KESULITAN BELAJAR

advertisement
KESULITAN BELAJAR
Oleh : Yulinda Erma Suryani, S.Pd, M.Si.
DEFINISI KESULITAN BELAJAR
Secara harfiah kesulitan belajar merupakan
terjemahan dari Bahasa Inggris “Learning Disability”
yang berarti ketidakmampuan belajar. Kata disability
hambatan karena tunagrahita, karena gangguan
emosional, atau karena kemiskinan lingkungan,
budaya, atau ekonomi. Menurut Hammill (1981)
diterjemahkan kesulitan” untuk memberikan kesan
optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk
belajar. Istilah lain learning disabilities adalah
learning difficulties dan learning differences. Ketiga
kesulitan belajar adalah beragam bentuk kesulitan
yang nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakapcakap, membaca, menulis, menalar, dan/atau dalam
berhitung. Gangguan tersebut berupa gangguan
istilah tersebut memiliki nuansa pengertian yang
berbeda. Di satu pihak, penggunaan istilah learning
differences lebih bernada positif, namun di pihak lain
istilah learning disabilities lebih menggambarkan
kondisi faktualnya. Untuk menghindari bias dan
perbedaan rujukan, maka digunakan istilah Kesulitan
Belajar. Kesulitan belajar adalah ketidakmampuan
belajar , istilah kata yakni disfungsi otak minimal ada
yang lain lagi istilahnya yakni gannguan neurologist.
intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi sistem
saraf pusat. Kesulitan belajar bisa terjadi bersamaan
dengan gangguan lain (misalnya gangguan sensoris,
hambatan sosial, dan emosional) dan pengaruh
lingkungan (misalnya perbedaan budaya atau proses
pembelajaran yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan
eksternal tersebut tidak menjadi faktor penyebab
kondisi kesulitan belajar, walaupun menjadi faktor
yang memperburuk kondisi kesulitan belajar yang
sudah ada.
Defenisi yang dikutip dari Hallahan, Kauffman,
dan Lloyd (1985):
Kesulitan belajar khusus adalah suatu
gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis yang
mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran
atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin
menampakkan diri dalam bentuk kesulitan
mendengarkan , berpikir , berbicara, membaca,
menulis, mengeja , atau berhitung. Batasan tersebut
mencakup kondisi-kondisi seperti gannguan
perseptual, luka pada otak, disleksia, dan afasia
perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup
anak-anak yang memiliki problema belajar yang
penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan
dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik,
ACCALD (Association Committee for
Children and Adult Learning Disabilities) dalam
Lovitt, (1989) mengatakan bahwa kesulitan belajar
khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga
bersumber dari masalah neurologis, yang mengganggu
perkembangan kemampuan mengintegrasikan dan
kemampuan bahasa verbal atau nonverbal. Individu
berkesulitan belajar memiliki inteligensi tergolong
rata-rata atau di atas rata-rata dan memiliki cukup
kesempatan untuk belajar. Mereka tidak memiliki
gangguan sistem sensoris. Sedangkan NJCLD
(National Joint Committee of Learning Disabilities)
dalam Lerner, (2000) berpendapat bahwa kesulitan
belajar adalah istilah umum untuk berbagai jenis
Yulinda Erma Suryani : adalah dosen Psikologi
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010
ISSN 0215-9511
33
Kesulitan Belajar
kesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca,
menulis, dan berhitung. Kondisi ini bukan karena
tidak disadari oleh orangtua dan guru, akibatnya anak
yang mengalami kesulitan belajar sering diidentifikasi
kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena
pengaruh faktor lingkungan, melainkan karena faktor
kesulitan dari dalam individu itu sendiri saat
mempersepsi dan melakukan pemrosesan informasi
sebagai anak yang underachiever, pemalas, atau aneh.
Anak-anak ini mungkin mengalami perasaan frustrasi,
marah, depresi, cemas, dan merasa tidak diperlukan
terhadap objek yang diinderainya. Kesulitan belajar
adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan
intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun
memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam
belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses
persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta
pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi
integrasi sensori motorik (Clement, dalam Weiner,
2003). Berdasarkan pandangan Clement tersebut
maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi yang
merupakan sindrom multidimensional yang
bermanifestasi sebagai kesulitan belajar spesifik
(spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau
distraktibilitas dan masalah emosional. Kelompok
anak dengan Learning Dissability (LD) dicirikan
dengan adanya gangguan-gangguan tertentu yang
menyertainya. Menurut Cruickshank (1980)
gangguan-gangguan tersebut adalah gangguan latarfigure, visual-motor, visual-perceptual, pendengaran,
intersensory, berpikir konseptual dan abstrak, bahasa,
sosio-emosional, body image, dan konsep diri.
Dari beberapa definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa kesulitan belajar merupakan
beragam gangguan dalam menyimak, berbicara,
membaca, menulis, dan berhitung karena faktor
internal individu itu sendiri, yaitu disfungsi minimal
otak. Kesulitan belajar bukan disebabkan oleh faktor
eksternal berupa lingkungan, sosial, budaya, fasilitas
belajar, dan lain-lain. Tidak seperti cacat fisik,
kesulitan belajar tidak terlihat dengan jelas dan sering
disebut “hidden handicap”. Terkadang kesulitan ini
34
(Harwell, 2001).
FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR
Ada beberapa penyebab kesulitan belajar yang
terdapat pada literatur dan hasil riset (Harwell, 2001),
yaitu :
1.
Faktor keturunan/bawaan
2.
Gangguan semasa kehamilan, saat melahirkan
atau prematur
3.
Kondisi janin yang tidak menerima cukup
oksigen atau nutrisi dan atau ibu yang merokok,
menggunakan obat-obatan (drugs), atau
meminum alkohol selama masa kehamilan.
4.
Trauma pasca kelahiran, seperti demam yang
sangat tinggi, trauma kepala, atau pernah
tenggelam.
5.
Infeksi telinga yang berulang pada masa bayi dan
balita. Anak dengan kesulitan belajar biasanya
mempunyai sistem imun yang lemah.
6.
Awal masa kanak-kanak yang sering
berhubungan dengan aluminium, arsenik,
merkuri/raksa, dan neurotoksin lainnya.
Riset menunjukkan bahwa apa yang terjadi
selama tahun-tahun awal kelahiran sampai umur 4
tahun adalah masa-masa kritis yang penting terhadap
pembelajaran ke depannya. Stimulasi pada masa bayi
dan kondisi budaya juga mempengaruhi belajar anak. Pada masa awal kelahiran samapi usia 3 tahun
misalnya, anak mempelajari bahasa dengan cara
mendengar lagu, berbicara kepadanya, atau
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010
ISSN 0215-9511
Kesulitan Belajar
membacakannya cerita. Pada beberpa kondisi,
interaksi ini kurang dilakuan, yang bisa saja
2.
Faktor Genetik
berkontribusi terhadap kurangnya kemampuan
fonologi anak yang dapat membuat anak sulit
membaca (Harwell, 2001)
Hallgren melakukan penelitian di Swedia
dan menemukan bahwa, yang faktor herediter
menentukan ketidakmampuan dalam membaca,
menulis dan mengeja diantara orang-orang yang
Sementara Kirk & Ghallager (1986)
menyebutkan faktor penyebab kesulitan belajar
didiagnosa disleksia. Penelitian lain dilakukan
oleh Hermann (dalam Kirk & Ghallager, 1986)
sebagai berikut:
yang meneliti disleksia pada kembar identik dan
kembar tidak identik yang menemukan bahwa
1.
Faktor Disfungsi Otak
frekwensi disleksia pada kembar identik lebih
banyak daripada kembar tidak identik sehingga
Penelitian mengenai disfungsi otak
dimulai oleh Alfred Strauss di Amerika Serikat
pada akhir tahun 1930-an, yang menjelaskan
hubungan kerusakan otak dengan bahasa,
hiperaktivitas dan kerusakan perceptual.
Penelitian berlanjut ke area neuropsychology
yang menekankan adanya perbedaan pada
hemisfer otak. Menurut Wittrock dan Gordon,
hemisfer kiri otak berhubungan dengan
kemampuan sequential linguistic atau
kemampuan verbal; hemisfer kanan otak
berhubungan dengan tugas-tugas yang
berhubungan dengan auditori termasuk melodi,
suara yang tidak berarti, tugas visual-spasial dan
aktivitas non verbal. Temuan Harness, Epstein,
dan Gordon mendukung penemuan sebelumnya
bahwa anak-anak dengan kesulitan belajar
(learning difficulty) menampilkan kinerja yang
lebih baik daripada kelompoknya ketika kegiatan
yang mereka lakukan berhubungan dengan otak
kanan, dan buruk ketika melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan otak kiri. Gaddes
mengatakan bahwa 15% dari anak yang termasuk
underachiever, memiliki disfungsi system syaraf
pusat (dalam Kirk & Ghallager, 1986).
ia menyimpulkan bahwa ketidakmampuan
membaca, mengeja dan menulis adalah sesuatu
yang diturunkan.
3.
Faktor Lingkungan dan Malnutrisi
Kurangnya stimulasi dari lingkungan dan
malnutrisi yang terjadi di usia awal kehidupan
merupakan dua hal yang saling berkaitan yang
dapat menyebabkan munculnya kesulitan belajar
pada anak. Cruickshank dan Hallahan (dalam
Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa
meskipun tidak ada hubungan yang jelas antara
malnutrisi dan kesulitan belajar, malnutrisi berat
pada usia awal akan mempengaruhi sistem syaraf
pusat dan kemampuan belajar serta berkembang
anak.
4.
Faktor Biokimia
Pengaruh penggunaan obat atau bahan
kimia lain terhadap kesulitan belajar masih
menjadi kontroversi. Penelitian yang dilakukan
oleh Adelman dan Comfers (dalam Kirk &
Ghallager, 1986) menemukan bahwa obat
stimulan dalam jangka pendek dapat mengurangi
hiperaktivitas. Namun beberapa tahun kemudian
penelitian Levy (dalam Kirk & Ghallager, 1986)
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010
ISSN 0215-9511
35
Kesulitan Belajar
membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan
kontroversial oleh Feingold menyebutkan bahwa
KARAKTERISTIK KESULITAN BELAJAR
alergi, perasa dan pewarna buatan hiperkinesis
pada anak yang kemudian akan menyebabkan
kesulitan belajar. Ia lalu merekomendasikan diet
salisilat dan bahan makanan buatan kepada anak-
bahwa kondisi kesulitan belajar memiliki beberapa
karakteristik utama, yaitu:
Mencermati definisi dan uraian di atas tampak
1.
Penyebab kesulitan belajar berasal dari
faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam anak
anak yang mengalami kesulitan belajar. Pada
sebagian anak, diet ini berhasil namun ada juga
yang tidak cukup berhasil. Beberapa ahli
itu sendiri. Anak ini mengalami gangguan
pemusatan perhatian, sehingga kemampuan
kemudian menyebutkan bahwa memang ada
beberapa anak yang tidak cocok dengan bahan
perseptualnya terhambat. Kemampuan perseptual
yang terhambat tersebut meliputi persepsi visual
makanan. Mulyono Abdurrahman mengatakan
bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh dua
(proses pemahaman terhadap objek yang dilihat),
persepsi auditoris (proses pemahaman terhadap
objek yang didengar) maupun persepsi taktilkinestetis (proses pemahaman terhadap objek
yang diraba dan digerakkan). Faktor-faktor
internal tersebut menjadi penyebab kesulitan
belajar, bukan faktor eksternal (yang berasal dari
luar anak), seperti faktor lingkungan keluarga,
budaya, fasilitas, dan lain-lain.
faktor, yaitu internal dan eksternal. Faktor
Internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi
neurologis, sedangkan penyebab utama problema
belajar adalah faktor eksternal, yaitu antara lain
berupa strategi pembelajaran yang keliru,
pengelolaan kegiatan belajar yang tidak
membangkitkan motivasi belajar anak, dan
pemberian ulangan penguatan.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi faktor
neurologis yakni :
1.
Faktor genetik
2.
Luka pada otak (kekurangan Oksigen)
3.
Faktor Biokimia
4.
Pencemaran Lingkungan
5.
Gizi yang tidak memadai (Nutrisi)
6.
Pengaruh psikologis dan sosial yang
merugikan anak.
Gangguan Internal
2.
Kesenjangan antara Potensi dan Prestasi
Anak berkesulitan belajar memiliki
potensi kecerdasan/inteligensi normal, bahkan
beberapa diantaranya di atas rata-rata. Namun
demikian, pada kenyataannya mereka memiliki
prestasi akademik yang rendah. Dengan
demikian, mereka memiliki kesenjangan yang
nyata antara potensi dan prestasi yang
ditampilkannya. Kesenjangan ini biasanya terjadi
pada kemampuan belajar akademik yang spesifik,
yaitu pada kemampuan membaca (disleksia),
menulis (disgrafia), atau berhitung (diskalkulia).
36
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010
ISSN 0215-9511
Kesulitan Belajar
3.
Tidak Adanya Gangguan Fisik dan/atau
Mental
Menurut Valett (dalam Sukadji, 2000)
Anak berkesulitan belajar merupakan anak
terdapat tujuh karakteristik yang ditemui pada
anak dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar
yang tidak memiliki gangguan fisik dan/atau
mental.
disini diartikan sebagai hambatan dalam belajar,
bukan kesulitan belajar khusus.
Kondisi kesulitan belajar berbeda dengan
1.
kondisi masalah belajar berikut ini:
a.
Pola kegagalan dalam mencapai prestasi
belajar ini terjadi berulang-ulang.
Tampaknya memantapkan harapan untuk
Tunagrahita (Mental Retardation)
Anak tunagrahita memiliki inteligensi antara
50-70. Kondisi tersebut menghambat
prestasi akademik dan adaptasi sosialnya
yang bersifat menetap.
b.
c.
gagal sehingga melemahkan usaha.
2.
Lamban Belajar (Slow Learner)
Slow learner adalah anak yang memiliki
keterbatasan potensi kecerdasan, sehingga
proses belajarnya menjadi lamban. Tingkat
kecerdasan mereka sedikit dibawah rata- rata
dengan IQ antara 80-90. Kelambanan belajar
mereka merata pada semua mata pelajaran.
Slow learner disebut anak border line
(“ambang batas”), yaitu berada di antara
kategori kecerdasan rata-rata dan kategori
mental retardation (tunagrahita)
Faktor eksternal tersebut berupa kondisi
lingkungan keluarga, fasilitas belajar di
rumah atau di sekolah, dan lain sebagainya.
Kondisi ini bersifat temporer/sementara dan
mempengaruhi prestasi belajar.
Hambatan fisik/tubuh atau lingkungan
berinteraksi dengan kesulitan belajar
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan
yang kurang jelas atau pendengaran yang
terganggu berkembang menjadi kesulitan
belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan
fisik awal.
3.
Kelainan motivasional
Kegagalan berulang, penolakan guru dan
teman-teman sebaya, tidak adanya
reinforcement. Semua ini ataupun sendirisendiri cenderung merendahkan mutu
tindakan, mengurangi minat untuk belajar,
dan umumnya merendahkan motivasi atau
memindahkan motivasi ke kegiatan lain.
Problem Belajar (Learning Problem)
Anak dengan problem belajar (bermasalah
dalam belajar) adalah anak yang mengalami
hambatan belajar karena faktor eksternal.
Sejarah kegagalan akademik berulang kali
4.
Kecemasan yang samar-samar, mirip
kecemasan yang mengambang
Kegagalan yang berulang kali, yang
mengembangkan harapan akan gagal dalam
bidang akademik dapat menular ke bidangbidang pengalaman lain. Adanya antisipasi
terhadap kegagalan yang segera datang, yang
tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan
kegelisahan, ketidaknyamanan, dan
semacam keinginan untuk mengundurkan
diri. Misalnya dalam bentuk melamun atau
tidak memperhatikan.
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010
ISSN 0215-9511
37
Kesulitan Belajar
5.
Perilaku berubah-ubah, dalam arti tidak
konsisten dan tidak terduga
Rapor hasil belajar anak dengan kesulitan
KLASIFIKASI KESULITAN BELAJAR
1.
Kesulitan
Belajar
(Praakademik)
belajar cenderung tidak konstan. Tidak
jarang perbedaan angkanya menyolok
dibandingkan dengan anak lain. Ini
disebabkan karena naik turunnya minat dan
perhatian mereka terhadap pelajaran.
Ketidakstabilan dan perubahan yang tidak
dapat diduga ini lebih merupakan isyarat
penting dari rendahnya prestasi itu sendiri.
6.
Penilaian yang keliru karena data tidak
lengkap
Kesulitan belajar dapat timbul karena
pemberian label kepada seorang anak
berdasarkan informasi yang tidak lengkap.
Misalnya tanpa data yang lengkap seorang
anak digolongkan keterbelakangan mental
tetapi terlihat perilaku akademiknya tinggi,
yang tidak sesuai dengan anak yang
keterbelakangan mental.
7.
Perkembangan
Kesulitan yang bersifat perkembangan
meliputi:
a.
Gangguan Perkembangan Motorik (Gerak)
Gangguan pada kemampuan melakukan
gerak dan koordinasi alat gerak. Bentukbentuk gangguan perkembangan motorik
meliputi; motorik kasar (gerakan melimpah,
gerakan canggung), motorik halus (gerakan
jari jemari), penghayatan tubuh, pemahaman
keruangan dan lateralisasi (arah).
b. Gangguan Perkembangan Sensorik
(Penginderaan)
Gangguan pada kemampuan menangkap
rangsang dari luar melalui alat-alat indera.
Gangguan tersebut mencakup pada proses
penglihatan, pendengaran, perabaan,
penciuman, dan pengecap.
Pendidikan dan pola asuh yang didapat tidak
memadai
c. Gangguan Perkembangan Perseptual
(Pemahaman atau apa yangdiinderai)
Terdapat anak-anak yang tipe, mutu,
penguasaan, dan urutan pengalaman
belajarnya tidak mendukung proses belajar.
Kadang-kadang kesalahan tidak terdapat
Gangguan pada kemampuan mengolah dan
memahami rangsang dari proses
penginderaan sehingga menjadi informasi
yang bermakna. Bentuk-bentuk gangguan
tersebut meliputi:
pada sistem pendidikan itu sendiri, tetapi
pada ketidakcocokan antara kegiatan kelas
•
dengan kebutuhan anak. Kadang-kadang
pengalaman yang didapat dalam keluarga
juga tidak mendukung kegiatan belajar.
Gangguan dalam Persepsi Auditoris,
berupa kesulitan memahami objek yang
didengarkan.
•
Gangguan dalam Persepsi Visual,
berupa kesulitan memahami objek yang
dilihat.
•
Gangguan dalam Persepsi Visual
Motorik, berupa kesulitan memahami
objek yang bergerak atau digerakkan.
38
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010
ISSN 0215-9511
Kesulitan Belajar
•
d.
Gangguan Memori, berupa ingatan
jangka panjang dan pendek.
·
•
Gangguan dalam Pemahaman Konsep.
Membalikkan bentuk huruf, kata,
ataupun angka dengan arah terbalik kiri-
•
Gangguan Spasial, berupa pemahaman
kanan.
konsep ruang.
Contoh : buku  duku; palu  lupa; 3
 µ; 4  ¼
Gangguan Perkembangan Perilaku
·
Gangguan pada kemampuan menata dan
mengendalikan diri yang bersifat internal
2.
Pembalikan atas-bawah (ReversalI)
Membalikkan bentuk huruf, kata,
dari dalam diri anak. Gangguan tersebut
meliputi:
ataupun angka dengan arah terbalik
atas-bawah.
•
ADD (Attention Deficit Disorder) atau
gangguan perhatian
Contoh : m  w; u n; nana  uaua;
mama  wawa; 2  5; 6  9
•
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity
Disorder) atau gangguan perhatian yang
disertai hiperaktivitas.
·
Kesulitan Belajar akademik terdiri atas:
Disleksia atau Kesulitan Membaca
Disleksia atau kesulitan membaca adalah
kesulitan untuk memaknai simbol, huruf,
dan angka melalui persepsi visual dan
auditoris. Hal ini akan berdampak pada
kemampuan membaca pemahaman. Adapun
bentuk-bentuk kesulitan membaca di
antaranya berupa:
·
Contoh : mega  meja; nanas 
mamas; 3  8
b.
Disgrafia atau Kesulitan Menulis
Disgrafia adalah kesulitan yang melibatkan
proses menggambar simbol simbol bunyi
menjadi simbol huruf atau angka. Kesulitan
menulis tersebut terjadi pada beberapa tahap
aktivitas menulis, yaitu:
·
Contoh : suruh  disuruh; gula 
gulka; buku bukuku
atau ingatan atas objek kode/simbol
yang sudah diurai tadi; untuk (3)
Penghilangan (Omission)
Divisualisasikan dalam bentuk tulisan.
Menghilangkan huruf pada suku kata
Contoh : kelapa  lapa; kompor 
kopor; kelas  kela
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010
ISSN 0215-9511
Mengeja, yaitu aktivitas memproduksi
urutan huruf yang tepat dalam ucapan
atau tulisan dari suku kata/kata.
Kemampuan yang dibutuhkan aktivitas
mengeja antara lain (1) Decoding atau
kemampuan menguraikan kode/simbol
visual; (2) Ingatan auditoris dan visual
Penambahan (Addition)
Menambahkan huruf pada suku kata
·
Penggantian (Substitusi)
Mengganti huruf atau angka.
Kesulitan Belajar Akademik
a.
Pembalikan kiri-kanan (Inversion)
·
Menulis Permulaan (Menulis cetak dan
Menulis sambung) yaitu aktivitas
membuat gambar simbol tertulis.
39
Kesulitan Belajar
Sebagian anak berkesulitan belajar
umumnya lebih mudah menuliskanhuruf- cetak yang terpisah-pisah
daripada menulis-huruf-sambung.
Tampaknya, rentang perhatian yang
pendek menyulitkan mereka saat
menulis-huruf-sambung. Dalam
menulis-huruf-cetak, rentang perhatian
yang dibutuhkan mereka relatif pendek,
karena mereka menulis “per huruf”.
Sedangkan saat menulis huruf-sambung
rentang perhatian yang dibutuhkan
relatif lebih panjang, karena mereka
menulis “per kata”.
Kesulitan yang kerap muncul dalam
proses menulis permulaan antara lain:
1) Ketidakkonsistenan ukuran/proporsi huruf
bentuk/
2) Ketiadaan jarak tulisan antar-kata
3) Ketidakjelasan bentuk huruf
4) Ketidakkonsistenan posisi huruf
pada garis
Dalam disgrafia terdapat bentuk-bentuk
kesulitan yang juga terjadi pada
kesulitan membaca, seperti:
1) penambahan huruf/suku kata
2) penghilangan huruf/suku kata
3) pembalikan huruf ke kanan-kiri
c.
Diskalkulia atau Kesulitan Berhitung
Kesulitan berhitung adalah kesulitan dalam
menggunakan bahasa simbol untuk berpikir,
mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide
yang berkaitan dengan kuantitas atau jumlah.
Kemampuan berhitung sendiri terdiri dari
kemampuan yang bertingkat dari
kemampuan dasar sampai kemampuan
lanjut. Oleh karena itu, kesulitan berhitung
dapat dikelompokkan menurut tingkatan,
yaitu kemampuan dasar berhitung,
kemampuan dalam menentukan nilai tempat,
kemampuan melakukan operasi
penjumlahan dengan atau tanpa teknik
menyimpan dan pengurangan dengan atau
tanpa teknik meminjam, kemampuan
memahami konsep perkalian dan
pembagian. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada uraian di bawah.
·
Kemampuan dasar berhitung, terdiri
atas:
i. Mengelompokkan (classification),
yaitu kemampuan mengelompokkan objek sesuai warna, bentuk,
maupun ukurannya. Objek yang
5) penggantian huruf/suku kata
sejenis dikelompokkan dalam suatu
himpunan, misalnya himpunan
kursi, himpunan kelereng merah,
Menulis Lanjutan/Ekspresif/Komposisi
himpunan bola besar, dan lain-lain.
merupakan aktivitas menulis yang
bertujuan mengungkapkan pikiran atau
Pada anak yang kesulitan
mengklasifikasi, anak tersebut
kesulitan menentukan bilangan
4) pembalikan huruf ke atas-bawah
·
berbahasa ujaran; (2) membaca; (3)
mengeja; (4) menulis permulaan.
perasaan dalam bentuk tulisan. Aktivitas
ini membutuhkan kemampuan (1)
ganjil dan genap, bilangan cacah,
bilangan asli, bilangan pecahan,
dan seterusnya.
40
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010
ISSN 0215-9511
Kesulitan Belajar
ii. Membandingkan (comparation),
yaitu kemampuan membandingkan
(sama dengan) dan lain-lain.
Penguasaan simbol-simbol tanda
ukuran atau kuantitas dari dua buah
objek. Misalnya:
ini akan berguna saat anak
melakukan operasi hitung.
Penggaris A lebih panjang dari
penggaris B
v. Konservasi, yaitu kemampuan


Bola X lebih kecil dari Bola Y

Bangku Merah lebih banyak dari
memahami, mengingat, dan
menggunakan suatu kaidah yang
sama dalam proses/operasi hitung
yang memiliki kesamaan. Bentuk
Bangku Biru, dan seterusnya.
konkret dari konservasi adalah
penggunaan rumus atau kaidah
iii. Mengurutkan (seriation), yaitu
kemampuan membandingkan
suatu operasi hitung. Dalam sebuah
operasi hitung berlangsung proses
yang serupa untuk objek kuantitas
yang berbeda. Misalnya dengan
memahami konsep penjumlahan
anak akan tahu bahwa 2+5 adalah
7 dan 4+9 adalah 13; karena
meskipun jumlah angkanya
berbeda tetapi pola hitungannya
sama. Anak akan mengalami
kesulitan saat menterjemahkan
kalimat bahasa menjadi kalimat
matematis pada soal cerita.
ukuran atau kuantitas lebih dari
dua buah objek. Pola
pengurutannya sendiri bisa dimulai
dari yang paling minimal ke yang
paling maksimal atau sebaliknya.
Contohnya:

Penggaris A paling pendek,
Penggaris B agak panjang, dan
Penggaris C paling panjang;

Bola X paling besar, Bola Y lebih
kecil, dan Bola Z paling kecil;

Bangku Merah paling banyak,
Bangku Biru lebih sedikit, dan
Bangku Hijau paling sedikit;

5 – 4 – 3 atau 20 – 40 – 70 – 80 –
100; dan seterusnya.
iv. Menyimbolkan (simbolization),
yaitu kemampuan membuat simbol
atas kuantitas yang berupa angka/
bilangan (0-1-2-3-4-5-6-7-8-9) atau
simbol tanda operasi dari sebuah
proses berhitung seperti tanda +
(penjumlahan), - (pengurangan), x
(perkalian), atau ÷ (pembagian), <
(kurang dari), > (lebih dari), dan =
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010
ISSN 0215-9511
·
Kemampuan dalam menentukan nilai
tempat;
Dalam berhitung/matematis,
pemahaman akan nilai tempat adalah
sesuatu yang penting, karena bilangan
ditentukan nilainya oleh urutan atau
posisi suatu angka di antara angka
lainnya. Dalam matematika, bilangan
yang terletak di sebelah kiri nilainya
lebih besar dari bilangan di sebelah
kanan. Misalnya pada bilangan 15;
angka “1” nilainya adalah 1 puluhan
sedangkan angka “5” adalah “5 satuan”.
41
Kesulitan Belajar
Konsep nilai puluhan dan satuan
melekat pada posisi/tempatnya masing-
Sedangkan konsep pembagian adalah
lanjutan dari konsep operasi
masing. Begitu juga nilai ratusan,
ribuan, puluhribuan, dan seterusnya.
Pemahaman mengenai konsep nilai
tempat juga penting dalam operasi
pengurangan. Pembagian pada dasarnya
adalah pengurangan yang berulang
(sebanyak angka pembaginya). Kedua
konsep operasi hitung ini akan bisa
hitung. Pada operasi penjumlahan
konsep ini akan mengarahkan
penentuan berapa nilai yang disimpan,
dikuasai anak hanya bila anak telah
menguasai konsep penjumlahan dan
pengurangan. Pada anak yang kesulitan
mengalikan atau membagi akan
sedangkan operasi pengurangan konsep
nilai tempat akan mengarahkan
cenderung menebak-nebak jawaban
atau tidak cermat melakukan proses
penghitungan.
penentuan berapa nilai yang dipinjam.
Contoh:
Contoh:
Menjumlah semua bilangan tanpa
melihat makna nilai tempat
Menjumlah
17 dengan tidak
25 + menghiraukan
42 teknik
menyimpan
atau
Perkalian dijadikan penjumlahan =
Menjumlah
17 semua
25 + bilangan
312 tanpa melihat
2 x 5 = 7
Perkalian yang tidak cermat = 2 x 5 = 8
makna nilai
tempat
Pembagian dijadikan pengurangan =
12 : 3 = 9
·
Kemampuan melakukan operasi
penjumlahan dengan atau tanpa teknik
menyimpan; dan pengurangan dengan
atau tanpa teknik meminjam. Anak yang
tidak menguasai tahapan konservasi
akan kesulitan melakukan operasi
hitung. Anak yang belum menguasai
konsep nilai tempat akan mengalami
kesulitan dalam proses operasi hitung
penjumlahan dengan menyimpan atau
pengurangan dengan meminjam.
·
42
Pembagian yang tidak cermat = 12 : 3
= 6
Dan seterusnya.
·
Kemampuan Menjumlah dan Megurang
Bilangan Bulat. Bilangan bulat terdiri
dari bilangan positif dan negatif.
Penjumlahan bilangan bulat positif
dengan bilangan bulat positif lain pada
umumnya tidak ditemukan kendala.
Misal: 10 + 3 = 13
Kemampuan memahami konsep
perkalian dan pembagian Konsep
perkalian merupakan lanjutan dari
konsep operasi penjumlahan. Perkalian
7 + 13 = 20
pada dasarnya adalah penjumlahan yang
berulang (sebanyak angka pengalinya).
Misal: 10 - 3 = 7
Pada operasi pengurangan yang nilai
pengurangnya lebih kecil, juga tidak
ditemukan kendala.
17 - 8 = 9
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010
ISSN 0215-9511
Kesulitan Belajar
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi pada
operasi penjumlahan dan pengurangan
Dari uraian di atas, tampak bahwa
kemampuan berhitung merupakan kemampuan
bilangan bulat yaitu:
yang sifatnya bertingkat. Dimulai dari tingkat
yang paling sederhana, yaitu kemampuan dasar
(seperti klasifikasi, komparasi, seriasi, serta
simbolisasi dan konservasi) sampai kemampuan
yang kompleks (yang sifatnya operasional seperti
nilai tempat, operasi hitung penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian).
(1) Penjumlahan bilangan bulat positif
dengan negatif
Contoh: 14 + (-10) = ....
5 + (- 9) = ....
(2) Penjumlahan bilangan bulat negatif
Menurut Kirk & Gallagher (1986), kesulitan
dengan positif
Contoh: - 7 + 9 = ....
- 8 + 3 = ....
(3) Penjumlahan bilangan bulat negatif
dengan negatif
Contoh: -8 + (-7) = ....
-9 + (-12) = ....
(4) Pengurangan bilangan bulat positif
dengan positif (bilangan pengurangan
lebih besar)
Contoh: 6 – 10 = ....
belajar dapat dikelompokan menjadi dua kelompok
besar yaitu developmental learning disabilities dan
kesulitan belajar akademis. Komponen utama pada
developmental learning disabilities antara lain
perhatian, memori, gangguan persepsi visual dan
motorik, berpikir dan gangguan bahasa. Sedangkan
kesulitan belajar akademis termasuk
ketidakmampuan pada membaca, mengeja,
menulis, dan aritmatik.
1.
Developmental Learning Disabilities
a.
Perhatian (attention disorder).
8 – 12 = ....
(5) Pengurangan bilangan bulat positif
dengan negatif
Contoh: 7 – (-10) = ....
9 – (-3) = ....
(6) Pengurangan bilangan bulat negatif
dengan positif
Contoh: - 4 – 8 = ....
-5 – 9 = ....
(7) Pengurangan bilangan bulat negatif
dengan negatif
Contoh: - 3 – (-5) = ....
-7 – (-2) = ....
Anak dengan attention disorder akan
berespon pada berbagai stimulus yang
banyak. Anak ini selalu bergerak, sering
teralih perhatiannya, tidak dapat
mempertahankan perhatian yang cukup
lama untuk belajar dan tidak dapat
mengarahkan perhatian secara utuh
pada sesuatu hal.
b. Memory Disorder
Memory
disorder adalah
ketidakmampuan untuk mengingat apa
yang telah dilihat atau didengar ataupun
dialami. Anak dengan masalah memori
visual dapat memiliki kesulitan dalam
me-recall kata-kata yang ditampilkan
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010
ISSN 0215-9511
43
Kesulitan Belajar
tes persepsi auditori, ekspresi verbal,
memori auditori sekuensial dan
secara visual. Hal serupa juga dialami
oleh anak dengan masalah pada ingatan
auditorinya yang mempengaruhi
perkembangan bahasa lisannya.
grammatic closure.
e. Language Disorder
c.
Gangguan persepsi visual dan motorik
Merupakan kesulitan belajar yang
paling umum dialami pada anak prasekolah. Biasanya anak-anak ini tidak
Anak-anak dengan gangguan persepsi
visual tidak dapat memahami ramburambu lalu lintas, tanda panah, kata-kata
berbicara atau berespon dengan benar
terhadap instruksi atau pernyataan
verbal.
yang tertulis, dan symbol visual yang
lain. mereka tidak dapat menangkap arti
dari sebuah gambar atau angka atau
memiliki pemahaman akan dirinya.
Contohnya seorang anak yang memiliki
penglihatan normal namun tidak dapat
mengenali teman sekelasnya. Dia hanya
mampu mengenal saat orang ybs
berbicara atau menyebutkan namanya.
Pada anak dengan gangguan persepsi
motorik, mereka tidak dapat memahami
orientasi kanan-kiri, bahasa tubuh,
visual closure dan orientasi spasial serta
pembelajaran secara motorik.
d. Thinking disorder
Thinking disorder adalah kesulitan
dalam operasi kognitif pada pemecahan
masalah pembentukan konsep dan
asosiasi. Thinking
disorder
berhubungan dekat dengan gangguan
dalam berbahasa verbal. Dalam
penelitian oleh Luick terhadap 237
siswa dengan gangguan dalam
berbahasa verbal yang parah,
menemukan bahwa mereka
memperlihatkan kemampuan yang
normal dalam tes visual dan motorik
namun berada di bawah rata-rata pada
44
2.
Academic Learning Disabilities
Academic learning disabilities adalah
kondisi yang menghambat proses belajar
yaitu dalam membaca, mengeja, menulis,
atau menghitung. Ketidakmampuan ini
muncul pada saat anak menampilkan kinerja
di bawah potensi akademik mereka.
ASSESMEN FORMAL DAN IDENTIFIKASI
KESULITAN BELAJAR
Identifikasi dalam hal ini merupakan proses
untuk menemuk dan mengenali individu agar
diperoleh informasi tentang jenis-jenis kesulitan
belajar yang dialami. Untuk mengantisipasi
kekeliruan dalam klasifikasi dan agar dapat diberikan
layanan pendidikan pada anak berkesulitan belajar.
Melalui identifikasi akan diperoleh informasi tentang
klasifikasi kesulitan belajar yang dialami anak. Dari
klasifikasi tersebut dapat disusun perencanaan
program dan tindakan pembelajaran yang sesuai.
Pada umumnya karakteristik peserta didik dapat
dikenali setelah 3 bulan pertama setelah mengikuti
pembelajaran di kelas.
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010
ISSN 0215-9511
Kesulitan Belajar
Harwell (2001) mengungkapkan bahwa
sebaiknya assesmen dan identifikasi siswa
Ada beberapa aspek penilaian yang harus
dilakukan dalam assesmen, yaitu:
berkesulitan belajar dilakukan oleh team yang terdiri
dari berabagi disiplin ilmu, yaitu :
1. Intelectual assesment. Penilaian kemampuan
intelektual ini meliputi beberapa hal, yaitu (1)
IQ yang bisa diukur dengan tes inteligensi
1. Psikolog sekolah: memperoleh informasi tentang
kondisi keluarga, sosial, dan budaya, mengukur
terstandar;(2) Peserpsi visual untuk melihat
interpretasi otak terhadap apa yang dilihatnya,
inteligensi dan perilaku melalui alat ukur yang
terstandar, dan memperoleh gambaran tentang
kelebihan dan kekurangan siswa.
2.
dapat diketahui dengan tes Visual Motor
Integration (VMI) untuk anak usia 3-18 tahun
atau The Bender Visual Motor Gestalt Test untuk
usia 4-11 tahun; (4) Persepsi Auditori untuk
Guru kelas dan orang tua: memberi informasi
tentang perkembangan anak, keterampilan yang
telah diperoleh anak, motivasinya, rentang
perhatiannya, penerimaan sosial, dan
penyesuaian emosional, yang dapat diperoleh
dengan mengisi rating scale tentang perilaku
anak.
3. Ahli pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus:
melakukan penilaian akademik dengan
menggunakan berbagai tes individual,
mengobservasi siswa dalam situasi belajar dan
bermain, melihat hasil pekerjaan siswa, dan
mendiskusikan performa siswa denga guru dan
orangtua.
4. Perawat sekolah : memperoleh data
perkembangan kesehatan siswa. Perawat bisa
meminta siswa untuk menunjukkan aktivitas
motorik sederhana, melakukan tes pendengaran
dan penglihatan siswa, dan jika ada masalah
kesehatan, perawat bisa mendiskusikannya ke
dokter.
5.
Administrator sekolah: memfasilitasi pertemuan
dengan pihak terkait dan menyediakan dana. Dan
melihat kemampuan proses menerima informasi
melalui stimulus auditori yang bisa dilakukan
melalui observasi kelas atau tes-tes auditori; (5)
Ingatan untuk melihat kemampuan anak dalam
mengingat informasi yang diterimanya, bisa
diketahui melalui subtes digit span WISC atau
tes lainnya.
2.
Academic assesment. Penilaian ini dilakukan
untuk menilai kemampuan membaca/mengeja,
menulis, dan berhitung yang dapat dilihat melalui
test terstandar, observasi kelas dan saat bermain
atau hasil kerjanya sehari-hari.
3.
Language assessment. Penilaian ini dilakukan
untuk mengetahui kemampuan bahasa anak yang
meliputi pengetahuan terhadap arti kata,
pengetahuan untuk meletakkan kata dalam
kalimat, dan kemampuan memanipulasi kata
sehingga memiliki arti yang bermakna. Penilaian
dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a.
Melihat hasil kerja anak dan bagaimana ia
merespon huruf, kata, dan kalimat.
b.
Bahasa yang diucapkan, seberapa banyak
kosa katanya, apakah kata yang dipilihnya
terkadang juga melibatkan pihak lain seperti guru
olahraga, terapis wicara, terapis okupasi, pekerja
sosial, atau dokter anak.
sesuai atau tidak.
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010
ISSN 0215-9511
45
Kesulitan Belajar
c.
Mendengar, apakah anak dapat mendengar
dan mengikuti pembicaraan.
d.
Observasi percakapannya dengan teman-
1.
Penatalaksana dibidang Medis
a.
Pengobatan yang diberikan adalah
teman sebayanya, dengan yang lebih muda,
dengan yang lebih tua. Apakah Ia bisa
sesuai dengan gangguan fisik atau psikiatrik
yang diderita oleh anak, misalnya:
menyesuaikan bahasa yang tepat.
4.
·
Health assesment. Penilaian ini dilakukan untuk
mengetahui riwayat kesehatan siswa.
·
Kemampuan komunikasi siswa
·
Pengetahuan mereka akan komunitasnya
·
Kemampuan untuk mengarahkan diri (self
directing)
·
Kesadaran akan kesehatan dan keselamatan
·
Kemampuan untuk menjaga diri sendiri
·
Perkembangan kemampuan sosial
·
Kebiasaan kerja dan kesadaran akan
pekerjaannnya
·
Penggunaan waktu luang
PENANGAN KESULITAN BELAJAR
Penangan yang diberikan pada kasus anak
dengan kesulitan belajar tergantung pda hasil
pemeriksaan yang komprehensif dari tim kerja.
Berbagai kondisi depresi dapat
diberikan dengan obat golongan
antidepresan
5. Behavior assesment. Penilaian perilaku ini
dilakukan untuk melihat dampak perilaku anak
terhadap keberhasilannya di sekolah., yang dapat
dilakukan melalui observasi, wawancara dengan
orangtua dan guru, penggunaan rating scale,
penggunaan inventori keprbadian, dan tes
proyektif. Ketika menilai perilaku siswa, ada
beberapa hal penting yang harus diperhatikan,
yaitu:
Terapi Obat
·
GPPH diberikan obat golongan
psikostimulansia, misalnya Ritalin,dll
b.
Terapi Perilaku
Terapi perilaku yang sering diberikan
adalah modifikasi perilaku. Dalam halini
anak akan mendapatkan penghargaan
langsung jika dia dapat memenuhi suatu
tugas atau tanggung jawab atau perilaku
positif tertentu. Di lain pihak, ia akan
mendapatkan peringatan jika jika ia
memperlihatkan perilaku negative. Dengan
adanya penghargaan dan peringatan
langsung ini maka diharapkan anak dapat
mengontrol perilaku negatif yang tidak
dikehendaki, baik di sekolah maupun di
rumah.
c.
Psikoterapi Suportif
Dapat diberikan pada anak dan
keluarganya. Tujuannya adalah untuk
memberi pengertian dan pemahaman
mengenai kesulitan yang ada, sehingga dapat
menimbulkan motivasi yang konsisten
dalam usaha untuk memerangi kesulitan ini.
Penanganan yang diberikan pada anak dengan
kesulitan belajar meliputi :
46
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010
ISSN 0215-9511
Kesulitan Belajar
d.
2.
Pendekatan Psikososial Lainnya
·
Psikoedukasi orang tua dan guru
·
Pelatihan keterampilan social bagi anak
Penatalaksana di bidang Pendidikan
Dalam hal ini terapi yang paling efektif
adalah terapi remedial, yaitu bimbingan langsung
oleh guru yang terlatih dalam mengatasi kesulitan
belajar anak. Guru remedial ini akan menyusun
suatu metoda pengajaran yang sesuai bagi setiap
anak. Mereka juga melatih anak untuk dapat
belajar baik dengan teknik-teknik pembelajaran
tertentu (sesuai dengan jenis kesulitan belajar
yang dihadapi anak) yang sangat bermanfaat bagi
anak dengan kesulitan belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Anak
Berkesulitan Belajar, Jakarta: Depdikbud RI.
Devaraj, S, Roslan, S. (2006). Apa itu disleksia,
panduan untuk ibu bapa, guru, dan kaunselor,
dalam S. Amirin (penyunting). PTS Profesional,
Kuala Lumpur.
Frank, R. (2002). The secret life of dyslexic child, a
practical guide for parents and educators. The
Philip Lief Group,Inc,2002., Inc, 2002.
Halahan, Daniel P. & Kaufman, James, M.
1994.Exceptional Children - 9th Edition,
Massachuset: Allyn & Bacon.
Hallhan, D.F. , : Kauffman, J.M. ; & Lloyd, J.W. , (
1985 ) Introduction to Learning Disabilitis, New
Harwell, Joan M. 2000. Information & Materials for
LD, New York: The Center of Applied Research
in Education.
Kirk, S.A, & Gallagher, J.J. (1986). Educating
Exceptional Children 5th ed. Boston: Houghton
Mifflin Company.
Lerner, Janet.2000. Learning Disabilities - 9th
Edition, Boston: Houghton Mifflin Company.
Martin, C.A., Colbert, K.K.1997. Parenting A Life
Span Perspective. New York : McGraw-Hill. Menkes, J.H, Sarna,J.B, Maria, B.L. (2005). Learning
disabilities, dalam: JH. Menkes, HB. Sarnat
(penyunting). Child neurology, edisi ke-7.
Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22, 23,
24 tahun 2006 tentang Standar Isi, Standar
Kompetensi Lulusan, dan Pelaksanaan.
Reid, G. (2004). Dyslexia: A complete guide for
parents. John Wiley and Sons, Ltd, England.
Sally, Shaywitz, Bennett (2006). Dyslexia, dalam: KF.
Swaiman, S. Ashwal, DM. Ferreier (penyunting).
Pediactric neurology principles and practice,
volume 1, edisi ke 4, Mosby, Philadelphia
Sunardi, dkk.1997. Menangani Kesulitan Belajar
Membaca, Jakarta: Depdikbud RI.
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Vallet, Robert E.1969. Programming Learning
Disabilities, California: Fearon Publisher.
Jersey : Prentice-Hall Inc.
Magistra No. 73 Th. XXII September 2010
ISSN 0215-9511
47
Download