LAPORAN 70% PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT IPTEKS TEPAT GUNA BAGI MASYARAKAT (ITGbM) IMPLEMENTASI ENGLISH LANGUAGE IMMERSION BERBASIS KEARIFAN LOKAL BAGI SISWA SEKOLAH DASAR Oleh: Yusup Supriyono, S.Pd., M.Pd. (NIDN 0405117502) Nita Sari Narulita Dewi, S.Pd., M.Pd. (NIDN 0025128105) UNIVERSITAS SILIWANGI JULI 2017 RINGKASAN Pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing pada tingkat sekolah dasar sangat unik dan membutuhkan profesionalitas guru yang tinggi. Guru bahasa di sekolah dasar tidak hanya dituntut pada penguasaan materi ajar dan pedagogik namun juga harus memiliki karakter kuat yang tetap menjunjung akar budaya asal. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa peserta didik adalah pebelajar muda yang usianya antara 6- 12 tahun, belum memiliki akar budaya yang kuat namun termasuk pebelajar aktif (active learners) yang siap mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru. Sudah barang tentu usia ini rentan dengan perubahan atau pengaruh asing yang pada gilirannya akan membentuk pemahaman, sikap atau perilaku tertentu merefleksikan adanya pergeseran budaya (culture shift). Oleh karena itu, seorang guru harus memiliki pemahaman terhadap nilai budaya dan nilai akademik (culture and learning values) sehingga proses pembelajaran tidak akan melemahkan suatu budaya tertentu atau meninggalkannya, melainkan memperkaya perbendaharaan budaya sebagai konsekwensi logis bagian dari masyarakat dunia. Pendekatan English Language Immersion program berbasis Kearifan lokal hadir sebagai problem solving dari kondisi tersebut. Sasaran program ini adalah pebelajar muda (English young learners), khususnya pada tingkat sekolah dasar. Para peserta akan belajar bahasa Inggris dengan menggunakan perpaduan konten lokal dan internasional, sehingga memungkinkan akan adanya belajar lintas budaya, dan pola-pola belajar menggunakan teori pemerolehan bahasa kedua (Second language acquisition). Selanjutnya portfolio assessment digunakan untuk melihat kemampuan, kinerja dan prestasi yang terukur. Hal inilah yang menjadi kelebihan dari English language immersion berbasis kearifan lokal, yaitu peserta didik disamping dapat menguasai bahasa Inggris dasar, mereka juga secara psikologis akan siap secara sosial dan budaya, namun tidak melupakan akar budaya. Lebih jauh mereka akan menjadi duta bangsa di masa depan yang akan menyampaikan pesan kepada dunia bahwa bangsa Indonsia adalah bangsa yang besar yang memiki keunggulan-keunggulan lokal yang dapat dinilai secara ekonomi maupun politik yang patut dibanggakan ditingkat dunia melalui kemampuan komunikasi global yang mereka kuasai. Kata Kunci: English language immersion program, kearifan local, second language acquisition, English young learners KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, atas berkat rahmat Alloh SWT, kami telah menyelesaikan laporan 70% Ipteks Tepat Guna bagi Masyarakat (ITGbM) dengan judul Implementasi English Language Immersion berbasis kearifan lokal untuk Sekolah Dasar Sasaran dari kegiatan ini adalah anak-anak sekolah tingkat sekolah dasar dengan jumlah 20 siswa dan 2 orang guru bahasa Inggris dari SDN 1 Sukamulya dan SDN 1 Sukahaji Kecamatan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis. Kegiatan ini bertujuan agar penguasaan bahasa Inggris dapat dimulai sejak dini namun tidak mengurangi akar budaya asal, baik budaya Indonesia maupun budaya lokal (Sunda). Para peserta akan belajar dan menguasai bahasa Inggris dasar dengan menggunakan konten perpaduan konten lokal dan internasional. Sehingga memungkinkan akan pengetahuan lintas budaya, hal inilah yang menjadi kelebihan dari English language immersion berbasis kearifan lokal. Demikian, semoga kegiatan ini dapat terwujud dan bermanfaat. amiin Wassalamualaikum Wr. Wb. Tim Penulis DAFTAR ISI Hal. Lembar Pengesahan............................................................................................. i Kata Pengantar .................................................................................................... ii Daftar Isi .............................................................................................................. ii Ringkasan ............................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi ...................................................................... 1 1.2 Permasalahan yang dihadapi 1.3 Pemecahan Masalah BAB II KAJIAN TEORETIS ........................................................................... 2.1 Pendidikan Immersi dan Identitas Budaya ..................................... 2.2 Language Learning and Values ....................................................... 2.3 English Language Immersion Program untuk sekolah Dasar ......... 3 7 7 8 BAB IV METODE PELAKSANAAN................................................................ 11 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 13 3.1 Hasil ................................................................................................ 13 3.2 Pembahasan .................................................................................... 13 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ........................................................................................ 14 5.2 Saran ............................................................................................... 14 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota Tim Pengusul yang telah ditandatangani Lampiran 2. Gambaran Ipteks yang akan ditransfer kepada kedua mitra. Lampiran 3. Peta Lokasi Wilayah kedua mitra. Lampiran 4. Dua buah Surat Pernyataan Kesediaan Bekerjasama dari kedua mitra IbM bermeterai Rp6.000,-. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing pada tingkat sekolah dasar sangat unik dan membutuhkan profesionalitas guru yang tinggi. Guru bahasa di sekolah dasar tidak hanya dituntut pada penguasaan materi ajar dan pedagogik namun juga harus memiliki karakter kuat yang tetap menjunjung akar budaya asal. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa peserta didik adalah pebelajar muda yang usianya antara 6- 12 tahun, belum memiliki akar budaya yang kuat namun termasuk pebelajar aktif (active learners) yang siap mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru. Sudah barang tentu usia ini rentan dengan perubahan atau pengaruh asing yang pada gilirannya akan membentuk pemahaman, sikap atau perilaku tertentu merefleksikan adanya pergeseran budaya (culture shift). Oleh karena itu, seorang guru harus memiliki pemahaman terhadap nilai budaya dan nilai akademik (culture and learning values) sehingga proses pembelajaran tidak akan melemahkan suatu budaya tertentu atau meninggalkannya, melainkan memperkaya perbendaharaan budaya sebagai konsekwensi logis bagian dari masyarakat dunia. Kekhawatiran pemerintah terhadap terjadinya degradasi nilai-nilai nasionalisme, khususnya pada anak-anak sekolah dasar sebenarnya tidak perlu terjadi dan menimbulkan kegaduhan dalam penyelenggaraan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnnya pada tingkat sekolah dasar kalau guru mampu mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal atau kearifan lokal pada pembelajaran bahasa Inggris, yang terefleksikan pada muatan bahan ajar dan kegiatan belajar. Terlepas dari kekhawatiran pemerintah terhadap degradasi nilai-nilai nasionalisme, pada umumnya kemampuan bahasa Inggris dasar para siswa tingkat sekolah dasar masih sangat rendah, hal ini bisa kita lihat berdasarkan observasi kelas (classroom observation) kepada beberapa sekolah dasar di Kecamatan Cihaurbeuti Ciamis dapat terlihat basic English grammar maupun basic English communication, yang masih sangat minim. Disamping itu proses pembelajaran bahasa Inggris yang tidak menarik dan rendahnya language input menyebabkan siswa kurang mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal. Hal ini dikarenakan kemampuan mengajar guru yang masih rendah terhadap bagaimana mengajarkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing dan mengelola materi ajar yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Kondisi ini memberikan inspirasi dan motivasi, bahwa perlu adanya program sebagai langkah nyata dalam menghadapi masalah tersebut, maka program English language immersion berbasis kearifan local dipilih sebagai model dan diterapkan kepada lembaga mitra, yaitu SDN 1 Sukamulya dan SDN 1 Sukahaji Kecamatan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis dengan tujuan peserta didik disamping dapat menguasai bahasa Inggris dasar, mereka juga secara psikologis akan siap secara sosial dan budaya, namun tidak melupakan akar budaya. Lebih jauh mereka akan menjadi duta bangsa di masa depan yang akan menyampaikan pesan kepada dunia bahwa bangsa Indonsia adalah bangsa yang besar yang memiki keunggulan-keunggulan lokal yang dapat dinilai secara ekonomi maupun politik yang patut dibanggakan ditingkat dunia melalui kemampuan komunikasi global yang mereka kuasai. Melihat permasalahan di atas Pendekatan English Language Immersion Program berbasis Kearifan lokal muncul sebagai problem solving dengan tentunya melalui beberapa kajian dan pertimbangan berdasarkan faktor-faktor pendukung sebagai berikut: a. Kebijakan sekolah Kebijakan kepala sekolah yang mendukung program ini, yaitu mengirimkan siswa dan gurunya termasuk perizinan menggunakan fasilitas sekolah sangat berarti sehingga program ini diharapakan dapat terselenggara dengan baik. b. Fasilitas ruang kelas/lab Fasilitas yang dimiliki sekolah dapat digunakan untuk proses pembelajaran secara maksimal. c. Kesediaan guru bahasa Inggris Guru bahasa Inggris di masing-masing sekolah menjadi guru pendamping yang akan senantiasa bersama-sama instruktur menyampaiakn materi kepada siswa. Disamping itu guru-guru tersebut dapat belajar banyak bagaimana melaksanakan English Language Imemrsion Program berbasis kearifan local untuk anak-anak sekolah tingkat sekolah dasar d. Lingkungan belajar Lingkungan belajar yang kondusif memungkinkan adanya sinergitas antara sekolah, penyelenggara dan lembaga masyarakat. Di daerah lokasi kegiatan terdapat Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dan Lembaga Keterampilan dan Pelatihan yang menyelenggarakan kursus bahasa Inggris dan komputer, sehingga diharapkan potensi dapat disinergikan dalam upaya menciptakan proses proses pembelajaran yang lebih berkualitas. 1.2 Permasalahan Lembaga Mitra Berdasarkan analisis situasi yang dilakukan sejak awal, telah diketahui permasalahan yang dihadapi lembaga mitra yang menuntut adanya pemecahan masalah. Berdasarkan prioritas permasalahan-permasalahan tersebut adalah sebagai berikut: a. Kemampuan bahasa Inggris dasar para siswa masih sangat rendah, hal ini bisa terihat dari basic English grammar maupun basic English communication, yang masih sangat minim. b. Proses pembelajaran bahasa Inggris yang tidak menarik dan rendahnya language input menyebabkan siswa kurang mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal. c. Kemampuan mengajar guru yang masih rendah terhadap bagaimana mengajarkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing dan mengelola materi ajar yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. d. Wacana kebijakan pemerintah yang menyatakan Kurikulum 2013 menghapuskan muatan lokal bahasa Inggris dengan alasan beban belajar yang terlalu besar bagi siswa tingkat dasar dan alasan secara social cultural dan ideologis dimana adanya kekawatiran pemerintah terhadap menurunnya nilai-nlai nasionalisme akibat pembelajaran bahasa asing yang tidak berbasis kearifan lokal menjadikan sekolah kurang lagi menempatkan bahasa Inggris sebagai muatan lokal yang masih perlu diselenggarakan. 1.3 Pemecahan Masalah Upaya pemecahan masalah di atas tentunya membutuhkan pendekatan, rencana strategis. Maka dari itu Pendekatan English Language Immersion Program berbasis kearifan lokal menjadi solusinya. Program ini akan mengupayakan beberapa solusi pemecahan masalah sesuai dengan prioritas masalah seperti yang disebutkan diatas, namun dalam koridor pendekatan language immersion program berbasis kearifan lokal, yaitu sebagai berikut: a. Kemampuan bahasa Inggris dasar para siswa yang masih sangat rendah, yang terihat dari basic English grammar maupun basic English communication dapat dipecahkan melelaui content yang lebih sederhana dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dibantu dengan metode/teknik pembelajaran yang menyenangkan, misalnya story telling, game, picture coloring, mime, direct method, Total Physical Respon (TPR), English Song, Narative text (legend, fable), pedagogical web, dst b. Proses pembelajaran bahasa Inggris yang tidak menarik dan rendahnya language input dapat diantisipasi dengan variasi metode/teknik pembelajaran seperti yang disebutkan pada point a. Selain itu kegiatan belajar menggunakan materi yang factual, menantang namun sesuia dengan kebutihan dan kemampuan peserta didik, misalnya (authentic material/video) dari internet c. Kemampuan mengajar guru yang masih rendah terhadap bagaimana mengajarkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing dan mengelola materi ajar yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik dapat diantisipasi dengan cara guru dapat praktek langsung (learning by doing) di dalam cara mengajar dan mengelola/menyusun bahan ajar. Guru-guru tersebut dilibatkan secara langsung mulai sejak orientasi, penyusunan perangkat pembelajaran (silabus, bahan ajar, penilaian), aktif bersama-sama dalam proses pembelajaran sebagai pendamping anak, participant observer, juga melalukan evaluasi bersama dengan intsruktur yang berpengalaman. d. Kebijakan pemerintah yang menyatakan Kurikulum 2013 menghapuskan muatan lokal bahasa Inggris dengan alasan beban belajar yang terlalu besar bagi siswa tingkat dasar. dan alasan secara social cultural dan ideologis dimana adanya kekawatiran pemerintah terhadap menurunnya nilai-nlai nasionalisme akibat pembelajaran bahasa asing yang tidak berbasis kearifan local. Untuk hal ini, maka pendekatan English Language immersion program berbasis kearifan lokal dilakukan. Para peserta akan belajar bahasa Inggris dengan menggunakan perpaduan konten lokal dan internasional, sehingga memungkinkan akan adanya belajar lintas budaya, dan pola-pola belajar menggunakan teori pemerolehan bahasa kedua (Second language acquisition). Hal inilah yang menjadi kelebihan dari English language immersion berbasis kearifan lokal, yaitu peserta didik disamping dapat menguasai bahasa Inggris dasar, mereka juga secara psikologis akan siap secara sosial dan budaya, namun tidak melupakan akar budaya. Lebih jauh mereka akan menjadi duta bangsa di masa depan yang akan menyampaikan pesan kepada dunia bahwa bangsa Indonsia adalah bangsa yang besar yang memiki keunggulan-keunggulan lokal yang dapat dinilai secara ekonomi maupun politik yang patut dibanggakan ditingkat dunia melalui kemampuan komunikasi global yang mereka kuasai. Secara singkat permasalahan dan pemecahan masalah dapat dilihat pada table berikut ini: Table 1.1 permasalahan lembaga mitra dan pemecahan masalah No Permasalahan Problem solving Indikator keberhasilan lembaga mitra 1 Rendahnya Materi sesuai dengan level Meningkatnya penguasaan basic bahasa peserta didik dan basic Englishnya yang dapat English grammar dan metode/teknik basic Proses dilihat dari hasil test, kinerja English pembelajaran communication 2 kemampuan yang dan penampilan menyenangkan dan efektif pembelajaran Menggunakan Siswa secara aktif terlibat bahasa Inggris yang metode/teknik dalam proses pembelajaran tidak menarik rendahnya input dan pembelajaran yang dan pengalaman belajar language menyenangkan dan efektif melalui materi yang sesuai dan menggunakan media dengan dan teknologi kemampuan dan misalnya kebutuhan peserta didik webs 3 Kemampuan mengajar Workshop penyusunan Kemampuan guru dan bahasa Inggris guru perangkat yang masih rendah pembelajaran menyusun materi dan learning by doing ajar dan mengajar lebih baik, dalam mengajar bahasa dilihat dari kinerja menyusun Inggris sebagai bahasa perangkat pembelajaran dan asing 4 silabus, praktik mengajar Kebijakan pemerintah Para peserta akan belajar Peserta tetap tetap cinta dan menghapus bahasa mulok bahasa dan menggunakan kekhawatiran adannya konten penurunan nasionalisme Inggris dengan bangga budaya lokal namun perpaduan memiliki lokal nilai-nilai internasional, pengetahuan dan global/internasional sehingga memungkinkan akan adanya lintas belajar budaya, diluar jam sekolah atau tetap mulok bahasa Inggris ada sesuai dengan kebijakan sekolah Diharapkan program—English Language Immersion Program berbasis kearifan lokal dapat bernilai secara ekonomis, praktis, efektif, dan terukur dan tentunya menjadi solusi alternatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi sekolah pada tataran teknis dan pemerintah daerah/pusat pada tataran kebijakan. BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Immersi Bahasa dan Identitas Budaya Studi mengenai immersion education, khususnya language immersion program telah banyak dilakukan dibeberapa negera misalnya (Tara W. Fortune and Diane J. Tedick; Fred H. Genesee1992; Lindsay Morcom; Stephen J. Caldas and Suzanne Caron-Caldas 2010. Tujuan immersion program adalah menyediakan pengelaman belajar mulai dari tingkat pendidikan kanak-kanak sampai pendidikan menengah 12 tahun. Program immersion dapat membantu meningkatkan akademik dan pengembangan bahasa dengan menggunakan dua bahasa dan mengembangkan apresiasi siswa terhadap budaya sendiri dan budaya lain. Nampak disini adanya akulturasi budaya. Karena pada immersion program, seorang pembelajar akan mengunakan minimal lebih dari satu bahasa termasuk budaya didalamnya. Karena belajar bahasa tidak bisa terlepas dari budaya sebagai kontennya. Oleh Karen itu Tara W. Fortune and Diane J. Tedick menyebutkan bahwa salah satu kunci penting dalam immersion education adalah pengetahuan bahasa dan budaya menjadi sumber belajar. Oleh karena itu Hubungan antara bahasa dan identitas nasional sangat kuat dan tidak bias terpisahkan satu sama lainnya (Fishman, 1985a). Immersion education dapat meningkatkan pengetahuan bahasa dan budaya, lebih lanjut dapat menjadikan pebelajar cakap dalam bahasa kedua dan meningkatkan kesadaran budaya dan mencapai prestasi akademik yang tinggi. English language immersion berbasis kearifan lokal diartikan sebagai program pembelajaran bahasa Inggris yang dalam proses interaksinya menggunakan bahasa Inggris dan menginklusikan nilai-nilai budaya lokal dan nasional. Pada praktisnya akan terjadi akulturasi antara budaya bahasa target dan bahasa bawaan. Hal ini ini dilakukan sebagai upaya bahwa belajar bahasa asing tidak berarti melupakan nilai-nilai budaya sendiri. Untuk mencapai tujuan tersebut maka materi ajar akan disesuaikan dengan kebutuhan, karakteritik, nilai-nilai budaya yang positif pebelajar. 2.2 Language Learning and values Anak-anak pertama kali belajar nilai adalah dari keluarga, media, teman, dan lingkungan sekitar dimana anak tersebut tinggal. Seiring dengan bertambaha umur nilai-nilai ini akan terpantri dalam diri seseorang. Ada kemungkinan bahawa anak-anak mengembangkan nilai-nilai moralnya mulai dua tahun pertamanya (Kagan & Lamb, 1987; Buzelli, 1992) dan hal ini tergantung dari perkembangan emosi dan sosialnya (Dunn, 1988; Kuebli, 1994). Oleh karena itu, mereka kesekolah membawa nilai-nilai yang telah merkea peroleh dari masa prasekolah, sehingga tugas sekolah adalah membangun nilai-nilai yang baru dan melengkapi nilai-nilai yang telah ada, bahkan menolong mereka mengimplemntasikan nilai-nila tresebut pada kehidupan bermasyarakat, baik lokal maupun global. Sepetri kesetaraan dan menghargai atas perbedaan dst. Istilah nilai disinia diartikan sebagai prinsip yang fundamental yang melandasi dan membimbing seseorang berperilaku atau saandar atas perilaku tertentu yang bisa dianggap baik atau diharapkan. Sebagai conoth nilai-nilai kasih saying, kesetaraan, kebebasan, keadilan, kebahagiaan, kemanan, kedamaian berpikir dan kebenaran. (J. Mark Halstead and Monica J. Taylor, 2000) Hal ini dapat terceminkan dari perilaku atau moral seseorang dan kepeduliannya kepada kepentingan umum. Demikian tugas sekolah tidaklah mudah, terlebih tanggung jawab guru yang sangat besar dalam mengintegrasikan nilai-nilai positif terhadap anak. Oleh karenanya, guru dituntut memiliki kemampuan yang komprehensif, yaitu disamping sebagai pengajar dia juga adalah pendidik, yang akan menjadi publik figure atau model yang tepat bagi peserta didik. Kaitanya dengan pembelajaran bahasa, tentunya guru dituntut tidak hanya memiliki kemampuan materi dan pedagogic, tetapi juga kemampuan social kultural sehingga melalui bahasa dia dapat mentrasfter nilai-nilai dan pengetahuan yang akan berguna bagi peserta didik kelak dewasa. Peserta didik harus cerdas namun arif. 2.3 English Language Immersion Program untuk sekolah Dasar Bahasa Inggris di Indonesia masih dipandang sebagai bahasa asing dan dipelajari disekolah-sekolah mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Sudah barang tentu penguasaan bahasa Inggris tidaklah mudah, dan hanya mereka saja yang punya kesempatan sekolah akan mendapatkan kesempatan mempelajarinya. Itupun tergantung dari kualitas pengajaran dan kesiapan atau ketekunan peserta didik ketika belajar. Walaupun demikian, kurikulum sekolah disusun dalam upaya membantu peserta didik menguasainya mulai dari kompetensi bahasa sampai keterampilan berbahasa, mulai dari hal sederhana sampai ketingkat yang kompleks. Pembuat kebijakan dan perencana kurikulum harus mampu memetakan dan meletakan pembelajaran bahasa asing (termasuk bahasa Inggris) dengan baik, sekaligus evaluasi yang benar. Dalam kurun dua decade ini, Bahasa Inggris di Indonesia, khususnya di sekolah dasar di kemas dalam muatan lokal, sehingga proses pembelajarannya pun tidak seperti mata pelajaran yang lainnya, wajib dan terukur. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri dari penyelenggaraan bahasa Inggris di tingkat sekolah dasar. Dalam konteks bahasa Inggris sebagai bahasa asing di sekolah dasar, maka perlu ada kebijakan dan perencanaan bahasa Inggris yang matang sebagai proses pembuatan keputusan dan penentuan tujuan (language policy) and upaya-upaya implementasi rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (language planning) (Kaplan and Baldauf, 2003). Pembelajaran bahasa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya personalitas siswa, motivasi, ekspektasi guru, dukungan orang tua, dan stakeholder lainnya yang terkait. Kaitannya dengan English language immersion program berbasis karifan local ini, maka bebrapa faktor menjadi bahan perhatian, diantaranya Intelegensi, status sosio ekonomi, kemampuan siswa, budaya dan nilai-nilai nasional, dan teknologi. 2.3.1 Capaian Pembelajaran Capaian pembelajaran dari English Language Immersion Program ini adalah a. para peserta didik memliliki kemampuan dasar grammar bahasa Inggris b. para peserta didik memiliki kemampuan dasar komunikasi bahasa Inggris c. para peserta didik memiliki pengetahuan budaya bawaan dan sasaran dengan baik d. peserta didik memiliki semangat nasionalisme tinggi bangga dengan budaya sendiri dan berwawasan global 2.3.2 Materi Ajar dan Media Pembelajaran Materi ajar disusun berdasarkan kejaran capaian belajar dari program ini. Sehingga diharapkan ketika peserta didik tuntas mempelajari materi yang diberikan akan memberikan pengalaman belajar yang fungsional dikarenakan materi ajar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sehari-hari atau materi yang dipelajari akan cukup berguna dalam kehidupan mereka. Materi yang diajarkan adalah berkaitan dengan: a. Telling Story b. English creativity c. English game d. Basic English communication e. Basic English grammar Sementara untuk media pembelajaran, English language immersion program menggunakan banyak media, diantaranya gambar, realia, puzzles, lagu, stories (legend, fable), video, Webs, dan lingkungan. Authentic media sering digunakan karena lebih contextual, factual dan kekinian. Sehingga ini menarik rasa ingin tahu (curriousity) perserta didik untuk mempelajarinya. 2.3.3 Metode Pembelajaran Metode/teknik pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan karakteristik siswa dan tentunya menyenangkan, partisipatif, aktif, kreatif, dan produkif. Misalnya story telling, games, picture coloring, picture naming, mime, whispering, direct method, role play, Audio Lingual Method, Total Physical Respon (TPR), questioning-answering, dst 2.3.4 Penilaian (Assessment) Untuk Penilaian pembelajaran pada English Language Immersion Program berbasis kearifan lokal untuk sekolah dasar menggunakan test formatif dan sumatif, kuesioner, dokumen, dan observasi. Semua data dikumpulkan sehingga menjadi bentuk portfolio untuk kemudian menjadi bahan evaluasi yang kesimpulannya dapat menunjukan kinerja dan prestasi peserta didik selama dan setelah mengikuti program. BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 Prosedur Pelaksanaan Prosedur kerja dalam pelaksanaan kegiatan English Language Immersion Program berbasis Kearifan lokal untuk peserta didik tingkat sekolah dasar dapat dilihat dari gambar berikut ini: Gambar 1 Prosedure pelaksanaan English Language Immersion berbasis Kearifan Lokal Pertama, orientation dimaksudkan sebagai kegiatan awal dimana peserta akan diberikan informasi mengenai kegiatan yang akan dilakukan. Seperti jadwal, tata tertib, dst. Pada tahap ini diberikan juga pre test untuk melihat kemampuan awal peserta didik sebelum mengikuti kegiatan. Disamping itu perlu diperoleh informasi mengenai interest atau motivasi peserta mengikuti kegiatan. Kedua, Penyusunan perangkat pembelajaran, dilakukan berdasarkan data masukan dari tahap orientasi. Pada tahap ini disusun silabus pembelajaran, materi, metode pembelajaran, dan instrument penilaian. Ketiga, Proses belajar mengajar pada program ini menghendaki adanya kegiatan yang memiliki interaksi yang tinggi antara peserta dan guru. Metode atau teknik pembelajaran berdasarkan teori pemerolehan bahasa kedua (second language acquisition) menjadi dasar semua metode atau teknik yang dilakukan. Proses pembelajaran yang dilakukan mesti berorientasi pada upaya penguasaan bahasa kedua. Proses pembelajaran menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris. Teknik yang digunakan, seperti story telling, mime, gesture, game, picture, coloring, information gap, dst. Situasi pembelajaran diciptakan semenarik mungkin dan menyenangkan peserta didik. Media yang digunakan menggunakan media cetak, audio video dan internet. Proses pembelajaran diharapkan mampu membangun motivasi, minat dan prestasi siswa yang tinggi. Keempat, evaluasi dilakukan untuk mengukur seberapa besar kemajuan peserta setelah mengikuti program sejak awal hingga selesai program. Maka dari itu, data yang dinilai sebagai portfolio akan sangat berguna untuk bisa menyimpulkan kemampuan akhir dari peserta didik setelah mengikuti kegatan sekaligus menilai keberhasilan program yang dilaksanakan. 3.3 Kegiatan Tindak Lanjut Evaluasi program dilakukan setelah program selesai. Data yang dihasilkan melalui portfolio (test, kinerja, produk, penampilan, jurnal document, dst ) dijadikan bahan informasi untuk menarik kesimpulan mengenai program yang telah dilaksanakan, sehingga bisa diketahui kelebihan dan kekurangan program dan kemampuan akhir peserta didik setelah mengukti kegiatan. Hasil dari program ini diyakini akan dapat memecahkan masalah yang dihadapi oleh sekolah tingkat dasar dan sekolah pada umumnya, yaitu menanamkan kemampuan komunikasi bahasa Inggris sejak dini. Kemampuan yang dimiliki sejak dini akan berpengaruh secara positif dalam membantu pemerolehan kemampuan atau pengetahuan lainnnya yang lebih tinggi yang diperoleh pada jenjang sekolah berikutnya. Keberhasilan dari program ini akan menjadi kekuatan sebagai masukan bagi pembuat kebijakan baik tingkat institusi/sekolah, pemerintah daerah, bahkan pemerintah pusat. Program kongkrit yang akan diusulkan sebagai tindak lanjut adalah adalah Pelatihan English language immersion bagi guru sekolah dasar dan memasukan bahasa Inggris sebagai muatan lokal wajib pada sekolah unggulan di wilayah Unit Pelaksanan Teknis Dinas (UPTD) Pendidikan di wilayah Kecamatan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Beberapa data yang sementara dapat dikumpulkan selama dua minggu ini, diperoleh data yang menunjukan beberapa fokus perhatian, sebagai hasil dari proses pembelajaran bahasa Inggris immerse berbasis kearifan lokal yang terjadi kepada para peserta didik, yaitu sebagai berikut: 4.1 Kemampuan Basic English Grammar 4.2 Peningkatan Kosa Kata Bahasa Inggris 4.3 Kemampuan membaca Bahasa Inggris 4.4 Kemampuan Basic English Communication 4.4.1 Kemampuan Bercerita 4.4.2 Kemampuan berdialog 4.5 Persepsi terhadap Kearifan Lokal atau budaya sendiri dan budaya lain BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.2 Saran DAFTAR PUSTAKA Caldas, S. J., & Caron-Caldas, S. (1999). Language immersion and cultural identity: Conflicting influences and values. Language Culture and Curriculum,12(1), 42-58. Fred H. Genesee1992. Second/Foreign Language Immersion and at Risk English-Sepaking Children. Foreign Language Annasls, 25, No. 3, 1992. Fishman. (1985a). Language, ethnicity and racism. In J.A. Fishman, M,H. Gernter, E.G. Lowy and W.G. Milan (eds) The Rise and Fall of the Ethnic Revival: Perspectives on Language And Ethnicity (pp.3-13). Berlin: Mouton Publishers. Lindsay Morcom. Language Imemrison and School Success: What Can I Expect for my Child? http://www.ktei.net/uploads/1/4/7/8/1478467/language_immersion_and_school_success_fo r_parents_-_dr._morcom.pdf (28 July, 2017) Spolsky. (2003). Language Policy: New York,Cambridge University Press, Tara W. Fortune and Diane J. Tedick.(2003). What Parents Want to know About Foreign Language Immersion Programs. https://www.ericdigests.org/2004-4/parents.htm ( 28 July ,2017) Lampiran : Gambaran Ipteks yang digunakan Prosedur kerja dalam pelaksanaan kegiatan English Language Immersion Program berbasis Kearifan lokal untuk peserta didik tingkat sekolah dasar dapat dilihat dari gambar berikut ini: Gambar 1 Prosedure pelaksanaan English Language Immersion berbasis Kearifan Lokal Pertama, orientation dimaksudkan sebagai kegiatan awal dimana peserta akan diberikan informasi mengenai kegiatan yang akan dilakukan. Seperti jadwal, tata tertib, dst. Pada tahap ini diberikan juga pre test untuk melihat kemampuan awal peserta didik sebelum mengikuti kegiatan. Disamping itu perlu diperoleh informasi mengenai interest atau motivasi peserta mengikuti kegiatan. Kedua, Penyusunan perangkat pembelajara ajar, dilakukan berdasarkan data masukan dari tahap orientasi. Pada tahap ini disusun silabus pembelajaran, materi, metode pembelajaran, dan instrument penilaian. Ketiga, Proses belajar mengajar pada program ini menghendaki adanya kegiatan yang memiliki interaksi yang tinggi antara peserta dan guru. Metode atau teknik pembelajaran berdasarkan teori pemerolehan bahasa kedua (second language acquisition) menjadi dasar semua metode atau teknik yang dilakukan. Proses pembelajaran yang dilakukan mesti berorientasi pada upaya penguasaan bahasa kedua. Proses pembelajaran menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris. Teknik yang digunakan, seperti story telling mime, gesture, game, picture, coloring, information gap, dst. Situasi pembelajaran diciptakan semenarik mungkin dan menyenangkan peserta didik. Media yang digunakan menggunakan media cetak, audio video dan internet. Proses pembelajaran diharapkan mampu membangun motivasi, minat dan prestasi siswa yang tinggi. Keempat, evaluasi dilakukan untuk mengukur seberapa besar kemajuan peserta setelah mengikuti program sejak awal hingga selesai program. Maka dari itu, data data yang dinilai sebagai portfolio akan sangat berguna untuk bisa menyimpulkan kemampuan akhir dari peserta didik setelah mengikuti kegatan sekaligus menilai keberhasilan program yang dilaksanakan. Lampiran: Lokasi Lembaga Mitra berada di Kecamatan Cihaurbeuti