KHASIAT KLINIS SUPLEMENTASI VITAMIN C PADA ANAK PENDERITA PNEUMONIA BERAT CLINICAL EFFICACY OF VITAMIN C SUPPLEMENTATION IN CHILDREN WITH SEVERE PNEUMONIA Kwari Januar Satriono,Idham Jaya Ganda, Dasril Daud. Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Unhas, Makassar Alamat Korespondensi: Kwari Januar Satriono Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP: 081242470710 Email: [email protected] 1 Abstrak Pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak. Anak berada dalam keadaan lemah, sehingga membutuhkan suplementasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui khasiat klinis suplementasi vitamin C pada penderita pneumonia berat anak. Desain penelitian ini adalah uji klinis secara randomisasi buta ganda.Data berasal dari pasien yang dirawat di RSUP dr Wahidin Sudirohusodo dan RSUD Labuang Baji dari bulan Januari 2013 sampai Juni 2013 dengan diagnosis pneumonia berat. Terbagi atas 2 kelompok yang mendapatkan terapi standar + plasebo dan terapi standar + suplementasi vitamin C. Dari 103 sampel pneumonia berat, 51 pasien mendapatkan terapi standar + suplementasi vitamin C dan 52 pasien mendapatkan terapi standar + plasebo.Hasil penelitian menunjukkan suplementasi vitamin C tidak berperan pada penderita pneumonia berat anak. Perbaikan demam p=0,071(p>0,05), perbaikan frekuensi nafas p=0,098(p>0,05), retraksi subkostal p=0,085(p>0,05), dan pada ronkhi nyaring plasebo justru lebih bermakna dengan p=0,005(p<0,05). Kata Kunci : Pneumonia berat, suplementasi vitamin C. Abstract Pneumonia remains one of the most primary mortality cause in children. The children in weak condition, thus supplementation essentially needed. This study aimed to measure clinical efficacy of vitamin C supplementation in children with severe pneumonia.The study design was a double blind randomized clinical trial. Data achieved primary from patients hospitalized in Wahidin Sudirohusodo hospital and Labuang Baji Hospital with diagnosis severe pneumonia during January 2013 to April 2013 period. Samples were divided into 2 groups which received standar protocol + placebo and standar protocol + vitamin C supplementation. Among 103 severe pneumonia samples, 51 patients obtained standar protocol + vitamin C supplementation and 52 patients obtained standar protocol + placebo.The study reveals that vitamin C has no effect in severe pneumonia. Recovery of fever p=0.085(p>0,05), respiratory rate frequency p= 0,098(p>0,05), subcostal retraction p=0.098(p>0,05) , and in fine crackles recovery, placebo surprisingly superior with p = 0.005(p<0,05). Keywords: severe pneumonia, vitamin C supplementation. 2 PENDAHULUAN Pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak. Pakar klinis dan epidemiologi menyatakan terdapat berbagai kesulitan dalam pencegahan dan tata laksana penyakit ini, antara lain pengobatan antibiotik tidak efektif karena penderita biasanya dalam kondisi lemah akibat malnutrisi kronis dan infeksi parasit. Selain itu banyaknya jenis virus dan bakteri yang menginfeksi paru-paru, menyulitkan dalam pengidentifikasian penyebab spesifik pada setiap penderita.(Abinash 2000, King BR 2009) Prevalensi pneumonia secara umum adalah 12 kasus/1000 orang/tahun. Insidens tertinggi dari pneumonia pada usia 0-4 tahun. Di Indonesia angka kematian pneumonia ialah 60/10000 bayi dan 10,6/1000 anak balita(Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 1995), sehingga pneumonia masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian dan harus ditanggulangi secara sungguh-sungguh.(Hsiao et al 2009) Vitamin C atau L-ascorbic acid merupakan nutrisi esensial untuk manusia. Askorbat (ion dari asam askorbat) dibutuhkan dalam berbagai reaksi metabolik yang penting bagi hewan, tumbuhan dan manusia, disintesis oleh hampir semua organisme kecuali manusia dan monyet. Defisiensi menyebabkan skorbut pada manusia. Juga digunakan secara luas sebagai suplemen makanan. Komponen yang penting dari vitamin C adalah ion askorbatnya, karena berfungsi sebagai antioksidan yang melindungi tubuh dari stres oksidasi, dan merupakan kofaktor dari berbagai reaksi enzimatik penting. (Anonymous 2009, Anonymous 2009). Salah satunya adalah aktivitas fagositosis yang tergantung dari jumlah asam aksorbat di dalam darah dan jaringan. Jika kadar asam askorbat terlalu rendah sel darah putih tidak akan menyerang bakteri yang menginvasi, hal ini terlihat jelas pada defisiensi asam askorbat(Stone I 2009). Asam askorbat juga bersifat bakteriostatik dan bakterisid. Seperti yang diungkapkan pada penelitian tahun 1941 berbagai organisme dapat diinhibisi oleh asam askorbat 2 milligram percent (mg%) – 2 bagian asam askorbat dalam 100.000 bagian suspensi bakteri(Staphylococcus aureus , B. typhosus, B. coli, B. subtilis). Pada dosis 5 3 mg % B diphtheriae dan juga Streptococcus hemolyticus aktivitasnya dihambat. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan efek bakteriostatik vitamin C terhadap mycobacterium tuberculosis. Berlandaskan konsep biologis tersebut vitamin C digunakan sebagai suplemen bahkan digunakan oleh sebagian pakar sebagai terapi tunggal terhadap berbagai penyakit infeksi termasuk ISPA dan juga pneumonia, mengingat pada pneumonia melibatkan imunitas dan proses inflamasi. Seperi Hochwald yang menginjeksikan 500 milligram setiap satu setengah jam sampai hilangnya demam, yang menemukan perbaikan lebih cepat terhadap demam dan gejalagejala lokal serta normalisasi darah rutin. Sebagai suplementasi vitamin C terbukti efektif dalam memperbaiki prognosis Pneumonia dan COPD pada orang dewasa perokok (Halsted CH 2006, Hemilia H 2009). Selain itu sumber vitamin C mudah didapatkan di mana-mana dengan harga murah dan dapat diberikan baik dalam bentuk tablet, puyer, kapsul maupun injeksi. Sehingga memudahkan untuk diteliti. Dan diberikan pada setiap orang yang memerlukannya. Namun sepanjang pengetahuan penulis peneltian mengenai suplementasi vitamin C pada pasien anak sangat jarang dilakukan, sementara penelitian mengenai khasiat klinis suplementasi vitamin C pada anak penderita pneumonia di Indonesia baru sekali dilakukan di Kebumen tahun 2006 namun vitamin C dikombinasi dengan Zink, Vitamin A dan zat besi. Sehingga penulis tertarik dalam meneliti topik ini. Tujuan dari penelitian ini untuk menilai khasiat klinis suplementasi vitamin C pada anak penderita pneumonia berat, dalam hal berkurangnya lama demam, perbaikan frekuensi nafas per menit, menghilangnya retraksi subkostal dan menghilangnya ronkhi nyaring. 4 BAHAN DAN METODE Lokasi dan rancangan penelitian Penelitian ini dilakukan di instalasi rawat inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RSUD Labuang Baji dengan menggunakan data primer pasien anak yang dirawat dengan pneumonia berat. Jenis penelitian yang digunakan adalah double blind randomized clinical trial dengan menggunakan kontrol plasebo. Populasi dan sampel Populasi adalah semua penderita anak yang rawat inap di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RSUD Labuang Baji mulai Januari 2013 hingga Juni 2013. Sampel sebanyak 103 anak yang menderita pneumonia berat yang dikelompokkan dalam dua kelompok yakni penderita pneumonia berat yang mendapatkan terapi standar + suplementasi vitamin C sebanyak 51 orang dan penderita pneumonia berat yang mendapatkan terapi standar + plasebo, kedua kelompok telah memenuhi kriteria inklusi yaitu penderita pneumonia konfirmasi radiologis, umur 2 tahun-18 tahun, bersedia ikut dalam penelitian dan tidak termasuk kriteria ekslusi yakni pneumonia dengan penyakit lain, pneumonia aspirasi, telah mendapat suplemen vitamin C dosis tinggi dalam 4 bulan terakhir dan telah mendapat terapi antimikroba dalam periode sakit pneumonia sekarang ini. Dan sudah mendapat persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Metode pengumpulan data Pengumpulan data yang berasal dari setiap pasien yang opname dicatat nama, nomor register, umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, gizi, serta gejala-gejala klinis seperti frekuensi pernafasan per menit, melihat ada tidaknya retraksi subkostal, mendengar adanya ronkhi nyaring dan atau wheezing serta lama hilangnya demam. Serta dilakukan foto Thorax dan pemeriksaan penunjang. Analisis data Data biomedis umur, jenis kelamin, status gizi dan karakteristik sampel dengan analisis univariat diolah dengan menggunakan SPSS for windows 20 dan untuk menilai perbaikan gejala klinis pneumonia meliputi perbaikan frekuensi 5 nafas, menghilangnya retraksi subkostal, tidak terdengarnya ronkhi nyaring dan penurunan demam dilakukan analisis nonparametrik dengan metode Mann Whitney-U. HASIL Hasil evaluasi khasiat kilnis suplementasi vitamin C dibandingkan plasebo Tabel 1, memperlihatkan, 103 penderita pneumonia berat, kelompok yang mendapatkan suplementasi vitamin C laki-laki 29 orang (56,86%) dan perempuan 22 orang (43,14%), plasebo laki-laki 22 orang (42,3%) dan perempuan 30 orang (57,7%), mean umur kelompok vitamin C 4,91 tahun sementara untuk kelompok plasebo 4,38 tahun, gizi baik pada kelompok vitamin C 48 orang (94,1%) dan gizi kurang 3 orang (5,9%) sementara gizi baik pada kelompok plasebo 41 orang(78,4%) dan gizi kurang 11 orang(21,6%), lama demam sebelumnya pada kedua kelompk tidak terpaut jauh dengan selisih 0,23 hari juga dengan frekuensi pernafasan awal berkisar 50x/menit. Tabel 2, tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal berkurangnya demam baik pada kelompok yang mendapatkan suplementasi vitamin C maupun plasebo (p=0,271). Nilai rata-rata kelompok vitamin C dan plasebo masing- masing 2,52 hari dan 2,92 hari. Tabel 3, tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal perbaikan frekuensi nafas per menit baik pada kelompok yang mendapatkan suplementasi vitamin C maupun plasebo (p=0,098). Nilai rata-rata kelompok vitamin C dan plasebo masing-masing 2,76 hari dan 2,61 hari Tabel 4, tidak terdapat perbedaan bermakna dalam hal menghilangnya retraksi subkostal pada kelompok yang mendapatkan suplementasi vitamin C maupun plasebo (p=0,855). Nilai rata-rata kelompok vitamin C dan plasebo masing-masing 3,68 hari dan 3,73 hari. Tabel 5, terlihat plasebo lebih bermakna dengan kelompok yang diberikan suplementasi vitamin C dengan nilai p=0.005(p<0,05). Terlihat plasebo lebih cepat menghilangkan ronkhi nyaring 0,78 hari. 6 PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata suplementasi vitamin C dibandingkan plasebo tidak berperan penting terhadap perbaikan gejala klinis pneumonia berat. Terbukti tidak ada perbedaan bermakna pada parameter klinis perbaikan demam, frekuensi pernafasan, retraksi subkostal. Dan pada parameter ronkhi nyaring kelompok plasebo justru lebih unggul dengan selisih 0,78 hari. Fenomena menghilangnya ronkhi nyaring yang lebih cepat pada kelompok plasebo sangat mengherankan penulis, mungkin hal ini dikaitkan dengan pada kelompok plasebo mungkin masih lebih sensitif terhadap antibiotik standar namun sayangnya tidak dapat dibuktikan. Kemungkinan juga pada kelompok vitamin C justru lebih rendah dibandingkan plasebo karena lebih didominasi oleh gizi baik, yakni 48 orang dari total 51 orang secara konsep biologis gizi baik kerapkali dihubungkan dengan kadar askorbat plasma yang normal, sementara vitamin C dosis besar apabila diberikan pada kadar plasma askorbat yang normal maka cenderung akan diekskresikan oleh tubuh melalui urin atau sama sekali tidak dipakai.(Hemilia H 2009, McGregor et al 2006). Hal tersebut kemungkinan juga berpengaruh pada tiga parameter klinis lainnya sehingga menyebabkan tidak adanya kemaknaan. Namun sekali lagi hal ini tidak bisa dibuktikan karena tidak dilakukan pemeriksaan askorbat plasma awal pada kedua kelompok.(Catchart RF 2009) Kekuatan pada penelitian ini adalah merupakan penelitian yang pertama mengenai suplementasi vitamin C pada pneumonia dengan desain Double Blind Randomized Clinical Trial. Keterbatasan dalam penelitian ini seperti tidak dilakukannya pemeriksaan penyebab dari pneumonia apakah karena kausa bakteri, virus, parasit, jamur atau campuran karena keterbatasan alat pemeriksaan. Dosis suplementasi vitamin C yang sebenarnya masih kontroversi di kalangan ahli, tidak diperiksakannya kadar asam askorbat plasma awal serta singkatnya masa penelitian. Idealnya dilakukan penelitian yang lebih lengkap dengan identifikasi penyebab dari pneumonia, pemeriksaan kadar askorbat serum dan dosis vitamin C yang lebih distandardisasi. 7 Dari keempat variabel yang diteliti dapat disimpulkan bahwa suplementasi vitamin C pada penderita pneumonia berat tidak berperan penting bila dibandingkan terapi standar. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian kami simpulkan bahwa vitamin C tidak berperan dalam memperbaiki gejala pneumonia berat pada anak. Sehingga untuk saat ini masih belum direkomendasikan sebagai suplementasi tambahan terhadap penderita pneumonia berat anak. 8 DAFTAR PUSTAKA Abinash V. (2000). Current diagnosis and treatment in infectious diseases,1st ed. New York: The McGraw-Hill Co. Anonymous. (2009). Vitamin C. Diakses 23 Maret 2009. Available from: http://www.mayoclinic.com/fact/0978.html Anonymous. (2009). Vitamin C. Diakses 23 Maret 2009. Available from: http://www.medline.com/sheet1/usc=1678 Catchart RF. Unique Function of Vitamin C. Diakses 24 Maret (2009). Available from: http://www.orthomed.com/vitc/php Dirjen pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan pemukiman.(1995). Pedoman program pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut untuk penanggulangan pneumonia pada balita dalam PELITA VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Halsted CH.(1993). Human Nutrition and Dietetics, 9th ed. New York: Churchill Livingstone, Hemilia H. et al.(2009). Vitamin C for Preventing And Treating Pneumonia: Cochrane Systematic Review. Diakses 27 Maret 2009. Available from: http://www.cochrane.org/sreview/med01 Hsiao G. et al.(2009). Pediatric Community Acquired Pneumonia. Diakses 27 Maret 2009. Available from: http://www.chestnet.org/CAP King BR. (2009). Pediatrics pneumonia. Diakses 29 Maret 2009. Available from: http://www.pediatric.com/sect=pneumonia Stone I.(2009). The Healing Factor: Vitamin C. Diakses 23 Maret 2009. Available from: (http://www.vitamincfoundation.org) McGregor. et al.(2006). Megaascorbic Therapies Vitamin C. Journal of Medicine, 1(1):270-300. 9 Tabel 1. Karakteristik deskriptif dari sampel Umur Mean Median Standar deviasi Rentangan Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Lama demam sebelumnya Mean Median Standar Deviasi Frekuensi nafas awal Mean Median Standar Deviasi Status Gizi Gizi Baik Gizi Kurang Vitamin C Plasebo 4,91 tahun 4,00 tahun 3,04 tahun 2,00-12,33 tahun (n=51 orang) 29 orang(56,86%) 22 orang(43,14%) 4,38 tahun 3,29 tahun 2,96 tahun 2,00-14,75 tahun (n=52 orang) 22 orang(42,3%) 30 orang(57,7%) 2,88 hari 3,00 hari 0,62 hari 2,65 hari 3,00 hari 0,68 hari 55,74 x/menit 56 x/menit 2,58 x/menit (n=51 orang) 48 orang(94,1%) 3 orang(5,9%) 54,98 x/menit 55 x/menit 2,70 x/menit (n=52 orang) 41 orang(78,4%) 11 orang(21,6%) Tabel 2: Hubungan suplementasi vitamin C dengan lama demam Lamanya pencapaian hilangnya Demam (hari) Mean Median 95% Confidence Interval Standar Deviasi (SD) Rentangan Mann-Whitney U =1140,500 Kelompok Vitamin C (n=51) Plasebo (n=52) 2,52 2,92 2,00 2,00 2,35-2,70 2,57-3,57 0,61 1,25 2-4 2-7 Z = -1,101 p = 0,271 (p>0,05) Tabel 3. Lamanya pencapaian perbaikan frekuensi nafas pada masingmasing kelompok Lamanya pencapaian perbaikan frekuensi pernapasan per menit (hari) Mean Median 95% Confidence Interval Standar Deviasi (SD) Rentangan Mann-Whitney U =1098,500 Kelompok Vitamin C (n=51) 2,76 3,00 2,59-2,93 0,61 2-4 Z =-1,656 10 Plasebo (n=52) 2,61 2,00 2,38-2,84 0,82 2-6 p = 0,098 (p>0,05) Tabel 4 Lama pencapaian menghilangnya retraksi subkostal pada masingmasing kelompok Lamanya pencapaian menghilangnya retraksi subkostal (hari) Mean Median 95% Confidence Interval Standar Deviasi (SD) Rentangan Mann-Whitney U = 1299,500 Kelompok Vitamin C (n=51) 3,68 4,00 3,43-3,96 0,90 2-6 Z=-0,183 Plasebo (n=52) 3,73 4,00 3,38-4,07 1,23 2-7 p= 0,855 (p>0,05) Tabel 5. Lamanya pencapaian berkurangnya frekuensi ronkhi nyaring pada masing-masing kelompok Kelompok Lamanya pencapaian menghilangnya ronki nyaring (hari) Mean Median 95% Confidence Interval Standar Deviasi (SD) Range Mann-Whitney U =907,00 Vitamin C + Terapi Standar (n=51) 7,03 7,00 6,71-7,36 1,16 5-9 Z =-2,835 11 Plasebo + Terapi Standar (n=52) 6,25 6,00 5,84-6,65 1,45 3-10 p = 0,005 (p<0,01)