TINJAUAN PUSTAKA Gagal Jantung pada Masa Kehamilan sebagai Konsekuensi Kardiomiopati Peripartum Agus Simahendra Puskesmas Juata Permai, Dinas Kesehatan Kota Tarakan Kalimantan Timur, Indonesia ABSTRAK Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi yang didefinisikan sebagai disfungsi sistolik ventrikel kiri yang terjadi pada bulan terakhir periode kehamilan atau 5 bulan pertama masa nifas. Pasien akan mengalami gejala dan tanda khas gagal jantung yaitu penurunan dalam kapasitas latihan, takipnea, palpitasi, takikardia, tekanan nadi yang sempit dan merasa mudah lelah. Kardiomiopati peripartum merupakan diagnosis eksklusi. Pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menunjang diagnosis antara lain elektrokardiografi, ekokardiografi, dan pemeriksaan darah. Penanganan pasien kardiomiopati peripartum baik akut maupun kronik dapat menggunakan dua pendekatan klinis, yakni terapi non-medikamentosa (termasuk transplantasi jantung dan terapi mekanik) dan terapi medikamentosa sesuai dengan pedoman tata laksana pengobatan untuk gagal jantung. Sekitar 50-60% wanita biasanya akan mengalami perbaikan fungsi kontraktil ventrikel kiri serta ukuran dimensi ruang jantung dalam 6 bulan setelah melahirkan dan berlanjut 2 hingga 3 tahun berikutnya. Kata kunci: kardiomiopati, dilatasi, peripartum, gagal jantung, kehamilan, disfungsi sistolik ABSTRACT Peripartum cardiomyopathy is a form of dilated cardiomyopathy that usually happens from the last month of pregnancy until 5 months after delivery. Patients with peripartum dilated cardiomyopathy will experience symptoms and signs of chronic heart failure such as decreased excersise tolerance, tachypnea, palpitation, tachycardia, narrow pulse pressure and fatigue. Peripartum cardiomyopathy is a diagnosis of exclusion. Examinations used to support the diagnosis are electrocardiography, echocardiography and blood studies. Management of peripartum cardiomyopathy with both acute and chronic heart failure includes non-pharmacologic intervention (heart transplantation and mechanical devices) and pharmacological approaches. The heart size will return to baseline in about 50-60% women with peripartum cardiomyopathy and will recover within 6 months after delivery and continues 2-3 years afterward. Agus Simahendra. Heart Failure in Pregnancy as a Consequence of Peripartum Cardiomyopathy. Key words: cardiomyopathy, dilated, peripartum, heart failure, pregnancy, systolic dysfunction PENDAHULUAN Sekitar 0,2-4% kehamilan di negara maju disertai komplikasi penyakit kardiovaskular. Spektrum kejadian penyakit kardiovaskular selama kehamilan berubah sepanjang waktu dan berbeda antara masing-masing negara. Risiko seorang wanita untuk mengalami gangguan jantung pada masa kehamilan dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni usia ibu saat pertama kali mengandung, gangguan metabolik seperti diabetes mellitus, hipertensi dan obesitas. Penyakit kardiovaskular ini merupakan penyebab tingginya angka kematian maternal selama masa kehamilan terutama di negara maju. Salah satu penyakit kardiovaskular yang dapat terjadi pada periode kehamilan Alamat korespondensi 182 adalah kardiomiopati peripartum. Walaupun kejadiannya di masyarakat jarang, gangguan ini memiliki komplikasi kardiovaskular yang berat baik terhadap ibu maupun janin yang dikandung.2 Kardiomiopati dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe utama berdasarkan penampakan anatomis, presentasi klinis dan abnormalitas fisiologis ventrikel kiri, yakni kardiomiopati dilatasi, hipertrofik dan restriktif.3 Penyakit kardiomiopati merupakan kelompok gangguan organ jantung akibat abnormalitas struktur anatomis yang terbatas hanya pada miokardium dengan penyebab utama yang masih belum diketahui pasti. Kelainan struktur otot jantung yang disebabkan oleh kondisi patologis lain seperti penyakit arteri koroner, gangguan katup, penyakit jantung kongenital, kelainan perikardium dan hipertensi tidak termasuk dalam definisi inklusi kelompok penyakit kardiomiopati ini. Pada beberapa pasien, tipe-tipe ini dapat terjadi bersamaan atau berurutan secara sekuensial. Terdapat dua bentuk dasar kardiomiopati yang telah dikenali, yakni bentuk primer, jika terjadi dominansi gangguan otot jantung yang melibatkan miokardium dengan penyebab tidak diketahui pasti dan bentuk sekunder yang melibatkan gangguan otot jantung dengan penyakit sistemik yang sudah ada sebelumnya, misalnya konsumsi alkohol kronis dan amiloidosis.4 email: [email protected] CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013 TINJAUAN PUSTAKA Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi yang menyebabkan gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri, terutama muncul pada periode kehamilan akhir dan masa puerperium (nifas). Di lain pihak perubahan fisiologis dan hemodinamik mencapai puncaknya saat masuk trimester ke-2 yaitu volume intravaskular meningkat cukup bermakna, sehingga kadang muncul gejala dan tanda klinis mirip kondisi gagal jantung ringan. Keadaan ini akan mempersulit diagnosis tepat gangguan jantung yang terjadi selama periode kehamilan, sehingga diperlukan kerjasama yang baik antar tenaga kesehatan yakni dokter umum, dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter spesialis jantung serta perawat medis untuk dapat mendeteksi dan menangani penyakit jantung selama kehamilan secara holistik.5 PENGERTIAN Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi yang didefinisikan sebagai disfungsi sistolik ventrikel kiri yang terjadi pada bulan terakhir periode kehamilan atau 5 bulan pertama masa nifas. Kardiomiopati dilatasi merupakan kelainan otot jantung akibat iskemia dan non-iskemia yang menyebabkan dilatasi ruang jantung terutama ventrikel kiri tanpa hipertrofi yang signifikan, sehingga menyebabkan gangguan fungsi sistolik akibat penurunan fungsi kontraktil miokardium.6 Kardiomiopati peripartum juga dapat terjadi pada wanita yang sudah pernah mengalami kelainan struktural jantung atau gangguan fungsi kardiovaskular, dengan bukti fungsi ventrikel kiri sebelumnya normal.7 Untuk dapat digolongkan ke dalam penyakit ini, tidak boleh ditemukan bukti disfungsi ventrikel kiri oleh berbagai sebab sebelumnya dan tidak ada diagnosis alternatif lain.8 Kriteria definisi lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan pemeriksaan penunjang, yakni ekokardiografi : tidak harus ditemukan adanya dilatasi ruang jantung, namun ditemukan tanda disfungsi sistolik ventrikel kiri yang ditunjukkan oleh kriteria ekokardiografik klasik misalnya penurunan fraksi pemendekan di bawah 30% dan berkurangnya fraksi ejeksi ventrikel kiri di bawah 45%.2 CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013 EPIDEMIOLOGI Penyakit kardiovaskuler menyebabkan sekitar 1/3 kasus kematian, menjadi penyebab utama kematian pada wanita di seluruh dunia. Di Amerika Utara, sekitar 38,2 juta wanita (34%) hidup dengan penyakit kardiovaskuler. Beberapa jenis penyakit kardiovaskuler yang dialami wanita sama dengan pria, yakni penyakit jantung koroner untuk kasus terbanyak, penyakit jantung katup, penyakit jantung reumatik, penyakit pembuluh darah, kelainan irama jantung, penyakit jantung kongenital dan penyakit yang mengenai miokardium.9 Di Amerika Serikat, insidens penyakit kardiomiopati peripartum antara 1:300 hingga 1:4000 kehamilan, variasi ini diyakini akibat faktor genetik dan budaya setempat. Walaupun secara definisi kardiomiopati peripartum dapat terjadi sejak bulan terakhir kehamilan hingga 5 bulan pasca melahirkan, sekitar 60% kasus terjadi dalam 2 bulan pertama masa nifas, hanya sekitar 7% kasus terjadi pada trimester akhir periode kehamilan.12 Beberapa faktor predisposisi sudah teridentifikasi berperan sebagai faktor risiko penyakit ini; antara lain usia maternal yang ekstrem (terlalu tua atau muda) saat kehamilan pertama, multiparitas, kehamilan multipel, riwayat keluarga, etnis, merokok, diabetes mellitus, malnutrisi, anemia, riwayat preeklampsia, eklampsia, hipertensi gestasional, penggunaan kronik obat golongan agonis beta, kokain dan defisiensi selenium.10 Pada kebanyakan kasus kardiomiopati peripartum tidak ditemukan riwayat keluarga dan sebagian besar memiliki angka kematian di rumah sakit serta kebutuhan pengobatan lanjut gejala gagal jantung yang rendah.11 Wanita keturunan Afrika-Amerika memiliki risiko yang lebih tinggi, terutama disebabkan oleh tingginya prevalensi hipertensi pada populasi ini. Wanita keturunan Afrika-Amerika memiliki angka kejadian kardiomiopati peripartum 15,7 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita bukan keturunan Afrika-Amerika.13 Selain itu, juga dilaporkan insidensi kardiomiopati peripartum lebih tinggi di wilayah geografis Afrika yang sebagian besar disebabkan karena faktor malnutrisi dan kebudayaan lokal pada masa nifas; masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan potensi faktor genetik dan lingkungan. ETIOLOGI Penyebab pasti kardiomiopati peripartum masih belum diketahui, beberapa faktor etiologi yang potensial adalah infeksi virus (coxsackievirus, parvovirus B19, adenovirus dan herpesvirus), proses inflamasi, miokarditis, peristiwa autoimun akibat kehamilan, peningkatan apoptosis miokardium, efek hormonal, toksemia, abnormalitas respons hemodinamik terhadap kehamilan, predisposisi genetik dan pemotongan enzimatik protein prolaktin selama peristiwa stres oksidatif. Biopsi jantung pada tahap awal rumatan penyakit dapat menemukan tanda miokarditis, mungkin disebabkan oleh reaksi autoimun terhadap antigen asing janin yang sedang dikandung.14 Kardiomiopati peripartum dicurigai terjadi sebagai konsekuensi ketidakseimbangan proses stres oksidatif, menyebabkan pemotongan enzimatik hormon laktasi prolaktin sehingga berubah menjadi faktor angiostatik yang bersifat poten dan fragmen pro-apoptotik.15 Selain itu, peristiwa microchimerism fetal, terdapatnya sel fetal yang lolos masuk ke dalam sirkulasi maternal dan menginduksi terjadinya miokarditis autoimun serta abnormalitas kejadian stres oksidatif juga berperan cukup signifikan.16 Perubahan Fungsi Kardiovaskular Selama Kehamilan Perubahan adaptasi fisiologis selama kehamilan dan peripartum penting diketahui untuk evaluasi status klinis pasien dan interpretasi parameter fungsi jantung. Perubahan fisiologis ini biasanya dimulai pada trimester awal kehamilan (usia kehamilan 5 hingga 8 minggu), mengalami puncaknya pada saat trimester kedua akhir, dan cenderung dalam kondisi plateau setelahnya hingga periode pasca melahirkan. Pada periode kehamilan akan terjadi peningkatan kebutuhan oksigen dan energi akibat peningkatan kadar katekolamin plasma dan sensitivitas reseptor adrenergik17. Kehamilan merupakan proses fisiologis, akan terjadi beberapa adaptasi perubahan sistem kardiovaskuler untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolisme maternal dan fetus selama periode gestasi. Adaptasi ini meliputi peningkatan volume darah dan curah jantung serta penurunan resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah. Pada periode kehamilan akan terjadi ekspansi volume plasma darah mencapai 40% lebih 183 TINJAUAN PUSTAKA tinggi dibanding kondisi sebelum hamil yang dimulai pada usia kehamilan 5-6 minggu dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 24 minggu, menyebabkan peningkatan curah jantung sebesar 30-50% selama periode kehamilan normal. Hal ini disebabkan oleh stimulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron oleh estrogen, menyebabkan retensi cairan dan garam melalui ginjal. Selama trimester ke-3 kehamilan, curah jantung dapat mencapai angka 7 liter/menit dan mengalami peningkatan lebih lanjut hingga mencapai 10-11 liter/menit selama proses melahirkan.18 Pada trimester awal kehamilan, peningkatan curah jantung terutama disebabkan oleh peningkatan volume sekuncup akibat besarnya volume darah maternal (preload), namun pada kehamilan tahap akhir, peningkatan ini terjadi akibat meningkatnya laju denyut nadi dan berkurangnya resistensi vaskuler sistemik (afterload). Peningkatan laju denyut nadi terjadi mulai 20 minggu hingga mencapai puncaknya pada usia kehamilan 32 minggu dan bertahan tinggi sampai 2-5 hari setelah melahirkan. Selain itu sejak awal trimester kehamilan terjadi penurunan tekanan darah sistolik akibat penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah diastolik akan mencapai 10 mmHg lebih rendah dari kondisi sebelum kehamilan pada trimester ke-2. Hal ini terjadi karena vasorelaksasi yang dicetuskan oleh sekresi meditor vasomotor lokal prostasiklin dan nitric oxide. Sedangkan pada trimester akhir kehamilan, tekanan darah diastolik akan meningkat hingga mencapai nilai yang sama dengan kondisi sebelum hamil untuk mempersiapkan proses melahirkan secara fisiologis. Hal yang perlu diketahui selama periode trimester ke-3 kehamilan adalah bahwa curah jantung dan volume sekuncup sangat dipengaruhi oleh posisi tubuh, yang akan meningkat saat berbaring posisi lateral dan berkurang saat berbaring terlentang akibat kompresi vena cava inferior oleh uterus yang telah membesar (sindrom uterocaval). Pada periode ini organ jantung dapat mengalami peningkatan ukuran sebesar kurang lebih 30% dibandingkan dengan ukuran asal sebelum kehamilan, sebagian akibat dilatasi ruang jantung.19 Wanita yang sedang hamil akan mengalami perubahan hemostasis bermakna, terjadi peningkatan kadar faktor koagulasi, fibrinogen, agregasi trombosit, berkurangnya kadar protein 184 S plasma darah, penurunan aktivitas fibrinolisis, hipertensi vena serta obstruksi aliran vena cava inferior akibat uterus yang membesar. Semua faktor ini akan menyebabkan kondisi stasis aliran darah serta hiperkoagulabilitas yang meningkatkan risiko tromboemboli. Selain itu melemahnya struktur dinding pembuluh darah arteri ukuran sedang dan besar selama kehamilan disebabkan oleh berkurangnya deposisi serabut kolagen akibat pelepasan estrogen, elastase dan relaksin ke dalam sirkulasi maternal. Hal ini membuat wanita hamil terutama pada trimester akhir menjadi lebih rentan mengalami diseksi pembuluh darah, yakni diseksi aorta atau arteri koroner.5 Perubahan fisiologis selama periode kehamilan dapat mengubah profil farmakokinetik obat yang diberikan pada masa ini. Hal ini terjadi karena ekspansi volume plasma darah, volume distribusi, penurunan kadar protein serum, perubahan afinitas pengikatan terhadap protein plasma, peningkatan akitivitas metabolisme oleh enzim hepatik serta peningkatan aliran darah ke ginjal menyebabkan peningkatan klirens obat-obatan yang terutama diekskresi melalui organ ini. Pada periode kehamilan penting dilakukan penyesuaian dosis dan monitoring kadar obat dalam darah secara ketat akibat beberapa perubahan adaptasi ini.20 Proses melahirkan akan meningkatkan curah jantung dan tekanan darah lebih lanjut akibat kontraksi uterus serta peningkatan kebutuhan oksigen, perubahan hemodinamik ini sangat dipengaruhi oleh pilihan metode melahirkan21. Curah jantung juga akan tetap meningkat sesaat setelah melahirkan pada periode nifas akibat bertambahnya volume darah sirkulasi maternal yang berasal dari pergeseran aliran darah uterus dan plasenta sehingga menyebabkan peningkatan preload. Hal ini menyebabkan pasien rentan mengalami edema pulmoner pada periode pasca melahirkan. Pada kebanyakan kasus, perubahan hemodinamik ini akan berangsurangsur kembali normal seperti keadaan sebelum hamil dalam 1-3 hari, namun pada beberapa wanita dapat bertahan hingga beberapa minggu.22 PATOFISIOLOGI Stres oksidatif selama periode peripartum memiliki peran cukup penting dalam menyebabkan kerusakan ventrikel kiri. Senyawa proinflamatorik dan peristiwa stres oksidatif akan makin meningkat selama proses kehamilan normal dan mencapai puncaknya pada trimester terakhir kehamilan. Ketidakseimbangan proses stres oksidatif selama periode kehamilan dan pasca melahirkan dapat menyebabkan terjadinya pemotongan enzimatik hormon prolaktin oleh cathepsin-D menjadi fragmen prolaktin dengan berat molekul 16-KDa. Fragmen prolaktin dengan berat molekul 16-KDa ini dapat menginduksi apoptosis sel endotelial pembuluh darah, penghambatan proliferasi sel endotel yang diinduksi VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) dan mengganggu mekanisme vasodilatasi vaskuler yang diperantarai nitric oxide. Fragmen ini dapat merusak struktur mikrovaskuler jantung yang pada akhirnya akan menyebabkan dilatasi ruang jantung dan disfungsi sistolik ventrikel kiri.15 Secara molekuler, beberapa jalur transduksi sinyal telah terbukti memiliki peran penting dalam melindungi organ jantung maternal dari kerusakan selama proses kehamilan, termasuk jalur STAT3 (Signal Transducer and Activator of Transcription Factor-3). Pada model binatang percobaan, delesi gen yang mengkode jalur STAT3 akan menyebabkan terjadinya pemotongan proteolitik secara enzimatik hormon prolaktin menjadi faktor antiangiogenik, proapoptotik dan proinflamatorik poten sehingga berhubungan dengan terbentuknya serta progresivitas kardiomiopati dilatasi.23 Pada pasien dengan predisposisi genetik terdapat setidaknya 6 gen yang berperan dalam patogenesis kardiomiopati dilatasi, mutasi pada gen-gen ini dapat menimbulkan gangguan produksi protein mutan sel otot jantung yang tidak sensitif terhadap ion kalsium sehingga terjadi gangguan kontraksi miokardium.24 Gagal jantung akibat kardiomiopati peripartum disebabkan oleh gagalnya adaptasi tubuh untuk mempertahankan tekanan perfusi ke jaringan perifer. Hal ini disebabkan oleh aktivasi sistem neurohormonal yang berlebihan dan tidak pada tempatnya. Aktivasi kronik berlebihan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) dan sistem saraf simpatik (adrenergik atau katekolaminergik) menyebabkan remodeling ventrikel kiri yang progresif hingga tingkat seluler menyebabkan bertambah buruknya gejala klinis. Selain itu kontribusi aktivasi sitokin proinflamasi pada gagal jantung kronik CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013 TINJAUAN PUSTAKA dapat menyebabkan fibrosis, hipertrofi dan gangguan fungsi pompa ventrikel kiri.25 Gangguan fungsi pompa akan menyebabkan turunnya stroke volume dan cardiac output sehingga menyebabkan hipoperfusi jaringan perifer. Hal ini akan mengaktifkan sistem adaptasi atau kompensasi berupa peningkatan fungsi kontraktil melalui mekanisme FrankStarling (akibat peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri yang meregangkan serabut otot ventrikel kiri) dan aktivasi sistem neurohumoral (saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron). Pada awal terjadinya disfungsi, pasien jarang mengeluh karena adanya mekanisme adaptasi, namun seiring perjalanan waktu ketika terjadi progresi degenerasi sel otot jantung dan remodelling yang menyebabkan overload volume, pasien akan mulai mengeluhkan gejala gagal jantung. Dimensi ruang ventrikel yang melebar akan menyebabkan pelebaran annulus katup atrioventrikular menyebabkan regurgitasi katup fungsional. Regurgitasi bersamaan dengan disfungsi sistolik memiliki beberapa konsekuensi, yakni terjadi overload volume dan tekanan pada atrium serta ventrikel sehingga menyebabkan pembesaran atrium serta fibrilasi atrium, dan penurunan stroke volume menuju sirkulasi sistemik. Pada pemeriksaan patologi makroskopis dapat ditemui dilatasi semua ruang jantung dengan sedikit hipertrofi dinding. Secara mikroskopis ditemukan tanda degenerasi miosit dengan hipertrofi serta atrofi ireguler serabut otot jantung disertai fibrosis intersitial dan perivaskular yang ekstensif. Pertumbuhan fetal yang baik sangat ditentukan oleh aliran darah maternal yang baik menuju uterus plasenta, gangguan fungsi pompa jantung harus mulai dicurigai serta dievaluasi jika ditemukan tanda gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan akibat terganggunya aliran darah dan oksigenasi.3 MANIFESTASI KLINIS Spektrum tanda dan gejala gagal jantung yang disebabkan oleh kardiomiopati peripartum sangat bervariasi. Sekitar 50% pasien gagal jantung sistolik bahkan tidak bergejala sama sekali. Pada pasien asimptomatik, salah satu indikasi awal diagnosis ini hanya pada saat evaluasi kondisi janin menggunakan monitor dan teknik ultrasonografi fetal. Presentasi klinis dan ciri hemodinamik pasien kardiomiopati peripartum tidak bisa dibedakan dari kondisi CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013 kardiomiopati dilatasi dan gagal jantung sistolik yang disebabkan etiologi lain. Diagnosis gagal jantung pada kardiomiopati peripartum dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terarah. Pasien akan mengalami penurunan kapasitas latihan, takipnea, palpitasi/takikardia, tekanan nadi yang sempit dan merasa mudah lelah. Gangguan perfusi jaringan otak akibat kurangnya cardiac output akan bermanifestasi sebagai rasa pusing dan melayang, bahkan kadang berupa penurunan kesadaran (syncope), terutama pada aktivitas fisik berlebihan. Pada gagal jantung tingkat lanjut dengan gejala kongesti berat dapat ditemukan nyeri perut, anorexia, batuk, susah tidur dan gangguan mood.26, 27 Pasien kardiomiopati peripartum akan mengalami tanda dan gejala khas gagal jantung kronik. Namun perlu diingat bahwa fatigue, gejala sesak nafas saat beraktivitas dan edema kaki wajar ditemukan pada wanita hamil mulai trimester ke-2 hingga tahap akhir, sehingga kondisi kardiomiopati dilatasi akan lebih sulit dideteksi hanya melalui gejala klinis. Gejala klinis lain yang merupakan tanda peringatan pada pasien kardiomiopati peripartum antara lain nyeri dada tidak spesifik, rasa tidak nyaman abdomen, distensi perut, batuk, hemoptisis, tanda edema paru, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea yang biasanya terjadi pada wanita yang mungkin telah memiliki kelainan jantung sebelumnya. Sebagian besar kardiomiopati peripartum berada pada kondisi NYHA (New York Heart Association) kelas fungsional III-IV saat pertama kali datang ke tenaga kesehatan.5 Tanda fisik pasien gagal jantung akibat kardiomiopati dilatasi pada masa peripartum bervariasi tergantung derajat kompensasi, tingkat kronisitas (gagal jantung akut dibandingkan dengan gagal jantung kronik), dan keterlibatan ruang jantung (jantung sebelah kiri atau kanan). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan konfigurasi jantung dan hepar yang membesar dengan tingginya tekanan vena sistemik. Tanda fisik overload cairan atau kongesti yang dapat ditemukan pada pasien dengan gagal jantung kronik antara lain ronkhi basah pada auskultasi paru, tanda efusi pleura, distensi/peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hepatomegali, edema perifer, bising sistolik sebagai tanda adanya regurgitasi mitral akibat dilatasi masif lumen ventrikel dan atrium kiri, serta gallop S3 pada auskultasi akibat peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri pada penurunan fungsi ventrikel kiri akibat dilatasi. Gangguan perfusi perifer terutama pada pasien gagal jantung tingkat lanjut dengan penyakit penyerta anemia, dapat dilihat melalui pemeriksaan ekstremitas yang teraba dingin, pucat, sianosis, dan pemanjangan waktu pengisian kapiler.28 Khusus pada pasien kardiomiopati peripartum, dapat ditemukan tanda bergesernya perabaan ictus cordis ke arah lateral dan bising ejeksi sistolik di tepi kiri sternum akibat regurgitasi mitral. Selain itu tanda embolisasi organ perifer tubuh misalnya ekstremitas bawah, usus dan otak dapat terjadi akibat trombus yang terbentuk di ventrikel kiri yang berdilatasi. Pada kasus jarang dapat pula terjadi emboli paru akibat terlepasnya trombus yang terbentuk di ventrikel kanan yang berdilatasi.17 Kriteria Framingham (tabel 1) dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis gagal jantung menggunakan kriteria klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik). Diagnosis ditegakkan jika didapatkan 2 gejala mayor pada pemeriksaan klinis atau minimal terdapat 1 gejala mayor dengan 2 gejala minor yang terpenuhi.29 Tabel 1 Kriteria Framingham untuk Diagnosis Gagal Jantung Kriteria Mayor • Peningkatan tekanan vena jugularis • Distensi vena leher • Paroxysmal nocturnal dyspnea • Edema paru akut • Ronkhi basah basal paru • Kardiomegali • Gallop S3 • Refluks hepatojugular Kriteria Minor • Batuk pada malam hari • Sesak saat aktivitas fisik (dyspnea d’effort) • Efusi pleura • Penurunan kapasitas vital 1/3 pengukuran normal • Takikardia dengan laju ventrikel >120 kali/ menit • Hepatomegali • Edema ekstremitas Penurunan BB ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan (termasuk dalam kriteria mayor dan minor) 185 TINJAUAN PUSTAKA PEMERIKSAAN PENUNJANG Perlu diingat bahwa kardiomiopati peripartum merupakan diagnosis eksklusi hanya jika seluruh kemungkinan mekanisme dasar penyakit jantung lain sebagai faktor etiologi telah disingkirkan dengan analisis riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik yang terarah dan hasil pemeriksaan penunjang lainnya.30 Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan antara lain elektrokardiografi, ekokardiografi, dan pemeriksaan darah. Elektrokardiografi Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai dan memantau aktivitas kelistrikan otot jantung secara non-invasif dengan tingkat akurasi cukup tinggi. Dengan pemeriksaan EKG dapat dideteksi tanda adanya gagal jantung dan faktor pencetus lain misalnya gangguan irama jantung (takikarida ventrikular, takikardia supraventrikular dan sindroma preeksitasi) serta abnormalitas segmen ST dan gelombang T.4 Hipertrofi ventrikel kiri akibat gangguan fungsi sistolik dan diastolik jantung ditandai dengan gambaran gelombang R di aVL >11 mm; atau R di V5-V6 >27 mm; atau S di V1+ R di V5/V6 >35 mm dengan depresi segmen ST dan inversi gelombang T pada sadapan prekordial kiri dan lateral (LV Strain pattern). Kasus gagal jantung kanan akibat berbagai sebab dapat disertai dengan hipertrofi ventrikel kanan yang ditandai dengan gambaran EKG deviasi aksis ke kanan (aksis > +110o), tidak ditemukan adanya penyebab deviasi sumbu jantung yang lain (misalnya defek konduksi interventrikular, left posterior hemiblock), rasio gelombang R: S >1 pada sadapan prekordial kanan (V1/V2) dan masih ditemukannya gelombang S dalam pada lead prekordial kiri (V5/V6).31 Pemeriksaan Holter kadang diperlukan untuk pasien gagal jantung pada kardiomiopati peripartum dengan aritmia transien misalnya fibrilasi atrial atau takikardi ventrikel.30 Foto rontgen toraks Pemeriksaan radiologi dapat menilai ukuran jantung (kardiomegali), kondisi parenkim paru, derajat kongesti, edema alveoli, edema interstitial, efusi pleura dan dilatasi pembuluh darah lobus superior paru/sefalisasi. Perlu diingat pemeriksaan rontgen toraks memberikan risiko cukup signifikan terhadap janin dalam kandungan. Penggunaan teknik diagnostik ini sedapat mungkin dihindari dan dalam keadaan terpaksa dapat dilakukan 186 dengan menggunakan alat pelindung regio abdomen ibu selama proses pengambilan gambar.27 Ekokardiografi Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi sistolik dan diastolik pasien kardiomiopati peripartum dengan kondisi gagal jantung kronik. Selain itu pemeriksaan ekokardiografi dapat digunakan untuk mencari kemungkinan penyebab utama gagal jantung lain, misalnya iskemia, kardiomiopati, gangguan katup jantung dan sebagainya. Pada pemeriksaan ekokardiografi dapat ditemukan bukti disfungsi sistolik ventrikel kiri dengan fraksi ejeksi <45%, fraksi pemendekan (fractional shortening) <30% dan dilatasi seluruh ruangan jantung. Pada sekitar 43% kasus kardiomiopati peripartum dapat ditemukan tanda adanya regurgitasi mitral dan trombus intramural ventrikel kiri terutama pada pasien dengan fraksi ejeksi dibawah 35%.17 Pemeriksaan hematologi Pemeriksaan darah rutin, kimia darah dan kadar elektrolit (natrium, kalium) sangat penting dilakukan terutama untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya aritmia. Pemeriksaan laboratorium lain dapat ditambahkan sesuai kondisi klinis masing-masing pasien. Pemeriksaan biomarker jantung, seperti BNP (brain natriuretic peptide) dan NT Pro-BNP (N-terminal pro-brain natriuretic peptide), selain untuk kepentingan diagnosis, dapat juga digunakan untuk pemantauan hasil terapi dan menilai prognosis.29 TATA LAKSANA Penanganan pasien kardiomiopati peripartum dengan tanda dan gejala gagal jantung kronik dapat menggunakan dua pendekatan klinis, yakni terapi non-medikamentosa (mekanik) dan terapi medikamentosa. Terapi non-medikamentosa yang dapat dilakukan antara lain edukasi pasien, melakukan aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi klinis, intervensi diet dengan pembatasan konsumsi garam, mencegah asupan cairan berlebih, menghindari penggunaan obat golongan NSAID tanpa indikasi mutlak, dan vaksinasi terhadap agen penyebab infeksi saluran pernafasan yang dapat memperburuk status klinis pasien, misalnya vaksinasi pneumococcus dan influenza.4 Terapi mekanik dapat dilakukan dengan pertimbangan khusus dan harus melibatkan tenaga ahli dalam pengambilan keputusan. Terapi ini melibatkan pembedahan, terapi mekanik dan intervensi invasif minimal misalnya pemasangan IABP (Intra Aortic Baloon Counterpulsation) dan LVAD (Left Ventricular Assisst Device) terutama pada pasien dengan kondisi hemodinamik tidak stabil.32 Mengingat prognosis kardiomiopati peripartum berbeda dengan kondisi kardiomiopati dilatasi lainnya, karena pada sekitar 50% pasien mengalami perbaikan fungsi ventrikel kiri dalam waktu 6 bulan setelah diagnosis, maka pengambilan keputusan untuk menggunakan terapi mekanik harus benar-benar dievaluasi dengan baik.33 Pada pasien hamil dengan kondisi gagal jantung berat disertai status hemodinamik yang tidak stabil, terminasi kehamilan tanpa memandang usia gestasi harus segera dilakukan melalui tindakan operasi menggunakan kombinasi teknik anestesi spinal dan epidural.34 Kelahiran prematur dialami oleh sekitar 17% pasien tanpa efek negatif terhadap bayi. Sedangkan pada pasien dengan kondisi hemodinamik stabil tanpa komplikasi obstetrik, metode melahirkan per vaginam lebih disukai menggunakan teknik anestesi epidural dan monitoring hemodinamik secara ketat. Setelah melahirkan, sebagian besar pasien akan mengalami perbaikan status hemodinamik, sehingga terapi standar gagal jantung dapat segera dimulai.35 Untuk wanita dengan gejala dan tanda disfungsi ventrikel kiri berat dengan durasi QRS >120 ms setelah 6 bulan diagnosis awal ditegakkan walaupun sudah diterapi optimal menggunakan pendekatan farmakologis, disarankan terapi teknik cardiac resynchronization therapy (CRT) dan pemasangan implantable cardioverter defibrillator (ICD). Transplantasi jantung merupakan pilihan terakhir pada pasien dengan disfungsi berat ventrikel kiri, yang tidak mungkin menggunakan, tidak menginginkan alat bantu sirkulasi mekanik untuk alasan tertentu atau tidak memberikan respons klinis yang positif setelah 6-12 bulan terapi dengan menggunakan modalitas terapi mekanik ini.36 Tujuan utama terapi pasien kardiomiopati peripartum dengan gagal jantung kronik adalah memperbaiki gejala, memperpanjang angka harapan hidup, meningkatkan status fungsional, mempertahankan kualitas hidup, mencegah progresivitas penyakit, mencegah rekurensi, dan menurunkan angka CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013 TINJAUAN PUSTAKA rehospitalisasi37. Kendali faktor pencetus, pemberian terapi optimal, tata laksana yang adekuat saat terjadi dekompensasi akut, serta kepatuhan pada terapi obat jangka panjang mutlak dilakukan untuk mencapai tujuan terapi pada penderita gagal jantung kronik yang berlanjut pasca melahirkan. Secara umum, penanganan medikamentosa pada pasien kardiomiopati peripartum dengan gejala gagal jantung meliputi kontrol kadar garam dan cairan dalam sirkulasi untuk mencegah retensi cairan menggunakan diuretik dan meminimalisir progresivitas penyakit melalui inhibisi remodeling otot jantung menggunakan agen modulator sistem neurohormonal27. Tujuan ini kadang memiliki pendekatan berbeda tergantung kapasitas fungsional pasien. Pasien dengan NYHA kelas fungsional I dapat diberi modulator sistem neurohumoral untuk mencegah progresivitas penyakit dan remodeling otot jantung. Bagi pasien gagal jantung kronik kelas fungsional lebih tinggi (NYHA II-IV) terapi ditujukan untuk meminimalisir retensi cairan dengan pembatasan asupan garam dan penggunaan diuretik, meningkatkan kapasitas aktivitas pasien, mengendalikan risiko progresivitas penyakit dan mencegah kematian38. Sindrom gagal jantung pada pasien kardiomiopati peripartum ditatalaksana sesuai panduan terapi gagal jantung akut maupun kronis dengan beberapa pengecualian39. Tata laksana medikamentosa yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) Penggunaan obat golongan ACE-I dikontraindikasikan secara absolut pada pasien hamil. Obat golongan ini telah terbukti memiliki efek teratogenik dan berbahaya bagi pertumbuhan serta perkembangan janin dalam kandungan.40 Terapi menggunakan obat golongan ACE-I dapat mulai dilakukan pasca melahirkan dengan perhatian terhadap beberapa agen yang juga disekresikan melalui air susu ibu (ASI) selama periode laktasi; benazepril, captopril, dan enalapril cukup aman.41 Obat golongan ini terbukti dapat menurunkan angka morbiditas, mortalitas dan angka hospitalisasi pada pasien dengan gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri. Obat ini bekerja melalui modulasi sistem neurohumoral dengan cara menurunkan kadar angiotensin II, norepinefrin dan aldosteron sehingga CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013 mencegah progresivitas remodeling otot jantung. Golongan ACE-I juga memiliki efek menaikkan kadar bradikinin sehigga memperbaiki fungsi vaskular dan hemodinamik pasien dengan gagal jantung kronik.42 Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan ACE-I antara lain hipotensi, insufisiensi ginjal dan hiperkalemia sehingga monitoring tekanan darah, kadar elektrolit dan fungsi ginjal (BUN dan kreatinin serum) harus sering dilakukan dalam terapi jangka panjang khususnya pada pasien dengan penyakit penyerta. Efek samping lain berupa batuk kering (akibat efek bradikinin) dan pada kasus jarang dapat menyebabkan angioedema. Dosis ACE-I dimulai dari dosis kecil kemudian dinaikkan bertahap hingga mencapai target dosis optimal terapi.43 2. Angiotensin Receptor Blocker (ARB) Sama seperti ACE-I, obat golongan ini juga dikontraindikasikan secara absolut pada wanita hamil karena bersifat teratogen dan fetotoksik.44 Obat ini merupakan antagonis spesifik reseptor angiotensin II tipe 1. Obat golongan ini biasa digunakan sebagai obat antihipertensi, namun penggunaan pada gagal jantung kronik makin meningkat karena sama seperti golongan ACE-I, obat golongan ini dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.28 Penggunaan dan pemantauan obat golongan ARB sama dengan golongan ACE-I, pemeriksaan kadar kalium dan kreatinin serum harus dilakukan secara berkala pada terapi jangka panjang. ARB digunakan apabila pasien intoleran terhadap efek samping ACE-I, namun secara klinis obat golongan ini lebih sering dipakai karena dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping obat golongan ARB sebagian besar sama dengan yang ditimbulkan oleh golongan ACE-I (hipotensi, insufisiensi ginjal dan hiperkalemia) dengan insidensi lebih rendah. Kombinasi ACE-I dan ARB dapat memberikan keuntungan pada pasien gangguan ginjal dengan proteinuria masif, namun terapi kombinasi ini masih bersifat kontroversial karena dapat memperberat kemungkinan efek samping.43 3. Kombinasi Hidralazin dan Isosorbid Dinitrat Obat golongan ini merupakan terapi lini pertama pasien kardiomiopati peripartum dengan gejala gagal jantung untuk mengurangi afterload. Kombinasi obat ini sekarang sudah tersedia dalam fixed dose combination (FDC) dan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas, khususnya pada pasien gagal jantung (terutama NYHA kelas fungsional III-IV) keturunan Afrika-Amerika.4 Kedua obat ini merupakan golongan vasodilator, isosorbid dinitrat bekerja sebagai Tabel 2 Jenis Obat Golongan ACE-I dan Dosis Penggunaannya Dosis awal (mg) Target dosis (mg) Dosis maksimal (mg) Kaptopril Nama Obat 3 x 6,25 – 12,5 3 x 50 3 x 100 Enalapril 2x 2,5-5 2 x 10 2 x 20 Lisinopril 1 x 2,5-5 1 x 20 1 x 40 Ramipril 2 x 1,25-2,5 2x5 2 x 10 Quinapril 2x5 2 x 20 2 x 20 Fosinopril 2 x 2,5-5 2 x 20 2 x 20 Benazepril 2 x 2,5-5 2 x 20 2 x 20 Moexipril 1 x 7,5 1 x 30 1 x 30 1x1 1x4 1x4 Trandolapril Tabel 3 Obat Golongan ARB dan Dosis Penggunaannya Nama Obat Dosis Awal (mg) Dosis target (mg) Dosis maksimal (mg) Candesartan 1 x 16 1 x 32 1 x 32 Valsartan 1 x 80 1 x 160 1 x 320 Losartan 1 x 12,5-25 1 x 50 1 x 100 Irbesartan 1 x 150 1 x 300 1 x 300 Telmisartan 1 x 40 1 x 80 1 x 80 Tabel 4 Hidralazine dan Isosorbid Dinitrat Berikut Dosis Penggunannya Nama obat Dosis awal (mg) Dosis target (mg) Dosis maksimal (mg) Hidralazine 4 x 25 4 x 50-75 4 x 100 Isosorbid Dinitrat (ISDN) 3 x 10-20 3 x 20-80 3 x 80 FDC Hidralazine-ISDN 3 x 25/37,5 3 x 50/75 3 x 50/75 187 TINJAUAN PUSTAKA venodilator, sedangkan hidralazin sebagai arteriodilator. Selain itu, pada pasien yang mengalami angioedema, gagal ginjal berat atau kehamilan yang tidak mungkin diberi obat golongan ACE-I atau ARB, dapat digunakan kombinasi hidralazine dan isosorbid dinitrat. Efek samping yang mungkin timbul oleh penggunaan hidralazine antara lain takikardia refleks dan sindrom mirip-lupus, sedangkan penggunaan nitrat jangka panjang dapat menimbulkan toleransi serta menyebabkan sakit kepala dan flushing wajah.45 4. Beta-Blocker Obat golongan ini awalnya dikontraindikasikan pada pasien gagal jantung karena dapat menurunkan fungsi miokardium akibat sifat inotropik dan kronotropik negatif terutama pada fase akut.37 Namun, berdasarkan penelitian klinis baru-baru ini, penggunaan beta-blocker pada gagal jantung fase kronik terbukti dapat memberikan keuntungan pada angka mortalitas, sehingga obat ini sekarang menjadi lini pertama terapi jangka panjang pasien gagal jantung (NYHA kelas fungsional II atau III) yang memiliki gejala18. Mekanisme kerja golongan obat ini dalam menurunkan angka mortalitas pasien gagal jantung tidak diketahui pasti, namun diyakini memberikan efek positif terhadap modulasi sistem aksis neurohumoral. Obat golongan BB disarankan untuk pasien yang hemodinamik sudah stabil dan tidak ada kontraindikasi (misalnya, asma bronkial atau gangguan konduksi jantung) dengan dosis awal kecil, dititrasi perlahan dalam 2-4 minggu selama 3-4 bulan hingga mencapai dosis target. Obat golongan ini baru memberikan efek positif setelah terapi 2-3 bulan. Beta-blocker juga dapat dikombinasikan dengan obat-obatan jangka panjang lain untuk terapi gagal jantung. Obat golongan BB tidak boleh dihentikan mendadak walau pasien sudah tidak ada gejala karena dapat menimbulkan perburukan status klinis tibatiba. Efek samping yang mungkin timbul pada pengunaan obat golongan BB antara lain nyeri kepala, dizziness, bradikardia, blok konduksi jantung, hipotensi, dan perburukan klinis gagal jantung pada pasien dengan profil hemodinamik buruk28. Beta-blocker yang disarankan untuk pasien gagal jantung adalah yang bersifat kardioselektif, antara lain carvedilol, metoprolol suksinat, bisoprolol dan atenolol.46 Sedangkan beta bloker lain yang bersifat tidak kardioselektif (asebutolol, propanolol, pindolol, nebivolol), tidak boleh 188 terapi kombinasi diuretik dari beberapa golongan dan menggunakan regimen infus intravena secara berkesinambungan untuk memperbaiki gejala overload cairan. Apabila dengan metode ini masih tidak berhasil mengurangi gejala kongesti, dapat digunakan teknik ultrafiltrasi yang hanya bisa dilakukan di pusat rujukan.48 Furosemid dan hidroklorotiazid merupakan obat golongan diuretik yang terbukti cukup aman karena tidak bersifat teratogenik dan paling sering digunakan pada kondisi kehamilan.49 digunakan untuk pasien gagal jantung yang sedang hamil karena dapat mengganggu sirkulasi uteroplasental. Pada wanita yang mendapatkan terapi menggunakan obat golongan penyekat beta selama kehamilan, maka bayi yang baru dilahirkan harus diawasi selama 24-48 jam untuk menyingkirkan adanya tanda hipoglikemia, gangguan depresi pernafasan dan bradikardia.47 5. Diuretik Obat golongan ini hanya digunakan jika terdapat gejala kongesti, karena jika penggunaannya tidak tepat, dapat menimbulkan kondisi hipovolemia yang berbahaya terhadap aliran darah menuju plasenta dan janin.10 Penggunaan diuretik bertujuan mengurangi kelebihan cairan dan garam agar dapat mempertahankan status euvolemia. Pasien dengan status cairan dan preload yang baik akan mengalami perbaikan gejala klinis sehingga dapat meningkatkan kapasitas latihan dan kualitas hidup. Penggunaan diuretik berlebihan dapat menyebabkan hipovolemia (berkurangnya perfusi organ perifer akibat gagal ginjal) dan gangguan kadar elektrolit darah yang dapat menimbulkan aritmia. Pasien gagal jantung yang tidak mengeluhkan gejala dan tidak terbukti ada tanda overload cairan dapat tanpa diuretik. Resistensi diuretik merupakan suatu kondisi pasien masih mengalami retensi cairan walaupun sudah mendapatkan terapi restriksi cairan, garam dan terapi diuretik dosis optimal. Pada kasus ini sebaiknya digunakan 6. Antagonis Reseptor Aldosteron (spironolakton dan eplerenon) Termasuk ke dalam golongan diuretik potensi lemah hemat kalium. Penggunaan obat golongan ini sebaiknya dihindari selama periode kehamilan karena memiliki sifat antiandrogen terhadap janin jika digunakan pada trimester pertama.40,44 Aldosteron antagonis digunakan untuk pasien gagal jantung tahap lanjut pasca melahirkan jika obat golongan ACE-I/ARB dan diuretik loop tidak memberikan respons adekuat. Spironolakton diindikasikan pada pasien gagal jantung sistolik tingkat lanjut (NYHA kelas fungsional III-IV dan fraksi ejeksi <35%) yang sudah diterapi optimal menggunakan ACE-I dan BB serta tanpa disfungsi ginjal signifikan (kreatinin serum <2,5 mg/dL) atau hiperkalemia (kadar potassium serum >5 mEq/L). Sedangkan eplerenon diindikasikan pada pasien gagal jantung (fraksi ejeksi ≤45%) akibat infark miokard. Penggunaan eplerenon Tabel 5 Obat Golongan Beta-Blocker dan Dosis Penggunaannya Nama Obat Dosis awal (mg) Dosis target (mg) Dosis Maksimal (mg) Carvedilol 2 x 3,125 2 x 6,25-25 2 x 50 Metoprolol Suksinat 1 x 25 1 x 150-200 1 x 200 Bisoprolol 1 x 1,25 1 x 10 1 x 20 Tabel 6 Obat Golongan Diuretik dan Dosis Penggunaannya Nama Obat Dosis awal (mg) Furosemid 10 mg/hari (iv) Bumetanid Torsemid Dosis Target (mg) Dosis Maksimal (mg) Sesuai Kebutuhan 1000 mg/hari (iv) 20 mg/hari (oral) Sesuai Kebutuhan 2 x 240 (oral) 1 mg/hari Sesuai Kebutuhan 10 mg/hari 10 mg/hari Sesuai Kebutuhan 200 mg/hari Asam etakrinat 50 mg/hari Sesuai Kebutuhan 2 x 200 mg Hidroklorotiazid 25 mg/hari Sesuai Kebutuhan 50 mg/hari Triamteren 50 mg/hari Sesuai Kebutuhan 2 x 100 mg Metolazon 2,5 mg/hari Sesuai Kebutuhan 10 mg/hari Tabel 7 Obat Golongan Antagonis Reseptor Aldosteron dan Dosis Penggunaannya Nama Obat Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg) Dosis Maksimal (mg) Spironolakton 12,5-25 mg/hari 25 mg/hari 2 x 50 mg Eplerenon 50 mg/hari 100 mg/hari 100 mg/hari CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013 TINJAUAN PUSTAKA jarang menimbulkan efek samping sehingga lebih baik ditoleransi. Jika menggunakan diuretik hemat kalium, suplementasi kalium sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan hiperkalemia. Pemantauan kadar kreatinin dan kalium sebaiknya rutin setiap 1-2 minggu setelah terapi dimulai. Efek samping spironolakton terutama adalah hiperkalemia (terutama pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan diabetes mellitus), ginekomastia, dan galaktorea.43 7. Inotropik Dopamin, dobutamin dan levosimendan merupakan obat golongan inotropik yang dapat digunakan dengan aman pada pasien hamil dengan kondisi hemodinamik tidak stabil misalnya gagal jantung akut. Dopamin dan dobutamin diberikan dengan dosis 2-20 μg/kgBB/menit secara intravena dosis titrasi sedangkan levosimendan diberikan dengan dosis awal 24 μg/kgBB bolus intravena selama 10 menit serta dosis rumatan 0,1 μg/kgBB/ menit secara infus intravena selama 24 jam pertama.42 Selain itu, digitalis yang merupakan obat inotropik positif dan kronotropik negatif juga dapat digunakan secara aman pada pasien hamil untuk meningkatkan kualitas profil hemodinamik dan memperbaiki gejala klinis, baik pada saat istirahat atau saat beraktivitas. Digitalis diindikasikan pada pasien gagal jantung yang disertai fibrilasi atrium dan aman digunakan untuk menurunkan angka hospitalisasi secara signifikan. Obat golongan digitalis di Indonesia adalah digoksin dengan dosis 0,125 mg/hari pada pasien gagal jantung dengan fungsi ginjal normal. Efek samping digoksin berhubungan dengan fungsi ginjal yang buruk dan hipokalemia.45 8. Suplementasi kalium Pasien gagal jantung yang diberi terapi diuretik loop sering mengalami hipokalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia dan defisiensi tiamin. Secara umum suplementasi kalium dapat diberikan pada pasien untuk mempertahankan kadar kalium darah berkisar antara 4,0-5,0 mEq/L. Suplementasi kalium harus lebih hati-hati pada pasien yang mendapat terapi ACE-I, antagonis aldosteron dan insufisiensi ginjal karena sering mengalami hiperkalemia yang dapat menyebabkan aritmia.4 9. Antikoagulan Periode peripartum merupakan CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013 suatu kondisi peningkatan aktivitas prokoagulan, sehingga obat golongan antikoagulan harus digunakan secara hati-hati sesaat setelah melahirkan, namun dapat segera diberikan setelah perdarahan dapat ditangani.50 Antikoagulan harus diberikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi sangat rendah karena trombus intramural ventrikel kiri dan embolisme perifer terutama emboli otak sering terjadi pada kardiomiopati dilatasi.51 Selain itu, pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial baik paroksismal maupun persisten harus diberi antikoagulan secara adekuat untuk mencegah stroke emboli.52 Obat golongan antikoagulan yang sering dipakai pada kondisi ini antara lain LMWH (low molecular weight heparin) atau antagonis vitamin K oral (warfarin), tergantung tahapan periode kehamilan pasien. LMWH direkomendasikan digunakan pada trimester pertama dan periode akhir kehamilan (usia kehamilan >36 minggu), sedangkan warfarin digunakan mulai awal trimester ke-2 kehamilan hingga usia kehamilan mencapai 36 minggu. LMWH diberikan secara injeksi subkutan dengan dosis 1 mg/kgBB setiap 12 jam dengan evaluasi kadar faktor anti-Xa, sedangkan warfarin diberikan secara oral dengan target INR berkisar antara 2,0-3,0.53 10. Agen Pengobatan Terbaru Pada penelitian kecil, pentoksifilin dapat digunakan untuk memperbaiki hasil keluaran, fungsi sistolik ventrikel kiri dan memperbaiki gejala klinis jika ditambahkan pada pengobatan gagal jantung konvensional karena bersifat menghambat agen proinflamatorik TNF-α (Tumor Necrosis Factor-alpha).51 Di samping itu, pada beberapa penelitian, penggunaan imunoglobulin intravena dapat memperbaiki fungsi ejeksi sistolik ventrikel kiri karena menurunkan kadar sitokin proinflamatorik tioredoksin dalam sirkulasi secara signifikan.10,54 Terapi immunosupresif belum memiliki peranan jelas dalam terapi pasien dengan kardiomiopati peripartum, namun dapat dipertimbangkan pada pasien dengan bukti adanya miokarditis pada pemeriksaan biopsi histopatologis.55 Bromokriptin yang merupakan antagonis hormon prolaktin dapat ditambahkan pada pengobatan gagal jantung konvensional lain. Terapi ini dapat meningkatkan fungsi sistolik ventrikel kiri dan memperbaiki hasil luaran klinis pada kardiomiopati peripartum akut dengan gangguan fungsi hemodinamik berat.56 PROGNOSIS Prognosis pasien setelah mengalami kardiomiopati peripartum adalah bervariasi tergantung dari derajat disfungsi sistolik ventrikel kiri saat diagnosis awal ditegakkan. Secara umum prognosis lebih baik dibandingkan dengan kardiomiopati noniskemik akibat penyebab lain. Sekitar 50-60% wanita akan mengalami perbaikan fungsi kontraktil ventrikel kiri serta ukuran dimensi ruang jantung dalam 6 bulan setelah melahirkan dan berlanjut 2 hingga 3 tahun berikutnya.17 Sisanya akan mengalami disfungsi ventrikel kiri menetap atau mengalami perburukan kondisi klinis walaupun sudah diterapi optimal dengan perkiraan tingkat kematian maternal berkisar antara 10-50% terutama dalam periode 3 bulan pasca melahirkan jika tidak dilakukan transplantasi jantung. Pasien dengan kondisi kardiomegali persisten setelah 6 bulan diagnosis memiliki angka kematian sekitar 85% dalam 5 tahun. Pasien dengan dimensi sistolik akhir ventrikel kiri kurang dari 5,5 cm, fraksi ejeksi ventrikel kiri lebih dari 30% dan kadar troponin jantung rendah pada saat pemeriksaan awal, memiliki prognosis lebih baik.57 Wanita yang telah terdiagnosis kardiomiopati peripartum dan mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri menetap setelah melahirkan akan menghadapi risiko tinggi komplikasi kardiovaskular jika kembali hamil, sehingga sebaiknya menghindari kehamilan berikutnya.58 Selain itu, wanita yang pernah terdiagnosis dengan kardiomiopati peripartum tetap memiliki risiko rekurensi dengan insidensi 3050%, walaupun fungsi ejeksi sistolik ventrikel kiri sudah kembali normal.33 SIMPULAN Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi dengan tanda dan gejala gagal jantung yang jarang ditemukan pada praktek klinis sehari-hari. Diperlukan pengetahuan yang cukup baik untuk dapat mendiagnosis kondisi klinis ini mengingat progresivitas penyakit jika tidak ditatalaksana secara adekuat, sehingga menyebabkan morbiditas, gangguan kualitas hidup, gagal jantung kronik dan angka mortalitas yang bermakna. Prioritas utama diagnosis adalah mampu membedakan tanda dan gejala akibat respons fisiologis normal selama kehamilan atau gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri akibat kardiomiopati 189 TINJAUAN PUSTAKA peripartum. Anamnesis terarah, pemeriksaan fisik dan penunjang yang sesuai diperlukan untuk menyingkirkan faktor etiologi lain sebagai penyebab kardiomiopati. Tujuan utama terapi kardiomiopati peripartum adalah memperbaiki gejala klinis, memperpanjang angka harapan hidup, meningkatkan status fungsional, mempertahankan kualitas hidup, mencegah progresivitas penyakit, mencegah rekurensi, dan menurunkan angka rehospitalisasi dengan menggunakan pendekatan terapi mekanis serta farmakologis. Semua pasien gagal jantung harus diterapi sesuai dengan pedoman tata laksana gagal jantung baik akut maupun kronik dengan beberapa modifikasi misalnya menghindari penggunaan obat golongan penyekat enzim konversi angiotensinogen, penyekat reseptor angiotensin II, atau penyekat reseptor aldosteron selama kehamilan karena efek teratogenik. Pendekatan terapi medikamentosa terbaru menggunakan pentoksifilin, terapi imunosupresi, imunoglobulin intravena dan bromokriptin (antagonis hormon prolaktin) hasil awalnya cukup menggembirakan, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut dengan skala lebih besar agar dapat diterapkan secara aman pada semua pasien kardiomiopati dilatasi. Pasien kardiomiopati peripartum juga harus mendapat terapi antikoagulan yang adekuat menggunakan heparin dan antagonis vitamin K sebagai tambahan terapi konvensional mengingat kondisi hiperkoagulabilitas selama periode peripartum. Sebagian besar pasien kardiomiopati peripartum akan mengalami perbaikan kondisi klinis setelah 6 bulan pasca melahirkan, sehingga jarang diperlukan terapi farmakologis atau tindakan mekanik kronik untuk menangani gejala gagal jantung. Namun transplantasi jantung dan alat bantu mekanik ventrikular dapat digunakan sebagai alternatif terapi bagi pasien kardiomiopati peripartum yang gagal kembali ke status fungsional awal dengan terapi medikamentosa dosis optimal. DAFTAR PUSTAKA 1. Weiss BM, von Segesser LK, Alon E, Seifert B, Turina MI. Outcome of cardiovascular surgery and pregnancy: a systematic review of the period 1984–1996. Am J Obstet Gynecol 1998;179:1643–1653. 2. Pearson GD, Veille JC, Rahimtoola S, Hsia J, Oakley CM, Hosenpud JD, Ansari A, Baughman KL. Peripartum cardiomyopathy: National Heart, Lung, and Blood Institute and Office of Rare Diseases (National Institutes of Health) workshop recommendations and review. JAMA 2000;283:1183–1188. 3. Wein M.N., Dec G.W., Lilly L.S. The Cardiomyopathies. Dalam. Lilly L.S., editor. Pathophysiology of Heart Diseases : A Collaborative Project of Medical Students and Faculty, Fourth Edition. 4. Hardaway B., Tang W.H.W. Heart Failure With Systolic Dysfunction. Dalam. Griffin B.P., Topol E.J., Nair D., Ashley K., editor. Manual of Cardiovascular Medicine Third Edition. USA : Lippincott USA : Lippincott Williams & Wilkins, 2007; Hal 252 – 268. Williams & Wilkins, 2009; Hal 105 – 122. 5. Choure A., Griffin B.P., Raymond R. Pregnancy and Cardiovascular Diseases. Dalam. Griffin B.P., Topol E.J., Nair D., Ashley K., editor. Manual of Cardiovascular Medicine Third Edition. USA : Lippincott Williams & Wilkins, 2009; Hal 536 – 552. 6. Wynne J., Braunwald E. Cardiomyopathy and Myocarditis. Dalam. Localzo J., Fauci A.S., Braunwald E., Kasper D.L., Longo D.L., Hauser S.L., et al., editor. Harrison’s Cardiovascular Medicine. China : McGraw Hill, 2010; Hal 241-253. 7. Purcell I.F., Williams D.O. Peripartum cardiomyopathy complicating severe aortic stenosis. Int J Cardiol 1995; 52:163–6. 8. Sliwa K., Hilfiker-Kleiner D., Petrie M.C., Mebazaa A., Pieske B., Buchmann E., et al. Current state of knowledge on aetiology, diagnosis, management, and therapy of peripartum cardiomyopathy: a position statement from the Heart Failure Association of the European Society of Cardiology ESC Guidelines Page 49 of 51. Working Group on peripartum cardiomyopathy. Eur J Heart Fail 2010;12:767–778. 9. Ashley K.E. Heart Diseases in Women. Dalam. Griffin B.P., Topol E.J., Nair D., Ashley K., editor. Manual of Cardiovascular Medicine Third Edition. USA : Lippincott Williams & Wilkins, 2009; Hal 553 – 563. 10. Sliwa K, Fett J, Elkayam U . Peripartum cardiomyopathy. Lancet 2006;368:687–693. 11. Kao D.P., Hsich E., Lindenfeld J. Characteristics of 2067 Patients Hospitalized With Peripartum Cardiomyopathy. JACC March 27th 2012;59(13):925-7. 12. Elkayam U., Akhter M.W., Singh H., Khan S., Bitar F., Afshan. Pregnancy Associated Cadiomyopathy : Clinical Characteristic and Comparison. Ciculation. 2005;111:2050-2055. 13. Gentry M.B., Dias J.K., Luis A., Patel R., Thornton J., Reed G.L. African American Women Have a Higher Risk for Developing Peripartum Cardiomyopathy. Journal of th American College of Cardiology 2010;55:654-659. 14. Sliwa K, Forster O, Libhaber E, Fett JD, Sundstrom JB, Hilfiker-Kleiner D, Ansari AA. Peripartum cardiomyopathy: inflammatory markers as predictors of outcome in 100 prospectively studied patients. Eur Heart J 2006;27:441–446. 15. Hilfiker-Kleiner D, Kaminski K, Podewski E, Bonda T, Schaefer A, Sliwa K, et al. A cathepsin D-cleaved 16 kDa form of prolactin mediates postpartum cardiomyopathy. Cell 2007;128:589–600. 16. Hare J.M. The Dilated, Restrictive and Infiltrative Cardiomyopathies. Dalam. Libby P., Bonow R.O., Mann D.L., Zipes D.P., editor. Braunwald’s Heart Disease : a Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th edition. USA : Elseviers Saunders, 2007; Hal 1739 – 1760. 17. Mandras S. Cardiovascular Diseases in Special Population. Dalam. Cuculich P.S., Kates A.M., Henderson K.E., De Fer T.M, editor. The Washington Manual Subspeciality Consult Series Cardiology. China : Lippincott Williams & Wilkins, 2009; Hal 380-401. 18. Oakley C., Child A., Lung B., Presbitero P., Tornos P., Klein W., et al. Task Force on the Management of Cardiovascular Diseases During Pregnancy of the European Society of Cardiology. Expert consensus document on management of cardiovascular diseases during pregnancy. Eur Heart J 2003;24:761–781. 19. Cox. S.M., Werner C.L., Hoffman B.L., Cunningham F.G. editor. Williams Obstetrics 22nd Edition. USA : McGrawHill Company, 2005. 20. Anderson GD. Pregnancy-induced changes in pharmacokinetics: a mechanistic based approach. Clin Pharmacokinet 2005;44:989–1008. 21. Robson SC, Dunlop W, Boys RJ et al. Cardiac output during labour. Br Med J 1987;295:1169–72. 22. Elkayam U, Gleicher N. Hemodynamics and cardiac function during normal pregnancy and the puerperium. Dalam: Elkayam, Gleicher N, editor. Cardiac problems in pregnancy. New York: Wiley; 1998, p. 3–19. 23. Van Den Berg M.P., Van Spaendonck-Zwarts K.Y., Van Veldhuisen D.J. Dilated Cardiomyopathy Complicates Pregnancy Outcome : But How? JACC Vol. 55, No. 20, May 18, 2010:2290–2. 24. Morales A., Painter T., Li R., Siegfried J.D., Li D.X., Norton N. Mutations in 6 Genes Identified in Patients With Peripartum Cardiomyopathy. JACC March 9 2010;55;10A:1029-168. 190 CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013 TINJAUAN PUSTAKA 25. Mann, D.L. Patophysiology of Heart Failure. Dalam. Libby P., Bonow R.O., Mann D.L., Zipes D.P., editor. Braunwald’s Heart Disease : a Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th edition. USA : Elseviers Saunders, 2007; Hal 541 – 560. 26. Peura J.L. Assessment and Management of The Dilated, Restrictive, and Hypertrophic Cardiomyopathies. Dalam. Cuculich P.S., Kates A.M., Henderson K.E., De Fer T.M, editor. The Washington Manual Subspeciality Consult Series Cardiology. China : Lippincott Williams & Wilkins, 2009; Hal 128 – 138. 27. Schilling J.D. Management of Acute and Chronic Heart Failure. Dalam. Cuculich P.S., Kates A.M., Henderson K.E., De Fer T.M, editor. The Washington Manual Subspeciality Consult Series Cardiology. China : Lippincott Williams & Wilkins, 2009; Hal 112 – 127. 28. LeJemtel T.H., Sonnenblick E.H., Frishman W.H. Diagnosis and Management of Heart Failure. Dalam. Fuster V., Walsh R.A., Harrington R.A., editor. Hurst’s The Heart, 10th Edition. USA : McGraw Hill Company, 2000. 29. Hess O.M., Carrol J.D. Clinical Assessment of Heart Failure. Dalam. Libby P., Bonow R.O., Mann D.L., Zipes D.P., editor. Braunwald’s Heart Disease : a Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th edition. USA : Elseviers Saunders, 2007; Hal 561 – 580. 30. Bristow M.R., Mestroni L., Bohlmeyer T.J., Gilbert E.M. Dilated Cardiomyopathy. Dalam. Fuster V., Walsh R.A., Harrington R.A., editor. Hurst’s The Heart, 10th Edition. USA : Mc-Graw Hill Company, 2000. 31. Hampton, J.R. EKG Dalam Praktek Sehari-Hari. Jakarta : Binarupa Aksara, 2003. 32. Naka, Y., Rose E.A. Assissted Circulation in The Treatment of Heart Failure. Dalam. Libby P., Bonow R.O., Mann D.L., Zipes D.P., editor. Braunwald’s Heart Disease : a Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th edition. USA : Elseviers Saunders, 2007; Hal 685 – 696. 33. Habli M, O’Brien T, Nowack E, Khoury S, Barton JR, Sibai B. Peripartum cardiomyopathy: prognostic factors for long-term maternal outcome. Am J Obstet Gynecol 2008;199:415 e411–e415. 34. Tomlinson M., Cardiac Diseases. In: James DK, Steer PJ, Weiner CP et al., eds. High Risk Pregnancy. Management Options. 3rd edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006. p798–827. 35. de Beus E, van Mook WN, Ramsay G, Stappers JL, van der Putten HW. Peripartum cardiomyopathy: a condition intensivists should be aware of. Intensive Care Med 2003;29:167–174. 36. Rasmusson KD, Stehlik J, Brown RN, Renlund DG, Wagoner LE, Torre-Amione G, Folsom JW, Silber DH, Kirklin JK. Long-term outcomes of cardiac transplantation for peri-partum cardiomyopathy: a multiinstitutional analysis. J Heart Lung Transplant 2007;26:1097–1104. 37. Mann, D.L. Managements of Heart Failure Patients With Reduced Ejection Fraction. Dalam. Libby P., Bonow R.O., Mann D.L., Zipes D.P., editor. Braunwald’s Heart Disease : a Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th edition. USA : Elseviers Saunders, 2007; Hal 611 – 639. 38. Francis G.S., Gassler J.P., Sonnenblick E.H. Patophysiology and Diagnosis of Heart Failure. Dalam. Dalam. Fuster V., Walsh R.A., Harrington R.A., editor. Hurst’s The Heart, 10th Edition. USA : Mc-Graw Hill Company, 2000. 39. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, McMurray JJ, Ponikowski P, Poole-Wilson PA, et al. ESC guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008: the Task Force for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008 of the European Society of Cardiology. Developed in collaboration with the Heart Failure Association of the ESC (HFA) and endorsed by the European Society of Intensive Care Medicine (ESICM). Eur J Heart Fail 2008;10:933–989. 40. Cooper WO, Hernandez-Diaz S, Arbogast PG, Dudley JA, Dyer S, Gideon PS, Hall K, Ray WA. Major congenital malformations after first-trimester exposure to ACE inhibitors. N Engl J Med 2006;354:2443–2451. 41. Beardmore KS, Morris JM, Gallery ED. Excretion of antihypertensive medication into human breast milk: a systematic review. Hypertens Pregnancy 2002;21:85–95. 42. Teerlink J.R. Diagnosis and Management of Acute Heart Failure. Dalam. Libby P., Bonow R.O., Mann D.L., Zipes D.P., editor. Braunwald’s Heart Disease : a Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th edition. USA : Elseviers Saunders, 2007; Hal 583-607. 43. Opie L.H., Pfeffer M.A. Inhibitors of Angiotensin-Converting Enzyme, Angiotensin II Receptor, Aldosteron, and Renin. Dalam. Opie L.H., Gersh B.J., editor. Drugs For The Heart, 7th Edition. India : Elseviers Saunders, 2009 ; Hal 112 – 159. 44. Schaefer C. Angiotensin II-receptor-antagonists: further evidence of fetotoxicity but not teratogenicity. Birth Defects Res A Clin Mol Teratol 2003;67:591–594. 45. Poole-Wilson P.A., Opie L.H. Acute and Chronic Heart Failure : Positive Inotropes, Vasodilators and Digoxin. Dalam. Opie L.H., Gersh B.J., editor. Drugs For The Heart, 7th Edition. India : Elseviers Saunders, 2009 ; Hal 160 – 197. 46. Lydakis C, Lip GY, Beevers M, Beevers DG. Atenolol and fetal growth in pregnancies complicated by hypertension. Am J Hypertens 1999;12:541–547. 47. Opie L.H., Horowitz J.D. β-Blocking Agents. Dalam. Opie L.H., Gersh B.J., editor. Drugs For The Heart, 7th Edition. India : Elseviers Saunders, 2009 ; Hal 1 – 37. 48. Opie L.H., Kaplan N.M. Diuretics. Dalam. Opie L.H., Gersh B.J., editor. Drugs For The Heart, 7th Edition. India : Elseviers Saunders, 2009 ; Hal 88 – 111. 49. Mirshahi M, Ayani E, Nicolas C, Golestaneh N, Ferrari P, Valamanesh F, Agarwal MK. The blockade of mineralocorticoid hormone signaling provokes dramatic teratogenesis in cultured rat embryos. Int J Toxicol 2002;21:191–199. 50. Brenner B. Haemostatic changes in pregnancy. Thromb Res 2004;114:409–414. 51. Sliwa K., Skudicky D., Candy G., Bergemann A., Hopley M., Sareli P. The Addition of Pentoxifylline to Conventional Therapy Improves Outcome in Patients With Peripartum Cardiomyopathy. Eur J Heart Fail. 2002 Jun;4(3):305-309. 52. Camm AJ, Kirchhof P, Lip GY, Schotten U, Savelieva I, Ernst S, et al. Guidelines for the management of atrial fibrillation: the Task Force for the Management of Atrial Fibrillation of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J 2010;31:2369-2429. 53. Fox K.A.A., White H., Opie J.J.S., Gersh B.J., Opie L.H. Antithrombotic Agents : Platelet Inhibitors, Anticoagulants, and Fibrinolytics. Dalam. Opie L.H., Gersh B.J., editor. Drugs For The Heart, 7th Edition. India : Elseviers Saunders, 2009 ; Hal 293 – 340. 54. Carlin A.J., Alfirevic Z., Gyte GML. Interventions for Treating Peripartum Cardiomyopathy to Improve Outcomes for Women and Babies. Cochrane Database of Systematic Reviews 2010:9. 55. Bozkurt B, Villaneuva FS, Holubkov R et al. Intravenous Immune globulin in the therapy of peripartum cardiomyopathy. J Am Coll Cardiol 1999;34:177–80. 56. Sliwa K., Blauwet L., Tibazarwa K., Libhaber E., Smedema J.P., Becker A., et al. Evaluation of Bromocriptine in the Treatment of Acute Severe Peripartum Cardiomyopathy : A Proof-of-Concept Pilot Study. Circulation. 2010;121:1465 – 1473. 57. Forster O, Hilfiker-Kleiner D, Ansari AA, Sundstrom JB, Libhaber E, Tshani W, et al. Reversal of IFN-gamma, oxLDL and prolactin serum levels correlate with clinical improvement in patients with peripartum cardiomyopathy. Eur J Heart Fail 2008;10:861–868. 58. De Souza JL Jr., de Carvalho Frimm C, Nastari L et al. Left ventricular function after a new pregnancy in patients with peripartum cardiomyopathy. J Card Fail 2001;7:36–7. CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013 191