HUBUNGAN STATUS GIZI, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEBUGARAN ANAK SEKOLAH DI SDN 2 PASANGGRAHAN PURWAKARTA IRANI RACHMAWATI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Status Gizi, Asupan Zat Gizi, dan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran Anak Sekolah di SDN 2 Pasanggrahan Purwakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2013 Irani Rachmawati NIM I14104012 iii ABSTRACT IRANI RACHMAWATI. Relationships between Nutritional Status, Nutrient Intake, and Physical Activity with Fitness of School Children at Pasanggrahan 2 Elementary School, Purwakarta. Under the guidance of HIDAYAT SYARIEF and BUDI SETIAWAN. About 2/3 of children have sedentary lifestyle, especially in developing countries that will affect fitness level. The purpose of this study was to analyze the relations of nutritional status, nutrient intake, and physical activity to fitness of school children. This study used a case study with a sample of 53 students. Fitness levels were measured through a multi stage run test (bleep test). Data processed by Microsoft Excel 2007 and analyzed using the Statistical Program for Social Science (SPSS) 16.0 for Windows. There were no significant differences (p>0.05) between gender, age, and pocket money of sample with nutritional status and physical activity of sample. While there were a significant differences (p<0.05) between sex and age with sufficient levels of vitamin and mineral samples. The results showed that there were a significant correlations (p <0.05) between age and iron intake with the level of fitness. There were a significant differences (p<0.05) on gender, consumption of vegetables, protein intake, and physical activity of the samples fit and unfit. Based on linear regression analysis showed that age and iron intake have a significantly affecting (p>0.05) samples fitness level. Keywords: Physical fitness, nutritional status, nutrient intake, physical activity, school children iv RINGKASAN IRANI RACHMAWATI. Hubungan Status Gizi, Asupan Zat Gizi, dan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran Anak Sekolah di SDN 2 Pasanggrahan Purwakarta. Di bawah bimbingan HIDAYAT SYARIEF dan BUDI SETIAWAN. Secara umum, tujuan penelitian ini adalah menganalisis status gizi, aktivitas fisik, dan asupan zat gizi yang berpengaruh dengan kebugaran anak sekolah di SDN Pasanggrahan 2 Purwakarta. Tujuan khusus dalam penelitian ini, diantaranya menganalisis: 1) Karakteristik contoh; 2) Status gizi contoh; 3) Asupan zat gizi contoh; 4) Aktivitas fisik contoh; 5) Tingkat kebugaran contoh; 6) Hubungan status gizi, aktivitas fisik, dan asupan zat gizi dengan tingkat kebugaran contoh. Penelitian ini menggunakan desain case study, dilaksanakan pada bulan September – November 2012 di SDN Pasanggrahan 2, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian PMT-AS terhadap Status Gizi dan Kesehatan pada Siswa SDN 2 Pasanggrahan, yang dilaksanakan oleh BAZNAS bekerja sama dengan Yayasan Nurani Dunia dan Institut Pertanian Bogor. Jumlah siswa kelas 4 dan 5 adalah 54 orang dan semuanya dijadikan contoh penelitian. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung, pengukuran berat badan dan tinggi badan secara langsung, dan pembagian kuisioner serta dengan melakukan tes kebugaran yaitu bleep test atau tes lari multi tahap. Tahapan pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data yang diolah dengan program Microsoft Excel dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for windows. Terdapat satu anak yang drop out, sehingga tersisa 53 anak yang dijadikan contoh. Contoh laki-laki jumlahnya sebanyak 53% dan contoh perempuan jumlahnya sebanyak 47%. Secara keseluruhan rata-rata usia contoh adalah 10.2 ± 1.2 tahun dengan kisaran 8 – 12 tahun. Pada penelitian ini contoh yang berusia 10 tahun jumlahnya paling banyak (34%), sedangkan sisanya berusia 9 tahun (32%), 12 tahun (21%), 11 tahun (11%), dan usia 8 tahun (2%). Secara keseluruhan terdapat 39.6% contoh yang mendapat uang saku Rp 2.000 dan 37.7% contoh yang mendapat uang saku Rp 1.000. Pada penelitian ini contoh yang berstatus gizi normal sebesar 53.0% dengan rata-rata z-score IMT/U -1.83 ± 1.17. Contoh berjenis kelamin perempuan yang memiliki status gizi tergolong normal sebanyak 32.1%. Usia contoh 9-10 tahun sebagian besar (15.1%) memiliki status gizi normal. Sebesar 18.9% pada kelompok status gizi normal mempunyai uang saku sebesar Rp 1000 dan Rp 2000. Terdapat 7.5% sampel perempuan memiliki tingkat kecukupan energi tergolong defisit ringan dan normal. Dilihat dari usia contoh, 28.9% contoh berusia 9 tahun memiliki tingkat kecukupan energi yang tergolong defisit berat. Contoh yang memiliki uang saku sebesar Rp 1.000 memiliki tingkat kecukupan energi yang tergolong normal sebesar 7.5%. Sebanyak 24.5% contoh perempuan memiliki tingkat aktivitas fisik ringan, sedangkan 1.9% contoh laki-laki memiliki tingkat aktivitas fisik berat. Pada penelitian ini berdasarkan hasil multi tahap, rata-rata skor kebugaran laki-laki lebih tinggi dibandingkan contoh perempuan. Sebanyak 20.8% contoh laki-laki dan 1.9% contoh perempuan memiliki tingkat kebugaran jasmani cukup. Pada contoh yang memiliki tingkat kebugaran jasmani cukup, paling banyak adalah contoh berusia 12 tahun (9.4%), kemudian diikuti contoh v berusia 9 tahun (7.5%), contoh berusia 11 tahun (3.8%) dan 10 tahun (1.9%). Contoh yang memiliki tingkat kebugaran jasmani cukup memiliki uang saku Rp 2.000 (11.3%). Kebiasaan makan contoh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner, terdapat 54.7% contoh memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali setiap hari. Sebanyak 39.6% contoh selalu membiasakan sarapan. Pada penelitian ini hanya 5.7% contoh yang mempunyai makanan pantangan. Terdapat 43.4%, 49.4%, dan 45.3% contoh yang jarang mengkonsumsi sayur, protein hewani, serta protein nabati. Sebanyak 30.2% contoh tidak pernah mengkonsumsi buahbuahan. Sebagian besar contoh (60.4%) mengkonsumsi air putih 5-8 gelas setiap harinya dan sebanyak 37.7% contoh sering mengkonsumsi susu setiap minggunya. Sebanyak 47.2% contoh sering jajan, yaitu 4-6 kali setiap minggunya. Pada tingkat kebugaran cukup, 20.8% contoh memiliki tingkat kecukupan energi tergolong defisit berat. Sebanyak 34% contoh memililki tingkat kecukupan protein tergolong defisit berat, 28.3% tergolong lebih, 20.8% contoh tergolong normal, 9.4% tergolong defisit ringan, dan 7.5% contoh tergolong defisit sedang. Pada tingkat kebugaran cukup, 11.3% contoh memiliki tingkat kecukupan protein tergolong defisit berat. Contoh yang memiliki tingkat kecukupan vitamin A kurang hanya terdapat 1.9% sedangkan sisanya (98.1%) memiliki tingkat kecukupan vitamin A cukup. Terdapat 5.7% contoh yang memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 dan kalsium tergolong cukup. Terdapat 17% dan 30.2% contoh yang memiliki tingkat kecukupan vitamin C dan zat besi tergolong cukup. Pada tingkat kebugaran kurang sekali, kurang, dan cukup, sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan vitamin dan mineral tergolong kurang. Sebanyak 56.6% dan 34% contoh pada penelitian ini memiliki tingkat aktivitas fisik ringan dan singat ringan. Pada tingkat kebugaran cukup, 13.2% contoh memiliki aktivitas fisik ringan, sisanya 5.7% memiliki aktivitas sangat ringan, 1.9%, dan 1.9% contoh memiliki aktivitas fisik sedang dan berat. Contoh yang memiliki tingkat kebugaran jasmani kurang sekali, kurang, dan cukup, sebagian besar berturut-turut (7.5%, 32.1%, 13.2%) memiliki status gizi normal. Terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) antara jenis kelamin contoh, kebiasaan konsumsi sayuran, kebiasaan konsumsi protein nabati, dan aktivitas fisik dengan kebugaran contoh. Tingkat kebugaran jasmani berhubungan signifikan (p>0.05) dengan usia dan tingkat kecukupan vitamin zat besi contoh. Hasil analisis regresi linier menunjukkan bahwa terdapat variabel independen, yaitu usia dan tingkat kecukupan zat besi yang berpengaruh signifikan (p<0.05) terhadap kebugaran contoh. vi HUBUNGAN STATUS GIZI, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEBUGARAN ANAK SEKOLAH DI SDN 2 PASANGGRAHAN PURWAKARTA IRANI RACHMAWATI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 vii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan YME atas berkat-Nya sehingga skripsi berjudul “Hubungan Status Gizi, Asupan Zat Gizi, dan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran Anak Sekolah di SDN 2 Pasanggrahan Purwakarta” dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sebagai ungkapan rasa syukur, penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS selaku pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat dan dukungan kepada penulis selama menjalani perkuliahan. 2. Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS dan Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak saran dan masukan pada skripsi sejak awal penelitian hingga penyelesaian skripsi. 3. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku pemandu seminar dan penguji yang telah memberikan semangat, kritik, dan saran demi penyempurnaan skripsi. 4. LSM Nurani Dunia dan pihak SDN 2 Pasanggrahan Purwakarta yang telah memberi kesempatan, kepercayaan, dan kemudahan dalam pelaksanaan penelitian. 5. Para pembahas seminar Stacey A. Gunawan, Wilda Haerul, Ratu D. Koerniawati, dan Noviany C. Dewi yang telah memberikan kritik dan saran sehingga skripsi ini dapat diperbaiki dan disempurnakan. 6. Orangtua dan adik yang senantiasa memberikan doa dan dukungan, baik berupa materi dan moril serta semangat dalam penyelesaian skripsi. 7. Teman-teman Gizi Alih Jenis angkatan 04 yang telah memberikan dukungan dan semangat selama dua tahun kuliah. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis. Penulis juga berharap agar penelitian ini dapat dapat bermanfaat bagi semua. Bogor, Desember 2012 Penulis viii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Januari 1989 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Budi Rachman dan Ibu Ety Suryatinah, S.Pd. Pendidikan penulis dimulai di TK Tirtayasa PCI Cilegon pada tahun 1994-1995. Pada tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan di SD YPWKS 3 Cilegon hingga tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Cilegon hingga tahun 2004, kemudian di SMA Negeri 1 Cilegon hingga tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah melakukan Intership Dietetik dan Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit di RSUD Margono, Purwokerto dan Kuliah Kerja Profesi di Desa Cipetung, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan D3 dan mendapat gelar sebagai Ahli Madya (AMD) dengan tugas akhir berupa karya tulis ilmiah mengenai penyelenggaraan makanan untuk pasien pasca bedah di rumah sakit. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Program Pendidikan Sarjana Alih Jenis Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyrakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. ix DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR........................... ............................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv PENDAHULUAN........................................................................................... Latar Belakang....................................................................................... Tujuan................................................................................. .................... Hipotesis................................................................................................ .. Kegunaan Penelitian.................. ............................................................ 1 1 2 2 3 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... Anak Sekolah Dasar............................................................................... Kebugaran Jasmani.................. ............................................................. Pengukuran Tingkat Kebugaran Jasmani... ................................ .. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani........................ Usia……………………………………………………………………... Jenis Kelamin………………………………………………………….. Status Gizi……………………………………………………………… Hereditas……………………………………………………………….. Aktivitas Fisik…………………………………………………………. . Konsumsi Pangan……………………………………………………. . Status Gizi.......... ................................................................................... Penilaian Status Gizi.................................... ................................. Pengukuran dan Penilaian Status Gizi secara Antropometri …..... Konsumsi Pangan................. ................................................................. Penialain Konsumsi Pangan....... .................................................. Kecukupan Gizi Bagi Anak Sekolah Dasar.................................. ........... Aktivitas Fisik.......... ............................................................................... Pengukuran dan Penilaian Aktivitas Fisik....................................... 4 4 4 5 6 6 7 7 7 7 8 8 8 10 10 11 13 13 14 KERANGKA PEMIKIRAN........ ..................................................................... 16 METODE PENELITIAN............................................................................ ...... Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian......... ......................................... Jumlah dan Cara Penarikan Contoh........ .............................................. Jenis dan Cara Pengumpulan Data........................................................ Pengolahan dan Analisis Data.................................................................. Definisi Operasional................................................................................ 18 18 18 18 19 23 HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................... Gambaran Umum Sekolah....................................................................... Karakteristik Contoh........................................................................ ........ Jenis Kelamin................................................................................. Usia………………………………………………………………………. Uang Saku...................................................................................... Status Gizi............................................................................................... 25 25 26 26 26 27 28 x Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi.................................................. Tingkat Kecukupan Energi………………………………………….... Tingkat Kecukupan Protein…………………………………………... Tingkat Kecukupan Vitamin A………………………………………. . Tingkat Kecukupan Vitamin B1…………………………………….... Tingkat Kecukupan Vitamin C………………………………………. . Tingkat Kecukupan Zat Besi…………………………………………. Tingkat Kecukupan Kalsium………………………………………… . Aktivitas Fisik................................................................... ....................... Kebugaran……………………………………………….............................. Frekuensi Makan berdasarkan Tingkat Kebugaran……………….. Kebiasaan Makan berdasarkan Tingkat Kebugaran………………. Kebiasaan Konsumsi Sayur dan Buah berdasarkan Tingkat Kebugaran …………………………… ...................................... Kebiasaan Konsumsi Pangan Sumber Protein berdasarkan Tingkat Kebugaran…………………........................................ . Kebiasaan Minum berdasarkan Tingkat Kebugaran………………. Hubungan Status Gizi dengan Kebugaran ................ ……………………. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi dengan Kebugaran... Tingkat Kecukupan Energi dengan Kebugaran………………........ Tingkat Kecukupan Protein dengan Kebugaran………………....... Tingkat Kecukupan Vitamin A dengan Kebugaran………….. ........ Tingkat Kecukupan Vitamin B1dengan Kebugaran…………. ........ Tingkat Kecukupan Vitamin C dengan Kebugaran………….......... Tingkat Kecukupan Zat Besi dengan Kebugaran……………......... Tingkat Kecukupan Kalsium dengan Kebugaran……………. ........ Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran………………... ................ Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kebugaran………………….. 30 30 32 33 35 36 37 39 40 43 46 47 48 49 51 52 52 52 53 54 54 55 56 56 57 58 KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... .... Kesimpulan............................................................................................. . Saran...................................................................................................... . 59 59 60 DAFTAR PUSTAKA................................................................................. ...... 61 LAMPIRAN............................................................................................... ...... 65 xi DAFTAR TABEL Halaman 1 Kategori status gizi menurut IMT/U…………………………………………. 10 2 Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per hari bagi anak usia sekolah........................................................................................... 13 3 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL.............................. 15 4 Jenis variabel dan indikator penelitian........................... ......................... 19 5 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi.................................... 20 6 Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR ........................................ 21 7 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL.............................. 21 8 Formulir catatan lari multi tahap.............................................................. 22 9 Kategori VO2 max pada hasil bleep test.................. ............................... 22 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia........ ..................... 27 11 Sebaran contoh berdasarkan status gizi........ ........................................ 29 12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi........... .............. 31 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein......................... 33 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A…………...... 34 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1.. ............... . 35 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C................... . 37 17 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi........................ 38 18 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan kalsium........................ 39 19 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik. .......................................... . 41 20 Jenis aktivitas fisik, alokasi waktu, dan rata-rata nilai PAL contoh.................................................................................... ........... ...... 42 21 Sebaran usia contoh berdasarkan tingkat kebugaran………………. ...... 45 22 Sebaran uang saku contoh berdasarkan tingkat kebugaran................... 46 23 Sebaran frekuensi makan contoh berdasarkan tingkat kebugaran…….. 47 24 Sebaran kebiasaan makan contoh berdasarkan tingkat kebugaran……. 48 25 Sebaran konsumsi sayur dan buah contoh berdasarkan tingkat kebugaran….. ........................................................................................ 49 26 Sebaran konsumsi pangan sumber protein contoh berdasarkan tingkat kebugaran…….. ......................................................................... 50 27 Sebaran kebiasaan minum contoh berdasarkan tingkat kebugaran........ 51 28 Sebaran status gizi contoh berdasarkan tingkat kebugaran…………..…. 52 29 Sebaran tingkat kecukupan energi contoh berdasarkan tingkat kebugaran……………………………………………………………………… 53 xii 30 Sebaran tingkat kecukupan protein contoh berdasarkan tingkat kebugaran……………………………………………………………………… 54 31 Sebaran tingkat kecukupan vitamin dan mineral contoh berdasarkan tingkat kebugaran…………………………………………………………… . 55 32 Sebaran aktivitas fisik contoh berdasarkan tingkat kebugaran……..…… 57 33 Model hasil uji regresi linier………………………………………………….. 58 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran hubungan status gizi, asupan zat gizi dan aktivitas fisik dengan kebugaran anak sekolah di SDN 2 Pasanggrahan Purwakarta ................................... .................................. 17 2 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin .................. ......................... 26 3 Sebaran contoh berdasarkan usia..................................... ..................... 26 4 Sebaran contoh berdasarkan uang saku...................................... .......... 27 5 Sebaran contoh berdasarkan status gizi......................................... ........ 28 6 Sebaran tingkat kecukupan energi menurut jenis kelamin contoh….. .... 30 7 Sebaran tingkat kecukupan protein menurut jenis kelamin contoh.......... 32 8 Sebaran tingkat kecukupan vitamin A menurut jenis kelamin contoh...... 34 9 Sebaran tingkat kecukupan vitamin B1 menurut jenis kelamin contoh.... 35 10 Sebaran tingkat kecukupan vitamin C menurut jenis kelamin contoh...... 36 11 Sebaran tingkat kecukupan zat besi menurut jenis kelamin contoh........ 38 12 Sebaran tingkat kecukupan kalsium menurut jenis kelamin contoh........ 39 13 Sebaran aktivitas fisik menurut jenis kelamin contoh.............................. 40 14 Sebaran tingkat kebugaran menurut jenis kelamin contoh...................... 44 xiv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3 4 Nilai p hasil uji korelasi berbagai variabel terhadap karakteristik contoh.................................................................................................... 66 Nilai p hasil uji korelasi berbagai variabel dengan tingkat kebugaran.............................................................................................. 66 Nilai p hasil uji beda berbagai variabel berdasarkan status kebugaran............................................................................. .................. 66 Tabel Penilaian VO2 max......................................................................... 67 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Tumbuh berkembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta benar. Namun dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Masalah yang sering timbul terutama dalam pemberian makanan yang bergizi dan berimbang yang tidak benar dan menyimpang. Bukan hanya itu saja, contoh terbiasa melakukan kegiatan dengan bantuan alat-alat yang serba praktis, sehingga contoh menjadi mudah lelah ketika melakukan kegiatan fisik yang bersifat aktif (Judarwanto 2005). Bagi seorang anak, kebugaran sangat penting terutama sebagai modal utama dalam melaksanakan kegiatan belajar dan bermain. Anak yang bugar akan memiliki rentang perhatian lebih lama dalam belajar, bermain, atau berbagai kegiatan lainnya (Sriundy 2009). Kebugaran jasmani dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya asupan zat gizi dan komposisi tubuh.Komposisi tubuh tersebut dipengaruhi oleh besarnya status gizi seseorang.Namun demikian, permasalahan yang terjadi terkait dengan kebugaran jasmani contoh saat ini masih sangat memprihatinkan.Hal ini terlihat dengan banyaknya anak yang sering terkena berbagai penyakit, seperti penyakit pernafasan, pencernaan, ataupun penyakit kurang gerak dan menurunnya daya tahan tubuh. Menurut Riskesdas 2010, prevalensi status gizi menurut IMT/U anak usia 6-12 tahun di Provinsi Jawa Barat adalah 3.5% sangat kurus, 6.7% kurus, 81.4% normal, dan 8.5% gemuk. Sedangkan, surveitim pengembang Sport Development Index tahun 2005 meneliti kebugaran jasmani pelajar SD, SMP dan SMA di seluruh Indonesia. Hasilnya untuk kategori baik sekali 0%, baik 5,66%, sedang 37,66%, kurang 45,97%, kurang sekali 10,71%. Selain itu pola hidup kurang gerak (sedentary lifestyle) seperti berlama-lama nonton TV, video, play station, dialami sekitar 2/3 anak terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Kebugaran merupakan kemampuan tubuh untuk melaksanakan suatu kegiatan dengan menggunakan kekuatan, daya kreasi, dan daya tahan dengan efisien dalam waktu yang relatif lama tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti, serta cadangan energi yang tersisa masih mampu untuk menikmati waktu luang 2 dan menghadapi hal-hal yang tidak terduga (Satya 2008). Kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas tanpa menimbulkan kelelahan fisik dan mental yang berlebihan. Kebugaran jasmani sangat penting dalam menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari, akan tetapi nilai kebugaran jasmani tiap-tiap orang berbeda beda sesuai dengan tugas atau profesinya. Kabupaten Purwakarta merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Jawa Barat.Desa Pasanggrahan terletak di Kabupaten Purwakarta bagian utara, Kecamatan Tegal Waru. Kondisi kependudukan Desa Pasanggrahan, Kecamatan Tegal Waru, pada tahun 2007 untuk kelompok anak usia 5-9 tahun dan 10-14 tahun berjumlah 347 orang dan 352 orang. Di Desa Pasanggrahan hanya terdapat 2 Sekolah Dasar Negeri, yaitu SDN 01 Pasanggrahan dan SDN 02 Pasanggrahan.Selain itu, di Desa Pasanggrahan tidak terdapat rumah sakit, posyandu ataupun puskesmas.Mengacu pada permasalahan masih rendahnya kebugaran jasmani di Indonesia, penelitian tentang hubungan berbagai faktor, seperti status gizi, aktivitas fisik, dan asupan zat gizi terhadap kebugaran anak sekolah dasar di desa tertinggal menjadi menarik untuk dikaji lebih dalam. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis status gizi, aktivitas fisik, dan asupan zat gizi yang berpengaruh dengan kebugaran anak sekolah di SDN Pasanggrahan 2 Purwakarta. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini, adalah: 1. Menganalisis karakteristik contoh. 2. Menganalisis status gizi contoh. 3. Menganalisis asupan zat gizi contoh. 4. Menganalisis aktivitas fisik contoh. 5. Menganalisis tingkat kebugaran contoh. 6. Menganalisis hubungan status gizi, aktivitas fisik, dan asupan zat gizi dengan tingkat kebugaran contoh. Hipotesis 1. H0 : Tidak terdapat hubungan yang nyata antara status gizi, aktivitas fisik, dan asupan zat gizi dengan tingkat kebugarancontoh SDN 2 Pasanggrahan Purwakarta. 3 2. H1 : Terdapat hubungan yang nyata antara status gizi, aktivitas fisik, dan asupan zat gizi dengan tingkat kebugaran contoh SDN 2 Pasanggrahan Purwakarta. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai pentingnya status gizi, aktivitas fisik, dan asupan zat gizi dengan tingkat kebugaran anak sekolah dasar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak sekolah dan orang tua terkait tingkat kebugarancontoh dan faktorfaktor yang mempengaruhinya, seperti status gizi, aktivitas fisik, dan asupan zat gizi serta akan menjadi masukan untuk perbaikan gizi dan kebugaran contoh. Selain itu juga mampu memberikan gambaran bagi pemerintah (Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga) tentang akibat tingkat kebugaran yang kurang optimal.Diharapkan hasil penelitian ini juga dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya. 4 TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar Menurut Soetardjo (2011), kelompok anak menurut usia dibagi dalam tiga golongan, yaitu usia 1-3 tahun, 4-6 tahun, dan 7-9 tahun. Usia 1-3 tahun dan 4-6 tahun disebut sebagai usia pra sekolah, sedangkan usia 7-9 tahun sebagai usia sekolah. Anak sekolah berada pada masa pertumbuhan yang sangat cepat dan kegiatan fisik yang sangat aktif. Anak usia sekolah berusaha mengembangkan kebebasan dan membentuk nilai-nilai pribadi. Perbedan-perbedaan antar anak antara lain tampak pada kecepatan tumbuh, pola aktivitas, kebutuhan gizi, perkembangan kepribadian, dan asupan makanan. Perbedaan laju pertumbuhan pada anak laki-laki dan perempuan ditemukan juga pada usia sekolah dasar. Pada umur 10-12 tahun, kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan.Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik, sehingga membutuhkan energi lebih banyak, sedangkan anak perempuan pada umumnya sudah mulai menstruasi sehingga memerlukan protein dan zat besi lebih banyak.Kebutuhan yang meningkat ini harus diimbangi dengan makanan sumber zat gizi yang diperlukan.Pengaturan makan yang baik bagi anak adalah dengan memberikan makanan kepada anak yang mengandung minimal tiga kelompok zat gizi yaitu zat gizi sumber energi, sumber pembangun, dan sumber pengatur dalam jumlah yang cukup sehingga pertumbuhan dan perkembangan fisik tetap berjalan optimal (Nasoetion & Riyadi 1994). Kebugaran Jasmani Kebugaran adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tugas atau pekerjaan fisik tidak merasakan kelelahan disaat melakukan pekerjaan atau tugas tersebut. Kebugaran jasmani akan diperoleh apabila seseorang melakukan latihan rutin dan berkesinambungan. Kebugaran akan mempengaruhi terhadap kinerja sehingga tidak akan cepat merasa lelah (Adi 2010). Menurut Satya (2008) derajat kebugaran dapat menggambarkan seberapa baik penyesuaian fisik terhadap beban dan tugas fisik yang dilakukan dan seberapa cepat proses pulih asal dari kelelahannya. Semakin baik tingkat penyesuaian terhadap tugas fisik dan kecepatan pulih asalnya, maka semakin baik pula tingkat kebugaran yang dimilikinya. Kebugaran diuraikan menjadi berbagai komponen yang secara garis besarnya terbagi menjadi dua golongan yaitu komponen kebugaran yang terkait 5 dengan kesehatan (health-related fitness) dan komponen kebugaran yang terkait dengan keterampilan (skill-related fitness).Komponen kebugaran yang terkait dengan kesehatan secara umum adalah 1)kebugaran jantung-paru, 2)kebugaran otot (kekuatandan daya tahan otot), 3)fleksibilitas, (kelentukan) dan 4)komposisi tubuh. Komponen kebugaran yang terkait dengan keterampilan terdiri dari berbagai macam dan untuk setiap orang bersifat khas, yaitu sangat bergantung pada profesi seseorang (Sudarsono 2008). Menurut Sudarsono (2008), berbagai jenis olahraga dapat menjadi pilihan untukmemelihara kebugaran tubuh. Setiap saat mucul jenis olahraga baru, exercisebaru yang kelihatan menarik dan modern. Namun, sesungguhnya hal yang penting diperhatikandalam merencanakan kegiatan berolahraga adalah memenuhi setidaknya empat criteria, yaitu: F (frequency; frekuensi berolahraga), I (intensity; intensitas/beratnya latihan), T(type; jenis kegiatan olahraga), dan T (time/duration; lama waktu berolahraga). Kebugaran tubuh dapat dicapai jika olahraga yang dilakukan dapat mencapai sasaran berbagai komponen kebugaran. Pengukuran Tingkat Kebugaran Jasmani Setiap orang memiliki tingkat kebugaran jasmani yang berbeda-beda.Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan tes kebugaran jasmani. Tes kebugaran jasmani ada bermacam-macam, antara lain: 1) Harvard Step Test, 2) Tes Aerobik, 3) Tes ACSPFT, 4)Bleep Test, 5) Tes Kebugaran Jasmani Indonesia (TKJI).Bleep test bertujuan untuk mengukur tingkat efisiensi fungsi jantung dan paru-paru yang ditunjukkan melalui pengukuran pengambilan oksigen maksimum (maximum oxygen uptake). Alat-alat yang diperlukan dalam pelaksanaan tes tersebut diantaranya: lintasan datar dan tidak licin, meteran, kaset, formulir bleep test, dan alat tulis (Nurhasan & Cholil 2007). Pelaksanaan dari bleep test atau tes lari multi tahap, yaitu: 1) Pertamatama diukur jarak sepanjang 20 meter dan diberi tanda pada kedua ujungnya. Peserta tes dianjurkan melakukan pemanasan terlebih dahulu sebelum mengikuti tes dan 2) Hidupkan pita suara (kaset), kemudian peserta tes mulai berlari ketika pita kaset mulai mengeluarkan sinyal suara “TUT”. Jarak antara dua sinyal “TUT” menandai suatu interval 1 menit. Peserta tes harus meneruskan lari selama mungkin sampai tidak mampu lagi menyesuaikan dengan kecepatan yang telah diatur dalam pita rekaman. Skor-skor peserta tes lari multi tahap dapat digunakan 6 untuk mengukur kebugaran yang dilihat dari besarnya nilai VO2 max (Nurhasan & Cholil 2007). VO2 max atau yang biasa disebut dengan maximal oxygen consumption, maximal oxygen uptake, peak oxygen uptake atau maximal aerobic capacity adalah kapasitas maksimum tubuh seseorang untuk menyalurkan dan menggunakan oksigen selama olahraga berintensitas tinggi. VO2 max bisa diketahui dengan menghitung jumlah oksigen dalam liter per menit (l/menit) atau nilai relatif oksigen dalam mililiter per kilogram berat tubuh per menit (ml/kg/min). VO2 max juga bisa dipakai sebagai alat ukur kekuatan aerobik maksimal dan kebugaran kardiovaskular (Dunia Fitness 2012). Menurut Nurhasan dan Cholil (2007), tes ini bersifat maksimal dan progresif, artinya cukup mudah pada permulaannya kemudian meningkat dan makin sulit menjelang saat-saat terakhir.Peserta tes harus mengerahkan kerja maksimal saat melakukan tes ini. Setelah melakukan tes, lakukan gerakangerakan pendinginan dengan cara berjalan dan diikuti dengan pereganganperegangan otot. Jumlah terbanyak dari level dan balikan sempurna yang behasil diperoleh dicatat sebagai skor-skor peserta tes. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani Usia Pada usia pertumbuhan kebugaran jasmaninya akan lebih baik, dikarenakan fungsi organ akan tumbuh dengan optimal. Sedangkan pada orang tua akan terjadi penurunan kebugaran jasmnani dikarenakan banyak jaringanjaringan dalam tubuh yang mengalami kerusakan (Muslichatun 2005). Tingkat kebugaran jasmani meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 30 tahun, dan setelah usia 30 tahun akan terjadi penurunan kebugaran secara perlahan (Afriwardi 2002). Hal tersebut terjadi akibat penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0.8-1% per tahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya (Depkes 2010).Usia besar pengaruhnya terhadap kebugaran jasmani, misalnya: 1) Daya tahan jantung dan pembuluh darah, mulai anak-anak meningkat sampai usia sekitar 20 tahun, dan mencapai maksimal di usia 20-30 tahun, kemudian menurun sesuai dengan usia, sehingga pada usia 70 tahun hanya memiliki daya tahan jantung dan pembuluh darah sekitar 50% saja dan 2) Kekuatan Otot, pada usia kira-kira 25 tahun kekuatan otot mencapai dalam keadaan optimal, setelah itu terjadi penurunan, hingga pada usia 65 tahun kekuatannya hanya sekitar 65- 7 70% dari kekuatan yang dimiliki pada usia 25 tahun, sesudah usia 65 tahun penurunannya akan lebih cepat lagi. Pada anak-anak berusia 15-19 tahun kekuatan ototnya baru mencapai 70-85% maksimal. Selain itu seluruh nilai komponen kebugaran jasmani juga akan mengalami penurunan setelah usia kirakira 30 tahun. Jenis Kelamin Nilai kebugaran jasmani pada laki-laki dan perempuan hampir sama sampai usia pubertas, tetapi setelah usia tersebut laki-laki mempunyai nilai jauh lebih besar. Hal ini dapat disebabkan salah satunya pengaruh hormone seks lakilaki yang mempunyai hormon testoteron 10 kali lebih banyak dari perempuan.Hormon ini adalah suatu anabolic steroid yang membuat otot jadi lebih besar dan lebih kuat (rata-rata kekuatan otot perempuan hanya sekitar 2/3 dari kekuatan otot laki-laki) dan bersifat lebih agresif (Afriwardi 2002). Status Gizi Status gizi adalah hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut (Supariasa 2002). Sedangkan zat gizi sendiri dapat diartikan adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun, dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan (Almatsier 2006).Status gizi sangat mempengaruhi tingkat kebugaran jasmani seseorang, karena status gizi menyebabkan tingkat kesehatan seseorang menjadi baik. Hereditas Komponen kebugaran jasmani sesungguhnya mencakup dua komponen dasar, yaitu kebugaran organik dan kebugaran dinamik.Kebugaran organik membahas bagaimana pengaruh garis keturunan dalam mewariskan tingkat kebugaran pada generasi berikutnya (Satya 2008). Aktivitas fisik Almatsier (2004) menjelaskan bahwa aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya untuk menggerakkan badan. Latihan fisik tidak sama dengan aktivitas fisik. Latihan fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik yang terencana, terstruktur, dilakukan berulang-ulang dan bertujuan untuk memperbaiki atau mempertahankan kebugaran jasmani.Tugastugas rumah tangga dan pekerjaan biasanya dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek kebugaran jasmani. Walaupun demikian seseorang 8 dapat melaksanakan tugas-tugas rumah tangga dan pekerjaan dengan cara yang lebih efektif dan menghasilkan kebugaran jasmani pada saat yang sama pekerjaan terselesaikan. Konsumsi pangan Menurut Suharjana dan Purwanto (2008) untuk mendapatkan kesehatan dan kebugaran jasmani yang baik, seseorang harus berpola hidup sehat.Untuk melakukan aktivitas sehari-hari manusia memerlukan energi.Energi tersebut diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari.Proporsi makanan yang baik adalah karbohidrat 60%, lemak 25% dan protein 15%.Zat-zat gizi dari makanan mutlak diperlukan agar kebugaran jasmani baik karena zat-zat teersebut digunakan untuk tenaga atau kalori, pembentukan sel-sel atau pertumbuhan dan menggiatkan atau mengatur proses-proses dalam tubuh (Susilowati 2007). Status Gizi Menurut Briawan dan Madanijah (2008), status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) untuk berbagai fungsi biologis.Status gizi sangat ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi waktu yang tepat di tingkat sel agar tubuh dapat berkembang dan berfungsi dengan normal.Nilai status gizi seseorang ditentukan oleh pemenuhan semua zat gizi yang diperlukan tubuh dari makanan dan berperannya fatktor yang menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi tersebut (Supariasa 2002). Riyadi (2007), mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi makanan.Ukuran fisik seseorang sangat erat hubungannya dengan status gizi, oleh sebab itu antropometri diakui sebagai indikator yang baik dan dapat diandalkan dalam penentuan status gizi.Ditambahkan oleh Hardinsyah et al. (2002), bahwa status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi mungkin. Penilaian Status Gizi Terdapat dua jenis penilaian status gizi, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung antara lain dengan antropometri, 9 biokimia, biofisik, dan klinis. Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dilakukan melalui survey konsumsi makanan, statistik vital, dan penilaian faktor ekologi (Supariasa 2002). Menurut Gibson (2005), terdapat empat cara untuk melakukan penilaian status gizi di tingkat individu, yaitu pengukuran klinis atau fisik, pengukuran konsumsi makanan, pengukuran antropometri, dan pengukuran biokimia. Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Fauzi 2011). Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat.Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi.Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys).Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi (Fauzi 2011). Menurut Fauzi (2011), penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Gejala klinis yang kurang spesifik banyak ditemui, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik. Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes), Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Fauzi 2011). 10 Pengukuran dan Penilaian Status Gizi secara Antropometri Pengukuran antropometrik berasal dari bahasa latinantropos yang berarti manusia (human being). Antropometrik dapat dilakukan melalui beberapa macam pengukuran, yaitu pengukuran terhadap berat badan, tinggi badan, dan lingkar lengan sesuai dengan usia adalah yang paling sering dilakukan dalam survei gizi.Menurut Riyadi (2004), saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama bila terjadi ketidakseimbangan kronik antara intake energi dan protein. Gibson (2005) menyatakan bahwa pada anak-anak indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U).Indeks antropometri dapat dinyatakan dalam istilah z-skor, persentil atau persen terhadap median.Indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB).Indikator TB/U menggambarkan status gizi ini secara sensitif dan spesifik. Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks massa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan cara yang lebih dianjurkan untuk menentukan status gizi kurus, normal, atau gemuk pada seseorang. IMT merupakan hasil pembagian berat badan (BB) dalam satuan kilogram dengan kuadrat tinggi badan (TB2) dalam satuan meter. Indeks ini tidak memerlukan data usia sehingga merupakan indeks yang independen terhadap usia dan dapat digunakan untuk menyatakan status gizi saat ini. Kategori status gizi berdasarkan IMT/U dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1 Kategori status gizi menurut IMT/U Kategori IMT/U Baku nilai Sangat gemuk >+3 SD Gemuk +2 SD sampai dengan +3 SD Normal -2 SD sampai dengan 2 SD Kurus -3 SD sampai -2 SD Sangat kurus <-3 SD Sumber: WHO 2007 Konsumsi Pangan Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.Definisi ini 11 menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi.Jenis dan jumlah pangan merupakan hal yang penting dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi.Batasan ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Kusharto & Sa’adiyah 2008). Penilaian Konsumsi Pangan Survey konsumsi atau penilaian konsumsi pangan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penetuan status gizi perorangan atau kelompok.Supariasa (2002) menjelaskan bahwa dalam survei konsumsi pangan terdapat tiga metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, metode kuantitatif, serta gabungan dari keduametode tersebut.Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan pangan, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode kuantitaif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode food recall 24 jam merupakan salah satu metode dalam melakukan survey konsumsi pangan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Mengingat kembali dan mencatat jumlah serta jenis pangan dan minuman yang telah dikonsumsi 24 jam merupakan metode pengumpulan yang paling banyak digunakan dan paling mudah dilakukan (Arisman 2004). Pengukuran konsumsi pangan diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam URT (Ukuran Rumah Tangga), setelah itu baru dikonversi dalam satuan berat (Kusharto & Sa’adiyah 2008).Pengukuran food recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Pengukuran sebaiknya minimal dua kali (2x24 jam) tanpa berturut-turut sehingga dapat menghasilkan gambaran asupan gizi yang lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu (Gibson 2005). 12 Menurut Gibson (2005), pada metode food recall jumlah makanan yang dikonsumsi diukur atau diperkirakan dengan ukuran rumah tangga yang kemudian dikonversi dengan ukuran berat. Metode ini memiliki beberapa kelebihan, diantaranya: 1) Menunjukkan konsumsi makanan yang akurat (dibandingkan dengan food frequency); 2) Mengingat dalam jangka waktu yang pendek (24 jam yang lalu); 3) Mampu memperkirakan asupan zat gizi dari kelompok; 4) Tidak mengubah kebiasaan makan; dan 5) Wawancara dapat dilakukan melalui telepon jika responden tidak dapat hadir. Kelemahan dari metode food recall, yaitu: 1) Mengandalkan ingatan responden yang mungkin kurang akurat; 2) Responden dapat menambah atau mengurangi informasi konsumsi makanan yang sebenarnya; dan 3) Estimasi konsumsi energi menjadi rendah karena konsumsi minuman sering tidak diperhitungkan. Metode food frequency didesain untuk memperoleh gambaran informasi mengenai bahan makanan yang biasa dikonsumsi pada waktu tertentu.Kuisioner food frequency terdiri dari daftar bahan makanan yang biasa dikonsumsi dan kategori frekuensi yang digunakan (hari, minggu, bulan atau tahun).Daftar bahan makanan dibuat berdasarkan kelompok makanan untuk memperkirakan asupan zat gizi. Kuesioner food frequency harus dibuat secara sederhana sehingga hanya diperlukan 15-30 menit waktu yang dibutuhkan untuk melengkapi kuisioner (Gibson 2005). Food frequency dibagi menjadi dua macam yaitu Food Frequency Qualitative (FFQ) dan Food Frequency Semi-Quantitative (FFSQ).FFQ digunakan untuk melihat kualitas makanan yang dikonsumsi atau melihat kebiasaan makan sehari-hari. FFSQ digunakan untuk melihat kebiasaan makan, jumlah makan yang biasa dikonsumsi, menentukan frekuensi dari konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi dalam suatu periode tertentu (Gibson 2005). Menurut Gibson (2005), metode food frequency ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain relatif murah, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak membutuhkan latihan khusus, dan dapat membantu menjelaskan hubungan antara penyakit dengan kebiasaan makan.Kekurangan metode Food Frequency antara lain tidak dapat digunakan untuk menghitung intake zat gizi sehari, sulit mengembangkan kuisioner pengumpulan data, cukup menjemukan bagi pewawancara, perlu membuat percobaan pendahuluan untuk 13 menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuisioner, serta responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi. Kecukupan Gizi Bagi Anak Sekolah Dasar Perhitungan asupan gizi seseorang dapat mengacu pada Daftar Kecukupan Gizi (DKG), yaitu daftar yang memuat angka-angka kecukupan gizi rata-rata per orang per hari bagi orang sehat Indonesia.Penilaian tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan konsumsi zat gizi aktual dengan AKG yang dianjurkan (Hardinsyah & Briawan 1994).Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui (Muhilal & Sulaeman 2004). Untuk pertumbuhan dan perkembangan secara normal, seorang anak harus mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang cukup (Rahmawati 2001). Apabila makanan yang dikonsumsi oleh anak sekolah dasar tidak mencukupi kebutuhan gizinya, maka akan dapat mengakibatkan gangguan gizi pada anak sekolah dasar. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa anak usia sekolah dasar mengkonsumsi zat gizi kurang dari kecukupan yang dianjurkan disebabkan karena jarang sarapan pagi, pemilihan makanan jajanan yang kurang baik serta jarang mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan (Thoha 2003).Angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi anak sekolah dasar dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per hari bagi anak usia sekolah Energi dan zat gizi Energi (kkal) Protein (g) Vitamin A (RE) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Kalsium (mg) Zat Besi (mg) 7 – 9 tahun 1800 45 500 0,9 45 600 10 Golongan umur Pria 10 – 12 tahun 2050 50 600 1,1 50 1000 13 Wanita 10 – 12 tahun 2050 50 600 1,1 50 1000 20 Sumber: WKNPG 2004 Aktivitas Fisik Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eskternal adalah suatu rangkaian gerak tubuh yang menggunakan tenaga atau energi. Jenis aktivitas fisik yang sehari-hari dilakukan antara lain berjalan, berolahraga, mengangkat benda, dan mengayuh sepeda. Setiap kegiatan fisik menentukan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI 2007). Aktivitas fisik juga 14 diartikan sebagai gerakan yang dilakukan otot-otot tubuh dan sistem penunjangnya untuk menggerakan badan. Aktivitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang. Kelebihan energi karena rendahnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko kegemukan dan obesitas. Oleh karena itu, angka kebutuhan energi individu disesuaikan dengan aktivitas fisik (FAO/WHO/UNU 2001). Aktivitas fisik dan angka metabolisme basal (AMB) atau basal metabolic rate (BMR) merupakan komponen utama yang menentukan kebutuhan energi. AMB dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan (Almatsier 2004). Menurut WHO (2007), aktivitas fisik contoh sekolah dibagi atas beberapa bagian, yaitu tidur, waktu sekolah, waktu luang (di sekolah dan luar sekolah), waktu mengerjakan tugas, waktu melakukan perjalanan ke sekolah, dan waktu olahraga. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh serta untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2006). Aktivitas fisik dilaporkan merupakan 20-40% total pengeluaran energi.Aktivitas fisik rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran seseorang, diantaranya yaitu: 1) peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung, 2) penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja otot jantung, 3) mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung, 4) peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik, 5) peningkatan metabolisme tubuh (berkaitan dengan gizi tubuh), 6) meningkatkan kemampuan otot, dan 7) mencegah obesitas (Astrand 1992). Pengukuran dan Penilaian Aktivitas Fisik Menurut Riyadi (2006), jika diketahui jumlah energi tubuh yang telah dikeluarkan selama aktivitas sehari, maka sebenarnya jumlah tersebut merupakan kebutuhan energi seseorang dengan asumsi aktivitas harian tersebut merupakan aktivitas normal sehari-hari untuk hidup sehat. Kegiatan fisik dan olahraga secara teratur dan cukup takarannya, dapat membantu mempertahankan derajat kesehatan yang optimal. Kegiatan fisik dan olahraga yang tidak seimbang dengan energi yang dikonsumsi dapat mengakibatkan berat badan tidak normal. 15 FAO/WHO/UNU (2001), menyatakan bahwa aktivitas fisik dan angka metabolisme basal merupakan variabel utama dalam perhitungan pengeluaran energi. Pengeluaran energi dapat menjadi gambaran kebutuhan energi seseorang dapat hidup sejahtera dan berkualitas secara keseluruhan. Tingkat aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus berikut: Keterangan : PAL = ( 24 ) PAL = Physical activity level (tingkat aktivitas fisik) PAR = Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu) Tabel 3 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori Aktivitas Sangat Ringan Aktivitas Ringan Aktivitas Sedang Aktivitas Berat Sumber: FAO/WHO/UNU (2001) Nilai PAL < 1,40 1,40- 1,69 1,70-1,99 2,00-2,40 16 KERANGKA PEMIKIRAN Kebugaran adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tugas atau pekerjaan fisik tidak merasakan kelelahan disaat melakukan pekerjaan atau tugas tersebut.Kebugaran fisik atau jasmani adalah suatu kualitas atau kondisi fisiologis dan karena itu jelas berbeda dengan aktivitas fisik serta latihan fisik yang merupakan tipe perilaku lainnya.Ciri-ciri kebugaran jasmani yang baik yaitu, tahan jika bekerja dalam waktu yang lama, tidak mudah capai, tidak mudah terkena stress, tidak mudah terserang penyakit, dan produktivitas kerja yang tinggi. Aktivitas fisik merupakan bentuk kegiatan yang melibatkan anggota tubuh untuk bergerak.Aktivitas fisik dapat diartikan dengan kegiatan yang dilakukan seseoarng mulai dari bangun sampai tidur kembali.Aktivitas fisik sering identik dengan melakukan olahraga yang tujuannya untuk mendapatkan kesehatan dan kebugaran.Anak sekolah memiliki aktivitas fisik yang sangat aktif,maka keadaan gizi pada masa ini harus diperhatikan dan mempengaruhi keadaan status gizi dan tingkat kebugarannya. Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis.Tujuan mengkonsumsi makanansecara fisiologis untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh.Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya menentukan status gizi seseorang. Status gizi anak adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antroppometri. Status gizi dapat mempengaruhi komposisi tubuh seseorang.Komposisi tubuh selanjutnya akan mempengaruhi tingkat kebugaran. Kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas tanpa menimbulkan kelelahan fisik dan mental yang berlebihan. Kebugaran jasmani sangat penting dalam menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari, akan tetapi nilai kebugaran jasmani tiap-tiap orang berbeda beda sesuai dengan tugas atau profesinya. Faktor-faktor diatas diduga berpengaruh terhadap tingkat kebugaran jasmani pada anak usiasekolah. Kerangka pemikiran selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1. 17 Karakteristik Contoh: Pengetahuan Gizi Aktivitas Fisik Penyakit Infeksi Umur Jenis Kelamin Uang Saku Konsumsi Pangan Ketersediaan Tingkat Kecukupan: Energi Protein Vitamin dan mineral Status Gizi IMT Penyakit Non Infeksi Tingkat Kebugaran Bleep Test Prestasi Belajar Keterangan : = variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti = hubungan yang diteliti = hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan status gizi, aktivitas fisik, dan asupan zat gizi terhadap tingkat kebugaran jasmani anak sekolah dasar 18 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain Case Study.Penelitian ini dilakukan di SDN Pasanggrahan 2, Desa Cilangohar, Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Purwakarta.Pengambilan data dilakukan pada bulan September sampai bulan November tahun 2012. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Pemilihan sampel di SDN Pasanggrahan 2 Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Purwakarta secara purposive berdasarkan rekomendasi dari BAZNAS dan LSM Nurani Dunia dengan kriteria sekolah yang berhak menerima zakat. Pada penelitian ini, diambil 2 kelas, yaitu kelas 4 sebanyak 26 sampel dan kelas 5 sebanyak 28 sampel dengan total jumlah sampel 54 anak. Kriteria inklusi contoh adalah yang bersedia dijadikan sampel, tidak sakit dan tidak mendapat pengobatan. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan penyebaran kuesioner.Data primer ini meliputi data karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh, data pengetahuan gizi dan keamanan pangan, antropometri (tinggi badan, berat badan), aktivitas contoh, tingkat morbiditas, konsumsi pangan dan data kebugaran contoh.Sedangkan data sekunder sebagai data pendukung yang diambil meliputi gambaran umum lokasi penelitian (jumlah murid dan guru, lama belajar, serta sarana dan prasarana) diperoleh dari lokasi penelitian.Berbagai jenis variabel dan indikator penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Data karakteristik contoh dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner kepada contoh.Data konsumsi pangan diperoleh dengan recall konsumsi pangan dengan bantuan kuesioner yang dilakukan selama dua kali, yaitu satu kali pada hari sekolah dan satu hari pada hari libur. Data aktivitas fisik diperoleh dengan cararecall aktivitas fisik satu hari. Data status gizi diperoleh dengan pengukuran antropometri dan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT/U) perhitungan Z-score.Berat badan contoh diukur menggunakan timbangan dengan kapasitas maksimum 200 kg dan ketelitian0.1 kg.Tinggi badan contoh diukur menggunakan microtoise dengan kapasitas maksimum 200 cm dengan ketelitian 0.1 cm. 19 Tabel 4 Jenis variabel dan indikator penelitian No 1. Variabel Karakteristik contoh Jenis Data Primer Indikator - Usia - Jenis kelamin - Uang saku Cara Pengumpulan Data Usia, jenis kelamin, dan uang saku dengan wawancara dan kuesioner 2. Konsumsi pangan Primer Konsumsi Aktivitas fisik Primer Skor PAL 4. Status gizi Primer IMT/U Wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan metode recall 2x 24 jam dan kuesioner kebiasaan makan Wawancara dan kuesioner BB ditimbang menggunakan timbangan injak, TB diukur menggunakan microtoise 3. 5. Tingkat kebugaran 6. Profil Sekolah Primer Sekunder Kategori kebugaran 2 dilihat dari nilai VO max hasil pengukuran Laporan sekolah Bleep Test Wawancara Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, dan analisis data. Proses editing adalah pemeriksaan seluruh kuesioner setelah data terkumpul dari responden.Coding adalah pemberian angka atau kode tertentu yang telah disepakati terhadap jawaban-jawaban pertanyaan dalam kuesioner.Entry merupakan tahapan memasukkan data jawaban kuesioner sesuai kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel sehingga menjadi data dasar untuk dianalisis. Data-data yang diperoleh dari kuesioner diolah menggunakan program Microsoft Excel 2007. Data status gizi ditentukan berdasarkan data yang diperoleh yaitu usia contoh, berat badan, dan tinggi badan dengan parameter Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO anthroplus 2007. Nilai indeks massa tubuh menurut IMT/U dibagi menjadi 5 kategori berdasarkan WHO (2007) yaitu sangat gemuk (>+3 SD), gemuk (+2 SD sampai dengan +3 SD), normal (-2 SD sampai dengan 2 SD), kurus (-3 sd sampai -2 sd), sangat kurus (<-3 SD). Dari limakategori, dibagi kembali menjadi 2 kategori kurus (<-3 SD sampai -2 SD) dan normal. Data konsumsi pangan yang diperoleh dari hasil recall selama 2x24 jam, kemudian dikonversikan untuk menentukan zat gizi contoh yatu energi, protein, 20 vitamin A, vitamin C, kalsium, zat besi, dan zinc. Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 2004). Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan: KGij = Kandungan zat gizi ke-i dalam bahan makanan ke-j Bj = Berat makanan ke-j yang dikonsumsi Gij = Kandungan zat gizi ke-i dalam 100 gram BDD bahan makanan ke-j BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan ke-j Untuk menentukan Angka Kecukupan Gizi (AKG) contoh digunakan rumus: AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan: AKGI = Angka kecukupan gizi contoh Ba = Berat badan aktual sehat (kg) Bs = Berat badan standar (kg) AKG = Angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG 2004). Kecukupan vitamin dan mineral dihitung langsung dengan menggunakan angka kecukupan tanpa menggunakan AKGI. Selanjutnya tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan menggunakan rumus. TKG = (K/AKGI) x 100 TKG = Tingkat kecukupan zat gizi K = Konsumsi zat gizi AKGI = Angka kecukupan gizi contoh Tingkat kecukupan energi dan zat gizi contoh dinyatakan dalam persen.Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi Energi dan Zat Gizi Energi dan protein Vitamin dan mineral Klasifikasi Tingkat Kecukupan a. Defisit tingkat berat (< 70% angka kebutuhan) b. Defisit tingkat sedang (70 – 79% angka kebutuhan) c. Defisit tingkat ringan (80 – 89% angka kebutuhan) d. Normal (90 – 119% angka kebutuhan) e. Di atas angka kebutuhan (≥ 120% angka kebutuhan) a. Kurang (< 77% angka kebutuhan) b. Cukup (≥ 77% angka kebutuhan) Sumber : Depkes (1996), Gibson (2005) 21 Data aktivitas fisik didapatkan dengan metode wawancara langsung dan hasilnya akan diolah dengan cara mengalikan bobot nilai per aktivitas dikalikan dengan lamanya waktu yang digunakan untuk beraktivitas. Menurut FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical activity level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus berikut: Keterangan : PAL = ( ) 24 PAL = Physical activity level (tingkat aktivitas fisik) PAR = Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu) Jenis aktivitas yang dapat dilakukan dikategorikan menjadi 18 jenis kategori berdasarkan PAR seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR Kategori PAL1 PAL2 PAL3 PAL4 PAL5 PAL6 PAL7 PAL8 PAL9 PAL10 PAL11 PAL12 PAL13 PAL14 PAL15 PAL16 PAL17 PAL18 Keterangan Tidur (tidur siang dan malam) Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam, dan membaca Duduk sambil menonton TV Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias Makan dan minum Jalan santai Berbelanja (membawa beban) Mengendarai kendaraan Menjaga anak Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) Setrika pakaian (duduk) Kegiatan berkebun Office worker (duduk di depan meja, menulis, dan mengetik) Office worker (berjalan-jalan mondar-mandirmembawa arsip) Olahraga (badminton) Olahraga (jogging, lari jarak jauh) Olahraga (bersepeda) Olahraga (aerobic, berenang, sepak bola, dan lain-lain) PAR 1 1.2 1.72 1.5 1.6 2.5 5 2.4 2.5 2.75 1.7 2.7 1.3 1.6 4.85 6.5 3.6 7.5 Sumber : FAO/WHO/UNU (2001) Selanjutnya PALakan dikategorikan menjadi empat kategori menurut FAO/WHO/UNU (2001), seperti yang disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori Aktivitas Sangat Ringan Aktivitas Ringan Aktivitas Sedang Aktivitas Berat Sumber : FAO/WHO/UNU (2001) Nilai PAL < 1,40 1,40- 1,69 1,70-1,99 2,00-2,40 Data status kebugaran contoh diukur dengan melakukan bleep test yang bertujuan mengukur fungsi jantung yang merupakan salah satu indikator 22 kebugaran seseorang.Bleep test atau tes lari multi tahap merupakan jenis tes kebugaran cardiovascular yang dilakukan dengan cara berlari secara bertahap dengan isntruksi dari kaset yang diputar dengan jarak lintasan lari sepanjang 20 meter. Setelah melakukan tes, dapat dicatat jumlah oksigen maksimum yang digunakan selama berlari sesuai dengan nomor tahapan dan nomor balikan (Nurhasan & Cholil 2007).Formulir catatan lari multi tahap dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini, sedangkan prediksi nilai penggunaan oksigen maksimum dengan tes lari multi tahap dapat dilihat pada Lampiran. Tabel 8 Formulir catatan lari multi tahap Nomor Tahap 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Nomor Balikan 1234567 12345678 12345678 123456789 123456789 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Untuk menentukan tingkat kebugaran jasmani, maka nilai VO2 max yang diperoleh dari bleep test tersebut kemudian dicocokan dengan kategori VO2 max pada hasil bleep test pada Tabel 9 di bawah ini Tabel 9 Kategori VO2 max pada hasil bleep test Jenis Kelamin Putra Putri Kategori VO2 maks Kurang sekali Kurang Cukup Baik Baik sekali Kurang sekali Kurang Cukup Baik < 25 25-33 34-42 43-52 > 53 <24 24-30 31-37 38-48 Baik sekali >49 Sumber: American of Heart Asociation 23 Data-data yang telah diolah kemudian dianalisis menggunakan Statistical Program for Social Science (SPSS) 16 for Windows.Analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Analisis deskriptif (persentase dan rata-rata) meliputi data karakteristik contoh, aktivitas fisik contoh, tingkat konsumsi zat gizi contoh, status gizi contoh, dan tingkat kebugaran jasmani contoh. 2) Uji bedat-test digunakan untuk menguji perbedaan karakteristik contoh, status gizi, konsumsi pangan, aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran contoh. 3) Uji bedaMann Whitney digunakan untuk menguji perbedaan kebiasaan makan dan kebiasaan minum contoh dengan tingkat kebugaran contoh. 4) Uji korelasi Pearson dan Spearman digunakan untuk melihat variabel hubungan, yaitu menganalisis hubungan usia, konsumsi, tingkat kecukupan zat gizi, aktivitas fisik, dan status gizi pada contoh dengan tingkat kebugaran. 5) Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kebugaran contoh dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda. Definisi Operasional Aktivitas fisik adalah kegiatan yang dilakukan seseorang mulai dari bangun sampai tidur kembali dan lamanya seseorang melakukan kegiatan fisik tersebut, seperti bersekolah, menonton tv, tidur, aktivitas ringan (duduk dan berdiri), aktivitas sedang (bersepeda dan jogging), dan aktivitas berat (bermain basket dan berenang) Antropometri adalah metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung yaitu tinggi badan, berat badan. Asupan zat giziadalah rata-rata konsumsi setiap jenis pangan per hari yang dinyatakan dalam satuan berat (gram) dan ukuran rumah tangga, yang diperoleh dari hasil recall 2 x 24 jam. Kebugaranadalah kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti baik fisik maupun mental. Contohadalah siswa kelas 4 dan 5 SDN 2 Pasanggrahan, Desa Pasanggrahan, Kecamatan Tegal Waru, Kabupaten Purwakarta. Karakterisitik contohadalah data-data contoh yang meliputi usia, jenis kelamin, uang saku, berat badan, dan tinggi badan. Status giziadalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) untuk digunakan (utilization) berbagai fungsi biologis.yang ditentukan melalui Indek Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dan dikelompokkan 24 menjadi 5 kategori: sangat kurus <-3SD, kurus -3 SD s/d <-2 SD, normal -2 SD s/d 1 SD, gemuk >1 SD s/d 2 SD, sangat gemuk > 2 SD. Tingkat kebugaran adalah keadaan seseorang yang melakukan aktivitas fisik tanpa merasakan kelelahan yang nilainya diperoleh berdasarkan tes keolahragaan. Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan konsumsi zat gizi actual terhadap angka kecukupan yang dianjurkan menurut umur berdasarkan WKNPG (2004) yang dinyatakan dalam persen. VO2 max adalah kapasitas maksimum tubuh seseorang untuk menyalurkan dan menggunakan oksigen selama melakukan tes lari multi tahap (bleep test). 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar (SD) Negeri Pasanggrahan 2 Kabupaten Purwakarta Kecamatan Tegalwaru.Pemilihan sampel sekolah ini dilakukan berdasarkan rujukan dari BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) Nurani Dunia dengan kriteria sekolah yang berhak mendapatkan zakat.Lokasi sekolah yang jauh dari lingkungan tempat tinggal dan keterbatasan akses transportasi juga menjadi salah satu alasan pemilihan sampel. Sekolah Dasar Negeri Pasanggrahan 2 berdiri dan mulai beroperasi sejak tahun 1974 terletak di Kampung Cilanggohar Desa Pasanggrahan Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat. Sekolah ini mendapatkan jenjang akreditas C. Kegiatan belajar mengajar (KBM) di SDN Pasanggrahan 2 berlangsung dari hari senin hingga jumat dengan jam belajar berkisar antara 4 hingga 6 jam. Kegiatan belajar mengajar untuk kelas 1 sampai kelas 3 pada hari Senin sampai Kamis dimulai pada pukul 07.15 sampai dengan pukul 11.00 WIB, sedangkan pada hari Jumat dimulai pukul 07.15 hingga pukul 10.00. Kegiatan belajar mengajar untuk kelas 4 sampai kelas 6 pada hari Senin sampai Kamis dimulai pada pukul 07.15 sampai dengan pukul 13.00 WIB. Pada hari Jumat kegiatan belajar mengajar dimulai pada pukul 07.15 sampai dengan pukul 10.30 WIB. Sumber daya manusia yang dimiliki oleh SDN Pasanggrahan 2 berjumlah sembilan orang, yang terdiri dari dua orang guru tetap dan tujuh orang tenaga pengajar tidak tetap. Fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah yaitu tujuh unit ruang kelas, satu unit ruang kantor, lapangan olahraga, satu unit kamar mandi, dan tempat mencuci tangan. Fasilitas yang terdapat di dalam kelas yaitu meja dan kursi yang disesuaikan dengan jumlah contoh tiap kelas, 1 buah meja dan kursi guru, 1 buah whiteboarddan papan tulis, 1 buah papan absensi contoh, 1 buah jam dinding, dan tempat sampah di depan ruang kelas. Sekolah ini mempunyai kegiatan ekstrakulikuler yaitu pramuka dan voley ball, Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Senin, Selasa, dan Sabtu seminggu sekali di luar jam pelajaran sekolah. 26 Karakteristik Contoh Pada penelitian ini, sampel berjumlah 53 contoh yang terdiri dari contoh kelas 4 sebanyak 27 contoh dan kelas 5 sebanyak 26 contoh. Gambaran umum contoh dalam penelitian ini, dapat dilihat dari sebaran jenis kelamin, umur, dan uang saku. Jenis Kelamin Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin, dari keseluruhan contoh proporsi antara laki-laki dan perempuan dari jumlah sampel sebesar 47%contoh berjenis kelamin perempuan dan sebagian besar contoh(53%) berjenis kelamin laki-laki. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini. Laki-laki Perempuan 47% 53% Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Usia Usia contoh pada penelitian ini berkisar antara 8-12 tahun. Umur 9 sampai 12 tahun contohmerupakan masa kelas akhir di SD. Pada masa ini contoh memiliki kemampuan konkrit operasional yang mampu untuk berpikir secara sistematik terhadap objek konkrit.Mereka juga sudah dapat mengambil kesimpulan dari suatu pertanyaan (Hurlock1997).Pada umur tersebut contoh memiliki pengetahuan gizi yang cukupsehingga diharapkan dapat memilih makanan yang tepat.Sebaran umur contoh dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini. 2% 8thn 21% 11% 34% 32% 9thn 10thn 11thn 12thn Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan usia 27 Secara keseluruhan rata-rata usia contoh adalah 10.2 ± 1.2 tahun dengan kisaran 8 – 12 tahun. Pada penelitian ini contoh yang berusia 10 tahun jumlahnya paling banyak (34%), sedangkan sisanya berusia 9 tahun (32%), 12 tahun (21%), 11 tahun (11%), dan usia 8 tahun (2%). Berikut merupakan Tabel 10 yang menyajikan sebaran contoh menurut jenis kelamin berdasarkan usia. Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan usia Usia Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total 8 tahun 9 tahun 10 tahun n 0 1 1 n 8 9 17 n 6 12 18 % 0.0 1,9 1.9 % 15.1 17.0 32.1 % 11.3 22.6 33.9 11 tahun n % 3 5.7 3 5.7 6 11.4 Total 12 tahun n 11 0 11 % 20.8 0.0 20.8 n 28 25 53 % 52.8 47.2 100.0 Sebagian besar contoh berusia 10 tahun (22.6%) adalah contoh perempuan sedangkan contoh berusia 12 tahun seluruhnya (20.8%) adalah contoh laki-laki. Contoh berusia 9 tahun paling banyak adalah contoh perempuan (17.0%), sedangkan pada contoh berusia 11 tahun jumlah laki-laki dan perempuannya sama besar (5.7%), dan untuk contoh usia 8 tahun hanya terdapat pada contoh perempuan (1.9%). Uang Saku Anak usia sekolah biasanya diberi uang saku oleh orang tuanya baik anak dari keluarga berpendapatan tinggi maupun keluarga berpendapatan rendah. Pada penelitian ini, rata-rata uang saku contoh adalah Rp 1839,62 ± 908.16dengan kisaran Rp 1.000 – 5.000. Secara keseluruhan terdapat 38% contoh yang mendapat uang saku Rp 1.000 dan 4% contoh yang mendapat uang saku Rp 1.500. Persentase uang saku contoh paling banyak adalah Rp 2000 (39%).Pada penelitian ini hampir semua contoh mengalokasikan uang saku mereka untuk keperluan jajan.Sebaran contoh berdasarkan uang saku disajikan dalam Gambar 4 berikut. 4% 6% 1000 9% 38% 1500 2000 2500 3000 39% 4% Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan uang saku 5000 28 Status Gizi Status gizi contoh dihitung menggunakan analisis z-score.WHO (World Health Organization) merekomendasikan penggunaan analisis z-scoreuntuk mengukur status gizi anak pada negara berkembang.Analisis z-score dapat dihitung secara akurat dengan menggunakan batas bawah dari data referensi(Gibson 2005). Perhitungan z-score dibantu dengan software anthroplus 2007 yang dikeluarkan WHO 2007.Indikator yang digunakan yaitu IMT (Indeks Massa Tubuh) dari hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan berdasarkan umur (IMT/U) untuk penentuan status gizi pada masa kini.Hal tersebut dikarenakan anak berusia diatas 10 tahun tidak hanya mengalami pertambahan berat badan tanpa lemak tetapi juga masa tubuh yang lainnya seperti lemak (WHO 2007). 11% 36% normal 53% kurus kurus sekali Gambar 5 Sebaran contoh berdasarkan status gizi Berdasarkan Gambar 5 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar contoh berstatus gizi normal sebesar 53.0% dengan rata-rata z-score IMT/U -1.83 ± 1.17, nilai minimum z-score -3.86 dan nilai maksimum 1.31. Pada sampel penelitian masih ditemui masalah gizi pada contoh yaitu kurus (36%), dan sangat kurus (11%). Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi status gizi menurut hasil Laporan Riskesdas 2010 di Jawa Barat, pada anak usia6-12 tahun prevalensi anakdengan status gizi sangat kurus yaitu sebanyak 3.5% dan 6.7% kurus. Menurut WHO (2007), permasalahan kesehatan masyarakat dapat dilihat berdasarkan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang dengan 4 kriteria yaitu rendah (<10%), sedang (10-19.9%), tinggi (20-29.9%) dan sangat tinggi (>30%).Permasalah kesehatan masyarakat berdasarkan status gizi kurus dan kurus sekali pada penelitian ini yaitu 36% dan 11% tergolong tinggi. Status gizi yang kurang optimal akan menimbulkan berbagai permasalahan pada anak, terutama anak usia sekolah.Anak usia sekolah dengan status gizi yang baik 29 dapat menunjang perkembangan dan pertumbuhannya dalam kegiatan belajar juga beraktifitas fisik secara optimal. Arisman (2004) juga mengemukakan, bahwa masyarakat yang keadaan gizinya baik adalah masyarakat yang terbebas dari masalah gizi.Masalah gizi tersebut, baik masalah gizi kurang dan gizi lebih.Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sebagian dari seluruh jumlah contoh mempunyai masalah gizi.Berikut adalah Tabel 11 sebaran contoh berdasarkan status gizinya. Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan status gizi Status Gizi Karakteristik Contoh Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total Total Kurus Sekali n % n % n % n % 3 3 6 5.7 5.7 11.3 14 5 19 26.4 9.4 35.8 11 17 28 20.8 32.1 52.8 28 25 53 52.8 47.2 100.0 0.711 0 2 2 0 2 6 0.0 3.8 3.8 0.0 3.8 11.3 0 7 8 2 2 19 0.0 13.2 15.1 3.8 3.8 35.8 1 8 8 4 7 28 1.9 15.1 15.1 7.5 13.2 52.8 1 17 18 6 11 53 1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0 0.938 2 0 3 1 0 0 6 3.8 0.0 5.7 1.9 0.0 0.0 11.3 8 1 8 1 0 1 19 15.1 1.9 15.1 1.9 0.0 1.9 35.8 10 1 10 1 5 1 28 18.9 1.9 18.9 1.9 9.4 1.9 52.8 20 2 21 3 5 2 53 37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0 0.617 Kurus Normal P Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak ada berbedaan yang nyata antara status gizi laki-laki dan perempuan (p>0.05). Pada penelitian sebelumnya, kecenderungan bahwa laki-laki memiliki peluang lebih besar untuk mengalami kurang gizi (underweight) dibandingkan perempuan terlihat pada penelitian, Soekirman et al. (2002)dan Kustiyahet al. (2006).Hasil penelitian Soekirman et al. (2002) di wilayah Jakarta Barat dan Bogor memperlihatkan bahwa 15,0% anak laki-laki dan 8,3% anak perempuan mengalami underweight.Pada penelitian Kustiyah (2005) yang melibatkan 184 siswa SD di Bogor, prevalensi underweight pada contoh perempuan (25,4%) lebih rendah daripada laki-laki (31,7%). Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa umur siswa 9-10 tahun sebagian besar siswa (15.1%)dengan status gizi normal, dan sebesar 15.1% siswa yang berumur 10 tahun dengan status gizi kurus. Hasil uji beda 30 menyatakan tidak ada perbedaan yang nyata usia contoh antara kelompok status gizi kurus dan status gizi normal (p>0.05). Sebagian besar (5.7%) pada kelompok status gizi kurus sekali mempunyai uang saku sebesar Rp 2000 dan sebesar 18.9% pada kelompok status gizi normal mempunyai uang saku sebesar Rp 1000 dan Rp 1500. Hasil uji beda menyatakan bahwa tidak ada perbedaan besar uang saku antara kelompok status gizi kurus dan status gizi normal (p>0.05). Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan harian,mingguan atau bulanan (Napitu 1994).Besar uang saku anak merupakan salah satu indikator sosial ekonomi keluarga.Semakin besar uang saku, maka semakin besar peluang anak untuk membeli makanan jajanan baik di kantin maupun diluar sekolah (Andarwulan et al2008). Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Tingkat Kecukupan Energi Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik.Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah & Tambunan 2004). Asupan energi contoh diperoleh melalui metode recall 2x24 jam yaitu pada saat hari sekolah dan hari libur. Tujuan dari penggunaan metode recall 2x24 jam agar dapat menghasilkan gambaran mengenai asupan zat gizi contoh yang lebih optimal. Asupan energi contoh rata-rata adalah 1077 kkal dengan kisaran 715 – 1592 kkal.Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi yang disajikan dalam Gambar 6. 41,5 26,4 Laki-Laki 11,3 defisit berat 5,7 defisit sedang 0,0 7,5 defisit ringan 0,0 7,5 Perempuan normal Gambar 6 Sebaran tingkat kecukupan energi menurut jenis kelamin contoh (%) 31 Tingkat kecukupan energi rata-rata contoh keseluruhan termasuk dalam kategori defisit tingkat berat (67.9%).Sebagian besar contoh berjenis kelamin laki-laki memiliki tingkat kecukupan energi tergolong defisit berat (41.5%) dan defisit sedang (11.3%).Rata-rata sampel perempuan (7.5%) memiliki tingkat kecukupan energi tergolong defisit ringan dan normal. Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara contoh yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan berdasarkan tingkat kecukupan energinya. Berikut Tabel 12 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi Karakteristik Contoh Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total Defisit Berat n % Tingkat Kecukupan Energi Defisit Defisit Normal Sedang Ringan n % n % n % Total n % P 1 15 9 4 7 36 1.9 28.3 17.0 7.5 13.2 67.9 0 0 4 1 4 9 0.0 0.0 7.5 1.9 7.5 17.0 0 1 3 0 0 4 0.0 1.9 5.7 0.0 0.0 7.5 0 1 2 1 0 4 0.0 1.9 3.8 1.9 0.0 7.5 1 17 18 6 11 53 1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0 0.211 12 2 15 2 3 2 36 22.6 3.8 28.3 3.8 5.7 3.8 67.9 2 0 4 1 2 0 9 3.8 0.0 7.5 1.9 3.8 0.0 17.0 2 0 2 0 0 0 4 3.8 0.0 3.8 0.0 0.0 0.0 7.5 4 0 0 0 0 0 4 7.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 7.5 20 2 21 3 5 2 53 37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0 0.588 Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa 1.9% contoh berusia 9 tahun memiliki tingkat kecukupan energi yang tergolong defisit ringan, sedangkan sebagian besar (3.8%) contoh yang berusia 10 tahun tingkat kecukupan energinya tergolong normal. Berdasarkan uji beda tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara usia contoh dengan tingkat kecukupan energinya. Contoh yang memiliki uang saku sebesar Rp 1.000 memiliki tingkat kecukupan energi yang tergolong normal (7.5%). Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara uang saku contoh dengan tingkat kecukupan energi contoh. Uang saku dapat menjadi indikator sosial ekonomi contoh untuk memenuhi konsumsi energi harian contoh. Konsumsi tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan energi contoh. Hasil penelitian yang menunjukkan sedikitnya contoh memiliki tingkat kecukupan energi tergolong normal sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jumirah 32 (2008) pada anak SD di Medan yang menunjukkan tingkat kecukupan energi kurang dan defisit sebanyak 43.3%. Tingkat Kecukupan Protein Menurut Almatsier (2004), protein berfungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, mengangkat zat-zat gizi, dan pembentukan antibodi. Gambar 7 merupakan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein. 18,9 15,1 9,4 5,7 1,9 defisit berat 15,1 13,2 defisit sedang 13,2 7,5 Laki-Laki Perempuan 0,0 defisit ringan normal lebih Gambar 7 Sebaran tingkat kecukupan protein menurut jenis kelamin contoh (%) Secara keseluruhan rata-rata asupan protein contoh adalah 47.0 g dengan kisaran 18.2 – 251.2 g. Sebanyak 34% contoh memililki tingkat kecukupan protein tergolong defisit berat, 7.5% contoh tergolong defisit sedang, 9.4% defisit ringan, dan 20.8% tergolong normal, sedangkan sisanya tergolong lebih (28.3%). Rata-rata tingkat kecukupan protein contoh keseluruhan adalah 132.1%.Pada penelitian ini, contoh yang berjenis kelamin laki-laki rata-rata memiliki tingkat kecukupan protein yang tergolong normal (13.2%) dan defisit sedang (5.7%).Contoh yang berjenis kelamin perempuan menunjukkan tingkat kecukupan protein yang tergolong defisit ringan (9.4%). Hasil penelitian tersebut berbanding terbalik dengan hasil penelitian Jumirah et al (2008), mengenai status gizi, tingkat kecukupan energi, dan protein anak sekolah di Medan yang menunjukkan anak berjenis kelamin laki-laki memiliki tingkat kecukupan protein yang tergolong kurang dan defisit dibandingkan dengan contoh perempuan. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara contoh berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan kategori tingkat kecukupan protein. Berikut Tabel 13 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein. 33 Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein Karakteristik Contoh Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total Defisit Berat n % Tingkat Kecukupan Protein Defisit Defisit Normal Sedang Ringan n % n % n % n % n % 0 6 5 2 5 18 0.0 11.3 9.4 3.8 9.4 34.0 0 1 3 0 0 4 0.0 1.9 5.7 0.0 0.0 7.5 0 1 2 2 0 5 0.0 1.9 3.8 3.8 0.0 9.4 0 6 3 1 1 11 0.0 11.3 5.7 1.9 1.9 20.8 1 3 5 1 5 15 1.9 5.7 9.4 1.9 9.4 28.3 1 17 18 6 11 53 1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0 0.167 6 1 7 0 3 1 18 11.3 1.9 13.2 0.0 5.7 1.9 34.0 2 0 2 0 0 0 4 3.8 0.0 3.8 0.0 0.0 0.0 7.5 2 0 3 0 0 0 5 3.8 0.0 5.7 0.0 0.0 0.0 9.4 4 1 3 1 1 1 11 7.5 1.9 5.7 1.9 1.9 1.9 20.8 6 0 6 2 1 0 15 11.3 0.0 11.3 3.8 1.9 0.0 28.3 20 2 21 3 5 2 53 37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0 0.602 Total Lebih P Contoh yang memiliki tingkat kecukupan protein tergolong normal paling banyak dimiliki oleh contoh yang berusia 9 tahun (11.3%). Sedangkan contoh dengan tingkat kecukupan protein yang tergolong lebih paling banyak terdapat pada usia 10 tahun (9.4%) dan 12 tahun (9.4%). Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara usia contoh dengan tingkat kecukupan proteinnya. Berdasarkan tabel di atas contoh yang memiliki uang saku Rp 1.000 memiliki tingkat kecukupan protein yang tergolong normal (7.5%) dan lebih (11.3%). Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara besar uang saku contoh dengan tingkat kecukupan protein contoh. Tingkat Kecukupan Vitamin A Vitamin A yang berperan dalam proses penglihatan juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung(Almatsier 2004).Daging, unggas, ikan dan telur mengandung vitamin A dalam jumlah yang lumayan.Sedangkan bahan-bahan nabati seperti buah-buahan (orange), seperti sayuran berdaun hijau, akar dan umbi-umbian (seperti wortel dan ubi jalar merah) serta minyak sawit merah mengandung vitamin A dalam bentuk prekursor atau karotenoid provitamin A (Muhilal & Sulaeman 2004). Pada penelitian ini contoh yang memiliki tingkat kecukupan vitamin A tergolong cukup sebanyak 98.1%, sedangkan sisanya (1.9%) memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang kurang. Rata-rata tingkat kecukupan vitamin A contoh secara keseluruhan adalah 210.5% dengan kisaran 76.9% – 447.5%.Rata-rata asupan vitamin A contoh secara keseluruhan adalah 981.5 RE dengan kisaran 34 384.7 – 2237.5 RE.Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A yang disajikan dalam Gambar 8. 52,8 45,3 Laki-Laki Perempuan 1,9 0,0 kurang cukup Gambar 8 Sebaran tingkat kecukupan vitamin A menurut jenis kelamin contoh (%) Pada penelitian ini, hanya terdapat satu orang contoh berjenis kelamin perempuan yang memiliki tingkat kecukupan vitamin A tergolong kurang. Seluruh contoh yang berjenis kelamin laki-laki (52.8%) memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang tergolong cukup dan hanya 1.9% contoh berjenis kelamin perempuan yang memiliki tingkat kecukupan vitamin A tergolong kurang. Berikut Tabel 14 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A Karakteristik Contoh Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total Tingkat Kecukupan Vitamin A Kurang Cukup Total n % n % n % P 0 0 1 0 0 1 0.0 0.0 1.9 0.0 0.0 1.9 1 17 17 6 11 52 1.9 32.1 32.1 11.3 20.8 98.1 1 17 18 6 11 53 1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0 0.315 0 0 1 0 0 0 1 0.0 0.0 1.9 0.0 0.0 0.0 1.9 20 2 20 3 5 2 52 37.7 3.8 37.7 5.7 9.4 3.8 98.1 20 2 21 3 5 2 53 37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0 0.861 Contoh dengan usia 9 dan 10tahun memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang tergolong cukup (32.1%) dan hanya 1 orang contoh (1.9%) yang berusia 10 tahun dengan tingkat kecukupan vitamin A tergolong kurang. Berdasarkan besar uang saku contoh, sebanyak 37.7% contoh dengan uang saku sebesar Rp 1.000 dan Rp 2.000 memiliki tingkat kecukupan vitamin A tergolong cukup. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara jenis kelamin dengan tingkat kecukupan vitamin A, usia contoh dengan tingkat kecukupan vitamin A, dan besar uang saku contoh dengan tingkat kecukupan vitamin A. 35 Tingkat Kecukupan Vitamin B1 Nama lain vitamin B1 adalah tiamin. Tiamin merupakan koenzim yang penting pada metabolisme energi dari karbohidrat (Almatsier 2004).Tiamin terdapat pada seluruh jaringan tubuh, tapi tidak terdapat cadangan tiamin, sehingga asupan sehari-hari sangat penting untuk mencukupi kebutuhan tubuh.Jumlah tiamin yang dianjurkan dalam kebutuhan harus berdasarkan pada jumlah karbohidrat dalam makanan (Setiawan & Rahayuningsih 2004).Gambar 9 merupakan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1. 50,9 43,4 Laki-Laki Perempuan 3,8 1,9 kurang cukup Gambar 9 Sebaran tingkat kecukupan vitamin B1 menurut jenis kelamin contoh (%) Sebanyak 94.3% contoh memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 tergolong kurang dan hanya 5.7% contoh yang tergolong cukup.Rata-rata konsumsi vitamin B1 contoh secara keseluruhan adalah 64.4%.Sebagian besar contoh (50.9%) berjenis kelamin laki-laki memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 yang tergolong kurang.Sedangkan sebanyak 3.8% contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 tergolong cukup.Berikut Tabel 15 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1 Karakteristik Contoh Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total Tingkat Kecukupan Vitamin B1 Kurang Cukup Total n % n % n % P 1 16 16 6 11 50 1.9 30.2 30.2 11.3 20.8 94.3 0 1 2 0 0 3 0.0 1.9 3.8 0.0 0.0 5.7 1 17 18 6 11 53 1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0 0.686 20 2 18 3 5 2 50 37.7 3.8 34.0 5.7 9.4 3.8 94.3 0 0 3 0 0 0 3 0.0 0.0 5.7 0.0 0.0 0.0 5.7 20 2 21 3 5 2 53 37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0 0.063 Berdasarkan tabel di atas, seluruh contoh yang berusia 8, 11, dan 12 tahun memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 yang tergolong kurang (1.9%, 36 11.3%, dan 20.8%). Sebanyak 3.8% contoh yang berusia 10 tahun memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 tergolong cukup.Contoh dengan uang saku Rp 2.000 memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 yang tergolong cukup sebanyak 5.7%. Berdasarkan hasil uji beda tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara usia contoh dengan tingkat kecukupan vitamin B1. Sedangkan terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) antara jenis kelamin contoh dengan tingkat kecukupan vitamin B1 dan besar uang saku contoh dengan tingkat kecukupan vitamin B1.Uang saku merupakan bagian dari pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan pada anak untuk jangka waktu tertentu seperti keperluan harian,mingguan atau bulanan (Napitu 1994).Semakin besar uang saku maka semakin besar peluan contoh untuk meningkatkan konsumsi pangannya. Tingkat Kecukupan Vitamin C Vitamin C dikenal sebagai senyawa utama tubuh yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting, mulai dari pembuatan kolagen, pegangkut lemak, pengangkut elektron dari berbagai reaksi enzimatik, pemacu gusi yang sehat, pengatur tingkat kolesterol, serta pemacu imunitas. Sumber terbesar vitamin C adalah buah-buahan yang masih segar maupun yang sudah berupa minuman sari buah (Khomsan 2002). Gambar 10 merupakan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C. 41,5 41,5 Laki-Laki 11,3 kurang 5,7 Perempuan cukup Gambar 10 Sebaran tingkat kecukupan vitamin C menurut jenis kelamin contoh (%) Rata-rata asupan vitamin C contoh secara keseluruhan adalah 25.8 mg dengan kisaran 0.0 mg – 145.2 mg. Pada penelitian ini hanya terdapat 17% contoh yang memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong cukup, sisanya sebanyak 83% contoh memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong kurang. Terdapat 41.5 % contoh laki-laki dan 41.5% contoh perempuan yang memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong kurang.Contoh berjenis kelamin laki-laki yang memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong cukup adalah 11.3% lebih 37 banyak dibandingkan contoh perempuan.Berikut Tabel 16 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C Karakteristik Contoh Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total Tingkat Kecukupan Vitamin C Kurang Cukup Total n % n % n % P 1 16 14 5 8 44 1.9 30.2 26.4 9.4 15.1 83.0 0 1 4 1 3 9 0.0 1.9 7.5 1.9 5.7 17.0 1 17 18 6 11 53 1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0 0.024 19 2 16 1 4 2 44 35.8 3.8 30.2 1.9 7.5 3.8 83.0 1 0 5 2 1 0 9 1.9 0.0 9.4 3.8 1.9 0.0 17.0 20 2 21 3 5 2 53 37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0 0.144 Berdasarkan Tabel 16, contoh dengan usia 8 tahun memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong kurang. Sedangkan contoh yang berusia 10 dan 12 tahun memiliki tingkat kecukupan vitamin C yang tergolong cukup (7.5% dan 5.7%).Sebagian besar (39.6%) contoh dengan uang saku sebesar Rp 2.000 memiliki tingkat kecukupan vitamin C yang tergolong cukup. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara jenis kelamin contoh dengan tingkat kecukupan vitamin C. Contoh berjenis kelamin laki-laki lebih banyak mengkonsumsi pangan sumber vitamin C dibandingkan contoh perempuan, sehingga tingkat kecukupannya tercukupi. Berdasarkan hasil uji beda ada perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara usia contoh dengan tingkat kecukupan vitamin C. Sedangkan hasil uji beda menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara besar uang saku contoh dengan tingkat kecukupan vitamin C contoh. Tingkat Kecukupan Zat Besi Zat Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3 – 5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh: sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2004). Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi yang disajikan dalam Gambar 11. 38 35,8 34,0 17,0 kurang Laki-Laki 13,2 Perempuan cukup Gambar 11 Sebaran tingkat kecukupan zat besi menurut jenis kelamin contoh (%) Secara keseluruhan terdapat 30.2% contoh yang memiliki tingkat kecukupan zat besi tergolong cukup sedangkan sisanya (69.8%) memiliki tingkat kecukupan zat besi tergolong kurang.Rata-rata tingkat kecukupan zat besi contoh adalah 99.6% dengan kisaran.Pada penelitian ini terdapat 17.0% contoh berjenis kelamin laki-laki yang memiliki tingkat kecukupan zat besi yang tergolong cukup.Berikut Tabel 17 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan zat besi Karakteristik Contoh Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total Tingkat Kecukupan Zat Besi Kurang Cukup Total n % n % n % P 0 8 17 5 7 37 0.0 15.1 32.1 9.4 13.2 69.8 1 9 1 1 4 16 1.9 17.0 1.9 1.9 7.5 30.2 1 17 18 6 11 53 1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0 0.350 14 2 16 1 3 1 37 26.4 3.8 30.2 1.9 5.7 1.9 69.8 6 0 5 2 2 1 16 11.3 0.0 9.4 3.8 3.8 1.9 30.2 20 2 21 3 5 2 53 37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0 0.459 Berdasarkan usia contoh, sebagian besar (17.0%) contoh yang berusia 9 tahun memiliki tingkat kecukupan zat besi yang tergolong cukup. Contoh dengan uang saku Rp 1.500 memiliki tingkat kecukupan zat besi yang tergolong kurang (3.8%). Sedangkan contoh dengan uang saku Rp 1.000 memiliki tingkat kecukupan zat besi tergolong cukup (11.3%).Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) antara usia dan uang saku contoh dengan tingkat kecukupan zat besi. Berdasarkan hasil uji beda ada perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara jenis kelamin contoh dengan tingkat kecukupan zat besinya. 39 Tingkat Kecukupan Kalsium Hampir seluruh kalsium di dalam tubuh ada dalam tulang yang berperan sentral dalam struktur dan kekuatan tulang dan gigi.Hanya sedikit sekali (1%) berada dalam jaringan lunak, cairan ekstra sel dan plasma yang diperlukan dalam banyak peran metabolisme dan pengaturan.Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan kalsium yang disajikan dalam Gambar 12. 49,1 45,3 Laki-Laki Perempuan 3,8 kurang 1,9 cukup Gambar 12 Sebaran tingkat kecukupan kalsium menurut jenis kelamin contoh (%) Pada penelitian ini contoh yang memiliki tingkat kecukupan kalsium tergolong cukup hanya sebesar 5.7% dan sisanya (94.3%) tergolong kurang.Rata-rata tingkat kecukupan kalsium contoh adalah 33.7% dengan kisaran 6.7% - 99.4%.Sebanyak 3.8% contoh berjenis kelamin laki-laki dan 1.9% contoh perempuan memiliki tingkat kecukupan kalsium yang tergolong cukup.Berikut Tabel 18 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan kalsium. Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan kalsium Karakteristik Contoh Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total Tingkat Kecukupan Kalsium Kurang Cukup Total n % n % n % P 0 17 17 5 11 50 0.0 32.1 32.1 9.4 20.8 94.3 1 0 1 1 0 3 1.9 0.0 1.9 1.9 0.0 5.7 1 17 18 6 11 53 1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0 0.144 18 2 21 3 4 2 50 34.0 3.8 39.6 5.7 7.5 3.8 94.3 2 0 0 0 1 0 3 3.8 0.0 0.0 0.0 1.9 0.0 5.7 20 2 21 3 5 2 53 37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0 0.506 Berdasarkan Tabel 18, 32.1% contoh berusia 9 tahun dan 10 tahun yang memiliki tingkat kecukupan kalsium tergolong kurang. Sedangkan contoh berusia 8, 10, dan 11 tahun memiliki tingkat kecukupan kalsium yang tergolong cukup sebesar 1.9%. Dilihat dari besar uang saku contoh, terdapat 3.8% contoh dengan 40 uang saku Rp 1.000 yang memiliki tingkat kecukupan kalsium tergolong cukup. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin, usia, dan uang saku contoh dengan tingkat kecukupan kalsiumnya. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya.Aktivitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk metabolisme basal.Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung pada beberapa banyak otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier 2004). Dalam penelitian ini besarnya aktivitas fisik yang dilakukan contoh selama 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. Rata-rata skor PAL keseluruhan contoh adalah 1.48 dengan kisaran 1.29 – 2.07.Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik menurut PAL disajikan pada Gambar 13 berikut. 32,1 24,5 15,1 18,9 sangat ringan Laki-Laki ringan Perempuan 3,8 3,8 1,9 0,0 sedang berat Gambar 13 Sebaran aktivitas fisik menurut jenis kelamin contoh (%) Sebanyak 34.0% contoh pada penelitian ini memiliki tingkat aktivitas fisik sangat ringan, 56.6% contoh dengan tingkat aktivitas ringan, 7.5% contoh memiliki tingkat aktivitas sedang, dan hanya 1.9% contoh dengan tingkat aktvitas berat.Terdapat 18.9% contoh perempuan memiliki tingkat aktivitas fisik sangat ringan.Sebanyak 3.8% contoh berjenis kelamin laki-laki dan perempuan yang memiliki aktivitas fisik tergolong sedang.Terdapat 1.9% contoh laki-laki yang memiliki tingkat aktivitas fisik berat. Contoh yang berusia 12 tahun memiliki tingkat aktivitas fisik yang tergolong berat sebanyak 1.9%.Sedangkan sebanyak 3.8% contoh berusia 11 tahun memiliki tingkat aktivitas fisik yang tergolong sedang. Terdapat 1.9% contoh dengan uang saku Rp 1.000 yang memiliki tingkat aktivitas fisik berat dan 3.8% contoh dengan uang saku Rp 2.000 memiliki tingkat aktivitas fisik sedang. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan (p>0.05) yang signifikan antara jenis kelamin, usia, dan uang saku contoh dengan tingkat aktivitas 41 fisiknya. Berikut Tabel 19 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisiknya. Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik Tingkat Aktivitas Fisik Karakteristik Contoh Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Uang Saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total Total Sangat Ringan n % Ringan Sedang n % n % n % n % 0 6 9 1 2 18 0.0 11.3 17.0 1.9 3.8 34.0 1 10 9 3 7 30 1.9 18.9 17.0 5.7 13.2 56.6 0 1 0 2 1 4 0.0 1.9 0.0 3.8 1.9 7.5 0 0 0 0 1 1 0.0 0.0 0.0 0.0 1.9 1.9 1 17 18 6 11 53 1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0 0.174 11 1 5 0 0 1 18 20.8 1.9 9.4 0.0 0.0 1.9 34.0 7 1 14 2 5 1 30 13.2 1.9 26.4 5.7 9.4 1.9 56.6 1 0 2 1 0 0 4 1.9 0.0 3.8 1.9 0.0 0.0 7.5 1 0 0 0 0 0 1 1.9 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.9 20 2 21 3 5 2 53 37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0 0.330 Berat P Aktivitas umum yang dilakukan contoh adalah tidur, berpakaian, mandi, istirahat/berbaring, makan, duduk, beribadah, dan berolahraga.Alokasi waktu terbesar yang dilakukan contoh pada kelompok aktivitas umum, yaitu tidur dengan alokasi waktu sebanyak 8.80 jam/hari. Puspitorini (2009) menyebutkan rata-rata individu membutuhkan tidur minimal delapan jam sehari. Menurut sebuah laporan dari Dayton Veterans Administration Hospital di Ohio, mengurangi tidur 1.5 jam saja dalam semalam dapat mengurangi kewaspadaan pada siang hari sampai 33%. Alokasi waktu terbesar untuk kegiatan transportasi adalah berjalan kaki dan bersepeda. Sedangkan alokasi waktu terkecil adalah berangkat sekolah naik motor maupun angkutan umum. Rata-rata alokasi waktu untuk berjalan kaki adalah sebesar 0.72 jam/hari dengan nilai PAL sebanyak 0.1 atau 5.7% dari total rata-rata nilai PAL contoh. Kegiatan rumah tangga yang dilakukan contoh meliputi menyetrika, menyapu, mengepel, dan mengasuh adek.Alokasi waktu terbesar untuk kegiatan rumah tangga adalah menyapu dan membersihkan rumah sebesar 0.5 jam/hari dan nilai PAL 0.05.Nilai PAL (Physical Activity Ratio) untuk tidur adalah sebesar 0.37 atau 21.7% dari total rata-rata nilai PAL contoh.Jenis aktivitas fisik, alokasi waktu, serta rata-rata nilai PAL contoh dapat dilihat pada Tabel 20 di bawah ini. 42 Tabel 20 Jenis aktivitas fisik, alokasi waktu, dan rata-rata nilai PAL contoh No Aktivitas PAR Alokasi waktu (jam/hari) PAL Aktivitas Umum 1 Tidur 1.00 8.80 0.37 2 Berpakaian 2.30 0.28 0.03 3 Mandi 2.30 0.28 0.03 4 Istirahat. Berbaring 1.20 0.10 0.01 5 Makan 1.40 0.62 0.04 6 Duduk 1.20 0.62 0.03 7 Beribadah 1.40 0.72 0.04 8 Olahraga (aerobik, sepakbola, berenang) 7.55 0.90 0.28 Kegiatan Transportasi 8 Berjalan kaki 3.20 0.72 0.10 9 Bersepeda 3.60 0.40 0.06 10 Berangkat sekolah naik motor 1.50 0.00 0.00 11 Berangkat sekolah naik bus/angkot 1.20 0.00 0.00 Kegiatan Rumah tangga 12 Memasak 2.10 0.00 0.00 13 Mencuci piring 1.70 0.00 0.00 14 Mencuci pakaian 2.80 0.00 0.00 15 Menyetrika 1.70 0.06 0.00 16 Menyapu dan membersihkan rumah 2.30 0.50 0.05 17 Mengepel 4.40 0.01 0.00 18 19 20 Menjaga adik Memandikan adik Kegiatan rumah tangga laiinya 2.50 3.50 2.80 0.49 21 Belanja di pasar 4.60 0.00 0.00 0.05 0.00 0.00 3.70 0.03 0.00 23 Menjemur Padi Kategori Pekerjaan 5.10 0.00 0.00 24 Mengikuti pengajian/ Membaca/Belajar 1.50 5.70 0.36 25 26 Mengemas Menjahit 2.20 2.50 0.00 0.00 0.00 0.00 1.64 1.43 2.86 0.16 0.20 0.01 0.75 0.04 24.00 1.69 0.00 0.00 Aktivitas Pertanian 22 Menyiangi Sawah/Berkebun Kegiatan Rekreasi 27 28 Menonton TV Mendengarkan music 29 Mengobrol/Bercerita dengan teman Jumlah 1.40 Kegiatan pekerjaan utama contoh adalah belajar di sekolah dan mengaji, namun sebagian waktu contoh juga dialokasikan untuk melakukan aktivitas pertanian.Aktivitas pertanian yang dilakukan contoh adalah menyiangi sawah dengan alokasi waktu 0.03 jam/hari dan nilai PAL 0.00.Sedangkan kegiatan 43 contoh seperti belajar, membaca, dan mengikuti pengajian membutuhkan alokasi waktu sebesar 5.7 jam/hari.Nilai PAL dari kegiatan tersebut adalah 0.36 atau 21.1% dari total rata-rata nilai PAL contoh.Kegiatan rekreasi yang paling banyak dilakukan contoh adalah menonton televisi dengan alokasi waktu 2.86 jam/hari dan nilai PAL 0.20. Kebugaran Kebugaran merupakan kemampuan tubuh untuk melaksanakan suatu kegiatan dengan menggunakan kekuatan, daya kreasi, dan daya tahan dengan efisien dalam waktu yang relatif lama tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti, serta cadangan energi yang tersisa masih mampu untuk menikmati waktu luang dan menghadapi hal-hal yang tidak terduga (Satya 2008). Kebugaran jasmani terdiri dari komponen-komponen yang dikelompokkan menjadi kelompok yang berhubungan dengan kesehatan (health related fitness) dan kelompok yang berhubungan dengan keterampilan (skill related fitness). Kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan meliputi daya tahan jantung paru atau kebugaran cardiovascular, kekuatan dan daya tahan otot, komposisi tubuh dan kelenturan (fleksibilitas).Sedangkan kebugaran yang berkaitan dengan keterampilan meliputi komponen kecepatan, kecepatan reaksi, daya ledak (power),kelincahan, keseimbangan,ketepatan, koordinasi dan daya tahan(Suntoda 2007). Dalam penelitian ini kebugaran jasmani contoh diukur dengan menggunakan tes lari multi tahap (bleep test). Dari tes lari multi tahap tersebut akan diperoleh skor kebugaran yang kemudian akan dikategorikan menjadi tingkat kebugaran jasmani berdasarkan nilai VO2 max (Nurhasan & Cholil 2007). Sebagian besar contoh (69.8%) berada pada tingkat kebugaran kurang, sedangkan sisanya sebanyak 22.6% dan 7.5% contoh berada pada tingkat kebugaran cukup dan kurang sekali. Dalam penelitian ini tidak terdapat contoh yang memiliki tingkat kebugaran baik maupun baik sekali. Secara keseluruhan rata-rata nilai VO2 max sebagai indikator skor kebugaran contoh adalah 28.4 dengan kisaran antara 21.8 – 40.2 berdasarkan hasil tes lari multi tahap (bleep test). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kebugaran disajikan dalam Gambar 14 berikut. 44 32,1 37,7 20,8 Laki-Laki Perempuan 7,5 1,9 0,0 kurang sekali kurang cukup Gambar 14 Sebaran tingkat kebugaran menurut jenis kelamin contoh (%) Pada penelitian ini berdasarkan hasil tes lari multi tahap (bleep test), skor kebugaran contoh perempuan berkisar antara 21.8 – 34.6 dengan rata-rata 25.7.Sedangkan skor kebugaran contoh laki-laki berkisar antara 25.0 – 40.2 dengan rata-rata 30.8.Rata-rata skor kebugaran contoh laki-laki lebih tinggi dibandingkan contoh perempuan.Terdapat contoh laki-laki sebanyak 0.0% dan 7.5% contoh perempuan yang memiliki tingkat kebugaran jasmani kurang sekali.Pada tingkat kebugaran jasmani tergolong kurang, terdapat contoh laki-laki sebanyak 32.1% dan 37.7% contoh perempuan.Sedangkan pada tingkat kebugaran jasmani tergolong cukup, terdapat contoh laki-laki sebanyak 20.8% dan 1.9% contoh perempuan. Berdasarkan hasil uji bedat-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kebugaran antara contoh laki-laki dan perempuan (p<0.05). Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang adalah jenis kelamin.Sampai pubertas biasanya kebugaran jasmani anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Anak laki-laki biasanya mempunyai nilai kebugaran yang jauh lebih besar setelah pubertas (Kesehatan Komunitas 2002). Contoh yang berusia 8 tahun memiliki rata-rata kebugaran 25.0, sedangkan contoh berusia 9 tahun memiliki rata-rata skor kebugaran 28.4 dengan kisaran 22.1 – 36.7. Contoh berusia 10 tahun memiliki rata-rata skor kebugaran 26.1 dengan kisaran 21.8 – 33.2.Contoh yang berusia 11 tahun memiliki rata-rata skor kebugaran 29.7 dengan kisaran 24.3 – 40.2.Sedangkan contoh berusia 12 tahun memiliki rata-rata skor kebugaran 31.6 dengan kisaran 26.2 – 38.5. Sebaran usiacontoh berdasarkan tingkat kebugarannya disajikan dalam Tabel 21. 45 Tabel 21 Sebaran usiacontoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kebugaran Usia 8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun Total Kurang Sekali n % 0 0.0 3 5.7 1 1.9 0 0.0 0 0.0 4 7.5 Kurang n 1 10 16 4 6 37 % 1.9 18.9 30.2 7.5 11.3 69.8 Total Cukup n 0 4 1 2 5 12 % 0.0 7.5 1.9 3.8 9.4 22.6 n 1 17 18 6 11 53 P % 1.9 32.1 34.0 11.3 20.8 100.0 0.358 0.015 Pada Tabel 21, terdapat 5.7% contoh berusia 9 tahun dan 1.9% contoh usia 10 tahun memiliki tingkat kebugaran kurang sekali. Pada tingkat kebugaran kurang, paling banyak adalah contoh berusia 10 tahun (30.2%), kemudian diikuti contoh berusia 9 tahun (18.9%), contoh berusia 12 tahun (11.3%), contoh berusia 11 tahun (7.5%), dan usia 8 tahun (1.9%). Pada tingkat kebugaran jasmani cukup, paling banyak adalah contoh berusia 12 tahun (9.4%), kemudian diikuti contoh berusia 9 tahun (7.5%), contoh berusia 11 tahun (3.8%), dan 10 tahun (1.9%). Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan pada usia contoh dengan tingkat kebugarannya. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearmanmenunjukkan bahwa terdapat hubungan antara usia contoh dengan tingkat kebugaran (p < 0.05) dan nilai koefisien korelasi adalah 0.336. Rata-rata usia contoh dengan tingkat kebugaran cukup adalah 10.7 tahun dengan kisaran 9 – 12 tahun. Rata-rata usia contoh yang memiliki tingkat kebugaran kurang sekali dan kurang adalah 10.2 tahun dengan kisaran 8 – 12 tahun. Usia sangat berpengaruh terhadap kebugaran jasmani. Kebugaran jasmani anak-anak meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25 – 30 tahun. Kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8 – 1% per tahun, tetapi bila rajin berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya (Kesehatan Komunitas 2002). Pada tingkat kebugaran kurang sekali terdapat 3.8% contoh yang mendapat uang saku Rp 2.000. Pada tingkat kebugaran kurang terdapat 30.2% contoh yang mendapat uang saku Rp 1.000 dan 24.5% contoh yang mendapat uang saku Rp 2.000. Pada tingkat kebugaran cukup terdapat 11.3% contoh yang mendapat uang saku Rp 2.000.Berdasarkan hasil uji bedat-test tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) uang saku contoh antara contoh berstatus bugar dan contoh berstatus tidak bugar.Sebaran uang saku contoh berdasarkan tingkat kebugarannya disajikan dalam Tabel 22. 46 Tabel 22 Sebaran uang saku contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kebugaran Uang saku 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 5.000 Total Kurang Sekali n % 1 1.9 0 0.0 2 3.8 0 0.0 0 0.0 1 1.9 4 7.5 Kurang n 16 0 13 2 5 1 37 % 30.2 0.0 24.5 3.8 9.4 1.9 69.8 Total Cukup n 3 2 6 1 0 0 12 % 5.7 3.8 11.3 1.9 0.0 0.0 22.6 n 20 2 21 3 5 2 53 % 37.7 3.8 39.6 5.7 9.4 3.8 100.0 P 0.810 Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan individu atau kelompok dengan tujuan tertentu.Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh.Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992). Supariasa, Bakri, Fajar(2001) menjelaskan bahwa dalam survei konsumsi pangan terdapat tiga metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, metode kuantitatif, serta gabungan dari metode keduanya. Metode kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan pangan, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan.Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi individu atau kelompok. Frekuensi Makan berdasarkan Tingkat Kebugaran Frekuensi makan dan kebiasaan makan contoh digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan secara kualitatif.Frekuensi makan yang diukur pada penelitian ini adalah dalam satuan kali per hari dengan menggunakan metode recall.Sebanyak 54.7% contoh memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali setiap harinya.Sedangkan sisanya memiliki frekuensi makan sebanyak 2 kali (28.3%), 4 kali (11.3%), dan 1 kali (5.7%).Pada tingkat kebugaran kurang sekali (5.7%) dan sebagian besar (41.5%) contoh dengan tingkat kebugaran kurang memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali setiap harinya.Sedangkan pada tingkat kebugaran cukup terdapat 11.3% contoh memiliki frekuensi makan sebanyak dua kali setiap harinya.Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) frekuensi makan contoh antara contoh berstatus bugar dengan contoh berstatus tidak bugar. Menurut Khomsan (2002), frekuensi makan yang baik adalah tiga kali sehari. Frekuensi makan contoh berdasarkan tingkat kebugaran dapat dilihat pada Tabel 23. 47 Tabel 23 Sebaran frekuensi makan contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kebugaran Kurang Kurang Cukup Sekali n % n % n % 0 0.0 3 5.7 0 0.0 0 0.0 9 17.0 6 11.3 3 5.7 22 41.5 4 7.5 1 1.9 3 5.7 2 3.8 4 7.5 37 68.9 12 22.6 Frekuensi Makan (kali/hari) 1 kali 2 kali 3 kali 4 kali Total Total n 3 15 29 6 53 P % 5.7 28.3 54.7 11.3 100.0 0.882 Kebiasaan Makan berdasarkan Tingkat Kebugaran Kebutuhan gizi secara kuantitas dan kualitas sulit dipenuhi apabila hanya makan satu kali atau dua kali sehari.Itulah sebabnya makan dilakukan secara frekuentif yakni tiga kali sehari termasuk sarapan pagi (Khomsan 2002).Kebiasaan makan contoh pada penelitian ini menunjukkan bahwa 39.6% contoh selalu membiasakan diri untuk sarapan.Pada tingkat kebugaran kurang sekali sebanyak 5.7% contoh tidak pernah sarapan setiap hari.Sedangkan pada tingkat kebugaran kurang dan cukup sebanyak 30.2% dan 9.4% contoh selalu sarapan setiap hari.Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) frekuensi sarapan contoh antara contoh berstatus bugar dengan contoh berstatus tidak bugar. Menu sarapan yang dikonsumsi oleh contoh pada penelitian ini adalah sebagian besar berbeda-beda, yang digolongkan ke dalam beberapa menu, yaitu (1)menu lengkap yang terdiri dari nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah; (2)nasi, lauk hewani, lauk nabati, dan sayur; (3)nasi dan lauk hewani; serta menu lain. Terdapat 47.2% contoh mengkonsumsi menu sarapan yang terdiri dari nasi dan lauk hewani. Sedangkan sisanya, yaitu 24.5% contoh mengkonsumsi menu lain, 18.9% menu lengkap, dan 9.4% mengkonsumsi nasi, lauk hewani, lauk nabati, dan sayur. Pada penelitian ini, sebagian besar contoh yang memiliki tingkat kebugaran kurang sekali (3.8%), kurang (52.8%), dan cukup (18.9%) tidak pernah mengkonsumsi supplement. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) frekuensi konsumsi supplement contoh dengan tingkat kebugarannya.Pada tingkat kebugaran kurang sekali sebanyak 3.8% contoh jarang jajan.Sedangkan pada tingkat kebugaran kurang dan cukup sebanyak 35.8% dan 9.4% contoh memiliki kebiasaan jajan yang sering.Jenis jajanan yang biasanya dikonsumsi, diantaranya chiki (52.8%), mie ayam (26.4%), bakso (18.9%), dan aneka jajanan lainnya (3.8%).Berdasarkan hasil uji beda 48 tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) frekuensi jajan contoh antara contoh berstatus bugar dengan contoh berstatus tidak bugar. Selain itu, pada penelitian ini terdapat contoh yang mempunyai makanan pantangan, seperti pemanis buatan dan ayam.Secara keseluruhan hanya 5.7% contoh yang mempunyai makanan pantangan.Sebanyak 3.8% contoh pada tingkat kebugaran kurang sekali memiliki makanan pantangan.Sedangkan sebagian besar contoh (67.9%) pada tingkat kebugaran kurang tidak memiliki makanan pantangan dan hanya 1.9% saja yang memiliki makanan pantangan.Seluruh contoh (22.6%) pada tingkat kebugaran cukup tidak memiliki makanan pantangan.Sebaran kebiasaan makan contoh berdasarkan tingkat kebugarannya disajikan dalam Tabel 24 di bawah ini. Tabel 24 Sebaran kebiasaan makan contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kebugaran Kurang Sekali Kebiasaan makan Kebiasaan Sarapan Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Konsumsi Suplemen Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Kebiasaan Jajan Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Makanan Pantangan Ada Tidak Total Kurang Total Cukup P n % n % n % n % 3 0 1 0 4 5.7 0.0 1.9 0.0 7.5 3 14 4 16 37 5.7 26.4 7.5 30.2 69.8 3 0 4 5 12 5.7 0.0 7.5 9.4 22.6 9 14 9 21 53 17.0 26.4 17.0 39.6 100.0 0.274 2 1 0 1 4 3.8 1.9 0.0 1.9 7.5 28 8 0 1 37 52.8 15.1 0.0 1.9 69.8 10 2 0 0 12 18.9 3.8 0.0 0.0 22.6 40 11 0 2 53 75.5 20.8 0.0 3.8 100.0 0.928 0 2 1 1 4 0.0 3.8 1.9 1.9 7.5 3 14 19 1 37 5.7 26.4 35.8 1.9 69.8 1 4 5 2 12 1.9 7.5 9.4 3.8 22.6 4 20 25 4 53 7.5 37.7 47.2 7.5 100.0 0.411 2 2 4 3.8 3.8 7.5 1 36 37 1.9 67.9 69.8 0 12 12 0.0 22.6 22.6 3 50 53 5.7 94.3 100.0 0.180 Kebiasaan Konsumsi Sayur dan Buah berdasarkan Tingkat Kebugaran Sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral yang baik untuk membantu metabolisme zat gizi serta beberapa mineral penting dalam menjaga kebugaran dan daya tahan tubuh.Sayuran sering dijadikan musuh oleh sebagian orang, padahal banyak manfaat positif bila menyukai sayuran.dianjurkan konsumsi sayuran setiap hari sekitar 200 gram (Khomsan 2002). Pada tingkat kebugaran kurang sekali, terdapat 3.8% contoh yang jarang dan 3.8% selalu mengkonsumsi sayur, begitu juga pada tingkat kebugaran kurang, yaitu 24.5% jarang dan 24.5% selalu mengkonsumsi sayur. 49 Terdapat 3.8% contoh dengan tingkat kebugaran kurang sekali dan 22.6% contoh dengan tingkat kebugaran kurang selalu mengkonsumsi buah setiap hari.Sedangkan contoh yang memiliki tingkat kebugaran cukup menunjukkan 9.4% tidak pernah mengkonsumsi buah dan 9.4% jarang mengkonsumsi buah. Jenis sayuran dan buah yang sering dikonsumsi, diantaranya: wortel, bayam, kangkung, jeruk, pisang, dan papaya. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) frekuensi konsumsi buah dengan tingkat kebugaran contoh. Sedangkan hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05)frekuensi konsumsi sayur contoh dengan tingkat kebugarannya.Berikut sebaran konsumsi sayur dan buah contoh berdasarkan tingkat kebugarannya yang disajikan dalam Tabel 25. Tabel 25 Sebaran konsumsi sayur dan buah contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kebugaran Konsumsi Sayur dan Buah Total Kurang Sekali n % n % n % n % 0 2 0 2 4 0.0 3.8 0.0 3.8 7.5 6 13 5 13 37 11.3 24.5 9.4 24.5 69.8 2 8 1 1 12 3.8 15.1 1.9 1.9 22.6 8 23 6 16 53 15.1 43.4 11.3 30.2 100.0 0.025 1 1 0 2 4 1.9 1.9 0.0 3.8 7.5 10 7 8 12 37 18.9 13.2 15.1 22.6 69.8 5 5 2 0 12 9.4 9.4 3.8 0.0 22.6 16 13 10 14 53 30.2 24.5 18.9 26.4 100.0 0.178 Konsumsi Sayuran Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Konsumsi Buah Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Kurang Cukup P Kebiasaan Konsumsi Pangan Sumber Protein berdasarkan Tingkat Kebugaran Protein berfungsi sebagai sumber pembangun yang diperlukan tubuh, teruatama pada masa pertumbuhan.Protein terbagi menjadi dua, yaitu protein hewani dan protein nabati. Protein hewani dalam penelitian ini dibedakan menurut asal jenis pangan, yaitu daging merah, daging putih, telur, dan ikan segar. Sebanyak 3.8% dan 13.2% contoh pada tingkat kebugaran kurang sekali dan cukup tidak pernah mengkonsumsi daging merah.Sedangkan 32.1% contoh pada tingkat kebugaran kurang jarang mengkonsumsi daging merah. Sebanyak 1.9%, 32.1%, dan 17.0% contoh pada tingkat kebugaran kurang sekali, kurang dan cukup jarang mengkonsumsi daging putih. Berdasarkan hasil uji MannWhitney tidak terdapat perbedaan yang signifikan konsumsi daging merah (p>0.05) dan kebugarannya. konsumsi daging putih (p>0.05) contoh dengan tingkat 50 Pada penelitian ini sebanyak 3.8%, 32.1% dan 15.1% contoh pada tingkat kebugaran kurang sekali, kurang, dan cukup jarang mengkonsumsi telur. Sebanyak 35.8% dan 17.0% contoh pada tingkat kebugaran kurang dan cukup jarang mengkonsumsi ikan segar. Sedangkan 3.8% contoh pada tingkat kebugaran kurang sekali sering mengkonsumsi ikan segar. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan signifikan konsumsi telur (p>0.05) dan konsumsi ikan segar (p>0.05) dengan tingkat kebugaran contoh. Berikut adalah sebaran konsumsi pangan protein contoh berdasarkan tingkat kebugaran yang disajikan dalam Tabel 26. Tabel 26 Sebaran konsumsi pangan protein contoh berdasarkan tingkat kebugaran Konsumsi Pangan Protein Konsumsi Daging Merah Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Konsumsi Daging Putih Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Konsumsi Telur Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Konsumsi Ikan Segar Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Konsumsi Protein Nabati Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Tingkat Kebugaran Kurang Kurang Cukup Sekali Total P n % n % n % n % 2 1 0 1 4 3.8 1.9 0.0 3.8 7.5 13 17 4 3 37 24.5 32.1 7.5 5.7 69.8 7 4 0 1 12 13.2 7.5 0.0 1.9 22.6 22 22 4 5 53 41.5 41.5 7.5 9.4 100.0 0.560 1 1 1 1.9 1.9 1.9 5 17 6 9.4 32.1 11.3 1 9 1 1.9 17.0 1.9 1.9 9 17.0 1 1.9 4 7.5 37 69.8 12 22.6 13.2 50.9 15.1 20.8 100.0 0.671 1 7 27 8 11 53 0 2 0 2 4 0.0 3.8 0.0 3.8 7.5 3 17 7 10 37 5.7 32.1 13.2 18.9 69.8 0 8 2 2 12 0.0 15.1 3.8 3.8 22.6 3 27 9 14 53 5.7 50.9 17.0 26.4 100.0 0.341 1 1 2 0 4 1.9 1.9 3.8 0.0 7.5 1 19 9 8 37 1.9 35.8 17.0 15.1 69.8 2 9 0 1 12 3.8 17.0 0.0 1.9 22.6 4 29 11 9 53 7.5 54.7 20.8 17.0 100.0 0.516 0 3 0 1 4 0.0 5.7 0.0 1.9 7.5 3 15 8 11 37 5.7 28.3 15.1 20.8 69.8 0 6 2 4 12 0.0 11.3 3.8 7.5 22.6 3 24 10 16 53 5.7 45.3 18.9 30.2 100.0 0.001 Protein nabati yang umum dikonsumsi oleh contoh, yaitu tahu dan tempe. Pada penelitian ini, sebanyak 5.7%, 28.3%, dan 11.3% contoh pada tingkat kebugaran kurang sekali, kurang, dan cukup jarang mengkonsumsi protein nabati. Berdasarkan hasil uji beda terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) frekuensi konsumsi protein nabati dengan tingkat kebugaran contoh. 51 Kebiasaan Minum berdasarkan Tingkat Kebugaran Konsumsi cairan bagi anak sangat diperlukan untuk menjaga status hidrasi tubuh.Pemberian cairan bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.Selain itu, pemberian cairan yang adekuat ditujukan untuk mencegah panas tubuh yang berlebihan. Kebiasaan minum contoh menunjukkan bahwa contoh sebagian besar (60.4%) mengkonsumsi air putih 5-8 gelas setiap harinya, sebanyak 28.3% contoh mengkonsumsi air putih kurang dari lima gelas sehari, dan sisanya sebanyak 11.3% mengkonsumsi air putih lebih dari delapan gelas setiap harinya. Sebanyak 5.7% dan 49.1% contoh pada tingkat kebugaran kurang sekali dan kurang mengkonsumsi air putih 5-8 gelas setiap harinya. Sedangkan sebanyak 15.1% contoh pada tingkat kebugaran cukup mengkonsumsi air putih kurang dari lima gelas sehari. Tabel 27 merupakan kebiasaan minum contoh berdasarkan tingkat kebugaran. Tabel 27 Sebaran kebiasaan minum contoh berdasarkan tingkat kebugaran Kebiasaan Minum Konsumsi Air Putih (per hari) < 5 gelas 5 – 8 gelas > 8 gelas Total Konsumsi Susu Tidak Pernah Jarang (< 4 kali/minnggu) Sering (4 – 6 kali/minggu) Selalu (7 kali/mingu) Total Tingkat Kebugaran Kurang Kurang Cukup Sekali n % n % n % n % 1 3 0 4 1.9 5.7 0.0 7.5 6 26 5 37 11.3 49.1 9.4 69.8 8 3 1 12 15.1 5.7 1.9 22.6 15 32 6 53 28.3 60.4 11.3 100.0 0.495 0 2 0 2 4 0.0 3.8 0.0 3.8 7.5 9 9 17 2 37 17.0 17.0 32.1 3.8 69.8 3 4 3 2 12 5.7 7.5 5.7 3.8 22.6 12 15 20 6 53 22.6 28.3 37.7 11.3 100.0 0.190 Total P Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) konsumsi air putih contoh dengan tingkat kebugarannya. Sebagai zat gizi, air mempunyai fungsi penting bagi tubuh manusia, yaitu sebagai pembentuk sel dan cairan tubuh, pengatur suhu tubuh, sebagai pelarut, sebagai pelumas dan bantalan, sebagai media transportasi serta sebagai media eliminasi toksin dan produk sisa metabolisme (Santoso et all 2011). Pada konsumsi susu contoh sebanyak 3.8% dan 7.5% contoh pada tingkat kebugaran kurang sekali dan cukup jarang mengkonsumsi susu. Sedangkan 32.1% contoh dengan tingkat kebugaran kurang sering mengkonsumsi susu. Jenis susu yang umumnya dikonsumsi contoh, yaitu susu cair (49.1%), susu kental manis (43.4%), dan susu bubuk (5.7%). Berdasarkan 52 hasil uji Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) konsumsi susu dengan tingkat kebugaran contoh. Hubungan Status Gizi dengan Kebugaran Pada penelitian ini, sebagian besar contoh berstatus gizi normal sebesar 53.0% dengan rata-rata z-score IMT/U -1.83 standar deviasi 1.17, nilai minimum z-score -3.86 dan nilai maksimum 1.31. Pada sampel penelitian masih ditemui masalah gizi pada contoh yaitu kurus (36%), dan sangat kurus (11%).Berikut adalah sebaran status gizi contoh berdasarkan tingkat kebugarannya yang disajikan dalam Tabel 28. Tabel 28 Sebaran status gizi contoh berdasarkan tingkat kebugaran Status Gizi Kurus Sekali Kurus Normal Total Tingkat Kebugaran Kurang Sekali Kurang Cukup n % n % n % 0 0.0 6 11.3 0 0.0 0 0.0 14 26.4 5 9.4 4 7.5 17 32.1 7 13.2 4 7.5 37 69.8 12 22.6 Total n 6 19 28 53 % 11.3 35.8 52.8 100.0 P 0.497 0.459 Contoh yang memiliki tingkat kebugaran jasmani kurang sekali, kurang, dan cukup (7.5%, 32.1%, 13.2%) memiliki status gizi normal.Pada penelitian ini terdapat 41.7% contoh pada tingkat kebugaran jasmani cukup memiliki status gizi kurus.Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara status gizi contoh dengan tingkat kebugaran jasmani contoh dan nilai korelasinya sebesar 0.096. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hastuti (2003) pada anak SD Majasto 1 Kabupaten Sukaharjo yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara status gizi dengan tingkat kesegaran jasmani contoh. Hasil uji bedat-testmenunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) status gizi contoh dengan tingkat kebugarannya. Status gizi yang baik akan menjadikan organ tubuh melakukan fungsi secara optimal sehingga akan menghasilkan tingkat kebugaran jasmani seseorang (Depkes 1997). Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Zat gizi dengan Kebugaran Tingkat Kecukupan Energi dengan Kebugaran Contoh yang memiliki tingkat kebugaran cukup sebagian besar (91.7%) memiliki tingkat kecukupan energi tergolong defisit berat.Contoh yang memiliki tingkat kebugaran kurang memiliki tingkat kecukupan energi tergolong defisit berat (21.5%) dan defisit sedang (15.1%).Sedangkan contoh yang memiliki tingkat kebugaran kurang sekali memiliki tingkat kecukupan energi tergolong 53 defisit berat (5.7%) dan sisanya (1.9%) memiliki tingkat kecukupan energi yang deficit ringan. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan energi contoh dengan tingkat kebugaran contoh.Berdasarkan hasil uji t-test tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) tingkat kecukupan energi contoh dengan tingkat kebugarannya.Berikut adalah tingkat kecukupan energi contoh berdasarkan tingkat kebugarannya yang disajikan dalam Tabel 29. Tabel 29Sebaran tingkat kecukupan energi contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kecukupan Energi Defisit Berat Defisit Sedang Defisit Ringan Normal Lebih Total Tingkat Kebugaran Kurang Sekali Kurang n % n % 3 5.7 22 41.5 0 0.0 8 15.1 1 1.9 3 5.7 0 0.0 4 7.5 0 0.0 0 0.0 4 7.5 37 69.8 Cukup n % 11 20.8 1 1.9 0 0.0 0 0.0 0 0.0 12 22.6 Total n 36 9 4 4 0 53 % 67.9 17.0 7.5 7.5 0.0 100.0 P 0.863 0.192 Energi diperlukan manusia untuk bergerak atau melakukan pekerjaan fisik dan menggerakkan proses-proses dalam tubuh.Kekurangan energi terjadi bila asupan energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif. Bila terjadi pada bayi dan anakanak akan menghambat pertumbuhan. Gejala yang ditimbulkan pada anak adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang bersemangat dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi (Almatsier 2004).Selain itu, peranan energi dalam olahraga penting diperhatikan, misalnya tidak cukupnya ketersediaan energi yang diperlukan dari glikogen otot atau glukosa darah dapat mengakibatkan kelelahan dan tubuh menjadi tidak bugar. Tingkat Kecukupan Protein dengan Kebugaran Pada contoh yang memiliki tingkat kebugaran jasmani cukup sebanyak 11.3% contohnya memiliki tingkat kecukupan protein tergolong defisit berat, sedangkan sisanya 1.9% contoh tergolong defisit ringan, 3.8% tergolong normal, dan 5.7% contoh tergolong lebih. Pada tingkat kebugaran kurang sebanyak 22.6% dan 20.8% contohnya memiliki tingkat kecukupan protein tergolong lebih dan defisit berat. Sedangkan pada tingkat kebugaran kurang sekali sebanyak 5.7% contoh memiliki tingkat kecukupan protein tergolong normal dan 1.9% contohnya tergolong defisit berat.Tabel 30merupakan sebaran tingkat kecukupan protein contoh berdasarkan tingkat kebugaran. 54 Tabel 30 Sebaran tingkat kecukupan protein contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kecukupan Protein Defisit Berat Defisit Sedang Defisit Ringan Normal Lebih Total Tingkat Kebugaran Kurang Sekali Kurang n % n % 1 1.9 11 20.8 0 0.0 4 7.5 0 0.0 4 7.5 3 5.7 6 11.3 0 0.0 12 22.6 4 7.5 37 69.8 Cukup n % 6 11.3 0 0.0 1 1.9 2 3.8 3 5.7 12 22.6 Total n 18 4 5 11 15 53 % 34.0 7.5 9.4 20.8 28.3 100.0 P 0.414 0.969 Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan protein contoh dengan tingkat kebugaran jasmani contoh.Berdasarkan hasil uji t-test tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) tingkat kecukupan protein dengan tingkat kebugaran contoh.Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak di bawah umur lima tahun (Almatsier 2004). Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dibagi menjadi 2 kategori yaitu kurang dan cukup (Gibson 2005) dimana kurang yaitu <77% dari AKG, dan cukup >77% AKG. Tingkat Kecukupan Vitamin A dengan Kebugaran Contoh yang memiliki tingkat kebugaran jasmani kurang sekali (7.5%), kurang (67.9%), dan cukup (22.6%) secara keseluruhan memiliki tingkat kecukupan vitamin A tergolong cukup. Sedangkan sisanya sebesar 1.9% contoh yang tingkat kebugaran jasmaninya kurang memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang tergolong kurang.Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan vitamin A dengan tingkat kebugaran jasmani contoh. Berdasarkan hasil uji t-test tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) tingkat kecukupan vitamin A contoh dengan tingkat kebugarannya.Vitamin A sangat berperan penting dalam diferensiasi sel dan kekebalan tubuh (Almatsier 2004), oleh sebab itu intik vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam pertumbuhan dan daya tahan contoh untuk meningkatkan kebugaran tubuh. Sebaran siswa berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral dapat dilihat pada tabel berikut. Tingkat Kecukupan Vitamin B1 dengan Kebugaran Contoh yang memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 tergolong cukup memiliki tingkat kebugaran jasmani tergolong kurang sekali (1.9%) dan 3.8% lainnya memiliki tingkat kebugaran yang kurang.Contoh pada kelompok yang 55 tingkat kebugarannya tergolong cukup (22.6%) dan kurang (66.0%) memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 tergolong kurang.Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan vitamin B1 contoh dengan tingkat kebugaran jasmani contoh. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) tingkat kecukupan vitamin B1 contoh dengan tingkat kebugarannya. Peranan utama tiamin adalah dalam metabolisme karbohidrat (Almatsier 2004).Hal tersebut berperan dalam transportasi oksigen dalam darah yang penting dalam beraktivitas ataupun berolahraga sehingga tubuh tetap dalam kondisi bugar (Hanum 2012). Tabel 31 Sebaran tingkat kecukupan vitamin dan mineral contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kebugaran Tingkat Kecukupan Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Zat Besi (Fe) Kalsium (Ca) Kategori P Kurang sekali n % n % n % n % Kurang 0 0.0 1 1.9 0 0.0 1 1.9 Cukup 4 7.5 36 67.9 12 22.6 52 98.1 Total 4 7.5 37 69.8 12 22.6 53 100.0 Kurang 3 5.7 35 66.0 12 22.6 50 94.3 Cukup 1 1.9 2 3.8 0 0.0 3 5.7 Total 4 7.5 37 69.8 12 22.6 53 100.0 Kurang 4 7.5 30 56.6 10 18.9 44 83.0 Cukup 0 0.0 7 13.2 2 3.8 9 17.0 Total 4 7.5 37 69.8 12 22.6 53 100.0 Kurang 1 1.9 26 49.1 10 18.9 37 69.8 Cukup 3 5.7 11 20.8 2 3.8 16 30.2 Total 4 7.5 37 69.8 12 22.6 53 100.0 Kurang 3 5.7 35 66.0 12 22.6 50 94.3 Cukup 1 1.9 2 3.8 0 0.0 3 5.7 Total 4 7.5 37 69.8 12 22.6 53 100.0 Kurang Cukup Total 0.697 0.482 0.870 0.298 0.825 0.386 0.046 0.641 0.491 0.180 Tingkat Kecukupan Vitamin C dengan Kebugaran Pada tingkat kebugaran jasmani tergolong kurang terdapat contoh yang memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong cukup (13.2%) sedangkan sisanya (56.6%) tergolong kurang.Seluruh contoh (7.5%) pada tingkat kebugaran jasmani tergolong kurang sekali memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong kurang.Sedangkan pada contoh dengan tingkat kebugaran cukup sebanyak 56 18.9% memiliki tingkat kecukupan vitamin C tergolong kurang dan sisanya (3.8%) tergolong cukup. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan vitamin C contoh dengan tingkat kebugaran jasmani contoh.Berdasarkan hasil uji t-test tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) tingkat kecukupan vitamin C dengan tingkat kebugaran contoh. Kekurangan vitamin C yang berat akan mengakibatkan fungsinya pada sintesa kolagen terganggu dan akan tampak sebagai perdarahan terutama pada jaringan lunak seperti gusi. Pada gejala yan lebih ringan, diduga kekurangan vitamin C berpengaruh pada sistem pertahanan tubuh dan kecepatan penyebuhan luka (Setiawan & Rahayuningsih 2004). Tingkat Kecukupan Zat Besi dengan Kebugaran Pada tingkat kebugaran jasmani tergolong kurang sekali terdapat 1.9% contoh yang memiliki tingkat kecukupan zat besi tergolong kurang sedangkan sisanya (5.7%) memiliki tingkat kecukupan zat besi tergolong cukup.Begitu juga pada contoh dengan tingkat kebugaran jasmani tergolong kurang (49.1%) dan cukup (18.9%) memiliki tingkat kecukupan zat besi tergolong kurang.Berdasarkan hasil uji korelasi Pearsonterdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara tingkat kecukupan zat besi contoh dengan tingkat kebugaran jasmani contoh. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) tingkat kecukupan zat besi contoh dengan tingkat kebugarannya. Defisiensi besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum terdapat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Defisiensi besi terutama menyerang golongan rentan seperti anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui serta pekerja berpenghasilan rendah.Defisiensi besi berpengaruh luas terhadap kualitas sumberdaya manusia, yaitu terhadap kemampuan belajar dan produktivitas kerja, termasuk kebugaran tubuh (Almatsier 2004). Tingkat Kecukupan Kalsium dengan Kebugaran Pada penelitian ini seluruh contoh yang memiliki tingkat kebugaran jasmani cukup (22.6%) memiliki tingkat kecukupan kalsium tergolong kurang.Contoh yang tingkat kebugarannya kurang sekali (5.7%) dan kurang (66.0%) memiliki tingkat kecukupan kalsium tergolong kurang.Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan kalsium contoh dengan tingkat kebugaran jasmani 57 contoh.Berdasarkan hasil uji t-test tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) tingkat kecukupan kalsium contoh dengan tingkat kebugarannya. Kalsium memiliki dua fungsi, yaitu penyusunan dan pengaturan.Hampir seluruh kalsium bersama fosfor, berperan sebagai komponen utama tulang dan gigi.Anak yang masih tumbuh dan kembang memerlukan pembentukan tulang lebih banyak dari pada orang yang sudah tua.Peningkatan kebutuhan terjadi pada pertumbuhan, kehamilan, menyusui, defisiensi kalsium dan tingkat aktivitas fisik yang meningkatkan densitas tulang (Almatsier 2004). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran Pada tingkat kebugaran kurang sekali, terdapat 1.9% contoh memiliki aktivitas fisik sangat ringan. Pada tingkat kebugaran kurang, sebanyak 37.7% memiliki aktivitas fisik ringan dan 26.4% memiliki aktivitas fisik sangat ringan. Pada tingkat kebugaran cukup, sebanyak 13.2% contoh memiliki aktivitas fisik ringan dan 5.7% contoh memiliki aktivitas fisik sangat ringan. Contoh yang memiliki aktivitas fisik berat (1.9%) mempunyai tingkat kebugaran jasmani cukup, sedangkan sebanyak 5.7% dan 1.9% contoh yang memiliki aktivitas fisik sedang menunjukkan kebugaran jasmani yang tergolong kurang dan cukup. Tabel 32 merupakan sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik dan tingkat kebugaran. Tabel 32Sebaran aktivitas fisik contoh berdasarkan tingkat kebugaran Tingkat Kebugaran Aktivitas Fisik Sangat ringan (< 1,40) Ringan (1,40- 1,69) Sedang (1,70-1,99) Berat (2,00-2,40) Total Kurang Sekali n % 1 1.9 3 5.7 0 0.0 0 0.0 4 7.5 Kurang n 14 20 3 0 37 % 26.4 37.7 5.7 0.0 69.8 Total Cukup n 3 7 1 1 12 % 5.7 13.2 1.9 1.9 22.6 n 18 30 4 1 53 % 34.0 56.6 7.5 1.9 100.0 P 0.615 0.015 Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara aktivitas fisik contoh dengan tingkat kebugaran contoh.Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Dwiyani (2011) pada anak SD yang mengalami obesitas dan diberikan intervensi diet dan olahraga menunjukkan peningkatan aktivitas fisik melalui olaharaga dapat meningkatkan tingkat kesegaran jasmani namun masih pada kategori kurang sekali.Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran jasmani contoh. Hasil uji bedat-testterdapat perbedaan signifikan (p<0.05) aktivitas fisik contoh dengan tingkat kebugarannya. Menurut Kesehatan Komunitas (2002) salah satu manfaat fisik atau biologis adalah meningkatkan kebugaran 58 tubuh.Aktivitas fisik dilakukan sekurang-kurangnya 30 menit setiap hari dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi kesehatan dan kebugaran tubuh. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kebugaran Analisis regresi linier dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh dengan kebugaran contoh. Variabel yang diduga mempengaruhi kebugaran adalah usia, status gizi, tingkat konsumsi energi dan zat gizi (protein, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, zat besi, dan kalsium), serta aktivitas fisik. Berikut Tabel 33 yang menunjukkan model hasil uji regresi linier. Tabel 33 Model hasil uji regresi linier Koefisein Tidak Standar Model B (Konstanta) Status gizi Usia Energi Protein Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Zat Besi Kalsium Aktivitas Fisik -.830 .140 -.297 .090 .008 .095 .330 .267 .151 .187 .211 Standar Kesalahan 1.235 .156 .092 .123 .070 .735 .440 .262 .239 .436 .158 Koefisien Standar t Signifikansi Beta .140 -.501 .122 .020 .019 .113 .148 .100 .064 .206 -.672 .902 3.230 .733 -.121 .129 .751 -1.017 -.634 -.430 -1.337 .506 .372 .002 .468 .904 .898 .457 .315 .030 .670 .189 Koefisien Determinasi .063 Variabel Dependen: Kebugaran Berdasarkan Tabel 33 tersebut dapat diketahui bahwa hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa terdapat dua variabel independen, yaitu usia dan tingkat kecukupan zat besi yang berpengaruh terhadap kebugaran contoh. Sedangkan variabel independen lainnya tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (p>0.05) terhadap kebugaran contoh. Hal tersebut dapat disebabkan dari variabel-variabel independen yang diuji tidak menunjukkan adanya hubungan dengan kebugaran contoh dan contoh pada penelitian ini realtif homogen. Contoh memiliki tingkat kebugaran yang tergolong kurang sekali dan kurang atau dikatakan tidak bugar, sehingga dapat menjadi penyebab tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen, yaitu kebugaran. 59 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Statu gizi contoh dalam penelitian ini sebagian besarnya adalah normal, yaitu sebesar 53.0% dengan rata-rata z-score IMT/U -1.83 ± 1.17, nilai minimum z-score -3.86 dan nilai maksimum 1.31.Terdapat 32.1% contoh berjenis kelamin perempuan yang memiliki status gizi normal.Status gizi yang normal paling banyak ditemui pada contoh yang berusia 9 dan 10 tahun, yaitu sebesar 15.1%.Sedangkan contoh yang memiliki status gizi normal (18.9%) paling banyak terdapat pada sampel yang memperoleh uang saku sebesar Rp 1.000 dan Rp 2.000. Berdasarkan hasil uji beda tidak ada perbedaan yang signfikan (p>0.05) antara jenis kelamin, usia, dan uang saku dengan status gizi contoh. Tingkat kecukupan energi dan protein contoh sebesar 67.9% dan 34% masih tergolong defisit berat.Sebagian besar (98.1%) contoh memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang tergolong cukup.Hasil tersebut berbanding terbalik dengan tingkat kecukupan vitamin dan mineral lainnya yang menunjukkan sebagian besar contoh tergolong kurang. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara contoh berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dengan kategori tingkat kecukupan protein.Terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) antara jenis kelamin dan besar uang saku contoh dengan tingkat kecukupan vitamin B1. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara jenis kelamin dan usia contoh dengan tingkat kecukupan vitamin C. Berdasarkan hasil uji beda ada perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara jenis kelamin contoh dengan tingkat kecukupan zat besinya. Sebanyak 34.0% contoh pada penelitian ini memiliki tingkat aktivitas fisik sangat ringan dan 56.6% contoh dengan tingkat aktivitas ringan.Sebanyak 18.9% contoh perempuan memiliki tingkat aktivitas fisik sangat ringan.Terdapat 1.9% contoh laki-laki yang memiliki tingkat aktivitas fisik berat.Sedangkan sebanyak 3.8% contoh berusia 11 tahun memiliki tingkat aktivitas fisik yang tergolong sedang.Terdapat 3.8% contoh dengan uang saku Rp 2.000 memiliki tingkat aktivitas fisik sedang. Berdasarkan hasil uji beda tidak terdapat perbedaan (p>0.05) yang signifikan antara jenis kelamin, usia, dan uang saku contoh dengan tingkat aktivitas fisiknya. Sebagian besar contoh (69.8%) berada pada tingkat kebugaran kurang, sedangkan sisanya sebanyak 22.6% dan 7.5% contoh berada pada tingkat 60 kebugaran cukup dan kurang sekali.Pada penelitian ini terdapat perbedaan signifikan jenis kelamin contoh (p<0.05) dengan tingkat kebugarannya.Kemudian terdapat perbedaan signifikan konsumsi sayur (p<0.05) dan konsumsi protein nabati (p<0.05) dengan tingkat kebugaran contoh.Selain itu, terdapat perbedaan signifikanaktivitas fisik contoh (p<0.05) dengan tingkat kebugarannya. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara usia contoh dengan tingkat kebugaran (p< 0.05). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi (p>0.05) dan aktivitas fisik (p>0.05) contoh dengan kebugaran contoh.Sedangkan berdasarkan hasil uji korelasi Pearson terdapat hubungan antara asupan zat besi contoh (p<0.05) dengan kebugaran contoh. Hasil uji regresi linier menunjukkan terdapat variabel independen, yaitu usia dan tingkat kecukupan zat besi yang signifikan berpengaruh (p<0.05) terhadap kebugaran contoh. Saran Asupan zat gizi yang baik dapat meningkatkan status gizi seseorang. Contoh sebaiknya lebih meningkatkan konsumsi pangan yang tinggi energi, vitamin B1, dan kalsium dikarenakan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi contoh akan zat gizi tersebut masih tergolong defisit atau kurang. Tingkat kebugaran jasmani dapat ditingkatkan dengan berbagai macam cara, salah satunya olahraga. Seseorang dapat terhindar dari ancaman berbagai macam penyakit infeksi maupun degenerative dengan berolahraga secara teratur.Selain itu, dengan olahraga tubuh juga dapat melakukan berbagai macam pekerjaan tanpa harus mengalami kelelahan yang berarti.Saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebaiknya kebiasaan olahraga contoh perlu diteliti sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kebugaran. 61 DAFTAR PUSTAKA Adi. 2010. Meningkatkan kebugaran jasmani anak SD melalui latihan kebugaran aerobik. http://blogjurnalkesehatan.com//.html [11 September 2012]. Afriwardi. 2002. Ilmu Kedokteran Olaharaga. Jakarta: EGC. AlmatsierS. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. ________. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Andarwulan N, Madanijah S, Zulaikhah. 2008. Monitoring Verifikasi dan Profil Keamanan Pangan Makanan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional tahun 2008. Seafast Center. Arisman. 2004. Gizi Daur Dalam Kehidupan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Astrand 1992.Physical activity and fitness.Am J. Clin-Nutr. 55 (6 Suppl: 1231-6S) Briawan D, Madanijah S. 2008. Penilaian Status Gizi Cara Antropometri.Diktat Mata Kuliah Penilaian Status Gizi Departemen Gizi Masyarakat, Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. [DEPKES] Departemen Kesehatan. 1997. Unsur-Unsur Kesegaran Jasmani. Jakarta: Departemen Kesehatan. ________. 2010. Panduan kesehatan olahraga bagi petugas kesehatan. http://www.depkes.go.id//PanduanKesehatan.pdf [11 September 2012]. Dunia Fitness. 2012. VO2 max dan faktor yang mempengaruhinya. http://duniafitnes.com//vo2maxdanfaktoryangmempengaruhinya.html [11 September 2012]. Dwiyani L. 2011. Indeks Massa Tubuh dan Tingkat Kesegaran Jasmani Pada Anak Obesitas Setelah Lepas Intervensi Diet dan Olahraga [skripsi]. Semarang: Kedokteran, UNDIP. FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirement. Rome: FAO/WHO/UNU. Fauzi. 2011. Penilaian September 2012]. status gizi. http://myblogpoltekespadang.htm [04 [FKM-UI] Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Gibson RS. 2005. Principle of Nutritional Assessment. OXFORD University Press.Second Edition. Hanum FN. 2011. Hubungan Karakteristik Atlet, Pengetahuan Gizi, Konsumsi Pangan, dan Tingkat Kecukupan gizi Terhadap Tingkat Kebugaran Atlet Bola Basket di SMP/SMA Ragunan Jakarta Selatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. 62 Hardinsyah, Martianto D. 1992.Menaksir Kecukupan Energi dan Protein Serta Penilaian Mutu Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari. ______, Briawan D. 1994. Penilaian dan perencanaan asupan pangan.Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. ______, Briawan D, Retnaningsih, Herwati T, Wijaya R. 2002.Analisis Kebutuhan Konsumsi Pangan. Bogor: Pusat Studi Kebijakan Pangan (PSKPG) IPB dan Pusat Pengembangan Konsumsi Pangan Badan Dina Ketahanan Pangan, Deptan. ______, Tambunan V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI. Hurlock EB. 1997. Perkembangan Anak Jilid II. Jakarta: Erlangga. Hastuti S. 2003. Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kesegaran Jasmani Anak Sekolah Dasar di Sd Negeri Majasto I Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo [skripsi]. Semarang: Gizi Kesehatan Masyrakat, UNDIP. Judarwanto W. 2005. Perilaku makan sekolah.http://gizi.depkes.go.id/makalah/ [04 September 2012]. anak Jumirah, Lubis Z, Aritonang E. 2008. Status Gizi dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Anak Sekolah Dasar di Desa Namo Gajah, Kecamatan Medan Tuntungan. Medan: Jurnal Penelitian USU, Juni 2008, 12(1): 1-6. Kesehatan Komunitas. 2002. Panduan Kesehatan Olahraga Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Kesehatan Komunitas. Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan.Bogor:Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kusharto CM dan Sa’diyyah NY. 2008. Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Kustiyah L, Syarief H, Hardinsyah, Rimbawan, Suradijono SH. 2006. Pengaruh Intervensi Makanan Kudapan terhadap Peningkatan Kadar Glukosa Darah dan Daya Ingat Anak Sekolah Dasar. Bogor: Media Gizi & Keluarga,Juli 2006, 30 (1): 42-57. Muhilal, Sulaeman A. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Lemak.Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Muslichatun.2005. Perbandingan Pengaruh Latihan Senam Kesegaran Jasmanis Usia Sekolah Dasar Antara Tiga Kali dengan Empat Kali dalam Seminggu terhadap Tingkat Kesegaran Jasmani Siswa Putri di SD Negeri Gunungjati 4 dan Nangkosawit Tahun Ajaran 2004/2005 [skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang. 63 Napitu N. 1994. Perilaku jajan di kalangan siswa SMA di kota dan pinggiran kota DKI Jakarta [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nasoetion A, Riyadi H. 1994. Gizi Terapan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB. Nurhasan H, Cholil H, 2007. Modul Tes dan Pengukuran Keolahragaan. Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Indonesia. Puspitorini M. 2009. Cara Mudah dan Murah menjadi Wanita Sehat. Yogyakarta: Bookmarks. Rahmawati SM. 2001. Pengaruh Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Terhadap Status Gizi Contoh Sekolah Dasar [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB. [RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2010. Status Gizi Anak Usia 6-12 tahun Provinsi Jawa Barat. http://www.riskesda.litbang.depkes.id [11 September 2012]. Riyadi H. 2004. Penilaian Status Gizi. Dalam Baliwati YF, Khomsan A, Dwiriani CM, editor. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya; hlm 78-82. _______. 2006. Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Universitas Terbuka. Riyadi H, Kohomsan A, Anwar F, Mudjajanto SE. 2007.Studi Implementasi Program Gizi. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat IPB. Satya WI. 2008. Kebugaran jasmani dalam mendukung kinerja. J IQRA, Ilmu Kependidikan dan Keislaman 4(2):211-222. Santoso BI, Hardinsyah, Siregar P, Pardede SO. 2011. Air Bagi Kesehatan. Jakarta: Centra Communications. Setiawan B, Rahayuningsih S. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Air.Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Soekirman, Hardinsyah, Jus’at I, Jahari AB. 2002. Regional study of nutritional status of urban primary school children, West Jakarta and Bogor, Indonesia. Food and Nutrition Bulletin, 23 (1): 31-40. Soetardjo S. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT. Gramedia. Sriundy MIM. 2009. Profil kebugaran jasmani anak usia 7 – 13 tahun sebagai sasaran evaluasi penjasorkes. Jurnal Pendidikan Dasar 10(1): 92-104. Sudarsono NC. 2008. Kebugaran. http://kebugaran.myblog.com/2011/07/15/teskebugaran-jasmani-indonesia-tkji/ [11 September 2012]. 64 Suharjana F, Purwanto H. 2008. Kebugaran jasmani mahacontoh D II PGSD penjas FIK UNY.Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia 5(2). Suntoda A. 2007. Pedoman dan Instrumen Praktikum Tes dan Pengukuran Olahraga. Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Indonesia. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi.Jakarta: Buku Kedokteran EGC. ______. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Susilowati. 2007. Faktor-Faktor Risiko Kesegaran Jasmani Pada Polisi Lalu Lintas di Kota Semarang [tesis]. Semarang: Program Pasca Sarjana Diponegoro, Universitas Diponegoro. Thoha WH. 2003 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Jajan dan Makanan Jajanan pada Ibu Bekerja dan Tidak Bekerja dengan Kebiasaan Jajan Anak Sekolah Dasar [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [WHO] World Health Organization. 2007. BMI for Age (5-19 years). http://www.who.inti/growthhref/who2007bmi-for-age/en/index.html. [04 September 2012]. Wulandari AWR. 2004. Hubungan Antara Status Gizi dan Latihan Fisik dengan Kesegaran Jasmani Lansia di Klub Jantung Sehat Semarang [skripsi]. Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. 65 LAMPIRAN 66 Lampiran 1 Nilai p hasil uji beda karaktersitik contoh dengan status gizi, asupan zat gizi dan aktivitas fisik Karakteristik Contoh Jenis Kelamin Usia Uang Saku Nilai p Variabel Asupan Zat Gizi Vitamin Vitamin Vitamin A B1 C Status Gizi Energi Protein 0.693 0.693 0.045 0.284 0.000 0.938 0.617 0.211 0.588 0.167 0.602 0.315 0.361 0.686 0.063 Zat Besi Kalsium Aktivitas Fisik 0.030 0.043 0.187 0.793 0.024 0.144 0.350 0.459 0.144 0.506 0.174 0.330 Lampiran 2 Nilai p hasil uji korelasi berbagai variabel dengan tingkat kebugaran Variabel Usia Status gizi Aktivitas fisik Tingkat kecukupan energy Tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan vitamin A Tingkat kecukupan vitamin B1 Tingkat kecukupan vitamin C Tingkat kecukupan zat besi Tingkat kecukupan kalsium P 0.015 0.497 0.615 0.863 0.414 0.697 0.870 0.825 0.046 0.491 Lampiran 3 Nilai p hasil uji beda berbagai variabel berdasarkan status kebugaran Variabel Jenis Kelamin Uang saku Status gizi Aktivitas fisik Frekuensi makan Kebiasaan sarapan Konsumsi supplement Frekuensi jajan Makanan pantangan Konsumsi sayuran Konsumsi buah Konsumsi daging merah Konsumsi ikan P 0.000 0.810 0.459 0.615 0.882 0.274 0.928 0.411 0.180 0.025 0.178 0.560 0.516 Variabel Konsumsi daging putih Konsumsi telur Konsumsi protein nabati Konsumsi air putih Konsumsi susu Tingkat kecukupan energi Tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan vitamin A Tingkat kecukupan vitamin B1 Tingkat kecukupan vitamin C Tingkat kecukupan kalsium Tingkat kecukupan zat besi P 0.671 0.341 0.001 0.495 0.190 0.192 0.969 0.482 0.298 0.386 0.180 0.641 67 Lampiran 4 Tabel Penilaian VO2 max Tabel Penilaian VO2 max Berdasarkan Bleep Test TK BLK VO2max TK BLK VO2max TK BLK VO2max 2 1 20.1 3 2 2 20.4 3 1 23 4 1 26.2 2 23.6 4 2 26.8 2 3 20.7 3 3 23.9 4 3 27.2 2 4 2 5 21.1 3 4 24.3 4 4 27.6 21.4 3 5 24.6 4 5 27.9 2 2 6 21.8 3 6 25 4 6 28.3 7 22.1 3 7 25.3 4 7 28.9 2 8 22.5 3 8 25.7 4 8 29.5 4 9 29.7 TK BLK VO2max TK BLK VO2max TK BLK VO2max 5 1 29.9 6 1 33.2 7 1 36.7 5 2 30.2 6 2 33.6 7 2 37.1 5 3 30.6 6 3 33.9 7 3 37.4 5 4 31 6 4 34.3 7 4 37.8 5 5 31.4 6 5 34.6 7 5 38.1 5 6 31.8 6 6 35 7 6 38.5 5 7 32.1 6 7 35.3 7 7 38.8 5 8 32.5 6 8 35.7 7 8 39.2 5 9 32.9 6 9 36 7 9 39.5 6 10 36.4 7 10 39.9 TK BLK VO2max TK BLK VO2max TK BLK VO2max 8 1 40.2 9 1 43.6 10 1 47.1 8 2 40.5 9 2 43.9 10 2 47.4 8 3 40.8 9 3 44.2 10 3 47.9 8 4 41.1 9 4 44.5 10 4 48.4 8 5 41.4 9 5 44.8 10 5 48.5 8 6 41.8 9 6 45.2 10 6 48.7 8 7 42.1 9 7 45.6 10 7 49 8 8 42.4 9 8 45.9 10 8 49.3 8 9 42.7 9 9 46.2 10 9 49.6 8 10 43 9 10 46.5 10 10 49.9 8 11 43.3 9 11 46.8 10 11 50.2