8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA
Untuk mendapatkan pemahaman mengenai teori-teori yang digunakan, maka
dalam bab ini akan diuraikan tentang Experiential Marketing, Brand Image,
efektivitas iklan dan sikap konsumen.
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Pemasaran
Menurut Mc Leod (2001) pemasaran adalah suatu kegiatan perorangan
maupun organisasi yang memudahkan dan mempercepat hubungan pertukaran
memuaskan dalam lingkungan yang dinamis melalui penciptaan, pendistribusian,
promosi, dan penentuan harga, barang, jasa, dan gagasan. Adapun Kotler &
Amstrong (2008), menjelaskan pemasaran sebagai kegiatan yang dilakukan untuk
meningkatkan keuntungan lewat menjalin kerjasama yang baik dengan konsumennya.
Pengertian pemasaran secara luas diartikan sebagai suatu tindakan yang menarik
konsumen-konsumen baru, dengan menjajikan nilai tambah lewat penggunaan
produk perusahaan serta memberikan pelayanan secara kesenambungan agara
mencapai tingkat kepuasan yang maksimal. Dengan demikian, pada dasarnya
8
9
pemasaran adalah proses sosial dan menejerial yang membuat individu atau
kelompok memperoleh apa yang dibutuhkannya lewat penciptaan dan pertukaran
timbal balik produk dan nilai dengan orang atau pihak lain.
2.1.2
Experiential Marketing
Menurut Andreani (2007), experiential marketing adalah lebih dari sekedar
memberikan informasi dan peluang pada pelanggan untuk memperoleh pengalaman
atas keuntungan yang didapat dari produk atau jasa itu sendiri tetapi juga
membangkitkan emosi dan perasaan yang berdampak terhadap pemasaran, khususnya
penjualan. Sedangkan Tatum (2010) memaparkan bahwa experiential marketing
merupakan sebuah pendekatan unik untuk pemasaran barang dan jasa, yang berfungsi
sebagai konsep yang mengintegrasikan elemen emosi, logika, dan berpikir umum
dalam proses untuk berhubungan dengan konsumen, guna menghasilkan pengalaman
bagi konsumen dan berdampak pada penjualan.
Experiential Marketing merupakan suatu metode pemasaran yang relatif baru,
yang disampaikan ke dunia pemasaran, oleh Bernd H. Schmitt. Schmitt menyatakan
bahwa esensi dari konsep experiential marketing adalah pemasaran dan manajemen
yang didorong oleh pengalaman.
10
Dalam bukunya, Schmitt (2002) juga mengemukakan tentang pendekatan
featuresdan
benefits (F & B) dalam pemasaran tradisional. Dalam pemasaran
tradisional ini, pemasar menganggap konsumen berfikir melalui suatu proses
pengambilan keputusan, yang mana masing-masing karakteristik dari suatu produk,
baik barang atau jasa, akan memberikan keuntungan yang jelas, dan karakteristik ini
dievaluasi oleh pembeli-pembeli potensial (baik pembeli yang telah mengenal produk
tersebut maupun yang belum). Bagaimanapun juga, Schmitt mengganggap konsepini
sangat membatasi cara pandang pemasar terhadap pengambilan keputusan yang
diambil oleh konsumen, yang melibatkan elemen rasionalitas dan logika, serta aspek
emosional dan irasional dalam pembelian.
Experiential marketing dapat sangat berguna untuk sebuah perusahaan yang
ingin meningkatkan merek yang berada pada tahap penurunan, membedakan produk
mereka dari produk pesaing, menciptakan sebuah citera dan identitas untuk sebuah
perusahaan, meningkatkan inovasi dan membujuk pelanggan untuk mencoba dan
membeli produk yang ditawarkan. Hal yang terpenting adalah menciptakan
pelanggan yang loyal.Pelanggan mencari perusahaan dan merek-merek tertentu untuk
dijadikan bagian dari hidup mereka.Pelanggan juga ingin perusahaan-perusahaan dan
merek-merek tersebut dapat berhubungan dengan hidup mereka, mengerti mereka,
11
menyesuaikan dengan kebutuhan mereka dan membuat hidup mereka lebih
terpenuhi.Dalam era informasi, teknologi, perubahan dan pilihan, setiap perusahaan
perlu lebih selaras dengan para pelanggan dan pengalaman yang diberikan produk
atau jasa mereka.
Kunci Pokok experiential marketing :
Tahap awal dari sebuah experiential marketing terfokus pada tiga kunci pokok :
1. Pengalaman Pelanggan.
Pengalaman pelanggan melibatkan panca indera, hati, pikiran yang dapat
menempatkan pembelian produk atau jasa di antara konteks yang lebih besar dalam
kehidupan.
2. Pola Konsumsi.
Analisis pola konsumsi dapat menimbulkan hubungan untuk menciptakan
sinergi yang lebih besar.Produk dan jasa tidak lagi dievaluasi secara terpisah, tetapi
dapat dievaluasi sebagai bagian dari keseluruhan pola penggunaan yang sesuai
dengan kehidupan konsumen.Hal yang terpenting, pengalaman setelah pembelian
diukur melalui kepuasan dan loyalitas.
3. Keputusan rasional dan emosional.
Pengalaman dalam hidup sering digunakan untuk memenuhi fantasi, perasaan
dan kesenangan.Banyak keputusan dibuat dengan menuruti kata hati dan tidak
12
rasional.Experiential marketing pelanggan merasa senang dengan keputusan
pembelian yang telah dibuat.
Elemen Strategi Experiential Marketing :
Schmitt (2002) memberikan suatu framework alternatif yang terdiri dari dua
elemen, yaitu Strategic Experience Modules (SEMs), yang terdiri dari beberapa tipe
experience dan Experience Producers (ExPros), yaitu agen – agen yang dapat
menghantarkan experience ini. Strategic experience modules terdiri dari lima tipe,
yaitu sense, feel, think, act, dan relate.
1.Sense
Sense adalah aspek- aspek yang berwujud dan dapat dirasakan dari suatu produk yang
dapatditangkap oleh kelima indera manusia,meliputi pandangan,suara,bau, rasa, dan
sentuhan. Sense ini, bagi konsumen, berfungsi untuk mendiferensiasikan suatu
produk dari produk yang lain,untuk memotivasi pembeli untuk bertindak, dan untuk
membentuk value pada produk atau jasa dalam benak pembeli.Indera manusia dapat
digunakan selama fase pengalaman (pra pembelian, pembelian dan sesudah
pembelian) dalam mengkonsumsi sebuah produk atau jasa.Perusahaan biasanya
menerapkan unsur sense dengan menarik perhatian pelanggan melalui hal-hal yang
mencolok, dinamis, dan meninggalkan kesanyang kuat.
Ada tiga tujuan strategi panca indera (sense strategic objective): (Schmitt,2002)
1. Panca indera sebagai pendiferensiasi
13
Sebuah
organisasi
dapat
menggunakan
sense
marketing
untuk
mendiferensiasikan produk organisasi dengan produk pesaing didalam pasar,
memotivasi pelanggan untuk membeli produknya, dan mendistrisbusikan nilai kepada
konsumen.
2. Panca indera sebagai motivator
Penerapan unsur sense dapat memotivasi pelanggan untuk mencoba produk
dan membelinya.
2. Feel
Perasaan berhubungan dengan perasaan yang paling dalam dan emosi
pelanggan. Iklan yang bersifat feel good biasanya digunakan untuk membuat
hubungan dengan pelanggan, menghubungkan pengalaman emosional mereka dengan
produk atau jasa, dan menantang pelanggan untuk bereaksi terhadap pesan Feel
campaign sering digunakan untuk membangun emosi pelanggan secara perlahan.
Ketika pelanggan merasa senang terhadap produk yang ditawarkan perusahaan,
pelanggan akan menyukai produk dan perusahaan. Sebaliknya, ketika pelanggan
merasa tidak senang terhadap produk yang ditawarkan perusahaan, maka konsumen
akan meninggalkan produk tersebut dan beralih kepada produk lain. Jika sebuah
strategi pemasaran dapat menciptakan perasaan yang baik secara konsisten bagi
pelanggan, maka perusahaan dapat menciptakan loyalitas merek yang kuat dan
bertahan lama (Schmitt,2002).
14
Affective experience adalah tingkat pengalaman yang merupakan perasaan
yang bervariasi dalam intensitas, mulai dari perasaan yang positif atau pernyataan
mood yang negatif sampai emosi yang kuat. Jika pemasar bermaksud untuk
menggunakan affective experiencesebagai bagian dari strategi pemasaran, maka ada
dua hal yang harus diperhatikan dan dipahami, yaitu:
1. Suasana hati (moods), Moods merupakan affective yang tidak spesifik.Suasana hati
dapat dibangkitkan dengan cara memberikan stimuli yang spesifik (Schmitt, 2002).
Suasana hati merupakan keadaan afektif yang positif atau negatif. Suasana hati
seringkali mempunyai dampak yang kuat terhadap apa yang diingat konsumen dan
merek apa yang mereka pilih.
2. Emosi (emotion), lebih kuat dibandingkan suasana hati dan merupakan pernyataan
afektif dari stimulus yang spesifik, misalnya marah, irihati, dan cinta. Emosi-emosi
tersebut selalu disebabkan oleh sesuatu atau seseorang (orang, peristiwa, perusahaan,
produk, atau komunikasi).
3. Think
Perusahaan berusaha untuk menantang konsumen, dengan cara memberikan
problem-solving experiences, dan mendorong pelanggan untuk berinteraksi secara
kognitif dan/atau secara kreatif dengan perusahaan atau produk. Iklan pikiran
biasanya lebih bersifat tradisional, menggunakan lebih banyak informasi tekstual, dan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawabkan. Menurut Schmitt cara
yang baik untuk membuat think campaign berhasil adalah (1) menciptakan sebuah
15
kejutan yang dihadirkan baik dalam bentuk visual, verbal ataupun konseptual, (2)
berusaha untuk memikat pelanggan.
1.Kejutan (surprise)
Kejutan merupakan suatu hal yang penting dalam membangun pelanggan agar
mereka terlibat dalam cara berpikir yang kreatif.Kejutan dihasilkan ketika pemasar
memulai dari sebuah harapan. Kejutan harus bersifat positif, yang berarti pelanggan
mendapatkan lebih dari yang mereka minta, lebih menyenangkan dari yang mereka
harapkan, atau sesuatu yang sama sekali lain dari yang mereka harapkan yang pada
akhirnya dapat membuat pelanggan merasa senang. Dalam experiential marketing,
unsur surprise menempati hal yang sangat penting karena dengan pengalamanpengalaman yang mengejutkan dapat memberikan kesan emosional yang mendalam
dan diharapkan dapat terus membekas di benak konsumen dalam waktu yang lama.
2. Memikat (intrigue)
Jika kejutan berangkat dari sebuah harapan, intrigue campaign mencoba
membangkitkan rasa ingin tahu pelanggan, apa saja yang memikat pelanggan.
Namun, daya pikat ini tergantung dari acuan yang dimiliki oleh setiap pelanggan.
Terkadang apa yang dapat memikat seseorang dapat menjadi sesuatu yang
membosankan bagi orang lain, tergantung pada tingkat pengetahuan, kesukaan, dan
pengalam pelanggan tersebut.
4.Act
Tindakan yang berhubungan dengan keseluruhan individu (pikiran dan tubuh)
untuk meningkatkan hidup dan gaya hidupnya. Pesan-pesan yang memotivasi,
16
menginspirasi dan bersifat spontan dapat menyebabkan pelanggan untuk berbuat halhal dengan cara yang berbeda, mencoba dengan cara yang baru merubah hidup
mereka lebih baik.
5. Relate
Relate menghubungkan pelanggan secara individu dengan masyarakat, atau
budaya. Relatemenjadi daya tarik keinginan yang paling dalam bagi pelanggan untuk
pembentukan self-improvement, status socio-economic, dan image. Relate campaign
menunjukkan sekelompok orang yang merupakan target pelanggan dimana seorang
pelanggan dapatberinteraksi, berhubungan, dan berbagi kesenangan yang sama.
Kelima tipe dari experience ini disampaikan kepada konsumen melalui
experienceprovider. Agen-agen yang bisa menghantarkan experience ini
adalah
1.
Komunikasi, meliputi iklan, komunikasi perusahaan baik internal
maupun eksternal, danpublic relation
2.
Identitas dan tanda baik visual maupun verbal, meliputi nama, logo,
warna, dan lain-lain.
3.
Tampilan produk, baik desain, kemasan, maupu penampakan.
17
4.
Co-branding, meliputi event-event pemasaran, sponsorship, aliansi
dan rekanan kerja, lisensi, penempatan produk dalam film, dan
sebagainya.
5.
Lingkungan spatial, termasuk desain kantor, baik interior maupun
eksterior, outlet penjualan, ekshibisi penjualan, dan lain-lain.
6.
Web sites
7.
Orang, meliputi penjual, representasi perusahaan, customer service,
operator callcentre, dan lainnya
.
Idealnya, sebuah perusahaan yang ingin menerapkan experiential marketing
mampu memberikan experience yang integral, yaitu menyampaikan kelima
elemen experience melalui Experience Provider. Inilah yang disebut oleh
Schmitt (2002) sebagai holistic. Dalam membangun sebuah pendekatan
experiential marketing, Schmitt menghubungkannya dengan teori hierarki
Maslow.
Schmitt (2002) menyebutkan: If you start from scratch, the recommended
sequence is the order in which I discussed the SEMs in this book: SENSE
FEEL THINK ACT RELATE. SENSE attracts attention and motivates. FEEL
creates an affectives bond and makes the experience personally relevant and
18
rewarding. THINK adds a permanent cognitive interest to the experience.
ACT induces a behavioral commitment. Loyalty, and a view to the
future.RELATE goes beyond the undividual experience and makes it
meaningful in a broadersocial context. Selain itu, Shmitt juga mengemukakan
beberapa cara untuk membentuk dan mengelola merek yang experiential.
Konsep ini dirangkum menjadi poin-poin dalam Experintial Branding, 10 Rules to
Create and Manage Experiential Brands
1. Experiences don’t just happen; they need to be planned.
Dalam proses perencanaan, seorang pemasar harus kreatif, memanfaatkan kejutan,
intrik, dan bahkan provokasi
2. Think about the customer experience first.
Setelah itu, barulah seorang pemasar dapat menentukan karakteristik-karakteristik
fungsional dari sebuah produk dan manfaat dari merek yang ada
3. Be obsessive about the details of the experience.
Konsep pemuasan kebutuhan konsumen tradisional melewatkan unsur-unsur sensori,
perasaan hangat yang dirasakan konsumen, serta ‘cuci otak’ konsumen, yang meliputi
pemuasan seluruh tubuh dan seluruh pikiran konsumen. Shmitt
Exultate Jubilate, yang berarti kepuasan yang amat sangat.
4. Find the “duck” for your brand.
menyebutnya
19
Maknanya, seorang pemasar diharapkan mampu memberikan suatu karakter yang
memberikan kesan yang mendalam, yang akan terus-menerus membangkitkan
kenangan, sehingga konsumen menjadi loyal. Karakter ini adalah suatu elemen kecil
yang sangat mengesankan, membingkai, dan merangkum keseluruhan experience
yang dirasakan konsumen.
5. Think consumption situation, not product
6. Strive for “holistic experiences” Holistic, seperti yang telah disebutkan diatas,
adalah sebuah perasaan yang luar biasa, menyentuh hati, menantang intelegensi,
relevan dengan gaya hidup konsumen, dan memberikan hubungan yang mendalam
antar konsumen.
7. Profile and track experiential impact with the Experiential Grid.
8. Use methodologies eclectically.
Metode penelirian dalam pemasaran bisa berbentuk kuantitatif maupun kualitatif,
verbal maupun visual, dan di dalam maupun di luar laboratorium.Pemasar dalam
meneliti harus eksploratif dan kreatif, serta menomorsekiankan tentang reliabilitas,
validitas, dan kecanggihan metodologinya.
9. Consider how the experience changes. Pemasar terutama harus memikirkan hal ini
ketikaperusahaan memutuskan untuk memperluas merek ke dalam kategori baru.
20
10. Add dynamism and “dionysianism” to your company and brand.Kebanyakan
organisasi dan perusahaan pemilik merek terlalu takut, terlalu perlahan, dan terlalu
birokratis.Untuk
itulah
dionysianism
perlu
diterapkan.Dionysianism
adalah
kedinamisan, gairah, dan kreativitas.
Ada beberapa teori lain mengenai experiential markting, antara lain:
1. Experiential marketing is a new approach for the branding and information
age. It deals with customers experiences and isquit different from traditional
forms of marketing, which focus on fungsional features and benefits of
products.
(http://pioneer.netserv.chula.ac.th/-ckieatvi/fathom-exp-Marketing.htm).
Kutipan diatas menyatakan bahwa experiential marketing merupakan sebuah
pendekatan baru untuk memberikan informasi mengenai merek dan produk. Hal ini
terkait erat dengan pengalaman pelanggan dan sangat berbeda dengan sistim
pemasaran tradisional yang berfokus kepada fungsi dan keuntungan sebuah produk.
2. Importanly, the idea of experiential marketing reflects a right brand bias
because it is about fulfilling customers aspirations to experience certain
feelings – comfort and pleasure on one hand, and avoidance of discomfort
and displeasure on the other.
21
(http:agelessmarketing.typepad.com/ageless_marketing/2005/01/exactly_what
_is.html)
Kutipan ini menyatakan bahwa inti experiential marketing sangat penting dalam
merefleksikan adanya bias dari otak kanan karena meyangkut aspirasi peanggan
untuk memperoleh pengalaman yang berkaitan dengan perasaan tertentu –
kenyamanan dan kesenangan disatu pihak dan penolakan atas ketidaknyamanan dan
ketidaksenangan di pihak lain (Andreani, 2007). Dari definisi-definisi tersebut dapat
dikatakan experiential marketing merujuk kepada pengalaman nyata pelanggan
terhadap
brand/product/service
untuk
meningkatkan
penjualan
dan
brand
image.Experiential marketing adalah lebih dari sekedar memberikan informasi dan
peluang pada pelanggan untuk memperoleh pengalaman atas keuntungan yang
didapat dari produk atau jasa itu sendiri tetapi juga membangkitkan emosi dan
perasaan yang berdampak pada pemasaran, khususnya pemasaran (Andreani,2007).
2.1.3 Brand Image
2.1.3.1 Brand(merek)
Merek adalah nama yang membedakan antara suatu produk atau jasa
perusahaan dengan produk atau jasa perusahaan lainnya. Keberadaan merek dewasa
ini amat vital. Orang membeli sebuah produk pada umumnya pada merek yang sudah
22
mereka kenal sebelumnya. Merek yang masih naru tidak akan dilirik oleh banyak
pengguna, kecuali ia menawarkan diferensiasi yang amat kuat (Chandra.2008,p:128).
Menurut UU merek No.15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adakah “tanda
yang berupa gambar, nama, kata , huruf-huruf , angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembenda dan diguakan
dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Definisi ini memiliki kesamaan dengan
definisi versi American marketing Association yang menekankan peran merek
sebagai identifien dan differentiator. Berdasarkan kedua definisi ini, secara teknis
apabila seorang pemasar membuat nama, logo atau symbol baru untuk sebuah produk
baru, maka ia telah menciptakan sebuah merek. (Tjiptono 2005:p2)
Low dan Lamb (2000: 351)menunjukkan bahwa pemasar menggunakan
asosiasi merek seperti untuk membedakan, posisi, dan memperpanjang merek, untuk
menciptakan sikap positif dan perasaan terhadap merek, dan untuk menyarankan
atribut atau manfaat pembelian atau menggunakan spesifik merek. Brand (merek)
adalah
istilah,tanda,simbol,desain,atau
kombinasi
dari
semuanya
ini
yang
dimaksudkan untuk mengindentifikasikan produk atau jasa dari seorang atau
sekelompok penjual yang membedakan produk/jasa tsb dengan produk lain terutama
produk saingannya.
23
Kotler & Amstrong (2006:229) berpendapat bahwa merek adalah nama,
istilah, tanda, symbol desain atau kombinasi keseluruhannya, yang ditujukan untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan perusahaan sekaligus sebagai
diferensiasi produk. Demikian halnya dengan nama merek perusahaan (corporate
brand name). Sebuah merek perusahaan menegaskan bahwa perusahaan tersebut
menyalurkan dan berdiri dibelakang produk atau jasa yang digambarkan merek
produk atau jasa, merek yang akan dibeli dan digunakan oleh konsumen (Aaker, 2004
: 264). Merek perusahaan bisa saja sama dengan nama merek produk dan jasa
sebagaimana untuk kebanyakan dari produk-produk lainnya.
Menurut penuturan kotler yang disadur oleh Rangkuti (2004,p:35), pengertian
merek adalah sebagai berikut:
“A brand is name, term, sign, symbol or design combination of them from
those competitors”
Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten
memberikan feature, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik
memberikan jaminan kualitas tetapi merek lebih sekedar simbol. Lebih jauh, merek
sebenarnya merupakantangible dan intangible yang terwakili dalam sebuah merek
24
dagang (trademark) yang mampu menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri dipasar
bila dikelola dengan tepat. Merek dapat memiliki pengertian sebagai berikut:
1.Atribut
Merek memberikan suatu gambaran tentang sifat dari model itu sendiri dan
meningkatkan pada atribut-atribut tertentu.
2.Manfaat
Atribut dari merek tersebut dapat diterjemahkan dalam bentuk manfaat baik
dari sisi fungsi maupun emosi. Contoh: atribut berdaya tahan tinggi dapat
diterjemahkan dengan arti bahwa produk tersebut menggunakan bahan dengan
kualitas tinggi dibanding produk lain.
3.Personal
Sebuah merek dapat mencerminkan kepribadian dari individu pemakainya.
4.Nilai
Sebuah merek dapat turut serta memberikan nilai lebih bagus pada
produsennya.
5.Budaya
Sebuah merek dapat turut serta mencerminkan budaya tertentu.
6.Pemakai
Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan
produk tersebut.
25
Menurut Stanton (dalam Rangkuti.2004.p:36) merek adalah nama istilah,
symbol atau desain khusus aau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang
dirancang untuk symbol atau desain mengedintifikasikan barang atau jasa
yang ditawarkan oleh penjual.
2.1.3.2 Cara Membangun Merek
1. Memilik Positioning yang tepat
Merek dapat di-positioning-kan dengan berbagai cara, misalanya
dengan
menempatkan
posisinya
secara
spesifik
dibenak
pelanggan.
Membangun Positioning adalahmenempatkan semua aspek dari brand value
secara konsisten sehingga selalu jadi nomer satu dibenak pelanggan.
2. Memilik Brand value yang tepat
Semakin tepat merek di-positioning-kan dibenak pelanggan, merek
tersebut akan semakin kompetitif. Untuk mengelola hal tersebut kita perlu
mengetahui brand value. Brand valuemembentukbrand personality. Brand
personality lebih cepat berubah dibandingkan brand positioning, karena
brand personality mencerminkan gejolak perubahan selera konsumen.
3.Memiliki konsep yang tepat
Tahap akhir untuk mengkonsumsikan brand value dan positioning
yang tepat kepada konsumen harus didukung oleh konsep yang tepat.
Pengembangan konsep merupakan proses kreatif, karena berbeda dari
26
positioning, konsep dapat terus menerus berubah sesuai dengan daur hidup
produk yang bersangkutan. Konsep yang baik adalah mengkomunikasikan
semua elemen-elemen brand value dan positioning yang tepat, sehingga
brand image dapat terus menerus ditingkatkan.
2.1.3.3 Manfaat Merek
Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Menurut Keller (dalam
Tjiptono.2005, p:20-21)manfaat merek bagi produsen sebagai berikut:
1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau
pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian
persediaan dan pencatatan akuntansi.
2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik.
3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang luas, sehingga
merek bisa dengan mudah memiloh dan membelinya lagi dilai waktu.
4. Sarana menciptakan asosisasi dan makna unik yang membedakan
produk dari para pesaing.
5.Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan
hukum, loyalitas dan citera unik yang terbentuk dalam benak
konsumen.
27
6. Sumber
financial
return,
terutama
mengangkat
pendapat
masadating, sedangkan manfaat bagi konsumen:
1.Identifikasi sumber produk.
2.Penetapan tanggung jawab para manufaktur atau distribusi
tertentu.
3.Pengurangan resiko
4.Penekanan biaya pencarian (search cost) internal dan
eksternal
5.Janji atau ikatan khusus dengan produsen
6.Alat atau simbolis untuk memproyeksikan jati diri
7.Signal kualitas.
2.1.3.4Brand Image (citera merek)
Sementara itu yang dimaksud dari citera merek adalah jenis asosiasi yang
muncul dibenak konsumen ketika mengingat ssebuah merek tertentu (Shimp,
2002:12). Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran
atau citra tertentu yang dikaitkan kepada suatu merek, sama halnya ketika kita
berpikir mengenai orang lain. Apa yang akan muncul dibenak kita pada waktu
mengingat seorang teman? Kita pasti akan mengasosiasikan teman kita dengan
karakteristik fisik, ciri-ciri, kekuatan , dan bahkan kelemahan tertentu. Demikian pula
28
dengan merek, ia dihubungkan dengan pemikiran atau asosiasi tertentu dalam memori
kita.
Sebuah citera merek perusahaan dan hubungan pelanggan menyatu dalam
merek tersebut, yang pada gilirannya ditandai dengan sebuah nama merek (Aaker,
2004:284). Mengubah nama dari sebuah merek merupakan sebuah gerakan putus asa
yang dramatis. Dari beberapa artikel yang dikutip dari Drinkwater & uncles (2007:
178-187), Da Silva & Syed Alwi (2008:175-187), Anisimova (2007:395-405),
Blomback &Axelsson (2007:418-430), dan Martenson (2007:544-555) dapat
dikatakan bahwa pada dasarnya corporate brand image menjadi suatu hal yang
sangat penting bagi kelangsungan sebuah perusahaan dalam menghadapi persaingan.
Hal ini disebabkan karena pembeli merasa perlu mengidentifikasi perusahaan yang
akan dipilihnya sehingga meyakinkan konsumen dalam menggunakannya.
Menurut Sean Brierley (2002) brand image merupakan kedekatan ataupun
keunikan yang tercipta oleh pemilik merek atas emosionalnya sendiri. Jadi pengertian
brand image menurut (Keller,2003): Anggapan tentang brand yang direfleksikan
konsumen yang berpegang pada ingatan konsumen. Cara orang berpikir tentang
sebuah merek secara abstrak dalam pemikiran mereka, sekalipun pada saat mereka
memikirkannya, mereka tidak berhadapan langsung dengan produk. Membangun
brand image yang positif dapat dicapai dengan program pemasaran yang kuat
29
terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan, yang
membedakannya dengan produk lain. Kombinasi yang baik dari elemen- elemen yang
mendukung dapat menciptakan brand image yang kuat bagi konsumen seperti
customer experience melalui visual merchanding yang disajikan toko.
Kotler (dalam simamora.2003, p37-63) citra merek adalah sejumlah
keyakinan tentang merek, syarat merek yang kuat adalah citra merek. Kotler juga
mempertajam bahwa citra merek itu sebagai posisi merek (brand position).
Dalam simamora (2003, p:96), Aaker menyatakan bahwa citra merek adalah
seperangkat asosiasi unik yang ingin diciptakan atau dipelihara oleh pemasar.
Asosiasi-asosiasi itu menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa yang
dijanjikannya konsumen. Jadi Aaker menganggap citera merek sebagai bagaimana
merek dipersiapkan oleh konsumen (Simamora.2003,p:63).
Banyak pakar lain yang mendefinisikan brand image berdasarkan sudut
pandangnya masing-masing (sitinjak dan Tumpal. 2005, p:172), diantaranya adalah
menurut :
30
-
Hawkins, brand image cenderung kepada skematik memori tentang merek
yang berisi interpretasi pasar target pada atribut/karakteristik produk,
manfaat, situasi, penggunaa , pengguna dan karakteristik perusahaan.
-
Peter dan Olson, menyatakan hal yang ada Hawkins brand image terdiri
dari pengetahuan dan kepercayaan terhadap atribut merek, konsekuensi
pengguna merek dan situasi mengkonsumsi, seperti evaluasi dari perasaan
dan emosi (respon efektiv) yang berasosiasi dengan merek.
-
Keller, brand image adalah sebagai persepsi atau kesan tentang suatu
mrek yang direfleksikan oleh sekumpulan asosiasi yang menghubungkan
pelanggan dengan merek dalam ingatannya.
2.1.3.5 Manfaat Brand Image
Brand image yang telah dibentuk oleh perusahaan dan yang telah ada dalam
benak konsumen, akan membawa manfaat baik bagi perusahaan maupun bagi
konsumen. Manfaat tersebut adalah sebagai berikut:
1.Manfaat bagi perusahaan: konsumen dengan citera yang positif yang telah
terbentuk terhadap merek suatu merek, lebih mungkin untuk melakukan
pembelian.
31
2.Bagi perusahaan: Perusahaan dapat mengembangkan lini produk dengan
memanfaatkan citera positif yang telah terbentuk terhadap merek produk lama.
2.1.3.6 Komponen Brand Image
Sebuah biro riset pada simamora (2004) berpendapat bahwa dalam konsep
brand image terdapat 3 komponen penting yaitu corporate image, user image dan
product image.
-
Komponen pertama, corporate image (citera pembuat) merupakan
sekumpulan asosisasi yang dipersiapkan konsumen terhadap perusahaan
yang membuat sesuatu produk atau jasa. Dalam penelitian ini citra
perusahaan meliputi: popularitas, kredibilitas serta jaringan perusahaan.
-
Komponen kedua. User image (citera pengguna) adalah sekumpulan
asosiasi
yang
dipersepsikan
konsumen
terhadap
pemakai
yang
menggunakan suatu barang atau jasa. Meliputi : pemakai itu sendiri, gaya
hidup atau kepribadian, serta status sosialnya.
-
Komponen ketiga, product image (citera produk) merupakan sekumpulan
asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu produk. Meliputi :
Atribut produk tersebut, manfaat bagi konsumen, penggunaannya, serta
jaminan. (Simamora 2004).
32
2.1.4
Efektivitas Iklan
2.1.4.1 Efektivitas
Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan
yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari
beberapa pilihan lainnya. Efektifitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran
keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Sebagai contoh
jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan,
maka cara tersebut adalah benar atau efektif.
Sedangkan efisiensi adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna
pencapaian hasil yang optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang
benar telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan penilaianpenilaian relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran yang diterima.
Sebagai contoh untuk menyelesaikan sebuah tugas, cara A membutuhkan waktu 1
jam sedang cara B membutuhkan waktu 2 jam, maka cara A lebih efisien dari cara B.
Dengan kata lain tugas tersebut dapat selesai menggunakan cara dengan benar atau
efisiensi.
Efektifitas adalah melakukan tugas yang benar sedangkan efisiensi adalah
melakukan tugas dengan benar. Penyelesaian yang efektif belum tentu efisien begitu
33
juga sebaliknya. Yang efektif bisa saja membutuhkan sumber daya yang sangat besar
sedangkan yang efisien barangkali memakan waktu yang lama. Sehingga sebisa
mungkin efektivitas dan efisiensi bisa mencapai tingkat optimum untuk keduaduanya.
Pengertian Efektivitas, Efisiensi dan efektivitas merupakan dua kriteria yang
biasa digunakan untuk menilai prestasi kerja dari suatu pusat pertanggung jawaban
tertentu. Pengertian efektivitas menurut Arens, Elder, and Beasley (2003;730) adalah:
“Effectiveness refers to the accomplishment of objectives, whereas efficiency refers to
the resources user to achieve these objective”. Menurut Kartikahadi yang dikutip oleh
Sukirno Agoes (2001;680) yang dimaksud efektivitas adalah sebagai berikut:
“Efektivitas adalah produk akhir kegiatan operasi telah mencapai tujuannya baik
ditinjau dari segi kualitas hasil, kualitas kerja, maupun batas waktu yang ditargetkan”.
Sedangkan menurut Syahrul dan Muhammad Afdinizar (2003;326) pengertian
efektivitas adalah: “Tingkat dimana kinerja sesungguhnya (aktual) sebanding dengan
kinerja yang ditargetkan”. Dari pengertian tersebut dikemukakan bahwa efektivitas
lebih dititiberatkan pada tingkat keberhasilan organisasi (sampai sejauh mana
organisasi dapat dikatakan berhasil) dalam usaha mencapai sasaran yang telah dipilih,
sedangkan efisiensi lebih menitikberatkan pada kemampuan organisasi dalam
menggunakan sumber-sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Semakin tinggi tingkat keberhasilan suatu organisasi terhadap nilai
34
pencapaian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan yang dilakukan
perusahaan tersebut semakin efektif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
efektivitas selalu dihubungkan dengan pencapaian tujuan yang ditetapkan, jadi suatu
perusahaan dapat dikatakan beroperasi secara efektif apabila dapat mencapai tujuan
yang ditetapkan.
2.1.4.2 Iklan
Iklan atau dalam bahasa Indonesiaformalnyapariwara adalah
promosibarang, jasa, perusahaan dan ideyang harus dibayar oleh sebuah sponsor.
Pemasaran melihat iklan sebagai bagian dari strategi promosi secara keseluruhan.
Komponen lainnya dari promosi termasuk publisitas, relasi publik, penjualan, dan
promosi penjualan. Periklanan adalah segala biaya yang harus dikeluarkan sponsor
untuk melakukan presentasi dan promosi nonpribadi dalam bentuk gagasan, barang,
atau jasa (Kotler dan Armstrong, 2001, p153). Iklan adalah segala bentuk presentasi
nonpribadi dan promosi gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor tertentu yang harus
dibayar.Iklan dapat merupakan cara yang berbiaya efektif guna menyebarkan pesan,
entah untuk membangun preferensi merek atau untuk mendidik orang (Kotler dan
Keller, 2007, p244). Organisasi-organisasi menangani iklan dengan cara yang
berbeda-beda. Di perusahaan-perusahaan kecil, iklan ditangani oleh seseorang di
departemen penjualan atau pemasaran, yang bekerja sama dengan agen iklan.
Perusahaan besar sering membentuk departemennya sendiri, yang manajernya
35
melapor kepada wakil direktur pemasaran. Tugas departemen iklan adalah
mengajukan anggaran; mengembangkan strategi iklan; menyetujui iklan dan
kampanye; dan menangani iklan melalui surat langsung (direct-mail), pajangan
penyalur, dan bentuk iklan lainnya.
2.1.4.3 Efektivitas Iklan
Efektivitas iklan adalah ukuran kemampuan iklan dalam mempengaruhi
preferensi konsumen. Iklan yang efektif akan mempengaruhi preferensi konsumen
kearah yang positif setelah melihat sebuah iklan. Sementara iklan yang tidak efektif
tidak akan berdampak apa-apa terhadap konsumen.
Efektivitas Iklan Suatu iklan dapat dikatakan efektif, apabila tujuan dari
periklanan tersebut dapat tercapai atau terlaksana. Purnama 2001 menyatakan bahwa :
“Tujuan dari pembuatan iklan harus dapat menginformasikan, membujuk dan
mengingatkan pembeli tentang produk yang ditawarkan oleh perusahaan melalui
media iklan tersebut.
Agar berguna bagi perusahaan dalam pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran,
maka suatu periklanan harus fleksibel, stabil, berkesinambungan dan sederhana serta
mudah untuk dipahami. Hal ini memerlukan analisa, peramalan dan pengembangan
usaha periklanan dengan mempertimbangkan segala sesuatu pembuatan iklan sebagai
36
proses yang berkesinambungan. Kegiatan iklan harus dievaluasi untuk mengetahui
apakah jelas, mudah dipahami, dan akurat dan tepat pada sasarannya. Berbagai
keputusan dan kegiatan perusahaan hanya efektif bila didasarkan atas informasi yang
tepat.
Periklanan
(comprehensiveness),
juga
perlu
kepaduan
memperhatikan
(unity)
dan
prinsip-prinsip
konsistensi.
kelengkapan
Efektivitas
biaya
menyangkut masalah waktu, usaha dan aliran emosional dari pencapaian iklan
tersebut.
Kemudian periklanan juga harus memperhatikan aspek tanggung jawab atas
pelaksanaan iklan tersebut dan tanggung jawab atas implementasi kegiatan periklanan
tersebut. Sehingga segala kegiatan periklanan yang telah dilakukan akan tepat waktu
sesuai dengan yang direncanakan. Apabila tujuan periklanan tersebut dapat tercapai,
dengan terlebih dahulu mengadakan pemilihan media yang sesuai serta mengadakan
penyusunan anggaran untuk kegiatan periklanan tersebut, maka suatu iklan dapat
dikatakan efektif. Selain itu efektivitas iklan menurut Subroto, bisa diukur dengan
mengetahui proses yang dilakukan oleh audience pada ketiga pertanyaan, yakni
brand, Komunikator dan execution. Komunikator berbicara tentang figur yang
digunakan utuk mengkomunikasikan produk dan ini tidak selalu orang tetapi bisa
figur lain seperti binatang atau kartun. Dalam tahap inilah pilihan antara artis atau
bukan artis muncul. Penggunaan artis memiliki kelebihan untuk familiarity nya,
sehingga produk produk baru mudah sekali mendapatkan tingkat awareness. Tetapi
37
ada juga resiko menenggelamkan produknya karena communicatornya lebih
menonjoI. Resiko lain adalah overused karena satu artis mengiklankan banyak merek
sehingga akhirnya semua merek malahan tidak mendapatkan manfaatnya. Berbicara
tentang pemilihan gambar warna, huruf, perpindahan frame, jalan cerita, dan lain
lain. Eksekusi juga sangat menentukan keberhasilan iklan karena akan diresponse
langsung oleh audience. Respon terhadap produk ini penting karena sebenarnya
disinilah kunci keberhasilan iklan, yakni mengubah attitude audiencenya tentang
produk yang diiklankan.
Ketiga jenis respons di atas bermuara pada dua hal yakni Ad likability, yakni
tingkat kesukaan pada iklan dan product likability, yakni tingkat kesukaan pada
produknya sendiri. Dua likability ini akhirnya bermuara pada preferensi dan buying
intention. Dengan demikian performance iklan tidak cukup kalau hanya mendapatkan
adlikeability dan tidak bisa mendapatkan product likability. Lomba iklan favorit
melalui berbagai penghargaan yang berbicara satu dimensi, ad likeability saja,
mungkin akan menjadi menarik kalau juga diukur dimensi yang lain, bahkan kalau
mungkin sampai dampaknya mendorong minat beli konsumen. Kalau hanya satu
dimensi saja, bisa saja iklan dibuat sangat baik dan dengan kreatifitas yang sangat
tinggi serta visualisasinya menarik tetapi ternyata penjualan produknya tetap saja
jeblok. Kalimat ini tentu saja jangan diartikan bahwa iklan yang baik harus selalu
38
mendorong penjualan, karena hal ini berarti bahwa pembuatan iklan kembali kepada
advertising objective yang jelas dan terukur.
2.1.4.4 Menentukan Tujuan Iklan
Tujuan-tujuan iklan harus mengalir dari keputusan-keputusan sebelumnya mengenai
pasar sasaran, pemosisian pasar, dan program pemasaran.Tujuan (atau sasaran) iklan
merupakan suatu tugas komunikasi tertentu dan tingkat pencapaiannya harus
diperoleh pada audiens tertentu dalam kurun waktu tertentu (Kotler dan Keller, 2007,
p244).Tujuan iklan dapat digolongkan apakah sasarannya untuk menginformasikan,
membujuk, mengingatkan, atau memperkuat.
●
Iklan Informatif
Dimaksudkan untuk menciptakan kesadaran dan pengetahuan tentang produk
baru atau cirri baru produk yang sudah ada.Periklanan yang digunakan untuk member
informasi kepada konsumen mengenai suatu produk atau kelengkapan baru atau
untuk membangun permintaan awal.
●
Iklan Persuasif
Dimaksudkan untuk menciptakan kesukaan, preferensi, keyakinan, dan
pembelian suatu produk atau jasa. Periklanan yang digunakan untuk membangun
permintaan selektif akan suatu merek dengan cara meyakinkan konsumen bahwa
merek tersebut adalah merek terbaik di kelasnya.
39
●
Iklan Pengingat
Dimaksudkan untuk merangsang pembelian produk dan jasa kembali.Iklan
yang digunakan untuk menjaga agar konsumen tetap berpikir mengenai suatu produk.
●
Iklan Penguatan
Dimasudkan untuk meyakinkan pembeli sekarang bahwa mereka telah
melakukan pilihan yang tepat.
2.1.4.5 Faktor-Faktor Efektivitas Iklan
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas iklan :
1. Model Kredibilitas Sumber (Source Credibility Model)
Kredibilitas adalah tingkat kepercayaan konsumen terhadap sebuah sumber
dalam memberikan informasi terhadap konsumen, Jika sumber iklan dianggap
kredibel maka konsumen akan mempercayai iklan tersebut dan relative
menerima pesan tersebut dengan baik. Akan tetapi jika sumber dianggap tidak
kredibel maka iklan tersebut tidak akan berpengaruh apa-apa. Ada dua syarat
yang harus dipenuhi agar sebuah iklan mempunyai kredibilitas, yaitu keahlian
sumber dan kejujuran sumber.
2. Model Daya Tarik Sumber (Source Attractiveness Model)
40
Model ini dikembangkan oleh McGuire (1985), yang berpendapat bahwa
sumber yang kredibel saja belum cukup untuk membuat sebuah iklan menjadi
efektif, tetapi juga harus menarik bagi konsumen. Ia berpendapat ada tiga
syarat yang harus dipenuhi agar iklan menarik perhatian konsumen, yaitu
sumber iklan harus dikenal baik (familiaritas/familiarity sumber), disukai dan
mempunyai kemiripan dengan konsumen. Semakin banyak kesamaan antara
sumber dengan konsumen maka iklan tersebut akansemakin menarik
perhatian konsumen, misalnya kesamaan kegemaran, kesamaan sifat,
kesamaan kebutuhan dan lain-lain.
3. Model Budaya (Culture Model)
Model budaya ini dikemukakan oleh McCracken (1985) yang berpendapat
bahwa efektivitas iklan tidak hanya dipengaruhi oleh kredibiltas dan daya
tarik iklan saja, tetapi ditentukan juga oleh budaya antara endorser dan
konsumen. Menurut McCracken (1985) iklan merupakan proses pemindahan
makna (meaning) dari endorser kepada produk, yang kemudian ditangkap
oleh konsumen. Proses pemindahan ini dipengaruhi oleh banyak hal seperti
statussocial, kelas social, jenis kelamin, umur, kepribadian, gaya hidup dan
lain-lain. Perbedaan yang ada diantara berbagai hal diatas dapat membuat
makna yang disampaikan akan ditangkap berbeda dengan konsumen.
41
2.1.4.6 Strategi Kreatif Dalam Periklanan
Agar suatu iklan mampu menarik perhatian konsumen, maka diperlukan
kreativitas dalam pembuatan suatu iklan yang memerlukan suatu strategi yang kreatif.
Strategi kreatif adalah hasil terjemahan dari berbagai informasi mengenai produk,
pasar dan konsumen sasaran ke dalam suatu posisi tertentu di dalam komunikasi yang
kemudian dapat dipakai untuk merumuskan tujuan iklan (Kasali,R., 1995: 81 dalam
jurnal Telaah Bisnis, volume 5). Dalam pembuatan iklan, untuk menghasilkan iklan
yang baik penting juga menggunakan elemen-elemen dalam sebuah rumus yang
dikenal sebagai AIDCA (Kasali,R., 1995: 83-86 dalam jurnal Telaah Bisnis, volume
5), yang terdiri dari :
1. Perhatian (Attention)
Iklan harus menarik perhatian khalayak sasarannya, baik pembaca, pendengar
atau pemirsa. Beberapa penulis naskah iklan mempergunakan trik-trik khusus
untuk menimbulkan perhatian calon pembeli, seperti : (a) menggunakan
headline yang mengarahkan, (b) menggunakan slogan yang mudah diingat, (c)
menonjolkan atau menebalkan huuf-huruf tentang harga (bila harga
merupakan unsur penting dalam mempengaruhi orang untuk membeli), (d)
menonjolkan selling point suatu produk, (e) menggunakan sub-sub judul
untuk membagi naskah dalam beberapa paragraph pendek, (f) menggunakan
huruf tebal (bold) untuk menonjolkan kata-kata yang menjual.
42
2. Minat (Interest)
Setelah perhatian calon pembeli berhasil direbut, persoalan yang dihadapi
bagaimana agar konsumen berminat dan ingin tahu lebih lanjut.Untuk itu
mereka dirangsang agar membaca dan mengikuti pesan-pesan yang
disampaikan.
3. Kebutuhan atau Keinginan (Desire)
Iklan harus berhasil menggerakkan keinginan orang untuk memiliki atau
menikmati produk.Kebutuhan atau keinginan mereka untuk memiliki,
memakai, atau melakukan sesuatu harus dibangkitkan.
4. Rasa Percaya (Conviction)
Untuk menimbulkan rasa percaya pada calon pembeli, sebuah iklan dapat
ditunjang dengan berbagai kegiatan peragaan seperti pembuktian, membagibagikan percontoh secara gratis, dan menyondongkan pandangan-pandangan
positif dari tokoh-tokoh masyarakat terkemuka.
5. Tindakan (Action)
Upaya terakhir untuk membujuk calon pembeli agar sesegera mungkin
melakukan tindakan pembelian atau bagian dari itu.Memilih kata yang tepat
agar calon pembeli melakukan respon sesuai dengan yang diharapkan adalah
suatu pekerjaan yang sangat sulit. Harus dipergunakan kata perintah agar
43
calon pembeli bergerak, akan tetapi juga diperkirakan dampak psikologis dari
kata-kata perintah tersebut.
2.1.4.7 Mengevaluasi Efektivitas Iklan
Perencanaan iklan dan pengendalian iklan yang baik bergantung pada
pengukuran efektivitas iklan.Kebanyakan pengiklan mencoba mengukur efek
komunikasi suatu iklan, maksudnya dampak potensialnya terhadap kesadaran,
pengetahuan, atau preferensi.Mereka juga ingin mengukur efek penjualan iklan
tersebut.
●
Riset Dampak Komunikasi
Riset dampak komunikasi berupaya menentukan apakah suatu iklan
berkomunikasi efektif.Dengan disebut juga pengujian naskah (copy testing), riset
tersebut dapat dilakukan sebelum iklan dimasukkan ke media dan setelah dicetak atau
disiarkan. Ada tiga
metode utama pra-pengujian iklan. Metode umpan balik
konsumen (consumer feedback method) menanyakan reaksi konsumen terhadap iklan
yang diusulkan.Pengujian portofolio meminta konsumen melihat atau mendengarkan
suatu portofolio iklan, dengan menggunakan waktu sebanyak yang mereka
perlukan.Konsumen kemudian diminta mengingat kembali semua iklan tersebut dan
isinya, dibantu atau tidak dibantu pewawancara.Tingkat daya ingat mereka
menunjukkan kemampuan suatu iklan menonjol dan pesannya dimengerti dan
44
diingat.Pengujian
laboratoriummenggunakan
peralatan
untukmengukur
reaksi
fisiologis detak jantung, tekanan darah, pelebaran bola mata, tanggapan kulit
mendadak, keluarnya keringat terhadap iklan atau konsumen mungkin akan diminta
menekan tombol untuk menunjukkan kesukaan atau ketertarikan mereka dari waktu
ke waktu pada saat melihat bahan yang ditampilkan berurutan.
●
Riset Dampak penjualan
Dampak iklan pada penjualan umumnya lebih sulit diukur daripada dampak
iklan pada komunikasinya. Penjualan dipengaruhi banyak faktor, seperti fitur produk,
harga, ketersediaan, dan juga tindakan pesaing. Makin sedikit atau makin terkendali
faktor-faktor lain ini, makin mudah diukur dalam situasi pemasaran langsung dan
paling sulit diukur untuk iklan pembentukan citera merek atau perusahaan. Berbagi
pengeluaran iklan (share of advertising expenditure) yang dilakukan perusahaan
menghasilkan berbagi suara (share of voice), yaitu persentase iklan perusahaan atas
produk tersebut terhadap semua iklan produk tersebut yang memperoleh pendapatan
dalam bentuk berbagi pikiran dan hati konsumen (share of consumers minds and
hearts) dan akhirnya, berbagi pasar.
2.1.5
Sikap Konsumen
45
Menurut Kotler (2005) sikap adalah evaluasi, perasaaan emosional, dan
kecendrungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan
lama dari seseorang terhadap beberapa objek atau gagasan.
2.1.5.1Teori Sikap
Menurut Ferrinadewi (2008,p167) sikap konsumen merupakan komponen
psikologis konsumen yang mempengaruhi perilaku konsumen, baik itu dalam proses
pengambilan keputusan pembelian maupun perilaku dalam hal keputusan untuk tidak
lagi menggunakan produk. Ketika konsumen memiliki sikap negative pada merek
tertentu maka secara sadar maupun tidak sadar akan cenderung menghindari merek
tersebut bahkan merek itu bisa jadi tidak menjadi salah satu alternatif yang
dipertimbangkan.
Menurut Sumarwan (2003,p136) sikap menggambarkan kognitif dari psikologis
sosial, dimana sikap dianggap memiliki tiga unsur, yaitu kognitif (pengetahuan),
afektif (emosi, perasaan), dan konatif (tindakan).
Dapat disimpulkan bahwa sikap konsumen adalah merupakan ungkapan perasaan
konsumen tentang suatu objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa
menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari
objek tersebut.
46
2.1.5.2 Komponen Sikap
Menurut Ferrinadewi (2008,p97) model sikap terdiri dari 3 komponen yaitu:
1. Kognitif
Pengetahuan (cognitive) dan persepsi yang diperoleh melalui
kombinasi dari pengalaman langsung dengan objek sikap (attitude object) dan
informasi terkait yang didapat dari berbagai sumber. Komponen ini seringkali
dikenal sebagai keyakinan atau kepercayaan (beliefs) sehingga konsumen
yakin bahwa suatu objek sikap memiliki atribut-atribut tertentu dan bahwa
perilaku tertentu akan menjurus ke akibat atau hasil tertentu. Dalam
komponen kognitif terdiri dari keyakinan dan pengetahuan konsumen tentang
produk. Keyakinan dan pengetahuan tentang produk ini berbeda antara satu
konsumen dengan konsumen yang lain.
2.
Afektif
Ialah emosi dan perasaan terhadap suatu produk atau merek tertentu.
Emosi dan perasaan terutama memiliki hakikat
evaluative yaitu apakah
konsumen suaka atau tidak terhadap produk tertentu.
Menurut Schifman san Kanuk (2007,p226) komponen afektif adalah
emosi
dan
perasaan
konsumen
mengenai
produk
atau
merek
tertentumerupakan komponen afektif dari sikap tertentu.Emosi dan perasaan
ini sering dianggap oleh para peneliti konsumen sangat evaluative sifatnya
yaitu mencakup penilaian seseorang terhadap objek sikap secara langsung dan
47
menyeluruh (sampai dimana seseorang menilai objek sikap menyenangkan
atau tidak menyenangkan, bagus atau jelek).
Ketika konsumen yakin bahwa harga dari suatu produk terlalu mahal,
maka perasaan yang dihasilkan dapat berupa perasaan positif. Emosi yang
melekat pada keyakinan konsumen sangat ditentukan oleh situasi dan kondisi
internal individunya. Jelasnya, perasaan suka atau tidak suka ini banyak
ditentukan oleh keyakinan konsumen, namun belum tentu setiap konsumen
yang memiliki keyakinan yang sama akan menunjukkan emosi yang sama.
Hal ini disebabkan karena masing-masing individu memiliki situasi latar
belakang yang berbeda. Perasaan merupakan hasil evaluasi dari atribut produk
ini dapat juga mempengaruhi keyakinan konsumen bahkan bisa merubah
keyakinannya.
3. Konatif
Adalah kecendrungan seseorang untuk melaksanakan suatu tindakan dan
perilaku dengan cara tertentu terhadap suatu objek sikap. Menurut Schifman
dan Kanuk (2007, p227), komponen terakhir terdiri dari 3 model sikap 3
komponen berhubungan dengan kemungkinan atau kecendrungan bahwa
individu akan melakukan tindakan khusus, komponen konatif mungkin
mencakup perilaku sesungguhnya itu sendiri. Komponen konatif dalam riset
konsumen biasanya mengungkapkan keinginan membeli dari seseorang
konsumen (intention to buy). Keyakinan dan rasa suka pada suatu produk
48
akan mendorong konsumen melakukan tindakan sebagai wujud dari
keyakinan dan perasaannya.
2.1.5.3 Respon Konsumen
Menurut Keegan (1995:7) dalam jurnal Manajemen Teori dan Terapan Tahun 1,
No.3, Desember 2008, “consumer is the user of a product”. Maka consumer dapat di
deskripsikan sebagai orang yang menggunakan produk. Berdasarkan pengertian dari
Dictionary of Marketing and Business Terms(www.marketing.org.au) “Response is
an effort to satisfy a drive. Reaction evoked by a stimulus.” maka response dapat
dideskripsikan sebagai usaha konsumen yang tercermin dalam sikap dan perilakunya
untuk memuaskan dorongan yang ada. Reaksi tersebut disebabkan oleh adanya
rangsangan.Dari pengertian consumer dan response diatas maka dapat diambil
menjadi suatu pengertian consumer response yakni merupakan pencerminan dari
sikap dan perilaku pengguna produk dalam memuaskan dorongan yang ada sebagai
reaksi terhadap usaha-usaha pemasaran yang dilaksanakan perusahaan.
Respon konsumen memiliki 3 komponen yaitu cognitive, affective,
conative.Cognitive response dinyatakan dalam knowledge dan perception konsumen
terhadap suatu produk.Knowledge dan perception terbentuk karena awareness dan
information. Konsumen yang sadar akan kebutuhannya akan mencari informasi
mengenai produk kebutuhannya (Schiffman dan Kanuk, 2004, p256). Proses yang
terjadi dalam cognitive response ini memiliki kesamaan dengan proses keputusan
49
pembelian dalam tahap need recognition dan tahap knowledge menurut Schiffman
dan Kanuk.
Affective response dinyatakan dalam perasaan atau emosi konsumen melalui
sikap suka atau tidaknya ataupun penilaian bagus tidaknya terhadap suatu
produk.Sikap ini merupakan hasil dari evaluasi konsumen terhadap suatu produk
(Schiffman dan Kanuk, 2004, p257). Jika pada tahap cognitive response, konsumen
memiliki knowledge dan perception yang positif terhadap suatu merek produk
tertentu, maka pada tahap affective response, konsumen akan membentuk suatu sikap
yang positif pula. Proses dalam affective response ini memiliki kesamaan dengan
proses keputusan pembelian pada tahap evaluation. Pada tahap evaluation dalam
buying decision process, konsumen melakukan evaluasi terhadap berbagai merek,
membentuk sikap yang berbeda-beda terhadap masing-masing merek. Salah satu
merek yang dianggapnya bagus dan disukai itulah yang akan dipilih dan dibeli.
Conative response menyangkut tindakan atau perilaku konsumen yang
dinyatakan dengan intention to buy dan purchase (Schiffman dan Kanuk, 2004, 258).
Proses yang terjadi dalam conative response memiliki kesamaan dengan tahap
purchase pada proses keputusan pembelian.
Menurut A. Bellen del Rio (2001) dalam jurnal Manajemen Teori dan
Terapan Tahun 1, No.3, Desember 2008, Consumer Response dapat diukur dengan :
1. Willingness to pay a price premium for the brand
50
2. Yaitu kesediaan konsumen membayar harga premium.
3. Willingness to accept brand extensions
Yaitu kesediaan menerima produk hasil perluasan merek, menurut Aaker
(1991, p208), “brand extensions are a natural strategy for the firm looking to
grow by exploiting his asset.” Dengan kata lain perluasan merek adalah
strategi alami untuk menumbuhkan perusahaan dengan mengeksploitasi asset
yang dimiliki. Brand extension dapat dibagi menjadi 7 pendekatan yaitu same
product in different form, distinctive taste/ingredient/component, companion
product, customer franchise, expertise, benefit/attribute/feature, dan designer
or ethnic image (Aaker, 1991)
3. Willingness to recommend the brand others
Yaitu kesediaan
merekomendasikan produk ke orang lain.
2.2 Kerangka Pikiran
Experiential Marketing (X1)
Brand Image (X2)
Efektivitas Iklan (X3)
Sikap Konsumen (Y)
51
Sumber: penulis 2012
Gambar 2.1 Kerangka Pikiran
2.3. Hipotesa
Menurut Sugiyono (2010,p159) hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian. Kebenaran hipotesis itu harus dibuktikan
melalui data yang terkumpul.
Variabel:
X1: Experiential Marketing
X2: Brand Image
X3: Efektivitas Iklan
Y : Sikap Konsumen
Tujuan 1
• Hipotesis penelitian secara individual hubungan antara X1 terhadap Y
Ho : Tidak ada pengaruh hubungan yang signifikan antara variabel experiential
marketing
terhadap sikap konsumen pada PT. Alindo Usaha Makmur
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel experiential marketing terhadap
sikap konsumen pada PT. Alindo Usaha Makmur
52
Tujuan2
• Hipotesis penelitian secara individual hubungan antara X2 terhadap Y
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel brand image terhadap sikap
konsumen pada PT. Alindo Usaha Makmur
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel brand image terhadap sikap
konsumen pada PT. Alindo Usaha Makmur
Tujuan 3
• Hipotesis penelitian secara individual hubungan antara X3 terhadap Y
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel efektivitas iklan terhadap
sikap konsumen pada PT. Alindo Usaha Makmur
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel efektivitas iklan terhadap sikap
konsumen pada PT. Alindo Usaha Makmur
Tujuan 4
• Hipotesis penelitian secara simultan hubungan antara X1, X2, X3 terhadap Y
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel experiential marketing,
brand image dan efektivitas iklan terhadap sikap konsumen pada PT. Alindo Usaha
Makmur
53
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel experiential marketing, brand
image dan efektivitas iklan terhadap sikap konsumen pada PT. Alindo Usaha
Makmur
Download