PENGARUH MAKSIAT TERHADAP PENYAKIT HATI MENURUT IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persayaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos. I) Disusun Oleh: Husni Mubaroq 101052022638 JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 M/1429 H PENGARUH MAKSIAT TERHADAP PENYAKIT HATI MENURUT IBNU AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Oleh : HUSNI MUBAROQ NIM: 101052022638 Di Bawah Bimbingan : Dra. Asriati Jamil, M.Hum NIP: 150 244 766 JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 M/1429 H LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat, 24 Juni 2008 Penulis PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati Menurut Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyyah telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta pada tanggal 24 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I) pada Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Jakarta, 24 Juni 2008 Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota Drs. Study Rizal LK, MA NIP: 150 262 876 Nasichah, MA NIP: 150 276 298 Anggota Penguji I Drs. M. Luthfi, MA NIP: 150 268 782 Penguji II Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA NIP: 150 299 324 Pembimbing Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum NIP: 150 244 766 ABSTRAK Husni Mubaroq Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati Menurut Ibn Al-Qayyim Al Jauziyyah Skripsi ini dibuat untuk mendeskripsikan dan menganalisis pandangan Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyyah mengenai pengaruh maksiat terhadap penyakit hati, lewat beberapa pendapat yang disampaikan beliau dalam bukunya. Sebuah kata yang mungkin sering didengar ditelinga, bahkan sampai disaksikan sendiri dengan mata kepala terbuka. Kata tersebut merupakan sebuah perbuatan yang melanggar aturan dan syari’at yang telah ditetapkan atau ditentukan oleh Allah SWT. Tentunya aturan dan syari’at tersebut mempunyai makna yang dalam bagi umat Islam. Adapun kata tersebut adalah “maksiat”. Ketika seseorang berbuat maksiat, di dalam hatinya terjadi pergolakan yang sangat dahsyat, antara membenarkan atau menyalahkan atas perbuatan yang telah dilakukannya. Bahkan hatinya bisa menjadi beku terhadap aturan dan syari’at Allah jika telah terbiasa melakukan kemaksiatan. Penelitian skripsi ini merupakan penilitan literar sehingga termasuk penelitian kulitatif, dengan metode deskrpsi analisis, yaitu menerangkan dalam bentuk analisis pustaka (library research), karena data-data yang disajikan berupa pernyataan-pernyataan dan dapat diartikan sebagai penelitian yang tidak menggunakan angka statistik. Dalam bahasa Arab, makna dasar kata maksiat adalah durhaka. Di dalam ajaran Islam, kata ini dipakai untuk menyebut perbuatan durhaka atau dosa seseorang yang tidak mau mengikuti perintah Allah SWT dan rasul-Nya. Sebaliknya, ia justru mengerjakan larangan-Nya. Sedangkan penyakit hati ialah rasa sakit yang menimpa hati, seperti rasa sakit ketika musuh menguasai anda. Sesungguhnya yang demikian mendatangkan rasa panas atau menyayat hati. Penyakit hati juga dikarenakan terjadiya kerusakan, terutama pada persepsi dan keinginan. Orang yang hatinya sakit akan tergambar kepadanya hal-hal berbau subhat. Akibatnya, ia tidak dapat melihat kebenaran. Di sisi lain, keinginannnya membenci kebenaran yang bermanfaat dan menyukai kebathilan yang berbahaya. Dalam hal ini Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyyah memberikan sebuah pandangan bahwa pengaruh dan bahaya maksiat terhadap penyakit hati sebagai berikut: maksiat menghalangi ilmu, maksiat menghalangi rizki, maksiat menimbulkan kerisauan dan kesepian dalam hati, maksiat mendatangkan kesulitan, maksiat menimbulkan kegelapan dalam hati, maksiat melemahkan hati dan badan, maksiat menghalangi ketaatan, maksiat mengurangi umur dan mengikis berkah, maksiat melemahkan hati untuk berbuat kebajikan, dan maksiat melemahkan kebaikan. KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain memanjatkan untaian puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang senatiasa berlimpah kepada penulis, sehingga penulis diberikan kemampuan, kekuatan serta ketabahan hati dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Revolesioner Besar junjungan Nabi Muhammad Saw, yang senantiasa membawa cahaya dan rahmat bagi seru sekalian alam. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak sekali kesulitan dan hambatan yang dihadapi, serta saat ini juga masih jauh dari kesempurnaan dan hal ini tidak terlepas dari sifat manusia sebagai makhluk yang disebut oleh Nabi “alinsan minal khoto’wa al-nisyan” manusia tempatnya salah dan lupa. Selanjutnya penulis ingin mengucapkan ribuan terima kasih tiada tara dan tiada terhingga atas bimbingan dan pengarahan-pengarahan yang diberikan kepada penulis, yaitu kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta para Pembantu Rektor. 2. Bapak Dr. Murodi M.A, sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, beserta jajarannya, Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III. Mudah-mudahan dapat membawa Fakultas Dakwah dan Komunikasi menjadi Fakultas terdepan 3. Bapak Drs. M. Lutfi, M.A. sebagai Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, beserta Ibu Nasichah M.A. selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada mantan Sekretaris Jurusan BPI, Ibu Dra. Musfirah Nurlaily. 4. Ibu Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum. sebagai Dosen Pembimbing skripsi, atas ketulusan dan kebaikan hatinya, memberikan motivasi kepada penulis serta membimbing dengan penuh keikhlasan di tengah kesibukannya, dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas kepustakaan sebagai bahan referensi dalam pembuatan skripsi penulis. 6. Terima kasih penulis haturkan kepada segenap Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pimpinan, Dosen, dan Karyawan khususnya di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, atas andil mereka penulis dapat melalui proses belajar dengan baik dan lancar. 7. Ibunda Fatimah dan Ayahanda (alm) Hasan Arfan, kakak-kakakku Wardah, Faridah, yang berada jauh di Bali yang penulis cintai yang tiada putus memberikan motivasi berupa moril maupun materil, Saidah yang berada di Bogor yang selalu memberikan semangat berupa moril maupun materil, sehingga menjadikan penulis mampu meraih cita, cipta, dan cintaNya 8. Sahabat-sahabat BPI angkatan 2001, Ru’yat (Ablenk), Yayat (Jawa), Handy (Ndut), Ruby, Decky, Munakib, Sahroji, Amut, Abdul Kahfi, Muhammad Hafidz, dan yang lainnya, yang tak bisa penulis sebut semua. 9. Teman-teman seperjuangan, Duplax, Ndut, Jawa, Lutfi, Asep, Risdy, David, Bode, Mawan, Aplox, Joel, Ra’uf, dan lainnya yang tidak bisa penulis sebut satu persatu. 10. Terima kasih pula untuk adik-adik kelas angkatan 2003 sampai dengan angkatan 2007 yang selalu memberikan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini. Banyak lagi nama-nama yang ingin penulis sebut, namun tidak memungkinkan untuk menuliskannya. Penulis hanya berharap semoga Allah SWT membalas amal, dan budi baik semuanya, dan semoga skripsi ini dapat membawa manfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Amin. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Jakarta, 24 Juni 2007 Penulis DAFTAR ISI ABSTRAK ............................................................................................. KATA PENGANTAR .......................................................................... DAFTAR ISI ......................................................................................... PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................... BAB I BAB II BAB III i ii v vii PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................... C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................... D. Tinjauan Pustaka ......................................................... E. Metodologi Penelitian ................................................. F. Sistematika Penulisan .................................................. 1 9 9 10 11 13 LANDASAN TEORITIS A. Pemahaman Umum Tentang Maksiat ......................... 1. Pengertian Maksiat ................................................ a. Menggelisahkan Hati ...................................... b. Terjadi Bencana Alam .................................... c. Konflik Antara Manusia .................................. d. Terhambat Untuk Masuk Surga ...................... B. Pengertian Penyakit Hati ............................................ 1. Pengertian Penyakit Hati ...................................... 2. Tanda-tanda Penyakit Hati .................................... 3. Pengobatan Penyakit Hati ..................................... 15 15 18 18 19 21 22 22 33 34 BIOGRAFI IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH A. Silsilah dan Kemasyhuran Beliau ............................... B. Putra-Putra Ibnu Qayyim ............................................ C. Akhlak Ibnu Qayyim ................................................... D. Aktivitas Ibadah dan Kezuhudan Ibnu Qayyim .......... E. Masa Kehidupan Ibnu Qayyim ................................... F. Masa Mencari Ilmu Pengetahuan ................................ G. Ilmu-ilmu Yang Dikuasai ............................................ H. Peran Ibnu Qayyim Dalam Bidang Intelektual ........... I. Guru-guru Ibnu Qayyim .............................................. J. Murid-murid Ibnu Qayyim .......................................... K. Perlakuan Tidak Nyaman Terhadap Ibnu Qayyim....... L. Wafatnya Ibnu Qayyim ............................................... M. Karya-karya Ibnu Qayyim ........................................... 41 42 42 43 44 46 47 47 49 49 49 50 51 BAB IV ANALISIS PENGARUH MAKSIAT TERHADAP PENYAKIT HATI MENURUT IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH A. Analisa Tentang Maksiat dan Penyakit Hati ............... 58 1. Al-lahazat (pandangan pertama) ........................... 60 2. Al-khothorot (pikiran yang melintas dibenak) ...... 61 3. Al-lafazhat (ungkapan kata-kata) .......................... 62 4. Al-khuthuwat (langkah nyata untuk perbuatan) .... 63 B. Pandangan Ibnu Qayyim Tentang Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati ............................................... 67 1. Maksiat menghalangi ilmu .................................... 68 2. Maksiat menghalangi rizki .................................... 69 3. Maksiat menimbulkan kerisauan dan kesepian dalam hati ......................................................................... 69 4. Maksiat mendatangkan kesulitan .......................... 70 5. Maksiat menimbulkan kegelapan dalam hati ........ 70 6. Maksiat melemahkan hati dan badan .................... 70 7. Maksiat menghalangi ketaatan .............................. 71 8. Maksiat mengurangi umur dan berkah .................. 71 9. Maksiat melemahkan hati untuk berbuat kebajikan ............................................................... 72 10. Maksiat melemahkan kebaikan ............................. 73 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................. B. Saran ............................................................................ DAFTAR PUSTAKA 74 75 PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN ARAB LATIN أ ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص a/’ ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ﻩ ي dh â (a panjang), contoh î (i panjang), contoh û (u panjang), contoh b t ts j ħ kh d dz r z s sy sh اﻟﻤﺎﻟﻚ اﻟﺮﺣﻴﻢ اﻟﻐﻔﻮر th zh ‘ gh f q k l m n w h y : al-Mâlik : al-Raħîm : al-Ghafûr DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK ............................................................................................. KATA PENGANTAR........................................................................... DAFTAR ISI.......................................................................................... PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................... BAB I PENDAHULUAN G. Latar Belakang Masalah .............................................. H. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................... I. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................. J. Metodologi Penelitian .................................................. K. Sistematika Penulisan .................................................. BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG MAKSIAT PENYAKIT HATI C. Pemahaman Umum Tentang Maksiat .......................... 2. Pengertian Maksiat................................................. a. Menggelisahkan Hati ....................................... b. Terjadi Bencana Alam ..................................... c. Konflik Antara Manusia................................... d. Terhambat Untuk Masuk Surga ....................... D. Pengertian Penyakit Hati dan Tanda-tandanya ............ 4. Pengertian Penyakit Hati........................................ 5. Tanda-tanda Penyakit Hati .................................... 6. Pengobatan Penyakit Hati ...................................... BAB III BIOGRAFI IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH N. Silsilah dan Kemasyhuran Beliau ............................... O. Putra-Putra Ibnu Qayyim ............................................. P. Akhlak Ibnu Qayyim ................................................... Q. Aktivitas Ibadah dan Kezuhudan Ibnu Qayyim .......... R. Masa Kehidupan Ibnu Qayyim .................................... S. Masa Mencari Ilmu Pengetahuan ................................ T. Ilmu-ilmu Yang Dikuasai............................................. U. Peran Ibnu Qayyim Dalam Bidang Intelektual ............ V. Guru-guru Ibnu Qayyim............................................... W. Murid-murid Ibnu Qayyim........................................... X. Perlakuan Tidak Nyaman Terhadap Ibnu Qayyim....... DAN Y. Wafatnya Ibnu Qayyim ................................................ Z. Karya-karya Ibnu Qayyim............................................ BAB IV ANALISIS PENGARUH MAKSIAT TERHADAP PENYAKIT HATI MENURUT IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH C. Analisa Tentang Maksiat dan Penyakit Hati................ 5. Al-lahazat (pandangan pertama) ............................ 6. Al-khothorot (pikiran yang melintas dibenak)....... 7. Al-lafazat (ungkapan kata-kata) ............................ 8. Al-khuthuwat (langkah nyata untuk perbuatan)..... D. Pandangan Ibnu Qayyim Tentang Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati................................................ 11. Maksiat menghalangi ilmu..................................... 12. Maksiat menghalangi rizki..................................... 13. Maksiat menimbulkan kerisauan dan kesepian dalam hati.......................................................................... 14. Maksiat mendatangkan kesulitan ........................... 15. Maksiat menimbulkan kegelapan dalam hati......... 16. Maksiat melemahkan hati dan badan ..................... 17. Maksiat menghalangi ketaatan............................... 18. Maksiat mengurangi umur dan berkah................... 19. Maksiat melemahkan hati untuk berbuat kebajikan ................................................................................ 20. Maksiat melemahkan kebaikan .............................. BAB V PENUTUP C. Kesimpulan .................................................................. D. Saran............................................................................. DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia yang hidup pada sebuah jaman yang serba canggih ini dengan iptek sebagai andalannya, terkadang sering memberikan perubahan-perubahan yang tidak pasti baik dalam bidang hukum, politik, budaya, moral, norma, nilai dan etika kehidupan yang semua itu berakselerasi dengan cepat. Semakin cepat perubahan itu, maka semakin maju pula masyarakat dan tuntutan hidup yang harus dipenuhi oleh masing-masing individu juga semakin meningkat. Akibat bertambahnya kebutuhan hidup pada masyarakat modern maka manusia dalam hidupnya selalu mengejar waktu, mengejar benda, dan mengejar prestise. Dari sinilah manusia akan memikirkan diri sendiri atau merasa bahwa ia perlu terlebih dahulu memikirkan kepentingan dirinya (egois). Sikap ini selanjutnya akan berakibat pada timbulnya persaingan hidup dan pada gilirannya orang kehilangan pegangan hidup, hanyut terbawa arus globalisasi. Dengan hilangnya pegangan hidup itu manusia menjadi tidak mempunyai jati diri. Peniruan-peniruan sering mereka lakukan (imitasi) untuk bisa dikatakan mempunyai jati diri. Karena itulah orang sering tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga menimbulkan ketegangan atau stres pada dirinya yang pada akhirnya harus menghadapi berbagai penderitaan, dan jiwa mereka dipenuhi rasa gelisah dan khawatir. Menurut Ahmad Najid Burhani, secara alamiah manusia merindukan kehidupan yang tenang dan sehat, baik jasmani maupun rohani. Kesehatan yang bukan hanya menyangkut badan, tetapi juga kesehatan mental1. Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad pun bukan hanya dipersembahkan bagi pemeluknya (kaum muslimin) saja, tapi juga untuk seluruh umat manusia. Semua umat Islam tahu bahwa Islam mampu menjawab segenap persoalan yang terjadi pada umat manusia di muka bumi ini. Sayangnya banyak orang yang enggan mengakui sifat ‘alamiyah (universal) Islam ini. Allah SWT dalam mensyari'atkan segala sesuatu atas hambanya pasti menyertakan hikmah di dalamnya. Namun demikian, bukan kewajiban hamba itu untuk mengetahui hikmah tersebut, tetapi jika ia mengetahui hikmahhikmah tersebut, maka itu lebih baik, karena akan memotifasinya untuk istiqamah dalam melaksanakan syari'ah Allah SWT itu. Harus diyakini bahwa Allah SWT tidak memerintahkan suatu perintah kecuali pasti ada manfaat bagi hamba yang mentaatinya. Demikian pula sebaliknya, Allah tidak melarang sesuatu kecuali pasti ada muhlarat untuk hamba yang melanggarnya. Sebuah kata yang mungkin sering terdengar ditelinga, kata tersebut merupakan sebuah perbuatan yang melanggar aturan atau syari’at yang telah ditentukan oleh Allah, tentunya bagi umat Islam mempunyai makna yang luas. Kata tersebut yaitu “maksiat”. 1 Ahmad Najib Burhani,, Manusia Modem Mendamba Allah Renungan Tasawuf Positif, (Jakarta: Hikmah, 2002), hal. 175 Dari awal mulanya penciptaan manusia yaitu Nabi Adam kata tersebut sudah dilakukan, Nabi Adam melanggar perintah Allah dengan mengambil buah Khuldi. Akhirnya Nabi Adam dikeluarkan dari surga atas kemaksiatan yang ia perbuat. Iblis terusir dari rahmat Allah Swt karena maksiat. Dan sungguh rontoknya seluruh peradaban di muka bumi ini, hanya disebabkan satu kata. Itu tiada lain adalah ‘maksiat.’ Tiada yang beruntung seseorang dalam melakukan maksiat. Hal terbaik yang harus dikerjakan adalah meninggalkannya. Maksiat tidak hanya dilakukan oleh kaum durjana, ia bahkan dapat membuat seorang shaleh tergelincir dan membuat para kekasih Allah terperosot. Karenanya berhati-hatilah dari perbuatan maksiat. Sungguh dalam berbuat maksiat tidak ada seorang pun yang beruntung Contoh-contoh yang penulis terangkan diatas telah jelas sekali bahwa kemaksiatan telah meraja-lela dimuka bumi ini. Melakukan suatu dosa atau maksiat sangat mempengaruhi kepribadian, jiwa dan hati. Allah SWT telah jelas menerangkan didalam al-Quran, surat Ar-Ruum ayat: 41, bahwa kerusakan yang timbul di muka bumi ini adalah disebabkan oleh perbuatan manusia sendiri sebagai berikut: ⌧ ⌧ ☺ ⌧ Artinya : ”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).2 (Ar-Ruum: 41) Adapun Hati terbagi menjadi dua bagian, yaitu hati yang merupakan tempat ‘Arsy Rahman, yang di dalamnya terdapat cahaya, kehidupan, kebahagiaan, kesenangan dan segala bentuk kebajikan. Sedangkan hati yang kedua adalah hati yang menjadi tempat bercokolnya syaitan. Didalamnya terdapat kesempitan, kegelapan, kesedihan, kecemasan, ketakutan, duka cita3. Hati adalah sumber kebaikan dan keburukan seseorang. Bila hati penuh dengan ketaatan kepada Allah, maka perilaku seseorang akan penuh dengan kebaikan. Sebaliknya, bila hati penuh dengan syahwat dan hawa nafsu, maka yang akan muncul dalam perilaku adalah keburukan dan kemaksiatan. Menurut Kartini Kartono, mental yang sehat adalah kemampuan seseorang memecahkan segenap keruwetan batin manusia yang ditimbulkan oleh macam-macam kesulitan hidup, serta berusaha mendapatkan kebersihan jiwa, dalam pengertian tidak terganggu oleh ketegangan, ketakutan dan konflik batin4. Hati nurani adalah salah satu aspek terdalam dalam jiwa manusia yang senantiasa menilai benar salahnya perasaan, niat, angan-angan, pemikiran, hasrat, sikap dan tindakan seseorang, terutama dirinya sendiri. Sekalipun hati nurani ini cenderung menunjukkan apa yang benar dan apa yang salah, tetapi ternyata tidak jarang mengalami keragu-raguan dan 2 Yayasan Penterjemah Al-Qur’an/Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Qur’an. Raja Fahd. 1971. 3 M. Shalih al-Munjid, Terapi Mengatasi Kecemasan, Robbani Press, Jakarta. Cet ke-II, h.1-3 4 Kartono, Kartini, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental, (Bandung: Mandar Maju, 1989) hal. 4 sengketa batin, sehingga seakan-akan sulit menentukan mana yang benar dan mana yang salah.5 Tempat untuk memahami dan mengendalikan diri itu ada di hati. Hatilah yang menunjukkan watak dan siapa diri kita sebenarnya. Hati atau kalbulah yang membuat manusia mampu berprestasi, bila hati bening dan jernih, insya Allah, keseluruhan diri manusia akan menampakkan kebersihan, kebeningan, dan kejernihan.6 Di antara fungsi hati, menurut Al-Ghazali, adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.7 Allah telah menciptakan hati sebagai tempat Dia bersemayam. Fungsi hati adalah untuk mengenal Tuhan, mencintai Tuhan, menemui Tuhan, dan pada tingkat tertentu, melihat Tuhan atau berjumpa dengan-Nya. Hati yang berpenyakit ditandai dengan tertutupnya mata batin seseorang dari penglihatan-penglihatan rohaniah. Terkadang hati diserang oleh penyakit dan sakitnya bertambah parah, tetapi tidak disadari oleh pemiliknya. Bahkan bisa membuat hati beku dan mati. Seseorang dapat menyadari apabila kesibukan-kesibukan menghampiri, begitu banyak pikiran-pikiran, sehingga Sholat sebagai sarana mengingat Allah, terlewati dengan sekedarnya, kalau bisa bacaan-bacaannya sedemikan cepatnya agar bisa melanjutkan aktivitas lain. Ada kalanya sholat serasa indah dan penuh makna, tetapi kebanyakan lainnya begitu cepat tanpa meninggalkan kesan. Disinilah hati akan mulai terpengaruhi, karena serba terburu-buru, 5 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam, (Yogkayarta: Yayasan Insan Kamil-Pustaka Pelajar Offset, 2001). h. 147 6 Herwono dan M. Deden Ridwan, Aa Gym dan Fenomena Daarut Tauhid: Memperbaiki Diri Lewat Manajemen Qalbu, (Bandung: Hikmah-Mizan, 2002) h. 226-227 7 http://www.semaian.net/agritech/index.php?option=com=view&id=24&Itemid=157 7 Juli 2008 sampai-sampai tidak merasakan indahnya kedamaian tatkala sholat dan ketenangan setelahnya. Ketika seseorang menyadari ada yang tidak beres dengan hatinya, serasa penuh stress dan tidak tenang bahkan penuh angan-angan yang berlebihan, maka detik itu hatinya mulai sakit, dan setiap penyakit harus diobati agar kembali sembuh. Adapun untuk mengobati hati kita haruslah bersabar. Untuk mengobati Hati, kita harus telaten dan sabar, karena ini akan sangat berat dan susah, karena cobaan-cobaan yang muncul dari diri kita masing-masing. Adapun makanan yang bergizi untuk Hati adalah Iman dan Obat yang dimaksud adalah Al-qur'an. Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, salah satu tanda kesehatan Hati adalah meninggalkan kesenangan dunia hingga berlabuh ke Akhirat dan bertempat disana (dunia) seakan-akan dirinya bagian dari penduduk akhirat.8 Allah Maha pengasih lagi maha penyayang, barangsiapa yang berusaha mencari kedamaian dan ketenangan Jiwa dengan jalan yang Allah telah syari'atkan, tentulah Allah tidak akan menyia-nyiakan. Allah akan menumbuhkan ketenangan kepada Hatinya, sehingga seluruh perkara-perkara kehidupan di dunia tersusah sekalipun dihadapi dengan senyum ketenangan. Tentunya seseorang pernah merasakan kegagalan dalam sebuah ujian di kuliah ataupun kehidupan, terkadang kegagalan ini ada karena ketergesa-gesaan mereka sendiri, sehingga semua serasa semrawut dan tidak bisa konsentrasi 8 2008 http://ikider.de/index.php?option=com_content&task=view&id=35&Itemid=30 7 Juli dalam ujian yang akan dihadapi, ini karena pikiran dipenuhi kesibukankesibukan dan hati menjadi tidak bisa fokus. Penyakit hati adalah kesedihan, kemarahan, dendam, iri hati, kesombongan dan semua sifat buruk lainnya. Bila disimpan, menyebabkan kesulitan mencari keseimbangan, bahkan kehilangan keseimbangan.9 Banyak penyakit hati yang sulit dihilangkan, ketika seseorang mengalami penderitaan akibat perbenturan ego. Penyakit hati dapat menyebabkan benturan itu meluap setiap kali mengalami masalah. Pada jenis penyakit hati ini, selalu saja tak ada yang ingin disalahkan. Jarang yang ingin mengintropeksi dirinya ketika mengalami benturan dalam hidupnya. Penyakit hati menimbukan gangguan psikologi dan gangguan ini berpengaruh pada kesihatan fizikal.10 Contoh penyakit hati adalah dengki, iri hati, dan dendam kepada orang lain. Dendam adalah rasa marah yang tersimpan jauh di dalam hati, sehingga memporak-porandakan hati. Akibat dari menyimpan dendam dihati, akhirnya menjadi tertekan berkepanjangan. Adapun akibat dari iri hati ialah kehilangan perasaan tenteram. Orang yang iri hati tidak dapat menikmati kehidupan yang normal kerana hatinya tidak pernah tenang sebelum melihat orang lain mengalami kesulitan. Dia melakukan berbagai hal untuk memuaskan rasa iri hatinya. Bila ia gagal, ia akan jatuh kepada tekanan dan kekecewaan. Penyakit-penyakit hati secara tidak langsung dapat diketahui melalui tanda-tandanya secara lahiriyah yang mengisyaratkan tentang kehadirannya. Tanda-tanda tersebut banyak sekali, yang paling nyata di antaranya ialah sikap 9 http://www.mahoni30.org/index.php?Itemid=36&id=34&option=com 7 Juli 2008 Ibid, www. semaian.com 10 bermalas-malasan dalam mengerjakan berbagai macam ketaatan, merasa berat berbuat kebajikan, sangat terikat pada syahwat hawa nafsu, sangat cenderung kepada kelezatan dunia, sangat ingin memperluas kesejahteraan di dalamnya serta lebih lama berdiam di sana.11 Menurut Ibnu Qoyyim, dosa dan maksiat karena hati yang sakit menyebabkan seseorang terus terjerumus dalam perbuatan yang menjauhkan dirinya dari Allah. Hal itu berakibat pada hilangnya berkah, rasa malu, dan kenikmatan yang seharusnya diterima oleh hamba serta berujung pada syirik, cinta dunia, laknat, dan kehancuran12 Dari sinilah maka penyakit hati lebih mengganggu dan lebih berbahaya, lebih parah dan lebih buruk dari penyakitpenyakit tubuh ditinjau dari berbagai segi dan arah yang paling merugikan dan paling besar bahayanya ialah karena penyakit hati mendatangkan madharat atas seseorang dalam agamanya, yaitu modal kebahagiaan di dunia, dan bermudharat bagi akhiratnya. Jelaslah perbuatan maksiat jika dilakukan terus-menerus akan membuat keresahan dalam hati, setiap orang melakukan hal-hal yang berbau dosa secara tidak langsung hatinya merasakan keresahan dan kegelisahan yang membuat dirinya ragu-ragu untuk melakukan hal tersebut. Jadi adakah kemaksiatan yang seseorang lakukan akan mempengaruhi hati? Bagaimana dan atas jalan apa maksiat itu mempengaruhi hati? Dari itu penulis dalam kesempatan ini mencoba memberikan sebuah masukan bagi civitas akademika yang penulis tuangkan dalam skripsi dengan judul 11 As-Sayyid Al-Allamah Abdullah Hadad,, Menuju Kesempurnaan Hidup,(Bandung: Mizan, 1992), hal. 88-89 12 Ibnu Qoyyim, Penawar Hati Yang Sakit. (Jakarta: Gema Insani, 2003), hal. 23 ”Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati Menurut Ibn Al-Qayyim Al Jauziyyah”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Adapun pembatasan masalahnya: 1. Maksiat dan penyakit hati 2. Pengaruh maksiat terhadap penyakit hati menurut Ibn Al Qayyim Perumusan masalah: 1. Apa yang dimaksud dengan penyakit hati? 2. Bagaimana pengaruh maksiat terhadap penyakit hati menurut Ibn AlQayyim? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh maksiat terhadap penyakit hati menurut Ibn Al-Qayyim? Adapun manfaat yang di harapkan oleh penulis dari penelitian ini adalah: a. Bagi pengembangan keilmuan yang berkaitan dengan bidang konseling. Khususnya yang berkaitan dengan maksiat dan penyakit hati b. Dapat dijadikan acuan bagi civitas akademika c. Dapat dijadikan data atau bahan analisis bagi yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut D. Tinjauan Pustaka Berdasarkan penelitian di Perpustakaan Fakultas Dakwah, penelitian yang peneliti kaji adalah masalah pengaruh maksiat terhadap penyakit hati, yang merupakan sebuah fenomena sosial masyarakat pada akhir-akhir ini tanpa disadari sering terlihat oleh mata kepala kita sendiri. Oleh karena itu di bawah ini ada beberapa kajian skripsi yang ditulis oleh peneliti lain: Pertama, skripsi yang disusun oleh saudara Habsi Nurhidayat yang berjudul: “Terapi Penyakit Hati Menurut Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah. Penyusun skripsi tersebut pada intinya menyatakan penyakit hati bagi setiap manusia tidak hanya menyebabkan ketidakseimbangan fungsi hati manusia, tetapi mengakibatkan manusia semakin jauh dari Allah SWT. Dalam skripsi tersebut Ibnul Qayyim menjelaskan beberapa penyakit hati dan pengobatan atau terapinya. Adapun penyakit hati diidentifikasikan sebagai akibat dari nafsu al-ammarah dan nafsu al-lawwamah, kedua akibat dari nafsu tersebut telah melahirkan berbagai penyakit hati bagi manusia yang sangat mengganggu batin dan spiritualitas manusia. Dengan pengobatan melalui terapi yang diberikan oleh Ibnul Qayyim, yaitu dengan terapi Al-Qur’an, muhasabah, penguatan diri untuk berlindung dari sentan, dan terapi melalui ibadah qalbu (hati) yang merupakan ajaran yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW dengan dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kedua, skripsi yang disusun oleh saudara Dunih yang berjudul: Penyakit Hati dan Terapinya menurut Ibnu Taimiyyah. Di dalam skripsi tersebut dijelaskan bebrapa penyakit hati dan terapinya. Adapun terapi yang diberikan oleh Ibnu Taimiyyah tidak jauh berbeda dengan Ibnul Qayyim, yaitu dengan Al-Qur’an dan ritual keagamaan seperti: shalat, puasa, zakat, dan Haji. Dari kedua skripsi di atas, penulis tidak menemukan adanya pengaruh maksiat, tetapi penulis hanya menemukan bahasan tentang penyakit hati. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengangkat judul skripsi ini. E. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian 1.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian literer sehingga termasuk jenis penelitian kualitatif, karena data-data yang disajikan berupa pernyataan-pernyataan dan dapat diartikan sebagai penelitian yang tidak menggunakan angka statistic, yang berkaitan dengan terapi dan kecemasan. 1.2. Pendekatan Penelitian Berkaitan dengan judul yang diangkat, maka diperlukan pendekatan-pendekatan yang diharapkan mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan komprehensif. Ada dua pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama: pendekatan filosofis. Filsafat berarti mencari hakekat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat dan serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.13 Dari definisi tersebut diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakekat, atau mengenai sesuatu yang berada di balik obyek formalnya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriah. Dalam penelitian 13 42-43 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003). h. ini penulis menggunakan pendekatan filsafat dengan landasan bahwa manusia diciptakan dalam kondisi fitrah,14 memiliki naluri keagamaan (memiliki nilai Illahiyah), di samping manusia sebagai mahluk itu sendiri, sehingga atas dasar inilah manusia dipandang sebagai mahluk secara utuh, yaitu manusia yang memiliki bio-psikososio-religious. Kedua: pendekatan psikologis. Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku. yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat, bahwa perilaku seseorang yang nampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa mengucapkan salam dan rela berkorban untuk kebenaran adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama sebagaimana diungkapkan oleh Zakiah Daradjat tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya. Dalam ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap batin seseorang.15 Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan psikologi dikarenakan dengan pendekatan psikologi dapat diketahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan sesorang, juga dapat di gunakan sebagai alat untuk memasukkan agama kedalam jiwa. 14 Mengenai fitrah dijelaskan dalam al-Qur’an: disadari atau tidak manusia membutuhkan penciptaan (39: 8, 49). Suara fitrah manusia muncul atau terdengar dan menjerit memanggil RobbNya manakala manusia dihadapkan malapetaka (31: 32; 17 : 77-69) 15 Ibid, Metodologi Studi Islam, 2003. h. 50 1.3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitiaan ini, penulis menggunakan metode penelitian malalui telaah kepustakaan (library reseach). Metode library reseach adalah penelitian yang dilakukan terhadap sumber-sumber tertentu berupa buku, majalah, artikel dan karangan lain.16 Artinya peneliti mengumpulkan data-data berupa buku, majalah, artikel dan karangan lain tentang maksiat, dan penyakit hati menurut Ibn Al-Qayyim, serta karangan-karangan yang sesuai dengan judul peneliti. F. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut: : Adalah bab Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Bab I Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab II : Adalah bab Landasan Teori yang terdiri dari Pengertian Maksiat, Pengertian Penyakit Hati, Tanda-tanda Penyakit Hati, Pengobatan Penyakit Hati. Bab III : Adalah bab Biografi Ibn Al-Qayyim yang terdiri dari Biografi Ibn Al-Qayyim dan Karya-karyanya. 16 hal. 65 Prasetya Irawan, , Logika dan prosedur penelitian, Jakarta: STIA-LAN Press 1999. Bab IV : Adalah bab Analisis yang terdiri dari Analisa Tentang Maksiat dan Penyakit Hati, dan Pandangan Ibn Al-Qayyim Tentang Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati. Bab V : Terdiri dari Kesimpulan, Saran. BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pemahaman Umum tentang Maksiat 1. Pengertian Maksiat Maksiat, ini adalah satu kata yang mampu menjerumuskan manusia ke dalam kenistaan. Berjuta Bani Adam telah terperosok ke kubang dosa, dan terlempar dari rahmat Tuhan karena satu kata tersebut. Dalam bahasa Arab, makna dasar kata ma'shiyat adalah durhaka.17 Di dalam ajaran Islam, kata ini dipakai untuk menyebut perbuatan durhaka atau dosa seseorang yang tidak mau mengikuti perintah Allah SWT dan rasul-Nya. Sebaliknya, ia justru mengerjakan larangan-Nya. Fathi al-Duraini, seorang ahli ushul figh, memberikan pengertian maksiat sebagai segala perbuatan yang sifatnya meninggalkan yang wajib dan mengerjakan yang haram. Hal tersebut menyangkut apakah perbuatan itu berkaitan dengan hak-hak Allah SWT ataupun yang berkaitan dengan hak-hak pribadi seseorang.18 Karena itu, maksiat dalam perspektif fiqh sebenarnya tidak terbatas pada perbuatan zina atau mengkonsumsi minuman keras dan sejenisnya. la juga mencakup misalnya, pidana pencurian, penistaan (termasuk qadzaf/menuduh orang lain berbuat zina), mengkonsumsi sesuatu yang diharamkan (termasuk merampas hak dan memakan harta orang lain dengan cara batil) atau memberikan kesaksian dan sumpah palsu. 17 18 Kamus Bahasa Arab-Indonesia. (Jakarta: 1998) Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ihtiar Baru Van Hove, 2002. hal. 133 Adam As telah dikeluarkan dari surga atas kemaksiatan yang ia perbuat. Iblis terusir dari rahmat Allah Swt karena maksiat. Dan sungguh rontoknya seluruh peradaban di muka bumi ini, hanya disebabkan satu kata. Itu tiada lain adalah ‘maksiat.’ Tiada yang beruntung dalam melakukan maksiat. Hal terbaik yang harus dikerjakan adalah meninggalkannya. Dalam artikel majlis al-Kauny menyatakan bahwa maksiat adalah setiap perbuatan yang menyimpang dari ketentuan hukum, agama, adat dan tata krama, dan kesopanan antara lain wanita tuna susila, laki-laki hidung belang, meminum minuman keras, judi serta perbuatan maksiat lainnya yang belum terjangkau oleh hukum yang berlaku.19 Maksiat artinya durhaka, kata ini dipakai untuk menyebut perbuatan durhaka atau dosa yang tidak mau mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya, tetapi justru mengerjakan larangan-Nya. Maksiat yaitu segala pekerjaan yang sifatnya meninggalkan yang wajib dan mengerjakan yang haram.20 Maksiat ada yang sifatnya merusak dan menodai ketentraman umum dan hak masyarakat dan ada pula yang sifatnya pribadi. Dengan demikian segala perbuatan yang tidak sejalan dengan kehendak syariat Islam di sebut maksiat, apakah itu menyangkut hak Allah SWT ataupun yang menyangkut hak pribadi. Pengertian maksiat adalah perbuatan melanggar perintah Allah SWT. Perbuatan jahat/dosa, tidak mentaati norma-norma agama.21 Dengan kata lain maksiat adalah perbuatan yang melanggar/menyimpang dari 19 http://www.kaunee.com/index.php? =blog&id=103&Itemid=138 7 Juli 2008 http://www.cimbuak.net/content/view/1237/5/ 7 Juli 2008 21 Sriwijaya Post, Jum’at 4 Agustus 2006. hal. 11 20 norma-norma agama dan hukum yang berlaku. Jadi maksiat mencakup segala perbuatan yang dapat merusak moral dan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat yang Islami, seperti prostitusi, pornografi, perkosaan, berzina, minum miras, berjudi dan lain-lain. Maksiat menurut penulis sendiri berarti durhaka, pembangkangan, ‘ndablek, dan gak bisa diatur. Tidak mau tunduk dengan aturan Allah & Rasul-Nya, sehingga membuat hidup manusia yang melakukan tindak maksiat menjadi keluar dari jalur hidup yang diridhai. Secara harfiyah, maksiat artinya durhaka atau tidak patuh. Maksudnya adalah suatu perbuatan yang tidak mengikuti apa yang telah digariskan Allah Swt. Lawan dari maksiat adalah taat. Salah satu kesan penting dari keimanan kepada Allah Swt adalah taat kepada segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya, baik dalam keadaan sendiri maupun bersama orang lain, dalam situasi senang maupun susah, begitulah seterusnya. Dalam perjuangan menegakkan ajaran Islam, setiap pejuang mesti selalu berada dalam ketaatan dan tidak boleh melakukan hal-hal yang bernilai maksiat. Hal ini karena kemaksiatan akan mengakibatkan penilaian dosa dari Allah Swt dan dosa akan menimbulkan akibat yang sangat buruk, baik bagi individu maupun jamaah. Dosa yang merupakan kemaksiatan setidak-tidaknya akan membawa empat akibat, tidak hanya di dunia ini tapi juga di akhirat nanti. Empat akibat itu sangat penting kita fahami dan kita renungi agar dosa dan kemaksiatan tidak kita anggap mudah, sekecil apapun kemaksiatan itu.22 a. Menggelisahkan Hati. Ketenangan hati merupakan sesuatu yang sangat diperlukan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya, apalagi bagi para pejuang di jalan Allah. Sebagai manusia, kehidupan ini dapat dijalani dengan baik apabila ada ketenangan batin, namun bila ketenangan jiwa tidak dimiliki disebabkan oleh maksiat-maksiat yang dilakukan seperti permasalahan syirik cinta (virus pink) dan mengutamakan kehidupan dunia, tentu saja kehidupan ini tidak mampu dijalani dengan baik. Oleh sebab itu, sangat berbahaya bila pemimpin dan rakyatnya tidak memiliki ketenangan jiwa disebabkan dosa yang dilakukannya. Hal ini kerana dosa memang dapat menggelisahkan hati pelakunya dan melahirkan tindakan-tindakan yang mendatangkan perbuatan dosa berikutnya b. Terjadi Bencana Alam Di dunia ini seringkali terjadi bencana alam mulai dari kemarau yang terlalu panjang hingga masyarakat kesulitan air, gunung meletus, gempa bumi, tanah longsor, banjir, kebakaran, angin kencang,wabak penyakit dan sebagainya. Hal itu jangan kita anggap sebagai peristiwa alam biasa. Kerana pada hakikatnya bencana ada kaitannya dengan dosa yang dilakukan oleh manusia sehingga Allah Swt menunjukkan kemurkaan-Nya. Allah Swt berfirman, "Maka masing-masing (mereka 22 http://www.paksi.net/modules/sentuhan_jiwa/article.php?storyid=66 7 Juli 2008 itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka diantara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan diantara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan diantara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan diantara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (Q.S. 29:40) Terjadinya berbagai bencana alam pada hakikatnya adalah untuk mengingatkan manusia agar menyadari kesalahannya sehingga mereka mau kembali ke jalan Allah yang benar. Allah Swt berfirman, "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan kerana perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS 30:41) c. Konflik Antara Manusia. Dosa yang dilakukan oleh manusia ternyata bisa menimbulkan konflik di antara sesama mereka. Bahkan hingga terjadi tindakantindakan yang ganas, antara satu dengan lainnya, sesuatu yang semula tidak kita duga sama sekali. Hal ini kerana orang yang berbuat dosa tidak mau mengakui kesalahannya, meskipun tahu bahwa ia telah berbuat salah. Maka orang yang dianggap telah berbuat salah dan dosa akan dipermasalahkan sehingga terjadilah konflik yang tidak sedikit melahirkan tindakan-tindakan yang sadis. Kerana itu, bila di suatu negeri sering terjadi konflik, baik antara masyarakat maupun para pemimpinnya, salah satu yang harus kita teliti adalah dosa apa yang mereka lakukan sehingga mereka saling berselisih. Hal ini terdapat di dalam firman-Nya, "Katakanlah: Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlah, betapa kami mendatangkan tandatanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami" (QS 6:65) Dalam kehidupan berjamaah, bila di antara anggota-anggotanya ada yang melakukan kemaksiatan, ini akan menimbulkan pertentangan di antara mereka, saling mecari kesalahan, merasakan diri lebih baik dari yang lain. Juga merasakan diri seolah-olah lebih laju dalam beramal secara infiradi daripada beramal jama'i lantas menolak untuk tunduk beramal jama'i. Pertentangan yang menimbulkan hilangnya kekuatan jamaah itu kerana ada perpecahan. d. Terhambat Untuk Masuk Surga. Dalam rangkaian peristiwa pada hari kiamat, ada saat di mana manusia akan menunggu keputusan Allah Swt, apakah ia akan dimasukkan ke dalam surga atau ke neraka. Orang yang banyak beramal soleh dengan membawa pahala yang banyak, akan tenangtenang saja menghadapi situasi itu. Bahkan dari raut wajahnya nampak kegembiraan kerana ia yakin akan keputusan Allah menggembirakan dirinya, yakni dimasukkan ke dalam surga. yang Tapi bagi orang yang berbuat dosa dalam hidupnya di dunia, apalagi dosa-dosa besar yang dibawanya, maka ia sangat murung dan takut dalam menghadapi keputusan Allah terhadap dirinya. Apalagi memang tidak mungkin rasanya bila ia masuk ke dalam surga kerana dalam kehidupan yang dijalaninya, ia selalu berpaling dari nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an, Allah Swt berfirman, "Barang siapa berpaling dari Al-Qur’an, maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat, mereka kekal di dalam keadaan itu. Dan amat buruklah dosa itu sebagai beban bagi mereka di hari kiamat, (yaitu) di hari (yang waktu itu) ditiup sangkakala dan Kami akan mengumpulkan pada hari itu orang-orang yang berdosa dengan muka yang biru muram" (QS 20:100-102). Hal itu dapat itu terjadi, pada sebuah negeri yang dapat dikatakan sebagai negeri yang penuh dosa Sehingga tidak mungkin dapat mencapai kebahagiaan dan ketenangan hidup di dalamnya. Bahkan di dalam hadits, Rasulullah Saw memastikan orang yang bermaksiat kepada Allah Swt dan mati dalam kemaksiatan tidak akan dapat masuk ke dalam surga, Rasulullah Saw bersabda: Semua umatku akan masuk surga, kecuali yang tidak mau. Sahabat bertanya, “Siapa yang tidak mau Ya Rasulullah?”. Rasul menjawab, “Barang siapa yang taat kepadaku ia masuk surga dan siapa yang durhaka kepadaku ia termasuk orang yang tidak mau”. B. Pengertian Penyakit Hati 1. Pengertian Penyakit Hati Kita mengenal tiga macam penyakit; penyakit hati, penyakit jiwa, dan penyakit fisik. Membedakan penyakit fisik dengan penyakit jiwa lebih mudah ketimbang membedakan penyakit jiwa dengan penyakit hati. Walaupun demikian, ketiganya memiliki persamaan. Apa pun yang dikenai oleh ketiga penyakit itu, ia tidak akan mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Tubuh kita disebut berpenyakit apabila ada bagian tubuh kita yang tidak menjalankan fungsinya dengan benar. Telinga anda disebut sakit apabila ia tidak dapat mendengar lagi. Penyakit hati ialah rasa sakit yang menimpa hati, seperti rasa sakit ketika musuh menguasai anda. Sesungguhnya yang demikian mendatangkan rasa panas atau menyayat hati. Penyakit hati juga dikarenakan terjadiya kerusakan, terutama pada persepsi dan keinginan. Orang yang hatinya sakit akan tergambar kepadanya hal-hal berbau subhat. Akibatnya, ia tidak dapat melihat kebenaran. Disisi lain, keinginannnya membenci kebenaran yang bermanfaat dan menyukai kebathilan yang berbahaya. Karena itu kata ”Maradl” terkadang dimaknai ”Keragu-raguan”, atau juga dapat dimaknai syahwat atau keinginan untuk berbuat zina. Begitu pula keraguan dan kebodohan, keduanya membuat hati sakit. Rosulullah SAW. Bersabda ; ”Tidakkah mereka bertanya bila mana tidak tahu? Ketahuilah, sesungguhnya penyakit bodoh dapat disembuhkan dengan banyak bertanya.” Ragu-ragu menimbulkan penyakit di dalam hati. Syak dan ragu membuat hati sakit sampai teraihnya ilmu dan keyakinan. Maka, apabila ada orang berilmu memberi jawaban yang menjelaskan kebenaran, kepadanya dikatakan, ”sungguh aku telah terobati dengan jawabannya.”23 Penyakit hati menurut Hamka, terdiri dari: marah, ujub, membanggakan diri sendiri, mengolok-olok orang lain, dendam, dan mangkir dari janji.24 Menurut Amin Syukur, penyakit hati terdiri dari : marah, egois, dengki, sombong, kikir, boros, mudah berkeinginan, buruk sangka dan berbohong,25 sedangkan menurut Mujtaba Musawi, penyakit hati terdiri dari : pemberang, pesimis, dusta, munafik, ghibah, mencari-cari kesalahan orang lain, dengki, sombong, zalim, marah, melanggar janji, khianat, kikir, dan serakah.26 Berikut ini adalah deskripsi dari jenis-jenis penyakit hati dengan acuan utama adalah pemikiran Amin Syukur yang dikomparasikan dengan pemikiran Hamka dan Mujtaba Musawi, yang terdiri dari: Pertama : Marah (ghadlab) berarti menyimpan ‘api’ dalam jiwanya. Orang yang suka marahmarah sama saja dengan berakrab ria dengan iblis/syetan yang memang terbuat dari api. Jika dituruti sifat ini membuat seseorang tidak dapat mengendalikan diri, hal ini hanya akan membuahkan penyesalan. Nabi mengajarkan apabila sedang marah kita diperintahkan mengubah posisi, atau mengambil air wudlu. ‘Memerangi’ sifat pemarah adalah dengan sabar 23 Syekh Ibn Taimiyah. Jangan Biarkan Penyakit hati Bersem,i PT. Serambi Ilmu Semesta. (Jakarta, 2006). Hal :18-19 24 Hamka, Tafsir al Azhar, (Jakarta : Panji Mas, 1983) h. 154 25 Amin Syukur, Insan Kamil: Paket Pelatihan Seni Menata Hati. (Semarang. Lembkota. 2004). hlm. 5-11 26 Musawi, Mujtaba, Psikologi Islam, Membangun Kembali Generasi Muda. Terj.Youth and Moral. (Bandung : Pustaka Hidayah, 1990) hal. 5-7 dan pemaaf (QS. Ali Imran : 134). Jika seseorang mampu mengendalikan amarahnya lalu mengarahkannya menjadi aset, ia dapat menjadi sebuah kekuatan yang dapat memproteksi hak-hak pribadinya, secara proporsional.27 Menurut Musawi, marah adalah suatu keadaan psikologis yang bisa menyimpangkan watak seseorang dari jalan yang benar. Menurutnya, ketika marah tersebut mempengaruhi manusia bisa mewujud dalam bentuk kesombongan dan dapat membutakan pikiran serta mampu mengubah manusia menjadi “hewan” yang tidak menyadari realitas. Ini memungkinkan manusia untuk melakukan kejahatan yang membawa akibat-akibat yang langsung dalam kehidupannya. Apalagi dia menyadari kesalahannya biasanya setelah ia menghadapi akibat-akibat yang tak diharapkan dan terjerumus kedalam kesengsaraan.28 Perangai buruk ini hanya menimbulkan kesedihan karena puncaknya tidak akan menurun sebelum tersalurkan dan mengubah perbuatan-perbuatan hina kobaran kemarahan sehingga menyebabkan terlepasnya kendali penilaian akal dan hilangnya kesadaran. Ketika hasil penilaian akal muncul pada seseorang yang sedang marah, kesedihan dan penyesalan hadir di hatinya. Hendaklah dimengerti bahwa, marah sebetulnya diperlukan bila dalam proporsinya yang benar. Dalam proporsi itu marah merupakan suatu unsur kekuatan dan keberanian. Jenis kemarahan yang memungkinkan manusia melawan penindasan dan membela hak-haknya adalah suatu sifat manusiawi. Sudah menjadi hal yang wajar apabila manusia bersifat lupa. 27 28 Ibid, Amin Syukur. hal. 14 Ibid, Musawi. hal. 114 Oleh karena itu apabila suatu perbuatan memicu kemarahan orang lain maka cara terbaik untuk memperoleh kembali adalah mengakui kesalahan. Seperti yang diungkapkan oleh Dale Carnegi sebagaimana di kutip oleh Musawi : Apabila menjadi jelas kepada kita bahwa kita patut dihukum atau disesali, maka tidaklah lebih baik bila kita mengakui kesalahan kita?. Tidakkah teguran yang kita arahkan kepada diri kita sendiri lebih pantas dan lebih ringan dipikul ketimbang yang dilontarkan oleh orang lain. Maka marilah kita mulai dengan mengakui perbuatan-perbuatan kita yang tercela. Dengan cara ini kita dapat menjamin bahwa kita akan mendapat maaf dan kesalahan-kesalahan kita akan dilupakan. Setiap orang dapat dengan mudah menyembunyikan kekurangannya tetapi hanya orang mulia dan terhormat bila ia mengakui kesalahannya. Bila mana kita yakin bahwa kebenaran berada di pihak kita wajib bagi kita untuk menyediakan suasana yang sesuai untuk meraih orang lain di sisi kita. Sebaliknya apabila kita keliru adalah kewajiban moral kita untuk segera mengakuinya. Setelah kita mengakui kesalahan-kesalahan kita bukan saja memperoleh hasil melainkan memperoleh rasa nikmat yang lebih besar ketimbang kita menempuh jalan balas dendam.29 Kedua : Egois (ananiyah) adalah orang yang hanya memikirkan demi kepentingan diri sendiri. Sifat itu mengarah kepada kerakusan, tega merampas hak orang lain karena segala sesuatu ingin dikuasainya. Egoisme merusak tatanan di masyarakat karena berbagai pelanggaran bisa bermula 29 Ibid, Musawi. hal. 115 dari sifat ini, seperti korupsi, penganiayaan, penindasan, tak punya kepedulian, dan sebagainya. Dan sifat ini bertentangan dengan kodrat manusia selaku mahkluk sosial yang bahkan, Islam mengajarkan agar orang lebih mengutamakan orang lain (QS. Ali Imran/3:92). Maka egoisme harus diobati dengan menumbuhkan sikap kebersamaan, mau berbagi dengan orang lain, dan punya kepedulian agar tidak menjadi manusia yang akan dilemparkan ke neraka jahannam (QS. Al- A’raf / 7:179). Sifat egois yang telah dibersihkan kotorannya akan dapat menjadi pemacu seseorang untuk dapat menggapai sukses hidup. Ketiga : Dengki (hasud), yakni tidak senang jika mengetahui orang lain senang dan justru senang jika mengetahui orang lain susah. Orang yang dengki menginginkan agar kenikmatan orang lain hilang, jika bisa dapat berpindah kepada dirinya. Biasanya sifat ini disertai dengan upaya mencaricari kesalahan orang yang dia dengki, menjelek-jelekkannya, memfitnah, dendam, bahkan ingin mencelakakannya karena kedengkian dapat membuat hati seseorang buta (ingat kisah Qabil dan Habil).Allah membenci sifat dengki ini, maka Dia memerintahkan kita untuk mohon perlindungan padaNya darinya (QS. Al-Falaq / 113:5). Sifat dengki dapat diobati dengan membiasakan rasa syukur, apapun dan berapapun yang telah diperoleh. Syukur kepada Allah dan kepada orang lain. Sifat dengki bisa diarahkan kepada ighthibat, yakni suatu kekaguman terhadap prestasi atau kesuksesan orang lain, ingin menirunya tapi tanpa mengganggu orang lain. Berarti sifat ini dapat mendorong seseorang untuk lebih berprestasi. Menurut Socrates, orang dengki melewatkan hari-harinya sambil menghancurkan dirinya sendiri dengan merasa sedih atas apa yang tidak dapat dicapainya. Ia merasa sedih dan menyesal dan menghasratkan semua manusia hidup dalam kesengsaraan dan penderitaan sambil membuat rencana jahat untuk merenggut kebahagiaan mereka, bahkan ada yang berpendapat bahwa jiwa manusia itu seperti sebuah kota ditengah gurun tanpa benteng atau tembok untuk melindunginya. Angin kecilpun dapat merusak jiwa kita. Setiap orang awam mengetahui bahwa ia harus kedokter apabila menderita sakit kepala tetapi orang yang terjangkiti dengki tak pernah mencari seseorang untuk merawatnya. Orang dengki membuat keberuntungan orang lain sebagai sasarannya. Dia mengunakan setiap cara untuk mengambil kebehagiaan orang lain tersebut. Ia menjadi mangsa keinginan-keinginan rendah tanpa menyadarinya. Orang dengki mewujudkan niat-niat buruknya dengan menyebarkan tuduhan dan kebohongan tentang orang yang didengkinya. Dan apabila ia merasa bahwa hawa nafsunya tidak memperoleh kepuasan dengan perbuatan itu, bahkan ia mungkin merongrong kebebasan orang yang didengkinya atau bahkan merenggut haknya untuk hidup, sematamata untuk memenuhi keinginannya yang tak berkesudahan.30 Menurut Musawi, salah satu unsur yang paling efektif dalam kemajuan dan perkembangan di kehidupan ini adalah memasuki hati orang lain dan mempengaruhinya. Orang yang mampu mengontrol hati orang lain 30 Ibid, Hamka. hal. 154 dengan kecakapan dan budi mulia dapat menikmati dukungan dari masyarakat dalam hidup dan memperoleh kunci keberhasilan (Musawi :1998, 87).31 Orang yang baik ibarat cahaya dalam masyarakat yang bersinar dan menuntun pikiran para anggotanya dengan meninggalkan efek-efek yang mendalam dalam perilaku mereka. Sebaliknya dengki mengakibatkan hancurnya sifat baik dan mencegah hati manusia dari menyediakan ruangruang bernilai untuk para sahabatnya. Oleh karena itu dengki merenggut dari si pendengki kesempatan menikmati rasa kerjasama dan saling menolong. Selain itu ketika si pendengki mewujudkan perasaannya dengan lidah atau tindakan dan membeberkan kekotorannya, dia hanya akan mendapat kebencian dari masyarakat. Kecemasan yang nyata dan kebencian terhadap diri dengan memelihara rasa dengki akan selalu menekan jiwa. Menurut Shopenhauer, dengki adalah perasaan manusia yang paling berbahaya sehingga manusia perlu memandangnya sebagai musuh bebuyutan dan berjuang untuk menghapuskannya. Lebih jauh apabila dengki menyebar kemasyarakat banyak fenomena yang tidak dikehendaki muncul di dalam masyarakat. Setiap masyarakat yang penuh penderitaan dan permasalahan setiap orang menjadi penghalang bagi kebahagiaan orang lain. Menurut Carl. G. Jung, dengki adalah penyebab kekikiran kita karena ia menghalangi penyebaran keberhasilan (Musawi : 1998, 89). 31 Ibid, Musawi. hal. 89 Keempat : Sombong (takabur), yakni merasa diri lebih baik dari pada orang lain, misalnya merasa lebih terhormat, lebih pantas, lebih pintar, lebih kaya , lebih tampan/cantik, dsb.Sehingga sifat cenderung melecehkan dan memandang rendah terhadap orang lain tanpa ada rasa bersalah, dan tak jarang tega mendhalimi/aniaya orang lain. Dahulu kala iblis menghina Nabi Adam. Karena kesombongannya (QS. Al-A’raf/7:12) dan Allah mengutuknya. Mengobati kesombongan adalah dengan menumbuhkan kesadaran bahwa hanya Allahlah yang berhak sombong (al-Mutakabbir), Tumbuhkan sikap rendah hati (tawadlu’) ini dan sikap kerendahan hati justru menampakkan kemuliaan seseorang. Sekalipun demikian sifat sombong bisa diambil spiritnya, yakni punya rasa percaya diri dan menjadi semangat untuk menjadi yang terbaik.32 Menurut Musawi, bahaya yang paling fatal bagi kebahagiaan dan musuh terbesar bagi umat manusia adalah kesombongan dan percaya diri yang berlebihan.33 Kejengkelan seseorang atas sesuatu perangai buruk tidak sebesar kebencian mereka atas kesombongan. Bukan saja kesombongan menyebabkan putusnya hubungan cinta dan keserasian tetapi juga mengubahnya menjadi rasa permusuhan. Dalam al-Qur’an ada legitimasi menarik dari sifat sombong ini pada kisah nasehat Luqman Hakim kepada anaknya dalam ayat ; “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan 32 33 Ibid, Amin Syukur. Hal. 17 Ibid, Musawi. hal. 98 diri”,(QS. 31 : 18), bahkan Imam Ali, sebagaimana dikutip oleh Musawi, berkata : Sekiranya Allah mengijinkan kesombongan bagi seorang hambaNya, Ia pasti telah megijinkannya bagi para nabi dan wali-Nya yang terdekat, tetapi Allah membuat mereka membenci kesombongan dan menyukai kerendahan hati.34 Kelima : Kikir (bakhil) adalah seseorang yang tak ingin apa yang dimiliki terlepas darinya, disengaja ataupun tidak. Biasanya sifat ini berkait dengan sifat egoistis, dan Allah melarangnya dalam QS. al-Isra’(17):29 serta QS. Ali Imran (3):92. Sifat ini harus diobati dengan menumbuhkan kesadaran bahwa roda kehidupan berputar, jika sekarang sedang ‘di atas’ mungkin suatu saat ‘di bawah,’ butuh bantuan/pengorbanan orang lain. Apalagi pada hakikatnya segala sesuatu yang kita punya adalah titipan Allah, kita hanyalah ‘si tukang parkir’ yang harus menjaganya. Maka sewaktu-waktu jika Sang Empunya harus mengambil titipan-Nya (baik lewat ajaran ZIS atau yang lainnya), si tukang parkir harus rela melepaskannya. Sifat kikir yang telah disucikan dapat menjadi semangat untuk hidup hemat dan bersahaja sebagaimana dicontohkan Rasulullah .35 Keenam: Boros (israf) adalah suka berfoya-foya atau menghamburhamburkan apa yang dimilikinya, termasuk harta, waktu dan masa mudanya untuk hal-hal yang tidak berguna. Sifat ini tidak disukai Allah (QS. al-An’am / 6:141) dan dilarang oleh-Nya (QS. al-Isra’ / 17;29), bahkan dinyatakan akan menjadi orang yang merugi. Sifat ini perlu disembuhkan dengan kesadaran bahwa manusia katanya punya waktu/umur 34 35 Ibid, Musawi. hal. 101 Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000). hal. 37 tapi kenyatan tak dapat menguasainya, punya harta tapi tak dapat mengendalikan sepenuhnya. Manusia tak dapat menduga apalagi memastikan nasib diri sendiri, sehingga jika tidak antisipatif terhadap berbagai kemungkinan yang tidak diharapkan, penyesalanlah yang akan dialami. Namun sifat boros dapat diarahkan kepada sifat kedermawanan, selama masih tetap dalam perhitungan yang proporsional.36 Ketujuh : Mudah berkeinginan (al-hirshu), sifat ini mendorong seseorang untuk rakus, tidak mau mensyukuri apa yang sudah ada, hatinya tak pernah puas sehingga selalu merasa kurang. Jika menuruti sifat ini hanya akan menjadi budak hawa nafsu, mudah korup, menyeleweng, berselingkuh, dan lain-lain. Padahal ajaran Nabi, orang harus pandai bersyukur sekalipun baru sedikit yang dimiliki; orang harus bersabar dan tetap baik sekali pun pasangan hidupnya tidak seperti yang diinginkan, mungkin Allah banyak meletakkan kebaikan padanya (QS. al-Nisa / 4;19). Oleh karena itu hawa nafsu harus dikendalikan agar tidak menjerumuskan kita pada kehinaan. Manusia berkeinginan memang tidak selamanya buruk, asal dapat membimbingnya ke arah yanng positif, dapat menjadi penggugah gairah hidup hingga semakin maju. Kedelapan : Berburuk sangka (su’udhan), sehingga apapun yang dilakukan orang lain harus diintai dan perlu dicurigai, sebab apapun yan 36 Amin Syukur, Menggugat Tasawuf : Tanggungjawab Sosial Tawasuf Abad XXI, (Yogyakarta: 2002.) hal. 56 ada dan terjadi dihadapannya selalu salah, yang benar dan baik hanyalah dirinya. Sifat ini dilarang oleh Allah dalam QS. Al-Hujurat/49:12. Berburuk sangka akan berlanjut pada sikap penuh kecurigaan, tidak komunikatif/kooperatif, dan suka mencela (sakhar). Ini dilarang QS. alHujurat / 49:11. Sifat ini perlu disembuhkan dengan menyadari bahwa mempercayai orang lain penting dan akan membawa kebaikan, bagi diri orang yang mempercayai hati menjadi tenang, sedang bagi yang dipercaya akan merasa diuwongke. Sisi baik dari buruk sangka (yang disucikan) adalah menjadi sikap waspada dan hati-hati sehingga tidak sembrono. Kesembilan : Suka bohong (kadzib) adalah sifat tidak jujur, suka membolak-balikkan fakta dan menyembunyikan kebenaran (Syukur : 2002, 32). Sifat ini dilarang dan dilaknat oleh Allah (QS. Ali Imran / 3:61). Lawan bohong adalah jujur. Dalam hal ini ada kisah menarik, seorang yang berdosa besar (perampok) datang kepada Nabi menyampaikan niatnya ingin tobat, Nabi hanya mensyaratkannya: “jangan berbohong”! Setiap kali dia tergoda akan melakukan dosa lagi, selalu ingat pesan Nabi tadi, kemudian tak jadi berbuat. Jadi jujur membimbing seseorang pada kebaikan. Sisi baiknya kebohongan yang disucikan adalah bisa menjadi tameng untuk taqiyyah pada saat darurat jika diperlukan, misalnya demi keselamatan jiwa (diri sendiri atau orang lain) orang terpaksa berbohong. 2. Tanda-Tanda Penyakit Hati Pertama, kehilangan cinta yang tulus. Orang yang mengidap penyakit hati tidak akan bisa mencintai orang lain dengan benar. Dia tidak mampu mencintai keluarganya dengan ikhlas. Orang seperti itu agak sulit untuk mencintai Nabi, apalagi mencintai Tuhan yang lebih abstrak. Karena ia tidak bisa mencintai dengan tulus, dia juga tidak akan mendapat kecintaan yang tulus dari orang lain. Sekiranya ada yang mencintainya dengan tulus, ia akan curiga akan kecintaan itu. Kedua, kehilangan ketentraman dan ketenangan batin. Ketiga, memiliki hati dan mata yang keras. Pengidap penyakit hati mempunyai mata yang sukar terharu dan hati yang sulit tersentuh. Keempat, kehilangan kekhusyukan dalam ibadat. Kelima, malas beribadat atau beramal. Keenam, senang melakukan dosa. Orang yang berpenyakit hati merasakan kebahagiaan dalam melakukan dosa. Tidak ada perasaan bersalah yang mengganggu dirinya sama sekali. Sebuah doa dari Nabi saw berbunyi: "Ya Allah, jadikanlah aku orang yang apabila berbuat baik aku berbahagia dan apabila aku berbuat dosa, aku cepat-cepat beristighfar." Di antara taubat yang tidak diterima Allah ialah taubat orang yang tidak pernah merasa perlu untuk bertaubat karena tak merasa berbuat dosa. Kali pertama seseorang melakukan dosa, ia akan merasa bersalah. Tetapi saat ia mengulanginya untuk kedua kali, rasa bersalah itu akan berkurang. Setelah ia berulang kali melakukan maksiat, ia akan mulai menyenangi kemaksiatan itu. Bahkan ia menjadi ketagihan untuk berbuat maksiat terus menerus. Ini menandakan orang tersebut sudah berada dalam kategori firman Allah: "Dalam hatinya ada penyakit lalu Allah tambahkan penyakitnya." (QS. Al-Baqarah: 10). Dalam kitabnya Ihyâ `Ulûmuddîn, Al-Ghazali berbicara tentang tanda-tanda penyakit hati dan kiat-kiat untuk mengetahui penyakit hati tersebut. Ia menyebutkan sebuah doa yang isinya meminta agar kita diselamatkan dari berbagai jenis penyakit hati: "Ya Allah aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, nafsu yang tidak kenyang, mata yang tidak menangis, dan doa yang tidak diangkat." Doa yang berasal dari hadis Nabi saw ini, menunjukkan tandatanda orang yang mempunyai penyakit hati.37 3. Pengobatan Penyakit Hati Menurut Yunasril Ali, mengobati penyakit hati salah satunya dapat ditempuh dengan mensucikan hati yang merupakan perpaduan dari konsep menjernihkan kalbu dan mendekatkan diri kepada Allah Swt, sehingga lebih terfokus pada kiat-kiat sufiyah (Ali : 2002, 69). Memang patut disayangkan apabila hati yang potensial tersebut harus terhalang dan hilang kemampuannya, apalagi jika sampai menjadi buta sebagaimana dinyatakan oleh surat al Hajj (22:46). Buta hati jauh lebih berbahaya ketimbang buta mata, karena orang yang buta hatinya dapat merusak siapa saja dan apa saja yang ada, termasuk dirinya sendiri. Di sini pentingnya kita memperhatikan, merawat dan mendidik hati kita masing-masing. Betapa sesalnya oorang yang dalam hidupnya tak pernah menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi hatinya. Betapa 37 Ibid, Jangan Biarkan Penyakit Hati Bersemi. beruntungnya orang yang sepenuhnya sadar akan pentingnya memperhatikan kebeningan hatinya.38 Pengobatan penyakit hati menurut Amin Syukur39 dapat dilakukan dengan menempuh sembilan (9) kiat shufiyah yang harus diamalkan sebagai berikut: a) Bertaubat: siapapun dan kapanpun, seorang salik harus melakukannya, karena taubat adalah modal dasar baginya, manfaatnya juga untuk dirinya (QS. Huud [11]:3). Guna menjaga kelestarian taubatnya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan terus menerus: (i) Muhasabah, Ibnu Muhammad Syatha mengajak: “Ikutilah taubatmu dengan muhasabah, yang akan mencegahmu meremehkan dan mengulangi dosa.” (ii) Menjaga tujuh anggota badan (mata, lisan, telinga, perut, tangan, kaki dan kemaluan) dari kerja mereka yang dapat mendorong kepada maksiat dan dosa-dosa. (iii) Tekun beribadah, ibaratnya, taubat adalah pondasi dan ibadah adalah bangunan diatasnya. Keinginan setiap orang tentu pondasi harus kuat dan bangunan juga harus seindah mungkin. b) Qana’ah, yakni perasaan rela menerima pemberian yang sedikit. Maka dia tidak pernah rakus ataupun tamak dalam kehidupannya. Yang menyebabkan berhasilnya qana’ah, dalam mencari ‘hidup akhirat’ rela meninggalkan sesuatu yang amat menarik dan membanggakannya dari duniawi. 38 Ali, A. Mukti, Agama-agama di Dunia, (Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga Press,1998) hal. 47 39 Ibid, Amin Syukur, 2004. hal. 4-5 c) Zuhd al-dunya, artinya adalah menentang keinginan atau kesenangan. Makna Zuhd adalah berpaling dari mencintai dunia manuju cinta ilahi. Maka yang perlu dilakukan zahid (orang yang zuhd) adalah menghilangkan rasa cinta dunia dari dalam hatinya, tapi tak perlu menghilangkan dunianya. Karena jika hati dipenuhi oleh duniawi, akan usah untuk ‘memasukkan’ Allah ke dalam hatinya. Sikap zuhud dalam hal ini berarti melihat dunia hanya sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan abadi di akhirat. Dunia bukan tujuan hidup, tetapi hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Tujuan hidup ialah Tuhan dan ridhaNya. Seorang zahid bukan pribadi yang lemah dan bertekuk lutut di depan para penyembah dunia dan mengharapkan sisa-sisa makanan mereka. Zahid sejati adalah pribadi yang memiliki wibawa yang tinggi tidak dipermainkan oleh dunia, tidak merasa takut berpisah dengan dunia, kendati akan habis segala yang ada ditangannya. Allah berfirman, “Agar kamu tidak terlalu bersedih terhadap yang telah hilang dan tidak terlalu gembira terhadap yang datang’. (QS.Al-Hadid : 23) Sikap zuhud mengarahkan manusia untuk melihat dunia sebagai lembah yang luas dan lapang. Tidak takut menghadapi bahaya, tidak gentar menghadapi bencana. Bersyukur ketika mendapat karunia dan tidak lupa daratan. Bersabar ketika ditimpa musibah dan tidak berputus asa. Manusia adalah hamba Allah, bukan hamba dunia. Zuhud tidak akan meninggalkan dunia, karena dunia diperlukan. Namun dunia bukan tujuan hidupnya. Allah berirman : “Dan carilah pada apa yang dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan jangan kamu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kamu (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu (QS.Al-Qashash : 77). Dengan zuhud, nilai dunia yang bersifat sementara berubah menjadi bernilai abadi yang melampaui ruang, waktu sebagai sarana untuk meraih ridha Allah, sebagaimana ditunjukkan oleh Nabi, “Dunia adalah ladang untuk akhirat”. Di dunia kita menyemai dan menanam, didunia kita akan memetik hasilnya. d) Mempelajari syari’at guna meningkatkan kualitas takwanya. Secara garis besar ada 3 kandungan syari’at Islam yakni ibadah, aqidah dan akhlaq. Ketiganya merupakan serangkaian amalan lahir dan batin sebagai bukti kesempurnaan iman seseorang. e) Memelihara sunnah-sunnah Nabi, baik dalam pengertian melaksanakan amalan/ibadah sunat maupun mencontoh adab (budi pekerti) Nabi. f) Tawakkal, arti bahasanya adalah penyerahan dan penyandaran. Maka makna tawakkal adalah menyandarkan hati dan segala urusan hidupnya sepenuhnya hanya kepada Yang Maha Mewakili, Allah SWT. (QS. Ali Imran :159) g) Ikhlash semata-mata karena Allah, merupakan dasar gerakan hati dan sebagai pusat seluruh ibadah. (QS. al-Bayyinah : 5). Maka yang harus kita hindari adalah riya, sum’ah, ujub, (bangga diri), dan takabur (sombong). h) ‘Uzlah, yakni menyendiri dari kehidupan sesama manusia. Memang ada yang memahaminya secara fisik (misalnya Imam Ghazali pernah melakukannya), tetapi sebenarnya yang lebih utama adalah tetap aljulus (berdampingan) dan bergaul dengan masyarakat namun bersikap ‘uzlah dalam menjaga dirinya. Maka untuk itu dibutuhkan kesabaran, ketabahan, kebesaran jiwa, kedewasaan, dan tetap tanggap akan kebutuhan sosialnya. i) Memperbanyak wirid dan dzikir, baik dengan hati, lisan, sikap maupun perbuatannya. Dengan berbagai amalan tersebut di atas diharapkan seorang Salik dapat menempuh perjalanan spiritualnya dengan baik dan benar, sehingga benar-benar sampai pada kondisi ma’rifatullah, dengan hati yang mukasyafah (terbukanya hijab). Dalam posisi yang seperti ini, Yunasril Ali menyebut sebagai insan kamil yang dia sebut juga sebagai manusia citra Ilahi yang memiliki ciri hidup di dunia yang tidak mendunia yang ia jelaskan dalam konsep zuhud dan tidak pasrah yang ia jelaskan dalam konsep aktualisasi makna sabar. Apa yang diutarakan Yunasril sejalan pendapat Amin Syukur : Dalam tataran ini Insan kamil merupakan kualitas moral yang hidup dan dinamis, tidak menjelma dalam wujud figur seseorang, tetapi hanyalah proses penyempurnaan diri, dan tempat manusia mencoba dan berusaha membuat dirinya semakin sempurna. Insan kamil membawa misi moral intelektual. Dia merupakan jembatan kosmis tempat lewat kehendak Allah, dalam totalitas dan waktu dan menjadikannya aktual. Dengan dilengkapi dengan akal dan kemampuan mengkonseptualisasikan manusia diberi petunjuk melalui wahyu Tuhan dalam tema-tema keutamaan moral. Alam ini baginya adalah wahana ujian. Oleh karena itu, manusia memegang tanggung jawab kekhalifahan dan harus mempertanggungjawabkan dihadapan Allah Swt. Manusia demikian inilah yang mampu menyerap sifat-sifat Ilahi dan memancarkannya kembali dalam kehidupan antara sesama manusia. Penyerapan dan pemancaran kembali sifat-sifat Ilahi ini pada hakikatnya adalah usaha pemantapan dan pemberian makna pada keberadaan manusia bahwa ia benar-benar ada, berada dan mengada, yang hanya mungkin terjadi dalam komunikasi dan interaksi antara manusia dan keadaan di luar dirinya yaitu Tuhan.40 Menurut Syariati, insan kamil ialah manusia tiga dimensional, manusia dengan tiga talenta utama yaitu kesadaran, kemampuan iradah dan daya cipta. Sedangkan menurut saya manusia yang telah melalaui jenjang demikian dan telah mencapai puncak perolehan tasawuf yaitu akan selalu bisa dan mampu menguasai diri dan menyesuaikan diri ditengah-tengah deru modernisasi dan industrialisasi. Orang yang demikian telah benarbenar melaksanakan fungsi kekahalifahan dan telah mencapai ma’rifatullah, ma’rifatunnafs dan ma’rifalkaun (mengerti Allah, mengerti diri sendiri, mengerti sesama manusia dan mengerti alam).41 40 41 Ibid, Amin Syukur, 2004. hal. 24 Amin Syukur, Intelektualisme Tasawuf. (Surabaya, Bina Ilmu. 2002). hal. 46-47 Menurut Abi bakar Ibnu Muhammad, ada lima obat penyakit hati yaitu membaca Al-Qur’an, mengosongkan perut, shalat malam, berdzikir di waktu sahur, dan bergaul dengan orang-orang yang saleh.42 Sebagian ulama menambahkan yang keenam yakni mengkonsumsi makanan yang halal. Membaca al-Qur’an termasuk obat pelipur lara dan pengobat hati, sebab dengan sering membaca Qur’an maka hati akan menjadi jinak, lembut dan dipenuhi oleh kasih sayang. Mengosongkan perut juga termasuk obat pelipur hati. Dengan cara ini hati menjadi lapang dan gembira. Badan manusia akan menjadi ringan untuk melaksanakan ibadah. Shalat malam juga merupakan obat hati, karena shalat malam dapat menangkal tipu muslihat setan, mencegah dosa dan menghindari berbagai macam penyakit jasmani. Berdzikir diwaktu sahur termasuk amalan yang dapat memberi kesenangan dan mengobati hati, sebab waktu sahur adalah waktu yang tepat untuk bermujahadah kepada Allah. Terakhir, bergaul dengan orang saleh adalah salah satu cara yang dapat menghibur hati dan megobati jiwa. Bergaul dengan mereka adalah salah satu sikap hidup untuk mendapatkan teladan dari kehidupan para ahli ibadah dan ahli ilmu.43 42 Muhammad, Sayyid Abi Bakar Ibnu, Kifayatui Atqiya wa Manhq/ul Ashifa, terj. Djamaludin Bumi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002). hal. 137 43 Ibid, Muhammad. hal. 141 BAB III BIOGRAFI A. Silsilah Dan Kemasyhuran Beliau Beliau adalah Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad ibn Abi Bakar ibn Ayyub ibn Sa'ad ibn Hariz ibn Makki Zainudin az-Zur'I ad-Damasyqi, yang lebih terkenal dengan julukan Ibnu Qayyim al Jauziyyah. Sebab ayahnya adalah seorang kepala sekolah pada Madrasah al Jauziyyah yang berada di daerah Damaskus.44 Dilahirkan pada tanggal 7 Shafar 691 H. tepatnya setahun setelah orang-orang Kristen terkalahkan dan ditetapkan hukuman atas mereka. Allah telah memberikan otak yang brilian kepada Ibnu Qayyim, daya hafal yang sangat kuat, jiwa yang jernih, batin yang bersih dan pengetahuan yang sangat kuat.45 Hal itu bisa dibuktikan dengan melihat ketekunan beliau dalam menggeluti ilmu pengetahuan. Beliau sangat rajin dalam belajar, mengajar maupun mengarang. Memang al Imam Ibnu Qayyim rahimahullahu ta'aala seorang yang benar-benar alim. Ayahnya adalah Abi Bakar ibn Ayyub az-Zur'i, seorang kepala madrasah al Jauziyyah. Dia adalah seorang tokoh yag shalih, tidak suka berpura-pura dan sangat menguasai disiplin ilmu fara'idl (ilmu pembagian waris). Beliau meninggal secara mendadak di Madrasah al Jauziyyah. I.h. 14. 44 Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, 13 Pengaruh Maksiat, Jakarta, Pustaka Azzam 2001, Cet. 45 Ibid. h. 14 Akhirnya jenazah beliau rahimahullahu ta'aala dikebumikan di komplek pemakaman Baabus Shafir di Damaskus.46 B. Putra-putra Ibnu Qayyim 1. Syarafuddin Abdullah. Lahir pada tahun 723 H. Anak ini sangat cerdas dan berhasil menghafal kitab suci al Qur'an. Dia menggantikan ayahnya mengajar di Shadriyyah serta serius dalam memerangi berbagai macam bid'ah. Di antara bid'ah yang ditentang keras adalah bid'ah pada malam nishfus sya'ban. Beliau wafat pada tahun 756 H, tepatnya lima tahun setelah wafatnya mendiang ayahnya al Imam Syamsuddin.47 2. Burhanuddin Ibrahim ibn Syamsuddin. Lahir pad tahun 716 H. dia belajar ilmu pengetahuan dari ayahnya sendiri dan juga dari Madrasah Shadriyyah. Dia akhirnya dipercaya untuk menjadi mufti dan masyhur sebagai seorang ulama yang ahli nahwu (ilmu tata Bahasa Arab). Dia telah mensyarahi kitab Alfiyah Ibnu Malik. Dan kitab syarahnya tersebut diberi nama Irsyaadus Saalik Ilaa Hilli Alfiah Ibnu Malik. Dia wafat pada tahun 767 H.48 C. Akhlak Ibnu Qayyim Untuk mengetahui bagaimana akhlak al Imam Ibnu Qayyim, mari kita dengarkan komentar Ibnu Katsir. Beliau memberitahukan kepada kita di dalam kitab al Bidayah wan Nihaayah sebagai berikut: Beliau adalah seorang yang baik bacaan qira'at al Qur'annya, berbudi mulia, dan memiliki sifat kasih sayang terhadap sesama. Beliau tidak pernah 46 Ibnu Katsir, al Bidayah wan Nihaayah, (XIV/95). Ibid. (XIV/202). 48 Ibnu Hajar, Ad Durarul Kaaminah, (I/60). 47 merasa hasud kepada seseorang, menyakiti ataupun menggunjingkannya. Bahkan beliau juga tidak memiliki rasa iri kepada seorang pun. Intinya, mayoritas perilaku beliau adalah baik dan selalu mencerminkan etika luhur." 49 Ternyata etika keseharian yang telah beliau terapkan sesuai dengan metode yang beliau tawarkan di dalam kitabnya yang berjudul Madaarijus Saalikiin.50 D. Aktivitas Ibadah Dan Kezuhudan Ibnu Qayyim Ada hikayat tentang aktifitas ibadah dan kezuhudan Ibnu Qayyim yang sampai kepada kita. Cerita itu berasal dari muridnya yang bernama Ibnu Rajab dan disebutkan di dalam at Thabaqat berikut ini : 51 Ibnu Qayyim rahimahullah ta'aala adalah seorang yang ahli mengerjakan ibadah dan tahajjud. Jika sudah mengerjakan shalat, maka sangat lama. Beliau sangat khusu' ketika berdzikir dan selalu rindu untuk bermahabbah (cinta kepada Allah), inabah (kembali kepada Allah), istighfar (memohon ampun) dan butuh kepada Allah Ta'aala. Beliau juga selalu merasa bersalah dan bersimpuh di hadapan-Nya untuk menghamba. Selama menjalani hukuman penjara, beliau menyibukkan diri untuk membaca al Qur'anul Karim. Beliau tidak hanya sekedar membaca ayat-ayat suci al Qur'an, namun juga merenungkan dan memikirkan kandungannya sehingga mampu memperoleh kebaikan yang banyak. Beliau manunaikan ibadah haji berulang kali dan sempat tinggal di kota Mekah al Mukarramah. Para penduduk kota Mekah mengenal beliau sebagai orang yang rajin 49 Ibnu Katsir, op.cit. (XIV/234-235). Ibnu Qayyim, Madaarijus Saalikiin, (II/337). 51 Ibnu Rajab. Dzail Thabaqat Hanaabillah (II/448). 50 beribadah dan sering melakukan thawaf dengan jumlah yang cukup membuat orang terkagum-kagum. Ibnu Katsir berkata:52 "Aku tidak menjumpai orang di zaman ini yang lebih banyak aktifitas ibadahnya dibandingkan dengan beliau. Beliau mengerjakan shalat sangat lama, sambil menyempurnakan gerakan ruku' dan sujudnya." Ibnu Hajar berkata:53 "jika seusai mengerjakan shalat shubuh, maka Ibnu Qayyim tetap duduk di tempatnya untuk membaca dzikir sampai matahari bersinar terang sembari berkata: "ini adalah waktu pagiku. Jika aku tidak duduk untuk berdzikir pada waktu itu, maka kekuatanku akan hilang." Beliau juga pernah berkata: "Kepemimpinan dalam agama hanya bisa diraih dengan bersabar dan fakir." Pada kesempatan lain beliau berkata : "orang yang berjalan menuju Allah harus memiliki keinginan kuat yang akan memudahkan dan meringankan langkahnya. Namun dia juga harus memiliki ilmu yang akan berfungsi menjadi petunjuk dan hidayah baginya." E. Masa Kehidupan Ibnu Qayyim Ibnu Qayyim rahimahullah ta'aala hidup disuatu masa yang telah diawali berbagai macam kejadian besar. Pengaruh berbagai peristiwa besar itu masih sangat terasa dalam kebudayaan masyarakat di masa Ibnu Qayyim. Bahkan efeknya masih terus terasa pasca masa Ibnu Qayyim dalam kurun waktu yang cukup lama. Ternyata efek tersebut sampai mempengaruhi kondisi sosial kemasyarakatan dan situasi keagamaan serta intelektual. Dapat diketahui 52 53 dengan jelas bagaimana Ibnu Katsir, op.cit. (XIV/235). Ibnu Hajar, op.cit. (IV/21-22). pengaruh runtuhnya Baghdad, diumumkannya kekhilafahan Shuriyah di Mesir dan para penguasa yang saling bertikai. Masih banyak lagi beberapa fitnah yang menyebabkan efek negatif bagi kehidupan masyarakat pada waktu itu. Terjadinya persaingan agama dan peradaban antara kaum muslim dan kaum kristiani di satu pihak dan munculnya fanatisme agama di pihak lain menyebabkan mudahnya tercuat konflik keagamaan di kalangan kaum muslimin. Masing-masing individu merasa benar dan terlalu percaya diri. Oleh karena itu para ulama kaum muslimin merasa bahwa amanat yang diemban harus segera mereka laksanakan dihadapan umat. Walau cara mengekspresikan amanat tersebut lebih bersifat menghakimi pihak lain menurut perspektifnya sendiri. Berangkat dari sikap sebagai pihak yang berhak memberi hukuman itulah tidak jarang para ulama memberikan putusan-putusan yang terlampau tegas, seperti hukum penjara, pembuangan di tempat terkucil dan bentuk penyiksaan lainnya. Karena pada waktu itu ulama memiliki peran kunci dalam mengatur barisan mujahidin dari kaum muslimin. Tujuan mereka sebenarnya untuk memberikan dukungan kepada orang-orang yang ikhlas dalam beramal di dalam menolak bahaya ekspansi dari pihak luar dan mempertahankan tanah air mereka. di antara kiat yang dilakukan oleh para ulama untuk megatasi berbagai masalah dengan memberikan nasehat kepada amir, khalifah dan para sultan. Dari sebagian hasil penafsiran pendapat mereka itulah akhirnya Ibnu Qayyim bersama gurunya, Ibnu Taimiyyah rahimahumallahu ta'aala terpaksa harus dijebloskan di balik jeruji-jeruji besi. Mungkin dari sinilah munculnya beberapa permasalahan tentang kebebasan mulia dari segi politis sampai intelektual yang dapat kita jumpai dalam pembahasan ilmiyah Ibnu Qayyim al Jauziyyah dan syaikhnya Ibnu Taimiyyah. Dari bidang keilmuan, ada persaingan peradaban dari kaum kristiani dan bangsa mongol yang selalu saja ingin menyerang kebudayaan Arab Islam. usaha yang mereka kerahkan cukup berbahaya dan mengancam eksistensi kesatuan budaya umat Islam. namun dari pergolakan itulah malah melahirkan semangat baru dalam dunia ilmu pengetahuan di kalangan kaum muslim. Telah banyak karya ilmiyah yang bernuansa ensiklopedik dari hasil jerih payah generasi baru. Hal ini terwakili dalam pusat-pusat khazanah keilmuan baik di Mesir maupun di daerah Syam. Seperti misalnya yang terdapat di masjid Jami' al Azhar dan Jami' Ibnu Thulun di Mesir. Begitu juga dengan Madrasah ad Dzahiriyyah, Madrasah al 'Adiliyyah al Kubra, Madrasah al Jauziyyah dan Madrasah as Shadriyyah di daerah Syam. F. Masa Mencari Ilmu Pengetahuan Ibnu Qayyim sangat rajin dan tekun menimba ilmu pengetahuan. Sejak kecil beliau sudah belajar dari para ulama bermadzhab hanbali dan berapa ulama lain dari berbagai macam latar belakang disiplin ilmu. Kebeliaan beliau di dalam menuntut ilmu ini bisa dilihat dari beberapa syaikh beliau seperti as Syihab al 'Abir Ibnu Ni'mah yang wafat pada tahun 697 H. dan Abul Fath al Ba'labakki yang wafat pada tahun 709 H. padahal Ibnu Qayyim sendiri dilahirkan pada tahun 691 H. dengan demikian, setidaknya sejak usia enam tahun Ibnu Qayyim al Jauziyyah telah menggeluti berbagai macam disiplin keilmuan Islam. G. Ilmu-ilmu Yang dikuasai Allah subhaanahu wa ta’aala telah memberikan dua kesempatan kepada Ibnu Qayyim, dimana kesempatan tersebut tidak diberikan kepada kebanyakan para penuntut ilmu. Kesempatan pertama adalah anugerah berupa kecerdasan otak yang sangat luar biasa. Sedangkan kesempatan kedua adalah beliau diuntungkan oleh keadaan atau masa. Sebab pada waktu itu Ibnu Qayyim tumbuh didalam sebuah masa (penuh semangat intelektual) dan di daerah Syam. Pada waktu itu banyak bermunculan ulama, para hafidz dan karya-karya ilmiah mereka. Oleh karena itu beliau bisa menimba dari mereka mulai dari ilmu tauhid yang disebut juga dengan ilmu kalam, tafsir, hadits, fikih, fara’id (ilmu pembagian harta waris), ushul fikih, linguistik, nahwu, (ilmu tata bahasa) dan masih banyak lagi ilmu lainnya. Disamping menimba ilmu langsung dari tokoh-tokohnya, beliau juga menelaah karya-karya ilmiah yang terdapat dalam beberapa perpustakaan Islam. Dari sinilah bisa diketahui kekayaan ilmu pengetahuan yang terekam dalam dirinya yang tampak dalam karya-karya yang beliau tulis. Namun setidaknya ada beberapa aktifitas yang beliau geluti semasa hidupnya. Di antaranya menjadi pimpinan Madrasah al Jauziyyah, mengajar di Madrasah as Shadriyyah dan beberapa istansi pendidikan lainnya. Selain itu beliau juga aktif dalam memberikan fatwa dan mengarang. H. Peran Ibnu Qayyim Dalam Bidang Intelektual Untuk mengetahui bagaimana peran Ibnu Qayyim dalam bidang ilmu pengetahuan, berikut ini akan kami kemukakan beberapa pendapat ulama tentang beliau. Ad Dzahabi berkata di dalam al Mukhtashar: “Beliau sangat memperhatikan hadits, matan, dan perawinya. Beliau juga menyibukkan diri untuk mempelajari dan mendalami ilmu fikih, ilmu nahwu. Ada banyak kajian ilmiah yang telah ditulis oleh Ibnu Qayyim al Jauziyyah. Hal ini telah ditulis dengan baik oleh Dr. Thaha Sulaiman Hamudah dengan judul Ibnu Qayyim al Jauziyyah yang dicetak oleh Daarul Jaami’att al Mishriyyah. Di dalam kitab tersebut juga dijelaskan bagaimana perhatian beliau yang sangat besar terhadap ilmu bahasa dan lain sebagainya.”54 Al Qadli Burhanuddin az-Zur’I berkata: “Tidak ada dibawah kolong langit ini seorang yang sangat luas ilmu pengetahuannya dengan sejumlah daftar karya ilmiyah dibanding dengan beliau.” 55 Ibnu Katsir berkata:56 ”Beliau meriwayatkan hadits Rasulullah, menyibukkan diri untuk menuntut ilmu dan sangat menguasai macam disiplin ilmu. Terutama dalam bidang ilmu tafsir dan hadits.” Ibnu Hajar berkata:57 “Beliau adalah seorang pemberani, luas ilmu pengetahuannya, menguasai berbagai perbedaan pendapat dan madzhab salaf. Beliau sangat menyayangi gurunya Ibnu Taimiyyah. Sehingga semua katakata gurunya selalu beliau kumpulkan dan dituangkan di dalam karyakaryanya.” As Syaukani berkata: “Beliau telah berhasil menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan, melampaui kelebihan teman-temannya dan sangat 54 Ibnu Rajab, Dzail Thabaqaatil Hanaabilah, (II/448). Ibid. h.593 56 Ibnu Katsir, op.cit. (XIV/202). 57 Ibnu Hajar, op.cit. (III/400). 55 terkenal di dunia Islam. Beliau sangat memahami ajaran-ajaran madzhab salaf.”58 I. Guru-guru Ibnu Qayyim Untuk pertama kali beliau belajar kepada ayahnya sendiri dalam bidang fara’idl. Sedangkan ilmu fikih, beliau belajar kepada Ibnu Taimiyyah rahimahullahu ta’aala. Belajar ilmu tata bahasa Arab kepada Abu Fath Ba’labakki, Abu Bakar ibn Abdud Daim, Isa al Muth’im, dan Ibnus Syirazi. Dalam bidang ushul beliau belajar kepada as Shaifi al Hindi, Fatimah ibnatu Jauhar, Ismail ibn Maktum, as Syiha an Nabalasi al ‘Abid, al Madji al Harani, al Hakim ibn Qudamah al Maqdisi, al Bard Ibnu Jama’ah, Muahammad ibn Abu Fath al Ba’labakki dan masih banayak lagi yang lain.59 J. Murid-murid Ibnu Qayyim Banyak para pelajar yang menimba ilmu dari beliau. Di antara mereka adalah putra beliau sendiri yang bernama Burhanuddin Ibrahim dan Syaraf Abdullah, al Hafidz Ibnu Katsir pemilik kitab Dzail Thabaqaat al Hanaabilah, Taqiyuddin as Subki, Al Hafidz adz Dzahabi, Ibnu Abdul Hadi, an Nabalasi pengarang kitab Mukhtashar Thabaqaat al Hanaabilah, al Ghazi, Al Fairuuz Abadi pemilik kitab Al Qaamus dan al Muqri Jadd pengarang kitab Nafhut Thayyib.60 K. Perlakuan Tidak Nyaman Terhadap Ibnu Qayyim Akibat kebebasan berfikir yang diterapkan oleh Ibnu Qayyim rahimahullahu ta’aala, maka beliau memperoleh perlakuan yang tidak nyaman. Ibnu Qayyim menerapkan kebebasan berfikir karena beliau merasa 58 al Allamah as Syaukani al Yamani. al Badrut Thaali’. (I/143). Bakr ibn Abdullah Abu Zaid. Ibnu Qayyim al Jauziyyah: Hayaatuhu wa Aatsaaruhuu. 60 Ibid. h. 107-110 59 bahwa situasi dunia Islam terutama di Negerinya mengalami kejumudan yang disebabkan tradisi taklid kepada para imam madzhab. Oleh karena itulah beliau menyerukan kepada umat agar segera kembali kepada ajaran madzhab salaf, mau beristinbath hukum dari nash-nash al Qur’an dan hadits Rasulullah saw. secara langsung, memerangi endemi gerakan sufi, filsafat dan bid’ah khurafat. Semua distorsi (penyimpangan) pemahaman keberagamaan tersebut mendapat perhatian besar dari beliau. Tidak heran umat Islam di daerahnya terbagi menjadi dua, yakni yang pro dan yang kontra terhadap sikap beliau. Bagi kelompok yang kontra kepada Ibnu Qayyim, pada akhirnya meningkat menjadi orang-orang yang geram dan mendendam. Sehingga pada akhirnya Ibnu Qayyim mendapatkan sanksi seperti yang telah diterima oleh gurunya, Ibnu Taimiyyah rahimahullahu ta’aala. Beliau dipenjara bersamasama dengan gurunya itu hanya berdua saja dalam satu tempat di dalam sebuah benteng (sebuah benteng didaerah Damaskus yang sekarang cukup terkenal. Benteng itu terletak di tengah-tengah daerah tersebut). Pengasingan itu mereka jalani setelah sebelumnya beliau berdua mendapatkan penyiksaan dan berbagai bentuk pelecehan, Ibnu Qayyim tidak dibebaskan dari pengasingan kecuali setelah gurunya, Ibnu Taimiyyah meninggal dunia. L. Wafatnya Ibnu Qayyim Beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir pada malam kamis pada tanggal 13 Rajab 751 H.61 Sejak saat itu bintang Ibnu Qayyim padam setelah sebelumnya menyala sangat terang. Kehidupan beliau telah dipenuhi dengan kegiatan ilmiah yang sudah menembus jauh melebihi batasnya. 61 Ibnu Katsir, op.cit. (IV/202). Bahkan tidak ada seorang pun baik yang hidup sebelumnya atau pun yang hidup sesudah beliau yang bisa melebihi keseriusan beliau dalam mengarang. Banyak sekali yang mengiring jenazah Ibnu Qayyim rahimahullahu ta’aala sampai ketempat peristirahatan terakhir. Jasa beliau benar-benar diakui oleh masyarakat luas, bahkan dari kalangan qadhi, pembesar maupun orang-orang shalih. Ini menunjukkan bahwa mereka memang manaruh kepercayaan kepada beliau. Mereka semua juga merasa kehilangan dengan kepulangan beliau kepada penciptanya. Bahkan semua itu menunjukkan kesetiaan dan ketulusan mereka kepada beliau. Jenazah Ibnu Qayyim dishalati setelah shalat dzuhur sehari berikutnya di masjid Jami al Jarah. Masjid yang terletak dengan komplek pemakaman al Baabus Shagiir di Damaskus. Akhirnya jenazah beliau dikebumikan di komplek pemakaman al Baabus Shagiir di Damaskus di samping ibunya.62 Semoga Allah memasukkan beliau ke dalam surga dan memberikan manfaat ilmu-ilmu beliau kepada kita semua yang ditinggalkan. M. Karya-karya Ibnu Qayyim Ibnu Qayyim merupakan seorang representasi tokoh yang benar-benar alim dalam ilmu agama di masanya. Beliau telah menulis banyak sekali karya ilmiah dengan jumlah yang sangat banyak. Di antara disiplin ilmu yang beliau karang adalah tata bahasa Arab, ilmu kalam dan tasawwuf, fikih dan ushul fikih sebagaimana beliau juga menulis dalam bidang sejarah dan sirah. Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah karya yang telah beliau tulis. Ibnu hajar menyebutkan bahwa karya yang beliau tulis berjumlah tiga 62 Bakr ibn Abdullah Abu Zaid. op.cit. h.198-199 belas kitab.63 As-Sakahwi mengatakan bahwa karya beliau berjumlah lima puluh sekian.64 As Shafadi, salah seorang murid Ibnu Qayyim menyebutkan bahwa karya gurunya itu berjumlah sembilan belas kitab. As-Suyuthi berpendapat bahwa beliau memiliki koleksi karya ilmiah sebanyak empat belas kitab. Selain itu, Haji Khalifah, pengarang kitab Kasyfud Dzunuh menyebutkan bahwa tulisan Ibnu Qayyim berjumlah enam puluh kitab.65 As Syaukani mengatakan bahwa jumlah kitab beliau adalah enam belas.66 AdDawudi menyebutkan bahwa jumlah karya beliau adalah empat puluh empat. Ismail Basya al Baghdadi, pengarang kitab Hadiyyatul 'Arifiin mengatakan bahwa jumlah karangan Ibnu Qayyim mencapai enam puluh enam.67 Muhammad al faqih menyebutkan bahwa karya beliau adalah enam puluh enam.68 Sedangkan buah pena beliau yang cukup terkenal akan kami daftar sebagai berikut: 69 1. Al ijtihaad 2. Ijtimaa'ul Jusuusyil Islaamiyyah 'alaa' Azwil Mu'aththilah wal Jahmiyyah (telah tercetak) 3. Ahkaam Ahlidz Dzimmah (sudah tercetak). 4. Ahkaamul Mauluud atau yang disebut juga dengan Tuhfatul Mauduud Fi Ahkaamil Mauluud (sudah tercetak) 5. Asmaau Ba'dhi Muallafaati Ibni Taimiyyah (telah tercetak) 63 Ibnu hajar. (IV/23). Shadiq Hasan Khan alQunuji. at-Taajul Mukallal, h. 419 65 Haji Khalifah. Al Kasyfud Dzunuh. Urutan abjad 66 al Allamah as Syaukani al Yamani. op.cit. (II/145) 67 Ismail Basya al Baghdadi. Al Hadiyyatul 'Arifiin. (III/158-159). 68 Ibnu Qayyim. Muqaddimah Ighaatsatul Lahaafan. (1357 H) Cet ke-1. 69 Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, 13 Pengaruh Maksiat, h. 26-32 64 6. Ushuulut Tafsiri. 7. Al 'Alaam Bittisaa'I Thuruqil Ahkaam. 8. I'laamul Muwaqqi'iin 'an Rabbil "Aalamiin atau yang disebut juga dengan Ma'aalimul Muwaqqi'iin 'an Rabbil "Aalamiin (telah tercetak) 9. Ighaatsul Lahafaan fi Ahkaami Thalaaqil Ghadhbaan (sudah tercetak) 10. Ighaatsatul Lahafaan fi Mashaayidis Syaithan atau Mashaaidis Sulthan (telah tercetak) 11. Iqtidhaaud Dzikri li Hushuulil Khair wa Da'is Syar. 12. Al Amaalil Makkiyyah yang disebutkan juga dengan nama at Tuhfatul Makkiyyah. 13. Amtsaalul Qur'an (etlah tercetak). 14. Al Iijaaz. 15. Al Iimaan bil Qur'an yang dikenal juga dengan nama at-Tibyaan fi Aqsaamil Qur'an. 16. Badaai'ul Fawaaid (telah tercetak). 17. Buthlaaanul Kimyaa, Min Arba'iina Wajhan. 18. Buluughus Suaal Min Aqdhiyatur Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam (telah tercetak). 19. Bayaanul Istidhaal 'alaa Buthlaani Isythiraath Muhilliis Siyaq Wa Nidhaal yang dikenal juga dengan Bayaanud Daliil "Alaas Tighnaail Musaabaqah" Indat Tahliil. 20. At-Tahbiir Lima Yahillu Wa Yahrumu Min Libaasil Hariir. 21. At-Tuhfatul Qudsiyyah. 22. Tuhfatun-Naaziliin Bi Hiwaari Rabbil 'Alamiin. 23. Tadbiirur Riaasah fil Qawaaidil Hikmah fidz Dzakaa' wal Qariihah. 24. Tarjiih Dzauqil Qiraa'ah Was Shalaah 'alaa Dzauqis Simaa' Wal Ashwaathil Fanniyyah. 25. At-Ta'liiq 'alaal Ahkaam. 26. Ta'limun Nisaa' Minal Waajib. 27. Tafsiiru Suuratil Kaafiruun (sudah tercetak). 28. Tafsiirul Faatihah (telah tercetak). 29. Tafsiirul Mu'awwidzatain yang sering dikenal juga dengan nama arRisaalatus Syaafiyah Fi Ahkaamil Mu'awwidzatain (telah tercetak). 30. Tafsiirul Qayyim Lil Imam Ibnil Qayyim yang dikumpulkan dari beberapa karyanya (telah tercetak). 31. Yafdhiilu Makkah 'alaal Maadiinah. 32. Tahdziib Mukhtashar Sunan Abi Dawuud (telah tercetak). 33. Al Jaami' Bainas Sunan Wal Atsaar. 34. Jalaaul Afhaam Fi Tafdhiilus Shalaati Was Salaam 'alaa Khairil Anaam (telah tercetak). 35. Al Jawaabul Kaafi Fi Liman Sa'ala 'anid Dawaa'is Syaafi yang dikenal juga dengan sebutan ad Daa'wal Dawaa' (sudah tercetak). 36. Jawaabaat 'Aabidiis Shahabaat Wa Anna Maa Hum 'Alaihi Diinus Syaithaan. 37. Haadil Arwaah Ilaa Bilaadil Afraah (sudah tercetak). 38. Al Haamil Hal Tahiidhu Am Laa. 39. Al Haawii. 40. Hurmatus Simaa' yang dikenal juga dengan judul as Simaa'us Syaithaani. 41. Humu Ighmaami Hilaali Ramadhaan yang dikenal juga dengan sebutan Kasyful Ghithaa' 'an Hukmi Simaa'il Ghinaa'. 42. Hukmu Taarikhis Shalaah yang disebut juga dengan nama Kitaabys Shalaah (dicetak oleh Al Maktabatul Islami). 43. Hukmu Tafdhii Ba'dhil Aulaad 'alaa Ba'dh fil 'Athiyyah. 44. Durarul Bayaan fi Tasfsiiri Amtsaalil Qur'an (telah tercetak). 45. Dawaa'ul Quluub (telah tercetak). 46. Rabii'ul Abraar fis Shalaati 'alan Nabiyyil Mukhtaar. 47. Ar-Risaalatut Tabukiyyah (telah tercetak). 48. Ar-Risaalatul Halabiyyah fit Thariiqatil Muhammadiyyah. 49. Risaalatu Ibnil Qayyim Ilaa Ahadi Akhwaanihi. 50. Ar-Risaalatul Qubriyyah fir Raddi 'Alaa Munkirii 'Adzaabil Qabr Minaz Zanaadiqah Wal Qadariyyah yang dikenal juga dengan Kitaabur Ruuh (sudah tercetak). 51. Ar-Risaalatut Tharaabalisiyyah yang disebut juga dengan judul al Masaailut Tharaabalisiyyah atau at Tharaabaisiyyaat. 52. Raf'ut Tanziil. 53. Raf'ul Yadain fis Shalaah. 54. Rhaudhun Nadziir fi 'Ilmit Tadzkiir. 55. Raudhatul Muhibbiin Wa Nuzhatul Muttaqiin yang disebut juga dengan nama Nuzhatul Musytaqiin Wa Raudhatul Muhibbin atau Raudhatul Muhibbiin Wa Nuzhatul Basaatiin. 56. Ar-Ruuh Wan Nafs yang disebut juga dengan judul Ma'rifatur Ruuh Wan Nafs. 57. Zaadul Musaafiriin ilaa Manaazilis Su'adaa' fi Hadyi Khaatimil Anbiyaa' Wal Mursaliin. 58. Zaadul Ma'aad fi Hadyi Khairil 'Ibaad yang disebut juga dengan al Hadyin Nabawi atau al Hadyis Sawi (telah tercetak). 59. As-Sabaq War-Raami. 60. Aafarul Hijratain Wa Baabus Sa'aadatain (telah tercetak). 61. As-Sunnah Wal Bid'ah. 62. Syarhu Asmaail Kitaabil 'Aziiz. 63. Syarhul Asmaa'il Husnaa. 64. Syarhus Syuruuthi 'Umriyyah. 65. Syahrul Kalimit Thayyib yang disebut juga dengan sebutan Al Kalimit Thayyib Wal 'Amalis Shaalih atau al Waabilus Shayyib Wal 'Amalus Shaalih atau al Waabilis Shayyib minal kalimit Thayyib (telah tercetak). 66. Syifaa'ul 'Aliil fi Masaa'ilil Qadhaa' Wal Qadar wal Hikmah Wat Ta'liil yang dikenal juga dngan nama al Qadaa' wal Qadar (sudah tercetak). 67. As Shabru Was Sakan yang disebut juga dengan sebutan as Shabru Was Syukr. 68. As Shiraathul Mustaqiim fi Ahkaami Ahlil Jahiim. 69. As Shawaa'iqul Munazzalah 'alal Jahmiyyah wal Mu'aththilah. 70. At Thaa'uun. 71. Thibbhul Quluub. 72. At Thibbun Nabawi (telah dicetak). 73. At Thuruqul Hukmiyyah fis Siyasatis Syar'iyyah (tilah dicetak). 74. Thariiqatul Bashaair Ilaa Hadiiqatis Saraair fi Nudzumil Kabaair. 75. Thalaaqul Haa'idh. 76. 'Uddatus Shaabiriin Wa Dzakhiiratus Syaakiriin (telah dicetak). 77. 'Aqdu Muhkamil Ahyaa' Bainal Kalimit Thayyib wal 'Amalis Shaalihil Marfuu' Ilaa Raabbis Samaa'. 78. Al Fataawaa. 79. Al Fathul Qadsi. 80. Al Fathul Makki. 81. Al Futuuhaatul Qudsiyyah. 82. Al Farqu Bainal Khillah Wal Mahabbhah Wa Muanaadzaratul Khailiil li Qaumihii. 83. Al Faruusiyyah yang disebut juga dengan nama al Faruusiyyatus Syar'iyyah atau al Faruusiyyatul Muhammadiyyah (telah dicetak). 84. Fadhlul 'Ilmi atau disebut juga dengan Fadhlul 'Ulamaa'. 85. Fawaaid fil Kalaam 'Alaa Hadiitsil Ghamaamah Wa Hadiitsil Ghazaalah Wad Dlab Wa Ghairihi. Dan masih banyak lagi yang lainnya, Wallahu a'lam, mungkin kitabkitab beliau jauh lebih banyak dari daftar nama kitab yang telah disebutkan di atas. Paling tidak kitab-kitab yang telah disebutkan di atas bisa dipertanggung jawabkan keberadaannya sesuai sumber yang kami dapat. BAB IV ANALISIS PENGARUH MAKSIAT TERHADAP PENYAKIT HATI MENURUT IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH A. Analisa Tentang Maksiat dan Hati Di dunia ini hanya terdapat 2 golongan manusia. Golongan pertama adalah mereka yang selalu taat pada segala perintah Allah swt dan sunnah Rasulullah saw. Sedangkan golongan kedua adalah mereka yang ingkar kepada 2 hal tersebut. Perbuatan ingkar itulah yang disebut dengan maksiat dan setiap perbuatan maksiat itu adalah dosa. Ibnu Qayyim memberikan beberapa penjelasan dalam bukunya yang berjudul “13 Pengaruh Maksiat”70 yaitu orang yang memiliki faham atau sudut pandang ketika ia melakukan maksiat, dari sudut pandang yang paling buruk sampai sudut pandang yang halus dan baik. Sudut pandang tersebut antara lain: sudut pandang kebinatangan dan pelampiasan syahwat, pembawaan tabi’at dan watak, Jabariyyah, Qodariyyah, hikmah, tauhid, taufik dan khadzlan, nama dan sifat Allah, menambah keimanan, kasih sayang, kelemahan dan ketidakmampuan, hina dan butuh, cinta dan penghambaan. Disini penulis akan memberikan sedikit gambaran tentang 13 pengaruh maksiat di atas, misalnya dari sudut pandang Jabariyyah. Orang yang berfaham Jabariyyah menganggap bahwa segala perbuatan yang dilakukan bukanlah atas dasar kemauan sendiri, namun ada sesuatu yang menggerakkan semua keinginannya, jadi jika terjadi sesuatu, maka hal itu sama sekali bukan 70 I. h. 41 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, 13 Pengaruh Maksiat, (Jakarta, Pustaka Azzam 2001) Cet. dari dalam dirinya, hal itu terjadi diluar kemampuannya. Mereka berpendapat bahwa semua aktivitas yang mereka lakukan berdasarkan atas takdir semata.71 Dari sudut pandang Qodariyyah misalnya, mereka ini adalah orangorang berkeyakinan bahwa segala tindakan kriminal dan dosa adalah hasil dari perbuatan mereka sendiri.72 Setan benar-benar ridha kepada orang-orang yang memiliki keyakinan seperti itu. Dia (setan) tidak akan bersusah payah membujuk mereka untuk mengerjakan maksiat, seperti fiman Allah SWT: ⌧ Artinya : “Tidakkah kamu lihat, bahwasanya kami Telah mengirim syaitan-syaitan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasung mereka berbuat ma'siat dengan sungguh-sungguh?, (Maryam : 83) Dan setan juga tidak akan gelisah apabila mereka tidak berbuat maksiat. Setan berbuat seperti itu sebenarnya memiliki dua tujuan utama:73 Pertama, setan ingin meyakinkan hati mereka bahwa akidah dan prinsipnya sudah sangat tepat, dan meyakinkan bahwa segala sesuatu itu tergantung pada keputusan mereka sendiri. Jadi merekalah sebenarnya yang bisa menjaga dirinya dari bencana, dan dirinya sendirilah yang bisa menghindar dari perbuatan maksiat. Kedua, setan ingin berburu orang-orang bodoh melalui tangan orang-orang yang berfaham Qadariyyah ini. Orang bodoh itu akan 71 Ibid, 13 Pengaruh Maksiat. h. 55-57 Ibid, 13 Pengaruh Maksiat. h. 58 73 Ibid, 13 Pengaruh Maksiat. h. 59-60 72 menganggap bahwa bid’ah yang dikerjakan orang-orang Qadariyyah dianggap sesuatu yang baik, maka dia akan lebih senang mengerjakan bid’ah dari pada maksiat. Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziah mengatakan, bahwa orang-orang bodoh mengandalkan rahmat dan ampunan Allah swt sehingga mereka mengabaikan perintah dan larangan-Nya serta lupa dengan azab-Nya yang pedih dan tak mungkin dicegah. Barangsiapa yang mengandalkan ampunanNya tetapi tetap berbuat dosa, dia sama dengan orang-orang yang membangkang.74 Hanya orang bodohlah yang ingin mendapatkan rahmat dan ampunan Allah swt, sedangkan mereka tetap berbuat maksiat, mengingkari dan melanggar apa-apa yang diperintah atau disyari’atkan Allah. Ibnu Qayyim mengatakan bahwa sebagian besar maksiat itu masuk melalui empat pintu, yaitu: Al-Lahazhat (pandangan pertama), Al-Khatharat (pikiran yang terlintas di benak), Al-Lafazhat (ungkapan yang diucapkan), AlKhuthuwat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan).75 1. Al Lahazhat (pandangan pertama). Yang satu ini bisa dikatakan sebagai ‘provokator’syahwat, atau ‘utusan’ syahwat. Oleh karenanya, menjaga pandangan merupakan pokok dalam usaha menjaga kemaluan. Maka barang siapa yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, niscaya dia akan menjerumuskan dirinya sendiri pada jurang kebinasaan. Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda: “Janganlah kamu ikuti pandangan (pertama) itu dengan pandangan 74 http://www.pk-sejahtera.org/v2/main.php?op=isi&id=211 7 Juli 2008 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Jangan Dekati Zina, Terj. Tim Darul Haq-Jakarta (Jakarta: Maktabah Ummu Salmi Al-atsari, 2007), h. 9 75 (berikutnya). Pandangan (pertama) itu boleh buat kamu, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya.” (HR. At Turmudzi, hadits hasan ghorib).Dan di dalam musnad Imam Ahmad, diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, beliau bersabda: “Pandangan itu adalah panah beracun dari panah panah iblis. Maka barang siapa yang memalingkan pandangannya dari kecantikan seorang wanita,ihlas karena Allah semata, maka Allah akan memberikan di hatinya kelezatan sampai pada hari kiamat.” (HR. Ahmad). Beliau juga bersabda : “Palingkanlah pandangan kalian, dan jagalah kemaluan kalian.” (HR. At Thobrani dalam Al mu’jam al kabir ). Pandangan adalah asal muasal seluruh musibah yang menimpa manusia. Sebab, pandangan itu akan melahirkan lintasan dalam benak, kemudian lintasan itu akan melahirkan pikiran, dan pikiran itulah yang melahirkan syahwat, dan dari syahwat itu timbullah keinginan, kemudian keinginan itu menjadi kuat, dan berubah menjadi niat yang bulat. Akhirnya apa yang tadinya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan, dan itu pasti akan terjadi selama tidak ada yang menghalanginya. Oleh karena itu, dikatakan oleh sebagian ahli hikmah bahwa “bersabar dalam menahan pandangan mata ( bebannya ) adalah lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan yang ditimbulkannya. Betapa banyak pandangan yang berhasil menembus kedalam hati pemiliknya, seperti tembusnya anak panah yang dilepaskan dari busurdan talinya. 2. Al Khothorot (pikiran yang melintas dibenak). Adapun “Al Khothorot” (pikiran yang terlintas dibenak) maka urusannya lebih sulit. Di sinilah tempat dimulainya aktifitas, yang baik ataupun yang buruk. Dari sinilah lahirnya keinginan (untuk melakukan sesuatu) yang akhirnya berubah manjadi tekad yang bulat. Maka barang siapa yang mampu mengendalikan pikiran pikiran yang melintas di benaknya, niscaya dia akan mampu mengendalikan diri dan menundukkan hawa nafsunya. Dan orang yang tidak bisa mengendalikan pikiran pikirannya, maka hawa nafsunyalah yang berbalik menguasainya. Dan barang siapa yang menganggap remeh pikiran pikiran yang melintas di benaknya, maka tanpa dia inginkan ia akan terseret pada kebinasaan. Orang yang paling jelek cita citanya dan paling hina adalah orang yang merasa puas dengan angan angan kosongnya. Dia pegang angan angan itu untuk dirinya dan dia pun merasa bangga dengan senang dengannya. Padahal demi Allah, angan angan itu adalah modal orang orang yang pailit, dan barang dagangan para pengangguran serta merupakan makanan pokok bagi jiwa yang kosong, yang bisa merasa puas dengan gambaran gambaran dalam hayalan, dan angan angan palsu. 3. Al Lafazhat (ungkapan kata-kata). Adapun tentang Al Lafazhat (ungkapan kata kata), maka cara menjaganya adalah dengan mencegah keluarnya kata kata atau ucapan dari lidahnya, yang tidak bermanfaat dan tidak bernilai. Misalnya dengan tidak berbicara kecuali dalam hal yang diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan menyangkut masalah keagamaannya. Bila ingin berbicara, hendaklah seseorang melihat dulu, apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak ? bila tidak ada keuntungannya, dia tahan lidahnya untuk berbicara, dan bila dimungkinkan ada keuntungannya, dia melihat lagi, apakah ada kata kata yang lebih menguntungkan lagi dari kata kata tersebut ? bila memang ada, maka dia tidak akan menyia-nyiakannya. Kalau anda ingin mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang, maka lihatlah ucapan lidahnya, ucapan itu akan menjelaskan kepada anda apa yang ada dalam hati seseorang, dia suka ataupun tidak suka.Yahya bin Mu’adz berkata : hati itu bagaikan panci yang sedang menggodok apa yang ada di dalamnya, dan lidah itu bagaikan gayungnya, maka perhatikanlah seseorang saat dia berbicara, sebab lidah orang itu sedang menciduk untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis atau asam, tawar atau asin, dan sebagainya. Ia menjelaskan kepada anda bagaimana “rasa” hatinya, yaitu apa yang dia katakan dari lidahnya, artinya, sebagaimana anda bisa mengetahui rasa apa yang ada dalam panci itu dengan cara mencicipi dengan lidah, maka begitu pula anda bisa mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang dari lidahnya, anda dapat merasakan apa yang ada dalam hatinya dan lidahnya, sebagaimana anda juga mencicipi apa yang ada di dalam panci itu dengan lidah anda. 4. Al Khuthuwat (langkah nyata untuk sebuah perbuatan). Adapun tentang Al Khuthuwat maka hal ini bisa dicegah dengan komitmen seorang hamba untuk tidak menggerakkan kakinya kecuali untuk perbuatan yang bisa diharapkan mendatangkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bila ternyata langkah kakinya itu tidak akan menambah pahala, maka mengurungkan langkah tersebut tentu lebih baik baginya. Dan sebenarnya bisa saja seseorang memperoleh pahala dari setiap perbuatan mubah (yang boleh dikerjakan dan boleh juga ditinggalkan, pent.) yang dilakukannya dengan cara berniat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian maka seluruh langkahnya akan bernilai ibadah. Tergelincirnya seorang hamba dari perbuatan salah itu ada dua macam : tergelincirnya kaki dan tergelincirnya lidah. Oleh karena itu kedua macam ini disebutkan sejajar oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya : ☺ ☺ “Dan hamba hamba Ar Rahman, yaitu mereka yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al Furqon, 63). Hati nurani adalah salah satu aspek terdalam dalam jiwa manusia yang senantiasa menilai benar salahnya perasaan, niat, angan-angan, pemikiran, hasrat, sikap dan tindakan seseorang, terutama dirinya sendiri. Sekalipun hati nurani ini cenderung menunjukkan apa yang benar dan apa yang salah, tetapi ternyata tidak jarang mengalami keragu-raguan dan sengketa batin, sehingga seakan-akan sulit menentukan mana yang benar dan mana yang salah.76 Tempat untuk memahami dan mengendalikan diri itu ada di hati. Hatilah yang menunjukkan watak dan siapa diri kita sebenarnya. Hati atau “kalbu’lah yang membuat manusia mampu berprestasi, bila hati bening dan jernih, insya Allah, keseluruhan diri manusia akan menampakkan kebersihan, kebeningan, dan kejernihan.77 Hati menjadi esensi dari perilaku dan kehidupan manusia, jika hatinya baik maka perilaku seseorang akan baik, tetapi bila hati buruk maka akan berakibat negatif bagi perilaku manusia. Allah swt yang menciptakan sesuatu dan menetapkan sebuah hukuman. Sesungguhnya apa yang Dia kehendaki akan terjadi dab yang tidak Dia kehendaki juga tidak akan pernah terwujud. Tidak ada sesuatu walau sekecil apapun yang bergerak kecuali seizin-Nya. Semua makhluk takluk di bawah genggaman kekuasan-Nya. Dan sesungguhnya tidak ada hati seorang hamba pun kecuali berada di antara pengawasan Allah Ta’ala. Apabila Allah hendak meluruskan hati tersebut, maka Dia akan meluruskannya. Namun apabila Dia hendak menyelewengkannya, maka Dia pun akan menyelewengkan hati tersebut. Hati seorang hamba sebenarnya berada dalam genggaman Allah. Dia-lah Dzat Yang Membolak-balikkan pendirian hati seseorang menurut kehendak dan keinginanNya. Dia-lah yang menentukan kondisi hati sesuai dengan keinginan-Nya. Ibnu Qayyim mengatakan bahwa orang-orang ahli bid’ah, orang yang berpaling dari al-Qur’an, orang yang lalai kepada Allah dan orang-orang tukang 76 Bastaman, Hanna Djumhana, Integrasi Psikologi dengan Islam, (Menuju Psikologi Islami), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997). h. 147 77 Hermowo dan M. Deden Ridwan, Aa Gym dan Fenomena Daarut Tauhid: Memperbaiki Diri Lewat Manajemen Qalbu, (Bandung: Hikmah-Mizan, 2002). h. 226-227 berbuat maksiat, hatinya berada dalam neraka Jahim yang sesungguhnya. Sedangkan hati orang-orang yang baik berada di dalam surga an Na’im sebelum masuk ke dalam surga an-Na’im yang sebenarnya.78 Dari penjelasan di atas, penulis memberikan banang merah bahwa yang berperan penting dalam hal ini adalah hati. Hati merupakan pangkal dari segala perbuatan yang kita lakukan, dia juga merupakan esensi dari semua tindakan yang telah, sedang, dan akan kita lakukan. Dalam hal ini hati berperan penting dalam keseharian kita. Adapun penyakit hati menurut Ibnu Taimiyah adalah suatu bentuk kerusakan yang menimpa hati, dengan merusak gambaran dan kehendak hati. Akibatnya orang yang terjangkit penyakit hati akan membenci kebenaran yang bermanfaat dan menyukai kebatilan yang membawa kepada kemudharatan.79 Oleh karena itu kata maradh (sakit) kadang-kadang diintepretasikan dengan syakh atau raib (keraguan). Menurut Ibnu ‘Atha’illah, hati yang bersinar dan yang bercahaya, sehingga bebas dari kegundahan, keresahan, kesedihan, dan kecemasan. Maka hal ini dapat diperoleh dengan jalan mengingat Allah (dzikir) dan membaca alQur’an.80 Hal yang sama dinyatakan oleh Syaikh Hakim Mu’inuddin Chisty, bahwa untuk menyembuhkan penyakit, baik fisik ataupun psikis salah satunya adalah dengan membaca ayat-ayat suci al-Qur’an.81 78 Op. Cit, 13 Pengaruh Maksiat, h. 105 Ibnu Taimiyyah, Terapi Penyakit Hati. (Jakarta: Gema Insani Press. 1998). h. 78 80 Sulaiman al-Kumayi, Cahaya Hati Penentram Jiwa, (Pesan-pesan Spiritual IbnuAtha’illah), (Semarang: Pustaka Nuun, 2005), h. 208 81 Syaikh Hakim Mu’inudin Chisty, Penyembuhan Cara Sufi, terj. Burhan Wira Subrata, (Jakarta: Lentera, 1999), h.151 79 Keburukan dan kemaksiatan ini bisa datang karena hati seseorang dalam keadaan lengah dari dzikir kepada Allah. Ibnul Qoyyim al-Jauziyah berkata, “Apabila hati seseorang itu lengah dari dzikir kepada Allah, maka setan dengan serta merta akan masuk ke dalam hati seseorang dan mempengaruhinya untuk berbuat keburukan. Masuknya setan ke dalam hati yang lengah ini, bahkan lebih cepat daripada masuknya angin ke dalam sebuah ruangan.”82 B. Pandangan Ibn Al-Qayyim Tentang Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati Menurut Ibn Al-Qayyim, dosa dan maksiat karena hati yang sakit menyebabkan seseorang terus terjerumus dalam perbuatan yang menjauhkan dirinya dari Allah. Hal itu berakibat pada hilangnya berkah, rasa malu, dan kenikmatan yang seharusnya diterima oleh hamba serta berujung pada syirik, cinta dunia, laknat, dan kehancuran.83 Dari sinilah maka penyakit hati lebih mengganggu dan lebih berbahaya, lebih parah dan lebih buruk dari penyakitpenyakit tubuh ditinjau dari berbagai segi dan arah yang paling merugikan dan paling besar bahayanya ialah karena penyakit hati mendatangkan madharat atas seseorang dalam agamanya, yaitu modal kebahagiaan di dunia, dan bermudharat bagi akhiratnya. Dari keterangan Ibn Al-Qayyim di atas, hati yang sakit menyebabkan seseorang itu terus terjerumus kedalam perbuatan yang menjauhkan dirinya dari Allah. 82 Ahmad bin Yusuf al-Duraiwisy, al-Istiqamah Arkaanuhu wa al-Wasailu al-Mu’inah la Tathbiqihi, terj. Istiqamah oleh Abu Umar Basyir (Jakarta: Darul Haq, 2001) hal. 254 83 Ibn Al-Qoyyim, , Penawar Hati Yang Sakit. (Jakarta: Gema Insani, 2003) h.23 Maksiat membahayakan manusia di dunia dan di akhirat. Tidak ada yang bisa mengetahui akibat dan pengaruhnya kecuali Allah Subhaana Wa Ta’aala. Namun demikian, pengaruh maksiat itu dapat dirasakan. Muhammad dalam bukunya “Kitab Tauhid” terjemahan M. Yusuf Harun, mengatakan bahwa kemaksiatan itu bisa berdampak negatif, sebagaimana ketaatan berdampak positif.84 Selanjutnya pada skripsi ini akan terlihat pengaruh dan bahaya maksiat yang dapat langsung dirasakan oleh setiap diri manusia, seperti yang dituliskan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziah dalam bukunya Aatsaarul Ma'ashi wa Adhraaruha" (Akibat Berbuat Maksiat) :85 1. Maksiat menghalangi ilmu Sesungguhnya ilmu adalah sinar yang diletakkan Allah di dalam hati, sedangkan maksiat memadamkan sinar tersebut. Imam Syafi’i duduk di depan Imam Malik. Dia membacakan sesuatu yang membuat Imam Malik kagum. Imam Malik sangat mengagumi kecepatannya dalam menangkap pelajaran, kecerdasannya dan pemahamannya yang sempurna. Imam Malik berkata, “Aku melihat, Allah telah meletakkan sinar dalam hatimu. Jangan padamkan sinar itu dengan kegelapan maksiat.” Imam Syafi’i menjawab, “Saya mengeluhkan hafalanku yang jelek kepada Waki’. Ia menasehatiku untuk meninggalkan maksiat. Waki’ berkata, ‘Ketahuilah bahwa ilmu itu anugerah dan anugerah Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat.” 84 Muhammad bin Abdul Wahab, Kitab Tauhid, Terjemahan M.Yusu Harun, MA (Islam.house.com, 2007). h. 71 85 Ibid, http://www.pk-sejahtera.org/v2/main.php?op=isi&id=211 7 Juli 2008 2. Maksiat menghalangi rezeki Dalam Musnad dikatakan, “Sesungguhnya seorang hamba tidak mendapatkan rezeki karena dosa yang dikerjakannya.” Taqwa kepada Allah dapat mendatangkan rezeki, sementara meninggalkan taqwa mendatangkan kefakiran dan kemiskinan. 3. Maksiat menimbulkan kerisauan dan kesepian dalam hati Kenikmatan dunia seisinya tidak akan mampu mengimbangi keresahan seorang manusia. Ini adalah sesuatu yang tidak dirasakan, kecuali oleh orang-orang yang hatinya hidup. Orang mati tidak merasakan sakit yang ditimbulkan oleh lukanya. Maksiat dapat membuat keresahan dan keterasingan. Orang berakallah yang memilih meninggalkan maksiat. Tidak ada yang lebih pahit yang dirasakan seseorang di dalam hatinya daripada kerisauan dan keterasingan dari orang lain, lebih-lebih dari orang baik yang ada di lingkungannya. Setiap kali perasaan terasing akan menjadi kuat, ia akan menjauhkan diri dari lingkungan dan dari majelis mereka. Ia tidak akan mendapatkan manfaat dari orang-orang yang baik. Akhirnya, ia mendekati kelompok setan, sebanding dengan jauhnya ia dengan kelompok orang yang dekat dengan Allah. Perasaan terasing ini bertambah kuat dan akhirnya menguasai dirinya. Kemudian muncullah perasaan terasing dari keluarganya serta anak-anaknya. Iapun menjadi risau dan tertekan. 4. Maksiat mendatangkan kesulitan Kemaksiatan menjadikan seseorang menjumpai banyak kesulitan. Ia tidak mendapatkan pemecahan, kecuali jalan yang serba sulit. Orang yang bertaqwa kepada Allah mendapatkan keringanan, orang yang tidak bertaqwa akan mendapatkan kesukaran dari Allah dalam setiap urusannya. Sangat mengherankan, seorang hamba mendapati pintupintu kebaikan dan kemaslahatan sudah tertutup bagi dirinya, sedangkan ia tidak mengetahui asal muasalnya. 5. Maksiat menimbulkan kegelapan dalam hati Berkatalah Abdullah ibn Abbas r.a, “Sesungguhnya untuk kebaikan ada cahaya pada wajah, sinar pada hati, kelapangan pada rejeki, kekuatan pada badan, dan kecintaan dari hati banyak orang terhadap dirinya. Adapun perbuatan buruk menimbulkan warna hitam pada wajah, kegelapan dalam hati, kelemahan pada badan, kekuranga rezeki, dan rasa benci kepadanya di hati banyak orang.” 6. Maksiat melemahkan hati dan badan Sesungguhnya orang mukmin itu kekuatannya terletak pada hati. Bilamana hatinyamenguat, badannya pun menjadi kuat. Sedangkan orang yang jahat akan rusak badannya. Walaupun berbadan kuat, sesungguhnya ia sangat lemah. Saat memerlukan kekuatan, ia dikelabui oleh oleh kekuatannya sendiri yang sangat diperlukannya. Kita tidak bisa membayangkan mengenai kekuatan badan tentara Romawi dan Persia yang akhirnya dapat dikalahkan oleh orang-orang beriman dengan kekuatan hati. 7. Maksiat menghalangi ketaatan Hukuman bagi pendosa adalah terhalangnya ia dari menaati Allah dan terputusnya jalan kebaikan yang lain. Sedangkan ketaatan lebih baik dari dunia seisinya. Ibaratnya, seseorang makan makanan yang mendatangkan penyakit, yang akhirnya mencegahnya dari berbagai macam makanan yang enak dan baik. 8. Maksiat mengurangi umur dan mengikis berkah Sesungguhnya kebaikan akan menambah umur dan kejahatan mengurangi umur. Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Sebagian mengatakan bahwa kurangnya umur orang yang suka melakukan maksiat ialah karena hilangnya berkah. Ini yang benar dan merupakan bagian dari akibat kemaksiatan. Ulama yang lain berpendapat, maksiat benar-benar mengurangi umur. Ia menguranginya seperti ia mengurangi rezeki. Allah s.w.t menjadikan berkah pada rezeki sebagai sebab yang membuatnya bertambah banyak. Adapun berkah umur manusia juga banyak tandanya. Bisa berupa rezeki yang bertambah banyak dan umur yang bertambah panjang. Para ulama mengatakan, bertambahnya atau berkurangnya itu tidak karena sesuatu sebab. Rezeki dan ajal, bahagia dan sengsara, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kemiskinan, merupakan ketetapan dari Allah. Kelompok lain berpendapat bahwa pengaruh dari maksiat itu ada pada panjang pendeknya umur, karena hakekat hidup merupakan kehidupan kalbu. Oleh karena itu, Allah menjadikan orang kafir sebagai orang mati. 9. Maksiat melemahkan hati untuk berbuat kebajikan Maksiat tumbuh sedemikian rupa sehingga terasa berat bagi seseorang untuk meninggalkan dan keluar darinya. Para salaf mengatakan bahwa buah dari keburukan adalah keburukan pula. Sesungguhnya pahala dari kebaikan adalah kebaikan pula. Bila seseorang hamba berbuat kebajikan, amal kebajikan lain akan berkata, “Amalkan aku juga.” Kalau ia mengerjakan amal yang kedua tadi, amal kebaikan yang ketiga-pun menuntut hal yang sama. Dengan demikian keuntungan menjadi bartambah berlipat ganda. Demikian pula halnya dengan keburukan. Sikap taat dan maksiat, sama-sama dapat menjadi sifat yang permanen dan akan menjadi karakter yang kuat. Bila sedikit saja melalaikan ketaatan kepada Allah, orang yang berakhlak baik akan merasa terhimpit. Bumi yang teramat luas akan terasa sempit. Jika pelaku maksiat meninggalkan maksiat dan berniat berbuat taat, pasti hatinya merasa sempit, resah dan sesak. Pandangannya menjadi buntu, ia tak rela meninggalkan kemaksiatannya. Ia lega apabila kembali berbuat maksiat, Oleh karena itu, banyak orang fasik berbuat maksiat lagi tanpa merasa puas dan ingin selalu mengulanginya karena merasa sakit bila meninggalkannya. Bila seorang hamba terus menerus menyukai ketaatan, Allah akan mengirimkan malaikat pembawa rahmat untuknya. Malaikat tersebut mengangkatnya dengan rahmat yang dibawa, menariknya dari tempat tidur atau tempat duduk untuk dicurahi rahmat itu. Kalau seseorang terus-menerus menumpuk kemaksiatan sehingga menjadi ketagihan, Allah akan mengirim setan untuknya. Setan mengangkat orang itu lalu menggotongnya untuk dilemparkan lagi ke jurang kemaksiatan yang semakin dalam. 10. Maksiat melemahkan kebaikan Maksiat merupakan hal yang paling menakutkan bagi manusia. Ia akan melemahkan kehendak yang baik dan memperkuat kehendak yang buruk atau keinginan berbuat maksiat. Sementara itu, keinginan untuk bertaubat melemah sedikit dmi sedikit hingga lenyap secara keseluruhan dari hatinya. Perbuatan maksiat di dunia ini tidak akan mendapat sebuah manfaat melainkan mudharat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain, bahkan kita akan terjerumus untuk selalu ingin melakukannya berulangulang kali, yang akan membuat kehancuran pada diri sendiri dan orang lain. Perbuatan maksiat jelas-jelas telah mempengaruhi hati, apalagi hati yang mempunyai penyakit iri, dengki, hasud, marah, ujub, mengolokolok orang lain, dendam, egois, sombong, ria, kikir, berbohong, munafik, mencari-cari kesalahan orang lain, khianat, serakah, mudah berkeinginan, membenci kebenaran, dan menyukai kebathilan. DAFTAR PUSTAKA Baghdadi, Ismail Basya. al Al Hadiyyatul 'Arifiin. (III/158-159). Bastaman, Hanna Djumhana, Integrasi Psikologi dengan Islam, (Menuju Psikologi Islami), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997). Burhani, Ahmad Najib, Manusia Modem Mendamba Allah Renungan Tasawuf Positif, (Jakarta: Hikmah, 2002) Duraiwisy, Ahmad bin Yusuf al- al-Istiqamah Arkaanuhu wa al-Wasailu alMu’inah la Tathbiqihi, terj. Istiqamah oleh Abu Umar Basyir (Jakarta: Darul Haq, 2001) Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ihtiar Baru Van Hove, 2002. Hadad,, As-Sayyid Al-Allamah Hidup,(Bandung: Mizan, 1992) Abdullah Menuju Kesempurnaan Hajar, Ibnu, Ad Durarul Kaaminah, (I/60). Hamka, Tafsir al Azhar, (Jakarta : Panji Mas, 1983) Hermowo dan M. Deden Ridwan, Aa Gym dan Fenomena Daarut Tauhid: Memperbaiki Diri Lewat Manajemen Qalbu, (Bandung: Hikmah-Mizan, 2002). Jauziyyah, Ibn Al-Qoyyim, Penawar Hati Yang Sakit. (Jakarta: Gema Insani, 2003) _____________, Jangan Dekati Zina, Terj. Tim Darul Haq-Jakarta (Jakarta: Maktabah Ummu Salmi Al-atsari, 2007) _____________,13 Pengaruh Maksiat, (Jakarta, Pustaka Azzam 2001), Cet. I. _____________, Madaarijus Saalikiin, (II/337). _____________, Muqaddimah Ighaatsatul Lahaafan. (1357 H) Cet ke-1. _____________, Penawar Hati Yang Sakit. (Jakarta: Gema Insani, 2003) Kamus Bahasa Arab-Indonesia. (Jakarta: 1998) Kartono, Kartini, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental, (Bandung: Mandar Maju, 1989) Katsir, Ibnu al Bidayah wan Nihaayah, (XIV/95). Khalifah. Haji Al Kasyfud Dzunuh. Urutan abjad Kumayi, Sulaiman al- Cahaya Hati Penentram Jiwa, (Pesan-pesan Spiritual IbnuAtha’illah), (Semarang: Pustaka Nuun, 2005) Muhammad, Sayyid Abi Bakar Ibnu, Kifayatui Atqiya wa Manhq/ul Ashifa, terj. Djamaludin Bumi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002). Mukti, Ali, A. Agama-agama di Dunia, (Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga Press,1998) Munjid, M. Shalih Terapi Mengatasi Kecemasan, (Robbani Press, Jakarta). Cet ke-II, Musawi, Mujtaba, Psikologi Islam, Membangun Kembali Generasi Muda. Terj.Youth and Moral. (Bandung : Pustaka Hidayah, 1990) Nata, Abudin Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003) Prasetya, Irawan, Logika dan prosedur penelitian, (Jakarta: STIA-LAN Press 1999) Qunuji, Shadiq Hasan Khan. at-Taajul Mukallal, Rajab, Ibnu. Dzail Thabaqat Hanaabillah (II/448). Sriwijaya Post, Jum’at 4 Agustus 2006. Syaikh Hakim Mu’inudin Chisty, Penyembuhan Cara Sufi, terj. Burhan Wira Subrata, (Jakarta: Lentera, 1999) Syekh Ibn Taimiyah. Jangan Biarkan Penyakit hati Bersem,i PT. Serambi Ilmu Semesta. (Jakarta, 2006). Syukur, Amin Insan Kamil: Paket Pelatihan Seni Menata Hati. (Semarang. Lembkota. 2004). _____________,Menggugat Tasawuf : Tanggungjawab Sosial Tawasuf Abad XXI, (Yogyakarta: 2002.) _____________,Intelektualisme Tasawuf. (Surabaya, Bina Ilmu. 2002) _____________, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000) Taimiyyah, Ibnu. Terapi Penyakit Hati. (Jakarta: Gema Insani Press. 1998). Wahab, Muhammad bin Abdul Kitab Tauhid, Terjemahan M.Yusuf Harun, MA (Islam.house.com, 2007). Yamani, al Allamah as Syaukani al al Badrut Thaali’. (I/143). Yayasan Penterjemah Al-Qur’an/Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Qur’an. Raja Fahd. 1971. Zaid, Bakr ibn Abdullah Abu Ibnu Qayyim al Jauziyyah: Hayaatuhu wa Aatsaaruhuu. http://ikider.de/index.php?option=com_content&task=view&id=35&Itemid=30 7 Juli 2008 http://www.cimbuak.net/content/view/1237/5/ 7 Juli 2008 http://www.kaunee.com/index.php? =blog&id=103&Itemid=138 7 Juli 2008 http://www.mahoni30.org/index.php?Itemid=36&id=34&option=com 7 Juli 2008 http://www.paksi.net/modules/sentuhan_jiwa/article.php?storyid=66 7 Juli 2008 http://www.pk-sejahtera.org/v2/main.php?op=isi&id=211 7 Juli 2008 http://www.semaian.net/agritech/index.php?option=com=view&id=24&Itemid=1 57 7 Juli 2008