitles them to credit
in the various senses of the world’. Maksudnya adalah modal sosial merupakan hal yang
bersumber dari adanya perbedaan potensi-potensi dari sumber daya yang terkait dengan
kepemilikan terhadap jaringan yang ada. Hubungan ini kemudian dilembagakan kepada
anggoanya dengan tujuan untuk saling mengenalkan baik itu sumber daya, jaringan, modal
yang dimiliki oleh jaringan agar dapat diakui keberadaaanya. Potensi ini yang mendukung
tiap-tiap anggotanya dengan modal-modal yang dimiliki secara kolektif, yang kemudian
memberikan sebuah penghargaan pada anggotanya di dalam tiap-tiap aspek di dunia.
Dalam sosiologi Bourdieu, penilaian sosial dan ekonomi dibentuk oleh akses yang
berbeda ke dalam berbagai macam bentuk variasi modal, termasuk modal sosial, daripada
jika individu memaksimalkan perilakunya. Tingkatan yang dapat dilewati oleh individu
dalam menangani sisi negatif dari ekonomi berhubungan dengan bagian dari ‘volume dari
modal sosial yang dimiliki oleh given agent (orang kepercayaan)’, yang bergantung pada
‘besaran koneksi jaringan yang dapat individu digerakan secara efektif dan pada volume dari
modal (ekonomi, budaya atau simbolik) yang dimiliki oleh tiap-tiap individu yang terhubung
olehnya. Meskipun Coleman melihat gagasan modal sosial sebagai pilihan rasional, tapi dia
juga menekankan pada peran dari relasi sosial yang bisa membuat sumber daya yang tidak
tersedia bisa didapatkan.
Dari sudut pandang Bourdieu dan Coleman, berdaarkan pada faktor kognitif, hal-hal
seperti kepercayaan (trust) dan norma (norm), dijadikan sebagai hasil dari relasi sosial.
Coleman memfokuskan pada kepercayaan (trust) yang paling harus dimiliki oleh individu
dan grup untuk dapat dipercaya dibandingkan dengan ‘generalized social trust’. Denga
melihat langsung pada struktur sosial dan akses pada sumber daya, konsep sosiologi ini
melihat bahwa aktor eksternal dapat mengintervensi modal sosial pada suatu komunitas.
Kesimpulan ini membutuhkan pemikiran ulang dari konsep modal sosial sebagai konsep
makro yang diwariskan dari hal-hal yang terjadi pada tingkat mikro.
5
November 4, 2010
[MODAL SOSIAL DAN EKONOMI SOSIAL]
Modal sosial :Bonding dan Bridging
Bonding mengacu pada keterikatan
infra komunitas dimana anggota dalam
komunitas itu berada dalam situasi saling membutuhkan. Ikatan ini bisa menjadi suatu
sumber yang berharga. Seperti dalam penelitian pada komunitas miskin di daerah pedesaan di
daerah Utara India, Kozel dan Parker menemukan bahwa ikatan grup sosial memperlihatkan
prokteksi yang ampuh yaitu untuk risk management dan keberfungsian solidaritas. Barr
melaporkan bahwa wirausahawan lokal di Afrika yang beroperasi pada industri trasidional
membentuk suatu ‘jaringan solidaritas’ yang berfungsi untuk saling menukar informasi
mengenai perilaku dan tujuan dari anggota-anggota jaringan. Hal ini memperlihatkan bahwa
peran seseorang dari jaringan sosial merupakan sumber dari segala akses untuk menuju
sumber daya yang dituju. Namun, bonding seperti layaknya 2 mata pisau yang tajam. Seperti
yang Woolcock dan Narayan tekankan bahwa ada harga yang harus dibayar jika ikatan yang
kuat bisa menempatkan klaim sisi non-ekonomi yang bisa mebghasilkan konsekuensi negatif
ekonomi. Kesetiaan terhadap grupnya ini bisa menciptakan mereka mengisolasi anggotanya
dari informasi-informasi mengenai kesempatan kerja dan hak lainnya. Lebih lanjut, terdapat
bukti empirik yang terjadi pada negara berkembang mengenai hal negatif dari kuatnya
bonding yang dimiliki suatu jaringan, misalnya pada kasus Rwanda, Haiti dan Kenya, yang
menunjukan bahwa solidaritas sosial yang sangat tinggi dalam memiskinkan komunitas lokal
memicu modal sosial untuk membantu mereka mengatasi masalah ini tapi tidak
menyelesaikan, karena efek negatif dari pemerintahan yang korup, isolasi secara wilayah,
ekslusi politik dan polarisasi sosial. Dari fakti ini, disimpulkan bahwa kelompok miskin
memiliki hubungan yang erat dan ikatan bonding yang kuat sehingga mereka bisa melewati
masalah, tapi mereka tidak bisa menyelesaikan masalah karena tidak adanya hubungan yang
dibangun dengan kelompok tidak miskin. Hubungan inilah yang dinamakan bridging.
Bridging mengacu pada ikatan inter komuitas dimana hubungan ini menyambungkan
faktor sosial lainnya seperti etnisitas, gender dan SSE. Meskipun tidak akan kuat seperti
ikatan intra komuitas yang menghasilkan bonding modal sosiual, ini akan seperti
mengkombinasikan keduanya, baik intra dan inter komunitas untuk membuka kesempatan
ekonomi lebih luas lagi. Hal ini terjadi saat mekanisme ini memperbolehkan individu untuk
mengurus jaringan sosial mereka sendiri untuk memperoleh dukungan informal, jaminan, dan
penghargaan tapi juga bisa mengembangkan kemampuan dan sumber daya dalam jaringan
yang melebihi dari komunitasnya sendiri
6
November 4, 2010
[MODAL SOSIAL DAN EKONOMI SOSIAL]
D. NGO sebagai bridging organization
Hill berargumen bahwa : sosial ekonomi cendrung menjadi sesuatu yang pribadi dan
secara aktif terlibat dalam suatu pertanyaan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia.
Dengan melakukan penekanan yang special untuk mencapai keadilan sosial bagi orang-orang
yang mengalami kekurangan dalam status ekonominya. Sosial ekonomi mungkin tertarik
pada sesuatu yang mungkin dapat dilakukan melalui LSM untuk memfasilitasi dan
bekerjasama terhadap penyelesaian masalah dan menciptakan modal sosial.
LSM merupakan suatu organisasi yang memiliki nilai-nilai inherent yang berusaha
untuk terlibatkan dengan beberapa pemegang saham dan di dalamnya terdapat konflik
kepentingan dan kesenjangan relasi kekuatan untuk mencapai visi bersama. Jadi, LSM
memainkan “key role” sebagai bridging dalam organisasi antara agen pemerintahan,
komunitas local dan internasional donors. Dalam satu kasus LSM berfungsi sebagai
membentuk suatu kredibilitas bagi pemerintah nasional untuk menunjukan eksistensinya
dalam implementasi program yang telah dibentuk.
Dalam kasus yang lain LSM bekerjasama dengan kelompok “grassroot” untuk
merintis solusi inovatif terhadap permasalahan local. Dalam suatu contoh yang diambil dari
tulisan Rashid yaitu bagaimana proyek percontohan Orangi (OPP) berkolaborasi dengan
lingkungan organisasi untuk membuat teknologi yang tepat dalam rangka membangun
jamban dan sistem sanitasi di Pakistan. OPP kemudia bernegosiasi dengan pemerintah local,
agen pemerintahan, dan pemerintah internasional untuk memperluas proses pembangunan
sanitasi dan kamar mandi pribadi untuk lingkungan, kota, dan negara.
Bukti dari studi kasus bahwa LSM dapat memainkan peran penting dalam mennyusun
masalah dalam jangka waktu dan memerlukan partisipasi dari semua partai. Contohnya
adalah BRAC dan CARE secara efektif membingkai suatu imunisasi sebagai suatu masalah
permintaan daripada masalah pelayanan, yang focus pada mobilisasi kepentingan kelompok
“grassroot” untuk mendapatkan vaksinasi pada anak-anak.
Ketika suatu partai bersama-sama bergabung dengan LSM memainkan peran sebagai
fasilitator. Pada saat consensus telah tercpai melalui visi bersama, kebutuhan ini harus
disempurnakan kedalam suatu rencana yang spesifik untuk memobilisasi sumber daya. Sesuai
dengan sistem dan pengaturan kelembagaan membutuhkan tempat untuk mewujudkan
rencana tersebut. Dalam tulisan ini Vrown menuliskan bahwa OPP menahan partisipasinya
sampai instansi pemerintahan berhenti dari langkahnya untuk memusatkan pelaksanaan untuk
memperluas project sanitasi. Tetapi LSM sering tidak memiliki sumber dayanya sendiri,
7
November 4, 2010
[MODAL SOSIAL DAN EKONOMI SOSIAL]
untuk memperluas dan melanjutkan projek ini tergantung pada LSM yang lainnya, agen
pemerintahan dan internasional donors berfungsi untuk menentukan skala dan ruang lingkup
kegiatan kerjasama diantara keduanya.
Bukti dari kasus ini adalah menunjukan manfaat yang signifikan yang berasal dari
fungsi LSM sebagai organisasi bridging. Dalam kasus tertentu, kerjasama dalam
menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan kekuatan dan perbedaan sector untuk
meningkatkan kapasitas penyelesaian masalah melalui perluasan pemanfaatan dari program
pemerintah, replikasi inovasi yang berhasil melalui LSM dan kelompok “grassroots”, dengan
membuat dan mengidentifikasi sumber daya baru yang hanya dapat dibuat melalui usaha
bersama.
8
Download