Review Penelitian Kopi dan Kakao 1 (1) 2013,Abdoellah 24-39 PENGELOLAAN NUTRISI TANAMAN TERPADU DI PERKEBUNAN KOPI Integrated Plant Nutrient Management on Coffee Plantation Soetanto Abdoellah1*) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90, Jember, Indonesia *) Alamat penulis (Corresponding Author): [email protected] Naskah diterima (received) 18 September 2012, disetujui (accepted) 22 Oktober 2012 Abstrak Pengelolaan nutrisi tanaman terpadu (PNTT) merupakan suatu pendekatan holistik pengelolaan unsur hara tanaman dengan mempertimbangkan secara utuh semua sumberdaya pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman. Apabila diterapkan secara konsisten, sistem budidaya tanaman kopi yang baku telah memenuhi semua prinsip PNTT. Dari aspek keharaan, penaung merupakan salah satu sumber yang signifikan bagi tanaman kopi, baik berupa simbiosisnya dengan bakteri penambat nitrogen maupun dari hasil dekomposisi guguran daun atau hasil pangkasannya. Hasil pangkasan tanaman penaung Leguminosa ini dapat juga disebut sebagai pupuk hijau. Penggunaan batang bawah yang sesuai dapat meningkatkan ketahanan tanaman kopi terhadap kekeringan dan defisiensi unsur hara. Fungsi konservasi tanaman kopi tidak berbeda dengan tanaman hutan. Penggunaan pupuk kandang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk kandang dapat mensuplai semua nutrisi yang diperlukan tanaman meskipun dalam jumlah kecil. Penggunaan pupuk kandang bersama-sama dengan pupuk anorganik dapat memberikan respon yang baik oleh tanaman. Nitrogen dan kalium merupakan unsur hara paling penting untuk memperoleh produksi tinggi pada tanaman kopi. Kadar C total, N total, P tersedia, dan Mg dapat ditukar pada lapisan tanah 0-20 cm dengan tanaman penutup lebih tinggi daripada tanah yang tanpa tanaman penutup. Demikian pula kadar K dan Ca dapat ditukar pada lapisan 0-10 cm. Penurunan pH (H2O) dan kenaikan Al dapat ditukar dapat dihambat dengan penanaman tanaman penutup tanah. Unsur hara N, K, Ca, dan Mg yang terkandung di dalam daun tanaman kopi berumur 10 tahun yang gugur maupun dalam bagian tanaman yang dipangkas jauh lebih tinggi daripada unsur hara yang diserap di dalam buah kopi. Pengembalian kulit tanduk dan daging buah kopi ke kebun akan membantu mengurangi pengurasan unsur hara oleh produksi. Pemanfaatan biomassa in situ dapat dilakukan secara langsung dengan mengandalkan proses dekomposisi alamiah yang terjadi di dalam kebun ataupun mengintegrasikan ternak ke dalam sistem kebun kopi. Produk biomasa organik dari kebun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sehingga proses daur ulang (recycling) hara dapat berlangsung lebih cepat serta dapat memberikan hasil tambahan berupa daging ternak. Adanya penghasilan tambahan tersebut akan lebih menjamin keberlanjutan sistem usaha tani PNTT. 24 Pengelolaan nutrisi tanaman terpadu di perkebunan kopi Abstract Integrated plant nutrient management (IPNM) is a holistic approach to the management of plant nutrients by considering all the agricultural resources that can be used as a source of plant nutrients. If applied consistently, coffee cultivation system meets all the principles of IPNM. From the aspect of nutrients, shade is a significant source for coffee plants, either in the symbiosis with nitrogen-fixing bacteria or from the decomposition of fallen leaves or pruned materials. The pruned materials of leguminous shade can also be referred to green manure. The use of an appropriate rootstock can improve plant resistance to drought and coffee nutrient deficiency. The function of coffee crop on soil conservation is no different with forest trees. The use of manure can improve the physical, chemical, and biological properties of soil. Manure can supply all the necessary nutrients plants although in small quantities. The use of manure along with inorganic fertilizers can give a good benefit to the plant. Nitrogen and potassium are the most important nutrients to achieve a high production on coffee. Levels of total C, total N, available P, and exchangeable Mg in the soil layer of 0-20 cm with cover crops is higher than the soil without cover crop. Similarly, the levels of exchangeable K and Ca in the layer of 0-10 cm. Decrease in pH (H 2 O) and an increase in exchangeable Al can be inhibited by planting cover crops. Nutrients N, K, Ca, and Mg contained in the fallen leaves of 10 years old of coffee trees as well as in pruned materials are much higher than that of absorbed nutrients in the coffee cherries. Returns of pulp and parchment of coffee into the plantation will contribute in lowering nutrient removal by coffee yield. Utilization of biomass in situ can be done directly by relying on the natural decomposition process that occurs in the plantation or integrating livestock into the coffee plantation system. Organic biomass products from the plantation can be used as cattle feed so that the recycling process of nutrients can go faster and can provide additional benefits such as meat. The existence of the additional income will further ensure the sustainability of IPNM farming systems. Key words: Integrated plant nutrient management, coffee. PENDAHULUAN Pengelolaan nutrisi tanaman terpadu/ PNTT (integrated plant nutrient management/IPNM) merupakan suatu pendekatan holistik pengelolaan unsur hara tanaman dengan mempertimbangkan secara utuh semua sumberdaya pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman (Aune & Oygard, 1998). PNTT bertujuan mengoptimumkan penggunaan unsur hara dari perspektif agronomi, ekonomi, dan lingkungan (Alley & Vanlauwe, 2009). Dengan PNTT, semua sumber unsur hara yang tersedia digunakan secara tepat dan baik di dalam suatu sistem produksi tanaman total yang spesifik lokasi. PNTT memastikan bahwa tanaman telah cukup mendapatkan semua unsur hara essensial, tetapi tidak sampai berlebihan. Prinsip utama PNTT adalah memaksimumkan penggunaan masukan organik dan meminimumkan kehilangan hara serta menciptakan suplemen pupuk. Upaya memaksimumkan penggunaan masukan organik meliputi antara lain mengembalikan sisa tanaman ke tanah, melibatkan tanaman legum penambat nitrogen dalam rotasi tanaman, dan menggunakan bahan organik yang dihasilkan di luar lahan apabila memungkinkan. Penggunaan penutup tanah 25 Abdoellah Gambar 1. Gambaran Hukum Minimum Leibig yang menyatakan bahwa potensi hasil tanaman ditentukan oleh faktor pembatas terendah di lapangan (Alley & Vanlauwe, 2009). Figure 1. Illustration of Leibig’s Minimum Law that stated the potence of yield is controlled by the lowest limiting factor in the field (Alley & Vanlauwe, 2009). dan pembuatan gundukan mengikuti kontur merupakan sebagian kegiatan meminimumkan kehilangan hara tanaman. Penerapan PNTT pada tanaman lada terbukti meningkatkan ketersediaan hara tanah, meningkatkan hasil antara 30-40%, menurunkan serangan penyakit busuk pangkal batang Phytophthora sebesar 2%, dan meningkatkan kadar oleoresin serta piperine di dalam buah (Anonimous, 2003). Secara rinci komponen PNTT adalah (1) memanfaatkan residu unsur hara tanah yang tersedia, termasuk kemasaman dan salinitas; (2) menentukan potensi produktivitas tanah untuk berbagai tanaman melalui pemanfaatan sifat fisika tanah dengan perhatian khusus kepada kapasitas penyimpanan air tersedia dan kedalaman perakaran; (3) menghitung kebutuhan unsur hara tanaman untuk tempat dan hasil tertentu; (4) menghitung nilai unsur hara yang berasal dari lahan setempat seperti bahan organik dan sisa tanaman; (5) menghitung kebutuhan unsur hara suplemen (kebutuhan unsur hara total dikurangi unsur hara yang tersedia di lahan setempat) yang harus sesuai dengan unsur hara yang berasal dari luar lahan setempat; (6) mengembangkan program untuk 26 mengoptimumkan penggunaan unsur hara melalui pemilihan sumber, waktu dan penempatan aplikasi unsur hara yang tepat dan baik. Semua tujuan PNTT tersebut adalah untuk mencukupi kebutuhan tanaman seefisien mungkin, dan meminimumkan potensi dampak negatifnya terhadap lingkungan (Alley & Vanlauwe, 2009). Apabila diterapkan secara konsisten, sistem budidaya tanaman kopi yang baku telah memenuhi semua prinsip PNTT. Sistem budidaya tersebut meliputi penggunaan tanaman penaung dari keluarga Leguminosa, penggunaan batang bawah yang mampu bertahan pada tingkat kesuburan tanah rendah, tata tanam mengikuti kontur, pembuatan teras, pembuatan rorak, penggunaan pupuk organik sejak di pembibitan sampai di lapangan, penggunaan pupuk anorganik sesuai karakteristik tanah dan tahap perkembangan tanaman, penggunaan tanaman penutup tanah dari keluarga Leguminosa, penggunaan hasil pangkasan tanaman penaung dan kopi sebagai mulsa, pengembalian kulit buah dan air bekas pengolahan ke lahan pertanaman, serta integrasi kopi dengan ternak. Pengelolaan nutrisi tanaman terpadu di perkebunan kopi Tanaman Penaung Kopi digunakan adalah spesies Leucaena sp., Gliricidia sp., dan Cassia spectabilis. Secara fisiologis kopi termasuk dalam kelompok tanaman C3, dengan demikian tidak tahan kondisi sinar matahari penuh . Oleh karena itu diperlukan tanaman penaung guna mengurangi intensitas sinar matahari yang sampai ke tajuknya, yang besarnya pengurangan berkisar antara 30-70 % sesuai dengan umur tanaman kopi, serta bervariasi untuk saat-saat menjelang perubahan fase vegetatif-generatif. Dari aspek keharaan, penaung merupakan salah satu sumber yang signifikan bagi tanaman kopi, baik berupa simbiosisnya dengan bakteri penambat nitrogen maupun dari hasil dekomposisi guguran daun atau hasil pangkasannya. Hasil pangkasan tanaman penaung Leguminosa ini dapat juga disebut sebagai pupuk hijau (green manure). Salah satu hasil penelitian nilai hara beberapa kultivar Leucaena sp. disajikan pada Tabel 1. Terdapat dua kelompok tanaman penaung yang digunakan untuk tanaman kopi, yaitu tanaman penaung sementara dan tanaman penaung tetap. Tanaman penaung sementara digunakan pada saat penaung tetap belum berfungsi, dan keduanya kebanyakan dari keluarga Leguminosa. Beberapa spesies tanaman penaung sementara antara lain Moghania macrophylla, Crotalaria sp. (terutama untuk kopi robusta di dataran rendah), dan Tephrosia sp. (terutama untuk kopi arabika di dataran tinggi). Untuk tanaman penaung tetap, yang banyak Tolok ukur yang penting dalam hubungannya dengan tanaman penaung keluarga Leguminosa adalah nisbah C/N. Dekomposisi (mineralisasi) sisa tanaman akan membebaskan N dari bentuk organik (yang tidak dapat diserap akar tanaman) menjadi bentuk mineral (amonium dan nitrat), sepanjang suhu dan kadar lengas tanah sesuai untuk kegiatan mikrobia, dan nisbah C/N lebih kecil daripada 20. Bahan oganik dengan nisbah C/N lebih besar daripada 30 akan Tabel 1. Nilai hara beberapa kultivar Leucaena sp. (kg/ha/tahun) Table 1. Nutrients value of some Leucaena cultivars (kg/ha/yr) Kultivar Cultivars Bahan organic Organic matter Nitrogen Fosfor Phosphorus Kalsium Calcium PG 62 350 17 3 4 PG 63 300 16 2 2 PG 64 500 24 3 4 PG 65 600 27 5 5 PG 66 350 17 3 3 PG 79 300 16 2 2 (Suhendi & Purwadi, 1994). membebaskan N lebih lambat, karena organisme tanah menyukai N mineral untuk meningkatkan populasinya. Bahan organik dengan nisbah C/N antara 20-30 menunjukkan sedikit lambat dalam hal mineralisasi karena adanya proses imobilisasi oleh mikro-organisme. Bagian tanaman keluarga Leguminosa mempunyai nilai C/N di bawah 20. Angka ini menunjukkan bahwa secara relatif kadar C tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan kadar N, sehingga mineralisasi terjadi optimum dan N yang terbebaskan dapat tersedia untuk tanaman. 27 Abdoellah Tanaman penaung juga sangat berperan dalam mengendalikan hilangnya unsur hara yang terikut erosi. Suatu penelitian di Colombia menunjukkan bahwa kehilangan unsur nitrogen setiap tahun dari areal tanpa penaung lebih besar daripada unsur nitrogen yang terserap tanaman kopi, tetapi pada perkebunan kopi yang penaungnya baik, erosi dapat ditekan hingga kurang dari 2% dari kehilangan yang terjadi pada lahan tanpa penaung (Hartemink, 2006). Di Venezuela, total kehilangan tanah karena erosi pada perkebunan kopi dengan penaung yang baik kurang dari 2 ton/ha/tahun, sedangkan pada perkebunan kopi tanpa penaung sebesar 7 ton/ha/tahun. Tanaman penaung dari keluarga Leguminosa dapat menambat nitrogen lewat akarnya dengan bantuan bakteri penambat nitrogen. Kontribusi nitrogen ke tanaman kopi melalui proses ini sekitar 35 kg/ha/th, jumlah ini kira-kira 28% dari nitrogen yang masuk ke dalam ekosistem perkebunan kopi (Faminow & Rodriguez, 2001). Keberadaan tanaman penaung mengurangi pertumbuhan gulma, sehingga menekan kompetisi unsur hara dengan tanaman kopi. Sistem tanaman kopi-penaung juga membentuk mekanisme daur ulang unsur hara , sehingga mengurangi ketergantungan suplai unsur hara dari luar sistem. Di samping itu perakaran tanaman penaung menstabilkan partikel tanah sehingga mengurangi erosi (Faminow & Rodriguez, 2001). Penggunaan Batang Bawah Penggunaan batang bawah secara sambungan (grafting) telah dikembangkan di Indonesia sekitar akhir abad 19, dan telah ditulis dalam kumpulan tulisan yang lengkap oleh Cramer di tahun 1957 (Wrigley, 1988). Meskipun pada awalnya tujuan utama penggunaan batang bawah ini untuk 28 mendapatkan tanaman yang tahan nematoda dengan kualitas biji bagus, namun ternyata juga memberikan dampak positif terhadap peningkatan serapan air dan unsur hara dari tanah, karena kebanyakan tanaman yang tahan nematoda mempunyai perakaran yang kuat dan jagur. Oleh karena itu guna memperoleh tanaman yang tahan terhadap kondisi lahan marginal sekaligus berproduksi tinggi, maka digunakan tanaman sambungan. Batang bawah yang digunakan dipilih yang tahan nematoda parasit, sekaligus mempunyai perakaran kuat, banyak, dan pertumbuhannya cepat. Beberapa jenis kopi yang digunakan sebagai batang bawah adalah Coffea excelsa serta Coffea canephora klon BP 308 dan BP 961. Berdasarkan pengalaman di lapangan, klon kopi yang digunakan sebagai batang bawah, yang tujuan utamanya untuk memperoleh tanaman yang tahan serangan nematoda, ternyata juga diperoleh tanaman yang mampu menyerap air dan unsur hara lebih kuat, sehingga tanaman sambungan menjadi lebih tahan kondisi kekeringan dan tanah yang miskin unsur hara. Suatu penelitian di Brazil tentang tanggapan fisiologi kopi Conilon yang peka terhadap kekeringan yang disambungkan pada batang bawah toleran menunjukkan bahwa penggunaan klon 120 sebagai batang bawah menyebabkan tanaman mempunyai perakaran lebih dalam dan kemampuan menunda dehidrasi pada daun serta efisiensi penggunaan air lebih tinggi daripada kontrol. Penggunaan batang bawah yang toleran terhadap kekeringan dapat memperbaiki toleransi kekeringan pada tanaman kopi (Silva et al., 2010). Penelitian tentang efisiensi penyerapan, translokasi dan penggunaan kalium, kalsium, magnesium, boron, seng, tembaga dan Pengelolaan nutrisi tanaman terpadu di perkebunan kopi mangan pada bibit kopi sambung menunjukkan bahwa Cultivar Catuaí Vermelho IAC 15 lebih efisien dalam hal produksi bahan kering dan penggunaan Mg, Cu serta Mn jika dikombinasikan dengan batang bawah Conilon ‘ES 26’ and ‘ES 23’ (Tomaz et al., 2008; Tomaz et al., 2011). Suatu pembandingan kandungan mineral dan organik antara kopi Robusta C2258 dengan kopi Arabika cv. Mundo Novo yang rentan terhadap nematoda Meloidogyne incognita menunjukkan bahwa infeksi nematoda dapat mengubah penyerapan dan translokasi unsur hara esensial di dalam tanaman. Konsentrasi kalium dan seng lebih tinggi pada daun C. canephora yang tahan nematoda, sedangkan konsentrasi fosfor, magnesium, besi, boron dan kalsium lebih rendah (Goncalves et al., 1995 cit. Serracin & Schmitt, 2000). Konservasi Tanah dan Air Sudah lama diketahui bahwa salah satu metode konservasi tanah dan air adalah metode vegetatif. Vegetasi hutan adalah vegetasi ideal untuk konservasi tanah & air. Namun dari penelitian yang cukup lama dan mendalam, apabila dikelola secara standard, vegetasi tanaman kopi juga berfungsi sebagai sarana konservasi tanah & air. Sifat-sifat botani dan standard budidaya tanaman kopi yang berperan dalam konservasi tanah dan air adalah : 1. Tajuk berlapis-lapis (dengan pangkasan batang tunggal) dapat melindungi tanah dari tetesan air hujan langsung sehingga mencegah splash erosion. 2. Tanaman pendek dengan sistem pangkasan batang tunggal mengurangi energi potensial daya erosif tetesan air hujan yang tertahan daun kopi sampai ke permukaan tanah. 3. Di atas tajuk tanaman kopi terdapat tajuk tanaman penaung tetap yang berupa tanaman leguminosa (lamtoro, glirisidia), sehingga terbentuk strata lapisan tajuk yang sangat berperan dalam mengurangi dampak tetesan air hujan langsung. 4. Pada saat tanaman kopi belum ditanam atau masih muda, permukaan tanah tertutup oleh penaung sementara berupa semak leguminosa, sehingga terlindungi dari tetesan air hujan langsung. 5. Kopi mempunyai akar tunggang yang kuat sampai kedalaman hingga 3 m, dan akar lateral sampai sepanjang 2 m dengan ketebalan sekitar 0,5 m dari permukaan tanah dan membentuk anyaman ke segala arah (Wrigley, 1988). Sifat ini dapat melindungi dan memegang tanah dari daya erosif air hujan. 6. Metode kultur teknik pada tanaman kopi sejalan dengan prinsip konservasi tanah dan air, meliputi penanaman pohon penaung sementara dan tetap, pengaturan jarak tanam dan tata tanam sejajar kontur, pemangkasan, pemberian bahan organik, dan pembuatan rorak (Clifford & Willson, 1985). 7. Guna menciptakan lingkungan tumbuh yang ideal bagi tanaman kopi, setiap luasan tertentu pertanaman kopi dikelilingi oleh tanaman kayu, yang berfungsi sebagai pengendali iklim mikro sekaligus sebagai pematah angin. Metoda ini disebut box system. 8. Pengaruh positif box system selain terhadap iklim mikro dan angin, juga terhadap sifat kimia tanah seperti pada Tabel 2. 9. Hasil penelitian besarnya aliran permukaan pada beberapa vegetasi (termasuk tanaman kopi) tercantum pada Tabel 3. 29 Abdoellah 10.Budidaya kopi multistrata di samping memiliki fungsi lindung bagi daerah aliran sungai, secara financial juga mampu memberikan keuntungan bagi petani dan sekaligus menyediakan lapangan kerja secara berkelanjutan (Budidarsono & Wijaya, 2004). Penanaman tanaman rumput penguat teras Vetiveria zizanioides pada tepi teras juga dimaksudkan untuk mengurangi erosi dan kehilangan unsur hara dari lahan tanaman kopi. Pangkasan rumput tersebut secara periodik perlu dilakukan, dan hasil pangkasan digunakan sebagai mulsa. Dari penelitian di atas terbukti bahwa tanaman kopi dapat menahan tanah dan air hampir sama dengan tanaman hutan, dengan kata lain bahwa fungsi konservasi tanaman kopi tidak berbeda dengan tanaman hutan. Tata Tanam Mengikuti Kontur Pada tanah dengan kemiringan kurang dari 10%, penanaman kopi memotong kemiringan atau mengikuti garis kontur dirasa sudah memadai untuk mengurangi aliran permukaan maupun erosi (Wrigley, 1988). Tata tanam mengikuti kontur ini merupakan salah satu metode mengurangi kehilangan tanah dan unsur hara yang terkandung di dalamnya, terutama pada tanah-tanah sedikit miring. Dengan tata tanam tersebut, akan terbentuk deretan tanaman kopi yang mengurangi kecepatan aliran permukaan maupun erosi, sehingga kehilangan unsur harapun akan berkurang. Pembuatan Teras Teras merupakan salah satu metode konservasi tanah dan air yang lazim digunakan di perkebunan kopi, khususnya pada tanah-tanah miring. Teras dapat mengurangi laju aliran permukaan dan erosi yang membawa serta unsur hara tanah dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Berdasarkan bentuknya, teras dapat dipilahkan menjadi beberapa, di antaranya teras bangku, teras gulud, dan teras individu. Tabel 2. Sifat kimia tanah setelah 6 tahun menggunakan tanaman mimba (Melia azedarach) sebagai box system Table 2. Soil chemical properties after 6 years used Melia plant as a box system Unsur Elements Non box system Box system pH 5.4 6.8 C organik (Organic C), % 0.12 0.57 N total, % 0.013 0.047 KPK (CEC), me % 1.7 2.3 Kejenuhan basa (Base saturation), % 20 98 (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2006) Tabel 3. Aliran permukaan pada berbagai vegetasi Table 3. Run off on various vegetations Tanaman (Crops) Hutan (Forest) % Aliran permukaan (% run off) 2.5 Tanaman kopi (Coffee) 3.0 Rumput (Grass) 18.0 Tanah bera (terbuka) (Bare soil) 60.0 (De Castro cit. Sachs & Sylvain, 1959). 30 Pengelolaan nutrisi tanaman terpadu di perkebunan kopi Tabel 4. Sifat kimia tanah Oxisol tererosi dan tidak tererosi di bawah tanaman kopi dan tanaman hutan di sekitar Danau Victoria, Tanzania Table 4. Soil chemical properties of eroded and uneroded Oxisol under coffee and forest at surrounding Victoria Lake, Tanzania Penggunaan lahan Kedalaman pH C organik P tersedia KPK dan kation tertukar contoh tanah Organic C, g/kg Available P, CEC and exchangeable Land use Soil sample depth, m mg/kg cations, mmol/kg Tanah hutan Land use Kopi tidak tererosi Uneroded coffee soils Kopi tererosi Eroded coffee soils KPK CEC Ca Mg K 0-0.15 5.2 25.2 12 259 61 40 1.8 0.15-0.30 4.2 14.5 3 249 22 8 1.0 0-0.15 5.2 25.9 33 160 52 21 3.2 0.15-0.30 4.8 12.2 3 128 23 18 1.8 0-0.15 4.1 19.0 5 256 23 14 1.9 0.15-0.30 3.9 13.1 <2 259 8 3 1.6 (Hartemink, 2006). Gambar 2. Perkebunan kopi berwawasan konservasi di Kebun Percobaan Andungsari, Bondowoso. Figure 2. Coffee plantation with conservation practices at Andungsari Experimental Station, Bondowoso. Hasil penelitian Sotomayor-Ramirez et al. (2008) me-nunjukkan bahwa banyaknya sedimen pada pertanaman kopi yang dikelola dengan menerapkan teras individu lebih sedikit daripada yang dikelola secara konvensional. Pembuatan Rorak Rorak atau gondang-gandung (pit) adalah lubang berukuran panjang sekitar 1 m, lebar sekitar 0,3 m dan dalam sekitar 0,3 m yang dibuat di dekat pohon kopi. Rorak berfungsi sebagai tempat penampung air hujan serta larutan tanah dan sekaligus unsur hara yang dibawanya agar dapat meresap di sekitar perakaran kopi. Rorak juga berfungsi sebagai penampung bahan organik yang ada di sekitar pohon kopi. Pada tanah miring, rorak dibuat melintang arah kemiringan tanah sebelum musim hujan. Rorak dengan lebar 20 inci dan kedalaman 12 inci serta panjang sesuai dengan keperluan sebaiknya dibuat di antara larikan tanaman kopi sejajar kontur. Rorak berfungsi sebagai lubang pembuat kompos 31 Abdoellah secara mini bagi guguran daun penaung maupun kopi, gulma, dan semua biomassa yang ada di kebun. Rorak tersebut akan membantu mengkonservasi lengas tanah dan melindungi dari erosi. Rorak perlu diperbarui setiap 2-3 tahun (Veedhi, 2008). Penggunaan Pupuk Organik Pemberian pupuk organik merupakan satu kegiatan yang rutin dilakukan oleh banyak petani/pekebun kopi. Sebagian besar pupuk organik berupa pupuk kandang sapi, pupuk kandang ayam, pupuk kandang babi, kompos, bokashi, blotong (sisa pabrik gula), sisa budidaya jamur, dan kascing. Meskipun tujuan utama pemberian pupuk organik ini adalah untuk memperbaiki sifat fisika tanah, namun pupuk organik juga mengandung unsur hara yang diberikan ke tanaman meskipun dalam jumlah yang relatif sedikit. Tanaman dapat menggunakan unsur hara yang berasal dari pupuk organik, tetapi memerlukan proses transformasi terlebih dulu menjadi bentuk ion. Transformasi ini tergantung pada stabilitas bahan organik. Unsur hara yang terkandung di dalam bahan organik antara lain N, P, S, dan berbagai unsur mikro. Tanpa penambahan bahan organik dengan cara mengelola sisa/residu tanaman, tanah-tanah pertanian akan kehilangan banyak bahan organik dan turun produktivitasnya. Data di University of Illinois (USA) menunjukkan bahwa kadar bahan organik tanah turun dengan cepat sejak tanah dibuka untuk kegiatan pertanian, dari 3,75% C menjadi 2,10% C selama 20 tahun, selanjutnya tinggal 1,25% setelah 90 tahun (Alley & Vanlauwe, 2009). Trend yang sama juga terjadi di Australia dan Inggris. Karena kadar bahan organik menurun, maka ketersediaan unsur hara yang berasal dari bahan tersebut juga menurun. Mempertahankan dan/atau meningkatkan bahan 32 organik tanah memerlukan masukan organik yang berasal dari sisa tanaman atau pupuk kandang. Kegiatan yang mempercepat dekomposisi bahan organik seperti pengolahan tanah sebaiknya perlu dikurangi. Salah satu sumber pupuk organik adalah pupuk kandang. Pupuk kandang merupakan pupuk tertua yang digunakan oleh petani karena ketersediaannya yang relatif mudah dan mengandung semua unsur hara yang diperlukan tanaman. Pupuk kandang adalah campuran faeces dan urin binatang ternak serta sisa-sisa pakan dan alas lantai kandang yang telah mengalami dekom-posisi. Penggunaan pupuk kandang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk kandang dapat mensuplai semua nutrisi yang diperlukan tanaman meskipun dalam jumlah kecil. Penggunaan pupuk kandang bersama-sama dengan pupuk anorganik dapat memberikan respon yang baik oleh tanaman. Adapun rata-rata kadar unsur hara di dalam pupuk kandang tercantum pada Tabel 5. Penggunaan Pupuk Anorganik Pupuk anorganik diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur hara. Kebutuhan unsur hara tanaman kopi dipengaruhi oleh umur tanaman dan produktivitasnya. Pada saat tanaman masih muda, kebutuhan unsur hara relatif sedikit, kemudian meningkat hingga mencapai titik konstan. Pada saat tanaman sudah dewasa, kebutuhan unsur hara lebih banyak ditentukan oleh besarnya produktivitas. Pemupukan tidak hanya memperbaiki hasil tanaman tetapi juga meningkatkan jumlah sisa tanaman yang bermanfaat sebagai bahan organik tanah. Komposisi unsur hara yang diperlukan tanaman kopi dapat diketahui dari susunan hara yang terkandung di dalam bagian vegetatif maupun generatif tanaman. Pengelolaan nutrisi tanaman terpadu di perkebunan kopi Nitrogen merupakan unsur hara terpenting dan diperlukan sepanjang tahun. Nitrogen membantu perkembangan tunas dan buah. Nitrogen juga membantu pembentukan bunga dan mempertahankan daun agar tidak gugur. Kecukupan nitrogen akan menghasilkan biji yang banyak dan berkualitas (Veedhi, 2008). Nutrisi yang terangkut dalam biji kopi pasar tercantum pada Tabel 6, sedangkan jika kulit buah, daging buah, dan kulit tanduk tidak dikembalikan ke pertanaman, maka unsur yang terangkut buah kopi utuh (setara dengan 1000 kg kopi pasar) tercantum pada Tabel 7. Kalium merupakan unsur lain yang penting untuk pembentukan buah, pengisian biji, pemasakan, dan pengerasan biji. Kalium memperbaiki vigor dan meningkatkan toleransi tanaman terhadap penyakit. Fosfor diperlukan untuk perkembangan akar dan tunas yang sehat dan kuat (Veedhi, 2008). Dari arsip penelitian yang cukup lama di Hawai menunjukkan bahwa nitrogen dan kalium merupakan unsur hara paling penting untuk memperoleh produksi tinggi pada tanaman kopi, sebagaimana tercantum pada Tabel 8 (Beaumont & Fukunaga, 1958). Tabel 5. Kadar rata-rata unsur hara dalam pupuk kandang Table 5. The average of nutrients content in manure Unsur hara (Nutrients) Kadar (Content), % Nitrogen 0.5 Fosfor (Phosphorus) 0.25 Kalium (Potassium) 0.4 Natrium (Sodium) 0.08 Sulfur (Sulphur) 0.02 Seng (Zinc) 0.004 Tembaga (Copper) 0.0003 Mangan (Manganese) 0.007 Besi (Iron) 0.45 (Anonimous, 2012) Tabel 6. Unsur hara yang terangkut di dalam biji kopi pasar Table 6. Nutrient removal in green bean Jenis kopi Coffee type Negara Country kg/1000 kg kopi pasar kg/1000 kg green bean g/1000 kg kopi pasar g/1000 kg green bean N P2O5 K2O Mg Ca S Fe Mn Zn Cu B Mo 1.3 61.2 20.4 12.2 13.6 16.3 0.05 Arabika Arabica Brazil 17.0 2.5 18.7 2.6 3.9 Arabika Arabica PNG 22.0 4.6 20.4 3.3 2.1 Robusta PNG 25.4 4.6 24.0 4.0 3.6 Liberika Liberica Equ. Africa 28.0 6.4 45.0 Ekselsa Excelsa Equ. Africa 26.0 6.2 31.0 (Harding, 1992). 33 Abdoellah Tabel 7. Unsur hara yang terangkut di dalam buah kopi utuh (setara dengan 1000 kg kopi pasar) Table 7. Nutrient removal in whole fruit (equivalent to 1000 kg green bean) Jenis kopi Coffee type kg/1000kg kopi pasar kg/1000 kg green bean Negara Country g/1000kg kopi pasar g/1000 kg green bean N P2O5 K2O Mg Ca S Fe Mn Zn Cu B Mo 2.9 112 50 84 31 51 0,12 Arabika (Arabica) Brazil 34.8 5.7 64.5 4.6 9.9 Arabika(Arabica) Kenya 31.4 5.5 47.4 4.5 5.0 Arabika(Arabica) India 34.0 5.0 48.0 Robusta India 35.0 7.0 39.0 Robusta Cote d’Ivoire 33.4 6.2 43.8 4.1 5.5 Robusta Indonesia 35.0 6.0 50.0 4.0 4.0 (Harding, 1992). Suatu penelitian pemupukan kopi telah dilakukan di Western Highlands AgroForestry Science & Technical Institute (WASI) di Buon Ma Thuot, Dak Lak Province, Vietnam. Di antara 4 dosis NPK yang dipakai, dosis tertinggi (350 N + 175 P 2O 5 +350 K 2 O kg ha-1) menghasilkan keuntungan bersih tertinggi sebesar US$ 3,688 ha-1. Jika dibandingkan dengan dosis NPK terendah, dosis tertinggi memberikan tambahan pendapatan bersih sebesar US$ 1,235 ha-1 yr-1 dan value: cost ratio (VCR) tertinggi, yaitu of 5.54 (Ton Nu Tuan Nam, 2001). Dari total unsur nitrogen pupuk yang diberikan ke tanaman kopi, 12% N terdapat di dalam akar, dan 15% mengendap di dalam tanah (Fenili et al., 2008). Metoda pemupukan yang dianjurkan untuk tanaman kopi pada prinsipnya berusaha memaksimumkan penyerapan unsur hara yang dikandung oleh pupuk oleh akar kopi, dan meminimumkan kehilangan unsur hara tersebut ke luar zona perakaran kopi. Pertama, mulsa di bawah tajuk kopi di lingkaran sekitar pohon kopi disingkirkan, kemudian tanah yang telah dibersihkan dari mulsa diolah ringan dengan garpu. Selanjutnya pupuk ditebarkan secara merata, jika perlu campuran tanah dan pupuk diolah ringan lagi. Terakhir kembalikan mulsa untuk menutupi tanah yang sudah dipupuk. Metoda ini akan membuat pemberian pupuk sangat efisien dan menghindarkan volatilisasi (penguapan) serta pencucian unsur hara. Untuk tanah miring, pupuk dapat ditempatkan pada sisi atas pohon kopi (Veedhi, 2008). Tabel 8. Hasil kopi dari petak pemupukan yang berbeda di Takashiba Farm Table 8. Yield of coffee from different fertilization site at Takashiba Farm Hasil (Yield) (kuintal (quintal )/acre) Perlakuan (Treatments) 1935-1936 1936-1937 ½ N-P-K 126 248 1937-1938 85 N-P-K 132 242 84 N-K 139 249 77 P-K 103 168 50 N-P 97 130 16 Standard error 6 18 15 17 50 44 Beda yang diperlukan agar signifikan Difference required for significance (Beaumont & Fukunaga, 1958) 34 Pengelolaan nutrisi tanaman terpadu di perkebunan kopi Penggunaan Tanaman Penutup Tanah Spesies tanaman penutup tanah yang digunakan di bawah tanaman kopi adalah Arachis pintoi, sejenis kacang tanah yang tidak berbuah. Keunggulan spesies ini untuk tanaman kopi adalah termasuk keluarga Leguminosa (sehingga dapat bersimbiosis dengan bakteri penambat nitrogen udara), pertumbuhannya cepat, biomasanya banyak, dapat tumbuh di bawah naungan tajuk kopi, dan tidak menjalar ke batang/tajuk tanaman kopi. untuk membentuk kerangka tanaman agar kokoh dan menghasilkan cabang-cabang yang produktif, pangkasan pemeliharaan guna membuang cabang sakit dan tidak produktif, serta pangkasan lewat panen guna menyiapkan cabang produktif untuk pembungaan dan pembuahan yang akan datang. Pangkas bentuk dilakukan pada saat tanaman masih muda dalam fase pembentukan kerangka atau karena sudah tua dan memerlukan rehabilitasi. Pangkas pemeliharaan dan pangkas lewat panen dilakukan secara periodik setiap tahun. Suatu penelitian di Sumatera Selatan pada tanah miring berbukit dengan tanaman Paspalum conjugatum Berg. menunjukkan bahwa setelah empat tahun, kadar C total, N total, P tersedia, dan Mg dapat ditukar pada lapisan tanah 0-20 cm lebih tinggi daripada tanah yang tanpa tanaman penutup. Demikian pula kadar K dan Ca dapat ditukar pada lapisan 0-10 cm. Penurunan pH(H2O) dan kenaikan Al dapat ditukar dapat dihambat dengan penanaman tanaman penutup tanah. Dengan demikian penanaman tanaman penutup tanah pada tanah miring efektif mempertahankan kesuburan tanah (Sarno et al., 2004). Bagian tanaman penaung maupun kopi yang dipangkas sebaiknya tetap dipertahankan di dalam kebun kopi, mengingat bagian tanaman tersebut dapat dimanfaatkan sebagai mulsa untuk mengurangi evaporasi dan erosi, sekaligus apabila sudah mengalami dekomposisi dapat melepas unsur hara yang dikandungnya ke tanah di sekitar perakaran kopi. Penelitian Cannell & Kimeu cit. Wrigley (1988) dan Fenili et al. (2008) menunjukkan bahwa unsur hara N, K, Ca, dan Mg yang terkandung di dalam daun tanaman kopi berumur 10 tahun yang gugur maupun dalam bagian tanaman yang dipangkas jauh lebih lebih tinggi daripada unsur hara yang diserap di dalam buah kopi (Tabel 9). Penggunaan Hasil Pangkasan Tanaman Penaung dan Kopi Sebagai Mulsa Dari total unsur nitrogen pupuk yang diberikan ke tanaman kopi, 20% N mengendap di bagian tanaman di atas tanah (batang, cabang, ranting, dan daun) yang merupakan bagian tanaman yang dipangkas secara periodik setiap tahun, sedangkan yang terdapat di dalam daun yang gugur (litter) sebanyak 25% (Fenili et al., 2008). Dalam budidaya baku tanaman kopi, tanaman penaung dan kopi dipangkas secara periodik sesuai dengan kepentingannya. Pada saat menjelang musim hujan, tanaman penaung dipangkas agar tidak terlalu rimbun, guna memberikan cahaya matahari yang diperlukan tanaman kopi untuk memacu terbentuknya primordia bunga. Pemangkasan penaung juga berfungsi mengurangi kelembaban udara agar menghambat perkembangan jamur penyebab penyakit. Pemangkasan kopi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu pangkas bentuk yang bertujuan Pengembalian Kulit Buah dan Air Bekas Pengolahan ke Lahan Pertanaman Kulit buah kopi mengandung unsur hara yang masih dapat dimanfaatkan oleh tanaman, demikian pula air bekas pengolahan basah. 35 Abdoellah Selain dapat memperkaya kandungan bahan organik tanah, setelah mengalami dekomposisi maka kulit buah kopi dapat melepaskan unsur hara ke tanah di sekitar perakaran kopi. Suatu penelitian PNTT kopi arabika yang diintegrasikan dengan ternak kambing peranakan Ettawa telah dilakukan di Kebun Percobaan Andungsari, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Budidaya kambing selain kotorannya digunakan sebagai pupuk kandang, sebelumnya diambil dulu biogasnya. Dengan sistem integrasi budidaya kopikambing-biogas ini, maka setiap tahun per hektar kebun kopi dapat diperoleh hasil kopi pasar 1500 kg; kambing 1,5 ekor dengan pertambahan bobot 17 kg/th; biogas 12 m3/ th untuk mengeringkan kopi HS sebanyak 470 kg; unsur hara setara pupuk berupa 260 kg Bahan Organik, 24 kg Urea, 6 kg SP-36, 2 kg KCl, 64 kg Dolomit, 7 kg Kieserit, 4 kg ZA, 166 g MnSO 4, 147 g FeSO4, 25 g ZnSO4, dan 12 g CuSO4. Nilai efisiensi yang diperoleh sebesar nilai tambahan hasil yang diperoleh selain biji kopi (yaitu peningkatan bobot kambing dan nutrisi/unsur hara setara pupuk) serta tambahan energi yang dalam hal ini digunakan untuk mengeringkan biji kopi hasil panen. Aspek keberlanjutan diperoleh dari siklus materi organik dan energi yang berputar di dalam sistem di suatu hamparan lahan yang sekaligus mengurangi masukan terutama masukan anorganik dari luar sistem (Abdoellah & Mulato, 2007). Dari total unsur nitrogen pupuk yang diberikan ke tanaman kopi, 26% N terangkut oleh buah saat panen (Fenili et al., 2008). Adapun total unsur hara yang terkandung di dalam buah kopi tercantum pada Tabel 10. Dari Tabel 10 di atas nyata bahwa pengembalian kulit tanduk dan daging buah kopi ke kebun akan membantu mengurangi pengurasan unsur hara oleh produksi. Integrasi Kopi Dengan Ternak Dalam konsep PNTT, pemanfaatan biomassa in situ dapat dilakukan secara langsung dengan mengandalkan proses dekomposisi alamiah yang terjadi di dalam kebun ataupun mengintegrasikan ternak ke dalam sistem kebun kopi. Produk biomasa organik dari kebun dimanfaatkan sebagai pakan ternak sehingga proses daur ulang hara dapat berlangsung lebih cepat serta dapat memberikan hasil tambahan berupa daging ternak. Adanya penghasilan tambahan tersebut akan lebih menjamin keberlanjutan sistem usaha tani PNTT. Tabel 9. Unsur hara yang terkandung di dalam daun yang gugur dan bagian tanaman yang dipangkas serta buah kopi arabika di Kenya dalam kg/ha dengan populasi 1500 pohon/ha Table 9. Nutrient contained in fallen leaves and prunings as well as removed in whole cherry of arabica coffee in Kenya in kg/ha at 1500 trees/ha Di dalam daun yang gugur dan pangkasan In fallen leaves and prunings Unsur hara Nutrients Serapan Uptake N 147 39 97.5 51.5 P 9.2 2.3 5.3 10.6 K 151.5 27 75 37.5 Ca 54 15 44 4.1 Mg 15.5 3.9 10.8 3.0 Umur 5 tahun 5 years old (Cannell & Kimeu cit. Wrigley, 1988; Fenili et al., 2008). 36 Umur 10 tahun 10 years old Di dalam buah In cherry Pengelolaan nutrisi tanaman terpadu di perkebunan kopi Tabel 10. Kadar unsur hara utama di dalam buah kopi Table 10. The content of primary macronutrients in coffee cherry Bagian buah kopi Part of coffee cherry Kadar unsur hara utama, kg/ha Primary macronutrients content, kg/ha N P2O5 K2O Biji (Bean) 34.0 6.0 8.0 Kulit tanduk (Parchment) 2.5 0.6 2.0 Daging buah (Pulp) 15.0 4.0 27.5 Total 51.5 10.6 37.5 (Fenili et al., 2008). Tabel 11. Produksi kopi robusta di KP Kaliwining pada beberapa macam tipe pengelolaan hara Table 11. Yield of robusta coffee at Kaliwining Experimental Station on various type of nutrient management Perlakuan Treatments Produksi (kg kopi pasar/ha) Yield, kg green bean/ha Kontrol (Control) 1093 PNTT-Ternak (IPNM – with Cattle) 1456 PNTT-Non Ternak (IPNM – no Cattle) 1132 (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2007). Hasil pengamatan produksi kopi robusta yang diberi perlakuan PNTT ternak cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol maupun PNTT non-ternak (Tabel 11). Peningkatan ini diduga karena adanya pengaruh positif dari kotoran ternak yang diaplikasikan. Kotoran ternak (pupuk kandang) merupakan sumber hara yang relatif cepat tersedia dibandingkan dengan bahan organik segar (serasah) tanaman, sehingga responnya terhadap perbaikan pertumbuhan dan produksi akan lebih cepat. Apabila diterapkan secara konsisten, sistem budidaya tanaman kopi yang baku telah memenuhi semua prinsip PNTT. Dari aspek keharaan, penaung merupakan salah satu sumber yang signifikan bagi tanaman kopi. Penggunaan batang bawah yang sesuai dapat meningkatkan ketahanan tanaman kopi terhadap kekeringan dan defisiensi unsur hara. Apabila dikelola secara standard, vegetasi tanaman kopi juga berfungsi sebagai sarana konservasi tanah & air. Penggunaan pupuk kandang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Nitrogen dan kalium merupakan unsur hara paling penting untuk memperoleh produksi tinggi pada tanaman kopi. KESIMPULAN Pengelolaan nutrisi tanaman terpadu/ PNTT merupakan suatu pendekatan holistik pengelolaan unsur hara tanaman dengan mempertimbangkan secara utuh semua sumberdaya pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman. 37 Abdoellah Tanaman penutup dapat meningkatkan kadar C, N, P, dan Mg tanah. and Development Studies, Agriculture University of Norway. Unsur hara N, K, Ca, dan Mg yang terkandung di dalam daun tanaman kopi yang gugur maupun dalam bagian tanaman yang dipangkas jauh lebih tinggi daripada unsur hara di dalam buah kopi. Beaumont, J.H. & E.T. Fukunaga (1958). Factors Affecting the Growth and Yield of Coffee in Kona, Hawaii. Hawaii Agricultural Experiment Station, Bulletin 113 June 1958. Pengembalian kulit tanduk dan daging buah kopi ke kebun akan membantu mengurangi pengurasan unsur hara oleh produksi. Pemanfaatan biomassa in situ dapat dilakukan secara langsung dengan mengandalkan proses dekomposisi alamiah yang terjadi di dalam kebun ataupun mengintegrasikan ternak ke dalam sistem kebun kopi. DAFTAR PUSTAKA Abdoellah, S. & Sri-Mulato (2007). Integrasi Budidaya Kopi Arabika dengan Ternak Kambing serta Pemanfaatan Limbah Ternak untuk Biogas dan Pupuk Kandang. Seminar Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, Yogjakarta, 5-7 Desember 2007. Alley, M.M. & B. Vanlauwe (2009). The Role of Fertilizers in Integrated Plant Nutrient Management. International Fertilizer Industry Association, Tropical Soil Biology and Fertility Institute of the International Centre for Tropical Agriculture, Paris. Anonimous (2003). Research Highlights 2001’02. Indian Institute of Spices Research. Anonimous (2012). Fym as a component of INM. The People's University. http:// agropedialabs.iitk.ac.in/agrilore/ ?S=node/4796. Aune, B.J. & R. Oygard (1998). Guidelines for Integrated Plant Nutrient Management (IPNM) in Smallholder Farming Systems. Noragric Brief No. 98/3. Noragric, Centre for International Environment 38 Budidarsono, S. & K. Wijaya (2004). Praktek Konservasi dalam Budidaya Kopi Robusta dan Keuntungan Petani. Agrivita, 26, 126-138. Clifford, M.N. & K.C. Willson (1985). Coffee; Botany, Biochemistry and Production of Beans and Beverage. Croom Helm Ltd. De Castro, F.S. (1959). Soil Conservation on Coffee Plantation. p. 67-69. In : B. Sachs & P.G. Sylvain (Eds.). Advances in Coffee Production Technology. The Spice Mill. Publ. Co., Inc. Faminow, M.D. & E.A. Rodriguez (2001). Biodiversity of Flora and Fauna in Shaded Coffee Systems. International Centre for Research in Agroforestry Latin American Regional Office, Lima, Peru. Fenilli, T.A.B.; K. Reichardt; J.L. Favarin; O.O.S. Bacchi; A.L. Silva & L.C. Timm (2008). Fertilizer 15N Balance in a Coffee Cropping System: A Case Study in Brazil. Revista Brasileira de Ciência do Solo, vol. 32, núm. 4, Sociedade Brasileira de Física, Brasil, pp. 1459-1469 Harding, P. (1992). Coffee (Coffea arabica L.) (Arabica coffee); Coffea canephora Pierre ex Froehner (Robusta coffee); Coffea liberica Bull ex Hiern. (Liberica coffee); Coffea excelsa Chev. (Excelsa coffee). PNG Coffee Research Institute, Kainantu, Papua New Guinea. Hartemink, A.E. (2006). Soil Erosion: Perennial Crop Plantations. ISRIC–World Soil Information, Wageningen, The Netherlands Encyclopedia of Soil Science DOI: 10.1081/E-ESS-120041234. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2006). Optimalisasi lahan kopi dan kakao melalui pola tanam konservasi Pengelolaan nutrisi tanaman terpadu di perkebunan kopi dengan tanaman industri. Laporan Akhir Kegiatan Penelitian Tahun 2006. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2007). Konservasi Air dan Pengelolaan Nutrisi Tanaman Terpadu pada Perkebunan Kopi dan Kakao. Laporan Akhir Kegiatan Penelitian Tahun 2007. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember. Saecho, B. & Sylvain (1959). Advences in Coffee Production Technology. The Spice Mill. Publ. Co. Inc. Sarno; J. Lumbanraja; Afandi; T. Adachi; Y. Oki; M. Senge & A. Watanabe (2004). Effect of weed management in coffee plantation on soil chemical Properties. Nutrient Cycling in Agroecosystems 69, 1–4, 2004. Kluwer Academic Publishers. The Netherlands. Serracin, M. & D.P. Schmitt (2000). Meloidogyne konaensis and coffee rootstock interactions at two moisture regimes in four soils. Nematropica, 32, 65-76. Silva, V.A.; W.C. Antunes; B.L.S. Guimarães, R.M.C. Paiva; V.d.F. Silva; M.A.G. Ferrão; F.M.D. Matta & M.E. Loureiro (2010). Resposta fisiológica de clone de café Conilon sensível à deficiência hídrica enxertado em porta enxerto tolerante (Physiological response of Conilon coffee clone sensitive to drought grafted onto tolerant rootstock). Pesq. agropec. bras., Brasília, 45, 457-464. Sotomayor-Ramirez, D.; J. Ramirez-Avila; E. Más & G.A. Marttnez (2008). Erosion and nutrient loss reduction with an alternative planting method for coffee (Coffea arabica). J. Agric. Univ. P.R., 92, 153-169. Budidaya Kopi Organik. Prosiding Gelar Teknologi Kopi Arabika Organik, Takengon (Aceh Tengah) 8-9 November 1994, 155-162. Tomaz, M.A.; H.E.P. Martinez; C.D. Cruz; R.B. Ferrari; L. Zambolim & N.S. Sakiyama (2008). Diferenças genéticas na eficiência de absorção, na translocação e na utilização de K, Ca e Mg em mudas enxertadas de cafeeiro (Genetics differences in the efficiency of absorption, translocation and use of K, Ca and Mg in grafted seedlings of coffee). Ciência Rural, Santa Maria, 38, 1540-1546. Tomaz, M.A.; H.E.P. Martinez; W.N. Rodrigues, R.B. Ferrari; A.A. Pereira & N.S. Sakiyama (2011). Eficiência de absorção e utilização de boro, zinco, cobre e manganês em mudas enxertadas de cafeeiro (Efficiency of absorption and utilization of boron, zinc, copper and manganese in grafted coffee seedlings). Rev. Ceres, Viçosa, 58, 108-114. Ton Nu Tuan Nam (2001). Effect of four fertilizer NPK nutrient levels (N:P 2O 5: K2O=2:1:2) on average green bean yield, cost of fertilizer application, and economic returns of coffea arabica (v. Catimor) grown on a Rhodic Ferralsol derived from basalt in Buon Ma Thuot, Dak Lak Province in Vietnam. Veedhi, A. (2008). Coffee Cultivation Guide for South – West Monsoon Area Growers in India (COFFEE KAIPIDI). Central Coffee Research Institute, Coffee Research Station, Chikmagalur District, Karnataka, India. Wrigley, G. (1988). Coffee. Longman Sci. Tech. England. 639 p. *********** Suhendi, D. & B. Purwadi (1994). Lamtoro Resisten Kutu Loncat Mendukung 39