V. ZOONOSIS PARASITIK TOXOPLASMOSIS 1. Etiologi : - protozoa dan Famili : Sarcocystidae Genus : Toxoplasma Species : Toxoplasma gondili - merupakan parasit obligat intraseluler. - hospes utama merangkap hospes antara: kucing (piara dan liar). hospes antara : manusia dan hewan berclarah panas. - 3 bentuk infektifnya : a. tachyzoit / trophozoit / endethozoit (dalam cairan tubuh). b. bradyzoit / inerozoit / cystizoit / zoit (dalam jaringan). c. sporozoit (dalam oosista). - Pada kucing, parasit ini mempunyai 2 bentuk reproduksi, yaitu : a. sexual (sikius enteroepithelial) : = jika sebagai hospes tama = terjadi dalam intestimim b. asexual (sikius extraintestinal) : = jika sebagai boses antara = terjadi dalam janingan intestimnu = ada 5 bentuk: A s/d E Ke dua siklus tsb. terjadinya bersamaan, dan diakhiri dengan pembentukan oosista. - pada manusia dan hewan lainnya banya mempunyai bentuk asexual. - kucing mengeliminasi oosista dalam faecesnya dalam waktu singkat yaitu 3 - 15 hari, dan oosista ini tidak bersporulasi dan tidak infeksius. Sporulasi barn terjadi satu hari / lebih sebelum akhir eliminasi. Oosista bersporulasi menjadi 2 sporocyt yang masing-masing berisi 4 sporozoit. Universitas Gadjah Mada 50 Oosista yang bersporulasi : = sangat tahan terhadap faktor lingkungan. = dapat tetap hidup dalam tanah yang basah dan teduh selama 1 tahun. = dapat menginfeksi hospes antara, dan dalam hospes ini siklus extraintestinal berkembang menghasilkan sista (tachyzoit atau bradyzoit). 2. Distribusi : di selurub dunia 3. Kejadian dan penyakit pada manusia : - sering terjadi, terutama pada wanita, biasariya subklinik. kasus klinik : = sporadik. = pada infeksi congenital! intrauterine bersifat serius. = pads infeksi post-natal. - wanita yang telah sekali menularkan melalui placenta pads fetus, akan menjadi kebal dan tidak menginfeksi fetus pada kehamilan berikutnya. - bila terinfeksi sebelum kehamilan : = tidak terjadi infeksi fetus congenital. = tidak terjadi kelainan patologis pada fetus. - bila terinfeksi pada kehamilan umur 1 - 3 bulan : = jarang terjsdi infeksi fetus congenital, tapi bila terjadi, sangat serius. - bila terinfeisi pada kehamilan umur 3 - 6 bulan: = terjadi infeksi fetus congenital, yaitu melalui placenta akibat ibu mengalami parasitemia. - bila terinfeksi pada kehamilan umur 6 - 9 bulan : = sering menyebabkan infeksi fetus congenital, tapi jalannya penyakit bersifat subklinik. - toxoplasmosis lebih sering terjadi dan bersifat serius serta fatal pada pasien yang cacat sistem imunnya atau pasien yang meneriman pengobatan iunnunosuppressive. - pernah dilaporkan bahwa anak-anak terinfeksi T. gondii karena minum susu kambing yang tidak dimasak. Universitas Gadjah Mada 51 - gejala infeksi prenatal : abortus / lahir lemah dengan : = encephalitis / meningoencephalitis = hydrocephalus / microcephalus = kalsifikasi tulang tengkorak = xanthochroniia dan pleocytosis cairan cerebrospinalis = epilepsi = chorioretinitis = hepatosplenomegali = icterus = demam = tuli setelah beberapa bulari / tahun kemudian. - gejala infeksi post-natal : = biasanya kurang serijis, pasien seabuh secara spontan setelah beberapa minggu. = gejalanya bervariasi tergantung pada keganasan galur dan lokasi parasitnya, biasanya berupa : * linifadenopati * kadang-kadang demam * Myalgia : leher kaku * kadang-kadang arthralgia * sering terjadi litnfositosis 4. Kejadian dan penyakit pada hewan : - seperti pada manusia, infeksi biasanya subklinik. bentuk klinik bersifat sporadik, kecuali pada domba bersifat epidemik. - hewan yang terserang: = kucing (piara dan liar) = hewan berdarah panas seperti mammalia dan unggas. Universitas Gadjah Mada 52 KUCING : - biasanya subklinik. bentuk klinik dapat berupa : = infeksi ocular = encephalitis = infeksi intestinal = umum DOMA / KUCING : - prevalensi penyakit berbubungan dengan banyaknya kucing di padang gembalaan. - gejala : = placentitis yang menyebabkan abortus pada kebuntiagan bulan terakhir atau lahir lemah, kemudian mati. = encephalitis dengan tanda-tanda jalan berputar, otot kaku dan kelemahan. = lesi-lesi ocular. BABI : - di Jepang dan Indonesia. - Gejala : = mortalitis tinggi pada babi uinur < 3 minggu. = abortus/lahir mati. SAPI / KUDA : - jarang terjadi. - sapi: gejala akut berupa demam, dyspnea, gejala saraf. - kuda: subklinik. KELINCI /MARMUT : - pada hewan muda bersifat klinik. - T. gondii menyebabkan terbentuknya interferon yang dapat melemahkan hasil-hasil uji pada hewan percobaan ini. UNGGAS : - jarang terjadi. - terutama inenyerang: = ayam, itik, merpati = burung-burung dalam sangkar Universitas Gadjah Mada 53 5. Kejadian dan penyakit di Indonesia : - prevalensi toxoplasmosis di Indonesia cukup tinggi. - hewan yang terserang terutama: kucing, domba, kambing dan babi. - sistem pemeliharaan hewan merupakan salah satu penyebab toxoplasmosis, yaitui hewan yang dilepas lebih mudah terserang dari pada hewan yang dikandangkan. - isolasi dan identifikasi Toxoplasma dilakukan dengan metode digesti, yaitu mencerna sampel daging/organ lain dengan trypsin. 6. Suinber infeksi : a. faeces kucing yang menganclung oosista. b. tanah yang tercemar oosista faeces kucing. c. daging hewan terutama domba, kambing, babi dan sapi. d. susu kambing I sapi yang mengandung tachyzoit. 7. Cara penularan : Pada manusia : - melalui placenta (oleh tachyzoit) yaitu pada saat ibu mengalami infeksi akut / parasiteinia selaina kehamilan. - makan daging (domba, kambing, babi, kadang-kadang sapi) mentah / setengah matang yang mengandung bradyzoit. - makan makana/ air yang tercemar faeces kueing (melalui vektor lalat dan kecoa) yang mengandung oosista. - minum susu kambing / sapi mentah yang mengandung tachyzoit. - inhalasi oosista yang bersporulasi. - melalui transfusi darab I transpiantasi organ dan donor yang terinfeksi T. gondii. ini jarang terjadi. - kontak dengan tanab yang tercemar faeces kucing yang mengandung oosista. Universitas Gadjah Mada 54 Pada hewan : a. Pada kucing : - makan daging (burung, tikus) mentah yang mengandung bradyzoit. b. Pada mammalia lain dan unggas : - melalui placenta (oleh tachyzoit) yaitu pada saat induk mengalami infeksi akut / parasitemia selama kebuntingan. - makan daging (domba, kambing, babi, kadang-kadang sapi) mentah /setengah matang yang mengandung bradyzoit. - makan rumput / air yang tercemar faeces kucing mengandung oosista. - minum susu kambing / sapi yang mengandung tachyzoit. 8. Diagnosa : - Specimen dapat berupa: = jaringan otak / cairan cerebrospinalis = serum = faeces kucing - Diagnosa dilakukan dengan : a. Isolasi dan identifikasi T. gondil : = Pemeriksaan mikroskopis dan: * jaringan otak / cairan cerebrospinalis * faeces kncing = Biarkan jaringan = Inokulasi pada mencit b. Uji serologi : = uji Sabin-Feidman, yang dasarnya adalah : Jika sampel serum tnengandung antibodi spesifik terhadap tachyzolt, inaka tachyzoit tidal terwarnai oleh cat dasar wethylene blue. = uji OF, lEA, IRA dan ELISA. 9. Pencegahan dan pengendalian : - Reduksi populasi kucing di peternakan. - Faeces kucing harus dibuang pada tempatnya sebelum oosista bersporulasi. Universitas Gadjah Mada 55 - Ben kucing pakan kering / kalengan / yang sudah dimasak. - Kontrol vektor lalat dan kecoa. - Fasteurisasi susu. - Pencegaban toxoplasmosis congenital: a. wanita hamil jangan makan daging mentah / setengah matang. b. hindari kontak dengan faeces kucing atau dengan tanah di mana kucing defecasi. c. cuci tangan sehabis menangani daging / karkas. 10. Pengobatan : - Pengobatan pada saat parasitemia adaiah tindakan yang sangat tepat karena tachyzoit yang ada dalam sirkulasi darah sangat peka terhadap obat-obat seperti pyrimethamine, sulfonamide, trimethoprim suiphametboxazole (TNP-SX), dsb. - Koinbinasi pyrlinethawine dengan sulfadiazine mempunyai efek teratogenik yang poten, sehingga tidak boleh digunakan pada kehamilan umur I - 3 bulan. - Bayi-bayi yang lahir terinfeksi oleh T. gndii, dapat diobati dngan : a. kombinasi pyrimethamiue - sulfadiazine dengan dosis 2 mg/kg berat badan/hari pada han pertama, diikuti dengan dosis 1 mg/kg berat badan/hari selama 2 hari. b. konibinasi pyrimetharnine - trisu1f a pyritnidine, dengan dosis 150 mgjkg berat badan/hari. c. untuk mencegah depressi sumsum tulang, dapat diberikan leucoverin calcium 5 mg/han. d. bila melibatkan mata, ditambahkan prednisone 2 mg/kg berat badan/hari selama 20 hari. Catatan: Frednisone tidak dapat diberikan sebagai dosis tunggal. - Pada orang dewasa : = pyrimethamine dosis tunggai pada han pertama 100 mg, pada hanban benikutnya 25 mg/hari. = sulfadiazine / trisuif a pyrimidine dosis tunggal pada han pertama 4 g, dan hari-hari benikutnya dosis 4 kali 1000 mg/hari. = pasien yang allergi terhadap sulfonainida sebaiknya diobati dengan kombinasi pyrimethamine - clindainycin. Universitas Gadjah Mada 56 = spiramycin untuk infeksi akut selama hamil, tapi tidak dapat digunakan untuk penyakit CNS karena tidak dapat menembus barrier peredaran darab otak. Universitas Gadjah Mada 57 TAENIASIS DAN CYSTICRCOSIS 1. Sinonim : a. Taeniasis : - Penyakit cacing pita - Pork tapeworm (Taenia solium) - Beef tapeworm (Taenia saginata) b. Cysticercosis : - Beberasan - Cysticerciasis 2. Etiologi : - cacing Cestoda dan larvanya dari : Famili : Taeniidae Genus : Taenia Species : = Taeniasolium (Larvanya: Cysticercus cellulosae) = Taenia saginata (Larvanya: Cysticercus bovis) - Cysticercus : = segera mati pada suhu 30°C = mati setelah 10 han pada suhu - 10°C = masih hidup selama 70 han pada suhu 0°C = tahan (tidak segera mati) terhadap faktor-faktor kimiawi seperti : * pengasapan * pengasaman * penggaraman = paling banyak ditemukan dalam otot masseter, jantung, lidah, diaphragma, dan triceps. kadang-kadang pada jaringan lemak, otãk / saraf, hati, paru-paru dan kelenjar limfe. 3. Distribusi: di seluruh dunia 4. Kejadian dan penyakit pada manusia : - T. solium menyebabkan infeksi intestinuin. Universitas Gadjah Mada 58 Larvanya, C. cellulosae menyebabkan infeksi somatik / jaringan. T. saginata / larvanya, C. bovis hanya menyebabkan infeksi intestinum. - Manusia merupakan hospes utama/definitif clan T. solium dan T. saginata, yaitu di dalam usus kecil. Babi merupakan hospes antara/intermedier dan P. solluin. Sapi inerupakan hospes antara 1 intermedier dan 1. saginata. - Taeniasis biasanya tuerupakan infeksi non fatal, sedang cysticercosis sening bersifat fatal, jadi lebih berbahaya. - Ada 2 bentuk cysticercosis (oleh C. cellulosae) yang berbahaya : a. neurocysticercosis : pada CNS, gejala yang paling sening terlihat adalah epilepsi yang dapat kambuh dalam waktu yang tidak tentu. b. ocular dan periocular cysticercosis : pada mata dan jaringan sekitarnya. Bila cysticercus/metacestoda ada dalam otot/jaringan ikat bersifat subklinik, kecuali bila melibatkan banyak gejala : = nyeri otot = kejang = kelelahan - Teanisasis subklinik, sedang gejala kliniknya dapat berupa : = sakit perut = diarrhea = nausea / mual = anorexia = flatus constipasi / sembelit = berat badan tururi 5. Kejadian dan penyakit pada hewan : - di daerah di mana terjadi taeniasis pada manusia, cysticercosis pada hewan juga terjadi dengan prevalensi yang bervariasi. - sapi yang diinfeksi dengan dosis tiuggi telur T. saginata, menunjukkan gejala : = demam = kekakuan otot = kematian akibat myocarditis yang bersifat degeneratif. C. bovis : = biasanya pada sapi kadang-kadang pada kerbau dan ruminansia lain seperti jerapah, gazelle dan antelope. - anjing yang makan faeces manusia yang mengandung telur T. solium, kadang-kadang menunjukkan gejala cerebral cysticercosis yang dapat dikelirukan dengan rabies. Universitas Gadjah Mada 59 C. cellulosae: = biasanya pada babi kadang-kadang pada kucing, tikus, kera, domba, sapi, anjing dan manusia. = dalam organ dapat hidup bertahun-tahun, tapi bila terjadi degenerasi lemak atau pengapuran jaringan sekitarnya, parasit ini segera mati. = babi yang terinfeksi menunjukkan gejala: * moncong jadi hipersensitif * lidah mengalami paralysis * kekejangan otot bentuk epileptik 6. Kejadian dan penyakit di Indonesia: - Cysticercosis pertama kali ditemukan pada babi di Bali pada tahun 1920. Sedang taeniasis (oleh T. saginata) pada manusia telah dilaporkan pada tahun 1867 yaitu pada seorang Belanda di daerah Magelang, Jawa Tengah. Kemudian pada tahun 1940 dilaporkan taeniasis (oleh T. solium) pada seorang wanita di Kalimantan Barat. - Kerugian ekonomi karena cysticercosis: Pada manusia: = biaya pengobatan neurocysticercosis sangat tinggi (biaya operasi dan perawatannya). = hilangnya waktu kerja. Pada babi dan sapi: = turunnya kualitas daging. = adanya larangan untuk memakan daging tsb. - Telah dilaporkan bahwa taeniasis di Bali dan Sumatera Utara terutarna disebabkan oleh P. saginata, pada hal masyarakatnya lebih banyak / lebih menyukai makan daging babi. Hal serupa juga pernayh dilaporkan terjadi di Taiwan, Korea, Filipina dan Kyanmar. Dan penelitian pada tahun 1988 di Taiwan dan tahun 1992 di Korea, telah terungkap bahwa ada jenis Taenia baru yang morfologinya sulit dibedakan dengan T. saginata, tapi siklus hidupnya berbeda dengan T. saginata, yaitu hospes antaranya adalah babi, dan lokasi berparasitnya hanya pada hati. Jenis Taenia “baru” ini diberi nama T. saginata taiwanensis. Universitas Gadjah Mada 60 7. Sumber infeksi: Pada manusia : - daging babi / sapi / anjing yang mengandung cysticercus. - makanan / air yang tercemar telur cacing. Pada babi / sapi: - faeces manusia dengan proglottida gravid (proglottida yang berisi telur cacing). - air tercemar faeces manusia tsb., misalnya air sungai, air selokan dsb. Catatan: Penggunaan detergent dalam sistem selokan, dapat menghambat penghancuran secara alami daripada telur-telur cacing tsb. 8. Cara penularan: Pada manusia: a. Taeniasis = makan daging babi / sapi / anjing mentah atau setengah matang yang mengandung cysticercus. b. Cysticercosis: = makan makanan / air tercemar faeces manusia dengan proglottida yang berisi telur cacing. = autoinfeksi: * route fecal-oral: telur cacing masuk ke dalam tubuh melalui tangan yang tercemar. * melalui regurgitasi usus: proglottida yang berisi telur cacing, masuk ke lambung, kemudian telur menetas dari larvanya menyebar ke bagian tubuh yang lain dan membentuk sista yang disebut cysticercus. Pada hewan: Cysticercosis : - melalui pakan / rumput (pada sapi) yang tercemar faeces manusia dengan progiottida yang berisi telur cacing. - karena coprophagia (pada babi). 9. Diagnosa: - Specimen: = faeces manusia = nodule = serum Universitas Gadjah Mada 61 - Pada manusia: a. Taeniasis : mendeteksi adanya proglottida gravid dalam faeces. pemeriksaan mikroskopis: * dari sampel faeces. * dan preparat ulas anus (anal swabs), terutama untuk T. saginata. Pada kasus munculnya scolex (secara spontan / akibat suatu perlakuan), pemeriksaan mikroskopis menjadi lebih mudah karena scolex T. saginata tidak mempunyai kait. b. Cysticercosis: = subcutaneous cysticercosis : * biopsy nodule * radiography = ocular cysticercosis : * pemeniksaan ophthalmoscopic = neurocysticercosis : * sulit * radiography bila parasit telah mengalami kalsifikasi sebagian / seluruhnya, tapi proses kalsifikasi memerlukan waktu beberapa tahun. Uji serologis kurang spesifik: = CF, IHA, Double Diffusion, ELISA. - Pada hewan: Cysticercosis pada babi dan sapi: = diagnosa dilakukan selama prosedur inspeksi daging di PH dan di pabrik pengemasan (packing) daging. = uji serologis yang dapat dipercaya belum ada. 10. Pencegahan dan pengendalian : - masak daging sampai matang. - obati segera orang yang terinfeksi T. solium, karena telur cacing ini yang keluar bersama faeces, dapat menyebabkan penyakit yang lebih berbahaya, yaitu cysticercosis. - cuci tangan dengan sabun sehabis defecasi dan sebelum rnakan - cegah pencemaran tanah, air, pakan hewan dan manusia dengan faeces manusia terinfeksi. Universitas Gadjah Mada 62 - bekukan daging pada suhu - 10°C selama 10 hari sebelum dimasak (cysticercus dapat terbunuh secara efektif). - pemotongan hewan agar dipusatkan di RPH di bawah pengawasan dokter hewan. - perbaikan kesehatan perorangan dan lingkungan di daerah pedesaan dengan penyuluhan. 11. Pengobatan: Taeniasis: = niclosamide = praziquantel, dosis untuk manusia 10 mg/kg berat badan. Praziquantel membunuh cacing dewasa dan larvanya, tapi tidak terhadap telur cacing tsb. Efek samping timbul beberapa jam setelah pemberian obat tsb. dan hilang setelah 48 jam, yaitu berupa: * pusing * pruritus * sakit perut * urticaria * mual * arthralgia * mengantuk * myalgia Cysticercosis: - pasien dengan neurocysticercosis yang aktif, harus diobati dengan praziquantel di bawah pengawasan dokter, karena efek samping yang timbul berupa: = sakit kepala = peningkatan tekanan intracranial - pemberian corticosteroids dalam waktu singkat dapat mengendalikan edema otak yang terjadi. Universitas Gadjah Mada 63 TRICHINELLOSIS 1. Sinonim: - Trichinelliasis - Trichinosis - Trichiniasis 2. Etiologi : - cacing Nematoda kecil berbentuk seperti benang, dan: Famili : Trichinellidae Genus : Trichinella Species : Trichinella spiralis - cacing dewasa hidup dalam usus mammalian larva cacing berbentuk sista, hithip dalam otot Otot yang disukai adalah otot aktif seperti: = otot diaphragma = otot lidah = otot pengunyah, dsb. - sista sangat resisten terhadap faktor-faktor fisik dan kimiawi seperti: = kekeringan pengasapan = pembusukan penggaraman 3. Distribusi : di seluruh dunia 4. Kejadian dan penyakit pada manusia : - masa inkubasi : 10 hari, dapat 1 - 43 hari tergantung jumlah larva yang termakan. - gejala klinik sangat variabel, tergantung jumlah larva yang termakan: = mula-mula tampak gejala gastrointestinal seperti diarrhea. = kemudian terlihat tanda-tanda karakteristik awal penyakit: * myalgia * edema kelopak mata atas = kadang-kadang diikuti: * hemorrhagi subconjunctiva, retina dan subungual * photophobia Universitas Gadjah Mada 64 = setelah tanda-tanda ocular tsb., segera tampak : * berkeringat banyak * keleinahan * haus * eosinophilia naik dengan cepat * kedinginan = demam naik-turun dan berhenti setelah 1 - 6 minggu tergantung intensitas infeksi. = komplikasi jantung dan saraf terlihat pada minggu ke 3 - 6. kematian karena kegagalan otot jantung. - prevalensi infeksi terpengaruh oleh: a. agama b. bangsa c. umur Prevalensi sangat rendah pada populasi yang beragama: = Muslim = Jahudi = Adventist hari ke 7 Prevalensi tinggi pada bangsa yang suka makan daging babi setengah matang, yaitu: = Italia = Jerman = Polandia Prevalensi naik sejalan dengan umur, karena kesempatan mendapat infeksi dan reinfeksi lebih besar. 5. Kejadian dan penyakit pada hewan: - hewan yang diserang: a. hewan piara: = terutama babi = carnivora: anjing dan kucing b. hewan liar: = carnivora liar (rubah, serigala, dsb.) = babi liar = beruang / beruang kutub = anjing laut c. rodentia: tikus dan tempat pembuangan sampah. - Gejala infeksi berat pada babi / anjing / kucing : = nyeri otot terutama otot kaki belakang Universitas Gadjah Mada 65 = anorexia = berat badan turun 6. Kejadian dan penyakit di Indonesia : - trichinellosis di Indonesia pertama kai dilaporkan pada babi di Tapanuli Utara - Selanjutnya di dapatkan kasus pada anjing, kucing dan manusia. 7. Sumber infeksi : Pada manusia : - daging babi yang bersista Pada hewan : - Sisa-sisa dapur, rumah makan, RPH atau sampah yang mengandung serabut-serabut otot babi yang bersista. - Faeces babi yang bersista - Tikus terinfeksi yang mati. 8. Cara penularan : - Ada 2 siklus penularan : a. Siklus domestic / sinantropik b. Siklus liar - Siklus domestic / sinantropik : Pada manusia : = makan daging mentah / setengah matang yang mengandung sista larva hidup, terutama daging babi dan produk-produknya, juga produk daging sapi yang dicampur daging babi misalnya sosis, hamburger, dsb. Pada Babi, Anjing, Kucing dan tikus = Makan sisa-sisa dapur, rumah makan, RPH atau sampah yang mengandung serabut otot babi yang bersista larva = Makan tikus terinfeksi yang mati dari tempat pembuangan sampah. = Karena coprophagia, makan faeces babi yang mengandung sista larva. Ini jarang terjadi. - Siklus liar: PADA MANUSlA: = makan daging hewan liar, seperti babi liar, anjing laut dan beruang (pada orang-orang dan Kutub, Alaska dan Afnika Timur). Universitas Gadjah Mada 66 PADA CARNIVORA LIAR: = makan bangkai terinfeksi. 9. Diagnosa: - Specimen berupa: a. potongan kecil otot tersangka yang dimasukkan dalam larutan formalin 10%. b. darab / serum yang dikeringkan dengan cara sbb.: Darah vena manusia / babi tersangka ditampung dalam tabung reaksi sebanyak 3-5 ml, diamkan pada suhu kamar selama 1 jam, lalu pindahkan ke lemari es (Ie0C) selama 2 jam, lalu dicentrifuge. Serum yang didapat diserap dengan potongan kertas saring yang lebarnya sedemikian rupa sehingga tiap potong dapat menyerap 0,5 ml serum. Kertas tsb. dikeringkan pada suhu kamar, dan siap untuk dipeniksa. - Kemudian diagnosa dilakukan dengan cara: a. Isolasi dan identifikasi: Pemeriksaan mikroskopik / trichinoscopic: = metode kompresi : yaitu dengan menjepit sepotong kecil daging diantara 2 gelas obyek dan dilihat dengan trichinoscope. = metode diesti : yaitu menggunakan larutan asam pepsin yang dapat menghancurkan otot, tapi sistanya tetap utuh. Larutan asam pepsin terdiri atas: * butir-butir pepsin 0,2 g * HC1 pekat 0,1 ml * air 100 ml b. Uji serologi : - IFA (Indirect Fluorescent Antibody) - SAFA (Soluble Antigen Fluorescent Antibody) - CC (Charcoal Card) - ELISA (Enzyme-linked lmmunosorbent Assay) - Penghitungan eosinophil dan darah. Universitas Gadjah Mada 67 10. Pencegahan dan pengendalian: - Inaktifkan parasit dengan memasak daging pada 77°C, atau merusak parasit dengan membekukan daging pada - 150C selama 20 hari atau pada -300C selama 6 hari (efektif untuk potongan daging setebal - 15 cm). Sisa-sisa dapur / rumah makan / RPH harus dipanaskan 100°C sebelum dibenikan kepada babi. - Jangan memelihara babi dekat tempat pembuangan sampah. - Jangan biarkan tikus berkeliaran di kandang babi dan di RPH. 11. Pengobatan: - Thiabendazole efektif untuk tahap intestinal - Mebendazole efektif untuk tahap muscular - Corticosteroids hanya untuk kasus ganas, karena obat ini dapat menunda eliminasi cacing dewasa dan intestinum. Universitas Gadjah Mada 68 BUKU ACUAN 1. Zoonoses and Communicable Diseases Common to Man and Animals (1980), oleh: Pedro N. Acha dan Boris Szyfres 2. An Outline of the Zoonoses (1981), oleh: Paul R. Schnurrenberger dan William T. Hubbert 3. Veterinary Medicine and Human Health (1984), oleh: Calvin W. Schwabe 4. Control of communicable Diseases in Man (1990), oleh: Abram S. Benenson 5. Bacterial Infections of Humans. Epidemiology and Control (1991), oleh: Alfred S. Evans dan Philip S. Brachman Universitas Gadjah Mada 69