analisis hukum hak-hak anak luar kawin untuk memperoleh

advertisement
0
ANALISIS HUKUM HAK-HAK ANAK LUAR KAWIN UNTUK
MEMPEROLEH PENGAKUAN YANG SAH BERUPA AKTA
KELAHIRAN
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat guna
Untuk Menmperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh:
SUTINAH
NPM : 0906200228
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Syukur Alhamdulillah diucapkan kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, serta shalawat
dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga dengan risalah yang
dibawanya diperoleh pedoman dalam hidup ini.
Skripsi ini berjudul “Analisis Hukum Hak-Hak Anak Luar Kawin
Untuk Memperoleh Pengakuan Yang Sah Berupa Akta Kelahiran” yang
diajukan untuk melengkapi tugas dan syarat menyelesaikan pendidikan sarjana
pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Selesainya skripsi ini setelah melalui proses perjuangan dengan berbagai
revisi diberbagai bagian. Penulis merasa berutang budi kepada banyak pihak yang
telah memberikan dukungan selama proses yang tidak mudah tersebut. Maafkan
penulis apabila tidak dapat menyebutkan seluruhnya disini.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: Rektor Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara Drs. Agussani, M.AP atas kesempatan dan
fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program
Sarjana ini. Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Farid Wajdi, SH., M.Hum atas kesempatan menjadi mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Demikian juga halnya kepada Wakil
ii
Dekan I Ibu Hj. Ida Hanifah, SH., M.H dan Wakil Dekan III Bapak Faisal, SH.,
M.Hum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya
diucapkan kepada Ibu Mirsa Astuti, SH., M.H, selaku Dosen Pembimbing I dan
Bapak Guntur Rambey, SH., M.H, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah
banyak membantu dan memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam
penyusunan dan penyelesaian penulisan skripsi ini.
Secara khusus dengan rasa hormat dan penghargaan yang setinggitingginya diberikan terima kasih kepada yang tercinta Ayahanda Tumin dan
Ibunda Sarintan, yang telah mengasuh, mendidik dengan curahan kasih sayang
dan memberikan bantuan dan semangat yang tak terhitung jumlahnya, baik secara
materil maupun moril yang diberikan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini,
dan senantiasa mengiring dengan do’a sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan
ini. Demikian juga kepada Kakanda Sariani, AmK, Kakanda Agus Susanto, ST,
Adinda Yudi Santoso yang tercinta dan tersayang, terima kasih atas bantuan dan
semangat kalian bertiga.
Tiada gedung yang paling indah, kecuali persahabatan, untuk itu, dalam
kesempatan diucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat yang telah banyak
berperan dalam menyelesaikan skripsi ini, Atika, Poppy Andriany, Puty Andam
Dewi, Sri Wahyuni, S.Pd dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, diucapkan
terima kasih atas dorongannya dan semangat yang diberikan selama ini.
Akhirnya, tiada gedung yang tak retak, retaknya gading karena alami, tiada
orang yang tak bersalah, kecuali Illahi Robbi. Mohon maaf atas segala kesalahan
iii
selama ini, begitupun disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik dari materi maupun tata bahasanya. Karena hal tersebut disebabkan
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan. Untuk itu dengan segala kerendahan
hati bersedia menerima kritik dan saran dari para pembaca yang berguna untuk
perbaikan dimasa yang akan datang.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semuanya dan apabila dalam
penuliasan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan penulis mengharapkan
maaf yang sebesar-besarnya, semoga Allah SWT senantiasa meridhai semuanya.
Amiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Medan, 06 Maret 2013
Penulis
SUTINAH
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I : PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. Latar Belakang ................................................................................
1
1. Rumusan Masalah ........................................................................
10
2. Faedah Penelitian .........................................................................
11
B. Tujuan Penelitian .............................................................................
11
C. Metode Penelitian ............................................................................
12
1. Sifat/Materi Penelitian .................................................................
12
2. Sumber Data ................................................................................
13
3. Alat Pengumpul Data ...................................................................
14
4. Analisis Data ...............................................................................
14
D. Definisi Operasional ........................................................................
14
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
17
A. Pengertian Perkawinan ....................................................................
17
B. Pengertian Anak dan Hak-Hak Anak................................................
23
1. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang ..................................
23
2. Tentang Hak-Hak Anak ...............................................................
28
C. Pengertian Akta Kelahiran .............................................................
35
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...............................
42
v
A. Pengaturan tentang hak-hak anak luar kawin untuk memperoleh
pengakuan yang sah berupa akta kelahiran ..................................
42
B. Prosedur untuk memperoleh pengakuan yang sah berupa akta
kelahiran terhadap anak luar kawin .............................................
45
C. Kendala yang menyebabkan sulitnya pencatatan untuk memperoleh
pengakuan yang sah berupa akta kelahiran terhadap anak luar
kawin ..........................................................................................
63
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................
71
A. Kesimpulan ...................................................................................
71
B. Saran .............................................................................................
73
Daftar Pustaka .................................................................................................
76
Lampiran
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak sebagai makhluk Allah SWT dan juga sebagai makhluk sosial sejak
dalam kandungan sampai melahirkan mempunyai hak atas hidup dan merdeka
serta mendapat perlindungan baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa
dan negara. Apalagi anak yang telah dilahirkan, maka hak atas hidup dan hak
merdeka sebagai hak dasar dan kebebasan dasar tidak dapat dilenyapkan atau
dihilangkan, tetapi harus dilindungi dan diperluas hak atas hidup dan hak merdeka
tersebut.
Hak asasi anak tersebut merupakan bagian dari hak asasi manusia yang
mendapat jaminan dan perlindungan hukum baik Hukum Nasional seperti yang
termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak,
pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat,
pemerintah dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak yaitu yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak.1
Masa depan bangsa ada pada kesejahteraan anak-anak saat ini. Akan
tetapi, hal itu tidak begitu berbanding lurus dengan realitas yang ada. Masih
banyak anak-anak yang tidak beruntung dengan pemenuhan haknya. Hak-hak
1
Bambang Sukamto. “Diktat Hukum Perlindungan Anak”, melalui http://setanon.blogspot
.com, diakses pada tanggal 8 Desember 2012.
2
yang dimaksud, secara mendasar meliputi kelangsungan hidup, tumbuh kembang,
perlindungan dan partisipasi.2
Anak sebagai penerus keluarga dan cikal bakal menjadi pimpinan dalam
masyarakat dan negara, sejak dilahirkan harus memiliki identitas hukum yang
jelas, sehingga tidak menjadi hambatan kultural, sosial, politik, dan hukum bagi
perkembangannya di masa mendatang. Selain itu, hukum ingin memastikan
bahwa anak yang dilahirkan dari rahim seorang ibu adalah sah, dan secara
sosiologis tidak menjadi pergunjingan dalam masyarakat dengan memberi label
anak haram, anak tidak sah, anak zinah, dan sebagainya yang pada gilirannya
dapat mempengaruhi psikologi anak tersebut.3
Keberadaan anak dalam keluarga merupakan sesuatu yang sangat berarti.
Anak memiliki arti yang berbeda-beda bagi setiap orang. Anak adalah amanah
yang harus dipertanggungjawabkan orang tua kepada Allah SWT. Anak adalah
tempat orang tua mencurahkan kasih sayangnya. Dan anak juga penyambung
keturunan, sebagai investasi masa depan, dan anak merupakan harapan untuk
menjadi sandaran di kala usia lanjut. Ia dianggap sebagai modal untuk
meningkatkan peringkat hidup sehingga dapat mengontrol status sosial orang tua.
Oleh sebab itu orang tua harus memelihara, membesarkan, merawat, menyantuni,
dan mendidik anak-anaknya dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang.4
2
Muladi. 2007. Hak Asasi Manusia: Hakikat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif
Hukum dan Masyarakat. Bandung: PT Refika Aditama, halaman 227.
3
Tan Kamello.,dkk. 2011. Hukum Perdata: Hukum Orang & Keluarga. Medan: USU
Press, halaman 67.
4
Yunahar Ilyas. 2007. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, halaman 172.
3
Anak merupakan pemegang keistimewaan orang tua, waktu orang tua
masih hidup, anak sebagai penenang dan sewaktu orang tua telah meninggal, anak
adalah lambang penerus dan lambang keabadian. Anak mewarisi tanda-tanda
kesamaan dengan orang tuanya, termasuk ciri khas, baik maupun buruk, tinggi
maupun rendah. Anak adalah belahan jiwa dan potongan daging orang tuanya.
Begitu pentingnya eksistensi anak dalam kehidupan manusia, maka Allah SWT
mensyari’atkan adanya perkawinan. Pensyari’atan perkawinan memiliki tujuan
antara lain untuk berketurunan (memiliki anak) yang baik, memelihara nasab,
menghindarkan diri dari penyakit dan menciptakan keluarga yang sakinah.
Pergaulan bebas antara muda-mudi yang banyak terjadi sekarang ini,
seringkali membawa kepada hal-hal yang negatif yang tidak dikehendaki, seperti
hubungan sex luar nikah dan hamil luar nikah. Hal ini disebabkan oleh adanya
pergesekan budaya, sehingga pada saat ini menggejala dimasyarakat adanya hidup
bersama antara seorang pria dan wanita tanpa adanya ikatan perkawinan. Anak
yang lahir di luar nikah mendapatkan julukan dalam masyarakat sebagai anak
haram, hal ini menimbulkan gangguan psikologis bagi anak, walaupun secara
hukum anak tersebut tidak mempunyai akibat hukum dari perbuatan orang tuanya,
namun banyak persoalan yang muncul akibat hamil luar nikah tersebut, seperti
hubungan nasab antara anak dengan bapak biologisnya, dan lain sebagainya dari
berbagai perspektif hukum.5
Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan
yang tidak memiliki ikatan perkawinan yang sah dengan laki-laki yang telah
5
“Nasab Anak Luar Nikah Perspektif Hukum Islam dan Hukum Perkawinan Nasional”,
melalui www.google.com, diakses pada tanggal 24 November 2012.
4
membenihkan anak di rahimnya, anak tersebut tidak mempunyai kedudukan yang
sempurna di mata hukum seperti anak sah pada umumnya. Dengan kata lain anak
tidak sah adalah anak yang tidak di lahirkan di dalam atau sebagai akibat suatu
perkawinan yang sah.6 Sedangkan pengertian di luar kawin adalah hubungan
seorang pria dengan seorang wanita yang dapat melahirkan keturunan sedangkan
hubungan mereka tidak dalam ikatan perkawinan yang sah menurut hukum positif
dan agama yang dipeluknya. 7
Berdasarkan sebab dan latar belakang terjadinya, anak luar kawin timbul
antara lain disebabkan oleh:
1.
Anak yang dilahirkan oleh seorang wanita tetapi wanita itu tidak mempunyai
ikatan perkawinan dengan pria yang menyetubuhinya dan tidak mempunyai
ikatan perkawinan dengan pria atau wanita lain.
2.
Anak yang lahir dari seorang wanita, kelahiran tersebut diketahui dan
dikehendaki oleh salah satu atau ibu bapaknya, hanya saja salah satu atau
kedua orang tuanya itu masih terkait dengan perkawinan yang lain.
3.
Anak yang lahir dari seorang wanita tetapi pria yang menghamilinya itu tidak
diketahui, misalnya akibat korban perkosaan.
4.
Anak yang lahir dari seorang wanita dalam masa iddah perceraian tetapi anak
yang dilahirkan itu merupakan hasil hubungan dengan pria yang bukan
suaminya. Ada kemungkinan anak di luar kawin ini dapat diterima oleh
6
D.Y. Witanto. 2012. Hukum Keluarga Hak Dan Kedudukan Anak Luar Kawin: Pasca
Keluarnya Putusan MK Tentang Uji Materiil UU Perkawinan. Jakarta: Prestasi Pustaka, halaman
46.
7
Abdul Manan. 2003. Aneka Masalah Hukum Materiel Dalam Praktek Peradilan Agama.
Jakarta: Pustaka Bangsa, halaman 103.
5
keluarga kedua belah pihak secara wajar jika wanita yang melahirkan itu
kawin dengan pria yang menyetubuhinya.
5.
Anak yang lahir dari seorang wanita yang ditinggal suami lebih dari 300 hari,
anak tersebut tidak diakui oleh suaminya sebagai anak yang sah.
6.
Anak yang lahir dari seorang wanita padahal agama yang mereka peluk
menentukan lain, misalnya dalam agama Katolik tidak mengenal adanya cerai
hidup tetapi dilakukan juga, kemudian ia kawin lagi dan melahirkan anak.
Anak tersebut dianggap anak diluar kawin.
7.
Anak yang lahir dari seorang wanita sedangkan pada mereka berlaku
ketentuan negara melarang mengadakan perkawinan misalnya Warga Negara
Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) tidak mendapat ijin dari
Kedutaan Besar untuk mengadakan perkawinan karena salah satunya dari
mereka telah mempunyai isteri, tetapi mereka tetap campur dan melahirkan
anak tersebut anak ini dinamakan juga anak luar kawin.
8.
Anak yang dilahirkan dari seorang wanita tetapi anak tersebut sama sekali
tidak mengetahui kedua orang tuanya.
9.
Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatat di Kantor Catatan Sipil
dan/atau Kantor Urusan Agama.
10. Anak yang lahir dari perkawinan secara adat tidak dilaksanakan menurut
agama dan kepercayaan serta tidak didaftar di Kantor Catatan Sipil dan
Kantor Urusan Agama. 8
8
D.Y.Witanto., Op.Cit, halaman 146 & 147.
6
Terjadinya kelahiran seorang anak yang tanpa didahului oleh suatu ikatan
perkawinan akan memberi status kepada si anak yang dilahirkan sebagai anak luar
kawin. Dari pelbagai latar belakang terjadinya anak luar kawin sebagaimana
diuraikan diatas, pada umunya dipengaruhi oleh adanya kendala pada pihak lakilaki dan pihak perempuan untuk melangsungkan perkawinan, beberapa kendala
tersebut antara lain:
1. Karena kualitas secara pribadi antara pihak laki-laki dan pihak perempuan yang
menjadi orang tua biologis si anak memang dilarang oleh hukum dan undangundang untuk melangsungkan perkawinan, misalnya karena adanya hubungan
darah keatas atau kebawah dan sebagainya.
2. Karena antara pihak laki-laki dengan pihak perempuan yang menjadi orang tua
biologis si anak terhalang oleh suatu keadaan yang menimbulkan ia tidak bisa
melangsungkan perkawinan sebelum keadaan itu hilang, misalnya karena
berlaku Pasal 27 KUH Perdata, maka seorang laki-laki yang sedang beristeri
tidak bisa melangsungkan perkawinan dengan perempuan lain.
3. Karena tidak ada persetujuan orang tua dari salah satu atau dari keduanya
sehingga perkawinan tidak dapat dilangsungkan, terutama persetujuan dari
orang tua pihak perempuan karena perkawinan bagi seorang perempuan harus
atas persetujuan wali nikahnya.
4. Karena ketidaksiapan secara ekonomi yang kemudian perkawinan tidak dapat
dilangsungkan.
7
5. Karena adanya perbedaan pandangan keyakinan/agama diantara pihak laki-laki
dan perempuan dan diantara keduanya tidak ada yang bersedia mengalah untuk
berubah keyakinan.
6. Karena perbedaan adat istiadat yang sangat mencolok sehingga keluarga dari
masing-masing pihak tidak menyetujui untuk terjadinya perkawinan.
7. Karena perbedaan status sosial yang menjadikan orang tua (keluarga) dari salah
satu pihak tidak menghendaki perkawinan itu dilangsungkan.
8. Karena adanya sengketa mengenai kejelasan asal usul keturunan dari anak
yang dikandung oleh si perempuan sehingga si laki-laki tidak yakin bahwa bayi
yang ada dalam kandungan tersebut adalah berasal dari benihnya.
9. Atau mungkin banyak lagi alasan-alasan lain sehingga seseorang tidak dapat
melangsungkan perkawinan padahal telah terjadi kehamilan dalam perut si
perempuan yang kemudian mengakibatkan kelahiran anak itu menjadi anak di
luar perkawinan. 9
Umumnya kedudukan hukum seseorang dimulai pada saat ia dilahirkan
dan akan berakhir pada saat ia meninggal. Sedangkan peristiwa kelahiran sampai
dengan kematian seseorang akan membawa akibat-akibat hukum yang sangat
penting tidak saja untuk yang bersangkutan sendiri, akan tetapi juga bekas istri
atau bekas suami dan anak-anak mereka. Berdasarkan itu, maka sangatlah perlu
seseorang itu memiliki dan memperoleh suatu tanda bukti diri dalam kedudukan
hukumnya, supaya mudah mendapatkan kepastian tentang kejadian-kejadian
tersebut.
9
Ibid
8
Kelahiran merupakan peristiwa hukum yang memerlukan adanya suatu
peraturan yang tegas, jelas dan tertulis sehingga tercipta kepastian hukum dalam
masyarakat. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan
diantaranya adalah peraturan mengenai kelahiran. Setiap kelahiran wajib
dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana ditempat terjadinya peristiwa
kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran.
Peristiwa kelahiran itu mempunyai bukti yang autentik, karena untuk
membuktikan identitas seseorang yang pasti dan sah adalah dapat kita lihat
identitas seseorang yang pasti dan sah adalah dapat kita lihat dari akta kelahiran
yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang berwenang mengeluarkan akta
tersebut. Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwaperistiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak
semula dengan sengaja untuk pembuktian.10
Pencatatan kelahiran merupakan hal yang sangat penting bagi orang yang
bersangkutan maupun bagi negara, karena dengan adanya pencatatan kelahiran
yang teratur maka berbagai persoalan dapat diselesaikan. Sejalan dengan
perkembangan aktivitas masyarakat dengan segala aspek kehidupan sosial, politik
dan ekonomi, kebutuhan akta kelahiran semakin penting artinya karena
menyangkut masalah kedudukan atau status hukum seseorang yang dapat
dipergunakan sebagai bukti otentik oleh pihak yang bersangkutan maupun pihak
ketiga. Pada dewasa ini akta kelahiran memegang peranan penting dalam
kehidupan seseorang.
10
“Analisis Hukum Hak-Hak Anak Luar Kawin”, melalui http//:www.library.upnvj.ac.
idpdfs1hukum08204711038bab1.pdf, diakses pada tanggal 3 Januari 2013.
9
Sejak Taman Kanak-Kanak hingga perguruan tinggi bahkan juga untuk
melamar pekerjaan ataupun untuk melangsungkan perkawinan diperlukan akta
kelahiran. Seseorang mungkin akan ditolak ketika melakukan aktivitas dasar
seperti masuk sekolah, pencatatan perkawinan, dan pembuatan passport karena
ketidakadaan akta kelahiran.
Akta Kelahiran dapat memainkan peranan penting dalam melindungi anakanak, anak yang dimaksud tidak hanya anak sah yang lahir dari suatu hubungan
perkawinan tapi juga anak yang dilahirkan diluar hubungan perkawinan atau anak
luar kawin. Status seorang anak sepanjang mengenai anak-anak luar kawin
banyak dikupas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan UndangUndang Perkawinan. Saat ini banyak anak luar kawin yang tidak dicatatkan
kelahirannya, dalam arti tidak mempuyai akta kelahiran, hal itu nantinya akan
menyulitkan anak tersebut dikemudian hari, padahal setiap anak yang lahir
kedunia ini berhak untuk mendapatkan hak-haknya.11
Pembukaan Konvensi Hak Anak (KHA) yang diadopsi pada tanggal 20
November 1989 yang kemudian diratifikasi melalui Keppres Nomor 36 Tahun
1990 tentang Pengesahan Convention On The Right Of The Child (Konvensi
Tentang Hak- Hak Anak), menyebutkan bahwa keluarga sebagai inti dari
masyarakat dan lingkungan alamiah bagi pertumbuhan dan kemaslahatan dari
anggota keluarga tersebut khususnya anak-anak, harus mendapatkan perlindungan
dan bantuan agar dapat berfungsi dan bertanggung jawab dalam masyarakat.
11
Ibid
10
Dalam mukadimah Konvensi Hak Anak menyatakan bahwa “...seperti
yang diindikasikan oleh deklarasi hak-hak anak karena anak belum matang secara
fisik dan mental, mereka memerlukan perlindungan dan kasih sayang termasuk
perlindungan hukum yang mencakup sebelum dan sesudah kelahiran. Pencatatan
kelahiran dari Pasal 7 dari konvensi tersebut penting, antara lain mengatakan:
1. Seorang anak harus dicatat sesudah dilahirkan dan berhak mempunyai nama
sejak lahir, hak mempunyai kewarganegaraan dan sejauh mungkin hak untuk
mengetahui dan disayangi oleh orang tuanya.
2. Negara harus mengimplementasikan hak-hak ini sesuai dengan hukum dan
kewajiban mereka dalam instrumen internasional yang relevan, khususnya jika
anak-anak menjadi tidak akan berwarganegara.12
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulisan skripsi ini diberi judul:
Analisis Hukum Hak-Hak Anak Luar Kawin Untuk Memperoleh Pengakuan
Yang Sah Berupa Akta Kelahiran.
1. Rumusan Masalah
Masalah dapat dirumuskan sebagai suatu pernyataan tetapi lebih baik
dengan suatu pertanyaan. Keunggulan menggunakan rumusan masalah dalam
bentuk pertanyaan ini adalah untuk mengontrol hasil dan penelitian.13
a. Bagaimana pengaturan tentang hak-hak anak luar kawin untuk memperoleh
pengakuan yang sah berupa akta kelahiran?
12
Ibid
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. 2010. Pedoman
Penulisan Skripsi. Medan, halaman 5.
13
11
b. Bagaimana prosedur untuk memperoleh pengakuan yang sah berupa akta
kelahiran terhadap anak luar kawin?
c. Apa kendala yang menyebabkan sulitnya pencatatan untuk memperoleh
pengakuan yang sah berupa akta kelahiran terhadap anak luar kawin?
2. Faedah Penelitian
Adapun faedah-faedah yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Secara Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan masalah hak anak
luar kawin untuk memperoleh pengakuan yang sah berupa akta kelahiran agar
didapatkan suatu kepastian hukum.
a. Secara Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi setiap
masyarakat luas berupa pemikiran-pemikiran dan masukan-masukan pendapat
dalam hal menyelamatkan generasi muda penerus bangsa dan negara dalam suatu
keluarga dari prilaku menyimpang atau prilaku tak bertanggungjawab selaku
orang tua terhadap hak anaknya yang sering terjadi dan berkembang di zaman
yang modern ini.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melanjutkan kegiatan yang
mungkin semua anak Indonesia terdaftar dalam catatan sipil segera sesudah lahir.
12
Tujuan ini didasarkan pada kerentanan anak-anak terhadap diskriminasi,
eksploitasi dan kekerasan jika tidak terdaftar.
Adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bentuk pengaturan terhadap hak-hak anak luar kawin
untuk memperoleh pengakuan yang sah berupa akta kelahiran.
2. Untuk mengetahui tentang prosedur untuk memperoleh pengakuan yang sah
berupa akta kelahiran terhadap anak luar kawin.
3. Untuk mengetahui kendala yang menyebabkan sulitnya pencatatan untuk
memperoleh pengakuan yang sah berupa akta kelahiran terhadap anak luar
kawin.
C. Metode Penelitian
Metode yang diterapkan dalam suatu penelitian adalah kunci utama untuk
menilai baik buruknya suatu penelitian.14 Agar mendapatkan hasil penelitian yang
maksimal, dibutuhkan ketelitian dan kecermatan dalam hal pengumpulan data
yang baik dan layak. Untuk itu dalam melakukan penelitian dapat digunakan suatu
metode penelitian yang meliputi:
1. Sifat/Materi Penelitian
Sifat/materi penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini
adalah bersifat deskriptif analitis yang mengarah kepada penelitian yuridis
empiris. Penelitian yuridis empiris adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan
14
Tampil Anshari Siregar. 2005. Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi. Medan:
Pustaka Bangsa Press, halaman 15.
13
cara terutama data primer yang diperoleh di lapangan selain juga meneliti data
sekunder dari perpustakaan.15
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersumber pada
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil.
Sumber data sekunder yang digunakan terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer, berupa peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan materi penelitian yaitu Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia,
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak,
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan,
Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
b. Bahan Hukum Sekunder, berupa buku-buku dan bacaan yang relevan dengan
materi yang diteliti.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan atau tulisan-tulisan yang dapat
menambah penjelasan dan memberikan petunjuk terhadap bahan hukum
primer dan sekunder seperti dengan menggunakan kamus hukum maupun
kamus umum, website internet dan lain-lain.
15
Ibid, halaman 23 & 24.
14
3. Alat Pengumpul Data
a. Data Sekunder. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi dokumentasi yang berasal dari kepustakaan berupa buku-buku
dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan erat untuk mendukung
penulisan skripsi ini.
b. Data Primer. Alat pengumpul data yang digunakan adalah dengan melakukan
Penelitian di lapangan dan wawancara. Penelitian dilakukan di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil, dan Wawancara di lapangan oleh Orang
Tua anak luar kawin.
4. Analisis Data
Untuk mengelola data yang didapatkan dari kepustakaan dan studi
dokumen, maka hasil penelitian ini menggunakan analisis kualitatif. Analisis
kualitatif ini pada dasarnya merupakan penetapan-penetapan yang dikemukakan,
sehingga dari penetapan-penetapan tersebut dapat ditarik beberapa hal yang dapat
dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.
D. Definisi Operasional
Adapun langkah untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman
dalam penafsiran serta mempermudah penulisan, maka perlu diberikan suatu
batasan pengertian umum terhadap judul penelitian ini, yaitu “Analisis Hukum
Hak-Hak Anak Luar Kawin Untuk Memperoleh Pengakuan Yang Sah Berupa
Akta Kelahiran”.
15
1. Hak adalah (1) yang benar; (2) milik, kepunyaan; (3) kewenangan; (4)
kekuasaan untuk berbuat sesuatu; (5) kekuasaan yang benar atas sesuatu atau
untuk menuntut sesuatu; (6) derajat atau martabat; (7) (hukum); wewenang
menurut hukum. Pengertian yang beragam dan luas tersebut pada dasarnya
mengandung prinsip bahwa, hak adalah sesuatu yang oleh sebab itu seseorang
(pemegang) memiliki keabsahan untuk menuntut sesuatu yang dianggap tidak
dipenuhi atau diingkari.16
2. Anak adalah anak yang dilahirkan oleh seorang wanita baik anak sah maupun
anak diluar perkawinan, hasil hubungannya dengan seorang laki-laki baik itu
sebagai suaminya atau tidak.
3. Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, “Anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak
yang masih dalam kandungan”.
4. Menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, “Anak
adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum
menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut
adalah demi kepentingannya”.17
5. Anak luar kawin ialah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan,
sedangkan perempuan itu tidak berada dalam ikatan perkawinan yang sah
dengan pria yang menyetubuhinya.18
16
Muladi., Op.Cit, halaman 227 & 228.
Ibid
18
Abdul Manan., Op.Cit, halaman 103.
17
16
6. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, tidak secara tegas
memberikan pengertian tentang istilah “anak luar nikah” tetapi hanya
menjelaskan pengertian anak sah dan kedudukan anak luar nikah. Hal ini
sebagaimana bunyi Pasal 42 sampai dengan Pasal 43 yang pada pokoknya
menyatakan: “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
akibat pernikahan yang sah. Anak yang dilahirkan di luar pernikahan hanya
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”.
7. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Anak luar nikah merupakan
anak yang dilahirkan dari hubungan antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan diluar pernikahan yang sah.
8. Menurut Erna Sofwan Syukrie, pengertian Pengakuan Anak secara formil
menurut hukum adalah suatu bentuk pemberian keterangan dari seorang pria
yang menyatakan pengakuan terhadap anak-anaknya. Sedangkan Pengakuan
Anak secara materiel adalah perbuatan hukum untuk menimbulkan hubungan
kekeluargaan antara anak dengan yang mengakuinya tanpa mempersoalkan
siapa yang membuahi atau membenihkan wanita yang melahirkan anak
tersebut.19
9. Akta Kelahiran adalah suatu akta otentik yang mempunyai kekuatan hukum
yang sempurna didepan hakim, memberikan kepastian hukum, menentukan
kedudukan hukum seseorang dan waktu berlakunya tidak terbatas serta
dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil.20
19
20
Ibid, halaman 107.
Setiawan Widagdo. 2012. Kamus Hukum. Jakarta: Prestasi Pustaka, halaman 23.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perkawinan
Kata dasar kawin artinya jodoh, perkawinan artinya perjodohan antara pria
dan wanita menjadi suami istri.21 Dalam kehidupan manusia didunia ini, yang
berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan) secara alamiah mempunyai
daya tarik-menarik antara satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama,
atau secara logis dapat dikatakan untuk membentuk suatu ikatan lahir dan bathin
dengan tujuan menciptakan suatu keluarga/rumah tangga yang rukun, bahagia,
sejahtera dan abadi.
Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah
tangga dan keluarga sejahtera bahagia dimana kedua suami isteri memikul
amanah dan tanggung jawab, si isteri oleh karenanya akan mengalami suatu
proses psykhologis yang berat yaitu kehamilan dan melahirkan yang meminta
pengorbanan.
Bagaimanapun juga suatu perkawinan yang sukses tidak dapat diharapkan
dari mereka yang masih kurang matang, baik fisik maupun mental emosional,
melainkan menuntut kedewasaan dan tanggungjawab serta kematangan fisik dan
mental. Untuk itu suatu perkawinan haruslah dimasuki dengan suatu persiapan
yang matang.
21
Hilman Hadikusuma. 1984. Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni,
halaman 88.
18
Perkawinan yang hanya mengandalkan kekuatan cinta tanpa disertai oleh
persiapan yang matang untuk melanjutkan proses penelusuran kehidupan, akan
mengalami banyak kelemahan apalagi kalau cinta yang menjadi dasar suatu
perkawinan hanyalah cinta yang bertolak dari pemikiran sederhana dan terjajah
oleh dominasi emosional. Jadi untuk memasuki suatu perkawinan bukan hanya
cinta saja yang dibutuhkan melainkan pemikiran yang rasional dan dapat
meletakkan dasar-dasar lebih kokoh dari suatu perkawinan, sedangkan
perkawinan itu sendiri merupakan suatu proses awal dari perwujudan bentukbentuk kehidupan manusia.22
Sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, tidak
ditemukan pengertian perkawinan didalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 26 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, dikatakan bahwa Undang-Undang memandang soal perkawinan hanya
dalam hubungan-hubungan perdata saja. Ratio Pasal ini menunjukan bahwa Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata memandang perkawinan bukan suatu perbuatan
relegius yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, melainkan bersifat materi
atau kebendaan (zakelijk). Tujuan perkawinan hanya menfokuskan hubungan
suami istri dengan nilai-nilai kebendaan dan serba duniawi.
Wirjono Prodjodikoro, memberikan pengertian perkawinan sebagai suatu
hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang memenuhi
22
Djoko Prakoso, dkk. 1987. Azas-azas Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: PT.
Bina Aksara, halaman 1- 3.
19
syarat-syarat yang termasuk dalam peraturan tersebut. Peraturan yang dimaksud
adalah peraturan dari hidup bersama.23
Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sangat berbeda dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang memberikan rumusan Perkawinan
sebagai berikut:
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”.24
Perkawinan adalah ikatan, ikatan dalam arti nyata atau tidak nyata antara
pria dan wanita sebagai suami istri untuk tujuan membentuk keluarga. Jadi
perkawinan bukan sekedar untuk campur tidur antara pria dan wanita, apalagi
yang hanya bertujuan untuk memenuhi hawa nafsu. Tetapi percampuran tidur
(hidup bersama) sebagai suami istri yang berbentuk keluarga atau rumah tangga
tetap, walaupun perkawinannya tidak sah adalah juga perkawinan, yaitu
perkawinan yang tidak sah.25
Ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 terlihat bahwa
perkawinan tidak hanya dipandang berdasarkan persoalan materi, melainkan
merujuk paham religius. Tujuan perkawinan bukan bersifat sementara, melainkan
untuk kekal dan abadi, hidup bahagia kecuali putus hubungan karena kematian.
Sebagai ikatan lahir, perkawinan merupakan hubungan hukum antara pria dengan
seorang wanita untuk hidup bersama suami istri. Ikatan lahir ini merupakan
23
Tan Kamello.,dkk., Op.Cit, halaman 39.
Ibid
25
Hilman Hadikusuma., Op.Cit, halaman 88.
24
20
hubungannya formal yang sifatnya nyata, baik bagi yang mengikatkan dirinya
maupun bagi orang lain atau masyarakat. Sebagai ikatan batin, perkawinan
merupakan pertalian jiwa yang terjalin karena adanya kemauan yang sama dan
ikhlas antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama suami
istri.26
Mengenai pengertian perkawinan yang dalam hal ini digunakan dalam
konteks dasar-dasar perkawinan dirumuskan sedikit berbeda dengan apa yang
disepakati dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Dalam Pasal 2
Kompilasi disebutkan bahwa Perkawinan menurut Hukum Islam adalah
Pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mittsaaqan gholiidhan untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Kemudian
Pasal 3 menyebutkan Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.27
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tercantum tujuan
perkawinan yaitu untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal. Ini berarti bahwa perkawinan dilangsungkan bukan untuk sementara atau
untuk jangka waktu tertentu yang direncanakan, akan tetapi untuk seumur hidup
atau selama-lamanya, dan tidak boleh diputuskan begitu saja. Selanjutnya dalam
rumusan perkawinan itu dinyatakan dengan tegas bahwa pembentukan keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.28Hal ini berarti bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut
26
Tan Kamello.,dkk., Op.Cit, halaman 43.
Abdurrahman. 2007. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: Akademika
Pressindo, halaman 67.
28
Tan Kamello., Op.Cit, halaman 43 & 44.
27
21
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. 29 Dengan demikian untuk
sahnya perkawinan, maka perkawinan itu harus dilaksanakan menurut aturan
agama (Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan sebagainya). Hal mana berarti
perkawinan menurut hukum adat atau kepercayaan yang tidak berdasarkan hukum
agama adalah perkawinan yang tidak sah dan turunannya menjadi anak yang tidak
sah.30
Perkawinan menurut agama Islam adalah sunnah Nabi. Oleh karena itu
bagi pengikut yang baik, mereka itu harus kawin. Selain mencontoh tindak-laku
Nabi Muhammad, perkawinan itu juga merupakan kehendak kemanusiaan,
kebutuhan rohani dan jasmani.
Perkawinan itu disyariatkan sejak dahulu, hal ini dikemukakan juga oleh
Arso Sastroatmodjo yaitu perkawinan itu disyariatkan supaya manusia
mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia didunia
dan akhirat, dibawah naungan cinta kasih dan ridho Illahi. Perkawinan yang
disyariatkan itu banyak diatur dalam kitab suci Al-Qur’an, misalnya mengenai
perkawinan yang dilakukan seorang pria terhadap seorang wanita yang menjadi
pilihannya.31
Arti Perkawinan dalam Hukum Islam dapat dilihat dari Al-Qur’an Surah
Ar-Ruum ayat 21, yang berbunyi: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan
29
Varia Peradilan: Majalah Hukum Tahun XXVII Nomor 317 April 2012. Jakarta Pusat:
Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), halaman 27.
30
Hilman Hadikusuma., Op.Cit, halaman 88.
31
Djoko Prakoso., Op.Cit, halaman 5.
22
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir.32
Mustofa Hasan menyebutkan bahwa perkawinan merupakan bentuk
silahturahmi yang signifikan dalam membentuk struktur masyarakat. Setelah
terjadinya perkawinan ada beberapa implikasi mendasar antara lain:
1.
Terbentuknya hubungan darah antara suami dan istri.
2.
Terbentuknya hubungan darah antara orang tua dan anak.
3.
Terbentuknya hubungan kekeluargaan dari pihak suami istri.
4.
Terbentuknya hubungan kerabat dari anak-anak terhadap orang tua suami/istri
(mertua).
5.
Terbentuknya hubungan waris-mewarisi.
6.
Terbangunnya rasa saling membantu dengan sesama saudara dan kerabat.
7.
Terbentuknya keluarga yang luas.
8.
Terbentuknya rasa solidaritas sosial di antara sesama keturunan.
9.
Terbentuknya persaudaraan yang panjang hingga akhir hayat.
10. Terbentuknya masyarakat yang berprinsip pada sikap yang satu yaitu satu
ciptaan, satu darah, dan satu umat dimata Allah Sang Pencipta.33
Perkawinan adalah suatu perjanjian yang diadakan oleh dua orang, dalam
hal ini perjanjian suci antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan
material, yakni membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal itu
32
Soedharyo Soimin. 2001. Hukum Orang Dan Keluarga. Jakarta: Sinar Grafika,
halaman 4.
33
D.Y.Witanto., Op.Cit, halaman 23 & 24.
23
haruslah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai asas pertama dalam
Pancasila.34
Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, yang sila
pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka antara perkawinan dengan
agama atau kerohanian mempunyai hubungan yang sangat erat, karena
perkawinan bukan saja mempunyai unsur jasmani tetapi juga mempunyai unsur
rohani yang memegang peranan penting.35 Unsur perjanjian di sini untuk
memperlihatkan segi kesengajaan dari suatu perkawinan serta penampakannya
kepada masyarakat ramai. Sedangkan sebutan suci untuk pernyataan segi
keagamaannya dari suatu perkawinan.36
B. Pengertian Anak dan Hak-Hak Anak
1. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang
Anak merupakan insan pribadi (persoon) yang memiliki dimensi khusus
dalam kehidupannya, dimana selain tumbuh kembangnya memerlukan bantuan
orang tua, faktor lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam
mempengaruhi kepribadian si anak ketika menyongsong fase kedewasaannya
kelak. Anak adalah sosok yang akan memikul tanggung jawab di masa yang akan
datang, sehingga tidak berlebihan jika negara memberikan suatu perlindungan
bagi anak-anak dari perlakuan-perlakuan yang dapat menghancurkan masa
depannya. Undang-undang memberikan beberapa pandangan tentang terminologi
anak berdasarkan fungsi dan kedudukannya antara lain sebagai berikut:
34
Soedharyo Soimin., Op.Cit, halaman 6.
Djoko Prakoso., Op.Cit, halaman 3.
36
Sayuti Thalib. 1929. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia
(UI-Press), halaman 47.
35
24
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak:
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat
dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak
merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang
Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah
masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang,
berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan
diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak:
Anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasar-dasarnya
telah diletakan oleh generasi sebelumnya.
Pandangan sosial, Haditono berpendapat bahwa anak merupakan makhluk
yang
membutuhkan
pemeliharaan,
kasih
sayang
dan
tempat
bagi
perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga
memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk
perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama. Dari beberapa
terminologi diatas pada prinsipnya mengandung persamaan persepsi bahwa anak
adalah pribadi yang memiliki peranan penting dan strategis dalam memikul
tanggung jawab masa depan bangsa. Anak mempunyai ciri dalam dimensi
kehidupan yang khusus sehingga tidak bisa dilepaskan dari peranan orang tua
dalam memelihara dan mendidiknya hingga ia mencapai masa kedewasaannya.
25
Idealnya, seorang anak yang dilahirkan kedunia secara otomatis akan
mendapatkan seorang laki-laki sebagai ayahnya dan seorang perempuan sebagai
ibunya, baik secara biologis maupun hukum (yuridis), karena dengan memiliki
orang tua yang lengkap akan mendukung kesempurnaan bagi si anak di dalam
menjalani masa pertumbuhannya.
Secara biologis anak merupakan hasil dari pertemuan antara sel telur
seorang perempuan yang disebut dengan ovum dengan benih dari seorang laki-laki
yang disebut spermatozoa, yang kemudian menyatu menjadi zygot, lalu tumbuh
menjadi janin dan pada akhirnya terlahir kedunia sebagai seorang manusia (bayi)
yang utuh. Tidaklah mungkin seorang anak terlahir kedunia tanpa ada peran dari
seorang laki-laki yang telah menanamkan benih keturunan dirahim si perempuan,
sehingga secara alami anak terlahir atas perantaraan ayah dan ibu kandungnya.37
Tidak demikian dalam pandangan hukum, bisa saja terjadi seorang anak
yang lahir tanpa keberadaan ayah secara yuridis, bahkan tanpa kedua orang tua
sama sekali. Keadaan tersebut bisa ditemukan dalam ketentuan Undang-Undang
Perkawinan, dimana suatu kelahiran tanpa disertai dengan adanya perkawinan
yang sah (anak luar kawin), maka si anak hanya akan memiliki ibu sebagai orang
tuanya, sedangkan KUH Perdata menganut prinsip yang lebih ekstrim bahwa
tanpa adanya pengakuan dari kedua orang tuanya, maka si anak dapat dipastikan
tidak akan memiliki ayah maupun ibu secara yuridis.
Seorang anak dilahirkan kedunia melalui proses yang panjang, mulai dari
adanya pertemuan biologis antara benih dari seorang laki-laki dan sel telur milik
37
D.Y.Witanto., Op.Cit, halaman 4-6.
26
seorang perempuan sampai terjadinya proses kehamilan yang harus dilalui oleh
seorang perempuan sebelum kemudian sibayi terlahir kedunia. Rangkaian/tahapan
proses tersebut kemudian akan menentukan status dan kedudukan si anak
dihadapan hukum. Menurut sudut pandang hukum tahapan proses yang dilalui
sampai terjadinya peristiwa kelahiran dapat digolongkan menjadi:
1. Jika proses yang dilalui sah (legal), baik menurut hukum agama maupun
hukum negara, maka ketika lahir si anak akan menyandang predikat sebagai
anak yang sah.
2. Jika proses yang dilalui tidak sah (illegal), baik menurut hukum agama maupun
hukum hukum negara, maka ketika lahir si anak akan menyandang predikat
sebagai anak tidak sah (anak luar kawin).
Banyak persoalan yang melatarbelakangi terjadinya kehamilan diluar
nikah, mulai dari sebab-sebab yang berasal dari faktor lingkungan, pendidikan,
kemapanan ekonomi dan kemapanan sosial, maupun yang berasal dari dalam
lingkup keluarga sendiri, namun menjadi faktor mempengaruhi secara langsung
terhadap terjadinya hubungan seksual diluar perkawinan. Kasus kehamilan
pranikah banyak terjadi pada kalangan remaja, bahkan cenderung dalam kategori
usia yang sangat muda, hal ini dipicu oleh merebaknya tren pergaulan bebas
dikalangan remaja, sehingga berujung pada kehamilan dan kelahiran yang tidak
diharapkan.
Fenomena hubungan seks pranikah dikalangan remaja telah mendorong
tingginya tingkat kelahiran anak diluar perkawinan, karena pada umumnya
kehamilan itu terjadi pada saat kondisi mereka belum siap untuk melangsungkan
27
perkawinan, beberapa faktor yang melatarbelakangi kehamilan pranikah dan
kelahiran anak luar kawin antara lain:
1. Karena usia pelaku masih dibawah batas usia yang diijinkan untuk
melangsungkan perkawinan.
2. Karena belum siap secara ekonomi untuk melangsungkan perkawinan.
3. Karena perbedaan keyakinan dan kepercayaan.
4. Karena akibat dari tindak pidana (pemerkosaan).
5. Karena tidak mendapat restu orang tua.
6. Karena si laki-laki terikat perkawinan dengan wanita lain dan tidak mendapat
ijin untuk melakukan poligami.
7. Karena pergaulan seks bebas (free seks).
8. Karena prostitusi/perdagangan jasa seksual.38
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengenal
istilah anak yang dilahirkan dalam perkawinan, anak yang dilahirkan sebagai
akibat perkawinan, dan anak yang dilahirkan diluar perkawinan. Secara yuridis,
yang dimaksud dengan anak sah adalah pertama, anak yang dilahirkan dalam
perkawinan yang sah; kedua, anak yang dilahirkan sebagai akibat perkawinan
yang sah.
Berbeda halnya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak
mengenal istilah anak luar kawin, tapi anak luar kawin secara tegas diatur dalam
KUH Perdata bahwa anak tidak sah adalah anak yang dilahirkan setelah 300 (tiga
ratus) hari setelah perkawinan dibubarkan. Istilah Anak luar kawin (Erkent
38
Ibid, halaman 7-10.
28
Natuurlijke Kind), dijumpai dalam KUH Perdata Bab XII Bagian Kedua, sebutan
lain untuk anak luar kawin adalah anak wajar. Selain itu dikenal pula dengan
sebutan anak zinah dan anak sumbang.
Anak luar kawin dapat diartikan dalam 3 (tiga) golongan yaitu:
1. Anak zinah yaitu anak yang dilahirkan diluar perkawinan antara seorang pria
dengan seorang wanita yang salah satu atau keduanya terikat dengan
perkawinan lain;
2. Anak sumbang yaitu anak yang dilahirkan dari hubungan antara seorang pria
dengan seorang wanita yang menurut undang-undang tidak diperkenankan
melakukan perkawinan satu sama lain;
3. Anak alami yaitu anak yang dilahirkan diluar perkawinan tetapi kedua orang
tuanya tidak terikat dengan perkawinan lain.39
2. Tentang Hak- Hak Anak
Setiap anak yang dilahirkan kedunia memiliki fitrah yang sama sebagai
mahkluk Tuhan Yang Maha Esa. Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak kelangsungan hidup tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Konstitusi tidak memberikan pengecualian atas hak asasi yang disandang oleh
setiap anak, tidak terkecuali apakah dia sebagai anak yang sah atau anak luar
kawin, bahkan kalimat “berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi” sesungguhnya menunjukan bahwa negara pada prinsipnya melarang
adanya pengelompokan status terhadap seorang anak, karena dengan adanya
39
Tan Kamello., Op.Cit, halaman 67-69.
29
status dan kedudukan anak yang berbeda dimata hukum sesungguhnya negara
telah melakukan diskriminasi terhadap anak yang menjadi warganya.
Berdasarkan Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia 1945 Menyebutkan bahwa:
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Menurut ketentuan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwa yang dimaksud dengan “diskriminasi”
adalah:
Setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak
langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras,
etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,
bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan
atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi
manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun
kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek
kehidupan lainnya.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia secara
khusus ada mengatur tentang hak asasi anak baik dalam kedudukannya sebagai
warga negara maupun sebagai manusia antara lain sebagai berikut:
Pasal 52
(1) Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat,
dan negara.
(2) Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu
diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.
Pasal 53
(1) Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup, dan meningkatkan
taraf kehidupannya.
30
(2) Setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status
kewarganegaraan.40
Disimak dari pasal-pasal diatas, maka tidak satupun menyebutkan bahwa
ketentuan tersebut hanya berlaku bagi anak yang sah atau anak yang dilahirkan
dari perkawinan yang sah, atau setidaknya mengandung pengertian bahwa anak
diluar kawin tidak termasuk anak yang dilindungi oleh aturan-aturan diatas. Setiap
anak tidak menanggung dosa atas kelahirannya, sehingga ia juga tidak boleh
menerima diskriminasi secara hukum, apalagi jika melihat fakta sosial di
masyarakat anak yang dilahirkan tanpa memiliki kejelasan status ayahnya sering
mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan stigma di masyarakat.
Memang harus diakui bahwa, sangat sulit untuk memberikam kedudukan
yang benar-benar sama dan seimbang antara anak sah dan anak luar kawin, karena
tidak dapat dipungkiri bahwa diantara beberapa hal yang tidak mungkin
dibedakan menyangkut fitrahnya sebagai manusia, keduanya tetap mengandung
perbedaan, namun walaupun demikian, setidaknya perbedaan itu tidak
menimbulkan rusaknya masa depan si anak, dimana kita ketahui bahwa setiap
anak akan menanggung beban yang berat dalam menyongsong kehidupannya
yang panjang baik secara ekonomi maupun sosial.
Seorang anak luar kawin juga harus mendapatkan haknya untuk bisa hidup
secara layak dari ayah biologisnya, seperti biaya pemeliharaan dan pendidikan
yang akan menunjang kehidupannya, atau setidaknya ia mendapat bagian dari
harta peninggalan jika ayah biologisnya meninggal, walaupun bagiannya tidak
40
D.Y.Witanto., Op.Cit, halaman 235-237.
31
sebesar bagian yang diterima oleh anak-anak yang sah, baik dengan waris, hibah,
sedekah maupun wasiat.41
Latar budaya memberikan acuan yang disepakati bahwa semua anak
Indonesia adalah aset bangsa. Oleh karena itu kesejahteraan perlu terus
ditingkatkan. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan anak, telah diamanatkan
dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Undang-Undang Nomor
4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 1988 Tentang Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi Anak Yang Mempunyai
Masalah, Rativikasi Konvensi Peserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hak-hak Anak
melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Wajib Belajar
Pendidikan Dasar 9 Tahun, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia telah mencantumkan tentang Hak Anak (Pasal 52 ayat (1) dan (2)),
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, Bab II Pasal 2 sampai dengan
Pasal 9, mengatur tentang Hak-Hak Anak atas kesejahteraan, diperkuat dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 dalam Bab III Pasal 4 sampai dengan
Pasal 18 sebagai berikut:
1. Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan
Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan
berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan
khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. Dimaksud dengan asuhan,
adalah berbagai upaya yang dilakukan kepada anak yang tidak mempunyai orang
41
Ibid, halaman 241-244.
32
tua dan terlantar, anak terlantar dan anak yang mengalami masalah kelainan yang
bersifat sementara sebagai pengganti orang tua atau keluarga agar dapat tumbuh
dan berkembang dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial (Pasal 1
angka 32 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1988).
2. Hak atas pelayanan
Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk
menjadi warga negara yang baik dan berguna (Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1979).
3. Hak atas perlindungan lingkungan hidup
Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan
wajar (Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979).
4. Hak mendapat pertolongan pertama
Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama berhak
mendapat pertolongan dan bantuan dan perlindungan (Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1979).
5. Hak memperoleh asuhan
Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh
negara, atau orang, atau badan lain (Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1979). Dengan demikian anak yang tidak mempunyai orang tua itu dapat
tumbuh dan berkembang secara wajar baik jasmani, rohani maupun sosial.
6. Hak memperoleh bantuan
33
Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan, agar dalam
lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar (Pasal 5
ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979). Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 1988, bantuan itu bersifat tidak tetap dan diberikan dalam jangka
waktu tertentu kepada anak yang tidak mampu (Pasal 1 ayat (4)).
Batasan anak dapat ditemukan dalam berbagai peraturan perundangan
yang berlaku di Indonesia. Meski dalam banyak rumusan namun pada prinsipnya
keragaman batasan tersebut mempunyai implikasi yang sama yaitu memberikan
perlindungan pada anak.
Ketika menetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 LN 109 TLN
4235 Tentang Perlindungan Anak, pemerintah menyandarkan sejumlah asumsi
dasar mengapa di susun undang-undang ini. Diantaranya adalah bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya,
termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia;
bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya; bahwa anak
adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa,
memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin
kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan; bahwa agar setiap
anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat
kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal,
baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya
perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan
34
jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa
diskriminasi.
Undang-undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian
kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan
dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini
dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan
sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang
dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai pancasila, serta berkemauan keras menjaga
kesatuan dan persatuan bangsa dan negara.42
Berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak Pasal 28 ayat:
(1) Pembuatan Akta Kelahiran menjadi Tanggung jawab Pemerintah yang dalam
pelaksanaannya
diselenggarakan
serendah
rendahnya
pada
tingkat
kelurahan/desa.
(3) Pembuatan Akta Kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak di
kenai biaya.
Merujuk pada Undang-Undang tersebut sudah selayaknya akta kelahiran
yang merupakan hak anak untuk memperoleh identitas di berikan secara gratis
kepada anak yang berusia 0 hari hingga belum berusia 18 (delapan belas) tahun
(Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002) tetapi pada kenyataannya
42
Muladi., Op. Cit, halaman 231-233.
35
pemerintah daerah (kabupaten/kota) kebanyakan hanya memberikan pelayanan
akta gratis tersebut bagi anak yang baru lahir yaitu usia 0 hari hingga 60 (enam
puluh) hari (2 bulan).43
C. Pengertian Akta Kelahiran
Agar kelangsungan hidup manusia itu dapat lestari dan berkesinambungan,
maka manusia itu harus membentuk keluarga dengan terlebih dahulu
melangsungkan/mengadakan perkawinan. Sedangkan perkawinan itu bertujuan
untuk membentuk keluarga yang bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kemudian bagi keluarga yang baru dibentuk itu akan dimungkinkan kelahiran
anak yang diharapkan sebagai akibat perkawinan mereka dan yang kemudian anak
yang lahir inilah yang disebut sebagai penerus generasi dari orang tuanya.
Peristiwa kelahiran seseorang itu perlu mempunyai bukti yang tertulis dan
autentik, karena untuk membuktikan identitas seseorang yang pasti dan sah adalah
dapat dilihat dari akta kelahirannya yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang
berwenang yang mengeluarkan akta tersebut, maka yang berhak mengeluarkan
akta kelahiran seseorang adalah Lembaga Catatan Sipil, hal ini dapat dilihat
bahwa salah satu fungsi Kantor Catatan Sipil adalah menyelenggarakan
Pencatatan dan Penerbitan Kutipan Akta Kelahiran yang terdapat dalam Pasal 5
ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983.44
43
“Akta Kelahiran Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak”, melalui http://hukum.kompasiana.com, diakses pada tanggal 24 November
2013.
44
Victor M.Situmorang., dkk. 1991. Aspek Hukum Akta Catatan Sipil Di Indonesia.
Jakarta: Sinar Grafika. Halaman 39 & 40.
36
Setelah ditetapkannya Keputusan Presiden tersebut di atas, maka setiap
peristiwa kelahiran yang ada di tengah-tengah keluarga hendaknya perlu
didaftarkan ke Catatan Sipil guna untuk mendapatkan Akta Kelahiran. Hal ini,
supaya kedudukan hukum dan status seseorang itu dapat dilihat sewaktu-waktu
kebenarannya. Karena dengan demikian tidak meragukan lagi, bagi orang-orang
yang berkepentingan, oleh karena akta kelahiran itu dapat membuktikan bahwa
orang tersebut telah mencapai umur tertentu sebagaimana ditentukan oleh
Undang-Undang, agar ia dapat melakukan suatu perbuatan hukum tertentu
(misalnya Perkawinan).
Di samping hal tersebut di atas, maka akta kelahiran dapat pula dijadikan
jati diri/membuktikan dirinya bahwa ia adalah ahli waris yang sah dari seseorang
pewaris. Jati diri itu dapat diperoleh sebab sesuatu akta kelahiran akan
mencantumkan dengan jelas tentang hari, tanggal, bulan dan tahun kelahiran serta
ditegaskan pula nama orang tuanya yang melahirkan dan juga hubungan orang
tuanya, apakah sebagai suami-istri yang sah atau tidak.45
Akta kelahiran adalah akta catatan sipil hasil pencatatan terhadap peristiwa
kelahiran seseorang. Sangat disarankan mengurus akta kelahiran sesegera
mungkin setelah bayi dilahirkan karena akan sangat diperlukan untuk kepentingan
pendidikan dan kependudukan. Sampai saat ini masih banyak anak Indonesia
yang
identitasnya
belum
tercatat
dalam
akta
kelahiran,
secara de
jure keberadaannya dianggap tidak ada oleh negara. Hal ini mengakibatkan anak
45
Ibid
37
yang lahir tersebut tidak tercatat namanya, silsilah dan kewarganegaraannya serta
tidak terlindungi keberadaannya.
Banyak permasalahan yang terjadi berpangkal dari manipulasi identitas
anak. Semakin tidak jelas identitas seorang anak, maka semakin mudah terjadi
eksploitasi terhadap anak seperti anak menjadi korban perdagangan bayi dan anak,
tenaga kerja dan kekerasan. Oleh karenanya diharapkan kepada seluruh
masyarakat di Indonesia jangan takut dan enggan untuk mendaftarkan segera
kelahiran anaknya, untuk memberikan perlindungan terbaik bagi anak dan
mencegah munculnya segala bentuk eksploitasi bagi anak, beban tugas kepada
pemerintah tidaklah mudah dan harus melibatkan semua pihak oleh karenanya
harus ada kerjasama dan koordinasi yang sinergi untuk melahirkan kebijakankebijakan yang terbaik bagi anak-anak di Indonesia.46
Terdapat sejumlah manfaat atau arti penting dari kepemilikan akta
kelahiran, yakni: menjadi bukti bahwa negara mengakui atas identitas seseorang
yang menjadi warganya, sebagai alat dan data dasar bagi pemerintah untuk
menyusun anggaran nasional dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan
perlindungan anak, merupakan bukti awal kewarganegaraan dan identitas diri
pertama yang dimiliki anak, menjadi bukti yang sangat kuat bagi anak untuk
mendapatkan hak waris dari orang tuanya, mencegah pemalsuan umur,
perkawinan di bawah umur, tindak kekerasan terhadap anak, perdagangan anak,
adopsi ilegal dan eksploitasi seksual, anak secara yuridis berhak untuk
46
2013.
“Anak dan Akta Kelahiran”, melalui www.google.com, di akses pada tanggal 31 Januari
38
mendapatkan perlindungan, kesehatan, pendidikan, pemukiman, dan hak-hak
lainnya sebagai warga negara.
Fungsi akta kelahiran untuk negara yaitu mengetahui data anak secara
akurat di seluruh Indonesia untuk kepentingan perencanaan dan guna menyusun
data statistik negara yang dapat menggambarkan demografi, kecenderungan dan
karakteristik penduduk serta arah perubahan sosial yang terjadi. Bagi mereka yang
lewat 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 tahun masih dapat membuat akta
kelahiran asal disetujui oleh Kepala Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil. Bila sudah lebih dari 1 (satu) tahun harus melalui Penetapan Pengadilan,
yang biayanya tidak sedikit.47
Macam-macam akta kelahiran sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yaitu:
1. Akta kelahiran umum. Akta kelahiran yang dibuat berdasarkan laporan
kelahiran dari penduduk kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil paling
lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran. Untuk jenis ini tidak
dikenakan biaya.
2. Akta kelahiran dispensasi. Akta kelahiran yang dibuat berdasarkan laporan
kelahiran yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal
kelahiran. Untuk jenis ini, sebagaimana diatur dalam peraturan dikenakan
sanksi berupa denda.
47
Ibid
39
3. Akta kelahiran pengadilan. Akta kelahiran yang dibuat berdasarkan laporan
kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran,
pencatatannya dilaksanakan berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri.48
Pengertian pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil adalah tidak dapat
disangkal bahwa sistem administrasi kependudukan merupakan sistem yang
mengatur seluruh administrasi yang menyangkut masalah kependudukan pada
umumnya. Dalam hal ini terkait tiga jenis pengadministrasian, yaitu pertama;
pendaftaran
penduduk, kedua;
pencatatan
sipil,
dan ketiga;
pengelolaan
informasinya. Ketiga sub sistem tersebut masing-masing memiliki pengertian dan
definisi yang mampu memberikan gambaran tentang seluruh kegiatannya.
Pengertian pendaftaran penduduk sebagaimana yang tertuang dalam
Keputusan Menteri Nomor 54 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pendaftaran Penduduk, disebut bahwa pendaftaran penduduk adalah kegiatan
pendaftaran dan atau pencatatan data penduduk beserta perubahannya,
perkawinan, perceraian, kematian, dan mutasi penduduk, penerbitan nomor induk
kependudukan, nomor induk kependudukan sementara, kartu keluarga, kartu
tanda penduduk dan akta pencatatan penduduk serta pengelolaan data penduduk
dan penyuluhan.
Penduduk adalah setiap Warga Negera Indonesia (WNI) dan Warga
Negara Asing (WNA) pemegang ijin tinggal tetap di wilayah negara Republik
Indonesia. Jadi dari definisi tersebut, jelas yang dimaksudkan penduduk adalah
48
“Cara Mengurus Akta Kelahiran Terbaru”, melalui www.google.com, diakses pada
tanggal 21 Ferbruari 2013.
40
setiap Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA)
pemegang ijin tinggal tetap. Untuk itu guna administrasinya diselenggarakan
pendaftaran penduduk. 49
Pencatatan penduduk artinya data-data sebagai penduduk yang dicatatkan.
Tetapi kalau "pencatatan sipil" artinya status sipilnya yang dicatatkan, karena
adanya perubahan pada diri seseorang. Misalnya pencatatan atas kelahiran, artinya
atas perubahan status sipilnya dari yang sebelumnya belum ada di dunia tetapi
karena akibat kelahirannya ia menjadi mempunyai status dan berhak atas hak
sipilnya.
Sebab-sebab status sipilnya tidak tercatat, tentunya kembali kepada
kesadaran para penyelenggara negara itu sendiri yang mungkin tidak memiliki
kepekaan dan tenggelam dalam rutinitasnya sehari-hari. Oleh karenanya dalam
rangka
memenuhi
kebutuhan
masyarakatnya
perlu
diupayakan
segera
pembaharuan hukum, khususnya dalam hal perlindungan hak melalui penerbitan
akta perkawinan dan perceraian, disamping untuk kelahiran, pengangkatan anak
dan status anak. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan berupa:
1. Menciptakan pembaharuan hukum yang sesuai dengan jiwa Undang-Undang
Dasar 1945 yang menjamin hak-hak warga negaranya, sebagai pengganti
peraturan perundang-undangan yang telah usang.
2. Melakukan kajian kritis terhadap seluruh pranata hukum produk kolonial
dengan mengeyampingkan ketentuan-ketentuan yang sudah tidak relevan.
49
“Administrasi Kependudukan dari Aspek Hak Keperdataan”, melalui http://adminduk.
depdagri.go.id/article/detail/, diakses pada tanggal 27 Februari 2013.
41
3. Melakukan penyusunan naskah akademis tentang pencatatan sipil yang
dilanjutkan menyusun Draf Rancangan Undang-Undang baru.
4. Mengakomodasi Yurisprudensi Mahkamah Agung yang telah memutuskan
terhadap perkawinan atas dasar beda agama dan perkawinan antar penganut
Kong Hucu, sebagai suatu ketentuan lex spesialis.
5. Agar memperoleh dorongan masyarakat luas, perlu sosialisasi baik mengenai
permasalahannya salama ini dan bagaimana mengatasinya.
6. Mendesak Pemerintah agar bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
memperhatikan masalah administrasi kependudukan guna mewujudkan
peraturan perundang-undangan yang sangat didambakan selama ini.
7. Melakukan sosialisasi tentang pentingnya Catatan Sipil, agar setiap
perkawinan menjadi sah menurut hukum negara.
8. Merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,
khususnya Pasal 2 ayat (2) harus ditambah kalimat, "Tiap-tiap perkawinan
sebagaimana dimaksud ayat (1), wajib dicatatkan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku".
9. Memasukkan amar putusan Mahkamah Agung ke dalam materi Draf
Rancangan Undang-Undang tentang Catatan Sipil yang memungkinkan
dilangsungkannya perkawinan dari pasangan yang berbeda agama atau antara
pasangan yang menganut Kong Hucu.50
50
Ibid
42
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengaturan Tentang Hak-Hak Anak Luar Kawin Untuk Memperoleh
Pengakuan Yang Sah Berupa Akta Kelahiran
Prinsip pengaturan tentang anak luar kawin dalam hubungan kekeluargaan
dengan ayah dan ibunya mendapat pengaruh yang sangat besar dari asas
perkawinan monogami yang dianut oleh KUH Perdata, sebagaimana diatur dalam
Pasal 27 yang berbunyi: “Pada waktu yang sama seorang lelaki hanya boleh
terikat oleh perkawinan dengan satu orang perempuan saja dan seorang
perempuan hanya dengan satu seorang lelaki saja” dan asas pengakuan mutlak
sebagaimana diatur dalam Pasal 280 KUH Perdata yang berbunyi: “Dengan
pengakuan terhadap anak diluar kawin terlahirlah hubungan perdata antara anak
itu dengan ayah dan ibunya” sehingga hukum perdata barat menganut prinsip
bahwa hubungan keperdataan antara anak luar kawin dengan orang tua
biologisnya tidak terjadi dengan sendirinya, baik kepada ayahnya maupun kepada
ibunya. Prinsip tersebut sangat berbeda dengan konsep yang dianut oleh hukum
Islam maupun hukum perkawinan (Undang-Undang Perkawinan) yang mana
hubungan perdata antara anak luar kawin dengan pihak ibu terjadi secara otomatis
sejak si anak itu lahir.51
Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan menyebutkan bahwa
kedudukan anak dalam ayat (1) selanjutnya akan diatur dalam peraturan
pemerintah tersendiri, namun sampai dengan saat ini pemerintah belum juga
51
D.Y.Witanto., Op.Cit, halaman 106 & 107.
43
mengeluarkan peraturan pemerintah tentang kedudukan anak luar kawin
sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak mengatur
tentang kedudukan anak luar kawin, sehingga sampai sekarang persoalan tentang
kedudukan anak luar kawin pengaturannya masih terkatung-katung karena Pasal
43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan hanya menyebutkan tentang hubungan
keperdataannya saja sedangkan terhadap hak-haknya yang harus dilindungi
sebagai seorang manusia tidak mendapat pengaturan yang jelas dan terperinci.
Sebagai akibat dari hubungan perdata dengan pihak ibu dan keluarga
ibunya, anak tersebut hanya akan mendapatkan hak waris dari ibu dan keluarga
ibunya saja, termasuk segala bentuk pemeliharaan sampai anak itu dewasa hanya
menjadi tanggungjawab ibunya. Sekilas saja ketentuan tersebut mengandung
ketidakadilan bagi si ibu dan anaknya, karena untuk membenihkan anak tersebut
dalam rahim ibunya pasti ada peran dari pihak laki-laki sebagai ayah biologisnya.
Lalu karena si ayah tidak mengakui atau tidak kawin dengan si perempuan itu,
maka hubungan keperdataannya menjadi terputus dengan si ayah, padahal
hubungan hukum tersebut sangat diperlukan oleh si anak untuk bisa menuntut hak
pemeliharaan yang wajar seperti halnya anak-anak yang lain pada umumnya.
Syarat seorang anak luar kawin untuk bisa mendapatkan hak waris dari
orang tua biologisnya menurut hukum perdata barat sebagaimana diatur dalam
Pasal 872 KUH Perdata adalah jika ia telah diakui oleh orang tua biologisnya
karena KUH Perdata menganut prinsip bahwa hanya mereka yang mempunyai
hubungan keperdataan dengan si pewaris saja yang berhak mewaris. Hubungan
44
hukum antara anak luar kawin dengan ayah atau ibunya timbul setelah adanya
pengakuan dari ayah dan ibunya tersebut, dalam arti bahwa hubungan hukum itu
hanya ada antara anak luar kawin yang telah mendapat pengakuan dengan ayah
atau ibu yang mengakuinya saja.52
Pengaturan tentang pencatatan akta kelahiran di kantor Catatan Sipil yaitu
diatur berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil dalam Pasal 51 ayat (1)
yang berbunyi: “Setiap peristiwa kelahiran dicatatkan pada Instansi Pelaksana di
tempat terjadinya kelahiran”. Dalam hal pelaporan kelahiran jika tidak disertai
kutipan akta nikah/akta perkawinan orang tua karena anak merupakan anak diluar
perkawinan, maka pencatatan kelahiran tetap dilaksanakan.53
Berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2006
Tentang
Administrasi Kependudukan Pasal 27 ayat (1): Setiap kelahiran wajib di laporkan
oleh penduduk kepada instansi pelaksana di tempat terjadinya peristiwa kelahiran
paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran, Sesuai amanat UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 tersebut jelas diperintahkan bahwa setiap
kelahiran wajib dilaporkan orang tua sebelum 60 (enam puluh) hari kelahiran,
pada Undang-undang tersebut tidak ada dinyatakan bahwa ‘pemberian akta lahir
secara gratis’ diberikan pada bayi yang berusia 0 hari hingga 60 (enam puluh)
hari.
52
Ibid, halaman 145 & 146.
Hasil wawancara dengan Bapak Arpian Saragih selaku AN.Kepala
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan, pada tanggal 6 Februari 2013.
53
Dinas
45
B. Prosedur Untuk Memperoleh Pengakuan Yang Sah Berupa Akta
Kelahiran Terhadap Anak Luar Kawin
Kehadiran subjek hukum dalam lalu lintas hukum perdata, setidaktidaknya memiliki arti penting dalam 3 (tiga) hal yaitu pertama, saat kelahiran;
kedua, saat perkawinan; dan ketiga, saat kematian. Ketiga perbuatan hukum
tersebut wajib memiliki bukti yang ditunjukkan dengan adanya suatu akta yang
disebut dengan akta catatan sipil (burgerlijkestand).
Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata
Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, Pasal 1 angka (14) dikatakan
bahwa “Pencatatan Sipil adalah pencatatan peristiwa penting yang dialami oleh
seseorang dalam register Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana”. Peristiwa
penting (belangrijke feit) yang dimaksudkan dalam unsur pengertian tersebut
adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir
mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan
anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan.
Pencatatan sipil dilaksanakan oleh pejabat pencatatan sipil yaitu pejabat
yang melakukan pencatatan peristiwa penting yang dialami seseorang pada
instansi pelaksana yang pengangkatannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pencatatan penduduk dan pencatatan sipil bertujuan untuk
memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen penduduk,
perlindungan status hak sipil penduduk, dan mendapatkan data yang muktakhir,
benar dan lengkap.54
54
Tan Kamello., Op.Cit, halaman 25 & 27.
46
Pencatatan secara administratif yang dilakukan Negara dimaksudkan agar
perkawinan, sebagai perbuatan hukum penting dalam kehidupan yang dilakukan
oleh yang bersangkutan, yang berimplikasi terjadinya akibat hukum yang sangat
luas, di kemudian hari dapat dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan
suatu akta otentik, sehingga perlindungan dan pelayanan oleh Negara terkait
dengan hak-hak yang timbul dari suatu perkawinan dapat terselenggara secara
tertib dan efisien. Artinya, dengan dimilikinya bukti otentik akta perkawinan, hakhak yang timbul sebagai akibat perkawinan dapat terlindungi dan terlayani dengan
baik, karena tidak diperlukan proses pembuktian yang memakan waktu, uang,
tenaga, dan pikiran yang lebih banyak, seperti pembuktian mengenai asal-usul
anak dalam Pasal 55 Undang-Undang Perkawinan yang mengatur bahwa bila asalusul anak tidak dapat dibuktikan dengan akta otentik maka mengenai hal itu akan
ditetapkan dengan putusan pengadilan yang berwenang. Pembuktian yang
demikian pasti tidak lebih efektif dan efisien bila dibandingkan adanya akta
otentik sebagai bukti. 55
Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan dikabulkan karena
hubungan anak dengan seorang laki-laki sebagai bapak tidak semata-mata karena
adanya ikatan perkawinan, akan tetapi dapat juga didasarkan pada pembuktian
adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai bapak.
Dengan demikian, terlepas dari soal prosedur/administrasi perkawinannya, anak
yang dilahirkan harus mendapat perlindungan hukum. Jika tidak demikian, maka
55
Syafran Sofyan. “Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Status Anak Luar Kawin”.
Melalui http://www.jimlyschool.com, diakses pada tanggal 27 November 2012.
47
yang dirugikan adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan, padahal anak
tersebut tidak berdosa karena kelahirannya di luar kehendaknya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan hampir 50
(lima puluh) juta anak di Indonesia tidak memiliki akta kelahiran karena berbagai
sebab antara lain karena pernikahan tidak sah atau tercatat atau kawin siri, angka
ini hampir separuh dari total jumlah anak dibawah 5 (lima) tahun yang ada di
Indonesia. Komisi Perlindungan Anak Indonesia sangat mengapresiasi putusan
Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu yang mengabulkan permohonan uji
materiil atas pasal anak diluar pernikahan sah dalam Undang-Undang Perkawinan.
Menurut ketua Komnas perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait,
perubahan pada Undang-Undang Perkawinan oleh Mahkamah Konstitusi ini akan
menjadi landasan hukum yang sah dalam memajukan upaya advokasi bagi anakanak diluar pernikahan yang sah untuk memperoleh hak keperdataannya.56
Putusan Mahkamah Konstitusi dapat memberikan hak keperdataan yang
selama ini tidak diakui negara. Makanya akta lahirnya itu tidak mencantumkan
nama ayah. Dan tentu ini akan berimplikasi tidak mendapatkan “hak waris” dan
tidak bisa mencantumkan siapa bapaknya, dan merugikan anaknya. Didalam
konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa juga pengakuan keperdataan dalam bentuk
identitas nama dan kewarganegaraan itu harus diberikan oleh negara, tidak harus
bergantung pada sah tidaknya perkawinan. Tetapi juga sebagai hak konstitusi, hak
keperdataan, itu adalah hak yang sangat mendasar dan konstitusional.
56
Ibid
48
Berdasarkan uraian ini Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan
menyatakan bahwa: “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai
hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki
sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah,
termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.”57
Sistematika akta kelahiran bagi anak luar kawin adalah sebagai berikut:
1. Data lahir.
a. Kewarganegaraan Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara
Asing (WNA).
b. Tempat Kelahiran.
c. Hari, tanggal, bulan dan tahun kelahiran.
d. Nama lengkap anak.
e. Jenis kelamin.
f. Nama Ibu.
2. Tanggal, bulan dan tahun terbit akta.
3. Tanda tangan pejabat yang berwenang.58
Persyaratan yang harus dilampirkan dalam pengurusan Akta Kelahiran
anak luar kawin adalah sebagai berikut:
1.
Surat kelahiran dari penolong kelahiran (Rumah Sakit/Dokter/Bidan/dll).
2.
Foto copy KTP dan Kartu Keluarga orang tua/yang bersangkutan.
57
58
Ibid
D.Y.Witanto., Op.Cit, halaman 34.
49
3.
Akta Kelahiran Ibu.
4.
Menghadirkan 2 (dua) orang saksi dan melampirkan foto copy KTP nya.
5.
Penetapan Pengadilan Negeri Kota/Kabupaten setempat bagi pemohon akta
kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun dari tanggal kelahiran.
6.
Tata cara memperoleh (kutipan) akta kelahiran untuk anak luar kawin adalah
sama saja dengan cara memperoleh akta kelahiran pada umumnya. Di dalam
akta kelahiran akan tercantum nama ibu saja, tidak tercantum nama ayah dari
anak luar kawin tersebut.59
Persyaratan yang harus dilampirkan untuk akta kelahiran umum yaitu
sebagai berikut:
1. Surat pengantar dari Kepala Desa/Kelurahan diketahui Camat.
2. Surat Kelahiran Asli/Foto copy yang dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan
Camat.
3. Foto copy Surat Nikah/Akta Perkawinan/Akta Cerai yang dilegalisir instansi
yang berwenang.
4. Foto copy KTP kedua orang tua dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan
Camat.
5. Permohonan akta kelahiran yang salah satu atau kedua orang tuanya telah
meninggal dunia, melampirkan foto copy Surat Kematian yang dilegalisir
Kepala Desa/Kelurahan dan Camat atau foto copy akta kematian yang
dilegalisir instansi yang berwenang.
59
Hasil wawancara dengan Bapak Arpian Saragih selaku AN.Kepala
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan, pada tanggal 6 Februari 2013.
Dinas
50
6. Foto copy Kartu Keluarga dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan Camat.
7. Dua orang saksi pencatatan dan foto copy KTP.
8. Surat kuasa bermaterai bagi pemohon (orang tua) yang menguasakan kepada
orang lain.60
Persyaratan yang harus dilampirkan untuk akta kelahiran terlambat
(pelaporannya melebihi 60 (enam puluh) hari sejak tanggal kelahiran) yaitu
sebagai berikut:
1. Surat pengantar dari Kepala Desa/Kelurahan diketahui Camat.
2. Surat Kelahiran Asli/Foto copy yang dilegalisir Kepala Desa/ Kelurahan dan
Camat.
3. Foto copy Surat Nikah/Akta Perkawinan/Akta Cerai yang dilegalisir instansi
yang berwenang.
4. Foto copy KTP kedua orang tua dilegalisir Kepala Desa/ Kelurahan dan
Camat.
5. Permohonan akta kelahiran yang salah satu atau kedua orang tuanya telah
meninggal dunia, melampirkan foto copy Surat Kematian yang dilegalisir
Kepala Desa/Kelurahan dan Camat atau foto copy akta kematian yang
dilegalisir instansi yang berwenang.
6. Foto copy Kartu Keluarga dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan Camat.
7. Foto copy ijazah bagi yang telah memiliki.
60
“Pedoman Pelayanan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk Dan Akta Kelahiran”,
melalui http://click-gtg.blogspot.com, diakses pada tanggal 27 Februari 2013.
51
8. Surat keterangan satu nama bagi orang tua pemohon akta kelahiran yang
mempunyai nama lain selain yang tertera dalam Surat Nikah/Akta
Perkawinan dari instansi yang berwenang.
9. Dua orang saksi pencatatan dan foto copy KTP.
10. Surat kuasa bermaterai bagi pemohon (orang tua) yang menguasakan kepada
orang lain.
11. Persetujuan dari Kepala Dinas Kependudukan, atas nama Bupati bagi Warga
Negara Indonesia.61
Persyaratan yang harus dilampirkan untuk akta kelahiran dispensasi
(seseorang yang lahir sebelum tanggal 31 Desember 1985) yaitu sebagai berikut:
1. Surat pengantar dari Kepala Desa/Kelurahan diketahui Camat.
2. Surat Kelahiran Asli/Foto copy yang dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan
Camat.
3. Foto copy Surat Nikah/Akta Perkawinan/Akta Cerai yang dilegalisir instansi
yang berwenang.
4. Foto copy KTP kedua orang tua dilegalisir Kepala Desa/ Kelurahan dan
Camat.
5. Permohonan akta kelahiran yang salah satu atau kedua orang tuanya telah
meninggal dunia, melampirkan foto copy Surat Kematian yang dilegalisir
Kepala Desa/Kelurahan dan Camat atau foto copy akta kematian yang
dilegalisir instansi yang berwenang.
6. Foto copy Kartu Keluarga dilegalisir Kepala Desa/Kelurahan dan Camat.
61
Ibid
52
7. Foto copy ijazah bagi yang telah memiliki.
8. Surat keterangan satu nama bagi orang tua pemohon akta kelahiran yang
mempunyai nama lain selain yang tertera dalam Surat Nikah/Akta
Perkawinan dari instansi yang berwenang.
9. Dua orang saksi pencatatan dan foto copy KTP.
10. Surat kuasa bermaterai bagi pemohon (orang tua) yang menguasakan kepada
orang lain.
11. Persetujuan dari Kepala Dinas Kependudukan, atas nama Bupati bagi Warga
Negara Indonesia.62
Mekanisme dan prosedur jenis akta kelahiran umum dan dispensasi yaitu
sebagai berikut:
1.
Pemohon datang dengan membawa persyaratan terlampir ke loket Pelayanan
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
2.
Mengisi formulir pendaftaran bermaterai yang sudah disediakan di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil.
3.
Pemohon menandatangani buku register akta kelahiran beserta 2 (dua) Orang
saksi.
Mekanisme dan prosedur jenis akta kelahiran penetapan Pengadilan yaitu
sebagai berikut:
1.
Pemohon datang langsung ke Pengadilan Negeri Kota Kabupaten setempat
untuk mendapatkan penetapan dari Pengadilan Negeri.
62
Ibid
53
2.
Setelah Penetapan Pengadilan Negeri keluar (sekitar 1 (satu) minggu dari
tanggal permohonan), pemohon datang dengan membawa persyaratan
terlampir dan penetapan Pengadilan Negeri ke loket Pelayanan Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil.
3.
Mengisi formulir pendaftaran bermaterai yang sudah disediakan di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil.
4.
Pemohon menandatangani buku register akta kelahiran beserta 2 (dua) Orang
saksi.63
Berkaitan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan
Sipil Pasal 51 ayat:
(1) Setiap peristiwa kelahiran dicatatkan pada Instansi Pelaksana di tempat
kejadiannya kelahiran.
(2) Pencatatan peristiwa kelahiran sebagaimana di maksud pada ayat (1),
dilakukan dengan memperhatikan:
a. Tempat domisili ibunya bagi Penduduk Warga Negara Indonesia;
b. Di luar tempat domisili ibunya bagi penduduk Warga Negara Indonesia;
c. Tempat domisili ibunya bagi penduduk Orang Asing;
d. Di luar tempat domisili ibunya bagi penduduk Orang Asing;
e. Orang Asing pemegang Izin Kunjungan; dan
f. Anak yang tidak diketahui asal usulnya atau keberadaan orang tuanya.
63
“Cara Mengurus Akta Kelahiran Terbaru”, melalui www.google.com, diakses pada
tanggal 21 Ferbruari 2013.
54
Berdasarkan Pasal 53 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2008, prosedur pencatatan kelahiran Penduduk Warga Negara Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan tata
cara:
a.
Penduduk Warga Negara Indonesia mengisi Formulir Surat Keterangan
Kelahiran dengan menunjukkan persyaratan yang diatas kepada Petugas
Registrasi dikantor desa/kelurahan.
b.
Formulir Surat Keterangan Kelahiran sebagaimana dimaksud pada huruf a
ditandatangani oleh pemohon dan diketahui oleh Kepala Desa/Lurah.
c.
Kepala Desa/Lurah berkewajiban meneruskan Formulir Surat Keterangan
Kelahiran kepada UPTD Instansi Pelaksana untuk diterbitkan Kutipan Akta
Kelahiran.
d.
Dalam hal UPTD Instansi Pelaksana tidak ada, Kepala Desa/Lurah
menyampaikan ke kecamatan untuk meneruskan Formulir Surat Keterangan
Kelahiran kepada Instansi Pelaksana.
e.
Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana/UPTD Instansi Pelaksana
mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta
Kelahiran dan menyampaikan kepada Kepala Desa/Lurah atau kepada
Pemohon.64
64
Hasil wawancara dengan Bapak Arpian Saragih selaku AN.Kepala
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan, pada tanggal 6 Februari 2013.
Dinas
55
Pasal 54 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008,
prosedur pencatatan kelahiran Penduduk Warga Negara Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan tata cara:
a.
Penduduk Warga Negara Indonesia mengisi Formulir Surat Keterangan
Kelahiran dengan menyerahkan surat kelahiran dari Dokter/Bidan/Penolong
kelahiran dan menunjukkan KTP Ibu atau bapaknya kepada Instansi
Pelaksana.
b.
Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana mencatat dalam Register
Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
Pasal 58 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008,
prosedur pencatatan kelahiran anak yang tidak diketahui asal usulnya atau
keberadaan orang tuanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf f,
dilakukan dengan tata cara:
a.
Pelapor/pemohon mengisi formulir surat keterangan kelahiran dengan
menyertakan Berita Acara Pemeriksaan Kepolisian kepada Instansi
Pelaksana.
b.
Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana mencatat dalam Register
Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran.
Berkaitan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2008 Pasal 64 ayat (1): Pencatatan pelaporan kelahiran yang melampaui batas
waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran,
dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai persyaratan pencatatan kelahiran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 setelah mendapatkan persetujuan Kepala
56
Instansi Pelaksana. Pasal 65 ayat (1): Pencatatan pelaporan kelahiran yang
melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran, dilakukan sesuai
dengan ketentuan mengenai persyaratan pencatatan kelahiran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 setelah mendapatkan penetapan Pengadilan Negeri.
Alur Pengurusan Akta Kelahiran
Dinas Kependudukan Dan
Pencatatan Sipil
Menerbitkan kutipan Akta
Kelahiran
↑
Kelurahan
Merekomendasi surat pengantar
pengurusan Akta Kelahiran
↑
Rukun Warga (RW)
Merekomendasi surat pengantar
pengurusan Akta Kelahiran
↑
Rukun Tetangga (RT)
Menerbitkan surat pengantar
pengurusan Akta Kelahiran
↑
Pemohon
Membawa foto copy KK/KTP
orang tua dan surat keterangan
kelahiran dari Rumah
Sakit/Dokter/Bidan (asli)
57
Alur Pengurusan Akta Kelahiran65
Tata cara pelayanan pencatatan kelahiran di tempat domisili Orang tua:
a.
Pelapor berkewajiban:
1. Menyerahkan berkas persyaratan untuk pencatatan kelahiran.
2. Menerima, mengisi dan menandatangani Formulir Pelaporan Kelahiran (F2.01).
3. Menerima Formulir (F-2.02) lembar ke-3 (tiga).
4. Membayar dan menerima bukti pembayaran retribusi bagi usia 18
(delapan belas) tahun ke atas.
b.
Lurah berkewajiban:
1. Meneliti Formulir Pelaporan Kelahiran (F-2.01) dan berkas persyaratan
untuk pencatatan kelahiran.
2. Mengisi dan menandatangani Surat Keterangan Kelahiran (F-2.02).
3. Menyerahkan Surat Keterangan Kelahiran (F-2.02) lembar ke-3 (tiga)
kepada penduduk/keluarga yang bersangkutan.
4. Mencatatkan data kelahiran dalam Buku Harian Peristiwa Penting dan
Kependudukan (BHPPK)/Buku Induk Penduduk (BIP) Sementara.
5. Menyimpan Surat Keterangan Kelahiran (F-2.02) lembar ke-1 (satu)
sebagai arsip.
6. Merekam dan/atau mengisi Surat Keterangan Kelahiran (F-2.02) lembar
ke-2 (dua) beserta berkas persyaratan untuk disampaikan kepada Camat.
65
“Alur Pengurusan Akta Kelahiran”, melalui http://dispendukcapil.malangkota.go.id,
diakses pada tanggal 29 Maret 2013.
58
7. Menerima hasil pencetakan perubahan data kependudukan dari Camat dan
mencatat perubahan data kependudukan dalam Buku Induk Penduduk
(BIP).
c.
Camat berkewajiban:
1. Melakukan verifikasi dan validasi terhadap Surat Keterangan Kelahiran
(F-2.02) lembar ke-2 (dua) beserta persyaratan.
2. Melakukan perekaman berdasarkan Surat Keterangan Kelahiran (F-2.02)
lembar ke-2 (dua) di Tata Persuratan Dinas dan Kearsipan (TPDK) dan
menyimpan Surat Keterangan Kelahiran (F-2.02) tersebut sebagai arsip
Kecamatan.
3. Menyampaikan data beserta berkas pelaporan dan persyaratan kepada
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
4. Jika di Kecamatan sudah diangkat Pejabat Pencatat Sipil:
a. Melakukan proses pencatatan dan penerbitan registrasi akta dan
kutipan Akta Kelahiran.
b. Melakukan penandatanganan registrasi akta dan kutipan Akta
Kelahiran.
c. Menyerahkan kutipan Akta Kelahiran kepada yang bersangkutan atau
menyampaikan melalui Lurah.
d. Menyimpan registrasi Akta Kelahiran dan berkas peloporan kelahiran.
5. Mengirimkan Surat Keterangan Kelahiran (F-2.02) lembar ke-2 (dua)
beserta berkas pelaporan kelahiran kepada Kepala Dinas Kependudukan
59
dan Catatan Sipil, jika di Kecamatan tidak ada Tata Persuratan Dinas dan
Kearsipan (TPDK).
6. Menerima hasil pencetakan perubahan data kependudukan dari Kepala
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan menyampaikan Kepala
Lurah.
d.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil berkewajiban:
1. Melakukan verifikasi dan validasi terhadap Surat Keterangan Kelahiran
(F-2.02) lembar ke-2 (dua) dan/atau berkas pelaporan kelahiran.
2. Melakukan perekaman data berdasarkan Surat Keterangan Kelahiran (F2.02) lembar ke-2 (dua) dan mencetak perubahan data penduduk serta
menyampaikan hasilnya kepada Camat.
3. Menerima pembayaran retribusi dan memberikan bukti pembayaran
kepada pelapor.
4. Melakukan proses pencatatan, penerbitan dan penandatanganan registrasi
akta dan kutipan Akta Kelahiran.
5. Menyerahkan
kutipan
Akta
Kelahiran
yang
bersangkutan
atau
menyampaikan melalui Camat/Lurah.
6. Menyimpan registrasi Akta Kelahiran dan berkas pelaporan kelahiran.
7. Semua kegiatan ini diselesaikan paling lama 6 (enam) hari kerja.
Tata cara pelayanan pencatatan kelahiran terjadi di luar tempat domisili
Orang tua:
a.
Pelapor berkewajiban:
1. Menyerahkan berkas persyaratan pelaporan.
60
2. Menerima, mengisi dan menandatangani Formulir Pelaporan Kelahiran
Warga Negara Indonesia (WNI) di luar domisili Orang tua (F-2.03).
3. Menerima Formulir Pelaporan Kelahiran Warga Negara Indonesia (WNI)
di luar domisili Orang tua (F-2.03) lembar ke-1 (satu).
b.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil berkewajiban:
1. Melakukan verifikasi dan validasi terhadap Formulir Pelaporan Kelahiran
Warga Negara Indonesia (WNI) di luar domisili Orang tua (F-2.03) dan
berkas persyaratan.
2. Melakukan perekaman data berdasarkan Formulir Pelaporan Kelahiran
Warga Negara Indonesia (WNI) di luar domisili Orang tua (F-2.03).
3. Melakukan proses konsolidasi dengan data kependudukan pada Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang berwenang di bidang Kependudukan dan
Pencatatan Sipil di wilayah tempat domisili yang bersangkutan.
4. Melakukan proses pencatatan, penertiban dan penandatanganan Registrasi
Akta dan Kutipan Akta Kelahiran.
5. Menyerahkan Kutipan Akta Kelahiran kepada yang bersangkutan.
6. Menyimpan Registrasi Akta Kelahiran dan berkas pelaporan kelahiran.
7. Memberitahukan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota tempat domisili
yang bersangkutan tentang pencatatan dan penertiban Registrasi Akta dan
Kutipan Akta Kelahiran penduduk yang bersangkutan.
8. Semua kegiatan ini diselesaikan paling lama 6 (enam) hari kerja. 66
66
“Prosedur Akta Kelahiran dan Catatan Pelayanan Kependudukan”, melalui http://
publiknasional.com, diakses pada tanggal 15 Februari 2013.
61
Skema Prosedur Penerbitan Akta Kelahiran67
Lama waktu proses pengurusan akta kelahiran di Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil yaitu selama 3 (tiga) hari kerja.68 Proses pembuatan dan
penerbitan akta kelahiran bagi anak luar kawin pada prinsipnya memiliki prosedur
yang sama dengan penerbitan akta kelahiran bagi anak-anak yang sah lainnya,
yang membedakan adalah pada pencantuman nama orang tua si anak dan
kewajiban si ibu yang membuat akta kelahiran bagi si anak tersebut harus datang
secara langsung ke hadapan pegawai Kantor Catatan Sipil, karena si ibu harus
menandatangani surat pernyataan yang isinya tidak akan menuntut kalau isi akta
anak tersebut tidak menyebutkan nama dari bapaknya karena si ibu tidak memiliki
akta perkawinan atau surat nikah terhadap pencatatan kelahiran si anak.69 Dalam
67
“Akta Kelahiran diproses pada Dinas Kependudukan Kota Medan”, melalui http://www.
pemkomedan.go.id, diakses pada tanggal 25 Maret 2013.
68
Ibid
69
D.Y.Witanto., Op.Cit, halaman 34.
62
hal ini tidak ada pemisahan antara anak sah dan anak luar kawin, karena tidak ada
perbedaan.
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan Pasal
51 Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 bahwa pengurusan akta kelahiran
menggunakan asas peristiwa, yaitu proses pengurusan akta kelahiran yang
dilakukan berdasarkan tempat terjadinya kelahiran. Sedangkan untuk biaya,
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa
Umum bahwa pengurusan akta kelahiran adalah gratis. Namun demikian untuk
pengurusan akta kelahiran terlambat diatas 1 (satu) tahun harus melalui proses
Penetapan Pengadilan dengan tabel biaya di pengadilan bervariasi tergantung
jarak/lokasi.
Ketentuan batas umur bagi anak luar kawin untuk mendaftarkan dan
mencatatkan akta kelahiran ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yaitu:
bahwa anak luar kawin yang terhitung lahir umur 0 sampai 60 (enam puluh) hari
yang berupa akta kelahiran umum yaitu dikenakan biaya secara gratis, sedangkan
yang umur lebih dari 60 (enam puluh) hari sampai 1 (satu) tahun dan harus
mendapatkan persetujuan dari Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
yaitu dikenakan biaya secara gratis tetapi dikenakan denda sebesar Rp. 10.000,(sepuluh ribu rupiah). Dan umur lebih dari 1 (satu) tahun maka harus melalui
Penetapan Pengadilan Negeri, dalam pendaftaran akta kelahiran dikenakan biaya
63
secara gratis dengan dikenakan denda sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu
rupiah).70
Sesuai dengan tugas/fungsi dari kantor Catatan Sipil maka setiap kelahiran
harus didaftarkan, tidak dibedakan anak sah ataupun anak luar kawin. Karena
walaupun seseorang anak berstatus sebagai anak luar kawin, namun anak tersebut
adalah tetap anak daripada wanita yang melahirkan atau dengan perkataan lain
wanita yang melahirkan adalah tetap ibu dari si anak. Berdasarkan keterangan
diatas maka pendaftaran/pencatatan kelahiran dan anak luar kawin di kantor
Catatan Sipil dapat dilaksanakan.71
C. Kendala Yang Menyebabkan Sulitnya Pencatatan Untuk Memperoleh
Pengakuan Yang Sah Berupa Akta Kelahiran Terhadap Anak Luar
Kawin
Peristiwa kelahiran adalah salah satu dari sekian banyak peristiwa yang
dinantikan oleh sebagian besar manusia di muka bumi ini. Bahkan hari kelahiran
menjadi salah satu dari sekian banyak hari-hari yang dianggap spesial dan sakral
untuk dirayakan dan dikenang oleh hampir seluruh masyarakat di dunia ini.
Namun tak hanya sekedar untuk menjadi momentum selebrasi, dalam tatanan
kenegaraan ternyata kelahiran penduduk harus sesegera mungkin dicatatkan pada
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di masing-masing daerah dengan tujuan
agar data kependudukan dapat segera dimutakhirkan dan status kependudukan
lebih diakui alias lebih legal di mata negara dan hukum.
70
Hasil wawancara dengan Bapak Arpian Saragih selaku AN.Kepala Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan, pada tanggal 6 Februari 2013.
71
Soedjito Tjokrowisastro. 1985. Pedoman Penyelenggaraan Catatan Sipil. Jakarta:
PT.Bina Aksara, halaman 331.
64
Mendapatkan status sebagai warga negara Indonesia yang sah dan diakui
sebagai identitas diri setelah kelahiran biasanya dicatatkan dalam Register
Kutipan Akta Kelahiran. Akta Kelahiran menjadi isu global dan sangat asasi
karena menyangkut identitas diri dan status kewarganegaraan. Disamping itu Akta
Kelahiran merupakan hak identitas seseorang sebagai perwujudan Konvensi Hak
Anak (KHA) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.72
Akta Kelahiran bersifat universal, karena hal ini terkait dengan pengakuan
negara atas status keperdataan seseorang. Selain itu jika seorang anak manusia
yang lahir kemudian identitasnya tidak terdaftar, kelak akan menghadapi berbagai
masalah yang akan berakibat pada negara, pemerintah dan masyarakat. Namun,
seiring dengan semakin pentingnya dokumen Akta Kelahiran agar dimiliki oleh
tiap penduduk baik anak-anak dan dewasa, semakin jauh pula keterjangkauan
penduduk untuk dapat memilikinya secara mudah.
Komisi Perlindungan
Anak Indonesia dalam publikasi resminya
memaparkan bahwa Indonesia merupakan satu dari 20 (dua puluh) negara dengan
cakupan pencatatan kelahiran terendah di dunia. Di seluruh wilayah Indonesia
termasuk Sumatera Utara, pencatatan kelahiran masih terbilang buruk, mahal, dan
dengan birokrasi yang sulit. Sulit dan mahalnya mengurus akta kelahiran menjadi
sebuah fenomena yang jika dibiarkan akan menambah buruk catatan kebobrokan
negara dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak warga negara untuk
72
Muhammad Akbar. “Sulit dan Mahalnya Mengurus Akta Kelahiran”. melalui http://
politik.kompasiana.com, diakses pada tanggal 27 Februari 2013.
65
menjadi legal di tanah kelahiran sendiri. Birokrasi yang berbelit membuat
masyarakat memilih untuk meminta pertolongan orang lain meski dengan biaya
yang membengkak sehingga membuat sindikat pembuatan akta kelahiran palsu
menjamur.73
Kendala yang menyebabkan sulitnya pencatatan untuk memperoleh akta
kelahiran terhadap anak luar kawin yaitu berupa mekanisme penyelenggaraan
kebijakan dari pemerintah yang belum berpihak kepada masyarakat seperti
prosedur yang rumit dan biaya pengurusan akta kelahiran yang tergolong mahal
serta banyak persyaratan-persyaratan administrasi yang sulit dipenuhi keluarga,
karena masih adanya masyarakat yang kurang akan pengetahuan.
Bagi masyarakat yang tergolong jauh dari ibukota kabupaten, kendala
yang menyebabkan sulitnya pencatatan akta kelahiran yaitu karena hambatan
fisik/geografis untuk melakukan pelayanan pencatatan akta kelahiran yang hanya
dapat dilakukan dikantor Catatan Sipil yang berada di ibukota kabupaten
(sentralistik) sehingga jauh dari jangkauan masyarakat yang sebagian tinggal di
desa, yang harus mengeluarkan biaya yang cukup banyak.74
Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 6 Tahun
2012 bahwa bagi pemohon yang tidak mampu dapat mengajukan permohonan
pembebasan biaya perkara perdata untuk semua jenis perkara perdata baik perkara
gugatan maupun permohonan, sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010. Selain Surat Edaran Mahkamah
73
Ibid
Hasil wawancara dengan Ibu Putri Nilam Sari selaku Orang Tua Anak Luar Kawin,
pada tanggal 16 Februari 2013.
74
66
Agung ini tidak diterapkan dengan baik oleh Pengadilan Negeri di daerah,
petunjuk teknis tentang bagaimana dan dimana mengurus permohonan
pembebasan biaya tersebut pun masih sangat kabur. Disini dapat dilihat betapa
bobroknya birokrasi pemerintah yang tidak dapat mendukung kemampuan dan
keterjangkauan masyarakat Indonesia untuk dapat memiliki haknya sebagaimana
mestinya dengan mudah seperti apa yang diharapkan.75
Masyarakat masih merasa keterjangkauan terhadap birokrasi dan
permohonan pembuatan akta kelahiran yang sangat menyulitkan dan yang pasti
masyarakat belum merasakan bebas biaya alias harus membayar. Bagi masyarakat
miskin hal yang lebih parah terjadi, mahalnya biaya dan berbelitnya birokrasi
membuat masyarakat enggan untuk mengurus akta kelahiran. Apalagi peraturan
persidangan yang sangat menyita waktu dan sangat menyulitkan masyarakat kelas
menengah ke bawah karena terbilang sulit dan mahal sehingga masyarakat tidak
mampu menjangkau tentakel birokrasi yang berbelit dan mahal.76
Bagi
masyarakat
miskin
untuk
kebutuhan
primer
saja
tingkat
keterjangkauannya masih terbatas bagaimana lagi masalah akta kelahiran yang
mahal dan berbelit, ditambah lagi pengetahuan masyarakat tentang pentingnya
akta kelahiran bagi masa depan anak mereka sangat minim. Karena kurangnya
sosialisasi dari pemerintah tentang manfaat akta kelahiran yaitu akta kelahiran
yang belum dimanfaatkan secara maksimal, karena selama ini akta kelahiran
sebahagian hanya diperlukan untuk kepentingan yang sangat terbatas seperti
75
Muhammad Akbar. “Sulit dan Mahalnya Mengurus Akta Kelahiran”. melalui http://
politik.kompasiana.com, diakses pada tanggal 27 Februari 2013.
76
Hasil wawancara dengan Ibu Putri Nilam Sari selaku Orang Tua Anak Luar Kawin,
pada tanggal 16 Februari 2013.
67
untuk mendapatkan passport (persyaratan pergi keluar negeri), untuk pendaftaran
pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA), mendaftar pekerja/melamar sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS), untuk mengurus asuransi, mengurus tunjangan
keluarga, mengurus hak dana pensiun, untuk melaksanakan ibadah haji, Tentara
Negara Indonesia (TNI), Polisi Republik indonesia (POLRI). Sementara beberapa
pihak seperti sekolah masih bisa menerima SKL (Surat Keterangan Lahir) dari
Desa/Kelurahan sebagai pengganti akta kelahiran.
Seharusnya pemberian akta kelahiran harus mengimplemantasikan amanat
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 28 ayat (3) yaitu akta kelahiran
harus cuma-cuma atau gratis dari usia anak 0 hari hingga belum berusia 18
(delapan belas) tahun. Tindakan pemberian akta secara gratis yang diberikan
kepada anak yang baru lahir (usia 0 hari hingga 60 (enam puluh) hari) jelas
merupakan tindakan diskriminasi diantara usia anak, hal ini dikarenakan menurut
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1:
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan”, berdasarkan Undang-Undang tersebut dapat
dikategorikan merupakan tindakan diskriminasi diantara usia anak dan
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 I ayat (2): “Setiap
orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan
berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif
itu.
Seharusnya setiap anak yang berusia 0 hingga belum mencapai usia 18
(delapan belas) tahun berhak atas akta gratis tersebut, dan pemerintah cq
68
pemerintah kabupaten/kota yang menerbitkan akta kelahiran mempunyai
kewajiban hukum untuk memberikan pelayanan akta kelahiran secara gratis.
Pemerintah kabupaten/kota seharusnya lebih berpihak kepada anak, jangan hanya
memikirkan cara mendulang Pendapatan Asli Daerah, pikirkan hak anak akan
identitas sesuai dengan Konvensi Hak Anak dan Akta Kelahiran gratis yang
diamanatkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Berbeda halnya dengan masyarakat yang tergolong mampu, kendala yang
menyulitkan pencatatan akta kelahiran yaitu birokrasi yang rumit dan berbelitbelit sehingga sulit untuk dipenuhi oleh masyarakat, sehingga dapat menyita
waktu dan menimbulkan waktu yang relatif cukup lama, misalnya pengurusan
akta kelahiran bagi anak yang berumur diatas 1 (satu) tahun harus melalui
birokrasi yang panjang dan membutuhkan waktu yang lama, dari surat kenal lahir
dari Bidan/Rumah Sakit
yang
menolong,
surat
keterangan
lahir
dari
Desa/Kelurahan hingga surat penetapan Pengadilan Negeri sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Pasal 32 ayat (2) berbunyi: “Pencatatan
Kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sebagaimana pada ayat (2)
harus dilaksanakan penetapan Pengadilan Negeri.
Bentuk upaya yang dilakukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
untuk melaksanakan dan melakukan pencatatan bahkan penerbitan akta kelahiran
terhadap anak luar kawin yaitu dengan melakukan sosialisasi yang dibantu oleh
Departemen Pengadilan, karena mental uang dan lemahnya sosialisasi membuat
masyarakat miskin semakin jauh dari pemutakhiran data kependudukan yang baik
dan mantap. Terbengkalainya hak sipil masyarakat maka terbengkalai pula
69
keterjangkauan masyarakat akan haknya untuk mendapatkan perlindungan,
kesehatan, pendidikan, pemukiman, dan hak-hak lainnya sebagai warga negara
yang legal.77
Pemerintah sampai tahun 2013 masih melaksanakan sistem pencatatan
kelahiran dan penerbitan akta kelahiran melalui mekanisme reguler yaitu
pelayanan pencatatan kelahiran dan penerbitan akta kelahiran yang terpusat di
kantor Catatan Sipil. Masyarakat dipandang sebagai obyek yang ingin
mendapatkan pelayanan. Berdasarkan inisiatif sendiri mereka mendatangi kantor
catatan sipil demi kepentingan memperoleh akta kelahiran anaknya. Kantor
catatan sipil kota Medan tahun 2012 secara keseluruhan telah berhasil
menerbitkan ± 38.000 akta kelahiran dan sampai tahun 2013 akan mencapai
sekitar ± 1.000.000 pelayanan pencatatan kelahiran dan penerbitan salinan akta
kelahiran untuk kelahiran baru. Prestasi ini cukup baik dibandingkan dengan masa
sebelumnya.78
Beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi
masalah dalam pelaksanaan pencatatan akta kelahiran adalah sebagai berikut:
1.
Bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat yang independen guna
mengawasi kinerja Pengadilan Negeri Daerah dengan membentuk Badan
Pengawas Kinerja Pengadilan untuk memastikan pemenuhan hak masyarakat
terhadap kepastian hukum perdata dapat terpenuhi sesuai dengan Surat
Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia.
77
Hasil wawancara dengan Bapak Arpian Saragih selaku AN.Kepala
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan, pada tanggal 6 Februari 2013.
78
Ibid
Dinas
70
2.
Memerintahkan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil daerah
Kabupaten/Kota untuk melakukan pendataan terbaru bagi penduduk yang
masih belum memiliki akta kelahiran bekerja sama dengan Badan Pusat
Statistik dalam mensurvei angka pasti penduduk yang belum memiliki akta
kelahiran terutama anak-anak agar dapat dicatatkan guna memperbaiki mutu
pencatatan penduduk provinsi.
3.
Melakukan kerjasama dengan Pengadilan Negeri Daerah untuk melakukan
Sidang Keliling kampung untuk memastikan penduduk yang daerahnya tak
terjangkau dapat memiliki dokumen kependudukan yang sah untuk keluarga
dan anak-anaknya. Menggratiskan pembuatan akta kelahiran mulai dari biaya
persidangannya.
Kesejahteraan seyogyanya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat
tidak hanya dari sisi ekonomi materialis tetapi juga dari pemenuhan hak mereka
sebagai penduduk yang legal. Menghilangkan kesulitan dan menghilangkan harga
mahal untuk dokumen kependudukan merupakan suatu hal yang akan menunjang
keberhasilan kemajuan birokrasi pemerintahan dan akan menambah kepercayaan
masyarakat terhadap pejabat dan aparatur negara.79
79
Muhammad Akbar. “Sulit dan Mahalnya Mengurus Akta Kelahiran”. melalui http://
politik.kompasiana.com, diakses pada tanggal 27 Februari 2013.
71
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1.
Pengaturan tentang hak-hak anak luar kawin untuk memperoleh pengakuan
yang sah berupa akta kelahiran yaitu berdasarkan Peraturan Presiden Nomor
25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk
dan Pencatatan Sipil dalam Pasal 51 ayat (1) yang berbunyi: “Setiap peristiwa
kelahiran dicatatkan pada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya kelahiran.”
Dalam hal pelaporan kelahiran jika tidak disertai kutipan akta nikah/akta
perkawinan orang tua karena anak merupakan anak diluar perkawinan, maka
pencatatan kelahiran tetap dilaksanakan. Maka dalam hal pencatatan akta
kelahiran, anak luar kawin harus mendapatkan hak yang sama dengan anakanak lainnya untuk mendapatkan identitas yang layak dan lengkap untuk
menjamin kelangsungan hidupnya di masa yang akan datang.
2.
Prosedur untuk memperoleh pengakuan yang sah berupa akta kelahiran
terhadap anak luar kawin yaitu berdasarkan Pasal 53 Peraturan Presiden
Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran
Penduduk dan Pencatatan Sipil, bahwa prosedur pencatatan kelahiran
Penduduk Warga Negara Indonesia dapat dilakukan dengan tata cara:
a. Penduduk Warga Negara Indonesia mengisi Formulir Surat Keterangan
Kelahiran dengan menunjukkan persyaratan yang diatas kepada Petugas
Registrasi dikantor desa/kelurahan.
72
b. Formulir Surat Keterangan Kelahiran sebagaimana dimaksud pada huruf 1
ditandatangani oleh pemohon dan diketahui oleh Kepala Desa/Lurah.
c. Kepala Desa/Lurah berkewajiban meneruskan Formulir Surat Keterangan
Kelahiran kepada UPTD Instansi Pelaksana untuk diterbitkan Kutipan
Akta Kelahiran.
d. Dalam hal UPTD Instansi Pelaksana tidak ada, Kepala Desa/Lurah
menyampaikan ke kecamatan untuk meneruskan
Formulir
Surat
Keterangan Kelahiran kepada Instansi Pelaksana.
e. Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana/UPTD Instansi Pelaksana
mencatat dalam Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta
Kelahiran dan menyampaikan kepada Kepala Desa/Lurah atau kepada
Pemohon.
Tata cara untuk memperoleh (kutipan) akta kelahiran anak luar kawin
adalah sama saja dengan cara memperoleh akta kelahiran anak pada
umumnya. Di dalam akta kelahiran anak luar kawin akan tercantum nama
ibu saja, tidak tercantum nama ayah dari anak luar kawin tersebut. Dengan
syarat-syarat yang harus dilampirkan dalam pengurusan akta kelahiran
anak luar kawin adalah: Surat kelahiran dari penolong kelahiran (Rumah
Sakit/Dokter/Bidan/dll), Foto copy KTP dan Kartu Keluarga orang
tua/yang bersangkutan, Akta Kelahiran Ibu, dan menghadirkan 2 (dua)
orang saksi dan melampirkan foto copy KTP.
73
3.
Kendala yang menyebabkan sulitnya pencatatan untuk memperoleh
pengakuan yang sah berupa akta kelahiran terhadap anak luar kawin yaitu
berdasarkan hasil penelitian dengan melalui wawancara terhadap orang tua
anak luar kawin adalah birokrasi yang berbelit-belit dan mahalnya biaya
untuk mengurus akta kelahiran. Bagi masyarakat yang tergolong mampu atau
masyarakat kelas menengah keatas kendalanya karena birokrasi yang
berbelit-belit untuk melakukan pendaftaran dan pencatatan akta kelahiran di
kantor Catatan Sipil. Bagi masyarakat miskin kendalanya yaitu birokrasi yang
berbelit-belit dan mahalnya biaya sehingga membuat masyarakat enggan
untuk mengurus akta kelahiran, karena untuk kebutuhan primer saja tingkat
keterjangkauan masyarakat masih terbatas bagaimana lagi masalah akta
kelahiran yang mahal dan berbelit, ditambah lagi pengetahuan masyarakat
tentang pentingnya akta kelahiran bagi masa depan anak masih sangat minim.
Apalagi peraturan persidangan yang sangat menyita waktu dan sangat
menyulitkan masyarakat karena terbilang sulit dan mahal sehingga mereka
tak mampu menjangkau tentakel birokrasi yang berbelit dan mahal.
B. Saran
1.
Bagi masyarakat hendaklah melakukan pencatatan akta kelahiran anaknya
setelah terjadinya peristiwa kelahiran dengan secepatnya, karena akta
kelahiran merupakan suatu bukti identitas diri seseorang yang aktanya
autentik yang berguna untuk kepentingan hidup seseorang, seperti dalam hal
masuk sekolah dan melangsungkan pendidikan keperguruan tinggi, melamar
pekerjaan, melangsungkan perkawinan, dan lain sebagainya. Dengan
74
berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 25
Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan
Pencatatan Sipil.
2. Bagi pihak Pemerintah yang bertanggung jawab menjalankan dan
melaksanakan administrasi kependudukan dalam hal prosedur pencatatan akta
kelahiran bagi masyarakat di kantor Catatan Sipil agar untuk menghilangkan
kesulitan terhadap birokrasi pendaftaran dan pencatatan akta kelahiran untuk
dokumen kependudukan merupakan suatu hal yang akan menunjang
keberhasilan kemajuan birokrasi pemerintahan dan akan menambah
kepercayaan masyarakat terhadap pejabat dan aparatur negara. Karena
kesejahteraan seyogyanya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat tidak
hanya dari sisi ekonomi materialis tetapi juga dari pemenuhan hak mereka
sebagai penduduk yang legal.
3. Bagi Pemerintah hendaknya menghilangkan birokrasi yang rumit dan biaya
yang mahal bagi masyarakat yang mengalami kesulitan dalam melakukan
pencatatan akta kelahiran, atau dengan melakukan pendataan terbaru bagi
penduduk yang masih belum memiliki akta kelahiran yang bekerja sama
dengan Badan Pusat Statistik dalam mensurvei angka pasti penduduk yang
belum memiliki akta kelahiran terutama anak-anak agar dapat dicatatkan guna
memperbaiki mutu pencatatan penduduk provinsi. Dan melakukan kerjasama
dengan Pengadilan Negeri Daerah untuk melakukan Sidang Keliling
kampung untuk memastikan penduduk yang daerahnya tak terjangkau dapat
75
memiliki dokumen kependudukan yang sah untuk keluarga dan anak-anaknya
dengan menggratiskan biaya pembuatan akta kelahiran mulai dari biaya
persidangannya.
76
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku:
Abdul Manan. 2003. Aneka Masalah Hukum Materiel Dalam Praktek Peradilan
Agama. Jakarta: Pustaka Bangsa.
Abdurahman. 2007. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: Akademika
Pressindo.
D.Y. Witanto. 2012. Hukum Keluarga Hak Dan Kedudukan Anak Luar Kawin:
Pasca Keluarnya Putusan MK Tentang Uji Materiil UU Perkawinan.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Djoko Prakoso, dkk. 1987. Azas-azas Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta:
PT. Bina Aksara.
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. 2010. Pedoman
Penulisan Skripsi. Medan.
Hilman Hadikusuma. 1984. Bahasa Hukum Indonesia. Bandung: Penerbit
Alumni.
Muladi. 2007. Hak Asasi Manusia: Hakikat, Konsep dan Implikasinya dalam
Perspektif Hukum dan Masyarakat. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sayuti Thalib. 1929. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press)
Soedharyo Soimin. 2001. Hukum Orang Dan Keluarga: Perspektif Hukum
Perdata Barat/BW, Hukum Islam, dan Hukum Adat. Jakarta: Sinar
Grafika.
Setiawan Widagdo. 2012. Kamus Hukum. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Soedjito Tjokrowisastro. 1985. Pedoman Penyelenggaraan Catatan Sipil. Jakarta:
PT.Bina Aksara.
Tampil Anshari Siregar. 2005. Metodologi Penelitian Hukum Penulisan Skripsi.
Medan: Pustaka Bangsa Press.
Tan Kamello.,dkk. 2011. Hukum Perdata: Hukum Orang & Keluarga. Medan:
USU Press.
Varia Peradilan: Majalah Hukum Tahun XXVII No.317 April 2012. Jakarta Pusat:
Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI).
77
Victor M.Situmorang.,dkk. 1991. Aspek Hukum Akta Catatan Sipil Di Indonesia.
Jakarta: Sinar Grafika.
Yunahar Ilyas. 2007. Kuliah Akhlak.
Muhammadiyah Yogyakarta.
Yogyakarta:
LPPI
Universitas
B. Peraturan Perundang-Undangan:
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
C. Internet:
“Administrasi Kependudukan dari Aspek Hak Keperdataan”, melalui
http://adminduk.depdagri.go.id/article/detail/, diakses pada tanggal 27
Februari 2013.
“Akta Kelahiran Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak”, melalui http://hukum.kompasiana.com, diakses pada
tanggal 24 November 2013.
“Akta Kelahiran diproses pada Dinas Kependudukan Kota Medan”, melalui
http://www.pemkomedan.go.id, diakses pada tanggal 25 Maret 2013.
“Alur Pengurusan Akta Kelahiran”, melalui http://dispendukcapil.malangkota.
go.id, diakses pada tanggal 29 Maret 2013.
“Anak dan Akta Kelahiran”, melalui www.google.com, di akses pada tanggal 31
Januari 2013.
78
“Analisis Hukum Hak-Hak Anak Luar Kawin”, melalui http//:www.library.
upnvj.ac.idpdfs1hukum08204711038bab1.pdf, diakses pada tanggal 3
Januari 2013.
Bambang Sukamto. “Diktat Hukum Perlindungan Anak”. melalui http://setanon.
blogspot.com, diakses pada tanggal 8 Desember 2012.
“Cara Mengurus Akta Kelahiran Terbaru”, melalui www.google.com, diakses
pada tanggal 21 Ferbruari 2013.
Muhammad Akbar. “Sulit dan Mahalnya Mengurus Akta Kelahiran”. melalui
http:// politik.kompasiana.com, diakses pada tanggal 27 Februari 2013.
“Nasab Anak Luar Nikah Perspektif Hukum Islam dan Hukum Perkawinan
Nasional”, melalui www.google.com, diakses pada tanggal 24 November
2012.
“Pedoman Pelayanan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk Dan Akta
Kelahiran”, melalui http://click-gtg.blogspot.com, diakses pada tanggal 27
Februari 2013.
“Prosedur Akta Kelahiran dan Catatan Pelayanan Kependudukan”, melalui http://
publiknasional.com, diakses pada tanggal 15 Februari 2013.
Syafran Sofyan. “Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Status Anak Luar
Kawin”. Melalui http://www.jimlyschool.com, diakses pada tanggal 27
November 2012.
Download