BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri musik pada

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri musik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno mengalami
pembatasan dan sulit untuk berkembang. Pidato sang Presiden dalam acara Hari
Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI) seakan mempertegas
pembatasan perkembangan industri musik. Pidato yang berjudul “Penemuan
Kembali Revolusi Kita” pada 17 Agustus 1959, menyatakan bahwa pemerintah
Indonesia mengambil sikap untuk melindungi kebudayaan Indonesia dari
pengaruh asing dengan mengembangkan kebudayaan nasional.
Setelah era pemerintahan Soekarno berakhir, industri musik di Indonesia
mulai berkembang. Banyak ditemui karya musik yang diciptakan dan dijual dalam
bentuk fisik maupun digital. Musik menjadi salah satu konten utama dalam siaran
radio dan televisi. Konser musik yang diadakan di penjuru daerah Indonesia juga
tak kalah hebat menyedot antusias masyarakat. Kenyataan yang ada di lapangan
tersebut mengungkap fakta bahwa musik menjadi lahan industri yang dapat
digunakan untuk meraup keuntungan dalam jumlah besar. Selain itu, lahan lain
seperti rekaman, penjualan merchandise, sponsorship, endorsement komersial,
ring back tone (nada tunggu), video klip adalah lahan bisnis yang tercipta dari
hasil rekaman musik.
Musik sebagai salah satu industri kreatif terus berkembang dan membuat
institusi bisnis yang bergerak di dalamnya harus mengikuti perkembangan yang
terjadi. Perkembangan tidak hanya mencakup selera musik yang berubah-ubah
dari masa ke masa, tetapi juga berkaitan dengan kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi. Dalam ranah manajemen media, industri kreatif mempunyai
keuntungan dibanding dengan industri yang lain. Institusi yang bergerak di
dalamnya dapat berinovasi dan berkreasi untuk menarik minat audience atau
konsumen.
Industri kreatif menuntut persaingan ketat. Bagaikan hukum rimba, siapa
yang terkuat dialah yang menguasai, jika tidak maka bersiaplah untuk musnah
1
atau mati. Persaingan yang ketat berimbas pada manajemen media institusi yang
bersangkutan. Wajib untuk berbenah, beradaptasi, menemukan inisiatif atau cara
baru untuk menarik audience atau konsumen dalam bersaing dengan institusi yang
lain. Semakin banyak konsumen atau audience dalam mengakses atau
mengkonsumsi produk medianya, maka akan berimbas pada profit yang didapat.
Pada dasarnya profit adalah sumber utama institusi media untuk menjalankan
aktivitas memproduksi produk media. Idealnya, semua faktor yang tergabung di
dalam suatu organisasi yang memproduksi produk media, harus bersinergi, bahu
membahu satu sama lain untuk jalannya kehidupan organisasi media yang
bersangkutan.
Lokananta, perusahaan negara yang bergerak dalam rekaman musik
mempunyai sejarah yang mengagumkan. Pada awal berdirinya, Lokananta
berstatus sebagai pabrik piringan hitam dengan administrasi jawatan yang
langsung di bawah jawatan RRI pusat Jakarta. Lokananta bertugas mencetak
piringan hitam transkripsi untuk melayani siaran radio RRI dan tidak dijual
kepada umum. Status Lokananta berubah seiring pemerintah memutuskan bahwa
Lokananta dapat menjual produksi piringan hitamnya. Putusan tersebut sebagai
respon atas tingginya minat masyarakat terhadap konten siaran RRI yang
diproduksi oleh Lokananta.
Sebagai perusahaan milik negara, Lokananta mengalami dua naungan
yaitu berada dalam naungan Departemen Penerangan (Deppen) dan Perusahaan
Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI). Pada masa naungan
Deppen, Lokananta tercatat sebagai sebagai salah satu pioneer industri musik
Indonesia dan pernah menguasai industri musik Indonesia pada dekade 70-80an.
Berada dalam naungan Deppen dan mengalami masa jaya tidak semerta-merta
Lokananta menuai pujian dari berbagai kalangan. Manajemen yang diterapkan
bukan manajemen yang ideal bagi sebuah perusahaan yang bergerak dalam
industri rekaman musik mengingat adanya ikut campur dan peran negara dalam
perusahaan tersebut sangat kuat.
Era naungan Deppen berakhir seiring dengan runtuhnya rezim orde baru.
Masa transisi yang dimulai dari tahun 1998 hingga tahun 2001 membuat
2
Lokananta berada dalam situasi yang tidak jelas. Pada tahun 2001, kejelasan mulai
terlihat seiring likuidasi dan privatisasi lembaga-lembaga milik negara, tak
terkecuali lembaga yang berada dibawah naungan Deppen yang salah satunya
adalah Lokananta. Proses likuidasi yang dialami oleh Lokananta menyebabkan
Lokananta berpindah naungan ke Perum PNRI. Perpindahan naungan tersebut
membuat Lokananta harus memulai dan menata kembali bentuk perusahaan yang
telah dibangun. Berada di lingkungan yang baru bukan berarti Lokananta menjadi
perusahaan yang lebih baik jika dibandingkan dengan masa naungan Deppen.
Keadaan yang dialami oleh Lokananta baik dalam naungan Deppen dan
Perum PNRI, seakan menjadi pertanyaan apakah keadaan tersebut tercipta karena
disfungsi manajemen atau tekanan dari luar seperti selera musik masyarakat,
perkembangan teknologi informasi komunikasi, dan industri hiburan di Indonesia
yang terpusat di Jakarta. Di sisi lain, sebagai perusahaan milik negara, cerminan
kondisi Lokananta tidak hanya dilihat dari sisi internal perusahaan tersebut, tetapi
juga dari sisi eksternal dimana peran dan ikut campur negara dalam perusahaan ini
sangat kuat.
Penelitian ini akan mendeskripsikan secara mendalam dengan mengambil
fokus manajemen media musik rekaman Lokananta pada tahun 1996-2012, masa
dimana Lokananta masih berada di bawah naungan Departemen Penerangan dan
Perum PNRI.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan pokok permasalahan penelitian yang diperoleh dari latar
belakang permasalahan di atas adalah sebagai berikut: bagaimana manajemen
media musik rekaman milik negara yang diterapkan dalam perusahaan rekaman
musik milik negara Lokananta era naungan Deppen dan Perum PNRI pada tahun
1996-2012?.
3
1.3. Tujuan Penelitian
Mengetahui manajemen media musik rekaman milik negara yang
diterapkan dalam perusahaan rekaman musik milik negara Lokananta era naungan
Deppen dan Perum PNRI padatahun 1996-2012.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis bagi kajian ilmu komunikasi dan penelitian tentang manajemen
media. Manfaat penelitian ini antara lain:
a. Memperkaya kajian komunikasi khususnya studi tentang manajemen media.
b. Penelitian ini secara praktis dapat menggambarkan manajemen media musik
rekaman dalam lingkup perusahaan rekaman musik milik negara.
1.5. Objek Penelitian
Melihat fenomena yang telah digambarkan dalam latar belakang dan
rumusan masalah, objek penelitian akan difokuskan pada manajemen media
rekaman
musik
Lokananta.
Penelitian
ini
akan
mengambil
data
dari
arsip/dokumen Lokananta, wawancara dengan mantan direktur Lokananta pada
masa naungan Deppen, mantan Kepala dan Kepala Lokananta masa naungan
Perum PNRI, dan karyawan Lokananta.
1.6. Kerangka Pemikiran
1.6.1. Musik Rekaman sebagai Media
Studio rekaman musik merupakan sebuah organisasi yang memproduksi
sebuah message yang berupa musik. Menurut De Fleur & Dennis: musik, berita,
dan iklan adalah industri-industri utama yang memproduksi content (isi) untuk
kebutuhan media massa1. Mc Quail menyatakan bahwa salah satu media massa
adalah melalui musik. Relatif sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada
musik sebagai media massa dalam teori dan penelitian. Mungkin dikarenakan
1
Abdul Firman Ashaf. Tema-Tema Dominan dalam Musik Populer Indonesia (Bandung, 2003),
hlm. 288.
4
dampak yang ditimbulkan musik terhadap masyarakat tidak jelas, juga karena
tidak berhentinya kemungkinan yang ditawarkan penerus teknologi rekaman dan
reproduksi penyebaran2.
Menurut Shuker, karakteristik media massa adalah melibatkan produksi
dalam skala besar dengan unit-unit ekonomi yang besar untuk keperluan massa,
dan terdapat segmentasi pasar. Media massa merujuk pada bidang cetak, aural,
dan komunikasi visual yang diproduksi dalam skala besar. Pers, penerbitan, radio,
televisi, film, video, industri rekaman, dan telekomunikasi adalah bentuk media
yang telah diproduksi dan disebarluaskan3.
Selain sebagai isi media, musik juga dapat dipandang secara institusional.
Musik sebagai komoditas utama dalam industri rekaman dianggap sebagai
komunikasi massa yang memiliki karakteristik dan fungsi yang sama dengan
institusi massa lainnya4. Saat ini, industri rekaman mempunyai peranan dalam
keseharian kehidupan manusia. Hampir sebagian besar manusia modern hidup
dengan menikmati hasil produksi industri rekaman. Kaitan antara musik yang
menjadi konten utama studio dan industri rekaman dalam kehidupan manusia saat
ini lebih lanjut dapat dipahami bahwa industri rekaman dapat berfungsi sebagai
media massa. Kegiatan utama dari industri rekaman adalah memproduksi dan
mendistribusikan konten media ke khalayak agar tersebar luas. Dimana dalam
proses pendistribusian tersebut menggunakan kemajuan teknologi. Dalam hal ini,
Hull berpendapat,
Popular music, the primary content of the recording media, can be
partially understood as communication and the recording industry as a
mass medium. The main activity of the recording industry is the production
and distribution of symbolic content to widely dispersed heterogeneous
audiences. It uses several technologies to do this, including digital
recording and reproduction, analog recording and reproduction, video
recording and reproduction, and the Internet5.
2
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa (Jakarta, 2011), hlm. 41.
3
Roy Shuker, Understanding Popular Music (London, 2001). hlm. 3
Ashaf. Op. cit. hlm. 288.
5
Geoffrey P. Hull, The Recording Industry; Second Edition. (New York & London, 2004), hlm.
544.
4
5
Musik rekaman sebagai produk industri rekaman tidak memiliki batas
waktu penggunaan seperti halnya produk media lainnya yang tidak mengenal
batas waktu. Konten media musik rekaman dapat dikonsumsi berulang-ulang dan
bahkan semakin lama semakin berharga karena memunculkan added value6.
McQuail dalam Hull, menyatakan bahwa industri rekaman sebagai media
mempunyai karakteristik sebagai berikut7:
a. Adanya beberapa teknologi untuk merekam dan menyebarkan: terdapat
teknologi rekaman baik dalam format digital dan analog, dari home recording
sampai professional recording. Penyebaran hasil rekaman dapat dilakukan
dengan cara melalui email, toko kaset, download, dan ribuan cara lainnya
untuk memperoleh hasil rekaman.
b. Regulasi yang rendah: pemerintah mengatur industri ini sama dengan industri
lainnya, tidak ada lisensi seperti dalam media penyiaran.
c. Tingginya
internasionalisasi:
5
(lima)
perusahaan
rekaman
besar
mengembangkan bisnisnya di beberapa negara dan terdapat perusahaan
rekaman lokal di setiap negara.
d. Audience yang berusia muda: konsumen terbanyak rata-rata berusia antara 1524 tahun.
e. Adanya potensi subversive (gerakan bawah tanah): industri dan seniman sering
menjadi subjek dalam serangan dan berkontribusi dalam kenakalan, dorongan
untuk menggunakan narkoba, gerakan anti Amerika dan lebih banyak lagi.
f. Fragmentasi organisasi: meskipun 5 (lima) perusahaan besar menguasai
distribusi, tetapi ada ratusan atau bahkan ribuan dari masing-masing label yang
dapat berdiri sendiri.
g. Adanya kemungkinan keragaman dalam proses penerimaan: rekaman dapat
didengar melalui radio, siaran televisi, kabel, internet, dan satelit.
Pernyataan Mc Quail di atas menggambarkan kondisi industri rekaman
sebagai media, khususnya di Amerika. Jika mengamati kondisi rekaman di
6
Rahayu., “Ekonomi dan Manajemen Media : Perkembangan Kajian, Otokritik dan Eksplorasi
Terhadap Isu Lokalitas,” Potret Manajemen Media di Indonesia, ed. Amir Efendi Siregar, dkk.
(Yogyakarta, 2010), hlm. 45.
7
Hull. Op.cit., hlm.18
6
Indonesia, karakteristiknya bisa dipastikan hampir sama. Perjalanan industri
rekaman di Indonesia yang awal mulanya dimulai dari beberapa perusahaan
rekaman, menghadirkan cerita tersendiri sehingga dapat menjadi sebuah industri
yang besar seperti sekarang ini.
Sejarah musisi Indonesia dapat bercerita tentang bagaimana pembatasan
kebebasan bermusik di Indonesia pada era Soekarno. Musisi dianggap sebagai
aktor yang mempunyai potensi subversive, berkontribusi dalam proses
penggerogotan budaya bangsa. Hal tersebut dapat dilihat dari strategi politik
kebudayaan yang diterapkan oleh Presiden I Republik Indonesia. Soekarno tidak
menghendaki jika kedaulatan kepribadian, identitas, dan jati diri budaya bangsa
ditindas dan digerogoti oleh keberadaan budaya musik ‘ngak ngik ngok’, musik
cengeng yang jelas-jelas dianggap tidak mencerminkan nation character
building. Musik sebagai budaya populer merupakan cerminan dari nilai yang
terkandung dari masyarakat. Bahkan tinggi rendahnya nilai budaya suatu
masyarakat dapat dipelajari dari watak musiknya8.
Imbas dari diterapkannya strategi politik tersebut salah satunya dapat
dilihat dari pencekalan yang dilakukan terhadap serbuan musik popular yang
kental dengan aliran budaya barat alias musik ‘ngak ngik ngok’. Jenis musik ini
dianggap sebagai neokolonialisme kebudayaan yang dianggap dapat mengancam
dan membahayakan jalannya revolusi yang belum selesai. Pelarangan musik
‘ngak ngik ngok’ dilakukan dengan cara tidak diperbolehkan untuk diputar,
dipanggungkan, serta dipertontonkan di hadapan publik. Grup musik yang
menjadi korban dari kebijakan ini adalah Koes Bersaudara yang harus mendekam
di hotel Prodeo Glodok, selama 100 hari9.
Industri musik di Indonesia sekarang ini juga dikuasai oleh major label
asing yang menebar jala bisnis musik di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Seperti yang dinyatakan McQuail diatas. Fakta bahwa terdapat dominasi 4
(empat) perusahaan besar (the big four) yaitu, Universal Music Groups, Sony
8
Alex Palit, “Budaya Musik dan Politik Kebudayaan (2)”, Tribun News, diakses dari
http://www.tribunnews.com/tribunners/2011/01/31/budaya-musik-dan-politik-kebudayaan-2, pada
tanggal 26 Mei 2014
9
Alex Palit, loc.cit.
7
BMG Warner Music Group, dan EMI yang menguasai 70% pasar musik di
seluruh dunia termasuk Indonesia10.
Membicarakan sejarah industri rekaman musik di Indonesia, tentu tidak
bisa lepas dari beberapa studio rekaman musik yang menjadi awal mula
perkembangan industri rekaman musik Indonesia pada saat ini. Sejarah industri
rekaman musik di Indonesia dimulai pada tahun 1954, ketika Suyoso Karsono
mendirikan label pertama kali di Indonesia yang diberi nama Irama Records,
studio rekaman yang berdiri di Menteng Jakarta itu menggunakan garasi
rumahnya sebagai tempat untuk merekam album beberapa grup musik11. Beberapa
tahun setelahnya, disusul berdirinya perusahaan rekaman musik milik negara,
yaitu Lokananta di Surakarta.
Lokananta, perusahaan rekaman yang terletak di kota Solo ini menyimpan
banyak bukti sejarah perjalanan musik Indonesia. Walaupun bukan studio
rekaman yang pertama kali berdiri di Indonesia, bisa dikatakan studio rekaman
Lokananta ini sebagai salah satu pioneer dan titik nol perjalanan industri musik
Indonesia.
Studio rekaman Lokananta didirikan oleh Maladi, bersama dua rekannya
R. Oetojo Soemowidjojo dan R. Ngabehi Soegoto Soerdipoero. Maladi adalah
orang yang pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan selama dua periode
(Kabinet Kerja I dan Kabinet Kerja 2) sedangkan R. Oetojo S. dan R. Ngabehi
Soegoto masing-masing menjabat sebagai Kepala Studio dan Kepala Teknik
Produksi Radio Republik Indonesia (RRI) Surakarta12.
Lokananta bagaikan sebuah perpustakaan lagu daerah di Indonesia. Tidak
ada studio rekaman lain di Indonesia yang dapat menandingi kelengkapan lagu
daerah yang dimiliki Lokananta. Kekayaan sumber daya lagu daerah yang dimiliki
oleh Lokananta tak lepas dari peran Radio Republik Indonesia (RRI) pada saat itu.
10
Wendi Putranto, Rolling Stone, Music Biz, Manual Cerdas Menguasai Bisnis Musik
(Yogyakarta, 2010), hlm. 58.
11
Ibid. hlm. 106.
12
Ayos Purwoaji, Fakhri Zakaria, “Lokananta: Menyelamatkan Musik Indonesia”, RollingStone
Indonesia, diakses dari http://rollingstone.co.id/read/2012/10/27/145255/2073969/1100/lokanantamenyelamatkan-musik-indonesia, pada tanggal 7 April 2013.
8
Lokananta yang berstatus sebagai perusahaan jawatan RRI menjadi tempat
penggandaan piringan hitam bagi siaran RRI di seluruh Indonesia. Hal tersebut
sejalan dengan pernyataan De Fleur dan Dennis dalam Ashaf: sejarah
perkembangan industri rekaman musik sangat erat kaitannya dengan media radio.
Pada tahun 1920-an, radio selama berjam-jam diisi oleh musik dan lambat laun
media massa lainnya menggunakan musik populer dalam isi tayangannya.
Tercatat media film mempergunakan musik popular pada tahun 1930-an dan
disusul oleh televisi13. Musik popular tersebut tidak lepas dari keberadaan studio
rekaman.
Nama besar Lokananta dalam industri musik dapat terlihat dalam sejarah
yang telah ditorehkan oleh Lokananta. Lagu yang berjudul “Terang Bulan”
ciptaan Saiful Basri yang dinyanyikan oleh Orkes Studio Djakarta pernah direkam
di RRI Jakarta tahun 1956 dan dipindahkan ke piringan hitam oleh Lokananta
pada 16 Maret 1965. Lagu bernuansa keroncong melayu ini menjadi lagu negara
Malaysia yang baru merdeka pada saat itu. Lagu itu merupakan hadiah dari
Presiden Soekarno kepada Malaysia. Beberapa dekade kemudian, hubungan
Indonesia dengan Malaysia kembali terjadi, tetapi kali ini bukan hubungan yang
harmonis. Malaysia menggunakan lagu “Rasa Sayang Eh” dalam iklan pariwisata
negara tersebut. Setelah ditelusuri, lagu tersebut adalah lagu tradisional dari
daerah Maluku yang tersimpan dalam arsip lagu Lokananta yang berjudul “Rasa
Sayange”. Lagu “Rasa Sayange” merupakan lagu yang masuk dalam album
kompilasi “Asian Games: Souvenir From Indonesia”, yang dimana album
tersebut merupakan buah tangan dari Indonesia bagi negara-negara peserta Asian
Games IV di Jakarta pada tahun 1962, dan Malaysia sebagai salah satu negara
peserta Asian Games tersebut14.
Lokananta juga berperan dalam menyimpan kepingan sejarah perjalanan
bangsa ini. Lagu “Indonesia Raya” dalam 3 (tiga) stanza tersimpan di Lokananta.
Rekaman pidato Bung Karno pada beberapa acara penting juga dapat ditemukan
13
Ashaf. Op. cit. hlm. 288.
14
Purwoaji, Zakaria, loc.cit.
9
di Lokananta, salah satunya adalah pidato beliau pada Konferensi Asia Afrika
tahun 1955 di Bandung15.
1.6.2. Lokananta Sebagai Perusahaan Negara
Riset manajemen media pada umumnya membahas tentang faktor internal
dan cenderung mengesampingkan faktor eksternal pada perusahaan yang bergerak
dalam bidang media. Riset manajemen media juga harus melihat bentuk
kepemilikan media yang sangat berpengaruh terhadap operasional sebuah
perusahaan. Pada perusahaan rekaman musik Lokananta, faktor eksternal dan
bentuk kepemilikan merupakan faktor yang sangat kuat mempengaruhi kehidupan
perusahaan.
Dapat diketahui bentuk kepemilikan media terdiri dari tiga macam bentuk.
Pertama, non-for-profit media organization. Media yang dikelola dalam bentuk
kepemilikan ini pada umumnya berjalan dan diorganisir atas dasar kepentingan
non-profit oleh sebuah kelompok atau komunitas. Sebagai contoh bentuk
kepemilikan media non-for-profit media organization adalah radio komunitas,
zine, e-zine, dll. Pekerja dalam media ini relatif lebih bebas dan leluasa
mengartikulasikan ide-idenya. Kedua, organisasi media yang dimiliki oleh negara
atau publik (public/state owned media organizations). Model kepemilikan media
seperti ini menyertakan kontrol negara dalam posisi yang penting. Manajemen
media dalam model kepemilikan seperti ini memposisikan negara sebagai pihak
yang menjadikan media sebagai alat penanam ideologi dan hegemoni. Ketiga,
organisasi
media
yang
dimiliki
oleh
swasta
(privately
owned
media
organizations). Model seperti ini mengindikasikan bahwa media dimiliki oleh
swasta dan dikontrol oleh individu, keluarga, pemegang saham maupun holding
company.16
15
Purwoaji, Zakaria, loc.cit.
16
Eoin Devereux., “Understanding The Media,” Potret Manajemen Media di Indonesia, ed. Amir
Efendi Siregar, dkk. (Yogyakarta, 2010), hlm. 186-187.
10
Sebagai sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang media, Lokananta
adalah sebuah perusahaan yang dimiliki oleh negara (public/state owned media
organizations). Pada awal berdiri, Lokananta adalah perusahaan jawatan yang
berada dalam naungan Deppen dan mempunyai tugas untuk menyuplai siaran
bertujuan untuk menanamkan rasa tanggung jawab dan patriotisme rakyat
indonesia untuk terus mengobarkan semangat perjuangan mempertahankan
kemerdekaan.
Selain
itu,
Deppen
juga
mengemban
mengkomunikasikan kebijakan pemerintah kepada masyarakat.
tugas
untuk
17
Pada masa orde baru, negara mempunyai peran yang sangat kuat terhadap
keberlangsungan dan manajemen yang diterapkan pada perusahaan naungan
Deppen. Peran tersebut tidak hanya didapati pada proses pendanaan, modal, dan
sumber daya manusia. Tetapi juga pemanfaatan perusahaan naungan Deppen
sebagai corong pemerintah dalam meredam gejolak serta alat propaganda yang
menjaga kenyamanan berkuasa.
Terdapat tiga bentuk badan usaha milik negara (BUMN) yang berada
dalam naungan Deppen orde baru, yaitu; 1. Perum PNRI, 2. PN. Lokananta, dan
3. Perum Produksi Film dan Negara (PFN). Kegiatan operasional perusahaan
tersebut pada umumnya bertugas untuk mensuplai siaran lembaga-lembaga
penyiaran yang dimiliki oleh Pemerintah. Perum PFN mensuplai siaran Televisi
Republik Indonesia (TVRI) dan PN. Lokananta yang mensuplai siaran RRI.
Hanya Perum PNRI yang terkesan tidak mensuplai siaran bagi instansi manapun.
Era Deppen berhenti seiring dengan berakhirnya rezim orde baru yang
ditandai dengan berhentinya Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto. BUMN
yang berada dibawah naungan Deppen mengalami masa transisi dan privatisasi
secara penuh. Masa transisi merupakan masa yang tidak pasti bagi sebuah
perusahaan negara. Berbagai macam persoalan melanda perusahaan tersebut
terutama permasalahan manajemen. Pada masa ini, beberapa perusahaan negara
mengalami proses likuidasi dan berganti naungan, tak terkecuali Lokananta.
17
Sejarah Singkat Departemen Penerangan. hlm. 4
11
Pasca reformasi, perusahaan negara berdiri dibawah naungan kementerian
Badan Usaha Milik Negara. Pada masa ini campur tangan negara tidak sekuat
dibandingkan dengan pada masa rezim orde baru. Perusahaan negara beroperasi
layaknya perusahaan swasta pada umumnya yang mempunyai tujuan utama
memupuk keuntungan.
1.6.3. Aliran Musik Rekaman dalam Industri Musik
Pada awal berdiri, Lokananta merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
atau transcription service RRI, yang bertugas melaksanakan rekaman audio seni
budaya Indonesia yang selanjutnya dicetak dalam bentuk piringan hitam sebagai
bahan siaran RRI di seluruh Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 215 Tahun
1961 tentang Pendirian Perusahaan Lokananta merubah status Lokananta menjadi
Perusahaan Negara (PN). Lokananta dengan status tersebut tidak hanya
memproduksi piringan hitam yang berfungsi sebagai bahan siaran RRI, tetapi juga
dapat dijual kepada masyarakat18.
Sesuai dengan usaha yang dijalankan Lokananta, perusahaan rekaman
adalah entitas bisnis yang meraup keuntungan dengan berjualan album rekaman
fisik seperti kaset Compact Disc (CD), piringan hitam, Video Compact Disc
(VCD), dan Digital Versatile Disc (DVD), melalui rekaman eceran19. Melihat dari
ladang usahanya, Lokananta adalah perusahaan yang bergerak dalam bisnis
musik.
Menurut James F. Sundah, sebelum ada industri musik, awalnya terjadi
bisnis musik. Bisnis musik mempunyai elemen dasar yang terdiri dari rasa,
ekspresi dan batas yang kemudian dirancang sedemikian rupa hingga memiliki
nilai ekonomi20. Apa yang dimaksud tentang elemen dasar yang terdiri dari rasa,
ekspresi yang memiliki nilai ekonomi adalah musik itu sendiri.
Musik yang dimainkan tentunya mempunyai batas loudness dan decibel
yang
kemudian
dibantu
oleh
teknologi.
Teknologi
18
Laporan Keuangan Tahun 1998 (Surakarta, 1999), hlm. 6
19
Putranto. Op.Cit., hlm. 106.
20
Purwoaji, Zakaria, loc.cit.
amplify
membantu
12
mengeraskan suara, teknologi rekaman mampu merekam suara, dan teknologi
transmitting mampu memancarkan suara. Musik dapat didengar dan diapresiasi
banyak orang dan mendatangkan keuntungan ekonomi dengan bantuan teknologi
tersebut. Namun perlu disadari bahwa musik tersebut berasal dari 1 (satu) sumber
ekspresi, yaitu artis yang memainkan musik. Berawal dari proses tersebut muncul
istilah hak cipta, dimana pembuat musik harus mendapat bagian dari keuntungan
ekonomi tersebut21.
Musik juga dapat menimbulkan keuntungan ekonomi melalui performing
rights, yaitu ketika artis bernyanyi di depan banyak orang dalam sebuah gedung
dan terjadilah penjualan tiket. Pembagian royalti dari keuntungan penjualan tiket
tersebut dibagi antara penyelenggara dan artis. Performing rights juga dapat
terjadi ketika musik memasuki siaran radio, ketika konten musik diputar dan
orang mulai mendengar kemudian disisipkanlah iklan. Iklan menghasilkan uang,
dan radio membagi keuntungan dari uang yang didapat dari iklan dengan artis
pencipta lagunya. Berikutnya, musik juga dapat direkam dan digandakan, hal
tersebut
dinamakan
mechanical
rights.
Industri
selalu
berubah
karena
perkembangan jaman, teknologi, norma, hukum, dan trend baru22.
Terdapat 3 (tiga) aliran yang tercipta dari pemanfaatan penjualan karya
rekaman musik: Live appearances, Recordings, dan Songwriters23. Masingmasing 3 (tiga) aliran tersebut mempunyai hak hukum dan royalti yang mengikat.
Penjelasan tentang 3 (tiga) aliran yang tercipta dalam pemanfaatan penjualan
karya musik, akan dijabarkan pada bab selanjutnya.
Negara pada awalnya memposisikan Lokananta sebagai pabrik piringan
hitam, Lokananta yang mempunyai status Perusahaan Jawatan Radio Kementerian
Penenerangan Republik Indonesia. Pendirian Lokananta tersebut tidak dapat
dilepaskan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia, khususnya peranan RRI
pada waktu itu yang ikut mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui siaransiarannya yang bersifat patriotik. Lokananta dalam hal ini sangat berperan dalam
21
Putranto. Op.Cit. Hlm. 143.
22
Ibid.
23
Hull. Op. Cit., hlm. 17.
13
mengisi bahan-bahan siaran RRI dalam bentuk produk piringan hitam dengan
materi-materi perjuangan dan kesenian tradisional24.
Banyaknya antusias masyarakat terhadap Lokananta, membuat Lokananta
memperbanyak lagu yang dimiliki dan menjualnya kepada khalayak luas.
Diantara ribuan master lagu yang dimiliki oleh Lokananta, tercatat beberapa
musisi legenda Indonesia pernah merekam jejak karya mereka di Lokananta.
Sebut saja salah satu dari 10 (sepuluh) besar pianis jazz dunia, Bubi Chen yang
pernah merekam karyanya di Lokananta. Bersama grup-nya, Bubi Chen Kwartet,
yang salah satu anggotanya adalah Jack Lesmana merekam 8 (delapan) buah lagu
di Lokananta. Lagu yang direkam diantaranya berjudul “Buaian Asmara” dan
“Semalam”.25 Selain Bubi Chen, musisi legenda lain seperti Waljinah, Gesang,
Sam Saimun, Bing Slamet, Idris Sardi juga pernah merekam karya mereka di
Lokananta26.
Nama besar yang disandang Lokananta sebagai perusahaan rekaman musik
milik negara yang menguasai industri musik Indonesia pada era 70-80an menjadi
perhatian tersendiri. Nasib Lokananta sekarang berbanding terbalik dengan
keadaan terdahulu, sulit untuk berkembang. Keadaan tersebut mengundang
simpati para musisi dan masyarakat untuk menyuarakan kembali Lokananta agar
kembali bergema di khalayak luas.
Berbagai gerakan dicanangkan oleh para musisi dan masyarakat, baik
secara individu maupun kelompok, baik melalui langkah konkrit di dunia nyata
maupun dunia maya. Gleen Fredly sebagai salah satu musisi pria di Indonesia
pada saat ini merasa prihatin dengan keadaan Lokananta sekarang. Gleen yang
menyebut Lokananta sebagai Rumah Musik Indonesia merasa tersentuh ketika
mengetahui kondisi Lokananta terkini, keadaan yang serba memprihatinkan.
Kejayaan Lokananta dalam industri musik Indonesia hanya masa lalu bagi
Lokananta. Gleen Fredly sebagai musisi merasa harus kembali ke rumah untuk
24
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan Tahun 1998 (Surakarta, 1997), hlm. 1
25
Purwoaji, Zakaria, loc.cit.
26
Wendi Putranto, “Blogs: Glenn Fredly dan Jasmerah LOKANANTA”, RollingStone Indonesia,
diakses dari http://rollingstone.co.id/read/2012/10/12/173338/2061416/1291/blogs-glenn-fredlydan-jasmerah-lokananta, pada tanggal 5 April 2013.
14
ikut andil dalam menyelamatkan Lokananta. Bersama kawan-kawannya yang
tergabung dalam grup The Batuucakar, Gleen merilis paket DVD dan CD yang
berisi 12 lagu dan diberi judul Gleen Fredly and The Bakuucakar Live At
Lokananta. Selain merilis paket DVD dan CD bersama The Bakuucakar, Glenn
juga menyelenggarakan konser untuk memperkenalkan kembali Lokananta
kepada masyarakat secara luas, konser tersebut berjudul Lokananta Rumah Musik
Indonesia, dan disiarkan disalah satu stasiun televisi swasta.
Nama lain yang ikut andil dalam menggemakan kembali Lokananta adalah
Pandai Besi. Dapat ditarik benang merah antara Pandai Besi dengan grup musik
Efek Rumah Kaca (ERK), ada 2 (dua) personil Efek Rumah Kaca yang menjadi
pioneer terbentuknya Pandai Besi, sedangkan personil lainnya adalah additional
player tetap saat berada di panggung dalam memainkan lagu karya Pandai Besi.
Pandai Besi terbentuk karena kebosanan personil Efek Rumah Kaca dalam
memainkan repertoar lagu yang sama secara terus menerus. Panggung Joyland
2012 adalah sebuah titik dimana kemudian memunculkan ide untuk membuat
konsep baru, konsep yang bernama Pandai Besi27. Proses rekaman lagu karya
mereka direkam di studio rekaman musik milik Lokananta. Pada awalnya
rekaman dengan menggunakan studio musik Lokananta bukan karena ingin
memperkenalkan kembali Lokananta ke khalayak luas, bukan terkobar karena
semangat ‘menyelamatkan Lokananta’, tetapi lebih karena studio Lokananta
cocok dengan kebutuhan rekaman Pandai Besi, yaitu proses rekaman secara live
dengan jumlah personil yang besar. Faktor itulah yang membuat Pandai Besi
memilih Lokananta sebagai tempat yang cocok untuk kebutuhan merekam karya
mereka28.
Proses rekaman yang menggunakan studio musik Lokananta secara tidak
langsung juga ikut mempromosikan Lokananta. Jika mengamati kembali, proses
pembuatan album Pandai Besi ini didanai dengan cara pendanaan crowdfunding.
Pendanaan yang dibiayai oleh khalayak yang diwujudkan di bawah community
27
M. Hilmi Khoirul Umam, “Di Antara Sisi-Sisi Pandai Besi”, Jakartabeat, diakses dari
http://jakartabeat.net/resensi/konten/di-antara-sisi-sisi-pandai-besi, pada tanggal 4 April 2013.
28
Ibid.
15
label29. Tentu saja, kebanyakan khalayak yang mendanai album tersebut adalah
fans Efek Rumah Kaca.
Pandai Besi menawarkan paket-paket yang telah mereka siapkan dalam
program crowdfunding. Paket-paket yang ditawarkan tersebut menggunakan
gambar dan desain bertemakan Lokananta pada cover album CD dan merchandise
kaos. Pandai Besi dengan cara tersebut ‘menempa’ nama Lokananta di hati para
fans-nya yang sebagian besar anak muda.
Lain halnya dengan White Shoes and The Couples Company, grup musik
yang terdiri dari 6 (enam) personil ini juga ikut menggemakan kembali
Lokananta. Mereka merilis album dengan format CD dan Piringan Hitam. Format
piringan hitam yang digunakan adalah priringan hitam 7 (tujuh) inci yang
berisikan 4 (empat) buah lagu. Pemilihan Lokananta sebagai tempat rekaman
karena mempunyai nilai sejarah, lagu-lagu daerah banyak dirilis oleh perusahaan
rekaman dan studio legendaris yang didirikan pada tahun 1956 tersebut.
Lokananta merupakan studio yang paling megah pada zamannya namun kini
terbengkalai dan nyaris bangkrut30.
Fakta yang berbicara bahwa Lokananta sedang menuju colaps secara
finansial, membuat Lokananta mengalami kesulitan dalam memelihara arsip
musik berharga yang dipunyai. Selain itu, tidak ada lagi band yang berminat untuk
merekam musik di studio rekaman Lokananta. Melalui rilisan mini album yang
dikeluarkan, White Shoes and The Couples Company berharap dapat sedikit
membantu memperkenalkan lagi
Lokananta kepada generasi baru dan
mengabarkan bahwa studio Lokananta adalah studio yang layak untuk dicoba oleh
berbagai musisi untuk merekam beraneka ragam jenis musik31.
29
“CROWDFUNDING: Pandai Besi Rekaman di Lokananta”, Efek Rumah Kaca, diakses dari
http://www.efekrumahkaca.net/en/crowdfunding-pandai-besi#.VLzDGiusVZ8, pada tanggal 4
April 2013.
30
Reno Nismara, “White Shoes and the Couples Company Akan Rekam Ulang Lagu Daerah di
Studio Lokananta”, RollingStone Indonesia, diakses dari
http://rollingstone.co.id/read/2012/10/10/195320/2059664/1093/white-shoes-and-the-couplescompany-akan-rekam-ulang-lagu-daerah-di-studio-lokananta, pada tanggal 4 April 2013.
31
Fakhri Zakaria, “Pengarsipan Musik Indonesia Payah”, jakartabeat, diakses dari
http://www.jakartabeat.net/wawancara/konten/pengarsipan-musik-indonesia-parah, pada tanggal 4
April 2013.
16
White Shoes and The Couples Company juga berharap bahwa Lokananta
tidak menjadi museum. Lokananta dengan koleksi lagu yang banyak, diharapkan
dapat membuat arsip lagu yang mereka punyai. Selain itu Lokananta dapat aktif
lagi sebagai perusahaan rekaman (label) dan meningkatkan kualitas studio
rekamannya agar banyak yang berminat untuk merekam karya mereka di studio
rekaman Lokananta32.
Selain hati para musisi yang tergerak untuk menggemakan kembali
Lokananta ke khalayak luas, muncul gerakan dari masyarakat untuk ikut serta
mengangkat kembali pamor Lokananta. Gerakan tersebut diberi nama #Sahabat
Lokananta yang diawali oleh beberapa individu melalui sosial media. Keberadaan
sosial media yang ada seperti sekarang ini (twitter, facebook, dll) membuat
masyarakat dapat terkoneksi satu sama lain dengan mudah dan cepat. Sosial
media dengan berbagai karakteristiknya dapat menjadi alternatif untuk
menyuarakan keadaan tertentu kepada khalayak luas.
Melalui akun twitter @badutromantis, Intan sang pemilik akun bersama
rekannya, membuat hastag #SahabatLokananta dan berbagi informasi ke khalayak
luas tentang Lokananta melalui sosial media. Informasi yang berkembang secara
luas tersebut memperoleh perhatian dari masyarakat dan media massa, baik media
cetak maupun elektronik. Gerakan yang diawali dari sosial media tersebut
terwujud menjadi gerakan nyata yang ditandai dengan diadakannya kegiatankegiatan yang menarik khalayak terutama kalangan anak muda untuk lebih peduli
terhadap Lokananta.
Banyak hal yang telah dilakukan oleh para Sahabat Lokananta ini, mulai
dari membuat aplikasi gamelan untuk perangkat mobile, konser amal untuk
Lokananta, hingga akhirnya Festival Lokananta yang diadakan di Studio
Lokananta itu sendiri. Acara yang digelar selama 2 (dua) hari ini menjadi salah
satu acara akbar dari sebuah upaya menghidupkan kembali Lokananta. Berbagai
macam musisi dari Indonesia datang sebagai pengisi acara Festival Lokananta,
sebutlah Samalona, Homogenic, The Working Class Symphony, Down For Life,
32
Zakaria, loc.cit.
17
dan Seringai menjadi line up Festival Lokananta33. Selain itu, Sahabat Lokananta
juga mempunyai kegiatan: membersihkan Lokananta secara rutin, pengarsipan,
diskusi musik, kolaborasi seniman, belajar sejarah musik dan belajar bersamasama mempelajari isi dari Lokananta34.
1.6.4. Manajemen Media Musik Rekaman
Para peneliti komunikasi banyak yang meneliti tentang beragam pesan,
teks media, ataupun meneliti tentang penelitian yang lebih menjual, seperti brand
image maupun riset pemasaran, tetapi banyak yang melupakan bahwa beragam
teks, pesan dan yang lain-lainnya tersebut adalah hasil interaksi para pekerja
media yang terorganisasi. Menurut Devereux, kajian manajemen media menjadi
penting karena beragam teks media yang dikonsumsi oleh khalayak adalah hasil
dari interaksi sejumlah besar pekerja media yang bekerja dalam organisasi
spesifik. Misalnya pembuatan halaman depan sebuah majalah/koran, proses
tersebut melibatkan editor, jurnalis, sub-editor, copywriters iklan, fotografer dan
percetakan35. Begitu juga dalam karya sebuah musik yang dijual ke masyarakat.
Sebuah karya musik yang sampai ke telinga masyarakat, tentunya tidak hanya
sang pencipta lagu yang berperan, tetapi seluruh anggota yang bekerja dan
berinteraksi mempunyai andil agar karya musik tersebut sampai ke telinga
masyarakat. Riset manajemen media dapat membantu untuk mengatahui bahwa
pesan media yang dikonsumsi oleh khalayak tidak hanya berasal dari
keterampilan memproduksi dan menyebarkan pesan saja, tetapi berasal dari aspek
keseluruhan media yang beroperasi.
Manajemen media adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana
pengelolaan media dengan prinsip-prinsip dan seluruh proses manajemennya
dilakukan. Manajemen media mempelajari media sebagai industri yang bersifat
33
Denan Bagus, Haryorachmantyo Wijowarastro, “Festival Lokananta”, jogjastage.blogspot.com,
diakses dari http://jogjastage.blogspot.com/2012/12/festival-lokananta.html, pada tanggal 5 April
2013
34
Intan Anggita Pratiwi Minharyanto, “Program #SahabatLokananta”, scribd, diakses dari
www.scribd.com/doc/109275301/SahabatLokananta, pada tanggal 5 April 2013.
35
Eoin Devereux., “Understanding The Media,” Kajian dan Posisi Manajemen Media Serta Peta
Media di Indonesia, ed. Amir Efendi Siregar (Yogyakarta, 2010), hlm. 91.
18
komersial maupun sosial, serta media sebagai institusi komersial maupun sebagai
institusi sosial. Manajemen media mempelajari media secara secara lengkap mulai
dari karakteristik, posisi, peranannya dalam lingkungan, sistem ekonomi, sosial,
politik, dan juga perkembangan teknologi yang mempengaruhi dan harus
diantisipasi. Manajemen media juga mempelajari pengelolaan media yang
meliputi aspek-aspek filosofis, metodologis dan praktis, baik sebagai institusi
komersial maupun sosial36. Posisi dan batas manajemen media dalam ilmu
komunikasi dapat diketahui bahwa manajemen media merupakan bagian dari
manajemen komunikasi dan bagian dari studi media. Sementara itu, manajemen
komunikasi adalah turunan dari ilmu komunikasi37.
Menurut Kung dalam Rahayu, manajemen media membahas tentang
strategi perusahaan media mengelola bisnis media38. Manajemen media mengkaji
sejumlah persoalan yang menyangkut fungsi manajemen, leadership, produksi
content, marketing, sumber daya manusia, teknologi, budaya organisasi, dan
sebagainya39. Sementara itu, manajemen media juga identik dengan faktor
ketidakpastian. Hal itu dipengaruhi oleh perubahan regulasi, depresi ekonomi,
sistem permodalan, perkembangan teknologi, meningkatknya tuntutan dan
kesadaran publik, keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas, serta
pergeseran minat konsumen media40.
Manajemen media memberikan pengetahuan tentang pengelolaan media,
prinsip-prinsip manajemen dengan seluruh proses manajemennya secara utuh
yang meliputi berbagai fungsi manajemen, yaitu planning, organizing,
influencing, budgeting, dan controlling. Lebih khusus, perkembangan teknologi
perlu dipelajari secara intensif, khususnya yang mempengaruhi perkembangan
36
Amir Effendi Siregar, “Kajian dan Posisi Manajemen Media Serta Peta Media di Indonesia,”
Potret Manajemen Media di Indonesia (Yogyakarta, 2010), hlm. 5
37
Ibid.
38
Lucy Kung, “Strategic Management in The Media: From Theory to Practice,” Kajian dan Posisi
Manajemen Media Serta Peta Media di Indonesia, ed. Amir Efendi Siregar (Yogyakarta, 2010),
hlm. 35
39
Rahayu, Op.Cit., hlm. 35.
40
Rahayu, “Manajemen Media Massa,” Potret Manajemen Media Indonesia, ed. Amir Effendi
Siregar (Yogyakarta,2010), hlm. vii
19
media. Perkembangan ini perlu diantisipasi oleh manajemen media dan
melakukan penyesuaian sesuai dengan perkembangan yang ada. Secara lebih
komprehensif, manajemen media mempelajari media sebagai institusi sosial dan
komersial. Keberadaan media dalam konteks komersial memberi gambaran bahwa
media tersebut ditujukan untuk kepentingan pasar. Media dikelola sesuai dengan
peranan dan fungsinya untuk kepentingan komersial. Media dalam konteks sosial
mempunyai tugas sosial yang berguna bagi masyarakat 41.
Robbins
dan
Coulter
mendefinisikan
manajemen
sebagai
proses
mengkoordinasikan kegiatan kerja agar dapat selesai secara efektif dan efisien
dengan atau melalui orang lain. Efisien mengacu kepada tujuan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal dari jumlah sumber daya yang sedikit,
sedangkan efektif sering digambarkan sebagai ‘melakukan hal yang benar’, yaitu
kegiatan kerja yang akan membantu organisasi mencapai tujuannya42.
Perusahaan musik rekaman sebagai sebuah perusahaan juga harus
menggunakan manajemen dalam menjalankan kegiatan operasional sehari-hari.
Hal tersebut berujuan untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah dicanangkan.
Perusahaan musik rekaman harus mampu menjalankan fungsi manajemen dalam
mengatur sumber daya yang dimiliki, baik sumber daya pesan/musik, teknologi
yang dimiliki, serta sumber daya manusia. Menurut Pringles, Jennings dan
Longenecker, manajemen adalah proses memperoleh dan mengkombinasikan
manusia, keuangan, informasi, dan aset fisik untuk mencapai tujuan organisasi
dengan cara memproduksi sebuah produk atau jasa yang diinginkan oleh beberapa
segmen masyarakat43.
Terdapat 3 (tiga) alasan mengapa manajemen dibutuhkan oleh sebuah
perusahaan44:
41
Siregar. Op.Cit. hlm. 5-6.
42
Stephen P. Robbins, Mary Coulter, Management (activebook) (New Jersey; Inc.A Pearson
Education Company, 2002), hlm. 11.
43
Pringle, Peter K, Michael F.Starr, Electronic Media Management 5th edition (USA: Elsevier,
2006), hlm.3.
44
Morissan, Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio & Televisi (Jakarta, 2008),
hlm. 128.
20
a. Mencapai tujuan: manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Menjaga keseimbangan: manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan
antara tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan yang saling
bertentangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi.
c. Mencapai efisiensi dan efektivitas: suatu kerja organisasi dapat diukur dengan
banyak cara yang berbeda, salah satu cara yang umum dan banyak digunakan
adalah dengan menggunakan patokan efisiensi dan efektivitas.
Dewasa ini, perkembangan industri musik berkembang dengan pesat.
Tidak hanya perubahan selera musik yang terus berevolusi dari waktu ke waktu
untuk memenuhi selera masyarakat, tetapi juga adanya perkembangan teknologi
yang memaksa seluruh aspek dari industri musik untuk berubah.
Perusahaan yang bergerak dalam rekaman bidang musik sangat kental
berhubungan dengan faktor seni, teknologi, inovasi, dan kreatifitas. Menurut
Flew, industri musik merupakan salah satu industri kreatif. Tidak semua media
bergerak dalam industri kreatif. Jenis-jenis media yang mempunyai karakter untuk
masuk ke dalam industri kreatif yaitu: advertising, architecture, art, crafts,
design, fashion, film, music, performing arts, publishing, R&D (research and
development), software, toys & games, televisión & radio, video games45.
Industri kreatif juga mempunyai ciri-ciri46:
a. The shift of economic activities towards more knowledge-intensive sectors,
particulary those involving extensive application of information and
communication technology.
b. Changing patterns of investment, with growing emphasis upon investment in
“intangibles”,
such
as
research
adn
development,
organisational
restructuring, and information communication technology.
c. A general “upskilling” of the workforce across all economic sectors.
d. Growth in exports of high technology products.
45
Terry Flew, New Media: An Introduction. Second Edition (Oxford, 2005), Hlm.132
46
Ibid. hlm. 124
21
Menurut Flew di atas, industri musik termasuk industri kreatif, perubahan
demi perubahan yang ada dalam industri musik menyebabkan semua entitas bisnis
yang ada dalam industri tersebut beradaptasi menyesuaikan perubahan.
Robbins dan Coulter memaparkan ada 3 (tiga) perubahan dalam sebuah
perusahaan dalam menghadapi dinamika industri, tak terkecuali perusahaan
rekaman musik. Perubahan tersebut dimanakan sebagai organizational change.
Perubahan dalam ranah organisasi menurut Robbins dan Coulter merujuk pada
perubahan dalam struktur, teknologi, dan sumber daya manusia47. Perubahan pada
struktur menyangkut perubahan tentang struktur komponen dan struktur desain,
sedangkan perubahan pada teknologi menyangkut tentang proses kerja, metode,
dan perlengkapan, sedangkan sumber daya manusia menyangkut tentang sikap,
harapan, tanggapan, dan perilaku baik invidu maupun kelompok48.
Fungsi manajemen menurut Robbins dan Coulter dapat dilihat melalui 4
(empat) macam, yaitu: planning, organizing, leading, dan controlling49.
a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan terkait dengan tujuan organisasi. Dimana organisasi
menetapkan strategi untuk mencapai tujuan dengan mengembangkan rencana
untuk diintegrasikan dan dikoordinasikan dengan kegiatan kerja50. Perencanaan
adalah proses untuk menentukan tujuan organisasi, diikuti dengan rencana atau
strategi untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Melalui sebuah perencanaan,
tujuan organisasi yang hendak dicapai dapat diidentifikasi51. Tujuan dalam sebuah
organisasi dapat dikategorikan sebagai berikut52:
1) Ekonomi: tujuan yang berkaitan dengan keuangan organisasi, yang berfokus
pada pendapatan, beban, dan laba.
47
Stephen P. Robbins, Mary Coulter, Management. Eleventh Edition (New Jersey, 2012), hlm.
155.
48
Ibid.
49
Ibid., hlm. 9.
50
Ibid., hlm. 205.
51
Peter K, Starr, Op. Cit., hlm. 14.
52
Ibid.
22
2) Layanan: diprogram untuk menarik khalayak dan merespon kepentingan dan
kebutuhan mereka. Layanan lebih mengutamakan kontribusi organisasi kepada
masyarakat.
3) Personal: tujuan individu yang bekerja pada sebuah organisasi.
Merancang sebuah perencanaan, terlebih dulu perusahaan harus memiliki
misi atau tujuan unik perusahaan. Pernyataan misi menurut Morissan berfungsi
memberikan
sinyal
bagaimana
sebuah
perusahaan
mengukur
tingkat
keberhasilannya. Sedangkan tujuan organisasi atau biasa disebut visi, merupakan
pernyataan tentang keadaan yang diinginkan oleh perusahaan, atau situasi yang
tidak terdapat sekarang tetapi dimaksudkan untuk dicapai di waktu yang akan
datang melalui kegiatan-kegiatan organisasi atau perusahaan53.
b. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah proses dimana sumber daya manusia dan sumber
daya fisik disusun dalam struktur formal dan bertanggung jawab secara spesifik
baik dalam bentuk unit, posisi, dan personil. Hal ini memerlukan konsentrasi,
koordinasi kegiatan, dan manajemen pengendalian sebagai upaya untuk mencapai
tujuan
dalam
sebuah
organisasi54.
Menurut
Robbins
dan
Coulter,
pengorganisasian sebagai proses untuk mengatur dan penataan kerja untuk
mencapai tujuan organisasi55.
Pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang
sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya yang dimiliki, dan lingkungan yang
melingkupinya. Aspek dalam pengorganisasian adalah departementalisasi dan
pembagian kerja. Departementalisasi merupakan pengelompokkan kegiatankegiatan kerja agar kegiatan-kegiatan sejenis dan saling berhubungan dapat
dikerjakan bersama, hal ini tercermin dalam struktur formal organisasi. Sedangkan
53
Morissan, Op. Cit., hlm. 132.
54
Peter K, Starr, Op. Cit., hlm. 15.
55
Robbins, Coulter. (2012). Op. Cit., hlm. 265.
23
pembagian kerja merupakan pemerincian tugas agar tiap indiviu bertanggung
jawab dan melaksanakan kegiatan tersebut56.
Salah satu proses pengorganisasian adalah merancang struktur organisasi.
Struktur organisasi adalah susunan formal pekerjaan dalam sebuah organisasi.
Struktur yang dirancang dapat ditampilkan secara visual dalam sebuah bagan
organisasi. Ketika pimpinan merancang atau mengubah struktur organisasi, pada
dasarnya mereka terlibat dalam sebuah desain organisasi. Mendesain sebuah
struktur organisasi pada dasarnya mempertimbangkan tentang 6 (enam) elemen:
spasialisasi kerja, departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi
& desentralisasi, dan formalisasi57.
Robbins dan Coulter juga memetakan perubahan dalam ranah organisasi.
Pemetaan tersebut dijelaskan dengan cara membedakan antara traditional
organization dengan new organization58.
Traditional Organization
New Organization
a.
b.
c.
d.
Stable
Inflexible
Job-focused
Work is defined by job positions
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Individual-oriented
Permanent jobs
Command-oriented
Managers always make
decisions
Rule-oriented
Relatively homogeneus
workforce
Workdays defined as 9 to 5
Hierarchial relationships
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m. Work at organizational facility
during specific hours
i.
j.
k.
l.
m.
Dynamic
Flexible
Skills-focused
Work is defined in terms of tasks
to be done
Team-oriented
Temporary jobs
Involvement-oriented
Employees participate in
decision making
Customer-oriented
Diverse workforce
Workdays have no time
boundaries
Lateral and networked
relationships
Work anywhere, anytime
Tabel 1.1 Perbedaan Traditional dan New Organization menurut Robbins dan
Coulter
56
Morissan, Op. Cit. hlm. 142.
57
Ibid. hlm. 265.
58
Stephen P. Robbins & Mary Coulter, Management (New York, 2002), hlm. 11.
24
c. Memimpin (Leading)
Leading adalah fungsi manajemen yang bekerja dengan cara melibatkan
orang-orang untuk mencapai tujuan organisasi. Setiap organisasi mempunyai
seorang pemimpin, tugas pemimpin dalam sebuah fungsi leading ini adalah
memotivasi bawahan, membantu menyelesaikan, mempengaruhi individu atau tim
pada saat mereka bekerja, memilih saluran komunikasi yang paling efektif, dan
berurusan dengan masalah dan perilaku karyawan. Leading pada dasarnya adalah
fungsi untuk memotivasi, memimpin, dan tindakan lainnya yang terlibat dalam
berurusan dengan orang-orang59.
Fungsi leading dalam literatur lainnya identik dengan dengan directing
(mengatur). Fungsi directing yakni pemberian stimulasi pada karyawan untuk
melaksanakan tanggung jawab mereka dengan antusias dan efektif. Fungsi ini
melibatkan proses motivasi, komunikasi, pelatihan dan pengaruh personal60.
d. Pengawasan (Controlling)
Setelah beberapa tahapan dan fungsi manajemen yang dimulai dari
perencanaan, pengorganisasian, dan memimpin, proses selanjutnya adalah
pengawasan. Menurut Morissan, fungsi pengawasan merupakan proses untuk
mengetahui apakah tujuan perusahaan sudah tercapai atau belum. Kegiatan
pengawasan secara periodik terhadap masing-masing individu dan departemen
memungkinkan pengelola perusahaan untuk membandingkan kinerja sebenarnya
dengan yang telah direncanakan61.
Pengawasan merupakan proses pemantauan pelaksanaan dari sebuah
rencana dan pengambilan tindakan untuk memperbaiki kesalahan dan kelemahan
serta mencegah terulangnya kesalahan dan kelemahan tersebut 62. Pengawasan
dilakukan secara berkala, dengan tujuan untuk mengevaluasi para pekerja secara
individu atau mengawasi perusahaan secara keseluruhan. Pengawasan dilakukan
59
Ibid. hlm. 9.
60
Peter K, Starr, Op. Cit., hlm. 17.
61
Morissan, Op. Cit., hlm. 159.
62
Peter K, Starr, Op. Cit., hlm. 14.
25
untuk membandingkan kinerja aktual sebuah perusahaan dengan kinerja yang
direncanakan, jika tidak sesuai dengan perencanaan, maka diperlukan sebuah
tindakan korektif63.
Robbins dan Coulter juga berpendapat bahwa dalam sebuah proses
manajemen harus ada beberapa tindakan evaluasi apakah semuanya berjalan
seperti yang direncanakan. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa
tujuan perusahaan terpenuhi dan pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan
sebagaimana mestinya. Pimpinan perusahaan harus memonitor dan mengevaluasi
kinerja. Kinerja aktual harus dibandikan dengan tujuan yang ditetapkan. Jika
tujuan yang telah ditetapkan tidak dapat tercapai, maka tugas pimpinan adalah
mengembalikan kinerja yang sedang dilakukan untuk kembali ke jalur yang telah
ditetapkan. Fungsi manajemen controlling terealisasi dalam kegiatan monitoring,
membandingkan, dan mengkoreksi64.
Fungsi controlling kinerja dapat diukur dengan nilai. Contohnya, dalam
sebuah station televisi, sebuah tayangan acara dapat diukur dengan besaran rating.
Rating menunjukkan besaran penonton yang tertarik ke program tertentu, jika
tidak sesuai dengan proyeksi, maka diperlukan solusi untuk menarik penonton
dalam sebuah tayangan tersebut. Solusi tersebut bisa berupa perubahan dalam
rencana untuk mencapai tujuan awalnya65. Kinerja dalam institusi media lainnya
dapat diukur dari pendapatan penjualan. Pendapatan yang besar menunjukkan
kinerja sebuah perusahaan berjalan efektif, sesuai dengan perencanaan yang
dicanangkan.
1.6.5. Sumber Daya Perusahaan Musik Rekaman
Berdasarkan
pengertian
di
atas,
manajemen
adalah
proses
mengkoordinasikan manusia, keuangan, informasi, dan aset fisik untuk mencapai
tujuan organisasi dengan cara memproduksi sebuah produk atau jasa secara efektif
63
Ibid. 19
64
Robbins, Coulter. (2012). Op. Cit., hlm. 9.
65
Peter K, Starr, Op. Cit., hlm. 19.
26
dan efisien untuk menghasilkan jumlah yang maksimal sesuai dengan yang
diinginkan oleh beberapa segmen masyarakat.
Manajemen merupakan proses mengkoordinasikan sumber daya sebuah
perusahaan. Sumber daya dan koordinasi yang ditekankan adalah proses
penggabungan manusia, keuangan, informasi, dan aset fisik untuk mencapai
tujuan utama organisasi66. Dapat dimengerti bahwa sumber daya perusahaan
musik rekaman adalah manusia, keuancan, informasi (musik rekaman), dan aset
fisik (teknologi). Sub bab ini akan mendekripsikan tentang sumber daya
perusahaan musik rekaman yang terdiri dari, manusia, dana, musik rekaman, dan
teknologi.
a. Sumber Daya Manusia
Sumber daya yang paling utama dalam sebuah perusahaan atau organisasi
adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan modal dan
kekayaan yang terpenting dari setiap kegiatan manusia. Manusia sebagai unsur
terpenting mutlak dianalisis dan dikembangkan dengan cara tersebut. Waktu,
tenaga, dan kemampuannya dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan
organisasi, maupun individu67.
Kegiatan operasional perusahaan musik rekaman, sumber daya manusialah
yang mengatur dan menjalankan sumber daya musik, teknologi, dan modal atau
dana. Teknologi tinggi yang dimiliki oleh perusahaan seakan tidak berguna jika
tidak ditunjang oleh adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena
itu, sumber daya manusia juga menjadi indikator utama berkualitasnya sebuah
perusahaan atau organisasi.
Pentingnya sumber daya manusia dalam sebuah perusahaan berhubungan
dengan keseluruhan penentuan dan pelaksanaan berbagai aktivitas, kebijakan, dan
program yang bertujuan untuk pengembangan dan pemeliharaan yang terkait
66
Ibid. Hlm. 3.
67
Abdurrahmat Fahoni, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta, 2006), hlm.
8.
27
dengan usaha meningkatkan dukungan terhadap peningkatan efektivitas
perusahaan68.
b. Teknologi
Industri media sangat terkait dengan perkembangan teknologi. Teknologi
dalam
kajian
manajemen
media
cenderung
ditempatkan
pada
konten.
Perkembangan dan perubahan teknologi menjadi tantangan dalam manajemen
media. Perusahaan yang bergerak dibidang media perlu menginvestasikan
dananya dalam bidang teknologi. Menyesuaikan perlengkapan teknologi terkini
yang sesuai dengan kebutuhan pasar berguna untuk tetap kompetitif dan
beradapatasi memenuhi selera pasar. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat
mengadopsi teknologi media yang terbaru dapat mendatangkan pendapatan baru
dengan menarik segmen audiens baru atau meningkatkan loyalitas konsumen.
Teknologi terbaru juga memerlukan biaya untuk mengadopsinya. Bahkan, karena
adanya ketidakpastian pengembalian modal untuk pengadaan teknologi baru,
perusahaan mungkin lebih memilih untuk tidak mengadopsi teknologi baru
tersebut jika harganya terlalu mahal69.
c. Musik Rekaman
Tertulis di atas pada sub bab sebelumnya, dijelaskan bahwa musik adalah
salah satu media massa. Dapat dipahami bahwa musik sebagai sarana untuk
menyuarakan sebuah pesan kepada audience. Selain sebagai sebuah message,
musik juga merupakan produk media. Musik yang berhubungan dan dijual kepada
khalayak luas dapat disebut juga sebagai ‘information goods’. Reca dalam hal ini
berpendapat tentang produk media yang berfungsi sebagai information goods70:
68
Marihot Tua Efendi Hariandja, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta, 2002), hlm. 3
Chan-Olmsted, Sylvia M, “Issues in Media Management and Technology,” Handbook of Media
Management and Economic, ed. Allan B. Albarran, Sylvia. M. Chan-Olmsted, Michael O Wirth
(New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 2006), hlm. 266.
69
Reca Arrese Angel, “Issues in Media Product Management,” Handbook of Media
Management and Economic, ed. Allan B. Albarran, Sylvia. M. Chan-Olmsted, Michael O Wirth
(New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 2006), hlm. 181.
70
28
Information goods as “anything that can be digitized”. From that point of
view, Varian asserts that information goods carry three key properties:
they are experience goods, they are subject to economies of scale, and they
display features that resemble those of public goods.
Musik diproduksi pada awal abad ke-17 dimana negara Inggris dan
Amerika serikat menjual sheet music, yaitu secarik kertas yang berisi tulisan
sebuah lagu yang berharga 25 hingga 60 sen. Dapat dipahami bahwa institusi
industri musik diawali dengan berdirinya publisher, penerbit musik. Sheet music
yang dirintis oleh Thomas Cross sekitar tahun 1695 berakhir setelah Thomas Alva
Edison menemukan silinder berlapis timah yang berhasil merekam suara
manusia71.
Evolusi menikmati musik berkembang hingga saat ini, pada tahun 1877
Thomas A. Edison menciptakan Silinder Fonograf untuk menikmati musik,
kemudian pada tahun 1894 diciptakannya piringan hitam oleh Emile Berliner.
Selanjutnya, proses menikmati musik berkembang dengan menggunakan kaset
pada tahun 1963, kaset pada awalnya didesain hanya untuk merekam suara, dan
tidak cocok untuk merekam musik. Pada tahun 1982, perusahaan Philips dan Sony
mengembangkan media penyimpanan rekaman musik digital yang bernama
Cakram Padat atau CD. Proses menikmati musik semakin lama semakin canggih
dan lebih mudah, pada tahun 1993 teknologi pengompresan musik dapat ditemui
dalam bentuk data audio digital yang disebut MP3 (MPEG-1 atau MPEG-2 Audio
Layer 3), setelah itu proses menikmati musik dapat dilakukan dengan
menggunakan USB Flash Drive72.
d. Dana
Selain sumber daya manusia, teknologi, dan pesan, sumber daya lain yang
tak kalah pentingnya adalah sumber daya dana atau modal. Dana dibutuhkan
untuk menggerakkan kegiatan operasional perusahaan, seperti penggajian
71
Theodore KS, Rock ‘n Roll Industri Musik Indonesia Dari Analog ke Digital (Jakarta, 2013),
hlm. 5.
72
“Evolusi Cara Menikmati Musik,” Koran Tempo, Januari, 2012, hlm. A8.
29
karyawan, pembelian bahan baku, teknologi, fasilitas, dan peralatan, serta
keperluan perusahaan sehari-hari.
Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat
membawa dampak berubahnya persaingan pasar media serta memaksa perusahaan
yang bergerak dalam bidang media dituntut untuk mengikutinya. Bagaikan pisau
bermata dua, jika tidak beradaptasi dengan baik, maka akan tertinggal dengan
kompetitor lainnya. Kegiatan operasional sebuah perusahaan harus didukung
dengan modal / dana yang memadai untuk mengejar target yang telah ditetapkan.
1.7. Metodologi Penelitian
1.7.1. Pendekatan
Sebuah penelitian tentunya berangkat dari adanya fenomena yang terjadi,
dimana fenomena tersebut membutuhkan metode penelitian untuk diteliti.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus.
Studi kasus adalah metode penelitian dimana dalam pelaksanaannya dilakukan
pemeriksaan longitudinal, membandingkan perubahan subjek penelitian setelah
periode waktu tertentu yang mendalam terhadap suatu kasus dengan
menggunakan
cara-cara
yang
sistematis
dalam
melakukan
pengamatan,
pengumpulan data, análisis informasi, maupun pelaporan hasilnya. Sebagai
hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu
terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya73.
Menurut Yin, studi kasus adalah metode yang dianjurkan untuk digunakan
apabila: (1) pertanyaan yang diajukan adalah ‘bagaimana’ atau ‘mengapa’; (2)
penyidik memiliki sedikit kontrol atas kejadian yang diteliti; dan (3) fokus pada
fenomena kontemporer pada kehidupan nyata74.
Menurut Stake dalam Lincoln dan Dezin, penelitian sebuah studi kasus
biasanya mencari sesuatu yang umum dan khusus dari sebuah kasus, namun hasil
akhirnya sering kali memberikan sesuatu yang unik dan menarik. Keunikan
73
Putri Andriani Dinita, Critical Research Methodology (CREAME); Epistemologi (Jakarta,
2010), hlm. 41.
74
Robert K. Yin, Case study research: design and methods, (Beverly hills, 2009), hlm. 2.
30
berpeluang menyebar rata hingga mencakup: ciri khas atau hakikat dari sebuah
studi kasus, latar belakang sejarah sebuah kasus, konteks atau setting sebuah
kasus, konteks lain mencakup ekonomi, politik, hukum dan estetika, dan juga para
informannya75.
Menurut Yin ada 3 (tiga) tipe jenis penelitian studi kasus, yaitu: studi
kasus eksplanatori, deskriptif, dan eksploratori76. Penelitian ini akan lebih
menggunakan pendekatan deskriptif, dengan pendekatan tersebut, peneliti akan
mendeskripsikan secara lengkap sebuah fenomena dalam konteks nyata.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mendeskripsikan,
menganalisis,
mengintepretasikan, mencatat kondisi apa adanya yang terjadi dilapangan.
Fenomena yang terjadi di perusahaan rekaman musik Lokananta menarik
perhatian penulis. Ada bebarapa alasan mengapa penulis tertarik untuk
mengungkapnya. Pertama, Lokananta adalah perusahaan rekaman musik
legendaris milik negara, memiliki nama besar sebagai salah satu pioneer industri
musik tanah air. Pada sub bab kerangka pemikiran di atas, Lokananta berdiri
setelah beberapa tahun berdirinya perusahaan rekaman pertama di Indonesia, yaitu
perusahaan rekaman Irama Record. Kedua, Lokananta adalah perusahaan musik
dimana manajemen media rekaman musik dikelola oleh negara. Banyak
pertanyaan yang bermunculan ketika manajemen media musik rekaman
Lokananta berada dalam pengelolaan negara. Apakah mempunyai daya adaptif
terhadap perkembangan industri musik saat ini, atau masih memegang teguh
model manajemen lama?. Ketiga, manajemen media musik rekaman yang
dilakukan di Lokananta sampai saat ini mengalami 2 (dua) perubahan naungan,
yaitu dalam naungan Deppen dan Perum PNRI.
1.7.2. Desain Penelitian
Penelitian tentang perusahaan rekaman musik Lokananta ini akan
mendeksripsikan manajemen media rekaman musik yang terjadi dalam rentang
waktu tahun 1996-2012. Menurut peneliti, dalam rentang waktu tersebut dapat
75
Lincoln YS, Denzin NK, Handbook of Qualitative Research, (Yogyakarta, 2009), hlm. 302.
76
Robert K. Yin, Op. Cit., hlm. 21.
31
menggambarkan manajemen media rekaman musik Lokananta baik dalam masa
naungan Deppen dan Perum PNRI. Penelitian ini akan lebih banyak
mendeskripsikan Lokananta pada masa naungan Perum PNRI dibandingkan
dengan Deppen. Hal tersebut terkait dengan periodesasi waktu yang dipilih serta
data yang diperoleh peneliti. Naungan Deppen dalam penelitian ini hanya
berlangsung kurang lebih selama 2 tahun (1996-1998), masa transisi (1998-2004),
dan Perum PNRI pada tahun 2004-2012.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif
merupakan metode penelitian dimana peneliti memegang peranan penting dalam
penelitian. Data yang diperoleh ditentukan oleh hubungan peneliti dengan
narasumber yang diteliti. Peneliti dalam hal ini, harus menguasai teori dan alat
penelitian yang sesuai dengan fenomena yang diteliti, peneliti juga harus
mengetahui tentang informan yang akan dijadikan narasumber. Oleh karena itu,
peneliti akan terlibat secara langsung untuk berinteraksi dengan sumbernya.
Penelitian dengan menggunakan studi kasus tidak hanya tertuju atau
terfokus pada objek utamanya saja, tetapi juga harus mengetahui fenomenafenomena yang terjadi di sekitar lingkup objek utama penelitian, dengan
penjelasan itulah penelitian ini dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan
rumusan masalah.
1.7.3. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh untuk studi kasus bisa didapat dari dokumentasi,
wawancara, dan observasi. Peneliti akan menggali data dengan menggunakan
ketiga teknik pengumpulan data tersebut.
a. Dokumentasi
Peneliti mencari data atau informasi sebagai referensi dan acuan penelitian.
Data diperoleh dari arsip-arsip data perusahaan rekaman Lokananta. Referensi
diperoleh dari buku, internet, dokumen, majalah, koran, dan jurnal-jurnal yang
terkait dengan fenomena penelitian.
32
b. Wawancara
Peneliti bertatap muka secara langsung dengan informan dan mengajukan
pertanyaan sehingga peneliti dapat mengetahui respon langsung dari informan,
informan yang akan diwawancarai adalah informan utama dan informan
pendukung. Teknik pengumpulan data dengan wawancara diharapkan akan
memperoleh data yang valid.
c. Observasi
Kegiatan ini dilakukan dengan secara langsung mengamati keadaan objek
penelitian di lapangan, yaitu di perusahaan musik rekaman Lokananta.
Observasi dilakukan dengan cara melihat proses produksi dan penggandaan
rekaman musik yang dilakukan di Lokananta, koleksi rekaman yang dimiliki
oleh Lokananta, studio rekaman musik Lokananta, serta kegiatan kerja para
karyawan Lokananta.
d. Studi Pustaka
Penelitian ini memerlukan berbagai macam data dan teori dari berbagai
pustaka. Maka dari itu peneliti mengumpulkan teknik studi pustaka untuk
melengkapi data dan teori yang berkaitan dengan penelitian.
1.7.4. Teknik Analisis data
Menurut Robert K. Yin, dalam studi kasus ada 5 (lima) teknik untuk
menganalisis: pattern matching, explanation building, time-series analysis, logic
models, dan cross-case systhesis77. Penelitian ini akan menggunakan teknik
analisis time-series, dimana peneliti di sini akan mengumpulkan informasi atau
data mengenai perubahan gejala dari objek penelitian.
Penelitian ini akan dianalisis dengan komponen analisis data menurut
Miles dan Huberman, yang terdiri dari:
a. Data reduction (reduksi data)
Kesemestaan potensi yang dimiliki oleh data disederhanakan dalam sebuah
mekanisme antisipatoris. Hal ini dilakukan ketika peneliti menentukan
77
Robert K. Yin, Case study research: design and methods, (Beverly hills, 2003), hlm. 2.
33
kerangka kerja konseptual (conceptual framework), pertanyaan penelitian,
kasus, dan instrument penelitian yang digunakan. Jika hasil catatan lapangan,
wawancara, rekaman, dan data lain telah tersedia, tahap seleksi data berikutnya
adalah perangkuman data (data summary), pengodean (coding), merumuskan
tema-tema, pengelompokan (clustering) dan penyajian cerita secara tertulis.
b. Data display (penyajian data)
Konstruk informasi yang padat terstruktur yang memungkinkan pengambilan
kesimpulan dan penerapan aksi. Penyajian data merupakan bagian kedua dari
tahap analisis. Hal ini diperlukan untuk mengkaji proses reduksi data sebagai
dasar pemaknaan. Penyajian data yang lebih terfokus meliputi ringkasan
terstruktur (structured summaries) dan sinopsis78.
c. Verifikasi (penarikan kesimpulan)
Melakukan pengecekan bias-bias yang paling umum dan paling samar yang
dapat masuk ke dalam proses-proses pengambilan keputusan79. Proses ini
dilakukan selama penelitian berlangsung, sejak awal penelitian, pengumpulan
data dan proses penyusunan hasil penelitian.
1.7.5. Lokasi Penelitian
Proses wawancara, observasi, dan dokumentasi dilakukan oleh peneliti di
perusahaan musik rekaman Lokananta Surakarta yang teletak di Jalan Jenderal
Ahmad Yani Nomor 379 Surakarta, mantan Kepala Lokananta di Jalan Kaliurang
Km. 12.5, Ngaglik Sleman, serta mantan Direktur Lokananta era Deppen di
Banyuanyar Surakarta.
1.7.6. Informan
Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling, dimana pemilihan informan berdasar pada karakteristik tertentu yang
mempunyai hubungan dengan penelitian. Informan yang terkait dalam objek
penelitian ini mencakup informan yang pernah dan aktif dalam perusahaan
78
Lincoln, Denzin, Op. Cit., hlm. 592.
79
Ibid, hlm. 604.
34
rekaman musik Lokananta serta pemilik label rekaman lain. Informan dari
Lokananta adalah pimpinan (informan utama) sebagai pengambil kebijkan, yaitu
Pendi Haryadi dan Ruktiningsih sebagai kepala pada masa naungan Perum PNRI,
serta Robertus Walidi yang pernah menjabat pada jajaran direktur pada masa
naungan Departemen Penerangan. Selain itu penulis juga menggali informasi dari
karyawan perusahaan rekaman musik Lokananta yaitu Titik Sugiyarti yang
menjabat sebagai koordinator pemasaran Lokananta, Bembi yang menjabat
sebagai koordinator produksi, Rumbay Rahmawati yang menjabat pada bagian
keuangan dan SDM Lokananta. Informan lain adalah pemilik label rekaman lain
yaitu Indra Menus sebagai pemilik perusahaan rekaman Doggyhouse Record yang
berada di Yogyakarta.
1.7.7. Limitasi Penelitian
Penelitian ini membahas tetang manajemen media musik rekaman
perusahaan musik rekaman milik negara, Lokananta Surakarta. Fokus penelitian
dibatasi sebatas manajemen media yang diterapkan di Lokananta pada masa
naungan Departemen Penerangan dan Perum PNRI pada tahun 1996-2012.
Penelitian ini juga membahas lingkungan eksternal perusahaan rekaman musik
Lokananta Surakarta dimana lingkungan eksternal adalah peran negara dalam
perusahaan rekaman Lokananta baik pada masa naungan Deppen dan Perum
PNRI.
35
Download