kepemimpinan abu bakar ash-shiddiq dan nilai

advertisement
KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ
DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
HERMANTO
NIM 208011000042
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
ABSTRAK
HERMANTO (NIM: 208011000042). KEPEMIMPINAN ABU BAKAR
ASH-SHIDDIQ DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG
TERKANDUNG DI DALAMNYA.
Kata kunci : Kepemimpinan dan Nilai-nilai Pendidikan Islam
Kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin dan
yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang sebagai hasil
dari interaksi otomatis diantara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin.
Permasalahan yang diangkat pada penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui
bagaimanakah kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan nilai-nilai pendidikan
Islam yang terkandung di dalamnya.
Abu bakar Ash-Shiddiq merupakan khalifah pertama dalam Khulafa alRasyidin dan ini merupakan anugrah dan keistimewaan yang diberikan Allah
kepadanya, yang dilandasi oleh keimanan yang kokoh, telah banyak yang ia
lakukan. Ia selalu siaga membela Nabi dalam berdakwah, sebagaimana
pembelaanya terhadap kaum muslimin. Kepentingan Rasulullah SAW lebih
diutamakan dari pada kepentingan dirinya sendiri. Bahkan dalam segala situasi, ia
selalu mendampingi perjuangan Nabi SAW. Kesempurnaan akhlaknya tersebut
memberi nilai-nilai pendidikan yang patut kita teladani yang diantaranya;
Ketegasan, keberanian, kedermawanan, keadilan, kejujuran, dan kewibawaan.
Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (Library Research)
yaitu suatu jenis penelitian yang mengacu pada khazanah kepustakaan seperti
buku-buku, artikel dan lain-lain. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan
metode analisis deskriptif yaitu penulis menganalisis masalah yang akan dibahas
dengan cara mengumpulkan data-data kepustakaan dengan membaca, meneliti,
menela’ah dan menghimpun dan menganalisa beberapa literature yang ada
relevansinya dengan topik pembahasan skripsi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq banyak mengandung nilai-nilai
pendidikan Islam antara lain: Ketegasan, keberanian, kedermawanan, keadilan,
kejujuran dan kewibawaan.
i
KATA PENGANTAR
   
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan limpahan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Nilai-nilai Pendidikan
Islam yang Terkandung di Dalamnya”. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada sang pemimpin umat islam yang telah membawa risalah
cahaya Islami, yakni baginda Rasulullah SAW.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi
strata satu (S-1) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Banyak sekali rintangan serta hambatan yang penulis rasakan dalam
penulisan skripsi ini, namun Alhamdulillah berkat pertolongan dan bantuan dari
berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama kepada
Ayahanda Muhammad Nasir dan Ibunda Siti Arisah tercinta yang telah
membiayai kuliah, memberikan do’a, curahan kasih sayang, motivasi dan saran
baik secara moril maupun materil sehingga Alhamdulillah penulis dapat
menyelesaikan kuliah ini. Selanjutnya penulis perlu menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya terutama kepada:
1.
Ibu Dra. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, dan Ibu Hj. Marhamah Shaleh, Lc.
MA, selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
3.
Bapak Drs. H. Ghufron Ihsan, MA, selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah sabar membimbing, memberikan saran, arahan, motivasi dan telah
meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran di sela-sela kesibukannya dalam
penyusunan skripsi ini.
ii
4.
Seluruh Dosen, Staf dan Karyawan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan pengetahuan, pemahaman dan pelayanan selama
melaksanakan studi.
5.
Seluruh Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan FITK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kemudahan baik selama studi
maupun dalam penulisan skripsi.
6.
Orang tua tercinta Muhammad Nasir dan Siti Arisah yang telah membiayai,
memberikan motivasi, doa serta kasih sayang hingga terselesainya skripsi ini.
Saya mungkin belum bisa membalas kebaikan semuanya itu, saya hanya bisa
mengucapkan Syukron katsiron Jazakumullah ahsana jaza. Amiin.
7.
Teman-teman PAI seperjuangan, khususnya kelas B angkatan 2008-2009
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas segala
perhatian, dukungan serta motivasinya. Semoga Allah meridhoi segala usaha
dan harapan kita, serta silaturrahmi diantara kita tetap terjalin.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua
pihak atas seluruh bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis
dalam menyusun skripsi ini semoga Allah SWT senantiasa memberikan sinar
terang kepada seluruh hambanya dan semoga aktivitas penulis selalu diberkahiNya dan diberikan hidayah-Nya.
Terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, serta penulis juga berharap kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan selanjutnya.
Jakarta,
April 2014
Hermanto
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
ABSTRAKS ....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
iv
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ........................................................................
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Pembatasan Masalah.................................................................
5
C. Perumusan Masalah .................................................................
6
D. Tujuan Penelitian .....................................................................
6
E. Metode Penelitian ....................................................................
7
RIWAYAT HIDUP ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ
A. Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq sebelum masuk
Islam ........................................................................................
8
1. Nama, Nasab, Kuniyah dan Laqab Abu Bakar
Ash-Shiddiq ........................................................................
8
2. Kelahiran, Gambaran dan Ciri Fisik Abu Bakar
Ash-Shiddiq .........................................................................
9
3. Keluarga Abu Bakar Ash-Shiddiq .......................................
10
4. Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam Masyarakat
Jahiliyah ...............................................................................
10
B. Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq setelah masuk
Islam .........................................................................................
13
1. Keislaman Abu Bakar Ash-Shiddiq.....................................
13
2. Dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq ........................................
15
3. Ujian dan Cobaan yang Dialami Oleh Abu Bakar ...............
16
4. Pembelaan Abu Bakar Ash-Shiddiq kepada Rasulullah ......
iv
18
C. Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq ketika menjadi
Khalifah .............................................................................................
20
1. Proses Pengangkatan Abu Bakar Ash-Shiddiq ....................
20
2. Masa Kepemimpinan Abu Bakar ........................................
22
3. Wafatnya Abu Bakar-Ash-Shiddiq .....................................
29
BAB III PENGERTIAN, DASAR DAN TUJUAN NILAI PENDIDIKAN
ISLAM
A. Pengertian Nilai Pendidikan Islam ...........................................
31
B. Dasar-dasar Nilai Pendidikan Islam .........................................
34
C. Tujuan Menggali Nilai-nilai Pendidikan Islam ........................
40
BAB IV NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG
DALAM KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ DAN
UPAYA IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN
A. Nilai-nilai Pendidikan Islam .....................................................
43
1. Ketegasan .............................................................................
43
2. Keberanian ...........................................................................
45
3. Kedermawanan ....................................................................
49
4. Keadilan ...............................................................................
52
5. Kejujuran .............................................................................
55
6. Kewibawaan ........................................................................
56
B. Implementasi nilai-nilai Pendidikan Islam ...............................
59
1. Ketegasan dalam Mendidik ................................................
59
2. Keberanian dalam Mendidik................................................
62
3. Kedermawanan dalam Mendidik .........................................
65
4. Keadilan dalam Mendidik....................................................
67
5. Kejujuran dalam Mendidik ..................................................
68
6. Kewibawaan dalam Mendidik .............................................
72
v
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................
75
B. Saran .........................................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
79
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kepemimpinan muncul bersama-sama adanya peradaban manusia
yaitu sejak zaman nabi-nabi dan nenek moyang manusia. Sejak itulah terjadi
kerjasama antar manusia, dan ada unsur kepemimpinan.1
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain.
Keberhasilan seorang pemimpin tergantung kepada kemampuannya untuk
mempengaruhinya. Dengan kata lain kepemimpinan dapat diartikan sebagai
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, melalui komunikasi
baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan
orang-orang tersebut agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang
hati bersedia mengikuti kehendak pemimpinnya.2
Kepemimpinan dalam Islam didasari oleh kepercayaan, serta
menekankan pada ketulusan, integritas dan kepedulian. Kepemimpinan
dalam Islam berakar pada kepercayaan dan kesediaan untuk berserah diri
kepada Allah yang Maha Pencipta. Semua kembali kepada menjalankan
kehendak Tuhan. Kepemimpinan Islam sudah merupakan fitrah bagi setiap
manusia yang sekaligus memotivasi kepemimpinan yang Islami. Manusia
diamanati Allah untuk menjadi khalifah Allah (wakil Allah) dimuka bumi,
1
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 28.
2
Pandji Anoraga, Psikologi Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), Cet.
III, h. 2.
1
2
yang bertugas merealisasikan misi sucinya sebagai pembawa rahmat bagi
alam semesta. Konsep amanah yang diberikan kepada manusia sebagai
khalifah fil ardi menempati posisi sentral dalam kepemimpinan Islam.
Logislah bila konsep amanah kekhalifahan yang diberikan kepada manusia
menuntut terjalinnya hubungan interaksi yang sebaik-baiknya antara
manusia dengan pemberi amanah yaitu dengan mengerjakan semua perintah
Allah menjauhi laranganNya, dan ikhlas menerima hukum-hukum atau
ketentuannya.3
Gulen sebagai sejarahwan mengungkapkan sebagaimana dikutip oleh
Fuad Nashori menyebutkan bahwa Nabi Muhammad adalah pemimpin yang
universal sekaligus unik. Beliau telah menjadi model bagi para pemimpin
Islam dan para pengikutnya sepanjang masa. Pemimpin muslim yang sukses
selalu berusaha untuk memperoleh pengetahuan praktis dan juga
kompetensi untuk dapat diterapkan dalam situasi yang tepat. Masyarakat
biasanya akan mengikuti arahan pemimpin apabila mereka percaya bahwa
pemimpin tersebut mengetahui apa yang dilakukannya. Di dalam Islam
calon pemimpin didorong untuk memiliki berbagai karakter yang baik
seperti: kejujuran, kesabaran, kerendahan hati, keluhuran budi, pemahaman
diri, kesediaan untuk berkonsultasi atau meminta pendapat orang lain,
keadilan, kesederhanaan dan bertanggung jawab.4
Kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin
dan yang dipimpin. Kepemimpinan tersebut muncul dan berkembang
sebagai hasil dari interaksi otomatis diantara pemimpin dan individuindividu yang dipimpin.5
Nabi Muhammad tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan
menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau
wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum
muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah tidak lama setelah
beliau wafat, belum lagi jenazahnya dimakamkan sejumlah tokoh Muhajirin
3
Fuad Nashori, Psikologi Kepemimpinan, (Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2009) h. 3.
Ibid.,h. 5.
5
Kartini Kartono, op.cit., h. 5.
4
3
dan
Anshor
berkumpul
dibalai
kota
Bani
Sa’idah.
Mereka
memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah
berjalan cukup lama karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun
Anshor sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin. Namun dengan
semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi akhirnya Abu Bakar terpilih.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar disebut Khalifah
Rasulillah. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat
untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin dan
kepala pemerintahan.6
Pemilihan dan penetapan Abu Bakar sebagai pemimpin dilakukan
secara demokratis. Pencalonannya dilakukan oleh Umar bin Khatab
kemudian disetujui oleh semua umat Islam. Cara ini dilakukan karena
Rasulullah tidak menunjuk pengganti.7
Berdasarkan pengalaman sejarah, beragam latar belakang yang
dialami oleh para pemimpin Islam sebelum mereka menduduki kursi
kepemimpinan.
Rasulullah memimpin umat Islam atas perintah Allah
secara langsung dengan diutusnya beliau menjadi Nabi dan selanjutnya
beliau memperoleh bai’at (janji setia) dari para sahabat. Selanjutnya, para
shahabat radhiyallahu ‘anhum yang terpilih menjadi pemimpin pertama
yang menggantikan beliau setelah wafat adalah Abu Bakar Ash-shiddiq.8
Ada beberapa faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai
pemimpin, yaitu:
1.
Menurut pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah
(pemimpin) haruslah berasal dari suku Quraisy; pendapat ini didasarkan
pada hadits Nabi Muhammad yang berbunyi "al-aimmah min Quraisy"
(kepemimpinan itu di tangan orang Quraisy).
6
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2008), h. 35.
7
Didin Saefuddin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007),
Cet. I, h. 33.
8
Fuad Nashori, op. cit., h. 14.
4
2.
Sahabat sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai
pemimpin karena beberapa keutamaan yang dimilikinya, antara lain adalah
laki-laki dewasa pertama yang memeluk Islam, satu-satunya sahabat yang
menemani Nabi Muhammad SAW pada saat hijrah dari Makkah ke
Madinah dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, beliau
ditunjuk oleh
Rasulullah untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan Abu
Bakar keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
3.
Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama
maupun kekeluargaan.9
Abu Bakar dikenal dengan beberapa julukan di antaranya adalah AshShiddiq yang artinya jujur dan membenarkan, karena beliau selalu mengakui
dan membenarkan Nabi Muhammad dalam segala hal yang beliau
sampaikan. Selain itu sifat Ash-shiddiq selalu menghiasi setiap ucapan dan
tingkah lakunya sehari-hari. Kemuliaan dan keutamaan sifat-sifat Abu
Bakar membuat bangga para ahli ilmu. Mereka tak dapat menentukan, dari
mana harus memulai membahas sifat-sifat utamanya, karena semua dirinya
dan segala yang tampak padanya adalah keutamaan.
Dengan demikian, dapat digambarkan bahwa Abu Bakar memiliki
salah satu sifat utama yang akan senantiasa diingat ketika seseorang
menyebutkan namanya Ash-shiddiq. Itulah sifat yang tidak akan pernah bisa
dilepaskan dari dirinya. Sifat Ash-shidq (jujur) dan Ash-shiddiq (jujur dan
membenarkan) telah menjadi bagian dirinya. Jika nama Abu Bakar
disebutkan, sifat jujur pasti disertakan. Keimanan tak dapat dilepaskan dan
keduanya melekat pada sosok Abu Bakar.10
Pernyataan tersebut menunjukan bahwa Abu Bakar merupakan sosok
yang jujur, dan memiliki keimanan yang kuat yang melekat pada dirinya.
9
Mohd Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1995), h. 77.
10
Musthafa Murad, Kisah Hidup Abu Bakar Al-Shiddiq, (Jakarta: zaman, 2009), Cet.
I, h. 31.
5
Implikasinya terhadap pendidikan Islam adalah dalam pendidikan
sangatlah penting adanya sifat kejujuran, dimana kejujuran seorang pendidik
itu dapat membentuk karakter siswa untuk lebih baik.
Sebagai pemimpin sekaligus sebagai pendidik umat, kepemimpinan
Abu Bakar banyak mengandung nilai-nilai pendidikan antara lain kejujuran,
keberanian, dan lain sebagainya. Hal ini terlihat ketika pidato pertamanya
setelah diangkat menjadi khalifah berbuyi:
Aku diangkat menjadi pemimpin kalian, bukan berarti aku orang yang
terbaik dari kalian. Kalau aku memimpin dengan baik, maka bantulah aku.
Jika aku salah, maka hendaklah kalian meluruskanku. Kejujuran adalah
amanat dan kebohongan adalah khianat. Orang lemah diantara kalian adalah
orang kuat menurut pandanganku sampai aku menunaikan apa yang menjadi
haknya. Orang kuat diantara kalian adalah orang lemah menurut
pandanganku hingga aku menggambil hak darinya.11
Gaya pidato kepemimpinan yang dilakukan Abu Bakar As-shiddiq
tersebut, memiliki implikasi terhadap pendidikan Islam, bahwa para
pendidik yang berfungsi sebagai pemimpin hendaklah bersikap jujur
terhadap anak didiknya. Maka guru yang jujur adalah salah satu alternatif
yang sangat baik dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan Islam.
Pemaparan seperti diataslah yang melatarbelakangi penulis merasa
tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam lagi tentang sosok
kepribadian dan karakter kepemimpinan Abu Bakar Ash-shiddiq.
Dari latar belakang masalah diatas, penulis menuangkan dalam bentuk
skripsi yang berjudul “KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ
DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG
DI DALAMNYA”.
B.
Pembatasan Masalah
Agar pembahasan penelitian ini lebih terarah dan tidak melebar jauh
dari ruang lingkup penelitian, maka penulis membatasi masalah ini pada
11
Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah,
(Jakarta: Pustaka AL-Kautsar, 2007), Cet. 3, h. 8.
6
kepemimpinan Abu Bakar Ash-shiddiq dan nilai-nilai pendidikan Islam
yang terkandung di dalamnya.
C.
Perumusan Masalah
Dengan berpijak dari pemaparan latar belakang masalah yang telah
diuraikan diatas, maka inti yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini
adalah:
1. Bagaimanakah kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq?
2. Nilai-nilai pendidikan Islam apa sajakah yang terkandung dalam
kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq?
3. Bagaimanakah implementasinya terhadap pendidikan?
D.
1.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan utama dari penelitian penulisan skripsi ini adalah penulis
ingin menjelaskan kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan nilai-nilai
pendidikan Islam yang terkandung di dalamnya.
2.
Manfaat Penelitian
a. Memperbanyak khazanah pengetahuan di lingkungan lembaga pendidikan
khususnya dalam pendidikan islam.
b. Menambah khazanah kepustakaan dalam meneliti dan memahami
kepemimpinan Abu Bakar dan nilai-nilai pendidikan Islam.
c. Memberikan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai kepemimpinan
Abu Bakar Ash-shiddiq dan nilai-nilai pendidikan Islam.
E.
Metodelogi Penelitian
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian skripsi ini adalah
metode deskriptif analisis, yaitu penulis menganalisis masalah yang akan
dibahas dengan cara mengumpulkan data-data kepustakaan, yaitu membaca,
meneliti, menelaah, menghimpun dan menganalisa beberapa literature dan
7
kepustakaan yang ada relevansinya dengan masalah yang akan dibahas
dalam penyusunan skripsi ini.
Sumber data yang penulis gunakan adalah buku-buku yang berkaitan
dengan topik pembahasan skripsi, buku-buku tersebut antara lain:
1. Ibrahim al-Quraibi, Tarikh Khulafa’, Jakarta: Qhisti Press, 2009.
2. Husain Muhammad Haikal, Khalifah Rasulullah Abu Bakar Ash-Shiddiq,
Solo CV. Pustaka Mantiq, 1994.
3. Ali Muhammad Ash-shalabi, Biografi Abu Bakar As-shiddiq, Jakarta:
Pustaka Al-kausar, 2013.
4. Al- Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang
Agung, Jakarta: Darul Haq, 2011.
5. Misbah Em Majidy, Abu Bakar The 1st Khalifah, Bandung: PT. Sygma
Examedia Arkanlema, 2013.
BAB II
RIWAYAT HIDUP ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ
A.
Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq Sebelum Masuk
Islam
1.
Nama, Nasab, Kuniyah dan Laqab Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar lahir di Mekkah dua tahun beberapa bulan setelah tahun
Gajah. Namanya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka‟ab
bin Sa‟ad bin Taim bin Murrah bin Ka‟ab bin Lu‟aib bin Ghalib Al-Qurasyi
At-Taimi. Nasab Abu Bakar Ash-Shiddiq bertemu dengan nasab Nabi
Muhammad pada kakek keenam yaitu Murrah bin Ka‟ab.1
Ia memiliki nama Kuniyah Abu Bakar (Bakr), dari kata, “Al-Bakr”
yang artinya adalah unta yang muda dan kuat. Bentuk jamaknya adalah,
“Bikar” dan “abkur”. Orang Arab menyebut Bakr, yaitu moyang sebuah
kabilah yang besar.
Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki sejumlah nama laqab atau julukan
yang kesemuanya menunjukan pengertian luhurnya derajat dan kedudukan
serta kemuliaan jejak langkah dan nasab. Diantaranya adalah Al-‘Atiq dan
Ash-Shiddiq.
Rasulullah SAW menyifatinya dengan “Atiq bin An-nar” (orang yang
terbebas dari api neraka), sehingga dia lebih dikenal dengan nama “Atiq”.
1
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Biografi Abu Bakar As-shiddiq, (Jakarta: Pustaka Alkausar, 2013), h. 22.
8
9
Ada yang mengatakan bahwa ia dipanggil dengan Atiq karena kebagusan
rupanya. Sedangkan gelar Shiddiq, nama julukan ini diberikan oleh
Rasulullah kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq karena ia selalu membenarkan
dan mempercayai Rasulullah. Umat bersepakat atas julukan Ash-Shiddiq
bagi Abu Bakar, karena ia senantiasa langsung membenarkan dan
mempercayai Rasulullah tanpa pernah ia bersikap agak bimbang serta
senantiasa berkomitmen pada kebenaran dan kejujuran, tanpa pernah
melakukan hal-hal yang tidak baik.2
2.
Kelahiran, Gambaran dan Ciri Fisik Abu Bakar Ash-Shiddiq
Ulama sudah tidak berselisih lagi bahwa Abu Bakar dilahirkan setelah
tahun gajah. Namun mereka masih berselisih mengenai kapan persisnya
kelahiran Abu Bakar. Ada sebagian ulama mengatakan, bahwa Abu Bakar
lahir tiga tahun setelah tahun gajah. Ada pula yang mengatakan, dua tahun
enam bulan setelah tahun gajah. Dan ada pula yang mengatakan dua tahun
beberapa bulan setelah tahun gajah, tanpa menyebutkan jumlah bulannya
secara spesifik.
Abu Bakar tumbuh dan berkembang dengan mulia dan baik dalam
asuhan kedua orang tua yang memiliki kehormatan, kedudukan dan
kemuliaan di tengah kaumnya. Hal ini menjadi salah satu faktor yang
menjadikan Abu Bakar tumbuh dan berkembang sebagai sosok yang
terhormat, mulia dan memiliki kedudukan penting di tengah kaumnya.
Adapun mengenai gambaran dan ciri-ciri fisik Abu Bakar, maka ia
dideskripsikan sebagai sosok yang bertubuh kurus dan berkulit putih.
Aisyah menerangkan ciri fisik Abu Bakar dengan mengatakan, “beliau
berkulit putih, kurus, tipis kedua pelipisnya, kecil pinggang, wajahnya selalu
berkeringat, berkening lebar memiliki urat tangan yang tampak menonjol
2
Ibid., h. 24.
10
dan selalu mewarnai jenggotnya dengan memakai daun pacar maupun daun
pohon al-katam.3
3.
Keluarga Abu Bakar Ash-Shiddiq
Bapaknya adalah Utsman bin Amir bin Amr dan memiliki nama
kuniyah Abu Quhafah. Ia masuk Islam pada Fathu Makkah. Ibunda Abu
Bakar adalah Salma binti Shakhr bin Amr bin Ka‟ab bin Sa‟ad bin Taim.
Nama kuniahnya adalah Ummu Al-Khair.
Ia menikahi dengan empat isteri yang memberinya tiga anak laki-laki
dan tiga anak perempuan. Para isteri Abu Bakar itu adalah; Qutailah binti
Abd Al-Uzza bin Sa‟ad bin Jabir bin Malik, Ummu Ruman binti Amir bin
Uwaimir, Asma‟ binti „Umais bin Ma‟bad bin Al-Harits dan Habibbah binti
Kharijah. Dalam pernikahannya Abu Bakar memperoleh tiga orang laki-laki
dan dua orang perempuan yang diantaranya; Abdurrahman bin Abu Bakar
Ash-Shiddiq, Abdullah bin Abu Bakar Ash-Shiddiq, Muhammad bin Abu
Bakar Ash-Shiddiq, Asma binti Abu Bakar, Ummu Kultsum binti Abu
Bakar. Itulah keluarga Abu Bakar yang diberkahi dan dimuliakan oleh Allah
dengan Islam.4
4.
Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam Masyarakat Jahiliyah
Sejak kecil Abu Bakar hidup seperti layaknya anak-anak lainnya di
kota Mekah. Tatkala usianya menginjak masa dewasa, kemudian beliau
berdagang sebagai penjual kain. Sebagai seorang pedagang kain, Abu Bakar
sangat berhasil dalam usahanya sehingga memperoleh keuntungan yang
besar. Keberhasilan usaha dagangnya disebabkan oleh kepribadian dan
akhlaknya yang mulia, sehingga sangat disenangi orang.5
3
Al- Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang Agung,
(Jakarta: Darul Haq, 2011), Cet. VIII, h. 5.
4
Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit., h. 28.
5
Husain Muhammad Haikal, Khalifah Rasulullah Abu Bakar Ash-Shiddiq, (Solo:
CV. Pustaka Mantiq, 1994), Cet. 1, h. 33.
11
Abu Bakar hidup di Mekah al-Mukkaramah dan tidak pernah
meninggalkan kota suci itu kecuali untuk urusan dagang. Ia tumbuh sebagai
pemuda berakhlak mulia dan memiliki kepribadian yang baik. Selain itu
mempunyai harta yang banyak, mempunyai karisma, kebaikan dan
keutamaan diantara kaumnya. Abu Bakar memberi sesuatu pada orang yang
tidak memilikinya serta kedudukannya tidak bisa dianggap remeh. Abu
Bakar dikenal sebagai seorang yang mulia, jujur, baik, pemurah, baik
ditengah kaum maupun keluarganya. Semua penduduk Mekkah mengakui
hal tersebut.
Imam Nawawi menjelaskan, Abu Bakar adalah pemimpin kaum
Quraisy di masa Jahiliyah, beliau selalu dilibatkan dalam musyawarah, dan
dicintai kaumnya. Ketika Islam datang, Abu Bakar meninggalkan segalanya.
Ia masuk Islam secara sempurna, senantiasa menambah wawasannya,
menambah kebaikannya sampai beliau meninggal dunia.6
Pada masa jahiliyah, Abu Bakar termasuk salah satu orang Quraisy
yang terkemuka, terhormat dan salah satu tokoh terkenal baik. Sebelum
munculnya Islam, kemuliaan dan kehormatan di kalangan Quraisy berada di
tangan sepuluh orang dari sepuluh marga. Dan beliau keturunan dari bani
Taim, Abu Bakar adalah orang yang memegang jabatan yang megurusi alasynaq, yaitu diyat dan denda. Jika ia mengambil alih suatu beban
tanggungan diyat atau denda, lalu ia meminta bantuan kepada kaum
Quraisy untuk ikut menanggungnya, maka mereka mempercayainya dan
meluruskan pengambil alihan tersebut. Namun jika orang lain selain Abu
Bakar yang mengambil alih, maka mereka tidak mau membantu. Dalam
masyarakat jahiliyah, Abu Bakar termasuk salah satu orang terkemuka,
terhormat, terpandang dan terbaik.
Abu Bakar dikenal dengan sejumlah hal yang diantaranya adalah:
1.
Ilmu pengetahuan tentang nasab
Abu Bakar termasuk salah satu ahli nasab dan pakar tentang berita
bangsa Arab. Dalam hal ini, ia memiliki catatan pengalaman dan
6
Ibrahim al-Quraibi, Tarikh Khulafa’, (Jakarta: Qhisti Press, 2009), Cet. I h. 110.
12
kapabilitas yang cukup besar, sehingga menjadikan dirinya master atau
guru bagi banyak para pakar nasab seperti Uqail bin Abu Thalib dan
yang lain.
2.
Perniagaaan
Pada masa sebelum Islam, Abu Bakar adalah seorang saudagar.
Beliau masuk ke Bushra dari negeri Syam untuk berniaga. Ia terbiasa
melintang menjelajahi negeri-negeri yang ada. Ia memiliki modal
sebesar empat puluh ribu dirham. Pada masa sebelum Islam Abu Bakar
adalah sosok yang dikenal sangat dermawan.
3.
Familiar, menarik, bersahabat dan disukai banyak orang
Ibnu Ishaq dalam As-Sirah menuturkan, bahwa mereka sangat
menyukai Abu Bakar dan senang kepadanya. Mereka mengakui bahwa
beliau adalah sosok yang memiliki keutamaan yang agung dan akhlak
yang mulia.
4.
Tidak pernah meminum minuman keras
Abu Bakar termasuk orang yang paling menjaga kehormatannnya,
sampai beliau mengharamkan minuman keras atas dirinya sendiri
sebelum Islam.
5. Tidak menyembah berhala
Abu Bakar sama sekali tidak pernah menyembah berhala. Beliau
berkata ditengah-tengah sekumpulan para sahabat, “Aku sama sekali
tidak pernah menyembah berhala, bahkan sampai aku mulai menginjak
akil baligh.7
Demikianlah Abu Bakar dengan keutamaan-keutamaan yang ada pada
dirinya. Beliau dikenal sebagai orang yang rendah hati, pemaaf dan
dermawan. Beliau juga paling mengerti dengan garis keturunan Arab.
Kejujuran, kesucian hatinya serta sikap yang luwes terhadap orang lain
membuat ia sukses dalam berbisnis. Abu Bakar telah mengharamkan khamr
atas dirinya, beliau tidak pernah meminum minuman haram tersebut setetes
pun selama hidupnya. Baik pada masa jahiliyah, maupun setelah beliau
7
Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit., h. 36.
13
memeluk agama Islam. Abu Bakar juga sama sekali tidak pernah sujud di
hadapan berhala.
Betapa mulianya Abu Bakar, sosok yang memiliki nilai-nilai yang
luhur, akhlak terpuji, watak dan karakter yang mulia dalam masyarakat
Quraisy sebelum Islam.
B.
Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq Setelah Masuk Islam
1.
Keislaman Abu Bakar Ash-Shiddiq
Keislaman Abu Bakar adalah hasil dari sebuah perjalanan yang
panjang dalam usaha mencari agama yang benar dan selaras dengan fitrah
yang lurus dan mampu memenuhi dan hasrat spiritualnya serta sesuai
dengan akal yang cerdas serta daya fikir yang tajam. Abu Bakar termasuk
orang yang menjaga diri di masa jahiliyah. Dia tidak pernah bersujud
kepada berhala dan bahkan berusaha mencari agama yang benar dan sesuai
dengan fitrah yang suci. Dengan profesinya sebagai pedagang, beliau sering
melakukan perjalanan jauh ke berbagai wilayah. Dalam perjalananya inilah
beliau selalu berhubungan dengan penganut berbagai agama demi mencari
agama yang paling benar sesuai fitrah manusia.8
Pengetahuan dan wawasan Abu Bakar yang mendalam serta
hubungannya yang sangat kuat dengan nabi adalah faktor signifikan yang
memotivasi dirinya untuk langsung memenuhi dan menerima dakwah Islam
melalui Nabi Muhammad. Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran
yang dibawa oleh nabi Muhammad. Dikarenakan sejak kecil, ia telah
mengenal keagungan Rasulullah Saw. Beliau dikenal sebagai sosok yang
ramah, jujur, halus, santun dan penuh kesopanan serta memiliki watak dan
kepribadian yang baik dan mulia. Ia tidak segan untuk menumbuhkan
segenap jiwa dan harta bendanya untuk Islam.9
8
Ibid., h. 42.
Ibid., h. 42.
9
14
Suatu kisah seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas‟ud yang
diceritakan sendiri oleh Abu Bakar, tentang bagaimana Abu Bakar ashshiddiq memeluk agama Islam.
Aku menemui seorang ahli kitab. Ketika ahli kitab ini melihatku, dia
berkata „Tampaknya kau berasal dari Haram.‟Aku berkata “Ya, aku dari
Haram.” Kemudian ahli kitab itu berkata “Tampaknya kau berasal dari suku
Quraisy?” Aku berkata “Ya.” Kemudian dia berkata “Tampaknya kau
berasal dari Bani Taim?” Aku berkata “Ya.” Orang tua itu terus
menyambung katanya, “Ada satu hal yang hendak aku tanyakan darimu,
yaitu tentang diri tuan sendiri. Apakah tak keberatan jika aku lihat
perutmu?” “Aku menolak dan bertanya” “Kau harus memberitahuku dulu,
kenapa aku harus melihatkan perutku?” Kemudian dia berkata padaku “aku
membaca di dalam kitab suci, bahwa seorang nabi akan diutus di Haram,
dan dua orang akan bersama nabi ini dan menolongnya di sepanjang waktu.
Yang satu adalah anak muda, dan yang kedua adalah orangtua paruh baya.
Dan untuk orang yang paruh baya, tubuhnya kurus dan punya kulit yang
sangat putih. Dia punya tanda di atas perutnya, dia juga punya tanda di paha
kirinya. Aku telah melihat semua tanda yang tersembunyi. Tunjukkan aku
perutmu. Aku menunjukkan perutku dan melihat ada tanda di atas perutku.
Dia bersumpah demi Tuhan dari Ka‟bah aku bersumpah demi Tuhan dari
Ka‟bah bahwa kaulah orangnya yang telah disebutkan dalam kitab suci
kami. Kemudian dia memberiku nasihat yang baik. Dan setelah
menyelesaikan pekerjaanku, aku meninggalkan Yaman dan berjalan menuju
Makkah al- Mukarramah, dan aku menunggu kedatangan nabi terakhir ini.”
Dan ketika dia tahu bahwa nabi terakhir ini tidak lain tidak bukan
adalah teman masa kecilnya, yaitu Muhammad bin Abdullah. yang telah
menerima wahyu dari Allah, maka tanpa keraguan sedikit pun, Abu Bakar
langsung beriman dan mengucapkan kalimat La ilaha ilallah muhammadar
rasulullah.10
10
http://www.lampuislam.blogspot.com/2013/08/besarnya-cinta-abu-bakar-ashshiddiq-ra.html.Diakses pada 16 Maret 2014.
15
Tak ada yang membantah, Abu Bakar tergolong pembesar Quraisy di
masa Jahiliyah ditengah kaumnya, Abu Bakar dicintai dan terpandang dan
punya kedudukan tinggi, karena beliau memiliki akhlak dan etika terpuji,
menjauhi adat-adat buruk Jahiliyah yang dilakukan kebanyakan orang.
Karakter yang Abu Bakar miliki mendorongnya untuk langsung menerima
dakwah baru dari Nabi Muhammad dengan semangat dan penuh kerinduan.
Ia seakan mendapatkan mutiaranya yang hilang dan selama ini dinantikan.
Abu Bakar termasuk orang yang pertama kali menyambut dan memeluk
Islam, membawa panjinya, dan bahu membahu mendakwahkannya bersama
Nabi Muhammmad. Abu Bakar memiliki peranan yang besar dalam
keislaman beberapa sahabat yang lain.
Imam Nawawi menjelaskan, bahwa Allah-lah yang menamakan Abu
Bakar melalui lisan Nabi Muhammmad, dengan Nama ash-Shiddiq. Alasan
pemberian nama itu adalah karena Abu Bakar segera membenarkan dan
terus membenarkan Rasulullah. Abu Bakar tidak pernah menunda-nunda
atau menangguhkannya dalam kondisi apapun. Dalam sejarah Islam Abu
Bakar telah menorehkan kisah-kisah cemerlang.11
2.
Dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Sejak hari pertama Abu Bakar sudah bersama-sama dengan
Muhammad
melakukan
dakwah
demi
agama
Allah.
Keakraban
masyarakatnya dengan dia, kesenangannya bergaul dan mendengarkan
pembicaraannya, besar pengaruhnya terhadap muslimin yang mula-mula
dalam Islam itu. yang mengikuti jejak Abu bakar menerima Islam ialah
Usman bin Affan, Abdur-Rahman bin auf, Talha bin ubaidillah, Sa‟ad bin
abi waqqas dan zubair bin awam. sesudah mereka yang kemudian menyusul
masuk Islam atas ajakan Abu Bakar ialah Abu ubaidah bin jarrah dan
banyak lagi yang lain dari penduduk mekah.
Abu Bakar membawa para sahabat yang mulia tersebut satu persatu
secara sendiri-sendiri, lalu masuk Islam dihadapan Rasulullah. Maka mereka
11
Ibrahim al-Quraibi, Tarikh Khulafa’, (Jakarta: Qhisti Press, 2009), Cet. I, h. 112.
16
pun menjadi tiang dan pilar-pilar yang menjadi penyangga pertama dan
utama untuk dakwah Islam. Mereka adalah tokoh-tokoh yang menjadi bekal
pertama dan utama dalam menguatkan dan memperkokoh posisi Rasulullah.
Jejak dan catatan Abu Bakar begitu besar ditengah kaum dan klannya. Abu
Bakar adalah sosok yang disukai dan dicintai kaumnya, familiar, bersahabat,
mudah diterima, lembut, ramah, orang Quraisy yang paling pakar tentang
nasab Quraisy, bahkan ia adalah pakar nasab yang tidak ada duanya pada
zamannya. Abu Bakar adalah sosok pemimpin dan pemuka yang dihormati,
dermawan dan gemar membantu. Beliau biasa menyediakan jamuan bagi
para tamu dalam bentuk yang tidak ada seorangpun yang melakukannya.
Disamping itu beliau adalah sosok yang memiliki lisan yang fasih. 12
Demikian setianya Abu Bakar kepada Nabi Muhammad dan agama
Islam, sehingga seluruh kekuatan yang dimilikinya semua dikerahkan untuk
kepentingan dan kejayaan Islam. Ini tidak hanya ketika ia berada di kota
Mekah, tetapi juga pada periode Madinah. Jasa beliau sangat banyak dalam
upaya pengembangan ajaran Islam di kota Madinah, terlebih saat ia terpilih
sebagai seorang pemimpin Islam yang pertama, yang menggantikan
kedudukan Nabi Muhammad sebagai pemimpin umat Islam.
3.
Ujian dan Cobaan yang Dialami Oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq
Seiring berjalannya waktu Abu Bakar terus memotivasi Rasulullah
untuk berdakwah secara terbuka hingga akhirnya Rasulullah menyetujui
gagasan Abu Bakar untuk berdakwah secara terbuka dihadapan kaumnya.
Rasulullah beserta para sahabatnya kemudian pergi kemasjid haram untuk
mensyiarkan risalah Islam. Ditempat tersebut Abu Bakar mengatakan
dihadapan publik, menjelaskan inti ajaran Islam dan mengajak kaumnya
memeluk agama mulia ini.
Utbah bin Rabi‟ah salah seorang diantara kerumunan itu sangat geram
mendengar perkataan Abu Bakar. Ialu menemui putra Abu Quhafah ini yang
berada persis di samping Rasulullah. Dia mencaci Abu Bakar dan
12
Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit., h. 47.
17
Rasulullah, bahkan sempat menarik sorban beliau. Melihat hal tersebut, Abu
Bakar dengan keras mencegah Utbah. Benturan fisik diantara keduanya pun
terjadi. Utbah menghantamkan dua sandalnya ke wajah Abu Bakar, wajah
Abu Bakar dipukul terus terusan hingga wajah Abu Bakar membengkak
hingga tidak diketahui lagi bentuk hidungnya darah pun mengalir di
wajahnya mata hitam Abu Bakar mulai terlihat sayu dan ia pun jatuh
pingsan selang berapa saat datanglah segerombolan kabilah Abu Bakar,
kabilah Bani Tamim salah satu kabilah yang besar di kalangan kaum
Quraisy mereka sangat marah, mereka menyangka Abu Bakar takkan
tertolong lagi dan membawanya terlebih dahulu kerumahnya dirumah Abu
Bakar, mereka mengatakan pada Ibunya “jika dia hidup, maka berilah dia
makan dan minum” kemudian mereka segera berlalu orang-orang dari Bani
Tamim tadi langsung mencari dan mendatangi Utbah dan memberi
ancaman. “jika Abu Bakar sampai meninggal, kami akan menuntut balas
atas kematiannya!!” ucap mereka disana, Abu Bakar baru saja siuman, dan
kalimat pertama yang terucap di mulutnya adalah “apa yang terjadi pada
Rasulullah ?” mendengar ucapan anaknya yang masih lemas itu sang Ibu
berkata “apakah kamu masih mengingatnya ?” dengan pelan Abu Bakar
menjawab "demi Allah, aku tidak akan makan atau minum apapun hingga
jiwaku tenang dengan keadaan Rasulullah” Abu Bakar memohon pada
Ibunya yang saat itu belum masuk Islam agar menemui Fatimah binti AlKhattab untuk menanyakan kabar Rasulullah “Ibu, pergilah ke tempat
Ummu Jamil Fatimah binti Al-Khattab dan buatlah diriku tenang dengan
menanyakan kabar Rasulullah padanya” sang Ibu pun memenuhi
permohonan anaknya ia pergi ke tempat Fatimah binti Al-Khattab. Abu
Bakar pun bertanya, “Bagaimana keadaan Rasulullah?, lalu Fatimah
menjawab “dia baik-baik saja” meyakinkan Abu Bakar “demi Allah, aku
tidak akan makan dan minum hingga aku melihat Rasulullah sendiri”
ucapnya sambil mencoba berdiri “tunggulah sebentar” ucap Fatimah melihat
Abu Bakar yang sedang berusaha berdiri Abu Bakar pun mulai melangkah
namun ia terlalu lemah sehingga tak bisa berjalan karena kemauannya yang
18
keras akhirnya Abu Bakar bersandar pada keduanya hingga sampai di rumah
Al-Arqam bin Abi Arqam Abu Bakar sendiri yang mengetuk pintu begitu
pintu terbuka terlihatlah Nabi yang dipertanyakannya itu Nabi merasa iba
melihat keadaan Abu Bakar, kemudian beliau menuntunnya dan
memeluknya Melihat Rasulullah yang khawatir dan kasihan padanya, Abu
Bakar berkata “Demi Allah wahai Rasulullah, aku ini tidaklah apa-apa,
hanya wajahku saja yang terluka” lirihnya Rasulullah melihat luka
diwajahnya. Nabi pun merasa kasihan dan kemudian berdoa untuknya Abu
Bakar kemudian berkata “ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia
memberikan petunjuk kepada Ibuku!” Rasulullah pun berdoa “ya Allah,
berikanlah petunjuk kepada Ibu Abu Bakar.” 13
Begitulah perjuangan Abu Bakar setelah menyatakan dirinya masuk
Islam, Abu Bakar menjadi sahabat Rasulullah yang berperan sangat besar
dalam penyebaran risalah Islam. Sikapnya yang selalu membela dan
mendampingi Rasulullah dari berbagai intimidasi dan hinaan kaum
musyrikin, pengorbanan beliau dalam menginfakkan hartanya di jalan Allah,
membebaskan budak muslim dari siksaan kaum musyrik, infak beliau dalam
persiapan jihad di jalan Allah, keberaniannya dalam berbagai pertempuran
dan peperangan, perjalanan beliau menemani Rasululah dalam hijrahnya
menuju Madinah, penderitaan yang dialaminya dalam peristiwa tersebut
tidak
pernah
menyurutkan
semangat
kesetiaannya
terhadap
Nabi
Muhammad dan agama yang dibawanya. Abu Bakar belajar bahwa Islam
adalah amal, dakwah dan jihad. Keimanan baginya tak hanya cukup dengan
sekedar percaya belaka, namun lebih dari itu keimanan takkan pernah
sempurna sehingga seorang muslim menyerahkan dirinya sepenuhnya
kepada Allah SWT.
4.
Pembelaan Abu Bakar Ash-Shiddiq kepada Rasulullah.
Diantara sifat Abu Bakar yang menjadi kelebihan dan tipikalnya
adalah pemberani. Ia adalah sosok yang tidak takut kepada siapapun dalam
13
Ibid., h. 49.
19
menegakkan kebenaran. Ia sama sekali tidak akan terganggu oleh celaan
orang yang mencela dalam usaha membela agama Allah, bekerja untuk
kepentingan agama-Nya dan dalam membela Rasul-Nya. Keberanian Abu
Bakar ini tergambar ketika Uqbah Ibn Abi Mu‟ith mencekik Nabi
Muhammad saat berada di dalam ka‟bah. Imam Bukhari meriwayatkan
hadis Urwah ibnu Zubair yang bertanya kepada Abdullah ibn Amr ibn Ash,
“ceritakan kepadaku tentang kelakuan paling kasar dari orang musyrik
terhadap nabi Muhammad Saw.”14
Abdullah ibn Amr menjawab, ketika beliau melakukan shalat di dalam
ka‟bah, tiba-tiba datang Uqbah ibn Abi mu‟ith meletakan selendang di leher
Nabi Muhammad dan menariknya dengan kuat tak berselang lama, Abu
Bakar datang beliau pun memegang pundak Uqbah untuk menyelamatkan
nabi Muhammad Saw.
Abu Bakar berkata kepadanya dengan membaca sebuah ayat dalam
surat Al-Mu‟min ayat 28, yang artinya: “Akankah kalian membunuh lakilaki yang mengatakan Allah adalah Tuhanku dan datang pada kalian dengan
bukti dari Allah.” Lalu mereka pun berpaling dari Rasulullah dan ganti
mengeroyok Abu Bakar, memukulinya dan menjambak-jambak rambutnya.
Lalu mereka tidak meninggalkannya melainkan dalam keadaan bajunya
sobek-sobek semuanya.15
Abu Bakar telah menyirami hatinya dengan kecintaan kepada Allah
dan Rasul-Nya melebihi dirinya. Setelah masuk Islam, ia tidak lagi
mempedulikan apapun selain bagaimana supaya panji tauhid berkibar tinggi
meskipun seandainya harus di bayar mahal dengan nyawa.
Abu Bakar adalah orang yang pertama kali disakiti dan mengalami
penderitaan setelah Rasulullah, orang yang pertama kali membela
Rasulullah. Dan kisah tersebut menjadi sebuah potret jelas yang
menggambarkan tabiat konflik antara yang hak dan bathil, antara petunjuk
dan kesesatan dan antara keimanan dan kekafiran juga menggambarkan
14
Ibrahim al-Quraibi, Tarikh Khulafa’, (Jakarta: Qhisti Press, 2009), Cet. I, h. 141.
Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit., h. 58.
15
20
penderitaan dan siksaan yang dialami Abu Bakar di jalan Allah. Potret
tersebut juga memberikan gambaran tentang ciri-ciri yang jelas tentang
kepribadian Abu Bakar yang tiada duanya.
C.
Riwayat Hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq Ketika Menjadi
Khalifah
1.
Proses Pengangkatan Abu Bakar Menjadi Khalifah
Setelah kaum Muslimin dan para sahabat menyadari tentang wafatnya
Rasulullah SAW, maka Abu Bakar dikagetkan lagi dengan adanya
perselisihan faham antara kaum Muhajirin dan Anshar tentang siapa yang
akan menggantikan Nabi sebagai khalifah kaum Muslimin. Pihak Muhajirin
menghendaki dari golongan Muhajirin dan pihak Anshar menghendaki dari
golongannya yang memimpin. Situasi yang memanas ini pun dapat diatasi
oleh Abu Bakar, dengan cara menampilkan dua orang calon khalifah untuk
memilihnya yaitu Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah. Namun
keduanya justru menjabat tangan Abu Bakar dan mengucapkan baiat
memilih Abu Bakar.
Setelah Rasulullah wafat pada tahun 632 M, Abu Bakar terpilih
sebagai khalifah pertama pengganti Nabi Muhammad dalam memimpin
negara dan umat Islam. Waktu itu daerah kekuasaan hampir mencakup
seluruh Semenanjung Arabia yang terdiri atas berbagai suku Arab.
Ada beberapa faktor yang mendasari terpilihnya Abu Bakar sebagai
khalifah, yaitu:
1.
Menurut pendapat umum yang ada pada zaman itu, seorang khalifah
(pemimpin) haruslah berasal dari suku Quraisy; pendapat ini didasarkan
pada hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi “al-aimmah min
Quraisy” (kepemimpinan itu di tangan orang Quraisy).
2.
Sahabat sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai
khalifah karena beberapa keutamaan yang dimilikinya, antara lain:
laki-laki dewasa pertama yang memeluk Islam, ia satu-satunya sahabat
yang menemani Nabi SAW pada saat hijrah dari Makkah ke Madinah
21
dan ketika bersembunyi di Gua Tsur, ia yang ditunjuk oleh Rasulullah
untuk mengimami shalat pada saat beliau sedang uzur, dan ia keturunan
bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
3.
Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama
maupun kekeluargaan16
Sebagai khalifah Abu Bakar mengalami dua kali baiat. Pertama di
Saqifa Bani Saidah yang dikenal dengan Bai’at Khassah dan kedua di
Masjid Nabi (Masjid Nabawi) di Madinah yang dikenal dengan Bai’at
A’mmah.
Seusai acara pembaitan di Masjid Nabawi, Abu Bakar sebagai
khalifah yang baru terpilih berdiri dan mengucapkan pidato. la memulai
pidatonya dengan menyatakan sumpah kepada Allah SWT dan menyatakan
tidak berambisi untuk menduduki jabatan khalifah tersebut. Abu Bakar
selanjutnya mengucapkan:
“Aku diangkat menjadi pemimpin kalian, bukan berarti aku orang yang
terbaik dari kalian. Kalau aku memimpin dengan baik, maka bantulah aku.
Jika aku salah, maka hendaklah kalian meluruskanku. Kejujuran adalah
amanat dan kebohongan adalah khianat. Orang lemah diantara kalian
adalah orang kuat menurut pandanganku sampai aku menunaikan apa
16
Mohd Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1995), h. 77
17
22
yang menjadi haknya. Orang kuat diantara kalian adalah orang lemah
menurut pandanganku hingga aku mengambil hak darinya. Jika Allah
menghendaki. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah,
melainkan Allah akan menjadikan mereka hina dan dihinakan, tidaklah
perbuatan kotor menyebar di suatu kaum, melainkan Allah akan
menyebarkan malapetaka di tengah-tengah mereka. Untuk itu, taatilah aku
selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku melanggar perintah
Allah dan Rasul-Nya, maka kalian tidak wajib mentaatiku. Sekian dari
saya dan aku memohon ampunan kepada Allah dan kalian semua. Pidato
ini mencerminkan sifat dan karakter Abu Bakar dalam memaknai arti
sebuah kepemimpinan.”18
Kandungan pidato Abu Bakar tersebut adalah cermin nyata sifat
rendah hati Abu Bakar. Putra Abu Quhafah ini mengakui bahwa dirinya
bukanlah orang yang terbaik. Dalam pidatonya juga, menunjukkan garis
besar politik yang dilakukan Abu Bakar didalam pemerintahannya.
Didalamnya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntunan ketaatan
rakyat, mewujudkan keadilan dan mendorong berjihad fisabilillah.
Abu Bakar berikrar untuk menegakkan nilai-nilai kejujuran dalam
segala hal. Beliau memberitakan kepada bawahannya bahwa keberhasilan
suatu pemimpin dan kemakmuran rakyatnya hanya bisa diwujudkan jika
seorang pemimpin bersikap jujur dalam menjalankan kepemimpinannya dan
ini
merupakan
pilar
dasar
untuk
mewujudkan
keberhasilan
dan
kesejahteraan dalam berbangsa dan bernegara adalah menjunjung tinggi
kejujuran dan rasa keadilan serta menegakkannya diseluruh aspek
kehidupan.19
2.
Masa Kepemimpinan Abu Bakar
Pada masa kepemimpinan Abu Bakar ini, pemerintah Islam banyak
mengalami ujian atau cobaan, baik internal maupun eksternal, yang dapat
mengancam berlangsungnya kelestarian agama Islam. Sejumlah masalah
seperti ridat atau kemurtadan dan ketidak setiaan, munculnya beberapa kafir
yang menyatakan dirinya sebagai Nabi, banyaknya orang-orang yang ingkar
18
Syaikh Muhammad Sa‟id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam, (Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2007), Cet. I, h.8
19
Majidy, op. cit., h.143.
23
membayar zakat serta sejumlah pemberontakan kecil yang merupakan bibitbibit perpecahan. Namun berkat dari kepiawaian sang Khalifah semua
cobaan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik.
Kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar,
sebagaimana pada masa Nabi Muhammad SAW, bersifat sentral; kekuasaan
legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain
menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang
telah ditetapkan dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah. Meskipun demikian,
seperti juga Nabi Muhammad Shallallahu „Alaihi wasallam, Abu Bakar
selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah. Abu Bakar
selalu menyediakan kesempatan bagi kaum muslim untuk berunding dan
menentukan pilihan, inilah peradaban berpolitik dan bernegara beliau. Ia
adalah orang yang demokratis, dengan tetap berpedoman pada al-Qur‟an.20
Kebijakan politik yang dihadirkan oleh Abu Bakar pada masa
pemerintahannya merupakan sebuah era baru, babak perluasan dakwah
Islam setelah sepeninggal Rasulullah SAW dan dinilai sebagai sebuah
kemajuan yang signifikan. Maka penulis membagi kepada tiga hal penting
yang terjadi pembahasan masa tersebut, diantaranya:
a.
Memerangi Kemunafikan dan Kemurtadan
Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu pertama, mereka
yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang
meninggalkan shalat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah. Hal
ini disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW
wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi terputus. Dan mereka
merasa tidak terikat lagi dengan agama Islam lalu kembali kepada ajaran
agama sebelumnya. Tentang orang-orang yang mengaku dirinya nabi
sebenarnya fenomena ini sudah muncul pada masa Nabi, tetapi wafatnya
Nabi Muhammad mereka anggap sebagai kesempatan untuk tampil terangterangan. Diantara nabi palsu seperti Musailamah Al Kadzab dari Bani
20
Khalid, Muh. Khalid. Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik
Perihidup Khalifah Rasulullah. (Bandung: Diponegoro, 1985), h.25.
24
Hanifah, Tulaihah bin Khuwailid dari Bani As'ad Saj'ah Tamimiyah dari
Bani Yarbu, dan Aswad al-Insi dari Yaman.
Kedua, yaitu mereka yang ingkar zakat, mereka membedakan antara
shalat
dan
zakat,
tidak
mau
mengakui
kewajiban
zakat
dan
mengeluarkannya. Mereka berpandangan bahwa zakat itu diberikan kepada
Nabi Muhammad. Oleh sebab itu setelah Nabi meninggal, hukum tentang
zakat tidak berlaku lagi.21
Dengan realita bahwa terdapat banyak pro-kontra dalam kekhalifahan
Abu Bakar pasca sepeninggal Nabi, maka tidaklah aneh jika dalam
pemerintahannya Abu Bakar lebih banyak terpakai untuk menstabilkan
politik dalam negeri, dengan adanya kemunculan nabi palsu ataupun
kelompok-kelompok yang murtad sepeninggal Nabi. Untuk menstabilkan
politik dalam negeri di Madinah Abu Bakar mengirim 11 panglima untuk
melakukan tugas tersebut, adapun panglima yang dimaksud adalah Khalid
bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah bin Abu Jahal, Syurahbil bin Hasanah,
Thuraifah bin Hajir, Amr bin Al-Ash, Khalid bin Said bin Al-„Ash, Al-Ala‟
bin Al-Hadhar, Hudzaifah bin Muhshin Al-Ghalfa‟i, Urfajah bin Hartsimah
dan Muhajir bin Abu Umayyah.
Pembagian pasukan ini sesuai dengan perencanaan yang strategis dan
memiliki makna penting, Meskipun kaum murtad berjumlah besar, tapi
pemurtadan mereka dapat diatasi tidak lebih dari masa tiga bulan saja hal ini
disebabkan karena: pertama, kaum murtad masih terpisah-pisah, semua
berada
di
negeri
masing-masing,
mereka
tidak
mampu
untuk
menggalangkan persatuan karena tempat mereka yang berjauhan dan waktu
yang tidak memungkinkan untuk mereka menggalang persatuan. Kedua
kaum murtad tidak mengetahui bahaya kaum muslimin bagi mereka, dimana
kekuatan kaum muslimin mampu untuk memusnahkan seluruh kaum murtad
dalam beberapa bulan saja.22
21
Wahyu Ilaihi, Pengantar Sejarah Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2007), Cet. I, h. 84.
22
Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit., h. 369.
25
Langkah berani khalifah Abu Bakar dalam memerangi kaum murtad
salah satunya yaitu melanjutkan rencana Rasulullah SAW untuk mengirim
pasukan Usamah yaitu pasukan umat Islam yang dipimpin Usamah bin Zaid
yang diperintahkan Rasulullah sebelum wafat untuk memerangi tentara
Romawi. Pada mulanya keinginan Abu Bakar ditentang oleh para sahabat
dengan alasan suasana dalam negeri sangat memprihatinkan akibat berbagai
kerusuhan yang timbul. Akan tetapi setelah ia meyakinkan mereka bahwa itu
adalah rencana Rasulullah SAW, akhirnya pengiriman pasukan itu pun
disetujui.
Langkah politik yang ditempuh Abu Bakar itu ternyata sangat
strategis dan membawa dampak yang positif. Pengiriman pasukan pada saat
negara dalam keadaan kacau menimbulkan interpretasi di pihak lawan
bahwa kekuasaan Islam cukup tangguh sehingga para pemberontak menjadi
gentar. Di samping itu, bahwa langkah yang ditempuh Abu Bakar tersebut
juga merupakan taktik untuk mengalihkan perhatian umat Islam dalam
perselisihan yang bersifat intern. Dan atas pertolongan Allah SWT Pasukan
Usamah berhasil menunaikan tugasnya dengan gemilang. Pasukan Usamah
mampu memukul mundur pasukan Romawi. Dengan keberhasilan pasukan
Usamah ini memberikan efek yang sangat bagus bagi kondisi politik dalam
Negeri dan luar Negeri daulah khilafah, diantaranya yaitu:
1. Menebar kehebatan Daulah Islamiyah di mata umat-umat lain.
Sampainya berita-berita kemenangan yang dicapai umat Islam dalam
memerangi kelompok orang-orang murtad kepada Persia dan Romawi
saat itu, maka kedua Negara ini melihat bahwa bangunan umat baru ini
(Islam) menentang fenomena yang muncul dan umat Islam telah berhasil
mengatasi ujian-ujian dan meredam gejolak yang terjadi di dalam
wilayahnya. Bagi Khalifah Abu Bakar, ini merupakan langkah untuk
menyebar kehebatan Daulah Islamiyah. Dan ini merupakan sebuah
potret gemilang jihad Islam.
2. Menyiapkan
Jazirah
Arab
sebagai
landasan
ekspansi
Islam.
Kepemimpinan pusat di Madinah dan medan perang adalah diatur oleh
26
pemimpin-pemimpin yang saling memahami, bekerja sama, saling
mencintai meskipun dipisahkan oleh jarak yang jauh. Akan tetapi,
keseimbangan yang indah antara peranan masing-masing pimpinan pusat
dan pemimpin medan perang adalah sangat jelas dan terang. 23
3. Perjalanan dakwah tidak terikat dengan siapapun dan kewajiban
mengikuti perintah Nabi Muhammad. Dalam kisah pengiriman pasukan
Usamah oleh khalifah Abu Bakar, kita bisa menemukan bahwa Khalifah
Abu Bakar menjelaskan dengan ucapan dan tindakan bahwa perjalanan
dakwah tidak akan terhenti meski dengan kematian pemimpin makhluk
dan imam para nabi dan Rasul Muhammad SAW. Khalifah Abu Bakar
membuktikan keberlanjutan perjalanan misi dakwah tersebut dengan
segera merealisasikan pemberangkatan misi militer pasukan Usamah.
4. Terjadinya perbedaan pendapat dan sudut pandang seputar perealisasian
misi militer pasukan Usamah namun tidak sampai mendorong mereka
kepada sikap saling benci, pertengkaran, saling menjauhi dan saling
memusuhi atau sampai mengakibatkan terjadinya konflik kekerasan di
antara mereka. Tidak ada satu orangpun yang tetap keras pada
pendapatnya ketika pendapatnya itu jelas telah terbukti keliru dan batil.24
5. Menghilangkan pemaksaan kepada umat-umat di wilayah yang dikuasai
Islam. Diantara simbol politik luar negeri yang dibangun oleh Khalifah
Abu Bakar adalah menghilangkan penindasan dari penduduk yang
wilayahnya dikuasai oleh Islam. Khalifah tidak memaksa seseorang dari
umat atau bangsa lain untuk mengikuti agamanya dengan kekerasan.25
Dari penjelasan yang terurai diatas, dapat disimpulkan bahwasannya
Khalifah Abu Bakar adalah seorang pemimpin yang tegas, adil dan
bijaksana. Langkah politik yang dijalaninya merupakan langkah strategis
dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam sehingga para
pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan
perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern.
23
Ibid., h. 494.
Ibid., h. 319.
25
Ibid., h. 626.
24
27
b. Penghimpunan al-Qur’an
Umar bin Khatab kawatir akan gugurnya para sahabat penghafal al
Qur‟an yang masih hidup, maka ia lalu datang kepada Abu Bakar
memusyawarahkan hal ini. Dalam buku-buku tafsir dan hadist percakapan
yang terjadi antara Abu Bakar, Umar dan Zaid bin Tsabit mengenai
pengumpulan al-Qur‟an di terangkan sebagai berikut:26
Umar berkata kepada Abu Bakar: “Dalam peperangan Yamamah para
sahabat yang hafal al-Qur‟an telah banyak yang gugur. Saya kawatir akan
gugurnya para sahabat yang lain dalam peperangan selanjutnya, sehingga
banyak ayat-ayat al-Qur‟an itu perlu di kumpulkan”. Abu Bakar menjawab:
“Mengapa aku harus melakukan sesuatu yang tidak di lakukan oleh
Rasulullah?"
Umar menegaskan: “Demi Allah! Ini adalah perbuatan yang baik”.
Dan ia berulang kali memberikan alasan-alasan kebaikan mengumpulkan alQur‟an ini, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima
pendapat Umar itu.
Saat itulah khalifah mengutus Zaid bin Tsabit agar segera
mengumpulkan semua ayat-ayat suci al-Qur‟an. Kemudian Abu Bakar
memanggil Zaid bin Tsabit dan berkata kepadanya:
“Engkau adalah seorang yang cerdas yang ku percayai sepenuhnya.
Dan engkau adalah seorang penulis wahyu yang selalu di suruh oleh
Rasulullah. Oleh karena itu, maka kumpulkanlah ayat-ayat al Qur‟an itu”.
Zaid menjawab: “Demi Allah! Ini adalah pekerjaan yang berat bagiku.
Seandainya aku di perintahkan untuk memindahkan sebuah bukit, maka hal
itu tidaklah lebih berat bagiku dari pada mengumpulkan al-Qur‟an yang
engkau perintahkan itu”.
Dalam usaha mengumpulkan ayat-ayat al-Qur‟an itu Zaid bin Tsabit
bekerja amat teliti. Ia mengumpulkan al-Qur‟an dari daun, pelepah kurma,
tulang dan juga dari hafalan-hafalan para sahabat. Sekalipun beliau hafal alQur‟an seluruhnya, tetapi untuk kepentingan pengumpulan al-Qur‟an yang
26
Ibid., h. 472.
28
sangat penting bagi umat Islam itu masih memandang perlu mencocokkan
hafalan atau catatan sahabat-sahabat yang lain dengan di saksikan oleh dua
orang saksi.
Dengan demikian al-Qur‟an seluruhnya telah di tulis oleh Zaid bin
Tsabit dalam lembaran-lembaran, dan di ikatnya dengan benar. Tersusun
menurut urutan ayat-ayatnya sebagaimana yang telah di tetapkan oleh
Rasulullah. Kemudian di serahkan kepada Abu Bakar. Setelah sepeninggal
Abu Bakar mushaf disimpan oleh Umar bin Khatab hingga dia wafat, dan
kemudian berada ditangan Hafshah binti Umar.27
c.
Awal Perluasan Wilayah Islam
Perluasan wilayah yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu
Bakar merupakan pencapaian yang sukses dalam hal perluasan Daulah Islam
setelah apa yang dilakukan Rasulullah SAW, dan hal ini terlihat ketika
menaklukan wilayah-wilayah lain di masa permulaan khulafa’urasyidin.
Dan perluasan wilayah ini sesungguhnya bukan disandarkan pada
ketamakan melainkan, melindungi dakwah, menjamin keamanan dan
sebagai sarana menyebar pesan besar yang diemban kaum muslimin, yaitu
pesan pembebasan umat manusia dan mengarahkan mereka kepada keadilan
dan kebenaran
Adapun usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan
wilayah Islam Abu Bakar melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah
Arab. Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah yang berbatasan langsung
dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut Abu Bakar
harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah
Islam dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium. Untuk
ekspansi ke Irak dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan ke Suriah
dipimpin tiga panglima yaitu : Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan dan
Surahbil bin Hasanah.
27
Ibid., h. 473.
29
Memperluas wilayah penyebaran agama Islam ke Hiroh (dijadikan
pusat pertahanan dan ibu kota di luar Arab), Anbar dan Persia, Daumatul
Jandal, Yarmuk, Syam (pernah dikuasai tentara Romawi), dan Syria. Abu
Bakar menugaskan empat panglima perangnya untuk menguasai Syria dari
Romawi Timur yang dipimpin oleh Kaisar Heraklius. Mereka adalah Yazid
bin Abu Sufyan yang ditugaskan di Damaskus, Abu Ubaidah bin Jarrah
ditugaskan di Horns, Amr bin Ash ditugaskan di Palestina, dan Surahbil bin
Hasanah di Yordan.28
Masa kekhalifahan Abu Bakar merupakan masa peralihan yang sulit.
Dalam masa yang rumit ini, Abu Bakar harus menghadapi berbagai
kesulitan berat yang pada awalnya menimbulkan ketakutan di kalangan
kaum muslimin. Karena keimanan yang mantap dan pemberian taufiq dari
Allah SWT. Umat Islam di bawah kepemimpinan Abu Bakar dapat
mengatasi kesulitan besar yang dihadapi.
Dipandang dari hitungan waktu memang masa pemerintahan Abu
Bakar sangat singkat, tetapi apa yang dicapai Abu Bakar jauh melampaui
masa yang tersedia. Masa-masa pemerintahan Abu Bakar sarat dengan amal,
jihad dan meninggalkan untuk kita jasa yang sangat bermanfaat.
3. Wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggalkan dunia ini setelah melakukan
jihad besar guna menyebarkan agama Allah di seluruh penjuru dunia.
Peradaban manusia akan mengenang sosok khalifah ini yang telah
membawa panji dakwah Rasulullah setelah wafatnya, menjaga apa yang
ditanamkan Rasulullah, memelihara benih-benih keadilan dan kebebasan
serta menyiraminya dengan darah para syuhada yang paling suci. Lalu
membuahkan hasil yang melimpah yang mampu mewujudkan kemajuan
besar sepanjang sejarah dalam bidang ilmu, kebudayaan,dan pemikiran.29
28
Husein Tuanaya,dkk, Sejarah Kebudayaan Islam Kelas 3A, (Jawa Timur: Wahana
dinamika karya, 2004), 15.
29
Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit., h. 689.
30
Abu Bakar wafat pada hari Senin di malam hari, yaitu tepatnya
delapan hari sebelum berakhirnya bulan Jumadil Akhir 13 Hijriyah.
Sebelum meninggal, Abu Bakar sakit selama lima belas hari. Sewaktu
beliau sakit, Abu Bakar mewasiatkan agar tampuk pemerintahan kelak
diberikan kepada `Umar bin Khathab.
Abu Bakar memimpin sebagai khalifah selama dua tahun tiga bulan.
Beliau wafat pada umur 63 tahun. Di antara wasiat Abu Bakar kepada
`Aisyah, “Aku tidak meninggalkan harta untuk kalian kecuali hewan yang
sedang hamil, serta budak yang selalu membantu kita membuat pedang
kaum muslimin. Oleh karena itu, jika aku wafat, tolong berikan seluruhnya
kepada `Umar.” Ketika Aisyah menunaikan wasiat ayahnya itu kepada
Umar, maka Umar berkata, “Semoga Allah merahmati Abu Bakar.
Sesungguhnya dia telah membuat kesulitan (untuk mengikutinya) bagi
orang-orang yang menjadi khalifah setelahnya.”
Beliau dimakamkan berdampingan dengan makam Rasulullah yang
terletak di dalam kamar Aisyah. Beliau pun di shalatkan oleh kaum
muslimin yang dipimpin oleh Umar bin Khatab.30
30
Ibid., h. 689.
BAB III
PENGERTIAN, DASAR DAN TUJUAN NILAI PENDIDIKAN
ISLAM
A.
Pengertian Nilai Pendidikan Islam
“Nilai atau value (bahasa inggris) atau valere (bahasa latin) berarti
berguna, mampu, berdaya, berlaku dan kuat. Nilai adalah kualitas suatu hal
yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai dan
dapat menjadi objek kepentingan.1
Menurut Steeman “nilai adalah yang memberi makna pada hidup.
Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang mewarnai dan menjiwai
tindakan seseorang.2
Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar
pilihannya. Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi
manusia sebagai acuan tingkah laku.3
Bagi manusia nilai dijadikan landasan, alasan atau motivasi dalam
menetapkan perbuatannya. Dalam realita, nilai-nilai itu dijabarkan dalam
bentuk kaidah atau norma atau ukuran sehingga merupakan suatu perintah,
1
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak ; Peran Moral Intelektual, Emosional,
dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2008), Cet. II, h. 29.
2
Ibid., h. 29.
3
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. I, h. 9.
31
32
anjuran, himbauan, kebenaran, kebaikan, keindahan, dan nilai kegunaan
merupakan nilai-nilai yang diperintahkan, dianjurkan atau diharuskan.4
Pengertian pendidikan menurut bahasa sebagaimana dikutip oleh
Abuddin Nata, kata pendidikan berasal dari kata “didik” yang mendapat
awalan pen dan akhiran an. Kata tersebut sebagaimana dijelaskan dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal, cara dan
sebagainya) mendidik.5
Pendidikan
adalah
proses
membimbing
dan
mengarahkan
pertumbuhan dan perkembangan anak didik agar menjadi manusia dewasa
sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.6
Oemar Muhammad al-Syaibani sebagaimana dikutip A. Fatah Yasin
mengatakan bahwa pendidikan Islam merupakan usaha untuk mengubah
tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan
kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses
pendidikan, dan perbuatan itu dilandasi oleh nilai-nilai Islam.7
M. Kamal Hasan, sebagaimana dikutip Samsul Nizar, mendefinisikan
pendidikan
Islam
adalah
suatu
proses
yang
komperhensif
dari
perkembangan keperibadian manusia secara keseluruhan, yang meliputi
intelektual, spiritual, emosi dan fisik. Sehingga seorang muslim disiapkan
dengan baik untuk melaksanakan tujuan kehadirannya disisi Tuhan di muka
bumi ini.8
Menurut
M.
Arifin,
pendidikan
Islam
adalah
suatu
sistem
kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan
4
Sjarkawi, op. cit. h. 31.
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Edisi Baru), (Jakarta: Gaya Media
pratama, 2005), Cet. I, h. 4.
6
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1991), h. 18.
7
A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: UIN Malang
Press, 2008), Cet. I, h. 110.
8
Samsul Nizar, M.A., Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam,
(Jakarta: Cahaya Media Pratama, 2001), Cet. I, h. 93.
5
33
oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi aspek
kehidupan manusia, baik duniawi maupun akhirat.9
Adapun menurut hasil rumusan pendidikan Islam seIndonesia tahun
1960, memberikan pengertian pendidikan Islam: “Sebagai bimbingan
terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan
hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi
berlakunya semua ajaran Islam. Istilah membimbing, mengarahkan,
mengasuh, mengajarkan, atau melatih mengandung pengertian usaha
mempengaruhi jiwa anak didik melalui proses setingkat demi setingkat
menuju tujuan yang ditetapkan, yaitu menanamkan taqwa dan akhlak serta
menegakkan kebenaran sehingga terbentuklah manusia yang berpribadi dan
berbudi luhur sesuai ajaran Islam”.10
Penjelasan mengenai pengertian pendidikan Islam sebagaimana
dipaparkan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa, pendidikan Islam dapat
diartikan sebagai sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan
manusia-manusia yang seutuhnya, beriman dan bertaqwa kepada Allah
SWT serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai hamba Allah dimuka
bumi ini, yang berdasarkan ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah, maka tujuan
dalam konteks ini berarti terciptanya insan-insan kamil setelah proses
pendidikan berakhir.
Menurut
undang-undang
tentang
sistem
pendidikan
nasional
dinyatakan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. 11
9
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan
pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 4, h. 8.
10
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. V,
h. 15.
11
Mundzir Suparta, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap
Perilaku Keagamaan Masyarakat, (Jakarta: Asta Buana Sejahtera, 2009), Cet. I, h. 284.
34
Adapun nilai-nilai dalam Islam mengandung dua katagori dilihat dari
segi normatif, yaitu baik dan buruk serta benar dan salah.12
Dalam pendidikan Islam terdapat bermacam-macam nilai Islam yang
mendukung dalam pelaksanaan pendidikan bahkan menjadi sesuatu
rangkaian
atau
sistem
didalamnya.
Nilai
tersebut
menjadi
dasar
pengembangan jiwa seseorang sehingga bisa memberi hasil yang baik
baginya dan masyarakat luas. Dengan menanamkan nilai-nilai pendidikan
keimanan, ibadah dan akhlak mulia, diharapkan setiap orang kehidupannnya
menjadi terarah baik di dunia maupun di akhirat.
Dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan Islam adalah sifat atau halhal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar
kehidupan manusia untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu mengabdi
kepada Allah SWT.
B.
Dasar-dasar Nilai Pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan dasar pendidikan adalah pandangan hidup
yang mendasari seluruh aktifitas pendidikan. Karena dasar menyangkut
masalah ideal dan fundamental, maka diperlukan landasan pandangan hidup
yang kokoh dan komperhensif, serta tidak mudah berubah. Hal ini karena
telah diyakini memiliki kebenaran yang telah teruji oleh sejarah. Kalau
nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang dijadikan dasar pendidikan bersifat
relatif dan temporal maka pendidikan akan mudah terombang ambing oleh
kepentingan dan tuntutan yang bersifat teknis dan pragmatis.13
Adapun dasar-dasar nilai pendidikan Islam antara lain:
a.
al-Qur’an
Secara etimologi al-Qur’an berasal dari kata Qara’a, yaqra’u,
Qira’atan atau Qur’anan, yang berarti mengumpulkan (al-Jam’u) dan
menghimpun (al-dhammu) huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian ke
12
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Cet. V,
h. 12.
13
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, op. cit., h. 59.
35
bagian yang lain secara teratur. Muhammad Salim Muhsin mendefinisikan
al-Qur’an dengan: “Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan diriwayatkan kepada kita
dengan jalan yang mutawatir dan membacanya dinilai ibadah serta sebagai
penentang (bagi yang tidak percaya) walaupun surat terpendek. Sedang
Muhammad Abduh mendefinisikannya dengan: “Kalam mulia yang
diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW, ajarannya
mencangkup keseluruhan ilmu pengetahuan.14
Definisi tentang al-Qur’an yang lebih konferhensif, antara lain
dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf sebagaimana yang telah dikutip
oleh Abuddin Nata sebagai berikut: “al-Qur’an adalah firman Allah yang
diturunkan kepada Rasulullah, Muhammad bin Abdullah melalui Ruhul
Amin (malaikat Jibril) dengan lafal-lafalnya yang berbahasa Arab dan
maknanya yang benar, agar menjadi hujjah (dalil yang kuat) bagi Rasul,
bahwa ia memang benar-benar seorang Rasul, menjadi undang-undang bagi
manusia, mereka dapat mengambil petunjuk dengan menjadi sarana
pendekatan diri kepada Allah dengan membacanya.15
Dapat penulis pahami bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad dalam bahasa Arab yang terang untuk
menjelaskan jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia di dunia dan
di akhirat.
Al-Qur’an dijadikan sebagai sumber pendidikan Islam yang pertama
dan utama karena memiliki nilai absolut yang diturunkan dari Allah.
Kemudian Allah menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik
manusia yang mana isi pendidikan itu telah termaktub dalam wahyunya.
Tidak satupun persoalan, termasuk persoalan pendidikan yang luput dari
jangkauan al-Qur’an.16
14
Abdul Mujib, et.al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008), Ed. Ke-1, Cet. II, h. 32.
15
Abudin Nata, Studi Islam Komperhensif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011), Cet. I, h. 28.
16
Abdul Mujib, et al, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008), Cet. II, h. 32.
36
Adapun
Ayat
yang
menjelaskan
tentang
pendidikan
yaitu,
sebagaimana firman Allah antara lain:
1. QS. Al-An’am ayat 38
              
          
Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burungburung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga)
seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab,
kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (QS. Al-An’am: 38).
2. QS. An-Nahl ayat 89
            
           
  
Dan ingatlah suatu hari ketika Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu
(Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia dan Kami turunkan
kepadamu Al kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri. (QS. An-Nahl: 89).
3. Al-Alaq ayat 1-5
 
    
     
           
1.
2.
3.
4.
5.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam
Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
37
Ayat di atas memberikan isyarat bahwa nilai pendidikan Islam diambil
dan digali dari sumber otentik Islam, yaitu al-Qur’an.
b.
as-Sunnah
Dasar yang kedua setelah al-Qur’an adalah as-Sunnah. Pengertian as-
Sunnah menurut para ulama hadis adalah segala sesuatu dari Nabi
Muhammad dalam kapasitas beliau sebagai imam yang memberi petunjuk
dan penuntun yang memberikan nasehat, yang diberitakan oleh Allah
sebagai teladan dan figur bagi kita. Sehingga mereka mengambil segala
sesuatu yang berkenaan dengan nabi baik berupa tingkah laku, pembawaan,
sabda perbuatan beliau, baik membawa konsekuensi hukum syara atau
tidak.17 Telah kita ketahui bahwa diutusnya Nabi Muhammad saw salah
satunya untuk memperbaiki moral atau akhlak manusia, sebagaimana
sabdanya :
“Sesungguhnya aku diutus tiada lain adalah untuk menyempurnakan
akhlak”. (HR. Muslim)
as-Sunnah menurut pengertian bahasa berarti tradisi yang biasa
dilakukan atau jalan yang dilalui (at-thariqah al-maslukah) baik yang
terpuji maupun yang tidak. as-Sunnah adalah “segala sesuatu yang
dinukilkan kepada Nabi Muhammad SAW berikut berupa perkataan,
perbuatan, taqrirnya ataupun selain dari itu. Termasuk perkataan, perbuatan
dan ketetapannnya adalah sifat-sifat atau keadaan dan cita-cita Nabi
Muhammad.18
M. Athiyah al-Abrasyi mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh
Nur uhbiyati, dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad mengatakan bahwa
beliau adalah juru didik. Riwayat tersebut ialah pada suatu hari nabi keluar
dari rumahnya dan beliau menyaksikan adanya dua pertemuan, dalam
17
Muhammad Ajjaj al-Khathib, Pokok-pokok Ilmu Hadis, Terj. Dari Ushul Hadis
oleh Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998), Cet. III, h.
2.
18
Mujib, op. cit, h. 38.
38
pertemuan pertama orang-orang yang berdo’a kepada Allah SWT
mendekatkan diri kepadanya, dalam pertemuan kedua orang memberikan
pelajaran.
Setelah itu beliau duduk pada pertemuan kedua ini. Praktek ini
membuktikan kepada kita suatu contoh terbaik betapa nabi mendorong
orang belajar dan menyebarkan ilmu secara luas dan suatu pujian atas
keutamaan juru didik.19
Cerita ini menandakan sebuah bukti bahwa as-sunnah merupakan
salah satu dasar pokok pendidikan Islam yang harus menjadi rujukan setiap
manusia yang beriman.
c.
Ijtihad
Ijtihad adalah mengeluarkan (menggali) hukum-hukum yang tidak
terdapat nash al-Qur’an dan sunnah yang jelas tentangnya.20 Menurut
Zakiyah Daradjat, ijtihad ialah istilah para fuqaha, yaitu berfikir dengan
menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syariat islam untuk
menetapkan atau menentukan suatu syariat islam dalam hal-hal yang
ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh al-Qur’an dan as-Sunnah. Ijtihad
dalam hal ini dapat meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek
pendidikan, tapi tetap berpedoman pada al-Qur’an dan sunnah.21
Ijtihad adalah usaha yang dilakukan oleh para ulama (mujtahid) untuk
menetapkan atau menentukan sesuatu hukum syari’at Islam terhadap hal-hal
yang ternyata belum ditegaskan hukumnya dalam al-Qur’an dan sunnah. Hal
ini sejalan dengan pendapat Zakiah Daradjat bahwa “landasan pendidikan
Islam itu terdiri dari al-Qur’an dan sunnah Nabi yang dapat dikembangkan
dengan ijtihad.”
Ijtihad dalam hal ini dapat meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk
aspek pendidikan. Namun demikian, ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah
19
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), Cet. III, h.
21.
20
Abu Abdillah, Argumen Alusunnah wal jama’ah, (Jakarta: Pustaka ta’awun, 2011),
Cet. II, h. 1.
21
Zakiyah Daradjat, dkk, op. cit., h. 21.
39
yang diatur oleh para mujtahid, tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an
dan sunnah. Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber dari al-Qur’an
dan sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan
Islam. Ijtihad tersebut haruslah dalam hal-hal yang berhubungan langsung
dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan situasi tertentu.
Teori-teori baru dari hasil pendidikan harus dikaitkan dengan ajaran Islam
yang sesuai dengan kebutuhan hidup.
Ijtihad di bidang pendidikan semakin dibutuhkan, sebab ajaran yang
terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah hanya sebatas pokok-pokok dan
prinsip-prinsip. Bila diperinci, maka perincian itu sekedar contoh dalam
menerapkan yang prinsip itu karena sejak diturunkan sampai Nabi
Muhammad SAW wafat, ajaran Islam telah tumbuh dan berkembang
melalui ijtihad yang seirama dengan tuntutan perkembangan jaman.
Dalam hal ini pemikiran para filsafat, pemimpin dan intelektual
muslim yang berijtihad dalam bidang pendidikan menjadi referensi
(sumber) pengembangan pendidikan Islam. Hasil pemikiran itu baik dalam
bidang filsafat, ilmu pengetahuan, fikih Islam, sosial budaya, pendidikan
dan sebagainya menyatu sehingga membentuk suatu pemikiran dan
konsepsi komprehensif yang saling menunjang khususnya bagi pendidikan
Islam. Dalam usaha modernisasi pendidikan Islam, pemikiran kalangan
intelektual pembaharu yang dapat dijadikan referensi bagi pengembangan
pendidikan Islam.22
Ada pun salah satu contoh ijtihad Imam Ahmad bin Hanbal yaitu Ibnu
Qayyim al-Jauziyah menjelaskan bahwa pendapat-pendapat Ahmad bin
Hanbal di bangun atas lima dasar, yaitu sebagai berikut:
1. Al-Nushush dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Apabila telah ada ketentuan
dari keduanya, ia berpendapat sesuai dengan makna tersurat (manthuq),
sementara makna tersiratnya (mafhum) ia abaikan.
22
http://www.tuanguru.com/2011/11/ijtihad-dalam-pendidikan.html. Diakses pada
20 Maret 2014.
40
2. Apabila tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, ia menukil
fatwa sahabat dan memilih pendapat sahabat yang disepakati sahabat
lainnya.
3. Apabila fatwa sahabat berbeda-beda, ia memilih salah satu pendapat
yang lebih dekat kepada al-Qur’an dan Sunnah.
4. Menggunakan hadits mursal dan dha’if, apabila tidak ada atsar, qaul
sahabat, atau ijma yang menyalahinya.
5. Apabila hadits mursal dan dha’if sebagaimana disyaratkan di atas tidak
didapatkan, ia menganalogikan (mengqiyaskan). Dalam pandangannya
qiyas adalah dalil yang dipakai dalam keadaan terpaksa.
6. Langkah terakhir adalah menggunakan Sadz al-dzara’i.23
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ijtihad adalah
mencurahkan segala kemampuan akal pikiran dalam menetapkan suatu
permasalahan hukum yang belum ditemukan kepastian hukumnya dalam
nash al-Qur’an dan as-Sunnah. Ijtihad ini dilakukan oleh para ulama yang
telah memenuhi persyaratan untuk melakukan ijtihad. Dengan adanya
ijtihad maka segala permasalahan kehidupan umat Islam termasuk masalah
pendidikan menjadi lebih terarah dan dapat diterapkan sebagai suatu
landasan hukum dalam menjalani kehidupan.
C.
Tujuan Menggali Nilai-nilai Pendidikan Islam
Persoalan pendidikan adalah persoalan yang menyangkut hidup dan
kehidupan manusia yang senantiasa terus berproses dalam perkembangan
kehidupannya. Diantara persoalan pendidikan yang cukup penting dan
mendasar adalah mengenai tujuan menggali nilai pendidikan. Tujuan
menggali nilai pendidikan termasuk masalah sentral dalam pendidikan,
sebab tanpa perumusan tujuan menggali nilai-nilai pendidikan yang baik
maka perbuatan mendidik bisa menjadi tidak jelas, tanpa arah yang baik.
Oleh karenanya, masalah tujuan menggali nilai pendidikan menjadi inti dan
23
http://marwajunia.blogspot.com/2012/02/ijtihad-dan-contoh-pemikiran-imamempat.html.Diakses pada 20 Maret 2014.
41
dasar yang sangat penting dalam menentukan isi dan arah pendidikan yang
diberikan.
“Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Karena itu tujuan
pendidikan Islam yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang yang melaksanakan pendidikan Islam.”24
Sebagai suatu kegiatan yang terencana, pendidikan Islam memiliki
kejelasan tujuan yang hendak dicapai. Banyak dari para ahli mengkaji
dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi tujuan pendidikan tersebut. Hal
ini biasa dimengerti karena tujuan pendidikan mempunyai kedudukan yang
amat penting.25
Menurut Omar al-Toumy al-Syaibani sebagaimana dikutip oleh
Jalaludin menggariskan bahwa tujuan menggali nilai pendidikan Islam
adalah untuk mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga mencapai tingkat
akhlak al-karimah. Tujuan ini sejalan dengan tujuan yang akan dicapai oleh
misi kenabian, yaitu membimbing manusia agar berakhlak mulia. Kemudian
akhlak mulia dimaksud, diharapkan tercermin tingkah laku individu dalam
hubungannya
lingkungannya.
dengan
Allah,
diri
sendiri,
sesama
manusia
serta
26
Menurut Abuddin Nata bahwa tujuan menggali nilai-nilai pendidikan
Islam itu adalah:
1.
Mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Allah di muka bumi
dengan sebaik-baiknya, yaitu melaksanakan tugas-tugas memakmurkan
dan mengola bumi sesuai dengan kehendak Tuhan.
2.
Mengarahkan manusia agar seluruh pelaksanaan tugas kekhalifahannya
dimuka bumi dilaksanakan dalam rangka beribadah kepada Allah,
sehingga tugas tersebut terasa ringan dilaksanakan.
24
Nur Uhbiyati, op. cit. h. 29.
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.
25
45.
26
Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2002), Cet. II,
h.92.
42
3.
Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga ia tidak
menyalahgunakan fungsi kekhalifahannya.
4.
Membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmaninya,
sehingga ia memiliki ilmu, akhlak dan keterampilan yang semua ini
dapat
dipergunakan
guna
mendukung
tugas
pengabdian
dan
kekhalifahannya.
5.
Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat.27
Menurut Ibnu Khaldun sebagaimana dikutip Muhammad A’thiyah al-
Abrasyi, tujuan menggali nilai-nilai pendidikan Islam adalah:
1.
Membentuk hamba-hamba Allah yang dapat melaksanakan kewajibankewajibannya kepada Allah.
2.
Membentuk manusia yang mampu menghadapi segala bentuk
kehidupan yang lebih layak dan bermanfaat bagi orang lain.28
Dengan demikian dapat disimpulkan dan dipahami bahwa tujuan
pendidikan Islam, yaitu merupakan penggambaran nilai-nilai Islami yang
hendak diwujudkan dalam pribadi manusia didik pada akhir dari proses
tersebut. Dengan kata lain perwujudan nilai-nilai Islami dalam pribadi
peserta didik guna mewujudkan pribadi yang beriman, bertaqwa dan
berilmu.
27
Abuddin Nata, FilsafatPendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), h.
106.
28
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat
Pers, 2002), Cet. I, h. 23.
BAB IV
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DAN
IMPLEMENTASINYA YANG TERKANDUNG DALAM
KEPEMIMPINAN ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ
Pada masa pemerintahannya, Abu Bakar menunjukkan garis besar politik
kebijaksanaan. Fakta historis menunjukkan bahwa pemerintahan Abu Bakar
banyak menuai keberhasilan, baik keberhasilan internal maupun eksternal. Dan
terdapat pula nilai-nilai potif dari aspek pendidikan Islam yang diajarkan oleh
khalifah Abu Bakar. Untuk itu penulis akan menggali nilai-nilai pendidikan Islam
yang terkandung dalam kepemimpinannya.
Penulis sangat berharap kiranya dari nilai-nilai pendidikan serta
implementasinya dalam pengajaran yang akan menjadi pembahasan dapat
bermanfaat dalam menambah khazanah ilmu terutama dalam kaitannya dengan
pembinaan pendidikan, adapun nilai-nilai pendidikan tersebut meliputi pendidikan
ketegasan, keberanian, kedermawanan, keadilan, kejujuran dan kewibawaan.
A.
Nilai-nilai Pendidikan Islam
1.
Ketegasan
Meskipun kaumnya mengenal Abu Bakar sebagai pribadi yang lemah
lembut, santun, dan murah hati, Abu Bakar di kenal bersifat tegas, yang
merupakan sifat terpuji yang dimilikinya. Salah satu ketegasan Abu Bakar
yaitu ketika Fuja‟ah telah mengkhianati amanah, menipu Abu Bakar dan
43
44
kaum muslimin dan membunuh orang-orang yang tidak bersalah. Jarang
orang marah seperti marahnya orang yang tertipu lebih-lebih penipuan yang
mengakibatkan pengkhianatan dan penumpahan darah.
Fuja‟ah datang kepada Abu Bakar meminta sejumlah senjata untuk
memerangi kaum murtad. Dengan senjata itu ia menyerang kaum muslimin
yang tidak bersalah dan mengacau di sepanjang jalan dengan merampok,
merampas dan menumpahkan darah. Ketika ia tertawan, maka Abu Bakar
menetapkan hukuman yang setimpal baginya, yaitu melemparkannya ke
dalam api. Dengan demikian kita dapat mengetahui ketegasan Abu Bakar
Ash-Shiddiq.
Ketegasan Abu Bakar juga terbukti dalam menciptakan stabilitas
kehidupan umat Islam. Perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah
mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng (orang-orang murtad,
nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat).
Di masa awal pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan berbagai
kekacauan dan pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad,
orang-orang yang mengaku dirinya Nabi, pemberontakan dari beberapa
kabilah Arab dan banyaknya orang-orang yang ingkar membayar zakat.
Diantara orang-orang yang mengaku dirinya menjadi nabi yang paling
berbahaya ialah Musailamah Al- Kazzab dari bani Hanifah di al Yamamah.
Musailamah ini telah mengaku menjadi nabi semenjak Rasulullah masih
hidup. Ada juga Al-Aswad al „Ansi di Yaman, dan Thulaihah ibn Khuwailid
dari Bani Asad. Diantara pengikut-pengikut nabi-nabi palsu itu banyak yang
mengetahui kepalsuan dan kesesatan nabi-nabi palsu itu, namun mereka
mau mendukung dan menggabungkan diri kepada nabi-nabi palsu itu,
hanyalah agar mereka jadi kuat untuk menghadapi quraisy yang hendak
memonopoli kekuasaan di tanah Arab.1
Mereka mengira, bahwa Abu Bakar adalah pemimpin yang lemah,
sehingga mereka berani membuat kekacauan. Pemberontakan kabilah
1
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004),
h. 3.
45
disebabkan oleh anggapan mereka bahwa perjanjian perdamaian yang dibuat
bersama Nabi SAW bersifat pribadi dan berakhir dengan wafatnya Nabi
SAW, sehingga mereka tidak perlu lagi taat dan tunduk kepada penguasa
Islam yang baru. Orang-orang yang enggan membayar zakat hanyalah
karena kelemahan iman mereka.
Maka Abu Bakar bermusyawarah dengan para sahabat dan kaum
muslimin menentukan apa tindakan yang harus diambil dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan ini. Kemudian dengan tegas, dinyatakannya seraya
bersumpah, bahwa beliau akan memerangi semua golongan yang telah
meneyeleweng dari kebenaran, seperti kaum murtad, mengaku jadi nabi,
ataupun yang tidak mau membayarkan zakat, sehingga semuanya kembali
kepada kebenaran, atau beliau gugur sebagai syahid dalam memperjuangkan
kemuliaan agama Allah. Dan kemudian ini disambut dan didukung kuat
oleh golongan terbesar dari kaum muslimin atau oleh seluruh kaum
muslimin. Dan orang-orang Quraisy menyerahkan putera-putera mereka
untuk menjalankan perintah Abu Bakar ini.2
Sungguh merupakan keputusan tegas beliau dalam memerangi kaum
murtad. Ketegasan Abu Bakar terhadap kaum murtad tidaklah santai, tidak
ada tawar-menawar di dalamnya, dan tidak ada keramahan. Selamat dan
kekalnya agama ini dalam aspek kesuciannya, kemurniannya, dan
keasliannya adalah berkat jasa keagungan Abu Bakar Ash-Shiddiq, tentu
dengan mendapatkan pertolongan Allah Swt. Setelah para pemberontak
tersebut berhasil dikalahkan, tanah Arab pun bersatu kembali dan bertambah
kuat berpegangan kepada ajaran Allah.
2. Keberanian
Dibalik sikapnya yang ramah dan murah hati, Abu Bakar sejatinya
adalah seorang pemberani terutama dalam membela kebenaran atau pun
mereka yang terzalimi. Beliau juga seorang yang cerdas dan paling diterima
2
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Khusna, 1983), h.
226.
46
pendapatnya. Diantara sikap kepahlawanan yang dianggap sebagai
kebanggaan yang disematkan dalam diri Abu Bakar adalah keberanian
menghadapi setiap orang yang menghalanginya di jalan dakwah, serta
pertolongan yang telah diberikannya pada Nabi Muhammad.
Keberanian Abu Bakar salah satunya adalah ketika Uqbah Ibn Abi
Mu‟ith mencekik nabi Muhammad saat berada di dalam ka‟bah. Imam
Bukhari meriwayatkan hadis Urwah ibnu Zubair yang bertanya kepada
Abdullah ibn Amr ibn Ash, “ceritakan kepadaku tentang kelakuan paling
kasar dari orang musyrik terhadap nabi Muhammad saw.”
Abdullah ibn Amr menjawab, ketika beliau melakukan shalat di dalam
ka‟bah, tiba-tiba datang Uqbah ibn Abi Mu‟ith meletakan selendang di leher
Nabi Muhammad dan menariknya dengan kuat tak berselang lama, Abu
Bakar datang beliau pun memegang pundak Uqbah untuk menyelamatkan
Nabi Muhammad saw.3
Abu Bakar berkata kepadanya dengan membaca sebuah ayat yang
artinya:
             
“Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki Karena dia
menyatakan: Tuhanku ialah Allah padahal dia Telah datang kepadamu
dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. (QS. Al-Mu‟min:
28).
Sebagai bukti lain keberanian Abu Bakar yaitu ketika beliau
menyuarakan kebenaran. Saat kaum Yahudi Madinah mulai terang-terangan
bersikap terhadap perkembangan Islam yang kian mendapat tempat di hati
penduduk Madinah, Abu Bakar perlu mendatangi mereka dipusat
perkumpulannya yaitu bait Al-Midras, untuk melakukan dialog keagamaan
dengan mereka.
3
Ibrahim al-Quraibi, Tarikh Khulafa‟, (Jakarta: Qhisti Press, 2009), Cet. I, h. 141.
47
Saat berada di Bait Al-Midras, Abu Bakar melihat orang-orang
Yahudi yang sedang berkumpul termasuk Finhas juga tokoh penting Yahudi
lainnya bernama Asya‟, Saat bertemu Abu Bakar berkata:
“Binasahlah kau wahai Finhas, takutlah kepada Allah dan masuklah
agama Islam “Demi Allah engkau telah mengetahui bahwa Muhammad
adalah utusan Allah. Dia datang di tengah-tengah kalian untuk
membawa kebenaran dari Allah dan kalian mengetahui nama
Muhammad telah tertulis dalam kitab Taurat dan Injil.”
Ini adalah salah satu keberanian Abu Bakar seorang yang berani
menyuarakan kebenaran di hadapan musuh-musuh Allah. Beliau berani
berkata tegas kepada pendeta Yahudi itu karena sudah menghalangi dakwah
Islam. Kaum Yahudi mengetahui bahwa akan hadir seorang Nabi Allah
bernama Nabi Muhammad sebagaimana yang tercantum dalam kitab suci
Taurat. Akan tetapi mereka sengaja menyembunyikan fakta tersebut. Itulah
watak dasar kaum Yahudi yang menyembunyikan kebenaran suka
berkhianat, berbohong serta angkuh.4
Di medan perang pun beliau diakui keberaniannya serta memiliki jiwa
patriotik yang tidak tertandingi, realita tersebut diakui para sahabat dan
tidak ada satu pun yang memungkiri keberaniannya.
Muhammad bin Aqil menuturkan, “suatu hari saat kami berkumpul
bersama para sahabat, tiba-tiba Ali bin Abi Thalib berbicara dihadapan
orang banyak, siapakah orang yang paling berani diantara umat ini?
semua yang hadir menjawab serentak, andalah orang yang paling berani
wahai putra Abu Thalib! Siapapun tau, anda paling pandai memainkan
pedang dan selalu tampil gemilang mengalahkan musuh-musuh Allah.”
Usai mendengar jawaban mereka, Ali bin Abi Thalib berkata tegas,
“Mungkin kalian menilai seperti itu karena tidak ada satu pun diantara
kalian yang mampu mengungguli permainan pedangku atau mengalahkanku
saat bertanding pedang. Bisa saja kalian menilai diriku orang paling berani
karena setiap pedang selalu terbelah menjadi dua saat bertanding denganku.
4
Misbah Em Majidy, Abu Bakar The 1st Khalifah,(Bandung: PT. Syigma Examedia
Arkanlema, 2013), h. 89.
48
Akan tetapi, sejujurnya aku katakan kepada kalian bahwa orang yang paling
berani diantara umat ini adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Orang-orang lantas bertanya kepada Ali bin Abi Thalib, apa alasan
anda menyebut Abu Bakar sebagai orang paling berani diantara kita, wahai
putra Abu Thalib? Ali menjawab, “Dalam sebuah peperangan kami
mendirikan tenda untuk didiami Rasulullah. Kemudian diantara kami saling
bertanya, siapakah yang akan mengawal Rasulullah ditenda ini agar tidak
terjadi sesuatu kepadanya? Demi Allah, tidak ada seorangpun yang berani
menerima tawaran tersebut kecuali Abu Bakar. Ketika pasukan kafir
mendekati tenda Rasul, Abu Bakar dengan sigap menghunuskan pedangnya
dan menghabisi setiap pasukan musuh yang mendekati tenda Rasul. Oleh
sebab itu menurutku, Abu Bakarlah yang paling pemberani.5
Tetapi apa yang menghilangkan kekaguman kita tidak mengubah
penghargaan kita atas keberaniannya tampil ke depan umum dalam situasi
ketika orang masih serba menunggu, ragu dan sangat
berhati-hati.
Keberanian Abu Bakar ini patut sekali kita hargai, mengingat dia pedagang,
yang demi perdagangannya diperlukan
perhitungan guna menjaga
hubungan baik dengan orang lain serta menghindari konfrontasi dengan
mereka, yang akibatnya berarti menentang pandangan dan kepercayaan
mereka. Ini dikhawatirkan kelak
akan berpengaruh buruk terhadap
hubungan dengan para relasi itu.
Dengan uraian tersebut di atas sikap keberanian yang dimiliki Abu
Bakar Ash-Shiddiq mengajarkan kita arti dari keberanian. Keberanian
adalah alat dari pada alasan diri secara keseluruhan untuk membuat diri kita
melawan atau memerangi musuh nyata dalam diri kita untuk merebut hak
dan kewajiban kita, menawarkan sebuah pergerakan yang kuat menjadi
lebih kuat lebih pintar dan lebih percaya diri, percaya pada kemampuan kita
membuat suatu pergerakan membangkitkan semangat hidup pergerakan
serikat pemberontak untuk memerangi pribadi diri sendiri, seakan berperang
5
Ibid., h. 179.
49
melawan hawa nafsu, berjuang melawan nafsu diri sendiri suatu kekuatan
lahiriah dengan kontak batin yang bersatu dalam satu tujuan.
3. Kedermawanan
Di antara sahabat nabi Muhammad Abu Bakar adalah yang paling
dermawan dan paling banyak memberikan sumbangan untuk perjuangan di
jalan Allah. Ketika masuk Islam, hartanya sangat banyak dan semuanya di
infaqkan untuk kepentingan dakwah, demi memuliakan kalimat Allah dan
membantu perjuangan Nabi Muhammad Saw.
Salah satu kedermawanan Abu Bakar yaitu, pada tahun ke-6 Hijriah,
Rasulullah mendapat informasi penting bahwa raja Romawi, telah bersekutu
dengan kabilah-kabilah Arab yang dipelopori kaum Nasrani dari suku
Judzam untuk menghancurkan Islam. Mereka akan menyerang Hijaz dengan
target utama membunuh Muhammad. Kaisar Romawi ini mengerahkan
ratusan ribu pasukannya untuk melenyapkan Islam dibumi. Rasulullah
kemudian menyiapkan pasukan Islam untuk bergerak menuju Tabuk untuk
menghadapi serangan pasukan Romawi.
Sejarah mewartakan tingkat kesulitan yang dihadapi kaum muslim
dalam perang Tabuk sangatlah besar, yaitu letak geografis wilayah Tabuk
yang jauh dari Madinah. Kondisinya yang sangat gersang dan situasi
kehidupan yang sangat sulit di daerah tersebut. Sebelum berangkat
Rasulullah menjelaskan secara terperinci tentang kondisi dan tugas berat
yang dihadapi kaum muslim dalam pertempuran melawan musuh Islam
yang jumlahnya ratusan ribu.6
Umar bin Khattab menuturkan, “Saat perang Tabuk, Rasulullah
menyerukan kepada kaum muslim untuk mengumpulkan dana untuk
membiayai perang besar melawan imperium Romawi dan para sekutunya.
Umar segera menemui Rasulullah dan menyerahkan separuh dari seluruh
harta yang aku miliki untuk perjuangan Islam. Usai menerimanya, Rasul
6
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Biografi Abu Bakar Ash-shiddiq, (Jakarta: Pustaka
Al-kausar, 2013), h.58.
50
berkata, “Berapa yang kausisakan untuk keluargamu, wahai putra AlKhatab? Aku menjawab sebanyak yang aku serahkan kepadamu, wahai
utusan Allah.”
Kemudian, datang Abu Bakar Ash-Shiddiq menyerahkan seluruh harta
miliknya untuk perjuangan Islam. Setelah menerimanya, Rasul bertanya,
“Berapa yang kau sisakan untuk keluargamu, wahai putra Abu Quhafah?
Abu Bakar menjawab, Aku sisakan untuk keluargaku Allah dan Rasul-Nya.
Demi Allah, aku tidak akan mampu mengungguli Abu Bakar dalam berbuat
kebaikan.”
Sikap kedermawanannya juga ditunjukkan ketika Abu Bakar membeli
seorang budak bernama Bilal. Ketika itu keadaan kaum muslimin mendapat
gangguan, intimidasi, teror serta kekerasan yang dilancarkan oleh orangorang musyrikin terhadap Rasulullah dan para sahabat. Dengan itu mereka
dapat memalingkan kaum muslimin dari akidah keislaman serta itu pun
merupakan bentuk dari luapan kebencian dan kemarahan orang-orang
musyrikin terhadap Islam.
Bilal misalnya, ia mengalami penyiksaan yang luar biasa, sementara ia
tidak memiliki orang yang bisa menopangnya, tidak memiliki kaum atau
klan yang bisa melindunginya. Orang seperti Bilal ini ditengah masyarakat
Jahiliyah Mekkah tidak memiliki nilai apa-apa, tidak memiliki peran dalam
kehidupan melainkan hanya melayani, patuh dan diperjual belikan. Jika
orang seperti Bilal ternyata memiliki pendapat, pemikiran, dakwah atau
posisi, maka dalam masyarakat Jahiliyah Mekkah dianggap sebagai sebuah
kejahatan yang menggoncangkan pilar-pilar dan sendi-sendi tatanan
masyarakat Jahiliyah Mekkah.
Ketika majikannya Umayah bin Khalaf mengetahui hal itu, maka ia
pun mulai mengambil langkah antara mengintimidasi dirinya dan terkadang
membujuknya. Namun Umayyah bin Khalaf tidak mendapati dari diri Bilal
melainkan keteguhan sikap dan pendirian serta tidak bersedia untuk kembali
ke belakang kepada kekafiran, kejahiliyahan dan kesesatan.
51
Umayyah bin Khalaf pun membawa Bilal ke tengah gurun dan
memanggangnya di bawah panasnya terik matahari lalu diletakkannya pula
sebongkah batu besar di atas dadanya. Kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq
pun pergi ke lokasi penyiksaan kemudian membebaskan dengan membeli
budak tersebut lalu memerdekakannya. Dalam sebuah riwayat disebutkan,
bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq membeli bilal dengan harga tujuh uqiyyah
atau empat puluh uqiyyah emas.7
Demikianlah Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah sosok pemberi
kebebasan dan pemerdeka budak-budak, menyambung silaturahim, orang
yang dikenal gemar membantu orang yang sedang kesulitan, tertimpa
musibah dan kesusahan. Hatinya sungguh dipenuhi dengan kelembutan,
belas kasih dan sayang kepada orang-orang yang lemah. Ia tidak segansegan menginfakkan hartanya dalam jumlah yang cukup besar demi
mendapatkan Ridha Allah SWT.
Bukan seberapa banyak nominal yang disumbangkan atau sebesar apa
materi yang telah diberikan, melainkan dalam ketulusan yang jernih dan niat
yang utuh membelanjakan harta dijalan Allah, kesediaan untuk berbagi,
ketulusan membantu perjuangan Islam, itulah yang akan membawa para
pelakunya kepada kemuliaan dan derajat luhur disisi Allah, seperti yang
tercermin dalam diri Abu Bakar Ash-Shiddiq.8
Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa pada masa
jahiliyah, Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah seorang saudagar. Ia terbiasa
menjelajahi negri-negri yang ada untuk berniaga. Ia memiliki modal sebesar
empat puluh ribu dirham. Saat ia masuk Islam semuanya dibelanjakan untuk
perjuangan Rasul, terutama untuk memerdekakan para hamba sahaya yang
disiksa majikannya karena memeluk agama Islam serta keperluan
perjuangan Islam lainnya.
Begitulah kedermawanan Abu Bakar yang menginfaqkan seluruh
hartanya di jalan Allah dengan ikhlas beramal demi kepentingan perjuangan
7
Ibid., h.58.
Majidy, op. cit., h. 107.
8
52
Islam sehingga Rasulullah pun memberikan jaminan yang besar di akhirat.
Kita dapat mengambil pelajaran dari sikap dan keteladanan Abu Bakar yang
tidak rakus terhadap harta kekayaan. Meski ia adalah seorang khalifah,
namun tetap memilih hidup sederhana demi menjaga amanah.
4. Keadilan
Abu Bakar adalah sosok yang menjadi contoh dan teladan dalam
keadilannya yang begitu menawan hati, memukau akal pikiran. Keadilan
dalam pandangan Abu Bakar adalah sebuah dakwah praktis yang bisa
menjadi media yang efektif untuk membuka hati manusia untuk beriman.
Abu Bakar benar-benar mempraktikkan keadilan diantara manusia
dalam hal pemberian, meminta mereka supaya membantu dan mendukung
dirinya dalam menegakkan keadilan, serta menawarkan dirinya untuk
diqishos dalam sebuah kasus dalam hal ini menunjukkan sikap adil dan rasa
takut kepada Allah.
Peradilan pada era Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq merupakan
kepanjangan dari wajah peradilan pada periode kenabian (masa Rasulullah).
Hal itu termanifetasikan dalam bentuk komitmen total terhadap peradilan
pada masa Rasulullah, meniru manhajnya, semaraknya nuansa tarbiyah
diniyah, keterikatan dengan iman dan akidah, lebih mengedepankan kontrol
agama.
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin Al-Ash, bahwasannya Abu
Bakar pada suatu hari jum‟at berdiri lalu berkata, “Jika kita memasuki
waktu pagi, maka tolong bawa kesini zakat Unta, kami akan membaginya
dan tidak boleh ada satu orangpun yang masuk menemui kami kecuali harus
dengan izin. Lalu ada seorang perempuan berkata kepada suaminya, ambil
dan bawalah khitam (tali untuk mengikat dan mengendalikan Unta). Lalu si
suami pun datang, Kemudian mendapati Abu Bakar dan Umar bin Khatab
telah memasuki ke tempat Unta. Ia pun ikut masuk bersama beliau berdua.
Melihat hal tersebut, Abu Bakar Ash-Shiddiq langsung menoleh dan
berkata, “kenapa kamu ikut masuk? kemudian Abu Bakar mengambil tali
53
yang dibawa orang itu kemudian memukulnya. Setelah selesai membagi
zakat unta, maka orang tersebut dipanggil dan mengembalikan kepadanya
tali itu, Abu Bakar berkata, “silahkan balaslah aku, karena tadi aku telah
memukulmu.” Lalu Umar bin Khatab berkata, sungguh demi Allah orang itu
tidak boleh membalas dan jangan jadikan hal itu sebagai kebiasaan yang
diikuti. Abu Bakar berkata, maka siapakah yang akan menyelamatkanku
dari pembalasan Allah pada hari kiamat? Umar bin Khatab berkata, buat
hatinya Ridha dan senang. Kemudian Abu Bakar memerintahkan kepada
pembantunya menemui orang itu sambil membawa seekor Unta dan kain
penutupnya serta uang sebanyak lima dinar, sehingga hati orang itu pun
Ridho dan senang.9
Sebagai bukti lain keadilan Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah kebijakan
meningkatkan kesejahteraan umum dan perekonomian. Abu Bakar
membentuk lembaga “Baitul Mal”, semacam kas negara atau lembaga
keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi
Saw yang digelari “amin al-ummah” (kepercayaan umat).
Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan yaitu kebijakan dalam
membagi sama rata hasil rampasan perang (ghanimah). Dalam hal ini ia
berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang menginginkan pembagian
dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan
Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama Islam adalah
akan mendapat balasan pahala dan Allah SWT di akhirat. Karena itulah
biarlah mereka mendapat bagian yang sama yakni, memberikan jumlah yang
sama kepada semua sahabat dan tidak membeda-bedakan antara sahabat,
antara budak dan orang merdeka, bahkan antara pria dan wanita. Sehingga
harta Bait al-Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama
karena langsung di distribusikannya.10
Disinilah dapat kita renungkan betapa keadilan Sang Khalifah Abu
Bakar dapat berhasil ditegakkan seperti meningkatnya pendapatan kaum
9
Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit.,h. 249.
Moh Fachruddin Fuad, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1995), h. 77.
10
54
muslimin serta mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorang pun
yang dibiarkan dalam kemiskinan.
Sebagai bentuk keadilannya menjadi khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
menerapkan praktek akad perdagangan yang sesuai dengan prinsip syariah.
Menerapkan beberapa kebijakan umum, antara lain sebagai berikut:11
1. Menegakan hukum dengan memerangi mereka yang tidak mau
membayar zakat.
2. Tidak menjadikan ahli badar (orang-orang yang berjihad pada perang
Badar) sebagai pejabat negara.
3. Tidak mengistimewakan ahli Badar dalam pembagian kekayaan negara.
4. Mengelolah barang tambang (rikaz) yang terdiri dari emas, perak,
perunggu, besi, dan baja sehingga menjadi sumber pendapatan negara.
5. Menetapkan gaji pegawai berdasarkan karakteristik daerah kekuasaan
masing-masing.
6. Tidak merubah kebijakan Rasulullah SAW dalam masalah jizyah.
Demikianlah nilai utama kemanusiaan yang dibawa oleh Islam
melalui sosok teladan Abu Bakar Ash-shiddiq. Beliau adalah sosok yang
mengajarkan tegaknya keadilan. Sebagai pemimpin Abu Bakar Ash-Shiddiq
berhasil mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat dengan
mengolah zakat, infak dan sadaqoh yang berasal dari kaum muslimin,
ghanimah harta rampasan perang dan jizyah dari warga negara non-muslim.
Ia memperhatikan skurasi penghitungan zakat. Hasil penghitungan
zakat dijadikan sebagai pendapatan negara yang disimpan dalam Baitul Mal
dan langsung di distribusikan seluruhnya pada kaum muslimin.
Putusan-putusan hukum
peradilan ini menjadi bahan kajian dan
rujukan para peneliti, menjadi pusat perhatian fuqaha, menjadi sumber
referensi hukum-hukum syara‟, sumber berbagai ijtihad hukum peradilan
serta sumber pendapat-pendapat fikih di berbagai masa.
11
http://muanhinata.multiply.com . Diakses pada 10 Februari 2014.
55
5. Kejujuran
“Kejujuran adalah amanah dan kebohongan adalah khianat.” Hal ini
adalah cermin sifat kejujuran dan sikap amanah. Abu Bakar memberi contoh
bahwa seorang pemimpin harus bersikap jujur dan teguh memegang amanah
yang dipercayakan rakyat kepada dirinya. Kejujuran seorang pemimpin
adalah pintu utama untuk menyentuh hati seluruh rakyatnya serta meraih
kepercayaan mereka. Pemimpin yang istiqomah memegang amanah
umatnya akan mampu mengantarkan rakyatnya menuju kehidupan yang
damai dan sejahtera. Sebaliknya, pemimpin yang bersikap tidak amanah
akan membawa rakyatnya kepada kehidupan yang penuh kekacauan, jauh
dari kesejahteraan, dan tertinggal dari umat yang lainnya.12
Prinsip kejujuran Abu Bakar tersebut juga menjadi landasan garis
kebijakannya dalam memimpin umat, yaitu bahwa kejujuran dan
keterbukaan antara pemimpin dan rakyat adalah asas hubungan di antara
keduanya. Prinsip dasar ini memiliki kontribusi dan pengaruh yang sangat
penting bagi kekuatan dan soliditas umat, karena telah tertancap kuat
jembatan kepercayaan antara umat dan pemimpinnya. Ini adalah sebuah
moral atau etika politik yang bertolak dari seruan Islam kepada kejujuran
dan kebenaran.
Tidak disangsikan lagi bahwa barangsiapa mencermati dan merenungi
kata-kata Abu Bakar Ash-Shiddiq tersebut, maka ia pasti akan mendapatkan
bahwa dia adalah memang benar-benar sosok pemimpin yang prisoner,
karena ia memang benar-benar meniti jejak dan jalan Nabi yang mulia.13
Dari Kata-kata Abu Bakar Ash-Shiddiq di atas mengenai prinsip
“kejujuran adalah amanat” dapat penulis pahami bahwa Khalifah Abu Bakar
sangat menekankan kejujuran atau kebenaran dalam berkata maupun
berbuat, bahkan hal ini merupakan amanah dari Allah Swt. Kejujuran adalah
salah satu nilai terpenting dan paling yang harus dimiliki setiap orang.
Orang jujur sangat hati-hati terhadap hak dan kewajiban. Mereka akan
12
Ali Muhammad Ash-Shalabi, op. cit., h. 255.
Ibid., h. 255.
13
56
enggan mengambil yang bukan haknya, memanipulasi untuk tujuan tidak
baik. Kejujuran juga akan melahirkan penghargaan terhadap hak-hak orang
lain. Sebab kejujuran sebagaimana yang telah kita uraikan diatas juga akan
menumbuh kembangkan kecintaan terhadap kebenaran, keadilan dan
kedisiplinan dalam hidup dan bekerja.
6. Kewibawaan
Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah pimpinan golongan Ash-Shiddiqun
dan sebaik-baiknya orang shaleh setelah para Nabi dan Rasul. Ia adalah
sosok sahabat Rasulullah yang paling utama, paling alim dan paling mulia
secara mutlak. Rasulullah bersabda tentang dirinya, “Seandainya aku ingin
mengambil seorang khalil, niscaya Abu Bakarlah orangnya, akan tetapi ia
adalah saudaraku dan sahabatku.”
Umar bin Al-Khathab memberikan sebuah pernyataan testimonial
tentang Abu Bakar Ash-Shiddiq, “Anda adalah pemimpin kami, sosok yang
paling baik di antara kami dan orang yang paling dicintai oleh Rasulullah di
antara kami”
Ali bin Abu Thalib ketika ditanya oleh puteranya Muhammmad bin
Al-Hanafiyyah, “Siapakah orang yang paling baik setelah Rasulullah?”
Maka ia menjawab, “Abu Bakar Ash-Shiddiq.”
Sesungguhnya kehidupan Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah lembaran
yang kemilau dari sejarah Islam yang menyilaukan setiap sejarah dan
mengunggulinya. Tidak ada sejarah umat-umat lain yang membuat sebagian
saja dari apa yang termuat dalam sejarah Islam berupa kemuliaan,
keluhuran, ketulusan, jihad dan dakwah demi memperjuangkan prinsipprinsip dan nilai-nilai luhur.14
Dalam masyarakat Jahiliyah, Abu Bakar Ash-Shiddiq termasuk salah
satu orang yang terkemuka, terhormat, terpandang dan terbaik. Ibnu Ishaq
dalam As-Sirah menuturkan, bahwa mereka sangat menyukai Abu Bakar
Ash-Shiddiq dan senang kepadanya. Mereka mengakui bahwa ia adalah
14
Ibid ., h. 11.
57
sosok yang memiliki keutamaan yang agung dan akhlak yang mulia. Mereka
biasa datang kepadanya, meminta bantuan menyangkut apa yang
menimpanya. Mereka merasa nyaman dan akrab dengannya karena
pengetahuannya, perniagaannya dan sikapnya yang familiar dan bersahabat.
Abu Bakar Ash-Shiddiq memiliki sebuah keistimewaan yang
membuat dirinya disukai banyak orang Arab, yaitu ia tidak pernah mencela
nasab siapapun dan tidak suka menyebutkan aib, cacat, kekurangan dan
kejelekan orang lain.
Abu Bakar Ash-Shiddiq termasuk salah satu ahli nasab dan pakar
tentang berita-berita bangsa Arab. Dalam hal ini, ia memiliki catatan
pengalaman dan kapabilitas yang cukup besar, hingga menjadikan dirinya
master atau guru bagi banyak para pakar nasab seperti Uqail bin Abu Thalib
dan yang lainnya.15
Abu bakar termasuk orang yang paling menjaga kesucian diri pada
masa Jahiliyah, sampai-sampai ia mengharamkan minuman keras atas
dirinya sendiri sebelum Islam.16
Ada orang bertanya kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq, “Apakah anda
menenggak minuman keras pada masa Jahiliyah?” Lalu Abu Bakar AshShiddiq menjawab, A‟udzu billah!” lalu dikatakan kepadanya, “Kenapa?”
lalu ia berkata “Aku memelihara kehormatku dan menjaga martabat dan
muru‟ahku. Karena orang yang minum khamar, maka ia adalah orang yang
menyia-nyiakan dan mengabaikan kehormatan, martabat dan murua‟ahnya.
Demikianlah, akhlaknya yang terpuji, akalnya yang cerdas dan cemerlang
serta fitrahnya yang lurus, normal dan sehat menjadikan dirinya sosok yang
anti terhadap setiap hal yang mengurangi muru‟ah dan mengurangi
kehormatan dari perbuatan-perbuatan dan moral masyarakat Jahiliyah yang
berlawanan dengan fitrah yang lurus dan sehat serta bertentangan dengan
akal yang sehat dan kedewasaan. Karena itu, tidak aneh jika sosok yang
15
Ibid.,h. 36.
Ibid.,h. 38.
16
58
akhlaknya seperti itu langsung bergabung dengan parade dakwah kebenaran
dan langsung menempati posisi terdepan.17
Rafiq Al-Azhm memberikan catatan tentang potret kehidupan Abu
Bakar Ash-Shiddiq pada masa Jahiliyah seperti berikut, “Sungguh seseorang
yang lahir dan tumbuh di tengah lingkungan paganisme yang dipenuhi
berhala dan arca-arca dimana tidak ada agama yang menjadi pengekang dan
pengontrol dan tidak pula syari‟at yang menjadi pembimbing, penuntun dan
pemandu jiwa, namun ia tetap memiliki keutamaan seperti itu, tetap
memiliki idealisme dan kekokohan dalam memegang teguh „iffah dan
muru‟ah, maka sungguh sudah sepantasnya orang seperti itu menerima
Islam dengan sepenuh hati, menjadi orang yang pertama beriman kepada
sang petunjuk dan pembimbing para hamba, bergegas masuk Islam untuk
membuat orang-orang yang sombong, angkuh dan inad (keras kepala)
menjadi geram dan terhina, menjadi orang yang menyiapkan, membuka dan
memuluskan jalan mendapat petunjuk dan panduan dengan agama Allah
yang lurus yang mencerabut akar-akar perbuatan tercela dan hina dari jiwa
orang-orang yang mendapatkan petunjuk dan panduan dengan petunjuk dan
tuntunan agama-Nya serta yang memegang teguh tali agama-Nya yang
kokoh.
Betapa mulianya Abu Bakar Ash-Shiddiq, karena ia adalah sosok
yang memuat nilai-nilai yang luhur, akhlak terpuji, watak dan karakter yang
mulia dalam masyarakat Quraisy sebelum Islam. Penduduk Makkah
memberikan kesaksian dan testimoni keunggulannya atas yang lain dalam
akhlak, nilai-nilai dan keteladanan.
Tidak diketahui ada satu orang pun dari kaum Quraisy yang mencela
Abu Bakar Ash-Shiddiq, menilai negatif dirinya, memiliki pandangan
miring tentang dirinya, melecehkannya dan menghina dirinya, sebagaimana
yang mereka perbuat terhadap orang-orang Mukmin yang lemah. Di mata
mereka, Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak memiliki aib dan cacat kecuali
keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya.
17
Ibid.,h. 39.
59
Beliau dikenal dengan baik sebagai sosok yang ramah, halus, santun
dan penuh kesopanan serta memiliki watak yang baik dan mulia. Demikian
pula, Abu Bakar Ash-Shiddiq telah mengenal beliau dengan baik sebagai
sosok yang jujur, amanah dan berakhlak mulia yang menjadikan beliau tidak
pernah melakukan kebohongan terhadap manusia, apa lagi terhadap Allah.
Abu Bakar Ash-Shiddiq sudah barang tentu memiliki perhatian besar
terhadap keluarganya. Maka, Asma‟, Aisyah, Abdullah, Ummu Ruman dan
pembantunya yang bernama Amir bin Fuhairah pun masuk Islam. Sifat-sifat
terpuji, keutamaan-keutamaan yang agung dan akhlak yang mulia yang
terjelma pada kepribadian Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi faktor efektif
yang menjadikan orang-orang tertarik ketika diajak kepada Islam.18
Dengan demikian dapat penulis pahami bahwa Abu Bakar AshShiddiq sungguh merupakan salah satu imam dan pemimpin yang
menggambarkan garis perjalanan hidup dan jejak langkah mereka kepada
manusia serta menjadi teladan yang ucapan dan perbuatan mereka diikuti
dan diteladani oleh manusia dalam kehidupan ini. Sirah dan sejarah
perjalanan hidup Abu Bakar Ash-Shiddiq merupakan salah satu sumber dan
referensi paling kuat dalam bidang keimanan, emosi dan semangat
keislaman yang benar serta pemahaman yang benar dan lurus tentang Islam.
B.
Implementasi Nilai-nilai Pendidikan
1.
Ketegasan dalam Mendidik
Mendidik anak, idealnya harus sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW
begitu pun teladan dari khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq yang telah
mengajarkan kita tentang penerapan sikap tegas dalam menjalankan
kedisiplinan.
Dalam kegiatan pembelajaran, pendidik terkadang perlu menunjukkan
kelembutan, namun sewaktu-waktu pula dibutuhkan ketegasan dalam
18
Ibid.,h. 40.
60
sikapnya. Dalam Al-Qur‟an surat An-Nahl: 125 Allah SWT berfirman yang
artinya:
           
             

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.(QS. AnNahl: 125).
Ketegasan sikap dan tindakan dalam mendidik anak sangat diperlukan
karena berpengaruh besar terhadap sikap dan kebiasaan anak didik kelak.
Tegas bukan berarti keras atau galak, tetapi mampu menyeimbangkan antara
kasih sayang dan kedisiplinan bagi anak. Ketegasan berarti sikap dan
tindakan yang menerapkan kedisiplinan, dengan menegakkan aturan yang
berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan anak didik itu sendiri. Cara
ini perlu digunakan untuk mendidik anak agar mengenal arti tanggung
jawab dan disiplin sejak dini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sekolah merupakan salah satu faktor
dominan dalam membentuk dan mempengaruhi perilaku siswa. Di sekolah
seorang siswa berinteraksi dengan para guru yang mendidik dan
mengajarnya. Sikap teladan, perbuatan dan perkataan para guru yang dilihat
dan didengar serta dianggap baik oleh siswa dapat meresap masuk begitu
dalam ke dalam hati sanubarinya dan dampaknya kadang-kadang melebihi
pengaruh dari orang tuanya di rumah. Sikap dan perilaku yang ditampilkan
guru tersebut pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pendisiplinan
siswa di sekolah. Adapun usaha-usaha yang merupakan proses dalam
meningkatkan kedisiplinan adalah sebagai berikut :
61
1. Kesadaran diri
Sebagai pemahaman bahwa disiplin dipandangnya penting bagi
kebaikan dan keberhasilan dirinya. Kesadaran diri akan menjadi motif
yang kuat bagi terwujudnya kedisiplinan.
2. Loyalitas dan Ketaatan
Loyalitas dan ketaatan merupakan langkah penerapan atas peraturanperaturan yang mengatur perilaku seseorang. Hal ini sebagai lanjutan diri
adanya kesadaran diri. Tekanan dari luar dirinya sebagai usaha untuk
mendorong dan menekan agar disiplin dilaksanakan pada diri seseorang,
sehingga peraturan-peraturan yang ada dapat diikuti dan dipraktekkan.
3. Keteladan
Perbuatan dan tindakan lebih besar pengaruhnya dibandingkan hanya
sekedar dengan kata-kata. Oleh karena itu contoh dan teladan disiplin
kepala sekolah dan para guru sangat berpengaruh terhadap kedisiplinan
pada siswa. Mereka lebih mudah meniru dari apa yang mereka lihat,
dibandingkan hanya sekedar mendengar. Lagi pula hidup banyak
dipengaruhi oleh peniruan-peniruan terhadap apa yang dianggapnya baik
dan patut ditiru.
4. Penegakkan Hukum
Hukuman sebagai usaha untuk menyadarkan, mengoreksi dan
meluruskan perilaku yang salah sehingga anak kembali pada perilaku
yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
5. Lingkungan yang Disiplin.
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku
seseorang. Bila seorang anak berada pada lingkungan yang berisiplin,
kemungkinan besar ia akan tumbuh menjadi anak yang disiplin.
Mewujudkan lingkungan yang disiplin. Disiplin dapat juga dibentuk
melalui proses latihan dan kebiasaan. Artinya, mempraktikkan disiplin
secara berulang-ulang dan membiasakan dalam prilakunya sehari-hari.
62
Dengan latihan dan membiasakan diri, maka disiplin akan terbentuk pada
diri siswa.19
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan. Kedisiplinan guru dan
tenaga kependidikan (pegawai) adalah sikap penuh kerelaan dalam
mematuhi semua aturan dan norma yang ada dalam menjalankan tugasnya
sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap pendidikan anak didiknya.
Karena bagaimana pun seorang guru atau tenaga kependidikan (pegawai),
merupakan cermin bagi anak didiknya dalam sikap atau teladan, dan sikap
disiplin guru dan tenaga kependidikan (pegawai) akan memberikan warna
terhadap hasil pendidikan yang jauh lebih baik.
Dengan disiplin dimaksudkan sebagai upaya untuk mengatur perilaku
anak dalam mencapai tujuan pendidikan, karena ada perilaku yang harus
dicegah atau dilarang, dan sebaliknya, harus dilakukan. Pembentukan
disiplin pada saat sekarang bukan sekedar menjadikan anak agar patuh dan
taat pada aturan dan tata tertib tanpa alasan sehingga mau menerima begitu
saja, melainkan sebagai usaha mendisiplinkan diri sendiri (self discipline).
Artinya ia berperilaku baik, patuh dan taat pada aturan bukan karena
paksaan dari orang lain atau guru melainkan karena kesadaran dari dirinya.
2.
Keberanian dalam Mendidik
Pada umumnya pendidikan bertujuan untuk mewujudkan manusia
yang berbudi pekerti yang baik, cerdas, dewasa dalam berfikir, dewasa
dalam bertindak serta mampu dalam memecahkan persoalan hidup dan
kehidupan yang dijalaninya dengan kata lain pendidikan memberikan bekal
kepada generasi agar dapat hidup mandiri tanpa membebani kepada orang
lain di sekitarnya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dalam pendidikan sangat
dibutuhkan adanya sikap keberanian. Keberanian dalam pendidikan
maksudnya adalah keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang
19
Tulus Tu‟u, Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Belajar, (Jakarta:
Gramedia, Wiasarana Indonesia, 2004), h. 48.
63
baik dalam pendidikan. Dalam hal ini pendidikan mempunyai kewajiban
untuk menumbuhkan rasa percaya diri kepada anak didik. Rasa percaya diri
pada anak didik perlu ditanamkan dan dikembangkan sejak awal mengenal
pendidikan, karena dengan memiliki rasa percaya diri anak didik berani
untuk mengungkapkan dan mengutarakan pendapat mereka mengenai
pendidikan yang diterimanya.
Adapun upaya untuk melatih anak didik dalam keterampilan
komunikasi di kelas seperti menyampaikan pesan atau tanggapan terhadap
pesan guru dengan baik, melalui bahasa lisan atau tulisan. Untuk itu mereka
harus dilatih dan guru harus memfasilitasinya. Hunt sebagaimana dikutip
oleh Dede Rosyada menyampaikan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
1. Siswa harus dilatih keterampilan membaca dalam konteks memahami
pesan-pesan tertulis yang terdapat dalam bacaan.
2. Siswa dilatih untuk mau dan mampu berbicara dengan baik, mereka
harus terus didorong untuk berbicara dan senantiasa memiliki sesuatu
yang sangat penting untuk disampaikan kepada guru, sehingga dia
terlatih untuk menyampaikan pendapat dan pandangannya dengan baik.
3. Guru harus menyediakan kesempatan bagi siswa untuk membiasakan
menyampaikan pandangan, pendapat atau berbagai pertanyaan, baik
dengan menggunakan bahasa tulis maupun lisan, sehingga mereka terus
terlatih untuk menyusun bahasa lisannya.
4. Guru juga harus menata ruang kelas yang mendukung proses komunikasi
kelas dengan baik, sehingga siswa terus terdorong untuk melakukan
komunikasi verbal dengan gurunya.
5. Guru juga harus dengan sabar mendengarkan penyampaian mereka, atau
mempelajari bahasa tulis mereka memberi feed back untuk perbaikan
kedepan.20
Dengan demikian dapat penulis pahami bahwa dengan keterampilan
guru dalam menciptakan iklim komunikatif diharapkan siswa dapat
20
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta: Fajar Interpratama
Offset). h.152.
64
berpartisipasi aktif untuk mengeluarkan pendapatnya, mengembangkan
imajinasinya dan daya kreativitasnya.
Adapun keberanian seorang guru yaitu ketia ia berani menghadapi
tantangan baru dan bersedia menghadapi resiko kegagalan. Ia senantiasa
penasaran untuk mencoba hal-hal baru. Dalam konteks pembelajaran, guru
yang kreatif akan membuka diri pada bentuk dan model-model
pembelajaran yang baru. Ia akan menganalisis apakah metode baru tersebut
dapat membuat pembelajaran menjadi lebih efektif, jika tidak, ia akan
mencari metode lain apa yang harus digunakan dengan kata lain ia berani
melakukan eksperimen atau uji coba. Apakah itu uji coba model-model
pembelajaran atau pun pola komunikasi dengan siswa. Intinya uji
keberanian ini dibutuhkan untuk membuka hal-hal baru yang positif, guna
meningkatkan kemampuan dan kapabilitas dirinya sebagai guru.21
Dengan demikian guru yang menerapkan nilai keberanian dalam sikap
dan tindakannya yaitu guru yang berusaha menemukan cara-cara baru untuk
menemukan potensi atau bakat siswanya. Guru yang tidak pernah puas
dengan pembelajaran yang dilaksanakannya. yang bisa menciptakan sebuah
pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa agar termotivasi belajar.
Dia selalu melakukan refleksi diri melalui penelitian Tindakan Kelas (PTK)
di kelasnya sendiri. Selalu saja ada ide-ide yang cemerlang membuatnya
menemukan sistem pembelajaran dengan berbagai model. Bahkan, dia
mampu membuat media pembelajarannya sendiri untuk membantu para
peserta didiknya menerima materi pelajaran dengan baik. Keberhasilan
seorang guru yang kreatif terletak pada pemahaman siswa setelah menerima
materi pelajaran yang diberikan.
21
Rudiana, 9 Karakter Guru Menyenangkan Berbasis Ramah Otak, (Bandung:
Smile‟s Indonesia Insitute, 2012), h. 134.
65
3.
Kedermawanan dalam Mendidik
Sebagai seorang guru patut meneladani sikap kedermawanan Sang
Khalifah. Guru yang dermawan tidak akan menganggap tugasnya tersebut
sebagai kewajiban semata yang harus dilaksanakan, melainkan sebuah ruang
dimana ia bisa memberikan yang terbaik dari dirinya berdasarkan semangat
pengabdian.22
Guru yang dermawan selalu mengajar dengan hati, penuh ketulusan
dan kepedulian. Guru yang dermawan akan menjadi sosok yang jujur, sabar
dan kerja keras dalam menerima benih lalu menumbuhkan sesuai potensinya
sehingga menjadi bermanfaat bagi pihak lain.23
Guru yang mendalami dan menerapkan nilai kedermawanan,
senantiasa bertujuan untuk mendapatkan keridhaan Allah Swt. Visi dan
misinya sangat jauh ke depan, tidak sebatas sampai akhir kehidupan dunia
saja, tapi sampai kehidupan akhirat. Ia menyadari betul bahwa segala
kreativitas dan pengabdiannya akan dibalas oleh Tuhan dengan yang
setimpal. Oleh karena itu, prinsip kerja yang diembannya adalah
mengerjakan sesuatu tanpa pamrih, semata-mata hanya mengharap ridha
Tuhan.
Kedermawanan guru dalam membimbing dan mengajar siswanya
merupakan sumber kekuatan para siswa dalam mencapai potensi dan citacita mereka. Indikator kedermawanan atau ketulusan dalam memberi
menurut Sukadi sebagaimana yang dikutip oleh Rudiana dalam bukunya
yaitu:
1. Guru yang dermawan adalah guru yang bekerja dengan semangat tinggi.
2. Guru yang dermawan adalah guru yang mengayomi seluruh siswanya.
3. Guru yang dermawan adalah ia sabar dalam mengantarkan para siswa
meraih cita-citanya.
22
Ibid., h. 112.
Ibid., h. 108.
23
66
4. Guru yang dermawan adalah guru yang bekerja atas panggilan jiwa,
bukan karena imbalan. Imbalan baginya merupakan hal yang wajar ia
terima, bukan sumber motivasi utama.
5. Guru yang dermawan adalah ia tidak pernah mengharapkan pujian dari
sesama.
6. Guru yang dermawan adalah guru yang bekerja dengan gembira
(senang), dengan kata lain, ia menikmati pekerjaannya.
7. Guru yang dermawan adalah guru yang bahagia ketika siswanya menjadi
orang sukses dan berhasil.24
Guru yang seperti ini, maka ia tidak akan mengeluh, meski ketika
mengajar banyak persoalan yang ditemuinya. Segala sesuatunya terasa
ringan. Ia menikmati pekerjaannya. Guru yang dermawan akan menemukan
kenyataan bahwa siswanya merasa nyaman dengan kehadirannya. Rasa
nyaman inilah yang nantinya membuat para siswa menikmati pembelajaran
dikelas.25
Dari paparan diatas dapat penulis simpulkan bahwa, dalam konteks
pendidikan karakter, salah satu hal yang penting adalah penguatan karakter
kedermawanan sosial. Agar kemudian generasi yang dihasilkan dari proses
pendidikan kita adalah generasi yang bukan hanya unggul dalam hal
kompetensi, tapi juga sosok yang peduli serta dermawan.
Guru yang dermawan ialah seseorang yang membawa perubahan
positif dalam perilaku siswa tidak hanya dengan penyampaian pengetahuan,
tetapi juga dengan keteladanan sikap yang ditunjukkan karena esensinya
mengajar mencakup pelajaran tentang nilai-nilai hidup, tentang semangat,
dan juga bagian dari pendidikan karakter. Dengan menampilkan sikap
keteladanan (sikap dermawan) seorang guru, maka akan terpancar energi
positif diantara pendidik dan anak didik yang mana ini akan membuat anak
didik merasa nyaman dan suasana pembelajaran pun akan menjadi positif
dan menyenangkan.
24
Ibid., h. 110.
Ibid., h. 112.
25
67
4.
Keadilan dalam Mendidik
Dalam pendidikan sikap keadilan sangat penting dimiliki oleh seorang
pendidik, karena pendidik merupakan salah satu pilar penegak keadilan.
Maka, menjadi pendidik yang adil adalah sebuah keniscayaan. Agar dapat
menjadi pendidik yang adil maka tiga hakikat keadilan sebagaimana yang
tersebut sebelumnya harus diimplementasikan dalam proses pembelajaran
dengan anak didik.
1. Perlakukan yang sama
Pembelajaran harus mampu memberikan kemudahan belajar kepada
peserta didik secara adil dan merata (tidak diskriminatif), sehingga
mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Keadilan
dalam pembelajaran merupakan kewajiban guru dalam pembelajaran, dan
hak peserta didik untuk memperoleh pembelajaran yang maksimal dari
guru. Untuk menjadi guru yang adil maka langkah pertama adalah
memberikan pembelajaran kepada seluruh siswa tanpa kecuali dengan
kualitas yang sama.26
2. Adil dalam keseimbangan
Proses pembelajaran bertujuan menghasilkan output yang sebaikbaiknya. Siapapun anak didik yang terlibat dalam proses pembelajaran
diharapkan menjadi lulusan yang berkualitas. Dalam kontek inilah, adil
dalam keseimbangan dapat diterapkan oleh guru yang ingin menjadi guru
yang adil. Anak didik tidak mempunyai kecerdasan yang sama. Masingmasing dari mereka memiliki tingkat kecerdasan dan daya tangkap yang
bervariasi.
Bahkan
diantara
mereka
ada
anak
yang tergolong
berkebutuhan khusus. Terhadap mereka, tentu guru harus memberikan
“perlakuan khusus” kepada anak didik yang mempunyai daya tangkap
dan kecerdasan rendah, siapapun yang ingin menjadi guru yang adil,
maka
ia
harus
memberikan
perhatian
lebih
dan
memberikan
pembelajaran dengan intensitas dan kualitas yang lebih pula. Mereka
26
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2011), h. 28.
68
harus diperlakukan “berbeda” dengan anak-anak yang berkecerdasan
tinggi. Demikian juga terhadap anak-anak berkebutuhan khusus.
Dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan yang cukup dalam memberikan
pembelajaran kepada mereka.
3. Adil dalam hak-hak individu
Anak didik diciptakan Allah dengan segala keberbedaan antara satu
dan yang lainnya. Mereka mempunyai potensi, bakat, minat dan
kecenderungan yang berbeda. Tentu saja dalam kontek ini, hak-hak yang
harus mereka dapatkan menjadi berbeda. Oleh karenanya, guru harus
dapat memfasilitasi segala keberbedaan yang dimiliki anak didik. Dengan
memberikan fasilitas yang memadai maka anak didik akan berkembang
sesuai dengan potensi, bakat, minat dan kecenderungan mereka. Apabila
dalam mengarahkannya tidak sesuai dengan potensi, bakat, minat dan
kecenderungan anak didik, maka itu merupakan tindakan memaksakan
kehendak dan tindakan ketidak adilan.27
Dapat penulis pahami bahwa guru harus selalu mengedepankan
keadilan berbagi, artinya setiap siswa memiliki kesempatan atau peluang
yang sama. Namun juga diharapkan guru tidak menyamaratakan
pandangannya. Guru sadar bahwa setiap siswa adalah individu yang
memiliki keunikan tertentu. Dalam kondisi tertentu siswa dalam
menyelesaikan sebuah tugas memiliki cara tempuh yang bervariasi. Guru
juga mampu memberikan pola keseimbangan diatas searah dengan karakter
siswa yang ada. Guru yang adil harus mampu memberikan penghargaan
yang pantas dan spontanitas atas kreasi yang dibuat oleh siswa.
5.
Kejujuran dalam Mendidik
Sikap
kejujuran
seorang
Abu
Bakar
Ash-Shiddiq
dapat
diimplementasikan dalam pendidikan. Pendidik memberikan pengaruh yang
kuat pada karakter siswanya. Karakter terpenting yang harus diberikan pada
27
http://www.pak-sodikin.com/menjadi-guru-yang-adil/. Diakses pada 10 Februari
2014.
69
siswa sebagai bekal kehidupannya kelak adalah kejujuran. Jujur adalah
suatu karakter yang berarti berani menyatakan keyakinan pribadi,
menunjukkan siapa dirinya. Kejujuran tercermin dalam prilaku yang diikuti
dengan hati yang lurus (ikhlas), berbicara sesuai dengan kenyataan, berbuat
sesuai bukti dan kebenaran. Dengan demikian kejujuran merupakan salah
satu unsur kekuatan spiritual, akhlak mulia, serta kepribadian.
Kejujuran adalah investasi sosial yang harus dimiliki dan ditulari oleh
guru untuk menimbulkan kepercayaan dari murid, orang tua dan
masyarakat. Oleh karena itu, kejujuran harus menjadi senjata yang paling
ampuh bagi guru dalam menjalankan tugas profesinya sehingga nilai-nilai
kejujuran itu dapat ditanamkan dalam diri siswa atau peserta didik.
Melihat uraian di atas, maka kemudian muncullah sebuah pertanyaan,
sejauh mana peran guru dalam membangun tradisi kejujuran? Hal ini
menjadi sangat urgens ketika seorang guru belum mampu menunjukkan
pribadi yang jujur dalam kehidupan kesehariannya, maka akan sulit bagi
guru menanamkan nilai-nilai kejujuran pada peserta didiknya. Karena segala
aktifitas yang dilakukan guru terutama di sekolah, akan menjadi cerminan
(contoh) bagi muridnya, jika kemudian guru tidak jujur baik ucapan
maunpun tindakannya, maka jangan harap anak didiknya mempunyai sifatsifat kejujuran utamanya dalam proses belajar mengajar.28
Sesungguhnya peran guru dalam membangun tradisi kejujuran
dilingkungan sekolah sangat penting dan luas. Di anggap sangat penting
karena
guru
adalah
fasilitator
anak-anak
didiknya
dalam
proses
pembelajaran, saat proses itulah peran-peran guru menanamkan tradisi
kejujuran kepada siswa-siswinya. Contoh sederhana peran guru dalam
membangun tradisi kejujuran kepada murid-muridnya, yaitu berkomunikasi
secara jujur merupakan keterampilan dialogis yang amat penting. Dengan
keterampilan ini guru dapat menyatakan perasaannya mengenai perasaan
siswa dengan cara yang demikian rupa sehingga siswa dapat menerima
28
http://cakslamet.blogspot.com/2012/02/peran-guru-dalam-membanguntradisi.html.Diakses pada tanggal 12 Februari 2014.
70
pesan tanpa ada rasa ketersinggungan. Untuk dapat mewujudkan
keterampilan ini para guru harus mau memahami dan mampu menyatakan
perasaan yang sesungguhnya pada siswa. Keterampilan kejujuran dapat
membantu untuk berbagi perasaan terhadap apa yang dikatakan atau
dilakukan siswa dan tetap menjaga hubungan baik.
Respon yang diberikan oleh guru terhadap ungkapan siswa yang
bersifat jujur adalah respon dengan cara yang ikhlas dan jujur secara
emosional dan secara langsung menyatakan perasaan sendiri. Misalnya
ketika pembelajaran sedang berlangsung, tiba-tiba ada seorang siswa yang
memotong pembicaraan guru, maka respon guru yang terbaik adalah: “Betul
ungkapanmu itu benar, akan tetapi sebaiknya kamu menunggu sampai
Bapak selesai bicara supaya ungkapanmu dapat membantu pembicaraan
kita.29
Contoh
lainnya
yaitu
ketika
ulangan,
seorang
guru
harus
menyampaikan secara jujur agar tidak menyontek, baik kepada temannya
maupun pada buku catatan, pesan itu disampaikan dengan bahasa yang
sederhana yang bisa ditangkap anak didiknya dan itu harus dilakukan secara
berkelanjutan dan tidak pernah berhenti menyampaikan pesan-pesan moral.
Sehingga pada akhirnya terwujudlah rumusan tujuan pendidikan nasional
yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.
Kemudian keluasan guru dalam membangun budaya kejujuran
dilingkungan akademiknya, dapat dilihat dengan tugas utama seorang guru
yaitu;
1. Mendidik, dalam persfektif ini pentingnya guru mengembangkan
keterpaduan kualitas manusia (anak didiknya) pada semua dimensinya
yang merupakan manifestasi dari iman, ilmu, dan amal.
29
Mohamad Surya, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi, (Bandung: Alfabeta, 2013),
h. 340.
71
2. Mengajar, dimaknai sebagai suatu proses yang dilakukan guru dalam
membimbing, membantu dan mengarahkan peserta didik untuk memiliki
pengalaman belajar. Posisi ini sangat memungkinkan bagi guru untuk
menanamkan nilai-nilai budi pekerti dengan terus melakukan pembinaan
tingkah laku dan akhlak mulia sebagaimana penjabaran dari sifat shidiq
(jujur), pembinaan kecerdasan dan ilmu pengetahuan yang luas dan
mendalam sebagai perwujudan dari sifat fathonah (kecerdasan),
pembinaan sikap mental yang mantap dan matang sebagai penjabaran
dari sifat amanah dan kemudian pembinaan keterampilan kepemimpinan
yang visioner dan bijaksana sebagai bentuk penjabaran dari tabligh.
3. Melatih, dalam konteks ini seorang guru mempunyai tanggungjawab
yang luas melatih ketrampilan dan kecakapan kepada peserta didiknya,
yang diwujudkan dengan bentuk konkrit dalam proses kehidupan seharihari, misalnya melatih kedisiplinan, kejujuran, baik perkataan maupun
perbuatan kepada peserta didiknya, dan tentunya adalah keteladanan
(contoh) yang ditunjukkan oleh sikap disiplin dan kejujuran, artinya
sikap dari dirinya sendiri (guru), utamanya disiplin dalam mengajar,
kejujuran dalam perkataan, perbuatan dan tindakan.
4. Menilai dan mengevaluasi. Dalam menilai dan mengevaluasi setiap anak
didik seorang guru harus mengedepankan nilai obyektifitas dan
kejujuran, karena ini menyangkut masa depan anak didiknya. Jika guru
sudah tidak obyektif dan jujur dalam penilaian dan pengevaluasiaan,
maka sesungguhnya guru sudah membunuh karakter anak bangsa dan
merusak tatanan pendidikan.
Kemudian keluasan berikutnya adalah peran guru dalam membangun
tradisi kejujuran dengan teman profesi, harus diakui secara jujur tidak
semua guru peduli terhadap nilai-nilai kejujuran, sehingga sangat penting
memberikan wawasan akan pentingnya kejujuran dalam kehidupan seharihari, baik jujur dalam perkataan, perbuatan maupun tindakan. Sungguh
sangat ironis jika anak didiknya diajarkan kejujuran, sementara gurunya
sendiri tidak memberikan teladan yang baik, bahkan merusak tradisi yang
72
sudah mengakar kepada peserta didikanya. Anak didik akan semakin baik,
cerdas, berkarakter, guru semakin termotivasi untuk mengajar dengan
disiplin, lembaga akan terhormat dan bermartabat secara akademik diakui
eksistensinya, kalau dalam lembaga tersebut secara intern menanamkan
budaya kejujuran dalam semua aspek, jadi tidak perlu ada kekhawatiran
anak didik pada endingnya tidak berhasil dalam menempuh ujian akhir.30
Dengan demikian dapat penulis pahami bahwa seorang guru harus
transparan dan jujur. Karakter ini sangat penting, mengingat beberapa alasan
pertama, kejujuran akan memudahkan guru dan siswanya berinteraksi
sedekat mungkin, kedua, kejujuran memungkinkan guru untuk memberi
umpan balik yang belum tergali.
Dalam pembelajaran membutuhkan contoh secara langsung bagi anak
atau siswa, dan apabila di sekolah contoh tersebut adalah para guru
pembimbing. Tidak mungkin anak akan jujur apabila dalam diri para
pengajar terdapat sifat ketidak jujuran yang nantinya baik langsung ataupun
tidak langsung akan berpengaruh pada anak didik. Dapat dipahami kejujuran
itu tidak hanya bagi guru saja yang notabennya berperan langsung dengan
siswa tapi juga semua unsur aktivitas akademik mulai dari kepala sekolah
yang merupakan leader dari segala keputusan dan kebijakan sampai pada
cleaning service. Dan dapat dikatakan bahwa kejujuran itu meliputi atau
menyelimuti semua sistem yang ada.
6.
Kewibawaan dalam Mendidik
Salah satu aspek keefektifan kinerja seorang guru adalah unsur
kewibawaan dan profesional. Kewibawaan merupakan syarat bagi terjadinya
interaksi antara pendidik dengan peserta didik yang bersifat pedagogis
dalam proses pendidikan. Kewibawaan sangat diperlukan dalam berbagai
bentuk interaksi seseorang yang mengandung aspek saling mempengaruhi
dalam kehidupan keluarga, kepemimpinan, pendidikan, manajemen, jasa
30
http://cakslamet.blogspot.com/2012/02/peran-guru-dalam-membanguntradisi.html.Diakses pada tanggal 12 Februari 2014.
73
dan organisasi. Dalam hubungan ini para guru memerlukan kewibawaan
dalam intereaksi dengan siswa yang menjadi peserta didiknya untuk
melaksanakan fungsi profesinya secara efektif. Para pendidik memerlukan
kewibawaan dalam interaksi dengan peserta didik dalam melaksanakan
fungsi-fungsi kependidikannnya.
Banyak faktor yang mempengaruhi kewibawaan seorang. Secara
umum ada empat unsur yang ikut menentukan kewibawaan seseorang antara
lain:
1. Memiliki keungggulan.
Dalam dunia akademik kewibawaan akan banyak ditentukan oleh
keunggulan
penguasaan
akademik.
Seorang
guru
akan
diakui
kewibawaannya karena penguasaan ilmu pengetahuan yang menjadi
tanggung jawabnya. Dalam tugas keguruan, diperlukan keunggulan dalam
berbagai aspek yang berkaitan dengan tugas-tugas seorang guru. Dengan
kata lain, keunggulan atau kelebihan dalam bidang keguruan akan
menentukan kualitas kewibawaan seorang guru. Menurut undang-undang
nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, kewibawaan ditentukan
oleh kualitas kompetensinya yang meliputi kompetensi pribadi, sosial,
pedagogik dan profesional.
2. Memiliki rasa percaya diri.
Rasa percaya diri banyak mempengaruhi penampilan diri seseorang.
Dengan kepercayaan diri yang kuat seseorang akan tampil lebih
meyakinkan dan berwibawa sehingga dapat mempengaruhi orang lain.
3. Ketepatan dalam pengambilan keputusan.
Bentuk dan mutu keputusan yang diambil oleh seseorang akan banyak
menentukan kewibawaan. Makin tepat seseorang mengambil keputusan
terutama dalam situasi yang kritis, maka ia akan dapat pengakuan
kewibawaannya.
4. Tanggungjawab atas keputusan yang telah diambilnya.
Setiap keputusan yang telah diambil seseorang akan menimbulkan
berbagai konskuensi baik yang bersifat positif maupun negatif. Pengambil
74
keputusan seyogianya akan bertanggung jawab keputusan yang telah
dibuatnya. Menghindari tanggung jawab terhadap keputusan yang telah
diambil, akan mengurangi kewibawaan seseorang, dan sebaliknya,
keberanian menghadapi berbagai tanggung jawab atas keputusan yang
telah diambilnya dan dapat meningkatkan kewibawaan.
Seperti yang dikemukakan diatas dapat penulis pahami bahwa
kewibawaan seorang guru erat sekali kaitannya dengan kepribadian secara
keseluruhan,
karena
kualitas
kepribadian
banyak
ditentukan
oleh
kewibawaan yang ditampilkannya. Kewibawaan ini sangat diperlukan dalam
berbagai aspek kehidupan (dalam keluarga, masyarakat, organisasi dan lain
sebagainya), agar dapat mewujudkan dirinya secara tepat sesuai dengan
tugas dan peranannya. Penampilan kewibawaan ini sangat terkait dengan
peran-peran dimana dan kapan guru itu berada, seperti dalam menerima
siswa, berhadapan dengan orang tua, pergaulan dengan rekan guru,
berhadapan dengan atasan dan mengerjakan tugas, dan lain sebagainya.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian diatas, penulis mengambil beberapa kesimpulan yang
perlu diungkapkan. Diantara kesimpulan-kesimpulan yang dikemukakan di
sini adalah:
1.
Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah seorang pemimpin sekaligus pendidik
umat. Sebagai seorang pemimpin Abu Bakar memiliki karakter
kepemimpinan yang dibutuhkan untuk seorang pemimpin, antara lain:
ketegasan, keberanian, kedermawanan, keadilan, kejujuran
dan
kewibawaan.
2.
Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam kepemimpinan Khalifah
Abu Bakar Ash-Shiddiq yang harus diteladani di antaranya:
a. Ketegasan
Abu Bakar dikenal bersifat tegas dalam mengambil keputusan
untuk memerangi kaum pemberontak dan pembangkang (orang-orang
murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar
zakat).
b. Keberanian
Diantara sikap kepahlawanan yang dianggap sebagai kebanggaan
yang disematkan dalam diri Abu Bakar adalah keberanian, yaitu ketika
menghadapi setiap orang yang menghalanginya di jalan dakwah. Abu
75
76
Bakar tidak mengenal rasa takut dan gentar serta mempunyai ketabahan
dan kemauan yang keras.
c. Kedermawanan
Di antara sahabat Nabi Muhammad Abu Bakar adalah yang paling
dermawan yang paling banyak memberikan sumbangan untuk
perjuangan di jalan Allah. Hartanya sangat banyak dan semuanya di
infaqkan untuk kepentingan dakwah.
d. Keadilan
Abu Bakar adalah sosok yang menjadi contoh dan teladan dalam
keadilannya yang begitu menawan hati, memukau akal pikiran.
Keadilan dalam pandangan Abu Bakar adalah sebuah dakwah praktis
yang bisa menjadi media yang efektif untuk membuka hati manusia
untuk beriman.
e. Kejujuran
“Kejujuran adalah amanah dan kebohongan adalah khianat.” Pidato
Abu Bakar tersebut merupakan cermin sifat kejujuran dan sikap amanah
Abu Bakar dalam menegakkan nilai-nilai kejujuran dalam segala hal.
Abu Bakar diberi gelar "ash-Shiddiq" karena menjadi orang yang selalu
jujur dan membenarkan segala yang datangnya dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam.
f. Kewibawaan.
Sosok Abu Bakar Ash-Shiddiq telah menjadi pemimpin yang
berwibawa. Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak memiliki aib dan cacat
kecuali keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Abu Bakar AshShiddiq termasuk salah satu orang yang terkemuka, terhormat,
terpandang dan terbaik. Sehingga banyak orang sangat menyukai dan
senang kepadanya.
Adapun Implementasi nilai-nilai tersebut dalam pendidikan Islam
sebagai berikut:
1. Ketegasan Abu Bakar berimplementasi terhadap pendidikan.
Ketegasan sikap dan tindakan dalam mendidik anak sangat
77
diperlukan karena berpengaruh besar terhadap sikap dan kebiasaan
anak didik kelak. Ketegasan berarti sikap dan tindakan yang
menerapkan kedisiplinan, dengan menegakkan aturan yang berguna
bagi pertumbuhan dan perkembangan anak didik itu sendiri. Cara ini
perlu digunakan untuk mendidik anak agar mengenal arti
tanggungjawab dan disiplin sejak dini.
2. Sikap keberanian Abu Bakar Ash-Shiddiq dapat diimplementasikan
dalam pendidikan. Keberanian seorang guru yaitu ketika ia berani
menghadapi tantangan baru dan bersedia menghadapi resiko
kegagalan. Ia senantiasa penasaran untuk mencoba hal-hal baru.
Dalam konteks pembelajaran, guru yang kreatif akan membuka diri
pada bentuk dan model-model pembelajaran yang baru.
3. Menjadi seorang guru yang dermawan tidak akan menganggap
tugasnya
tersebut
sebagai
kewajiban
semata
yang
harus
dilaksanakan, melainkan sebuah ruang dimana ia bisa memberikan
yang terbaik dari dirinya berdasarkan semangat pengabdian.
4. Pembelajaran harus mampu memberikan kemudahan belajar kepada
peserta didik secara adil dan merata (tidak diskriminatif), sehingga
mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Keadilan
dalam
pembelajaran
pembelajaran,
dan
merupakan
hak
peserta
kewajiban
didik
untuk
guru
dalam
memperoleh
pembelajaran yang maksimal dari guru.
5. Pendidik memberikan pengaruh yang kuat pada karakter siswanya.
Karakter terpenting yang harus diberikan pada siswa sebagai bekal
kehidupannya kelak adalah kejujuran. Kejujuran adalah investasi
sosial yang harus dimiliki dan ditulari oleh guru untuk menimbulkan
kepercayaan dari murid, orang tua dan masyarakat. Oleh karenaitu,
kejujuran harus menjadi senjata yang paling ampuh bagi guru dalam
menjalankan tugas profesinya sehingga nilai-nilai kejujuran itu dapat
ditanamkan dalam diri siswa atau peserta didik.
78
6. Abu Bakar Ash-Shiddiq telah menjadikan suritauladan bagi seorang
pendidik. Bahwa salah satu aspek keefektifan kinerja seorang guru
adalah unsur kewibawaan dan profesional. Adapun faktor yang
mempengaruhi kewibawaan seorang pendidik yaitu keunggulan
penguasaan akademik, Memiliki rasa percayadiri, Ketepatan dalam
pengambilan keputusan dan Tanggung jawab atas keputusan yang
telah diambilnya.
B.
Saran
Dari kesimpulan diatas, penulis memberikan beberapa saran yang
diharapkan dapat menjadi salah satu upaya konstruktif dalam menerapkan
nilai-nilai pendidikan Islam.
1.
Hendaklah nilai-nilai pendidikan dalam kepemimpinan Abu Bakar AshShiddiq dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
kegiatan belajar mengajar di sekolah maupun dalam pergaulan dirumah
serta lingkungan masyarakat.
2.
Hendaknya para pendidik di sekolah menganjurkan para peserta
didiknya untuk melengkapi bacaan-bacaan mereka yang positif dan
bernuansa Islami dalam hal ini mengenai kepemimpinan Abu Bakar
Ash-Shiddiq.
Akhirnya penulis mengucapkan Alhamdulillah atas selesainya
penulisan skripsi ini, karena hanya dengan pertolongan Allah dan petunjukNya serta motivasi dari semua kalangan akhirnya skripsi ini dapat
diselesaikan.
Hanya kepada Allah SWT penulis berdoa dan memohon pertolonganNya, semoga penulis senantiasa ditunjuki ke jalan yang benar dan lurus
serta mendapat RidhoNya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Abu, Argumen Alusunnah waljama’ah, (Jakarta: Pustakata ’awun, Cet.
II, 2011.
Anoraga, Pandji, Psikologi Kepemimpinan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet. III,
2001.
Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Pers, Cet. I, 2002.
Arifin M., Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. IV, 2009.
Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. V, 2010.
Ash-Shalabi, Ali Muhammad, Biografi Abu Bakar As-shiddiq, Jakarta: Pustaka
Al-kausar, 2013.
Fuad, Mohd Fachruddin, Perkembangan Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1995.
Haikal, Husain Muhammad, Khalifah Rasulullah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Solo:
CV. Pustaka Mantiq, Cet. I, 1994.
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006.
Katsir, Al-Hafizh Ibnu, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang Agung,
Jakarta: Darul Haq, Cet. VIII, 2011.
Al-Khathib, Muhammad Ajjaj, Pokok-pokok Ilmu Hadis, Terj. Dari Ushul Hadis
oleh Qodirun Nur, Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. III,
1998.
Ilaihi, Wahyu, Pengantar Sejarah Dakwah, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, Cet. I, 2007.
Jalaludin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. II, 2002.
Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001.
79
80
Khalid, Muh. Khalid, Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik
Perihidup Khalifah Rasulullah, Bandung: Diponegoro, 1985.
Mujib, Abdul et.al., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, Cet. II, 2008.
Mursi, Muhammad Sa’id, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, Jakarta:
Pustaka AL-Kautsar, Cet. III, 2007.
Mulyasa, E, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosda karya, 2011.
Murad, Musthafa, Kisah Hidup Abu Bakar Al-Shiddiq, Jakarta: zaman Mursi,
2009.
Nashori, Fuad, Psikologi Kepemimpinan, Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2009.
Nata, Abuddin, Studi Islam Komperhensif, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, Cet. I, 2011.
, Filsafat Pendidikan Islam , Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
, Manajemen Pendidikan, Jakarta: Kencana, Cet. I, 2003.
, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet. I,
2005.
Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta:
Cahaya Media Pratama, Cet. I, 2001.
Al-Quraibi, Ibrahim, Tarikh Khulafa’, Jakarta: Qhisti Press, Cet. I, 2009.
Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis, Jakarta: Fajar Interpratama
Offset.
Rudiana, 9 Karakter Guru Menyenangkan Berbasis Ramah Otak, Bandung:
Smile’s Indonesia Insitute, 2012.
Saefuddin, Didin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I,
2007.
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak; Peran Moral Intelektual, Emosional,
dan Sosial Sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, Jakarta: PT.
Bumi Aksara, Cet. II, 2008.
Shofan, Moh., Pendidikan Berparadigma Profetik, Jogjakarta: IRCiSoD, Cet. I,
2004.
81
Suparta, Mundzir, Perubahan Orientasi Pondok Pesantren Salafiyah Terhadap
Perilaku Keagamaan Masyarakat, Jakarta: Asta Buana Sejahtera, Cet. I,
2009.
Surya, Mohamad, Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi, Bandung: Alfabeta, 2013.
Syalabi., A, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Khusna, 1983.
Tuanaya, Husein, dkk, Sejarah Kebudayaan Islam Kelas 3A, Jawa Timur:
Wahana dinamika karya, 2004.
Tu’u, Tulus, Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Belajar, Jakarta:
Gramedia, Wiasarana Indonesia, 2004.
Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1991.
, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, Cet. III, 2005.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004.
, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2008.
Yasin, A. Fatah, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, Yogyakarta: UIN Malang
Press, 2008.
http://www.pak-sodikin.com/menjadi-guru-yang-adil/.
http://www.lampuislam.blogspot.com/2013/08/besarnya-cinta-abu-bakar-ashshiddiq-ra.html.
http://www.tuanguru.com/2011/11/ijtihad-dalam-pendidikan.html
http://marwajunia.blogspot.com/2012/02/ijtihad-dan-contoh-pemikiran-imamempat.html
UJI REFERENSI
No
1
2
Pengarang
Judul Buku
Halaman
Halaman
Skripsi
Referensi
1
28
Kartini
Pemimpin dan
Kartono
Kepemimpinan
Pandji
Psikologi Kepemimpinan
1
2
Anoraga
3
Fuad Nashori
Psikologi Kepemimpinan
2
3-5
4
Badri Yatim
Sejarah Peradaban Islam
3
35
5
Didin
Saefuddin
Sejarah Peradaban Islam
3
33
6
Mohd
Perkembangan
4
77
Fachruddin
Kebudayaan Islam
4
31
5
8
8
11-689
10
5
10
33
Fuad
7
8
Musthafa
Kisah Hidup Abu Bakar
Murad
Al-Shiddiq
Syaikh
Tokoh-tokoh Besar Islam
Muhammad
Sepanjang Sejarah
Sa’id Mursi
9
Ali
Biografi Abu Bakar As-
Muhammad
shiddiq
Ash-Shalabi
10
Al- Hafizh
Perjalanan Hidup Empat
Ibnu Katsir
Khalifah Rasul yang
Agung
11
Husain
Khalifah Rasulullah Abu
Muhammad
Bakar Ash-Shiddiq
Haikal
12
Tarikh Khulafa’
11
110
‫ مكتبةغريب‬.‫أواللخلفاء‬
22
60
Khalid, Muh.
Mengenal Pola
23
25
Khalid.
Kepemimpinan Umat dari
24
84
29
15
31
29-31
Ibrahim alQuraibi
13
‫عبدالرحمنالشرقاو‬
‫ى‬
14
Karakteristik Perihidup
Khalifah Rasulullah
15
Wahyu Ilaihi
Pengantar Sejarah
Dakwah
16
17
Husein
Sejarah Kebudayaan
Tuanaya,dkk
Islam Kelas 3A
Sjarkawi
Pembentukan Kepribadian
Anak ; Peran Moral
Intelektual, Emosional,
dan Sosial Sebagai Wujud
Integritas Membangun Jati
Diri
18
Abuddin Nata
Manajemen Pendidikan
31
9
19
Abuddin Nata
Filsafat Pendidikan Islam
32
4
20
Nur Uhbiyati
Ilmu Pendidikan Islam
32
18
21
A. Fatah Yasin
Dimensi-dimensi
32
110
32
93
33
8
Pendidikan Islam
22
Samsul Nizar
Pengantar Dasar-dasar
Pemikiran Pendidikan
Islam
23
M. Arifin
Ilmu Pendidikan Islam;
Tinjauan Teoritis dan
Praktis berdasarkan
pendekatan Interdisipliner
24
Muzayyin
Filsafat Pendidikan Islam
33
15
Mundzir
Perubahan Orientasi
33
284
Suparta
Pondok Pesantren
Ilmu Pendidikan Islam
35
32
Arifin
25
Salafiyah Terhadap
Perilaku Keagamaan
Masyarakat
27
Abdul Mujib,
et.al
28
Abudin Nata
Studi Islam Komperhensif
35
28
29
Muhammad
Pokok-pokok Ilmu Hadis
37
2
Ajjaj alKhathib
30
Nur Uhbiyati
Ilmu Pendidikan Islam
38
21
31
Abu Abdillah
Argumen Alusunnah wal
38
1
jama’ah
32
Abuddin Nata
Filsafat Pendidikan Islam
41
45
33
Jalaludin
Teologi Pendidikan
41
92
34
Armai Arief
Pengantar Ilmu dan
42
23
Metodologi Pendidikan
Islam
35
Badri Yatim
Sejarah Peradaban Islam
44
3
36
A. Syalabi
Sejarah dan Kebudayaan
45
226
62
48
63
152
Islam
37
Tulus Tu’u
Peran Disiplin pada
Perilaku dan Prestasi
Belajar
38
Dede Rosyada
Paradigma Pendidikan
Demokratis
39
Rudiana
9 Karakter Guru
64
112-134
Menyenangkan Berbasis
Ramah Otak
40
E. Mulyasa
Menjadi Guru Profesional
67
28
41
Mohamad
Psikologi Guru Konsep
70
340
Surya
dan Aplikasi
Dosen Pembimbing
Drs. H. Ghufron Ihsan, MA.
NIP. 195305091981031006
Download