Berkshire Hathaway 50 Years Anniversary

advertisement
Berkshire Hathaway – Dulu, Sekarang, dan di Masa Depan
(ditulis oleh Warren E. Buffett, diterjemahkan oleh Teguh Hidayat)
Awal Mulanya..
Pada tanggal 6 Mei 1964, Berkshire Hathaway, ketika itu dipegang dan dikendalikan oleh
seseorang bernama Seabury Stanton, mengirim surat kepada para pemegang saham
Berkshire dimana Stanton menawarkan untuk membeli 225,000 lembar saham Berkshire
(tender offer) yang dimiliki oleh para pemegang saham tersebut, pada harga US$ 11.4 per
saham. Saya sebelumnya sudah menduga bahwa Stanton akan mengirim surat tersebut,
namun saya tidak menyangka bahwa harga yang ditawarkan akan serendah itu.
Ketika itu Berkshire Hathaway memiliki 1,583,580 lembar saham beredar, dan 7%
diantaranya dipegang oleh Buffett Partnership, sebuah perusahaan investasi yang saya
kelola dimana saya menempatkan hampir seluruh harta kekayaan saya didalamnya. Sesaat
sebelum surat tender offer tadi dikirim, Stanton secara langsung menelpon saya dan
bertanya, pada harga berapa saya akan melepas saham Berkshire, dan saya jawab US$ 11.5
per saham. Stanton kemudian mengatakan, ‘Oke, setuju!’ Tak lama kemudian saya
menerima surat penawaran resmi dari Berkshire, namun pada surat tersebut Stanton
melanggar kesepakatan dimana ia menawarkan untuk membeli saham Berkshire yang saya
pegang pada harga kurang dari US$ 11.5 per saham. Merasa kesal, saya menolak tawaran
tersebut dan alhasil, Buffett Partnership tetap menjadi salah satu pemegang saham di
Berkshire.
Sayangnya itu adalah keputusan yang benar-benar bodoh.
Catatan Penerjemah: Warren sering mengakui, atau mungkin lebih tepatnya
mengeluh, bahwa keputusannya untuk membeli Berkshire Hathaway (dan tetap
mempertahankan pabrik-pabrik tekstilnya hingga tahun 80-an) adalah salah satu
kesalahan terburuk dalam kariernya sebagai investor, dimana ia pada hari ini
seharusnya jauh lebih kaya andaikata ia tidak pernah membeli saham Berkshire.
Dan menurutnya, kesalahan itu diawali oleh satu penyebab yang sepele, yakni
karena ia kesal terhadap Stanton. Jadi bukan karena ia salah dalam menganalisis
atau apa. Dalam hal ini tampak jelas bahwa bahkan seorang Warren Buffett
sekalipun pernah melakukan kesalahan dalam berinvestasi, namun itu bukan karena
ia tidak cukup cerdas dalam menganalisis, melainkan karena ia tidak cukup cerdas
dalam mengendalikan emosinya.
Kesalahan yang dilakukan Buffett ini merupakan cerminan dari kesalahan investorinvestor lain pada umumnya, dimana mereka seringkali melakukan kesalahan (yang
menyebabkan kerugian) bukan karena tidak mengerti cara menganalisis, melainkan
hanya karena, 1. Panik, 2. Serakah, 3. Tidak sabaran, dan semacamnya.
Berkshire ketika itu adalah perusahaan tekstil yang sedang dalam kondisi terpuruk, karena
pasar industri tekstil itu sendiri perlahan tapi pasti terus bergeser ke wilayah Selatan dari
Amerika Serikat, sementara Berkshire itu sendiri beroperasi di wilayah utara AS. Dan
perusahaan, untuk beberapa alasan, tidak mampu untuk mengubah haluan bisnisnya.
Dan masalah keterpurukan tersebut sejatinya sudah terjadi sejak lama. Pada tahun 1954, atau
sepuluh tahun sebelum Stanton mengirimkan surat tender offer diatas, manajemen Berkshire
www.teguhhidayat.com
Page 1
(ketika itu Berkshire Fine Spinning belum dimerger dengan Hathaway Manufacturing) sudah
menyatakan bahwa, ‘Industri tekstil di New England sudah menunjukkan trend pertumbuhan
yang negatif sejak empat puluh tahun yang lalu. Dan trend ini akan terus berlanjut hingga
data permintaan dan penawaran produk-produk tekstil mencapai titik keseimbangan’.
Pada tahun 1955, atau setahun setelah pernyataan manajemen diatas dirilis, Berkshire Fine
Spinning dan Hathaway Manufacturing, keduanya sama-sama sudah berdiri dan beroperasi
sejak abad ke-19, bergabung, sehingga nama perusahaan menjadi ‘Berkshire Hathaway’.
Dengan total empat belas pabrik tekstil dan 10,000 karyawan, Berkshire Hathaway kemudian
menjadi raksasa tekstil di New England. Namun penggabungan dua perusahaan tersebut
tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Setelah tahun 1955 tersebut, perusahaan
terus saja menderita kerugian. Hingga tujuh tahun kemudian, nilai aset bersih Berkshire
bukannya naik tapi malah anjlok hingga 37%.
Selama tujuh tahun tersebut, perusahaan menutup dan menjual total sembilan pabrik
tekstilnya, dan biasanya menggunakan dana hasil penjualan pabriknya tersebut untuk
membeli kembali saham Berkshire di pasar. Dan pola kerja ini kemudian menarik perhatian
saya.
Saya, melalui Buffett Partnership, pertama kali membeli saham Berkshire pada bulan
Desember 1962, ketika itu karena melihat bahwa perusahaan kemungkinan akan kembali
menjual pabriknya, dan akan menggunakan uang hasil penjualan untuk membeli kembali
sahamnya di pasar. Saya membeli saham Berkshire di pasar pada harga rata-rata US$ 7.5 per
saham, atau jauh dibawah nilai buku perusahaan yang mencapai US$ 20.2 (sehingga PBVnya hanya 0.37 kali). Saya membeli Berkshire karena berharap bahwa pihak perusahaan
nantinya akan menawarkan untuk membeli kembali saham yang saya pegang pada harga
yang, seharusnya, lebih tinggi.
Dan tak berapa lama kemudian, manajemen Berkshire kemudian benar-benar bertindak
seperti yang diharapkan: Perusahaan sekali lagi menjual dua unit pabriknya. Pada bulan Mei
1964, manajemen menggunakan uang hasil penjualan pabriknya tersebut untuk membeli
saham Berkshire di pasar. Ketika itulah saya menerima surat dari pemilik perusahaan,
Seabury Stanton, yang menawarkan untuk membeli saham saya pada harga US$ 11.4 per
lembarnya, atau sekitar 50% lebih tinggi dibanding modal yang saya keluarkan ketika
membelinya pada harga hanya US$ 7.5 per saham.
Jadi jika saya menerima tawaran Stanton, maka saya akan memperoleh keuntungan 50%
setelah menunggu selama dua setengah tahun (terhitung sejak saya pertama kali membeli
saham Berkshire di bulan Desember 1962).
Sayangnya, karena Stanton menolak untuk membeli saham saya pada harga US$ 11.5 per
saham, maka saya juga menolak untuk melepas saham Berkshire yang dipegang Buffett
Partnership. Saya bahkan justru membeli lebih banyak lagi saham Berkshire di pasar.
Hingga pada bulan April 1965, Buffett Partnership memegang 392,633 saham Berkshire,
atau 38.6% dari seluruh saham yang beredar, dan kami masih terus menambah kepemilikan
kami di Berkshire. Kemudian pada bulan Mei di tahun yang sama, kami secara resmi
menjadi pemegang saham pengendali di Berkshire. Saya, yang masih kesal terhadap Stanton,
ketika itu dengan segera memecat Stanton dari jabatannya sebagai direktur perusahaan.
www.teguhhidayat.com
Page 2
Namun saya kemudian baru menyadari bahwa saya terjebak dalam situasi dimana tak kurang
dari seperempat aset Buffett Partnership baru saja ditempatkan pada sebuah perusahaan yang
bisnisnya sedang terpuruk, dan saya sendiri juga hanya mengerti sedikit tentang bisnis
tekstil. Saya merasa seperti seekor anjing yang mengejar mobil yang sedang berjalan, dimana
tak peduli seberapa kencang saya berlari, namun tetap saja mobil itu tidak akan terkejar.
Karena perusahaan terus mengalami kerugian secara operasional, dan karena perusahaan
terus membeli kembali sahamnya dari publik, maka pada akhir tahun 1964, nilai aset bersih
Berkshire tercatat tinggal US$ 22 juta, atau jauh lebih rendah dibanding US$ 55 juta pada
tahun 1955 ketika Berkshire dan Hathaway bergabung. Seluruh sisa aset senilai US$ 22 juta
tersebut masih sangat diperlukan perusahaan untuk tetap menjalankan bisnis tekstil, dimana
Berkshire tidak memiliki dana kas namun disisi lain masih punya utang bank sebesar US$
2.5 juta.
However, untuk sesaat saya merasa beruntung. Setelah kami memegang kendali atas
Berkshire, hingga dua tahun selanjutnya perusahaan mampu beroperasi dengan baik dan juga
mampu menghasilkan laba bersih. Lebih baik lagi, seluruh laba yang dihasilkan selama dua
tahun tersebut bebas pajak, karena secara keseluruhan kami masih menderita akumulasi
kerugian yang diakibatkan oleh buruknya operasional perusahaan di masa lalu.
Namun setelah dua tahun, masa bulan madu kami berakhir. Pada tahun-tahun setelah tahun
1966, kami terus berjuang tanpa lelah dalam mengoperasikan bisnis tekstil yang dimiliki
perusahaan, tapi semuanya sia-sia dan perusahaan terus saja menderita kerugian. Dan sikap
keras kepala saya, atau mungkin lebih tepatnya kebodohan saya, pada akhirnya ada
batasnya. Pada tahun 1985 atau 18 tahun kemudian, saya memutuskan untuk menyerah dan
menutup seluruh kegiatan bisnis tekstil di Berkshire.
***
Kalau dipikirkan lagi, kesalahan terbesar saya ketika itu adalah menempatkan terlalu
banyak dana (sekitar 25% dari total nilai portofolio) milik Buffett Partnership hanya pada
satu perusahaan, dan konyolnya itu adalah perusahaan yang sedang sekarat. Namun lebih
buruk lagi, saya kemudian melakukan kesalahan yang lainnya lagi. Pada awal tahun 1967,
saya, kali ini melalui Berkshire, membayar US$ 8.6 juta untuk mengakuisisi National
Indemnity Company, atau disingkat NICO, sebuah perusahaan asuransi kecil yang berbasis
di Omaha. Keputusan saya untuk masuk ke bisnis asuransi adalah karena saya mengerti dan
menyukai bisnis asuransi itu sendiri.
Jack Ringwalt, pemilik NICO, adalah seorang kawan baik dan dia sejak awal sudah berniat
untuk menjual NICO kepada saya, dan langsung kepada saya. Dia tidak pernah berniat
untuk melepas NICO kepada Berkshire. Jadi kenapa saya malah membeli NICO melalui
Berkshire Hathaway, dan bukannya melalui Buffett Partnership? (pada tahun 1967, saya
masih mengoperasikan Buffett Partnership). Sejak saat itu, saya butuh waktu 48 tahun untuk
berpikir mengenai jawaban atas pertanyaan diatas, dan sekarang saya baru menyadarinya:
Keputusan untuk membeli NICO melalui Berkshire adalah suatu kesalahan yang sangat
besar.
Jika saya membeli NICO melalui Buffett Partnership, maka saya dan para partner pemilik
dana di Buffett Partnership akan memegang 100% saham NICO, tak kurang sedikitpun, dan
NICO adalah perusahaan yang bagus. Lebih dari itu, pertumbuhan aset kami tidak akan
www.teguhhidayat.com
Page 3
tertahan selama hampir dua dekade hanya gara-gara sebagian dari aset tersebut ‘terpenjara’
pada bisnis tekstil yang tidak produktif. Dan terakhir, perusahaan-perusahaan yang akan
kami akuisisi selanjutnya akan dimiliki secara penuh (100%) oleh saya dan para partner saya
di Buffett Partnership, dan bukannya hanya 61% seperti sekarang, mengingat 39% saham
Berkshire masih tetap dipegang oleh investor publik yang kami tidak pernah mengetahui
mereka itu siapa! Meskipun fakta-fakta ini tampak sangat jelas di depan mata saya, namun
saya tetap memutuskan untuk mengakuisisi 100% saham NICO melalui Berkshire
Hathaway, dimana saya tidak memegang 100% saham Berkshire melainkan hanya 61%,
sementara selebihnya tetap dipegang oleh investor publik.
Dan setelah beberapa dekade, keputusan tersebut telah mengalihkan keuntungan investasi
senilai sekitar US$ 100 milyar dari tangan saya dan para partner di Buffett Partnership, ke
tangan orang-orang asing yang juga menjadi pemegang saham di Berkshire.
***
Tulisan diatas mungkin terdengar kurang menyenangkan bagi anda pemegang saham
Berkshire Hathaway, namun saya masih punya satu pengakuan lagi: Pada tahun 1975, ketika
kami masih berjuang untuk setidaknya meminimalisir kerugian dari bisnis tekstil yang
dipegang Berkshire, saya malah membeli perusahaan tekstil lainnya lagi. Perusahaan tersebut
adalah Waumbec Mills, juga berkantor pusat di New England. Sudah tentu, harga belinya
sangatlah murah dibanding dengan nilai aset yang kami terima, dan juga dibanding dengan
prospek perusahaan kedepannya jika kami menggabungkan bisnis tekstil milik Waumbec
dengan bisnis tekstil yang dipegang Berkshire.
Sayangnya Waumbec adalah bencana besar, dimana perusahaan terus merugi hingga kami
terpaksa menutup seluruh pabrik tekstil milik perusahaan hanya dalam waktu 2 – 3 tahun
setelah kami mengakuisisi perusahaan.
Kabar baiknya, meski kami mengalami kerugian besar karena memutuskan untuk menyerah
dalam menjalankan bisnis tekstil di Berkshire dan juga Waumbec, namun bisnis tekstil di
Amerika Serikat bagian utara ternyata tidak mampu pulih, dan pada saat ini telah benarbenar habis sama sekali! So, kami memandang bahwa keputusan kami untuk menyerah dan
keluar dari bisnis tekstil, beberapa dekade yang lalu, merupakan keputusan yang tepat meski
kami ketika itu menderita kerugian yang besar.
Catatan Penerjemah: Buffett menderita kerugian yang sangat besar dari pabrikpabrik tekstil milik Berkshire dan juga Waumbec. Meski demikian ia tetap menerima
sedikit uang ketika ia menjual pabrik-pabrik tersebut, sehingga kerugiannya tidak
sampai 100% (investasinya masih ada sisanya). Ini berarti bahwa, meski tentunya
terasa menyakitkan, namun Buffett melakukan cut loss alias menjual aset-aset
Berkshire dan Waumbec dalam posisi rugi. Namun demikian itu tetap merupakan
keputusan yang terbaik, karena jika Buffett tidak melakukan cut loss tersebut, maka
ia akan mengalami dua kali kerugian: 1. Dana investasi yang ditanamkan di
Berkshire dan Waumbec akan habis sama sekali, dan 2. Ia akan kehilangan
kesempatan untuk menginvestasikan sisa dana hasil cut loss tersebut ke
saham/perusahaan yang bisa jadi justru menghasilkan keuntungan yang jauh lebih
besar.
Dari sini kita bisa melihat bahwa ‘cut loss’, atau menjual saham dalam posisi rugi,
adalah sesuatu yang bisa terjadi pada siapa saja, termasuk investor sekaliber
www.teguhhidayat.com
Page 4
Buffett sekalipun, dan itu karena ia sejak awal keliru telah mengakuisisi Berkshire.
Namun cut loss itu tetap harus dilakukan, karena jika tidak maka Buffett justru akan
menderita kerugian yang lebih besar lagi.
Pertemuan saya dengan Charles ‘Charlie’ Munger
Ketika dulu saya mengelola dana dalam jumlah yang relatif kecil, saya menyukai strategi
untuk membeli saham/perusahaan yang jelek asalkan harga belinya benar-benar rendah
(PBV-nya jauh dibawah 1 kali), dan strategi tersebut kebanyakan berhasil. Malahan dengan
bermodalkan strategi tersebut, saya bisa katakan bahwa periode tahun 1950-an merupakan
periode terbaik sepanjang karier saya sebagai investor.
Salah satu keputusan investasi terbaik adalah ketika saya membeli saham GEICO, sebuah
perusahaan asuransi. Pada tahun 1951, saya sempat mengobrol dengan Lorimer Davidson,
yang kemudian menjadi CEO di GEICO, dimana dari dia saya belajar bahwa GEICO
merupakan perusahaan yang sangat bagus. Ketika itu saya, yang memiliki harta kekayaan
senilai US$ 9,800 (saya ketika itu masih berusia 21 tahun), berani menempatkan sekitar 65%
diantaranya di saham GEICO, yang kemudian sukses besar. Sebagian besar keuntungan
investasi yang saya peroleh pada awal tahun 50-an adalah memang berasal dari investasi
pada saham-saham kecil yang saya beli pada harga rendah. Ben Graham telah mengajari saya
strategi investasi seperti itu, dan memang berhasil!
Namun, bertahun-tahun kemudian, saya kemudian menyadari satu kelemahan dari strategi
yang selama ini saya praktekkan: Membeli saham/perusahaan yang jelek pada harga yang
sangat rendah hanya bisa menghasilkan keuntungan jika kita menggunakan dana yang relatif
kecil. Sementara jika saya menggunakan dana besar, strategi tersebut tidak lagi berjalan
efektif.
Selain itu, meski membeli perusahaan kelas pinggiran pada harga diskon mungkin akan
memberikan keuntungan signifikan untuk investasi jangka pendek, namun anda tidak bisa
terus melakukan itu (membeli perusahaan, kemudian menjualnya beberapa waktu kemudian)
jika anda hendak membangun satu perusahaan holding yang besar dan kuat. Jika kita hendak
membeli satu perusahaan untuk kemudian dipegang untuk seterusnya, maka itu haruslah
perusahaan yang benar-benar bagus. Analoginya, jika anda memilih pasangan untuk
menikah, maka anda tentunya akan menetapkan kriteria yang selengkap mungkin bagi calon
suami/istri anda. Namun jika anda memilih pasangan hanya untuk berkencan, maka sekedar
tampan/cantik saja mungkin sudah cukup.
***
Pertemuan saya dengan Charlie Munger menyadarkan saya bahwa saya tidak bisa lagi terus
menggunakan strategi untuk membeli perusahaan kecil/jelek pada harga diskon, dimana ia
mengajarkan kepada saya untuk mengelola dana yang besar namun tetap menghasilkan
keuntungan yang memuaskan.
Charlie dan saya merupakan tetangga di masa kecil kami. Charlie tinggal dan tumbuh besar
di sebuah rumah yang hanya berjarak seratusan meter dari rumah tempat saya tinggal
sekarang (di Omaha, negara bagian Nebraska). Dan ia ketika itu, seperti juga saya, bekerja di
toko kelontong milik kakek saya. Meski demikian, saya dan Charlie baru bertemu untuk
www.teguhhidayat.com
Page 5
pertama kalinya pada tahun 1959, atau lama setelah ia pindah dari Omaha ke Los Angeles.
Saya ketika itu berusia 28 tahun, dan dia 35. Seorang dokter di Omaha yang
memperkenalkan kami berdua mengatakan bahwa kami akan cocok dan akrab, dan kami
memang kemudian menjadi akrab.
Jika anda pernah menghadiri pertemuan tahunan bagi para pemegang saham Berkshire
Hathaway, maka anda akan mengetahui bahwa Charlie memiliki kecerdasan yang brilian,
kemampuan yang luar biasa untuk mengingat banyak hal, dan ia selalu berpegang teguh pada
pendapatnya tentang sesuatu. Saya bukannya mengatakan bahwa saya sendiri adalah orang
yang plin-plan, hanya saja kami terkadang tidak sependapat mengenai beberapa hal. Meski
demikian, selama 56 tahun terakhir, kami sekalipun tidak pernah berdebat. Ketika kami
punya pendapat berbeda tentang sesuatu, Charlie biasanya menutup diskusi kami dengan
mengatakan, ‘Warren, coba pikirkan lagi soal itu. Pada akhirnya kau akan setuju denganku
karena kau cerdas, dan aku benar.’
Apa yang anda mungkin tidak ketahui tentang Charlie adalah bahwa ia menyukai bidang
arsitektur. Meskipun ia memulai karier pekerjaannya sebagai seorang pengacara dengan
pendapatan sebesar US$ 15 per jam, Charlie baru menghasilkan uang dalam jumlah yang
besar ketika ia berusia 30-an, ketika itu dengan membuat desain untuk lima bangunan
apartemen di Los Angeles. Sekitar 55 tahun kemudian, ia mendesain sendiri bentuk rumah
untuk tempat dia tinggal (seperti juga saya, Charlie tidak bisa berpindah dari tempat ia duduk
jika ia merasa betah dengan lingkungan di sekitarnya). Dalam beberapa tahun terakhir,
Charlie telah membuat desain untuk kompleks asrama mahasiswa di Universitas Stanford
dan Michigan. Dan hari ini, pada usia 91 tahun, ia juga masih mengerjakan proyek-proyek
arsitektur lainnya.
Menurut pendapat saya, Charlie adalah komponen arsitektural yang paling penting dalam
struktur Berkshire Hathaway, yang telah turut mendesain wujud perusahaan hingga menjadi
seperti sekarang ini. Inti dari metode investasi yang ia terapkan sangat sederhana: Lupakan
soal membeli perusahaan yang biasa-biasa saja pada harga yang luar biasa murah. Mulai
sekarang, kamu harus membeli perusahaan yang luar biasa bagus pada harga yang
wajar!
Tidaklah mudah untuk mengubah kebiasaan lama saya dalam berinvestasi. Sebelum bertemu
dengan Charlie, saya sudah cukup sukses dalam kegiatan investasi yang saya lakukan. Jadi
kenapa juga saya harus mendengarkan saran dari seorang pengacara yang bahkan nggak
pernah ikut hadir di sekolah bisnis? (Sementara saya, ehem! Saya punya tiga gelar akademik
di bidang bisnis dan investasi). Namun Charlie tidak pernah kapok dalam menyampaikan
prinsip investasinya kepada saya secara terus menerus. Dan logikanya tidak terbantahkan.
Dan pada akhirnya, konstruksi Berkshire Hathaway dibangun berdasarkan rancangan dari
Charlie. Tugas saya adalah sebagai general kontraktor, sementara para CEO dari anak-anak
usaha Berkshire, dimana mereka mengerjakan pekerjaan yang sesungguhnya di lapangan,
menjadi sub-kontraktor.
Tahun 1972 menjadi tahun perubahan bagi Berkshire (meskipun itu bukan berarti saya
benar-benar meninggalkan prinsip investasi saya yang sebelumnya: Ingat bahwa saya
membeli Waumbec pada tahun 1975). Ketika itu kami memiliki peluang untuk mengakuisisi
See’s Candies, dimana kami kemudian menjadi pemegang saham pengendali di perusahaan,
dan See’s kemudian menjadi salah satu anak usaha dari Berkshire.
www.teguhhidayat.com
Page 6
See’s adalah perusahaan legendaris yang memproduksi coklat dalam kotak, yang beroperasi
di Wilayah Pantai Barat Amerika. Ketika itu perusahaan menghasilkan laba sebelum pajak
sebesar US$ 4 juta per tahun, padahal nilai aset bersih perusahaan cuma US$ 8 juta (ROEnya 50%). Lebih dari itu, perusahaan memiliki aset yang sangat besar yang tidak tampak
dalam posisi neraca perusahaan, yakni: Keunggulan kompetitif yang menyebabkan
perusahaan bisa menjual produk-produknya pada harga yang setinggi mungkin tanpa perlu
merasa tersaingi oleh perusahaan-perusahaan lain di bidang yang sama alias kompetitor. Dan
itu sebabnya perusahaan hampir selalu sukses menghasilkan laba bersih yang besar setiap
tahunnya. Intinya saya bisa katakan bahwa See’s bisa diharapkan untuk terus menghasilkan
keuntungan tunai (bagi kami sebagai pemegang sahamnya) hingga beberapa dekade
kedepan.
Pemilik See’s awalnya meminta kami untuk membayar US$ 30 juta, dan Charlie mengatakan
bahwa itu adalah harga yang pantas. Namun saya tidak mau membayar lebih dari US$ 25
juta, dan bahkan pada harga segitupun saya tidak terlalu antusias (harga beli See’s yang
mencapai lebih dari tiga kali dari nilai aset bersih perusahaan, atau dengan kata lain PBVnya 3.1 kali, membuat saya merasa sedikit khawatir). Kekhawatiran saya yang sebenarnya
tidak beralasan tersebut bisa saja membatalkan akuisisi kami terhadap See’s, padahal itu
sejatinya merupakan peluang investasi yang sangat bagus. Beruntung, pemilik perusahan
setuju untuk melepas See’s pada harga US$ 25 juta.
Kami masih memegang See’s Candies sampai sekarang. Dan hingga hari ini, See’s telah
menghasilkan laba bersih sebelum pajak senilai total US$ 1.9 milyar, dimana laba tersebut
dihasilkan hanya dari tambahan investasi (yang kami tanamkan di perusahaan) senilai US$
40 juta saja. Dengan demikian, See’s telah menghasilkan banyak keuntungan tunai bagi
Berkshire, dimana kami menggunakan uangnya untuk membeli perusahaan-perusahaan
bagus yang lainnya lagi, hingga akhirnya semua perusahaan-perusahaan tersebut
menghasilkan akumulasi keuntungan yang berlipat-lipat bagi Berkshire, sama seperti jika
kami berternak kelinci yang kemudian beranak pinak. Dari See’s, saya kemudian belajar
bahwa reputasi serta kekuatan merk yang dimiliki perusahaan adalah jauh lebih berharga
dibanding aset-aset berwujud seperti pabrik dll, dan hal itu kemudian menjadi bekal saya
untuk membuat keputusan investasi lainnya yang juga menguntungkan.
Catatan Penerjemah: Sebelum bertemu dengan Munger, Buffett selalu berusaha
untuk membeli saham pada harga serendah mungkin, biasanya pada harga yang
lebih rendah dibanding nilai aset bersih/ekuitas perusahaan, atau dengan kata lain
pada PBV kurang dari 1 kali, tanpa terlalu memperhatikan kualitas
fundamental/kinerja dari perusahaan serta outlook-nya dalam jangka panjang.
Setelah bertemu dengan Munger, Buffett mengubah strateginya, yakni membeli
saham/perusahaan pada harga yang lebih rendah dibanding nilai ekuitas
perusahaan plus nilai dari akumulasi laba bersih yang bisa dikumpulkan
perusahaan kedepannya, atau yang disebut dengan nilai intrinsik. Simpelnya,
tidak apa-apa membeli saham tertentu pada harga yang mencerminkan PBV 2 atau
3 kali, atau bahkan lebih dari itu, asalkan terdapat asumsi yang kuat bahwa
perusahaan akan terus menghasilkan laba bersih kedepannya (biasanya
dengan melihat track record kinerja perusahaan di masa lalu), sehingga harga
tersebut sejatinya tetap lebih rendah dibanding nilai intrinsik perusahaan.
Diluar nilai intrinsik, Buffett juga mulai memperhitungkan aset-aset yang tidak
berwujud yang dimiliki perusahaan, seperti 1. Keunggulan kompetitif, 2. Reputasi
perusahaan, dan 3. Kekuatan merk, sebagai salah satu pertimbangannya dalam
www.teguhhidayat.com
Page 7
membeli saham. Simpelnya, ketika ada dua saham/perusahaan yang sama-sama
dijual pada harga yang jauh dibawah nilai intrinsiknya, namun perusahaan A
merupakan market leader di bidangnya, reputasinya sangat baik, dan merk produkproduknya juga populer, sementara perusahaan B sama sekali tidak memiliki tiga
hal tersebut, maka Buffett akan memilih perusahaan yang mana? Perusahaan A,
tentu saja.
***
Meski saya telah dan terus dipandu oleh Charlie, however, saya tetap melakukan beberapa
kesalahan sejak kasus Waumbec. Yang paling menjengkelkan adalah Dexter Shoes. Ketika
kami mengakuisisi perusahaan di tahun 1993, Dexter memiliki track record kinerja yang
sangat bagus, dan dia tidak tampak seperti perusahaan yang akan bangkrut. Namun kelebihan
kompetitif perusahaan dengan segera menguap setelah Dexter tidak mampu bersaing dengan
perusahaan-perusahaan asing, dan saya ketika itu tidak mampu melihat hal tersebut.
Kami membayar US$ 433 juta untuk mengakuisisi Dexter, namun nilai bersih perusahaan
kemudian turun hingga ke posisi nol Dollar. Dilihat dari sini, maka kerugian kami adalah
US$ 433 juta. Namun faktanya adalah, kami membeli Dexter bukan dengan uang tunai,
melainkan dengan memberikan sekian lembar saham Berkshire Hathaway senilai total US$
433 juta kepada pemilik Dexter. Dan pada hari ini, nilai saham Berkshire tersebut telah
tumbuh menjadi US$ 5.7 milyar, namun sayangnya itu bukan lagi milik kami!
Catatan Penerjemah: Buffett membeli Dexter Shoes dengan pertimbangan yang
sama persis dengan ketika ia membeli See’s Candies, yakni karena Dexter adalah
perusahaan yang sangat bagus dan bisa diharapkan untuk terus meraup laba bersih
kedepannya. Atau dengan kata lain, Dexter memiliki nilai intrinsik, dan harga
jualnya lebih rendah dibanding nilai intrinsiknya tersebut. Sebelumnya catat bahwa
tidak semua perusahaan memiliki nilai intrinsik. Jika seorang investor tidak bisa
memiliki asumsi yang kuat bahwa sebuah perusahaan akan terus menghasilkan
laba bersih (yang besar dan meningkat) kedepannya, misalnya karena perusahaan
tersebut pernah rugi besar di masa lalu atau kinerjanya naik turun, maka
perusahaan tersebut tidak memiliki nilai intrinsik, dan hanya bisa dilihat dari nilai
ekuitasnya pada saat ini.
However, Dexter tidak termasuk perusahaan yang tidak memiliki nilai intrinsik
tersebut. Namun kenapa Buffett tetap mengalami kerugian dari Dexter ini?
Jawabannya adalah karena perusahaan mengalami peristiwa yang tidak
terhindarkan karena memang diluar kuasa perusahaan, yakni masuknya
perusahaan-perusahaan asing di bidang yang sama ke Amerika yang menyebabkan
Dexter kemudian kehilangan kelebihan kompetitifnya (Dexter sebelumnya selalu
mampu bersaing dengan kompetitor lokal, tapi tidak dengan kompetitor asing).
Namun pada tulisannya diatas, Buffett menekankan bahwa kesalahannya bukanlah
karena ia salah menganalisis tentang masa depan Dexter ini, karena untuk
beberapa peristiwa seperti masuknya perusahaan asing di bidang yang sama
dengan Dexter, itu tentu saja tidak ada seorangpun yang bisa memprediksi bahwa
itu akan terjadi. Intinya adalah, Buffett sudah benar ketika ia masuk ke Dexter. Tapi
ketika kemudian terjadi peristiwa yang mau tidak mau melemahkan kemampuan
kompetitif perusahaan, maka dia juga bisa apa? Pada akhirnya, dari sepuluh
perusahaan yang Buffett beli dengan pendekatan nilai intrinsik ini, hanya satu atau
dua yang kemudian berakhir seperti Dexter, sementara selebihnya menghasilkan
keuntungan yang signifikan, seperti See’s tadi.
www.teguhhidayat.com
Page 8
Kesalahan Buffett adalah, seperti yang ia tekankan, karena ia membeli saham
Dexter menggunakan saham Berkshire, dan bukannya uang tunai. Seandainya ia
membeli saham Dexter menggunakan uang tunai, maka nilai kerugiannya ‘cuma’
US$ 433 juta. Namun karena ia melepas saham Berkshire untuk memperoleh
sesuatu yang tidak bernilai sama sekali, maka kerugiannya mencapai US$ 5.7
milyar. Sejak kasus Dexter dan kasus-kasus lainnya, Buffett kemudian selalu
membeli saham/perusahaan menggunakan uang tunai, dan bukan dengan
menukarnya dengan saham Berkshire, entah itu saham lama atau saham baru yang
diterbitkan.
Beberapa dari kesalahan-kesalahan yang saya buat selanjutnya adalah juga melibatkan
penggunaan saham Berkshire untuk membeli saham-saham dari perusahaan yang kinerjanya,
atau perolehan laba bersihnya, justru menjadi jelek seiring dengan waktu. Kesalahan seperti
itu sangatlah buruk. Keputusan untuk menukar saham dari sebuah perusahaan yang sangat
bagus, dalam hal ini Berkshire Hathaway, dengan saham dari perusahaan yang biasa-biasa
saja, pada akhirnya akan menurunkan atau menghambat pertumbuhan nilai dari Berkshire itu
sendiri.
Jadi kami kemudian membuat satu peraturan yang harus dipatuhi oleh semua CEO di dalam
Berkshire: Ketika anda mengakuisisi sebuah perusahaan menggunakan saham Berkshire
(atau saham dari anak-anak usaha milik Berkshire), maka nilai intrinsik dari saham yang
diberikan tidak boleh lebih besar dibanding nilai intrinsik dari saham yang diterima.
Sampai saat ini, saya belum pernah bertemu atau mengetahui seorang investment banker
yang memperhitungkan soal nilai intrinsik tadi ketika ia melakukan presentasi tentang suatu
saham/perusahaan kepada calon pembeli. Si bankir biasanya hanya fokus pada poin bahwa
harga akuisisinya lebih rendah atau lebih tinggi dibanding harga saham perusahaan di pasar,
dan saya pikir itu adalah cara yang benar-benar bodoh dalam menilai apakah sebuah
perusahaan layak dibeli/diakuisisi atau tidak.
Saya bisa berjanji bahwa kelak, ketika saya sudah tidak lagi di Berkshire Hathaway, maka
para direktur dan CEO di Berkshire dan anak-anak usahanya akan terus melakukan
perhitungan nilai intrinsik secara hati-hati sebelum menggunakan sejumlah uang tunai atau
menerbitkan saham untuk mengakuisisi saham/perusahaan tertentu. Anda tidak bisa menjadi
kaya dengan cara menggunakan uang senilai seratus Dollar untuk membeli aset senilai
delapan puluh Dollar, bahkan meski penasihat investasi anda menilai bahwa harga yang
mahal tersebut adalah ‘wajar’.
***
Secara umum, akuisisi-akuisisi yang dilakukan Berkshire rata-rata memberikan hasil yang
baik, dan hasil yang sangat baik untuk beberapa akuisisi perusahaan besar dimana kami juga
mengeluarkan dana yang besar. Hal yang sama juga terjadi pada akuisisi yang kami lakukan,
entah itu akuisisi saham secara minoritas maupun mayoritas, terhadap perusahaan terbuka
yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Saham Amerika. Ketika kami membeli saham
secara minoritas dari perusahaan terbuka, maka keuntungan atau kerugian yang kami peroleh
dihitung berdasarkan perubahan harga saham tersebut di pasar, dan keuntungan atau
kerugian itu akan langsung tercermin pada nilai perubahan aset bersih Berkshire, tak peduli
meski kami belum menjual sahamnya (sehingga kami belum merealisasikan keuntungan
ataupun kerugian tersebut).
www.teguhhidayat.com
Page 9
Namun nilai sesungguhnya dari bisnis yang kami akuisisi tidak pernah tercermin pada neraca
keuangan Berkshire, bahkan meski kami bisa menjual bisnis tersebut pada harga milyaran
Dollar lebih tinggi dibanding nilai tercatat perusahaan. Selama satu dekade terakhir, nilai
intrinsik dari anak-anak usaha Berkshire telah tumbuh secara cepat, sehingga akumulasi
keuntungan yang belum tercatat yang dihasilkan oleh anak-anak usaha tersebut telah
menjadi sangat besar.
Saya merasa beruntung telah mendengarkan saran Charlie.
Berkshire Hathaway, Hari Ini
Berkshire pada hari ini telah menjadi perusahaan holding/konglomerasi dengan kepemilikan
anak-anak usaha yang ‘luas’, dan masih terus berusaha untuk menjadi lebih luas lagi.
Sebuah konglomerasi, atau sebuah perusahaan yang memiliki banyak anak usaha yang
bergerak hampir di segala bidang usaha, harus diakui, memiliki reputasi yang buruk di mata
investor, dan mereka layak untuk itu. Namun biar saya jelaskan tentang mengapa bentuk
konglomerasi bagi Berkshire akan selalu memberikan keuntungan yang besar dan terus
menerus untuk perusahaan.
Sejak saya memasuki dunia bisnis dan investasi, perusahaan-perusahaan konglomerasi telah
mengalami beberapa periode dimana mereka sangat populer dimata investor publik, yang
paling konyol terjadi pada akhir dekade 1960-an. Penyebabnya sangat sederhana, yakni
popularitas dari figur CEO/pemilik perusahaan, promosi besar-besaran, atau penyajian
laporan keuangan yang tidak mempresentasikan kinerja perusahaan yang sebenarnya. Ketika
sebuah perusahaan konglomerasi telah begitu populer di mata investor publik, maka harga
sahamnya seringkali naik dengan cepat, terkadang hingga mencerminkan PER 20 kali atau
lebih. Dan ketika itulah, pemilik perusahaan akan segera menerbitkan saham baru (right
issue, atau private placement) dan menjualnya ke publik (pada harga PER 20 kali), untuk
kemudian menggunakan uangnya untuk membeli saham dari perusahaan lain yang dijual
pada PER 10 kali. Mereka kemudian menerapkan metode akuntansi ‘pooling’ dimana nilai
laba per saham (earning per share, atau EPS) dari perusahaan yang diakuisisi (anak usaha)
digabung/dijumlahkan dengan nilai EPS dari perusahaan yang mengakuisisi (perusahaan
induk), sehingga secara otomatis meningkatkan nilai EPS dari perusahaan induk tersebut,
padahal perusahaan induk itu tidak benar-benar menghasilkan keuntungan dari akuisisi yang
dilakukan.
Namun kenaikan dari nilai EPS perusahaan pasca akuisisi, oleh pemilik perusahaan dijadikan
sebagai bukti bahwa mereka jenius, bahwa mereka mampu menghasilkan keuntungan
signifikan dari akuisisi yang dilakukan. Mereka kemudian menjelaskan kepada para
pemegang saham bahwa kejeniusan mereka ini (dalam menghasilkan kenaikan laba bersih
per saham bagi perusahaan) menjelaskan kenapa harga saham (dari perusahaan konglomerasi
tadi) layak bertahan di level harga yang tinggi, atau bahkan layak untuk naik lebih tinggi
lagi. Mereka juga berjanji untuk terus melakukan akuisisi-akuisisi dengan cara yang serupa,
sehingga nilai EPS perusahaan akan terus naik.
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1960-an para investor di Wall Street terus larut, dan
semakin larut dalam euforia metode akuisisi yang ‘ajaib’ ini. Harga saham dari perusahaan-
www.teguhhidayat.com
Page 10
perusahaan konglomerasi yang melakukan metode akuisisi diatas terus saja naik seiring
dengan kenaikan nilai EPS perusahaan.
Namun disinilah masalahnya: Karena perusahaan konglomerasi menghasilkan kenaikan nilai
laba bersih per saham dengan cara memanfaatkan perbedaan PER (menggunakan dana hasil
penjualan saham baru perusahaan pada PER 20 kali, untuk membeli saham dari perusahaan
lain pada PER 10 kali atau lebih rendah), maka CEO perusahaan harus terus mencari
perusahaan yang dijual pada PER yang rendah. Dan sudah tentu, itu biasanya merupakan
perusahaan yang tidak terlalu bagus dengan masa depan yang tidak terlalu cerah.
Akibatnya, sebuah perusahaan konglomerasi seringkali terjebak pada situasi dimana mereka
mengumpulkan perusahaan-perusahaan yang jelek, yang pada akhirnya membuat kinerja
konglomerasi tersebut menjadi terpuruk ketika anak-anak usahanya tidak menghasilkan
kinerja yang baik.
Pada akhirnya terbukti bahwa metode investasi dengan cara menerbitkan saham baru pada
harga yang tinggi kemudian uangnya digunakan untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan,
itu tidak menghasilkan keuntungan apapun bagi pemegang saham perusahaan. Dan akhir dari
cerita tersebut selalu sama: Uang mengalir dari orang yang mudah tertipu ke penipu,
seringkali dalam jumlah yang amat sangat besar.
Di Berkshire, kami tidak pernah berinvestasi pada perusahaan yang sering menerbitkan
saham baru. Ketika sebuah perusahaan menyukai untuk menerbitkan saham baru, maka itu
adalah pertanda bahwa perusahaannya dikelola oleh manajemen yang lebih suka
menghasilkan keuntungan dari menjual saham ketimbang dari operasional perusahaan yang
sesungguhnya, pembukuan laporan keuangan yang tidak transparan, harga saham yang
mahal, dan seringkali: Ketidak jujuran.
Catatan Penerjemah: Di Indonesia, ada banyak grup-grup konglomerasi besar yang
melakukan metode investasi seperti yang disebut Buffett diatas, yakni: Menerbitkan
saham baru pada harga yang tinggi, entah itu melalui right issue, private
placement, menggelar IPO anak usaha, atau lainnya, kemudian uangnya digunakan
untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan. Dan menurut Buffett, itu adalah
metode investasi yang buruk. Jadi berhati-hatilah dengan perusahaan yang sering
menerbitkan saham baru (kalau sesekali sih gak apa-apa, tapi kalau keseringan
maka bahaya). Kalau pake contoh perusahaan-perusahaan besar dan punya
reputasi bagus seperti Astra International (ASII) atau Unilever Indonesia (UNVR),
ASII terakhir menggelar right issue pada tahun 2002 atau sudah lama sekali.
Sementara UNVR, sejak perusahan listing di BEI pada awal tahun 1982,
perusahaan sepertinya malah tidak pernah menggelar right issue sama sekali.
***
Saya dan Charlie sengaja membentuk Berkshire sebagai perusahaan holding/konglomerasi,
karena jika bentuk konglomerasi tersebut dimanfaatkan secara bijak, maka itu akan
menghasilkan pertumbuhan yang maksimal bagi modal/aset bersih perusahaan dalam jangka
panjang.
Salah satu strategi paling penting dalam investasi adalah alokasi dana yang efisien. Di pasar
modal, investor akan secara otomatis diarahkan untuk menanamkan investasinya pada
bisnis/perusahaan yang menjanjikan, dan menghindari bisnis yang kemungkinan akan
meredup. Dan itu memang benar: Penempatan investasi dengan mengikuti arus pergerakan
www.teguhhidayat.com
Page 11
ekonomi (bukan sekedar pergerakan indeks saham) biasanya akan menghasilkan keuntungan
yang lebih besar dibanding metode investasi lainnya.
Namun demikian, seringkali terdapat banyak faktor-faktor/hambatan yang menyebabkan
para investor tidak mengalokasikan investasinya secara rasional. Contohnya pada tahun
1954, saya telah melihat sendiri bahwa bisnis tekstil sedang meredup bahkan sejak 10 tahun
sebelumnya, dan ada banyak investor/pengusaha yang keluar dari bisnis ini. Namun saya
malah membeli Berkshire Hathaway, yang merupakan perusahaan tekstil, dan kemudian
mencoba sekuat tenaga agar bisnis tekstil milik perusahaan bisa kembali jaya. Sayangnya itu
semua sia-sia, dan saya telah membuang-buang waktu terlalu lama (lebih dari 20 tahun)
karena tidak segera menutup seluruh pabrik tekstil milik perusahaan.
Ketika sebuah perusahaan bermain di jenis usaha yang meredup, maka pihak manajemen
seringkali enggan untuk memindahkan seluruh modal usaha ke dalam bisnis lain yang sama
sekali berbeda namun lebih menguntungkan. Karena ketika seorang direktur melakukan itu
maka itu sama seperti dia mengakui kesalahannya, dan akan ada banyak pegawai perusahaan
yang kemudian dipecat karena tidak lagi dibutuhkan perusahaan (karena jenis usaha
perusahaan telah berubah).
Sementara di tingkat pemegang saham, investor seringkali harus menghadapi biaya pajak dll
ketika mereka mengalihkan investasinya dari dari satu perusahaan ke perusahaan lain-lain.
Di tingkat investor kelas kakap, biaya itu seringkali meliputi biaya untuk membayar bankir
investasi, akuntan, konsultan, penasihat hukum dan seterusnya, yang tentu saja tidak murah.
Saya sudah mengalami itu ketika mempertimbangkan untuk menjual pabrik-pabrik tekstil
milik Berkshire.
Namun di Berkshire pada hari ini, karena struktur perusahaan kami adalah konglomerasi,
kami selalu menempatkan dana investasi kami secara rasional dan dengan biaya yang
seminimal mungkin. Sudah tentu, itu bukan berarti bahwa penempatan investasi tersebut
selalu sukses. Kami telah melakukan banyak kesalahan di masa lalu, dan kami akan
melakukan banyak kesalahan lainnya di masa yang akan datang. Tapi strukur kami sebagai
konglomerasi, sekali lagi, memungkinkan kami untuk menempatkan investasi kami secara
efisien. Di Berkshire, kami mampu memindahkan dana investasi dalam jumlah besar dari
satu bisnis ke bisnis lain yang lebih menjanjikan, tanpa mengeluarkan biaya yang terlalu
besar kecuali untuk pajak.
Kelebihan lainnya yang kami miliki adalah, kami bisa membeli perusahaan tertentu dalam
jumlah kecil, yakni dengan cara membeli sahamnya di pasar. Sepanjang sejarah Berkshire
selama 50 tahun terakhir, strategi investasi ini terbukti sangat membantu kinerja kami secara
keseluruhan, dimana ketika kami dihadapkan pada banyaknya pilihan saham di pasar, maka
kami dengan sendirinya dituntut untuk mempertajam kemampuan kami dalam hal
pengambilan keputusan soal saham apa yang harus dibeli, dan pada harga berapa.
Beberapa investasi kami dalam jumlah kecil/minoritas terbukti lebih menguntungkan
dibanding investasi lainnya dimana kami membeli perusahaan secara keseluruhan (100%
sahamnya). Selain itu, kegiatan membeli saham di pasar modal telah memberikan kami
sejumlah keuntungan yang kami gunakan untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan besar.
Kombinasi antara investasi dengan cara mengakuisisi perusahaan secara penuh, atau dengan
cara membeli sebagian sahamnya di pasar modal, telah menawarkan kami peluang investasi
yang jauh lebih lebar dibanding investor lain manapun. Namun kami tetap memiliki
www.teguhhidayat.com
Page 12
keterbatasan, tentu saja, dimana kami hanya bisa berinvestasi pada bisnis yang kami pahami.
Dan itu adalah keterbatasan yang sangat serius: Saya dan Charlie seringkali tidak punya
bayangan sama sekali tentang bagaimana kira-kira kinerja dari perusahaan-perusahaan besar
di Wall Street dalam waktu 10 tahun dari sekarang. Namun keterbatasan tersebut tidaklah
seberapa dibanding keterbatasan jika kami hanya berinvestasi pada satu perusahaan atau satu
jenis industri, dimana dengan demikian maka kami tidak akan bisa menangkap peluang yang
ditawarkan oleh industri lain.
Catatan Penerjemah: Struktur Berkshire sebagai perusahaan konglomerasi/holding
menyebabkan Buffett bisa masuk ke bisnis/sektor apapun yang dianggap menarik,
atau sebaliknya meninggalkan/melepas bisnis lainnya yang dianggap akan
meredup, dimana hal ini tidak bisa dilakukan oleh perusahaan biasa. Keistimewaan
ini juga dimiliki oleh investor di pasar saham, baik itu investor besar maupun kecil,
dimana ia bebas untuk membeli atau menjual saham apa saja dan dari sektor mana
saja, dan kapan saja.
Pendek kata, Buffett sejatinya trading saham juga, hanya saja biasanya dengan
horizon waktu yang sangat panjang untuk ukuran investor ritel kebanyakan, itupun
tidak semua sahamnya ia trading-kan (mayoritas saham/perusahaan milik Berkshire
sudah dipegang selama puluhan tahun, dan mungkin akan terus dipegang hingga
puluhan tahun berikutnya) Contohnya, bagi Buffett jangka waktu 1 – 2 tahun itu
merupakan jangka pendek, dimana ia pernah menjual sahamnya setelah dipegang
selama 1 atau 2 tahun, tapi ia sepertinya tidak pernah menjual sahamnya setelah
dipegang dalam waktu kurang dari setahun. Sementara bagi penerjemah sendiri,
yang disebut jangka pendek adalah jika kurang dari 3 bulan, dan saya biasanya
punya minimal satu atau dua saham yang sengaja dibeli untuk jangka pendek
tersebut.
***
Berkshire masih punya satu kelebihan lainnya lagi, yang belakangan menjadi semakin
penting dari tahun ke tahun: Kami kini merupakan ‘rumah’ bagi para pemilik dan pengelola
dari perusahaan-perusahaan yang luar biasa.
Investor yang memiliki perusahaan yang sukses mempunyai beberapa pilihan ketika mereka
mempertimbangkan untuk menjual perusahaan. Seringkali, pilihan yang terbaik adalah
dengan tidak melakukan apa-apa. Ada banyak hal yang lebih buruk di dunia ini dibanding
memiliki sebuah bisnis yang baik yang dikelola oleh orang-orang yang sangat memahami
bisnis tersebut. Namun untuk duduk dan berdiam diri, itu tidak direkomendasikan oleh Wall
Street (karena para broker sekuritas akan menyuruh anda untuk trading). Tapi anda tentunya
jangan bertanya kepada tukang cukur soal apakah anda perlu memotong rambut atau tidak.
Ketika seorang investor/pemilik perusahaan ingin menjual perusahaannya namun hanya
sebagian, maka pilihan yang sering diambil adalah dengan melakukan IPO. Namun ketika
pemilik perusahaan hendak menjual perusahaannya secara menyeluruh, maka mereka
memiliki dua pilihan.
Yang pertama adalah menjualnya ke perusahaan kompetitor, yang melihat adanya prospek
jika mereka mensinergikan dua perusahaan menjadi satu. Tipe pembeli seperti ini biasanya
akan merombak manajemen dari perusahaan yang dibeli, dimana ia akan menyingkirkan
orang-orang yang mengoperasikan perusahaan sejak lama. Dan ini bukanlah sesuatu yang
menyenangkan bagi si pemilik asli perusahaan (sebelum ia menjualnya).
www.teguhhidayat.com
Page 13
Pilhan kedua adalah menjualnya ke pembeli di Bursa Wall Street. Dulu, para pembeli
perusahaan ini menyebut diri mereka ‘perusahaan yang melakukan leverage buy-out’, dan
pekerjaan mereka adalah memang membeli perusahaan-perusahaan, biasanya dengan
menggunakan utang. Ketika istilah ‘leveraged buy out’ memperoleh reputasi yang buruk
pada awal tahun 1990an, -masih ingat kasus RJR dan Barbarians at the Gate?- para pembeli
ini kemudian mengganti ‘label’ mereka menjadi perusahaan private-equity (PE).
Meski labelnya berubah, namun cara kerja mereka tetap sama: Ketika sebuah PE
mengakuisisi perusahaan, maka di neracanya, nilai modal bersih/ekuitas perusahaan tersebut
akan berkurang secara drastis dan digantikan oleh utang. Malahan, besarnya jumlah uang
yang ditawarkan oleh PE kepada pemilik asli perusahaan, sebagian diantaranya memang
ditentukan oleh seberapa besar jumlah utang bisa diambil PE dari bank, dimana utang ini
kemudian bisa dibebankan dalam neraca perusahaan yang diakuisisi.
Kemudian, ketika semuanya berjalan lancar dan nilai ekuitas perusahaan perlahan tapi pasti
mulai meningkat, pihak PE kemudian akan menarik dividen dalam jumlah besar sehingga
nilai ekuitas tersebut kembali turun, terkadang sampai negatif/defisiensi modal. Sementara
untuk menjaga adanya modal kerja dan untuk membiayai operasional perusahaan, PE akan
mencari utangan yang baru lagi.
Catatan Penerjemah: Dari sini Buffett jelas sekali mengingatkan investor untuk
menghindari perusahaan yang suka mengambil utang dalam jumlah yang kelewat
besar (misalnya hingga debt to equity ratio/DER-nya mencapai 3 kali), entah itu
utang bank atau obligasi, apapun alasannya.
Sebenarnya, ‘ekuitas’ adalah sesuatu yang tidak menarik bagi banyak PE; yang mereka sukai
adalah utang. Dan karena belakangan ini biaya bunga utang menjadi relatif murah, maka
perusahaan-perusahaan PE ini kemudian menjamur. Oleh PE, nantinya perusahaan akan
kembali dijual, seringkali ke pembeli PE lainnya. Hasilnya, perusahaan menjadi tidak lebih
dari sebuah barang yang diperjual belikan dari satu pemilik ke pemilik lainnya.
Di Berkshire, inilah yang kami lakukan ketika kami hendak membeli sebuah perusahaan:
Kepada pemilik asli perusahaan, kami menawarkan pilihan ketiga, yakni sebuah ‘rumah’
permanen, dimana budaya dan orang-orang di dalam perusahaan akan dipertahankan
(meskipun, terkadang, susunan manajemen tetap perlu diubah). Lebih dari itu, perusahaan
akan memperoleh peningkatan modal yang memungkinkannya untuk tumbuh lebih baik.
Perusahaan juga tidak perlu lagi berurusan dengan pihak bank atau para analis di bursa Wall
Street, untuk selamanya.
Beberapa pemilik perusahaan tidak terlalu peduli soal hal-hal yang kami tawarkan diatas.
Tapi jika mereka peduli, maka kami tidak memiliki banyak kompetitor dalam hal ini.
***
Terkadang beberapa pakar menyarankan kepada kami untuk melakukan spin-off (pemisahan
anak usaha dari induknya) terhadap perusahaan-perusahaan yang dipegang Berkshire, dan
menurut kami itu adalah saran yang tidak masuk akal. Perusahaan-perusahaan yang kami
pegang memiliki nilai yang lebih jika mereka menjadi bagian dari Berkshire ketimbang jika
mereka berdiri sendiri. Salah satu alasannya adalah karena kami bisa memindahkan
www.teguhhidayat.com
Page 14
dana/modal dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya dibawah naungan Berkshire, ataupun
mengambil dana untuk investasi yang baru secara cepat, dan juga tanpa perlu membayar
pajak. Selain itu, beberapa biaya operasional perusahaan menjadi berlipat ganda jika kami
memisah-misahkan anak usaha Berkshire. Sebagai contoh, di Berkshire hanya terdapat biaya
gaji untuk satu dewan direksi, yakni dewan direksi Berkshire Hathaway. Jika kami memisahmisahkan anak-anak usaha kami menjadi perusahaan-perusahaan yang berdiri sendiri, maka
biaya untuk dewan direksi di tiap-tiap perusahaan akan meningkat tajam. Belum termasuk
biaya regulasi, administrasi, dll.
Namun bukannya tidak mungkin bagi kami untuk melakukan spin-off. Pada tahun 1979,
Berkshire men-spin off sebuah bank yang kami miliki di Rockford, Illinois, karena
diperintah oleh peraturan pemerintah yang baru di bidang perbankan mengharuskan kami
untuk melakukan spin off tersebut.
Diluar itu, kami tidak akan melakukan spin off secara sukarela.
***
Saya akan mengajak anda untuk belajar dari contoh kasus perusahaan konglomerasi yang
pernah jaya di tahun 1960-an, yakni Ling Temco Vought (LTV). Saya akan menyingkatnya
disini, namun jika anda hendak membaca ceritanya secara lengkap, maka coba anda baca ‘D
Magazine’ edisi Oktober 1982 tentang James ‘Jimmy’ Ling, pemilik utama perusahaan.
Anda bisa mencarinya di internet.
Melalui serangkaian aksi akuisisi, Jimmy sukses meningkatkan pendapatan LTV dari hanya
US$ 36 juta di tahun 1965, hingga menembus posisi 14 dalam daftar Fortune 500, hanya
dalam waktu dua tahun kemudian. Sebelumnya, Jimmy tidak pernah menunjukkan
kemampuan dalam hal mengelola perusahaan. Namun Charlie telah mengajari saya sejak
awal untuk jangan menganggap remeh seseorang yang menganggap dirinya hebat. Dan
Jimmy adalah salah satu ‘orang hebat’ tersebut.
Strategi Jimmy adalah dengan cara membeli perusahaan besar, kemudian memecahmecahnya (spin off) menjadi beberapa perusahaan kecil. Pada laporan tahunan LTV untuk
tahun 1966, dia menyebutkan formula rahasianya: ‘Ketika kami melakukan akuisisi, maka
akuisisi tersebut haruslah menghasilkan keuntungan lebih, seperti jika 2 tambah 2 sama
dengan 5 (atau 6)’. Para wartawan, analis, dan investor publik, menyukai formula tersebut.
Pada tahun 1967 LTV mengakuisisi Wilson & Co., perusahaan pengemasan daging yang
juga memiliki bisnis di bidang perlengkapan golf dan farmasi. Tak lama kemudian, LTV
men-spin off perusahaan menjadi tiga perusahaan terpisah, yakni Wilson & Co. (pengemasan
daging), Wilson Sporting Goods, dan Wilson Pharmaceuticals. Ketiga perusahaan tersebut
kemudian listing di Wall Street, dan harga sahamn dari ketiganya terus saja naik hingga
mencapai level yang tidak masuk akal.
Namun beberapa tahun kemudian, semuanya menjadi jelas bahwa Jimmy sudah kelewatan.
Pada awal tahun 1970an, kerajaan bisnis yang dibangun Jimmy perlahan tapi pasti mulai
hancur, dan bahkan dia sendiri telah dipecat dari posisinya sebagai direktur LTV.
Setiap beberapa waktu sekali, pasar modal akan mengalami kondisi dimana harga-harga
saham akan berbeda jauh dengan yang seharusnya, entah itu jauh lebih tinggi atau jauh lebih
www.teguhhidayat.com
Page 15
rendah. Kedepannya akan ada banyak Jimmy-Jimmy lainnya. Mereka akan tampak hebat dan
berkuasa, memiliki banyak pengikut, para wartawan akan sangat mendengarkan kata-kata
mereka, dan pihak perbankan akan berebut untuk memberikan pinjaman kepada mereka.
Saran kami adalah: Ingat bahwa biar bagaimanapun, 2 tambah 2 itu sama dengan 4. Dan jika
seseorang mengatakan kepada anda bahwa ‘itu adalah rumus matematika yang kuno,
sekarang jamannya beda!’, maka tutup dompet anda, pergilah berlibur dan kembali lagi
ke pasar saham beberapa bulan kemudian ketika saham-saham kembali dijual pada
harga yang murah.
Catatan Penerjemah: Di BEI sendiri, terkadang ada beberapa pengusaha/investor
tertentu yang menjadi ‘artis’ alias terkenal, karena ia sukses menjadi kaya raya
dengan metode investasi yang ‘nyeleneh’, yakni metode investasi yang tidak
didasarkan pada kaidah value investing melainkan lebih ke utak-atik laporan
keuangan, kemampuan untuk mengambil utang dalam jumlah besar, menggoreng
saham alias menaik-naikkan sendiri harga sahamnya di pasar, dan semacamnya.
Namun investor-investor seperti itu hanya akan datang dan pergi, alias tidak akan
pernah bertahan lama.
***
Berkshire Hathaway hari ini adalah sebuah konglomerasi yang memiliki: 1. Sekumpulan
perusahaan-perusahaan, dimana banyak diantaranya yang tengah menikmati kondisi
ekonomi yang baik serta memiliki prospek yang cerah, 2. Sekelompok direktur dan manager
yang, dengan beberapa pengecualian, loyal baik terhadap perusahaan maupun Berkshire
sebagai pemilik perusahaan, 3. Sumber pendapatan yang berbeda-beda, kekuatan finansial,
dan likuiditas yang sangat luas yang bisa kami pertahankan dalam kondisi apapun, 4. Status
sebagai pilihan pertama sebagai pembeli bagi para pemilik perusahaan yang hendak menjual
perusahannya, dan 5. Pengalaman selama 50 tahun sebagai perusahaan besar.
Seluruh kekuatan diatas telah menjadikan fondasi kami sangat kokoh untuk senantiasa terus
maju dan berkembang di masa yang akan datang.
Berkshire Hathaway – 50 Tahun yang Akan Datang
Sekarang, mari kita coba untuk melihat kedepan. Sebelumnya harap diingat bahwa jika saya,
50 tahun yang lalu, mencoba memprediksi akan seperti apa Berkshire hari ini, maka sudah
pasti akan ada banyak dari prediksi tersebut yang meleset. Namun berikut ini adalah apa
yang akan saya sampaikan kepada keluarga saya dirumah, jika mereka bertanya tentang
masa depan dari Berkshire.
Yang pertama dan utama, saya percaya bahwa risiko terjadinya kerugian yang permanen
bagi pemegang saham Berkshire yang mampu untuk bersabar, adalah sama rendahnya
dengan risiko investasi secara langsung di perusahaan-perusahaan yang ada dalam naungan
Berkshire. Dan itu adalah karena nilai intrinsik Berkshire akan selalu meningkat dari waktu
ke waktu.
Prediksi yang terdengar menyenangkan ini bukannya tanpa kewaspadaan: Jika seorang
investor membeli saham Berkshire pada harga yang tinggi, katakanlah PBV 2 kali, dimana
saham Berkshire di Wall Street terkadang naik sampai setinggi itu, maka anda mungkin perlu
menunggu selama beberapa tahun sebelum investasi anda benar-benar membuahkan hasil.
www.teguhhidayat.com
Page 16
Dengan kata lain, sebuah investasi bisa berbalik menjadi tindakan spekulasi jika anda
membeli sebuah saham pada harga yang terlalu tinggi, tidak terkecuali saham Berkshire.
Sementara jika anda membeli saham Berkshire pada harga yang sedikit diatas harga dimana
pihak perusahaan akan membeli kembali sahamnya di pasar (buy back), maka keputusan
investasi tersebut seharusnya akan menghasilkan keuntungan yang signifikan setelah jangka
waktu yang wajar. Sebab, kami hanya akan membeli kembali saham Berkshire di pasar
jika harganya jauh dibawah nilai intrinsik perusahaan.
Catatan Penerjemah: Diatas Buffett cukup jelas berpesan bahwa, tidak peduli
sebagus apapun sebuah perusahaan, namun jika investor membeli sahamnya pada
harga yang terlalu tinggi, maka pada akhirnya dia akan mengalami kerugian. Dalam
hal inilah maka perhitungan nilai intrinsik dari sebuah perusahaan/saham menjadi
penting, agar seorang investor bisa membeli saham tersebut pada harga yang jauh
dibawah nilai intrinsiknya.
Jika anda membeli saham Berkshire dan berencana untuk menjualnya setelah satu atau dua
tahun, maka kami tidak dapat menawarkan kepastian keuntungan, tak peduli di harga
berapapun anda membelinya. Pergerakan bursa saham dalam jangka waktu yang sangat
singkat bisa lebih berpengaruh terhadap keuntungan/kerugian yang mungkin anda peroleh
dari saham Berkshire yang anda pegang, dibanding dengan peningkatan nilai intrinsik
Berkshire. Seperti yang pernah dikatakan Ben Graham, ‘Dalam jangka pendek, pasar saham
adalah seperti mesin pemungutan suara, dimana saham yang naik adalah yang memperoleh
suara lebih banyak. Namun dalam jangka panjang, pasar saham akan bertindak seperti alat
timbangan, dimana hanya perusahaan-perusahaan yang benar-benar menunjukkan
peningkatan nilai-lah, yang harga sahamnya akan naik.
Karena saya sama sekali tidak bisa memprediksi pergerakan bursa saham Wall Street,
termasuk pergerakan saham Berkshire itu sendiri, maka saya sarankan bahwa jika anda
hendak membeli saham Berkshire, anda harus berencana untuk memegangnya selama paling
tidak lima tahun. Jika anda menginginkan keuntungan jangka pendek, sebaiknya cari saham
yang lain.
Satu lagi, jangan pernah membeli saham Berkshire menggunakan uang pinjaman.
Sejak tahun 1965 sampai sekarang (awal 2015), saham Berkshire pernah tiga kali jeblok
hingga lebih dari 50% dari posisi tertingginya. Dan suatu hari nanti penurunan ekstrim
tersebut akan terjadi lagi, meski tentunya tidak ada yang tahu kapan. Namun yang jelas
ketika itu terjadi, maka itu akan merupakan bencana besar bagi pemegang saham Berkshire
yang membelinya menggunakan utang.
***
Saya percaya bahwa tidak ada satu peristiwa apapun yang bisa menyebabkan kesulitan
finansial bagi Berkshire, karena kami selalu siap siaga untuk kemungkinan terjadinya
bencana banjir besar yang terjadi berkepanjangan. Malah, jika banjir itu benar-benar terjadi,
kami juga akan mampu menyediakan perahu dan pelampung bagi mereka yang tidak siap
menghadapi banjir tersebut. Pada krisis tahun 2008 – 2009, Berkshire Hathaway memainkan
peranan penting sebagai ‘mobil ambulans’, dimana kami menjadi pihak pertama yang datang
untuk membantu perusahaan-perusahaan yang mengalami darurat finansial.
www.teguhhidayat.com
Page 17
Terdapat tiga syarat agar sebuah perusahaan dapat mempertahankan kekuatan finansialnya
bahkan dalam kondisi krisis sekalipun, yakni: 1. Memiliki aliran pendapatan yang besar dan
dapat diandalkan, 2. Memiliki aset-aset likuid yang besar, dan 3. Tidak dalam posisi
membutuhkan dana kas dengan segera, misalnya untuk membayar utang jangka pendek.
Ketika seorang direktur mengabaikan faktor nomor tiga, maka seringkali perusahaan
kemudian menghadapi masalah yang tidak terduga. Terlalu sering para CEO dari perusahanperusahaan yang menguntungkan menganggap bahwa mereka akan selalu mampu untuk
membayar utang obligasi ketika nanti jatuh tempo, tak peduli seberapa besar nilai utang
tersebut. Pada krisis tahun 2008 – 2009, ada banyak perusahaan yang bangkrut karena hal
ini.
Di Berkshire Hathaway, kami memenuhi tiga syarat diatas. Yang pertama, kami memiliki
sumber aliran pendapatan yang besar dan berasal dari berbagai jenis industri yang berbeda.
Saat ini para pemegang saham Berkshire memiliki banyak perusahaan-perusahaan besar
yang memiliki keunggulan kompetitif yang mampu dipertahankan untuk jangka panjang, dan
kedepannya kami akan mengakuisisi lebih banyak lagi perusahaan-perusahaan seperti itu.
Diversifikasi yang kami lakukan juga menjamin bahwa Berkshire akan terus memperoleh
pendapatan/keuntungan, bahkan jika kami mengalami bencana tertentu yang perusahaan
asuransi sekalipun tidak mampu meng-cover-nya.
Yang kedua adalah kepemilikan dana kas alias uang tunai. Pada bisnis yang sehat, aset
berbentuk dana kas seringkali dianggap sebagai aset yang tidak produktif, yang bisa
menurunkan rasio profitabilitas perusahaan. Namun kepemilikan kas bagi sebuah perusahaan
adalah sama seperti keberadaan udara atau oksigen bagi seseorang untuk bernapas: Ketika
seseorang bisa bernapas dengan lancar, maka dia tidak pernah memikirkan tentang
pentingnya oksigen. Namun ketika ia tidak mampu bernafas (karena tidak adanya oksigen),
maka baru ketika itulah ia akan ingat tentang pentingnya oksigen. Dana kas juga sama.
Ketika ia ada, maka ia tampak tidak berguna. Namun ketika ia tidak ada, maka barulah
perusahaan akan panik dan kebingungan ketika mereka tiba-tiba membutuhkannya.
Berikut contoh kasusnya. Pada bulan September 2008, tiba-tiba saja ada banyak perusahaan
besar dan bagus yang bertanya-tanya apakah mereka bisa mencairkan cek mereka ke bank
dalam beberapa hari kedepan (untuk memperoleh uang tunai). Dalam waktu semalam,
‘oksigen finansial’ mereka menghilang begitu saja.
Di Berkshire, kami selalu menjaga posisi kas. Malahan, selama tiga minggu antara
September hingga Oktober 2008, kami menyalurkan tidak kurang dari US$ 15.6 milyar ke
perusahaan-perusahaan di Amerika. Kami bisa melakukan itu karena kami selalu menjaga
posisi kas kami minimal US$ 20 milyar, entah itu dalam bentuk uang tunai atau obligasi
pemerintah, seringkali malah jauh lebih besar dari itu.
Catatan Penerjemah: Pesan Buffett: Jangan menggunakan utang untuk membeli
saham. Jangan juga menggunakan seluruh uang yang ada, melainkan selalu
sisakan minimal sebagian kecil dana kas untuk jaga-jaga, misalnya jika pasar
saham jatuh.
Terakhir, yang ketiga, kami tidak pernah melakukan investasi yang bisa menyebabkan kami
berada pada posisi membutuhkan dana tunai secara cepat dan dalam jumlah besar. Ini artinya
kami tidak akan mengambil utang yang jatuh tempo dalam jangka pendek, ataupun
www.teguhhidayat.com
Page 18
mengambil kontrak-kontrak derivatif yang bisa menyebabkan kami harus membayar uang
jaminan dalam jumlah besar.
Metode investasi kami diatas (yang menghindari utang dan kontrak-kontrak derivatif)
mungkin terdengar kelewat konservatif. Namun itu karena kami tidak pernah tahu apa
yang akan terjadi besok. Dan karena anda tidak pernah bisa memprediksi masa depan,
maka anda harus mempersiapkan segala kemungkinan yang bisa terjadi. Jika ada 100
pistol yang diarahkan ke kami namun hanya 1 dari pistol tersebut yang berisi peluru, maka
kami tetap tidak mau mengambil risiko tewas tertembak, jika ternyata 1 pistol yang berisi
peluru itulah yang ditembakkan.
Kami tidak akan mengambil risiko kehilangan sesuatu yang kami butuhkan, hanya karena
kami mengejar seuatu yang kami inginkan.
***
Meskipun kami konservatif, namun saya kira kami akan mampu menghasilkan keuntungan
pokok/inti bagi per lembar saham Berkshire setiap tahunnya. Tapi itu bukan berarti laba
operasional kami akan meningkat setiap tahunnya, sama sekali bukan itu. Perekonomian
Amerika Serikat akan senantiasa meningkat/menguat atau menurun/melemah setiap
tahunnya, meski tentunya lebih sering meningkat. Dan ketika perekonomian melemah, maka
demikian pula dengan perolehan laba kami. Namun kami akan senantiasa terus menghasilkan
keuntungan organik bagi perusahaan, mengakuisisi perusahaan-perusahaan baru (diluar yang
sudah kami miliki), dan memasuki bidang-bidang usaha yang baru. Karena itulah, Berkshire
Hathaway akan memperoleh peningkatan keuntungan pokok dari tahun ke tahun.
Keuntungan yang diperoleh Berkshire akan besar pada tahun-tahun tertentu, dan akan kecil
pada tahun-tahun lainnya. Kondisi pasar saham, tingkat kompetisi, dan ada tidaknya
peluang akan menentukan perolehan kami atas keuntungan tersebut. Terlepas dari itu semua,
Berkshire akan terus maju kedepan, didorong oleh kepemilikan kami yang luas akan
perusahaan-perusahaan yang luar biasa, dan juga perusahaan-perusahaan lainnya yang akan
terus kami akuisisi kedepannya. Pada sebagian besar tahun-tahun tertentu, kondisi
perekonomian nasional akan mendukung kami untuk terus maju. Berkshire beruntung
memiliki negara Amerika Serikat sebagai rumah perusahaan.
***
Kabar buruknya adalah bahwa besarnya keuntungan jangka panjang bagi Berkshire (dihitung
dalam persentase, bukan dalam mata uang Dollar) tidak akan terlalu besar, dan bahkan
mungkin tidak akan mampu untuk mendekati apa yang sudah dicapai selama 50 tahun
terakhir, karena nilai aset kami sudah menjadi terlalu besar. Saya kira kinerja/pertumbuhan
Berkshire tetap akan lebih baik dibanding kinerja rata-rata perusahaan di Amerika, namun
demikian selisihnya tidak akan terlalu besar.
Pada akhirnya, mungkin sepuluh atau dua puluh tahun dari sekarang, nilai laba serta ekuitas
Berkshire mungkin akan terus naik hingga sampai pada level dimana kami tidak bisa lagi
menginvestasikan kembali seluruh keuntungan yang diperoleh perusahaan. Ketika itu terjadi,
maka para direktur kami akan menentukan soal akan diapakan kelebihan keuntungan (yang
tidak diinvestasikan kembali) tersebut, apakah akan digunakan untuk membayar dividen,
atau membeli kembali saham Berkshire di pasar (buy back), atau keduanya. Jika saham
www.teguhhidayat.com
Page 19
Berkshire di pasar dijual pada harga yang jauh dibawah nilai intrinsiknya, maka buy back
mungkin merupakan keputusan yang terbaik. Anda tidak perlu khawatir, karena kami tetap
akan mengambil keputusan yang terbaik.
***
Tidak ada perusahaan yang lebih berpihak kepada pemegang sahamnya kecuali Berkshire.
Selama lebih dari 30 tahun terakhir, kami selalu menyebutkan kembali salah satu prinsip
kami yakni: ‘Meskipun Berkshire berbentuk sebagai perusahaan/korporasi, namun kami
tetap menganggapnya sebagai kemitraan, dimana anda para pemegang saham adalah mitra
kami dengan tujuan yang sama, yakni untuk terus bersama-sama menghasilkan keuntungan
bagi semua pihak.
Kami memiliki sekelompok dewan direksi yang berpengetahuan luas dan berorientasi pada
bisnus, yang senantiasa siap sedia untuk memenuhi janji yang ditawarkan oleh kemitraan.
Tidak ada seorangpun dari kami yang bekerja untuk memperoleh uang: Seluruh direktur
kami hanya menerima gaji nominal. Sementara untuk bonus dan hadiah atas prestasi kerja
tertentu, seluruhnya diberikan dalam bentuk kepemilikan atas saham Berkshire, sehingga
mereka turut merasa memiliki perusahaan.
Namun saham Berkshire yang dimiliki mereka bukan mereka peroleh melalui opsi saham
atau pemberian secara cuma-cuma, melainkan mereka beli sendiri dari pasar. Jadi dengan
demikian, di Berkshire, para direktur kami memiliki posisi yang sama dengan anda sebagai
pemegang saham.
Untuk meyakinkan bahwa budaya kerja kami ini bisa terus berlanjut kedepannya, saya telah
menempatkan putra pertama saya, Howard Buffett, sebagai chairman non-eksekutif di
Berkshire (bukan CEO. Chairman adalah ketua umum sebuah organisasi/perusahaan, namun
CEO adalah orang yang bertanggung jawab atas perusahaan). Ini untuk menunjukkan kepada
anda bahwa jika seorang direktur tidak memenuhi cara kerja kami diatas, maka dia bisa
dengan mudah digantikan oleh direktur yang lain. Berdasarkan pengalaman saya menjadi
direktur di 19 perusahaan yang berbeda, sangat sulit untuk mengganti seorang direktur,
meski dia memiliki kinerja yang buruk, jika dia juga sekaligus menjabat sebagai chairman.
Meski pada akhirnya direktur tersebut bisa digantikan, namun seringkali realisasinya sangat
terlambat.
Sebagai chairman, Howard tidak akan menerima gaji sepeserpun dan juga tidak akan
bertanggung jawab atas pekerjaan apapun di Berkshire, kecuali jika itu diminta oleh dewan
direksi. Howard hanya akan menjadi semacam ‘konsultan’ bagi direktur manapun di
Berkshire (atau anak-anak usahanya) untuk berkonsultasi jika ia merasa tidak nyaman
dengan seorang direktur tertentu, dan untuk mencari tahu apakah direktur-direktur lainnya
juga merasakan hal yang sama.
Pekerjaan utama di Berkshire adalah menempatkan/mengalokasikan modal, plus memilih
direktur dan manajer yang tepat untuk mengelola perusahaa-perusahaan dibawah naungan
Berkshire. Sudah tentu, memilih direktur yang tepat bagi sebuah perusahaan adalah juga
berarti ada kemungkinan bahwa kami harus mengganti direktur yang lama, dan itu tidaklah
mudah. Kami juga harus memilih direktur yang benar-benar mengerti bisnis perusahaan, dan
juga mampu mejadi pemimpin di perusahan tersebut. Seperti yang dikatakan Tom Watson,
www.teguhhidayat.com
Page 20
pendiri IBM, ‘Saya tidaklah jenius, namun saya cukup cerdas pada hal-hal tertentu, dan saya
tetap fokus pada hal-hal tersebut’.
***
Karakter adalah sesuatu yang krusial. Seorang CEO di Berkshire haruslah berdedikasi
secara total bagi perusahaan, tidak hanya bagi dirinya sendiri. Di Berkshire, seorang CEO
sudah pasti akan menghasilkan uang yang jauh lebih besar dari yang ia butuhkan untuk
kebutuhan sehari-hari keluarganya, sehingga penggunaan sisa uang yang berlebih tersebut
akan sepenuhnya ditentukan oleh bagaimana karakter dari si CEO. Kami tidak menyukai
CEO yang memiliki gaya hidup mewah, karena jika itu yang dilakukan oleh CEO, maka itu
juga akan diikuti oleh para direktur dan manajer dibawahnya.
Pengganti saya kelak haruslah memiliki satu kemampuan yang penting: Kemampuan untuk
mengatasi masalah-masalah yang timbul karena arogansi perusahaan, rumitnya birokrasi dan
administrasi, dan ketika pihak manajemen merasa cepat puas setelah mencapai target
tertentu. Ketika masalah-masalah ini timbul, maka perusahaan sebesar apapun akan bisa
jatuh dan hancur berantakan.
Contohnya, pada masa jayanya, General Motors, IBM, Sears Roebuck dan US Steel,
mereka semua adalah perusahaan-perusahaan terbesar di Amerika, dan kebesaran serta
kekuatan tampak seperti tidak tergoyahkan. Namun kebiasaan-kebiasaan buruk yang saya
sebutkan diatas pada akhirnya membawa perusahaan-perusahaan tersebut jatuh. Kekuatan
finansial dan track record kinerja keuangan mereka yang luar biasa di masa lalu terbukti
tidak mampu mempertahankan perusahaan dari kejatuhan.
Hanya seorang CEO yang memiliki tekad kuat dan senantiasa waspada, yang bisa
mempertahankan Berkshire dari kekuatan-kekuatan yang bersifat menghancurkan. Dia juga
tidak boleh melupakan saran dari Charlie, ‘Katakan dimana aku akan terpeleset dan jatuh,
jadi aku tidak akan pergi kesana’.
Untungnya, struktur yang dibutuhkan CEO Berkshire agar bisa tetap sukses di masa yang
akan datang, sejak awal sudah dipersiapkan. Di Berkshire, seorang CEO bisa dengan mudah
mendelegasikan wewenang kepada para direktur perusahaan dibawahnya, karena Berkshire
bukanlah sebuah perusahaan yang amat besar, melainkan hanya semacam wadah bagi
sekumpulan perusahaan-perusahaan besar, dimana tiap-tiap perusahaan tersebut memiliki
tim manajemen/CEO-nya masing-masing. Di kantor pusat Berkshire, kami tidak memiliki
departemen-departemen seperti human resources, public relations, legal office, operational
office, strategy, acquisitions, dll. Karena tiap-tiap perusahan dibawah naungan Berkshire
sudah memiliki departemen-departemen tersebut.
Namun tentu saja kami tetap memiliki lembaga audit, karena kami tidak mau begitu saja
menerima laporan-laporan keuangan/operasional yang diajukan anak-anak usaha Berkshire.
Meski demikian, kami memberi kepercayaan penuh kepada para direktur dan manajer di
anak-anak usaha Berkshire untuk mengelola perusahaan seperti biasanya, atau tetap sama
persis seperti sebelum kami mengakuisisi mereka. Dengan beberapa pengecualian,
kepercayaan yang kami berikan ini pada akhirnya menghasilkan kinerja yang baik ketimbang
jika kami mencoba turut ikut campur pada operasional perusahaan. Saya dan Charlie
mencoba berhubungan dengan para manager kami dengan cara yang sama dengan jika posisi
kami berdua, dengan para manager tersebut, dibalik. Dengan kata lain, kami berusaha untuk
www.teguhhidayat.com
Page 21
tidak menjadi bos atau atasan bagi para manager tersebut, melainkan menempatkan diri kami
sebagai partner/mitra yang sejajar dengan mereka.
***
Berinvestasi adalah pekerjaan utama Berkshire, dan pekerjaan tersebut akan dipegang oleh
beberapa ahli spesialis. Mereka harus melaporkan setiap keputusan investasi kepada CEO
karena keputusan tersebut harus dikoordinasikan dengan keputusan investasi lainnya. Meski
demikian, para fund manager kami akan menikmati kebebasan yang luar biasa dalam
melakukan keputusan investasi. Dan dalam hal ini, kami juga sangat baik selama beberapa
dekade terakhir. Todd Combs dan Ted Weschler, mereka berdua sudah bekerja selama
bertahun-tahun di tim investasi Berkshire, dan mereka akan sangat membantu CEO
Berkshire dalam mengevaluasi setiap keputusan investasi.
Dengan demikian, Berkshire Hathaway sudah berada pada posisi yang siap sedia dan akan
terus bergerak maju, bahkan ketika kelak saya dan Charlie pergi. Kami memiliki direktur
yang tepat, manajer yang tepat, dan juga para penerus untuk mereka semua.
Sincerely,
Warren E. Buffett
www.teguhhidayat.com
Page 22
Pendapat dari Vice-Chairman
(ditulis oleh Charles T. Munger, diterjemahkan oleh Teguh Hidayat)
Kepada para pemegang saham Berkshire Hathaway, Inc.
Saya telah memperhatikan secara seksama bagaimana Berkshire, dibawah kepemimpinan
Warren Buffett, telah mencapai kesuksesan yang luar biasa selama 50 tahun perusahaan
beroperasi (terhitung sejak Warren Buffett menjadi pemegang saham pengendali di
perusahaan, pada tahun 1964). Jadi sekarang mungkin sudah waktunya bagi saya untuk
menyampaikan pendapat saya, secara independen, tentang Berkshire dan tentunya Warren
itu sendiri. Saya akan menyampaikan paling tidak lima hal:
1. Penjelasan tentang sistem manajemen dan kebijakan, yang telah sukses ‘menyulap’
sebuah perusahaan tekstil yang tadinya akan bangkrut, menjadi perusahaan raksasa
seperti sekarang,
2. Penjelasan tentang bagaimana sistem manajemen dan kebijakan tersebut diterapkan,
3. Penjelasan tentang mengapa Berkshire menghasilkan kinerja yang sangat baik
4. Prediksi tentang apakah Berkshire kedepannya akan tetap tumbuh ketika Warren dan
saya sudah tidak lagi di perusahaan, dan
5. Penjelasan tentang apakah kinerja Berkshire yang luar biasa dalam 50 tahun terakhir
memberikan implikasi yang bisa berguna bagi seseorang atau perusahaan tertentu
diluar Berkshire itu sendiri.
Kita mulai dari yang pertama: Sistem manajemen dan kebijakan perusahaan. Dan berikut
adalah poin-poin dari sistem serta kebijakan tersebut:
1. Berkshire telah dan akan terus menjadi perusahaan konglomerasi dengan kepemilikan
anak-anak usaha yang luas dan menyebar. Kami masuk ke bidang industri/usaha
apapun selama ada peluang, dan hanya akan dibatasi pada industri-industri yang kami
tidak memiliki bayangan soal bagaimana kinerja mereka kedepannya.
2. Perusahaan-perusahaan yang kami miliki masing-masing dikelola oleh para CEO-nya
secara independen, nyaris tanpa campur tangan sama sekali dari pihak Berkshire
sebagai pemilik.
3. Di kantor pusat Berkshire, tidak ada apapun kecuali ruangan kantor kecil berisi meja
dan kursi chairman, seorang CFO (chief financial officer), dan beberapa asisten yang
membantu CFO dalam melakukan audit, kontrol internal, dll.
4. Kami memiliki beberapa perusahaan asuransi, dimana selain mereka menghasilkan
keuntungan underwriting bagi Berkshire, mereka juga menghasilkan ‘float’, yakni
dana premi yang dibayarkan nasabah asuransi namun belum kami kembalikan lagi
mereka, dimana dana ini bisa digunakan untuk investasi.
5. Kami tidak memiliki kebijakan-kebijakan terkait benefit (diluar gaji) bagi pegawai di
Berkshire, seperti opsi saham, insentif, dana pensiun, dan semacamnya, karena setiap
anak-anak usaha kami sudah memiliki kebijakannya masing-masing terkait hal
tersebut.
6. Kami biasanya mengakuisisi anak usaha baru menggunakan dana tunai yang tersedia,
bukan dana hasil penerbitan saham.
7. Berkshire tidak akan membayar dividen selama kami masih bisa menginvestasikan
kembali perolehan laba perusahaan, sehingga meningkatkan nilai laba itu sendiri di
masa depan
www.teguhhidayat.com
Page 23
8. Dalam membeli/mengakuisisi sebuah perusahan, kami selalu berusaha untuk
membayar pada harga yang wajar untuk memperoleh sebuah bisnis yang bagus
yang kami pahami. Kami juga menginginkan agar perusahaan tersebut memiliki
CEO-nya sendiri, tentunya yang bisa kami percaya. Dia juga harus mampu
mengelola perusahaan tanpa memerlukan bantuan apapun dari Berkshire sebagai
pemegang saham.
9. Ketika memilih CEO untuk tiap-tiap anak usaha, kami menekankan faktor
kepercayaan, kemampuan, energi, dan kesukaan dari si CEO terhadap bidang usaha
yang dijalani perusahaan itu sendiri.
10. Kami hampir tidak pernah menjual anak-anak usaha kami, entah sebagian sahamnya
ataupun seluruhnya.
11. Kami hampir tidak pernah memindahkan seorang CEO dari salah satu anak usaha, ke
anak usaha lain yang bermain di bidang usaha yang sama sekali berbeda.
12. Kami tidak pernah meminta seorang CEO dari anak usaha kami untuk pensiun, jika
alasannya hanya karena soal usia.
13. Berkshire akan selalu menekan jumlah utang hingga sekecil mungkin, dan kami juga
selalu menyediakan uang tunai untuk jaga-jaga jika kami memperoleh peluang
investasi tertentu yang tidak biasa (misalnya ketika terjadi krisis).
14. Kami akan selalu mengakuisisi/membeli perusahaan dengan cara baik-baik, dan
bukan dengan cara memaksa apalagi sampai merugikan pihak penjual.
Di Berkshire, Warren sebagai chairman sekaligus CEO hanya perlu fokus pada beberapa
pekerjaan berikut:
1. Dia mengelola hampir seluruh investasi yang ditempatkan pada saham-saham yang
diperdagangkan di pasar modal, biasanya menggunakan dana premi yang dibayarkan
nasabah dari perusahaan-perusahaan asuransi yang kami miliki.
2. Dia memilih CEO untuk anak-anak usaha yang penting, termasuk memilih penerus
mereka jika ada salah satu CEO tersebut yang sewaktu-waktu mengundurkan diri
atau dipecat.
3. Dia akan menempatkan sebagian besar uang tunai yang tidak/belum digunakan untuk
investasi, pada anak-anak usaha untuk meningkatkan modal, setelah anak-anak usaha
tersebut telah meningkatkan kemampuan kompetitifnya secara maksimal. Diluar
itu, ketika Berkshire memiliki uang tunai maka uang tersebut akan selalu digunakan
untuk mengakuisisi anak-anak usaha yang baru.
4. Dia selalu tersedia untuk dihubungi/ditelpon kapan saja oleh para CEO dari anakanak usaha Berkshire.
5. Dia selalu menulis suatu surat yang panjang dalam bentuk ‘ Berkshire annual letter’,
yang berisi penjelasan tentang kinerja perusahaan dan harapan kedepannya, dari
sudut pandang sebagai pemegang saham yang pasif (bukan chairman). Dia juga bisa
menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para pemegang saham di Berkshire selama
berjam-jam, pada pertemuan tahunan para pemegang saha Berkshire.
6. Dia selalu berupaya untuk menjadi contoh bagi orang-orang disekitarnya (dan
bukannya menggurui), tentang bagaimana seharusnya seorang investor dalam
melakukan investasi.
7. Dia banyak menghabiskan waktu dengan duduk di tempat yang hening untuk
membaca, dan berpikir.
8. Dia juga banyak menghabiskan waktu untuk memikirkan, secara antusias, tentang
prestasi atau pencapaian luar biasa yang diraih oleh orang-orang lain, baik itu
investor atau bukan.
www.teguhhidayat.com
Page 24
Elemen-elemen sistem manajemen dan kebijakan diatas sangatlah tidak biasa. Saya belum
pernah menemukan satu perusahaan besar yang menerapkan paling tidak separuh dari
kebijakan-kebijakan diatas.
Namun bagaimana bisa sistem kebijakan di Berkshire menjadi sangat berbeda dibanding
perusahan-perusahaan lain? Well, entahlah. Namun Warren, bahkan sejak ia masih berusia
34 tahun, ia telah menguasai 45% saham di Berkshire, dan ia memperoleh kepercayaan
penuh dari para pemegang saham lainnya untuk menerapkan sistem manajemen dan
kebijakan apapun bagi perusahaan. Dan dia benar-benar melakukannya: Di Berkshire,
Warren menerapkan sistemnya sendiri.
Lalu apa sebenarnya tujuan Warren ketika ia mendesain dan menerapkan kebijakankebijakannya pada Berkshire? Setelah pengamatan selama beberapa dekade, berikut adalah
jawaban yang bisa saya berikan:
1. Dia ingin memaksimalkan banyak hal hal positif seperti: 1. Cara berpikir yang
rasional, 2. Kemampuan dalam berinvestasi, dan juga 3. Pengabdian serta totalitas
bagi Berkshire, dimulai dari dirinya sendiri.
2. Dia menginginkan ‘win-win solution’ bagi semua pihak yang berhubungan dengan
Berkshire.
3. Dia menginginkan keputusan investasi yang memaksimalkan kinerja perusahaan
dalam jangka panjang, biasanya dengan cara meminta saran dari orang-orang yang
sudah sangat berpengalaman di bidangnya (contohnya: CEO dari perusahaan yang
diakuisisi oleh Berkshire).
4. Dia ingin meminimalisir dampak buruk dari rumitnya birokrasi dari kantor pusat
Berkshire sebagai pemilik perusahan (dan itu sebabnya Berkshire biasanya tidak ikut
campur terhadap kegiatan operasional dari anak-anak usahanya, melainkan
menyerahkan itu sepenuhnya kepada masing-masing CEO).
5. Dia ingin, secara pribadi, memberikan kontribusi kepada dunia dengan cara
menyebar luaskan ilmu pengetahuan serta kebijaksanaan dalam berinvestasi,
seperti ketika Ben Graham mengajarkan dan menyebar luaskan ilmu pengetahuan
tentang value investing.
Catatan Penerjemah: Terkait poin 5 diatas, saya baru mengerti kenapa Buffett rutin
menulis ‘annual letter’ bagi pemegang saham Berkshire setiap tahunnya, dan itu
bukan karena ia sekedar hendak menyampaikan kinerja Berkshire dalam satu tahun
tertentu, melainkan karena ia hendak berbagi pengalaman, ilmu pengetahuan,
serta kebijaksanaan dalam berinvestasi bagi siapapun yang membaca annual
letter tersebut (tidak hanya pemegang saham Berkshire). Ketika nanti Buffett
semakin tua dan akhirnya meninggal dunia, maka ia akan meninggalkan warisan
yang sangat berharga bagi investor manapun di seluruh dunia, dan itu bukanlah
harta kekayaannya, melainkan tulisan-tulisannya tadi. Guru Buffett, Benjamin
Graham, dikenal dunia bukan karena dia kaya raya, tapi karena dia menulis buku
berjudul ‘The Intelligent Investor’ yang kemudian menjadi semacam ‘kitab suci’ bagi
para investor saham. Dan warisan dalam bentuk ilmu pengetahuan tentunya jauh
lebih berharga dibanding harta kekayaan itu sendiri bukan?
Namun Buffett tidak pernah menulis buku, yang mungkin karena dia tidak sempat
untuk itu (saat ini ada banyak buku tentang Warren Buffett, tapi semuanya ditulis
oleh penulis lain, bukan Buffett sendiri). Tapi karena dia rutin menulis annual letter
sejak tahun 1957 (sejak ia mendirikan Buffett Partnership) sampai sekarang dan
www.teguhhidayat.com
Page 25
mungkin seterusnya, maka Buffett sejatinya justru telah menghasilkan karya tulis
yang jauh lebih banyak dibanding penulis manapun tentang investasi.
Faktanya, Buffett menjadi terkenal dan disukai oleh para investor-investor saham di
seluruh dunia bukan hanya karena dia sukses dan kaya raya sehingga bisa
dijadikan sebagai teladan atau panutan, tapi juga karena ia sangat murah hati
dalam berbagi ilmu tentang investasi, yakni melalui annual letternya.
Ketika Warren mengembangkan sistem manajemen di Berkshire, apakah dia sebelumnya
sudah memprediksi tentang keuntungan-keuntungan apa saja yang bisa diperoleh jika sistem
itu diterapkan? Tidak. Yang dia lakukan adalah ini: Ia menerapkan berbagai macam sistem,
kebijakan, metode kerja, dan strategi pada Berkshire. Ketika ada satu strategi yang
menghasilkan dampak negatif, maka strategi itu ditinggalkan. Namun ketika ada satu
strategi lainnya yang menghasilkan manfaat positif, maka strategi itu kemudian akan
dipertahankan dan diperkuat.
Jadi seluruh sistem manajemen dan kebijakan yang sudah dibahas diatas tidaklah muncul
atau diciptakan secara tiba-tiba, dan juga tidak langsung diterapkan sejak awal Warren
mengakuisisi Berkshire, melainkan merupakan buah dari pengalaman Warren selama 50
tahun terakhir sebagai chairman dari Berkshire Hathaway.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana bisa Berkshire, dibawah pimpinan Warren, menghasilkan
kinerja yang sangat baik? Dalam hal ini ada empat faktor yang saya perhatikan:
1. Faktor keunikan yang konstruktif/membangun dari Warren
2. Faktor keunikan yang konstruktif dari sistem manajemen dan kebijakan yang
diterapkan Warren di Berkshire,
3. Faktor keberuntungan, dan
4. Pengabdian dan kesetiaan yang terus menerus dari para pemegang saham di
Berkshire, termasuk dari para ‘penggemar’ dan juga wartawan media.
Saya percaya bahwa keempat faktor diatas masih ada sampai sekarang, dan juga membantu
Berkshire untuk terus maju.
Diluar keempat faktor diatas, keputusan Warren untuk membatasi aktivitasnya hanya pada
sedikit pekerjaan untuk kemudian fokus pada pekerjaan-pekerjaan tersebut, juga turut
membantu Berkshire menjadi sukses seperti sekarang. Warren adalah benar-benar seorang
investor sejati, dimana ia sangat ahli dalam bidang investasi namun tidak tahu apa-apa soal
bidang lain. Alasan dibalik suksesnya Warren sebagai investor adalah sama dengan alasan
kesuksesan Roger Federer sebagai pemain tenis: Senantiasa fokus pada bidangnya.
Warren menggunakan ‘winning srategy’ yang dimiliki oleh pelatih olaharaga bola basket,
John Wooden, yakni: Mengatur alokasi waktu bermain sedemikian rupa sehingga ia selalu
bisa menempatkan tujuh pemain terbaiknya di lapangan. Dengan cara ini maka tim lawan
selalu menghadapi para pemain terbaiknya di lapangan, dan bukan pemain lapis dua. Dan
hasilnya ia kemudian nyaris selalu memenangkan pertandingan.
Namun pada Warren, kemampuan tersebut terkonsentrasi hanya pada satu ‘pemain’, bukan
tujuh (pada tim basket Wooden, jika ada satu pemain terbaiknya yang tidak bisa bermain,
maka praktis kekuatan seluruh tim akan berkurang). Selain itu kemampuan investasi milik
Warren senantiasa meningkat dari waktu ke waktu seiring pengalaman, dan bukannya
berkurang seperti yang dialami oleh atlet bola basket.
www.teguhhidayat.com
Page 26
Warren juga senantiasa menempatkan seluruh kekuatan dan kendali atas tiap-tiap perusahaan
dibawah naungan Berkshire hanya pada satu tangan, yakni CEO dari tiap-tiap perusahaan
tersebut, dan itu memperkuat ‘metode John Wooden’ tadi. Hasilnya, kinerja dari CEO yang
ditunjuk biasanya terus meningkat, demikian pula dengan kinerja perusahaan (yang dikelola
CEO tersebut) secara keseluruhan. Ketika kinerja perusahaan-perusahaan terus meningkat,
maka Berkshire sebagai pemilik bisa lepas tangan terhadap operasional perusahaan, dan
sepenuhnya fokus untuk mencari perusahaan baru untuk diakuisisi.
Apakah Berkshire mengalami kesulitan karena posisinya sebagai perusahaan konglomerasi
dengan kepemilikan anak-anak usaha yang (mungkin) terlalu luas dan menyebar? Tidak.
Justru dengan demikian maka Berkshire mampu meraih setiap peluang yang ditawarkan oleh
banyak sekali bidang-bidang usaha yang berbeda. Sementara efek buruknya, jika ada, sejak
awal sudah diminimalisir oleh kemampuan investasi Warren.
Kenapa Berkshire lebih suka membeli perusahaan menggunakan uang tunai, dan bukan
dengan memberikan/menukar sebagian sahamnya? Well, itu karena kami sulit sekali
menemukan sesuatu yang cukup berharga untuk bisa ditukar dengan saham Berkshire.
Apa saja kesalahan besar yang dilakukan Berkshire dibawah kepemimpinan Warren?
Kesalahan kami biasanya adalah ketika kami tidak membeli saham/perusahaan tertentu
padahal kami seharusnya membelinya. Contohnya ketika kami tidak membeli saham
Walmart, padahal ketika itu kami sudah bisa melihat bahwa itu akan menjadi investasi yang
sangat baik. Saya kira, nilai aset bersih Berkshire pada saat ini seharusnya sekitar US$ 50
milyar lebih besar andaikan perusahaan telah mengambil beberapa peluang investasi tertentu,
namun sayangnya kami tidak mengambil peluang-peluang tersebut. Kami seringkali tidak
cukup cerdas untuk bisa mengenali adanya peluang investasi di saham/perusahaan tertentu,
sehingga kami kemudian mengabaikan perusahaan tersebut.
Apakah kinerja Berkshire yang luar biasa selaam 50 tahun terakhir akan terus berlanjut
kedepannya, bahkan ketika nanti Warren tidak lagi menjadi chairman?
Jawabannya adalah ya. Berkshire saat ini berada dalam posisi dimana kami memiliki
perusahaan-perusahaan dengan keunggulan kompetitif dimana keunggulan tersebut akan bisa
bertahan untuk jangka panjang. Kinerja Berkshire akan tetap bagus hingga seterusnya
bahkan jika, 1. Warren mengundurkan diri besok, 2. Penerusnya adalah seseorang yang
biasa-biasa saja, dan 3. Berkshire tidak lagi mengakuisisi perusahaan-perusahaan besar.
Terakhir, apakah kinerja Berkshire yang luar biasa dalam 50 tahun terakhir memberikan
implikasi yang bisa berguna bagi seseorang atau perusahaan tertentu diluar Berkshire itu
sendiri.
Jawabannya adalah ya, tentu saja. Di tahun-tahun awal Warren mengelola Berkshire, dia
dihadapkan pada tugas yang maha sulit: Mengubah perusahaan kecil dan tidak berguna
menjadi perusahaan besar dan menguntungkan. Dan ia mampu melakukannya, dengan cara
1. Menghindari administrasi dan birokrasi perusahaan yang rumit, 2. Terus senantiasa
meningkatkan kemampuannya sendiri (dalam berinvestasi dll), dan 3. Terus membawa
orang-orang dengan karakter yang mirip dengannya, kedalam perusahaan.
www.teguhhidayat.com
Page 27
Ketiga sistem diatas saja, terutama yang pertama yakni menghindari birokrasi perusahaan
yang rumit (di Berkshire hanya ada chairman sekaligus CEO, vice-chairman, beberapa
investment manager, CFO, dan para asistennya, dan ini berbeda dengan perusahaan lain yang
punya departemen atau divisi ini dan itu), jika itu diterapkan di perusahaan lain maka
hasilnya akan luar biasa. Contoh dari ‘memperbaiki birokrasi yang rumit’ adalah ketika
panglima perang George Marshall memperoleh persetujuan dari Kongres Amerika Serikat
untuk memilih jendral-jendralnya sendiri tanpa perlu mempertimbangkan faktor senioritas
dari para jendral tersebut di kemiliteran.
Dan hasilnya, Amerika memenangkan perang dunia kedua!
Sincerely,
Charles T. Munger
Tentang www.teguhhidayat.com
‘Indonesia Value Investing’ dengan alamat www.teguhhidayat.com, adalah sebuah blog
yang menyajikan artikel-artikel terkait dunia investasi saham di Indonesia, atau lebih
spesifiknya lagi tentang value investing. Kami secara rutin mempublikasikan satu artikel
baru setiap minggunya yang berisi tentang:
1. Edukasi/ilmu pengetahuan terkait investasi saham,
2. Tips-tips sukses dalam investasi/trading saham
3. Sharing pengalaman penulis (Teguh Hidayat) sebagai investor saham, dan juga
pengalaman investor-investor lainnya
4. Analisis detail dan tajam dari saham-saham pilihan,
5. Analisis sektoral, IHSG, ekonomi makro, dan lain-lain.
Semua artikel-artikel tersebut bersifat terbuka untuk umum dan bisa dibaca oleh siapa saja
tanpa terkecuali. Sejak tahun 2010 hingga sekarang (dan mudah-mudahan hingga
seterusnya), rata-rata pembaca kami berkomentar bahwa artikel-artikel yang disajikan
senantiasa simpel namun berbobot, dan yang terpenting: Enak dibaca dan juga mudah
dimengerti, bahkan untuk mereka yang masih awam tentang investasi saham sekalipun.
Selain artikel-artikel mingguan yang bisa anda baca secara gratis, kami juga menyediakan
beberapa layanan berbayar, seperti kelas seminar investasi saham (terutama di Jakarta),
analisis saham kuartalan, konsultasi saham, dan kelas/konsultasi saham secara private,
entah itu langsung dengan Teguh Hidayat atau salah satu dari investment expert kami.
Untuk keterangan lebih lanjut bisa hubungi nomor telepon 081220445202 (Ms. Nury), atau
Pin BB 2850E045 (Ms. Nury). Atau anda bisa buka langsung www.teguhhidayat.com.
Ebook ‘Berkshire Hathaway 50 Years Anniversary’ ini bersifat gratis dan terbuka untuk
umum. Anda diperbolehkan untuk membagikannya kepada orang lain tanpa mengubah isi
yang terkandung didalamnya. Ebook ini juga bisa di-print diatas kertas, jika perlu.
Sincerely,
Teguh Hidayat
www.teguhhidayat.com
Page 28
Download