BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tipe Kepribadian (The Big Five Personality) 2.1.1 Definisi kepribadian Salah satu tokoh Psikologi yang menjelaskan apa yang dimaksud dengan kepribadian ke dalam suatu definisi adalah Gordon Allport. Menurut Allport (dalam Suryabrata, 2002), kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Definisi tersebut dapat diuraikan menjadi bagian-bagian yang lebih spesifik. Seperti penjelasan dari “Organisasi dinamis” yang memiliki arti bahwa kepribadian tersebut selalu berkembang dan berubah-ubah meskipun didalamnya terdapat organisasi yang mengikat dan saling berhubungan satu sama lain yang mempengaruhikognisi, motivasi, dan perilaku dalam berbagai situasi. Selanjutnya, terdapat istilah “psikofisis”.Istilah “psikofisis” disini ingin menjelaskan bahwa pada dasarnya kepribadian itu bukan hanya sekedar bagian dari mental dan neural saja.Namun, kepribadian juga merupakan bagian dari kerja tubuh dan jiwa dalam satu kesatuan. Istilah “menentukan” menunjukkan bahwa kepribadian mengandung tendenstendens determinasi yang memainkan peranan aktif dalam tingkah laku individu (Suryabrata, 2002). “Personality is something and does something” (Allport, 1951 dalam Suryabrata, 2002). Unsur penting yang lain dari definisi kepribadian menurut Allport adalah unik atau unique, dimana melalui istilah ini Allport menekankan pada konsep individualitas. Maksudnya adalah, tidak ada orang yang memiliki kepribadian yang benar-benar sama persis dengan orang yang lain. Terakhir, unsur “menyesuaikan diri terhadap lingkungan”.Unsur ini menjelaskan bahwa kepribadian memiliki fungsi beradaptasi dengan lingkungan psikologis dan lingkungan fisis dari individu. 2.1.2 Asal usul The Big Five Personality Terdapat banyak tokoh atau ilmuan psikologi dengan pemikiran dan alirannya masing-masing dalam melihat suatu dinamika dan struktur kepribadian dari manusia.Misalnya Sigmud Freud dengan aliran psikoanalisa nya, ataupun Skinner dengan aliran behavioristic nya.Selain aliran psychoanalytic atau psikoanalisa, behavioristic, humanistic yang dianut oleh masing-masing tokoh atau ilmuan psikologi, terdapat juga tokoh yang memfokuskan pemikiran mereka dalam ruang lingkup dispositional. Dalam ruang lingkup dispositional, terdapat beberapa tokoh seperti James Mckeen Cattel, Eysenck, McCrae, dan Costa yang mencoba menjawab pertanyaan mengenai, “Bagaimana suatu kepribadian seseorang dapat diukur?” dan “Berapa banyak jumlah traits yang dimiliki oleh seorang individu?”(Feist & Feist, 2009).Keempat tokoh diatas mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan menggunakan metode factor analysis dan melakukan penelitian. Pada awalnya, penelitian mengenai traits dimulai oleh Gordon Alport dan Odbert pada tahun 1930, setelah itu dilanjutkan oleh Cattel pada tahun 1940, dan selanjutnya dilakukan oleh Tupes, Christal, dan Norman pada tahun 1960 (Feist & Feist, 2009, hal. 420).Namun, perkembangan penelitian mengenai traits tidak berhenti sampai di tahun 1960. Kira-kira pada akhir tahun 1970 dan permulaan tahun 1980, Costa dan McCrae mulai mengikuti jejak peneliti-peneliti sebelum mereka untuk mengelaborasikan taksonomi dari personality traits. Namun, Costa dan McCrae berbeda dengan peneliti-peneliti yang lainnya, mereka menggunakan metode yang sederhana dalam melakukan factor analysis dalam menguji stabilitas dan struktur dari kepribdian (Feist &Feist, 2009, hal. 420).Selain itu, dalam proses penelitian yang mereka lakukan, Costa dan McCrae memfokuskan pada dua dimensi utama, yaitu Neuroticism dan Extraversion. Tidak berapa lama setelah Costa dan McCrae menemukan N dan E, mereka menemukan faktor ketiga yang mereka sebut dengan opennes to experience. Selanjutnya, penelitian Costa dan McCrae difokuskan dengan ketiga factor tersebut. Meskipun sebelumnya telah ada seorang tokoh yang bernama Lewis Goldberg yang mengemukakan penemuannya mengenai factor analysis dari personality traits, yang diberi nama “Big Five”, namun Costa dan McCrae tetap hanya berfokus pada tiga faktor. Sekitar akhir tahun 1984, Costa dan McCrae mulai berfokus pada hal lain, yakni mereka memulai untuk membuat five-factor personality inventory yang baru, yang disebut dengan NEO PI. NEO merupakan singkatan dari Neuroticism, Extraversion, dan Openness.Sedangkan PI adalah singkatan dari Personality Inventory. Pada tahun 1985, ditemukan dua dimensi lainnya, yakni Agreeableness dan Conscientiousness. Sehingga, teori kepribadian Costa dan McCrae dikenal dengan istilah OCEAN yang merupakan singkatan dari kelima dimensi tersebut. Setelah masa itu, sekitar akhir tahun 1980 dan awal tahun 1990, banyak sekali psikolog yang berfokus pada kepribadian lebih memilihFive Factor Model dari Costa dan McCrae (Digman dalam Feist &Feist, 2009). Salah satu alasannya adalah karena Five Factor Model dianggap dapat ditemukan diseluruh variasi budaya yang ada. 2.1.3 Dimensi The Big Five Personality McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003), mengemukakan terdapat lima dimensi big five personality yaitu: 1) Neuroticism (N) McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) mengatakan bahwa dimensi neuroticism menggambarkan individu yang bermasalah dengan emosi negative seperti cemas dan perasaan insecure. Individu dengan skor tinggi pada Neuroticism termasuk individu yang kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, tingkat self-esteem yang rendah, mudah cemas, tempramen, rentan frustasi/depresi. Menurut Costa & Widiger (dalam Moberg, 1999), terdapat 6 skala yang terdapat dalam neuroticism menurut Costa & Widiger yang pertama, Anxiety (gelisah, penuh ketakutan, merasa khawatir, gugup dan tegang), lalu Hostility (mudah marah, frustasi dan penuh kebencian), Depression, Self-Consciousness (tidak nyaman bila berada diantara orang lain, sensitif, rendah diri), Impulsiveness (tidak memiliki kontrol diri yang baik atau dorongan untuk melakukan sesuatu), Vulnerability (tidak mampudealing terhadap stres, bergantung pada orang lain, pesimis dan mudah panik) 2) Extraversion (E) Individu extraversion dalam berinteraksi akan lebih banyak memegang kontrol dan lebih intim. Extraversion dicirikan dengan antusiasme yang tinggi, pandai dan senang bergaul, memiliki emosi yang positif, enerjik, dan ramah terhadap orang lain. Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, sedangkan seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang rendah lebih menarik diri dari lingkungannya. Extraversion mudah mudah bosan, sehingga individu ini sangat termotivasi dengan tantangan dan hal baru. Terdapat 6 skala yang menggambarkan dimensi Extraversion Menurut Costa & Widiger, yaitu, Warmth (Individu yang hangat terhadap sesama, mudah bergaul), Gregariousness (senang berinteraksi dengan orang banyak, membangun relasi), Assertiveness, Activity (Senang berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, memiliki energi dan semangat yang tinggi), Excitementseeking (mencari sensasi dan berani mengambil resiko), Positive Emotion (memiliki emosi positif seperti cinta, dan kebahagiaan) 3) Openness(O) Openness mengacu pada bagaimana seseorang dapat menerima suatu ide atau situasi yang baru. Individu yang memiliki skor tinggi pada openness memiliki imajinasi yang tidak terbatas, broad-mindedness, kreatif dan mampu melihat keindahan dunia secara berbeda. Individu yang kreatif dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah. Individu dengan skor openness yang rendah memiliki pemikiran yang sempit dan tidak menyukai adanya perubahan, dan rasa ingin tahu yang rendah pula. Menurut Costa & Widiger (dalam Moberg, 1999), didalam dimensi opennes terdapat skala Fantasy (imajinasi yang tinggi dan aktif), Aesthetic (Individu yang memiliki apresiasi yang tinggi terhadap seni dan keindahan), Feelings (sadar akan emosi dan perasaannya), Action (Curiousity yang tinggi, keinginan untuk mencoba hal baru), Ideas (berpikiran terbuka terhadap berbagai hal dan ide-ide baru), Values (peduli terhadap nilai-nilai yang terkandung di masyarakat) 4) Agreeableness (A) McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) mengindikasikan individu dengan dimensi agreeableness sebagai seseorang yang ramah, lembut, tidak menuntut, menghindari konflik, penyabar, dan cenderung untuk mengikuti orang lain. Dalam hubungan interpersonal individu dengan skor agreeableness tinggi, ketika dihadapkan dengansuatu konflik, self-esteem mereka akan cenderung menurun. Sedangkan orang-orang dengan tingkat agreeableness yang rendah cenderung untuk lebih agresif dan kurang kooperatif. Terdapat 6 skala yang ada dalam dimensi agreeableness, Trust(memiliki tingkat kepercayaan terhadap orang lain), Straightforwardness (perilaku apa adanya), Altruism (memiliki keinginan untuk membantu orang lain), Compliance (reaksi yang muncul terhadap konflik interpersonal), Modesty (sederhana dan rendah hati), Tender-mindedness (peduli terhadap orang lain). 5) Conscientiousness (C) Conscientiousness yang ditunjukkan dengan ciri seperti individu yang pekerja keras, taat pada aturan dan norma/disiplin, ambisius, teratur, berorientasi pada prestasi, tertib, efisien, terorganisir, dan bertanggung jawab. Perencanaan yang matang, pengorganisasian yang efektif, dan manajemen waktu yang efisien memungkinkan seorang individu untuk memiliki lebih banyak dalam waktu yang tersedia, mampu mengurangi tekanan waktu, sehingga dapat mengurangi stres, ketegangan dan mampu meminimalisir konflik (Goldberg, 1992). Individu dengan Conscientiousness tinggi cenderung untuk selalu memberikan yang terbaik dalam melakukan tugas, sehingga keberhasilannya menghasilkan suasana hati yang positif, meningkatkan self-esteem (Goldberg, 1992). Costa & Widiger menyebutkan terdapat 6 skala dari dimensi Conscientiousness yaitu, Competence (memiliki kesanggupan dalam melakukan sesuatu), Order (memiliki kemampuan mengorganisasi), Dutifulness (memegang erat prinsip yang ada dalam hidup), Achievement-striving (kemampuan individu dalam berprestasi), Self-discipline (kemampuan mengatur diri sendiri), Deliberation (berpikir sebelum bertindak). Sedangkan didalam Five Factor Model (Feist & Feist, 2009, hal. 422) Berikut ini dijelaskan secara singkat mengenai ciri-ciri yang terdapat dalam setiap dimensi yang terdapat dalamBig Five : Tabel 2.1Costa dan McCrae’s Five-Factor Model of Personality Dimensi Skor Tinggi Skor Rendah Neuroticism - Anxious (Cemas) - Calm (Tenang) - Temperamental (Pemarah) - Even-tempered (Dapat - Self-pitying (Mengasihani diri sendiri) - Self-conscious (Canggung) Menguasai diri) - Self-satisfied (Senang terhadap dirinya) - Emotional (Mudah emosi) - Comfortable (Nyaman) - Vulnerable (Rentan) - Unemotional (Tidak mudah terbawa emosi) - Hardy (Kuat) Extraversion - Affectionate (Penuh kasih sayang) - Reserved (Pendiam) - Loner (Penyendiri) - Talkative (Senang berbicara) - Quiet (Tenang) - Sober (Seadanya) - Fun loving (Menyenangkan) - Passive (Pasif) - Active (Aktif) - Passionate (Bersemangat) Openness bersemangat) - Imaginative (Imajinatif) - Down-to-earth (Biasa saja) - Creative (Kreatif) - Uncreative (Kurang kreatif) - Original (Orisinil) - Conventional (Standard) - Prefers variety (Lebih - Prefers routine (Lebih senang senang dengan berbagai kemungkinan) - Curious (Ingin tahu) Agreeableness - Unfeeling (Tidak dengan rutinitas) - Uncurious (Tidak memiliki rasa ingin tahu) - Liberal (Bebas) - Conservative (Kolot) - Softhearted (Lembut) - Ruthless (Kejam) - Trusting (Penuh - Suspicious (Berprasangka) kepercayaan) - Generous (Murah hati) - Stingy (Bakhil) - Antagonistic (Antagonis) - Acquiescent (Siap menerima - Critical (Kritis) apapun tanpa komplain) - Irritable (Pemarah) - Lenient (Penyabar) - Good-natured (Baik hati) Conscientiousness - Conscientious (SungguhSungguh) - Hardworking (Pekerja keras) - Well-organized (Terorganisir) - Punctual (Tepat waktu) - Ambitious (Ambisius) - Negligent (Lalai) - Lazy (Pemalas) - Disorganized (Berantakan) - Late (Terlambat) - Aimless (Tidak memiliki arah dan tujuan) - Quitting (Mudah menyerah) Berdasarkan teori Big Five, seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam karakteristik Extraversion cenderung penuh semangat, antusias, dominan, ramah, dan juga komunikatif. Sedangkan sebaliknya, jika seseorang memiliki karakteristik Extraversion yang rendah, akan cenderung pemalu, tidak percaya diri, submisif, dan pendiam (Friedman, 2006). Dimensi kedua yaitu Neuroticism.Seseorang yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi Neuroticism cenderung gugup, sensitive, tegang, dan mudah cemas. Sedangkan jika memiliki nilai yang rendah, individu umumnya akan lebih santai dan tenang (Friedman, 2006). Selanjutnya, individu yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi Openness umumnya terlihat imajinatif, menyenangkan, kreatif, dan artistik. Sebaliknya jika nilai pada dimensinya rendah, individu tersebut umunya dangkal, membosankan, atau sederhana (Friedman, 2006). Berbeda lagi dengan dimensi Big Fiveyang keempat, yaitu Agreeableness. Jika individu memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi ini, ia akan cenderung ramah, koorperatif, mudah percaya, dan juga hangat. Disisi lain, seseorang yang memiliki nilai yang rendah dalam dimensi ini, mereka akan cenderung terlihat dingin, konfrontatif, dan kejam (Friedman, 2006). Pada dimensi yang terakhir, yakni Conscientiousness. Individu yang memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi ini, umumnya berhati-hati, dapat diandalkan, teratur, dan bertanggung jawab. Namun bertolak belakang dengan individu yang memiliki nilai yang rendah, mereka akan cenderung ceroboh, berantakan, dan tidak dapat diandalkan (Friedman, 2006). Jika diamati lebih lanjut, karakteristik yang muncul dalam nilai yang tinggi dan nilai yang rendah dalam setiap dimensisaling berlawanan. 2.2 Work-Life Balance 2.2.1 Definisi work-life balance Work-Life Balance adalah sebuah situasi dimana karyawan dapat mengaturwaktu dan energi mereka antara pekerjaan dan aspek penting lain dari kehidupan pribadi mereka, seperti waktu untuk keluarga, teman, partisipasi masyarakat, spiritualitas, pengembangan diri/pribadi, perawatan diri, dan kegiatan pribadi lainnya, di samping tuntutan tempat kerja. Keseimbangan kehidupan kerja ini tidak dapat diperoleh tanpa adanya bantuan dari pihak otoritas/tempat karyawan bekerja yang memiliki kebijakan. Sehingga memungkinkan untuk karyawan dapat mencapai kehidupan yang lebih seimbang. Dan dengan harapan adanya keseimbangan dari kedua sisi tersebut, maka produktivitas kerja akan semakin meningkat dan tingkat turnover karyawan dapat ditekan. Keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan (Work-Life Balance) didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk memenuhi pekerjaan mereka, memenuhi komitmen keluarga, serta tanggung jawab kerja dan kegiatan lainnya diluar pekerjaan mereka. (Sturges and Guest, 2004) Fisher-McAuley, Stanton, Jolton dan Gavin dalam Parker& Citera (2010) menggambarkan keseimbangan kehidupan pribadi dan pekerjaan sebagai kompetisi waktu dan energi antara beberapa peran berbeda yang dimainkan oleh seorang individu. Clark (2000) mendefinisikan Work-Family Balance"satisfaction and good functioning at work and at home, with a minimum of role conflict" (hal. 751). Greenblatt (2002), keseimbangan kehidupan pribadi dan pekerjaan telah tercapai apabila keadaan dimana konflik antara tuntutan pekerjaan dan non pekerjaan sudah tidak ada.“the absence of unacceptable levels of conflict between work and non-work demands.” Hache, Redekopp, & Jarvis dalam Jaspreet Kaur (2013) menggambarkan interrelationship yang kompleks dari peran kehidupan. Bermacam-macam "balance wheel" yang ia jelaskan termasuk dalam beberapa aspek, seperti kehidupan sosial (misalnya, keluarga, teman, dan hubungan romantis), fisik (kebugaran, kondisi lingkungan, dan kesehatan secara umum), intelektual (pendidikan, mental challenge), emosional, spiritual, dan pekerjaan (termasuk karir, uang, rumah tangga, dan pelayanan masyarakat). Menurut McDonald dan Bradley (2005) keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan dapat diukur diukur dengan 3 faktor yaitu : 1. Keseimbangan Waktu Menurut Schermerhorn (2005) hal ini merupakan jumlah waktu yang diberikan oleh individu untuk pekerjaannya dan hal di luar pekerjaan. Waktu yang digunakan oleh karyawan dalam melakukan pekerjaan terhitung mulai dari karyawan memulai perjalanan dari rumah menuju tempat bekerjanya hingga kembali lagi ke rumah.Keseimbangan waktu ini merupakan jumlah waktu yang diberikan oleh karyawan pada pekerjaannya dan diseimbangkan dengan kehidupan pribadi keluargamereka dan lingkungan sosial.Pada aspek kehidupan pribadi, keseimbangan yang dimiliki karyawan menunjukkan bahwa tuntutan dari lingkungan keluarga, serta sosial terhadap karyawan tidak mengurangi waktu professional dalam menyelesaikan pekerjaan. 2. Keseimbangan Keterlibatan Schermerhorn dalam Malika (2005) memberikan penjelasan bahwa keseimbangan keterlibatan adalah tingkat keterlibatan psikologis dan komitmen yang diberikan oleh individu dalam bekerja dan dalam melakukan hal di luar pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa apabila karyawan hanya mengalokasikan waktu demi tercapainya keseimbangan tidaklah cukup, melainkan perlu adanya keterlibatan yang berkualitas disetiap kegiatan. Apabila karyawan menghabiskan waktu selama ± 8 jam untuk bekerja setiap harinya, dan tersisa 5 jam untuk keperluan pribadi, keluarga, dan sosialnya, kondisi tersebut dikategorikan sebagai ketidakseimbangan waktu. Namun apabila dalam waktu tersisa 5jam tersebut karyawan dapat memberikan yang terbaik, terlibat secara physical dan emotional dalam kegiatannya, maka keseimbangan keterlibatan bisa tercapai. 3. Keseimbangan Kepuasan Schermerhorn menjelaskan keseimbangan ini berkaitan dengan kepuasanyang dicapai individu dalam bekerjadan berbagai hal diluar pekerjaan. Kepuasan dari diri sendiri akan muncul apabila individu menganggap apa yang diperbuatnya selama ini cukup baik dalam memenuhi kebutuhan pekerjaan maupun keluarga. Halini dapat dilihat dari kondisi didalam keluarga, hubungan dengan teman-teman maupun rekan kerja, serta kualitas dan kuantitas pekerjaan yang diselesaikan.Kondisi yang buruk dapat menurunkan tingkat kepuasan dan mengakibatkan stres. Keseimbangan antara kehidupan pekerjaan dan pribadi dapat terwujud bila individu memiliki kondisi emosi, fisik, dan mental yang baik untuk beraktivitas (Buck dalam Ramadhani M, 2003) Dari ketiga faktor diatas ada beberapa indikator yang mendukung variabel tersebut, yaitu: - Pengelolaan waktu - Keterlibatan di berbagai aktivitas di dalam dan diluar pekerjaan - Pemenuhan harapan keluarga dan rekan kerja - Kepuasan terhadap diri sendiri 2.3 Kerangka Berpikir The Big Five Personality Traits Openness Conscientiousness Work-Life Balance Extraversion Agreeableness Neuroticism Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian yang dilakukan tentang Work-life balances sebagian besar berfokus pada faktor organisasi (kebijakan keluarga, tunjangan hidup) dan karakteristik keluarga (status perkawinan, struktur keluarga, status orangtua, dukungan keluarga) dan dampaknya terhadap keseimbangan kehidupan kerja.Penulis melihat ada hal yang penting untuk dikaji yang berkaitan dengan work-life balance, yaitu dalam hal individual differences.Dan bagaimana pentingnya individual differences dalam menjaga keseimbangan antara kerja dan kehidupan diluar pekerjaan, terutama yang disebabkan oleh faktor-faktor kepribadian.Untuk mendukung penelitian ini, teori kepribadian yang peneliti gunakan adalah big five personality traits. Kata "kepribadian" berasal dari kata Latin persona, yang berarti topeng yang dikenakan oleh seniman teater untuk melambangkan karakter. Dengan pemahaman bahwa kepribadian mempengaruhi perilaku, penulis memberikan pemikiran bahwa kepribadian seorang individu mempengaruhi kemampuannya untuk menyeimbangkan kehidupan pribadinya dengan kehidupan pekerjaan.Penulis menggunakan model teori kepribadian Costa dan McCrae yang dikenal dengan istilah OCEAN yang merupakan singkatan dari kelima dimensi Openness, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, Neuroticism. Peneliti memilih menggunakan Five Factor Model dari Costa dan McCrae adalah karena Five Factor Model dianggap dapat ditemukan diseluruh variasi budaya yang ada. Lalu melihat dari kelima dimensi Big Five, dimensi apa yang paling signifikan berperan terhadap tingkat Work-Life Balance.