BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Kecemasan merupakan suatu yang sangat tidak menyenangkan, makan yang enak tidak pernah dinikmati oleh orang yang selalu dilanda kecemasan. Rumah yang lapang tidak bisa dinikmati oleh hati yang cemas. Oleh karena itu orang yang cemas tidak bisa menikmati hidup ini, sebelum sesuatu yang membuat cemas terselesaikan dan hilang. Manusia suatu saat dalam hidupnya akan mengalami kecemasan. Kecemasan ini apabila cukup lama hinggap pada manusia, akan menyebabkan suatu gangguan penyakit. Kecemasan yang cukup lama akan menghilangkan kemampuan untuk merasa bahagia. Tragedi kehidupan manusia tidak sedikit dapat menyebabkan kecemasan, karena manusia tidak mampu membaca dunia dan tidak mengetahui misteri kehidupan ini. Kecemasan merupakan gangguan mental terbesar. Diperkirakan 20% dari populasi dunia menderita kecemasan (Gail, 2002) dan sebanyak 47,7% remaja sering merasa cemas (Haryadi, 2007). Kecemasan merupakan hal yang normal terjadi pada 1 setiap individu, reaksi umum terhadap stress kadang dengan disertai kemunculan kecemasan. Namun kecemasan itu dikatakan menyimpang bila individu tidak dapat meredam (merepresikan) rasa cemas tersebut dalam situasi dimana kebanyakan orang mampu menanganinya tanpa adanya kesulitan yang berarti. Menurut data National Institute of Mental Health (2005) di Amerika Serikat terdapat 40 juta orang mengalami gangguan kecemasan pada usia 18 tahun sampai pada usia lanjut, gangguan kecemasan diperkirakan diidap 1 dari 10 orang. Ahli psikoanalisa beranggapan bahwa penyebab kecemasan neurotik dengan memasukan persepsi diri sendiri, dimana individu beranggapan bahwa dirinya dalam ketidakberdayaan, tidak mampu mengatasi masalah, rasa takut akan perpisahan, terabaikan dan sebagai bentuk penolakan dari orang yang dicintainya. Perasaan-perasaam tersebut terletak dalam pikiran bawah sadar yang tidak disadari oleh individu. Pendekatan-pendekatan psikologis berbeda satu sama lain dalam tekhnik dan tujuan penanganan kecemasan. Tetapi pada dasarnya berbagai tekhnik tersebut sama-sama mendorong klien untuk menghadapi dan tidak menghindari sumber-sumber kecemasan mereka. Kecemasan dapat didefinisikan sebagai kondisi emosional yang tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subyektif seperti ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat. Penelitian di Rumah Susun Klender, Jakarta Timur, menunjukkan peningkatan gangguan kecemasan pada 9,8 % lebih tinggi dibanding prevalensi 2 gangguan kejiwaan pada umumnya, yang berkisar 6-7% dari populasi secara umum (Kompas, 2002). Gangguan kecemasan dapat muncul sebagai akibat akumulasi dari frustrasi, konflik dan stres. Menurut Ayub, orang dengan gangguan kecemasan akan susah berkonsentrasi dan bersosialisasi sehingga akan menjadi kendala dalam menjalankan fungsi sosial, pekerjaan dan peranannya, sehingga berbagai langkah pencegahan dan penanggulangan harus segera dilakukan (Kompas, 2002). Kecemasan dapat muncul pada situasi tertentu seperti berbicara didepan umum, tekanan pekerjaan yang tinggi, menghadapi ujian. Situasi-situasi tersebut dapat memicu munculnya kecemasan bahkan rasa takut. Namun, gangguan kecemasan muncul bila rasa cemas tersebut terus berlangsung lama, terjadi perubahan perilaku, atau terjadinya perubahan metabolisme tubuh. Individu yang mengalami ancaman kecemasan senantiasa hidup dengan rasa takut terkena malapetaka serta khawatir dalam sebagian besar aspek kehidupannya baik meliputi kesehatan, uang, pekerjaan, kelurga dan sebagainya. Secara psikologisnya, banyak orang yang mengalami kecemasan didalam hidupnya, terutama didalam pekerjaan mereka. Tidak sedikit orang yang mengalami kecemasan didalam pekerjaannya. Mereka mengeluh akan pekerjaan mereka, tuntutan pekerjaan yang tinggi, penghasilan yang sedikit, bahkan sistem kontrak yang diterapkan perusahaan kepada karyawan itu membuat sebagian besar karyawan merasa cemas. Jika sudah merasa cemas, maka perilaku kerja karyawan pun ikut terpengaruh. 3 Perilaku kerja merupakan bagian yang berperan penting dalam kehidupan bekerja. Perilaku kerja merupakan tindakan dan sikap yang ditunjukan oleh orangorang yang bekerja. Jadi secara garis besar perilaku kerja merupakan kemampuan bekerja dan perilaku-perilaku dari para pekerja dimana yang mereka menunjukan tindakan dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada di tempat mereka bekerja. Keberhasilan diberbagai wilayah kehidupan ternyata ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja. Sebagian orang menyebut perilaku kerja ini sebagai motivasi, kebiasaan (habit) dan budaya kerja. Oleh karena itu diupayakan untuk membentuk perilaku kerja yang konsisten dan positif. Sejak dikeluarkannya kebijakan pemerintah (UUK No. 13 Tahun 2003) tentang ketenagakerjaan, banyak perusahaan yang lebih memilih karyawan kontrak melalui outsourcing daripada karyawan tetap. Secara material, seorang karyawan yang mengalami penghentian kontrak kerja akan kehilangan fasilitasfasilitas yang diperoleh sewaktu masih bekerja, termasuk di dalamnya adalah penghasilan (gaji), tunjangan-tunjangan, sarana dan kesempatan kesempatan untu pengembangan karier. Sementara dari motif sosial maka seseorang akan kehilangan status, baik status jabatan atau pekerjaan maupun status sosialnya termasuk di dalamnya dalah kedudukan, penghormatan atau pengakuan orang atas kemampuannya, kemegahan tempat kerja, pandangan masyarakat atas kesuksesannya, dan lain-lain. Dalam riilnya, kondisi seperti ini menjadi permasalahan bagi tenaga kerja atau karyawan kontrak, karena jaminan sebagai karyawan hanya sampai dengan akhir kontrak perjanjian kerja yang telah ditentukan. Hal ini akan berpengaruh pada prestasi kerja dalam instansinya. 4 Persaingan dan tuntutan profesionalitas yang semakin tinggi menimbulkan banyaknya tekanan-tekanan yang harus dihadapi karyawan outsourcing dalam lingkungan kerja. Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan perekonomian di Indonesia yang belum stabil akibat badai krisis yang berkepanjangan juga sangat potensial menimbulkan tekanan. Tekanan yang timbul dan berlangsung terus menerus berpotensi menimbulkan kecemasan. Dampak yang sangat merugikan dari adanya gangguan kecemasan yang sering dialami oleh masyarakat dan angkatan kerja pada khususnya disebut stres. Stres merupakan hasil reaksi emosi dan fisik akibat kegagalan individu beradaptasi pada lingkungan. Masalahnya adalah stress kerja yang terjadi pada karyawan outsourcing di sebuah perusahaan yang mengakibatkan merugikan bagi karyawan dan perusahaan itu sendiri. Setiap perusahaan, karyawan merupakan anggota lebih dari satu kelompok sosial. Dalam melakukan di setiap kelompok, karyawan dapat mengalami stres. Stres yang dialami sebagai hasil kegiatannya di setiap kelompok saling menunjang dan saling menguatkan. Oleh karena itu, berbagai bentuk kekuatiran dan masalah selalu dihadapi oleh para karyawan. Kita selalu menjumpai kesulitan-kesulitan, masalah-masalah dan mengalami kesedihan emosional yang mereka hadapi. Beberapa bentuk kesulitan terjadi di luar pekerjaan, tetapi kesulitan-kesulitan lain berkaitan dengan pekerjaan. Perusahaan menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah 5 atau imbalan dalam bentuk lain, selain itu perusahaan juga dapat diartikan sebagai usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Perusahaan terdiri dari sejumlah anggota yang memberikan sumbangan mereka masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi melalui kedudukan dan peran mereka dalam perusahaan (organisasi industri), dan di dalamnya tenaga kerja-tenaga kerja melakukan pekerjaan-pekerjaan yang saling berkaitan dalam suatu hubungan ketergantungan satu sama lainnya dan mereka saling memerlukan serta mempengaruhi (Munandar, 2001). Karyawan memegang peranan yang terpenting dalam perusahaan agar proses yang berlangsung di dalam perusahaan dapat terlaksana dengan baik sehingga perusahaan dapat memperoleh tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Tanpa adanya tenaga kerja atau karyawan maka perusahaan tidak akan dapat beroperasi sedikitpun. Karyawanlah yang menentukan berkembang atau tidaknya suatu perusahaan (Angel, 2007). Karyawan dapat diartikan setiap orang yang bekerja dengan menerima imbalan dari tempat mereka bekerja dan memiliki hubungan kerja dengan adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/karyawan (Undang- Undang Ketenagakerjaan). Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 2003 berdasarkan perjanjian kerja, karyawan dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) Karyawan tetap yang diikat oleh perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu, 6 karyawan tetap memiliki sifat pekerjaan yang terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan, (2) Karyawan kontrak yang diikat oleh perjanjian kerja untuk waktu tertentu, karyawan dengan perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu: pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama tiga tahun, pekerjaan yang bersifat musiman, atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Karyawan tetap pada suatu perusahaan akan memberikan keuntungan yang sangat besar pada perusahan tempat ia bekerja, antara lain karena karyawan tetap akan bekerja ditempat yang sama sampai masa tidak produktifnya (Kotter, 1997). Selain memiliki keuntungan, karyawan tetap juga dapat memiliki berbagai kerugian terutama bagi perusahaan-perusahaan yang mengejar deadline produksi karena perusahaan tidak dapat menjaga kinerja karyawannya tetap tinggi. Hal ini disebabkan karena perusahaan tetap mempekerjakan karyawannya walaupun sudah kurang produktif sampai ia pensiun dari perusahaan tempat ia bekerja, hal inilah yang biasanya menjadi alasan perusahaan memakai karyawan kontrak (Ubaydillah,2007). 7 Sementara perusahaan yang memakai karyawan kontrak memperoleh manfaat antara lain perusahaan tidak harus lagi mengurusi berbagai persoalan yang terkait dengan karyawan yang biasanya membutuhkan banyak perhatian seperti jenjang karir karyawan, hak cuti karyawan, pesangon karyawan jika berhenti, hak pensiun, dan persoalan sikap karyawan sehingga perusahaan dapat lebih fokus pada aspek strategis perusahaan, khususnya pada upaya peningkatan kinerja perusahaan (Majalah Human Capital, 2004). Ditinjau dari diri karyawan, menjadi karyawan tetap merupakan tujuan utama seseorang dalam pekerjaannya karena dapat memberikan jaminan yang lebih nyata baik dari segi ekonomi maupun sosial bahkan memberikan jaminan bagi masa depannya, sementara menjadi karyawan kontrak adalah pilihan kedua. Karyawan kontrak menjadi pilihan kedua dikarenakan tenaga kerja merasa jaminan untuk ekonomi, keamanan kerja dan masa depan sebagai karyawan kontrak kurang, bahkan terkadang memperoleh gaji yang berbeda dibandingkan dengan rekan sejawatnya di posisi yang sama. Perkembangan dunia kerja yang belum stabil menyebabkan lambatnya penciptaan lapangan kerja baru sedangkan tenaga kerja baru terus bertambah sehingga tenaga kerja jumlahnya lebih besar daripada lapangan kerja yang tersedia (Majalah Human Capital, 2004). Melimpahnya pasokan tenaga kerja yang tersedia membuat perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh karyawan yang produktif, berusia muda yang masih mudah untuk dididik, haus pengalaman dan pekerja keras untuk menjaga kelangsungan dan perkembangan perusahaanya 8 baik mempekerjakannya sebagai karyawan tetap maupun karyawan kontrak. Bahkan perusahaan tak segan-segan mengkolaborasikan antara karyawan tetap dan karyawan kontrak. Pengkolaborasian ini sering menyebabkan terjadinya konflik antara karyawan di dalamnya (Angel, 2007). Konflik yang terjadi pada karyawan biasanya disebabkan oleh adanya perbandingan antara apa yang diberikan kepada perusahaan dengan apa yang diperoleh dari perusahaan yang dilakukan oleh diri karyawan terhadap orang lain yang berada di levelnya (Miner, 1992). Menurut Nugroho (2004), direktur The Business Watch Indonesia karyawan kontrak sering merasa lebih dirugikan dari perbandingan ini. Karyawan kontrak merasa walaupun kinerja yang mereka berikan sama bahkan lebih dari karyawan tetap di dalam satu perusahaan, mereka masih merasa ketidakpastian masa depan pekerjaan selama masa kontrak kerja berlangsung dan takut kontraknya tidak diperpanjang jika melakukan suatu kesalahan kecil dalam perusahaan. Sikap-sikap yang ditunjukkan oleh karyawan dalam menyikapi permasalahan mengenai ketidakpastian masa depan pekerjaan dalam tempat mereka bekerja berbeda satu sama lainnya, dan ini akan berdampak pada sikap karyawan terhadap perusahaan tempat mereka bekerja. Sikap yang ada pada karyawan akan membentuk suatu penilaian pada pekerjaannya bahkan perusahaan tempat mereka bekerja. Dan penilaian itu berpengaruh terhadap perilaku apa yang ditampilkan oleh karyawan (Angel, 2007). Perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan juga dievaluasi oleh pihak perusahaan yang berupa penilaian kinerja, 9 hasilnya dipandang sebagai mekanisme umpan balik yang penting bagi karyawan secara pribadi dalam hal bagaimana kinerjanya dipandang (Jewell & Siegel, 1998). Sistem outsourcing itu sendiri mulai booming di Indonesia sejak krisis ekonomi Tahun 1998 disaat kebutuhan perusahaan akan efesiensi menjadi sangat penting untuk dipenuhi (Majalah SUMA Universitas Indonesia, 2007). Menurut beberapa pihak, penerapan sistem outsourcing merupakan salah satu solusi permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia. Data BPS mencatat bahwa sebanyak 10,55 juta orang (Februari 2007) atau sekitar 9,57% dari penduduk Indonesia berstatus sebagai pengangguran, dimana kondisi seperti ini dipicu oleh tingginya jumlah angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 108,13 juta orang (Februari 2007). Belum lagi Bappenas mencatat bahwa jumlah tenaga kerja baru terus menignkat dan bertambah sedikitnya 2,5 juta orqang pertahun. Sementara itu, Nazaruddin Siregar (dalam Majalah SUMA Universitas Indonesia, 2007) dalam situs Depnakertrans mencatat 60% pekerja di sektor formal adalah pekerja kontrak. Hal ini dikerenakan status pekerja tetap yang sanggup memberikan jaminan kerja yang lebih baik kurang dilirik perusahaan. Fenomena inilah yang banyak dikatakan turut memunculkan istilah outsourcing di Indonesia (Majalah SUMA Universitas Indonesia, 2007). Konsekuensi terbesar dari penerapan sistem outsourcing adalah munculnya kecemasan. Hal ini dikarenakan bentuk hubungan industrial pada sistem outsourcing yang kabur sehingga menyebabkan ketidakpastian pekerjaan 10 selama masa kontrak kerja berlangsung dan kecemasan karyawan jika kontraknya tidak diperpanjang. Keadaan karyawan outsourcing secara tidak langsung memberikan dampak psikologis bagi karyawan. Situasi dan kondisi yang terjadi menyebabkan karyawan merasa cemas terhadap kelangsungan dan masa depan pekerjaannya. Ketatnya persaingan dan semakin sulitnya lapangan kerja menambah kecemasan karyawan terhadap kelangsungan hidup mereka. Sementara itu, aspek yang diharapkan oleh karyawan, yaitu keamanan kerja menjadi sulit untuk didapatkan karena sistem outsourcing yang secara hukum tidak memberikan sesuatu yang pasti. Berdasarkan hasil survei pendahuluan di PT.MARUNI GLASS dapat dikemukakan bahwa fenomena permasalahan yang berhubungan dengan kecemasan antara lain, Karyawan PT. MARUNI GLASS pernah melakukan demonstrasi terhadap penolakan sistem kerja kontrak yang mereka anggap merugikan. Mereka berpendapat bahwa sistem kerja kontrak menimbulkan kecemasan akan masa depan mereka, karena tidak adanya kepastian terhadap tunjangan mereka dimasa pensiun. Saat ini sistem kontrak yang ada pada PT. MARUNI GLASS masih terus berjalan. Hal ini semakin membuat para karyawan cemas akan nasib mereka ketika masa kontrak kerja mereka berakhir. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menganalisis hubungan antara kecemasan dengan perilaku kerja karyawan kontrak pada PT. MARUNI GLASS. Hal ini dikarenakan pengaruh kecemasan terhadap perilaku kerja karyawan kontrak menjadi masalah penting dalam pengelolaan sumber daya manusia 11 perusahaan. Pentingnya pengelolaan tersebut didasari bahwa SDM, termasuk didalamnya karyawan kontrak merupakan aset penting yang menjadi salah satu indikator keberhasilan sebuah perusahaan. Sebagai contohnya, dimana apabila terjadi unjuk rasa dan mogok kerja seperti yang dilakukan oleh karyawan kontrak yang telah dijabarkan sebelumnya, maka hal ini tentu akan mengganggu jalannya aktivitas perusahaan dalam menjalankan fungsinya. Disamping itu, peneliti juga menjadi tertarik dengan penelitian mengenai pengaruh kecemasan terhadap perilaku kerja karyawan kontrak dikarenakan selain pentingnya perilaku kerja karyawan bagi kemajuan perusahaan, kecemasan juga menjadi masalah tersendiri dalam dunia psikologi. Serta aksi unjuk rasa dan mogok kerja yang banyak dilakukan oleh karyawan kontrak, yang dalam beberapa literatur disebutkan bahwa aksi unjuk rasa dan mogok kerja terkait dengan kecemasan perilaku kerja. 1.2. Rumusan Masalah-Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan peneliti pada bagian sebelumnya, dengan demikian permasalahan yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara kecemasan dengan perilaku kerja pada karyawan kontrak pada PT. MARUNI GLASS ?” 12 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kecemasan dengan perilaku kerja karyawan kontrak pada PT MARUNI GLASS. 1.4. Manfaat Penelitian Secara teoritis, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan pengetahuan mengenai pengaruh kecemasan terhadap perilaku kerja karyawan kontrak, sehingga dapat memprakarya kepustakaan di bidang Psikologi Industri dan Organisasi di Universitas Mercu Buana khususnya. Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi perusahaan, dimana dengan penelitian ini perusahaan dapat mengetahui pengaruh kecemasan terhadap karyawan kontrak. Hal ini kemudian juga dapat menjadi pertimbangan bagi manajemen SDM PT MARUNI GLASS untuk melakukan suatu tindakan bagi karyawannya, mengingat pentingnya perilaku kerja karyawan. 13