Gagal Jantung pada Masa Kehamilan sebagai

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Gagal Jantung pada Masa Kehamilan sebagai
Konsekuensi Kardiomiopati Peripartum
Agus Simahendra
Puskesmas Juata Permai, Dinas Kesehatan Kota Tarakan
Kalimantan Timur, Indonesia
ABSTRAK
Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi yang didefinisikan sebagai disfungsi sistolik ventrikel kiri yang
terjadi pada bulan terakhir periode kehamilan atau 5 bulan pertama masa nifas. Pasien akan mengalami gejala dan tanda khas gagal jantung
yaitu penurunan dalam kapasitas latihan, takipnea, palpitasi, takikardia, tekanan nadi yang sempit dan merasa mudah lelah. Kardiomiopati
peripartum merupakan diagnosis eksklusi. Pemeriksaan yang dapat digunakan untuk menunjang diagnosis antara lain elektrokardiografi,
ekokardiografi, dan pemeriksaan darah. Penanganan pasien kardiomiopati peripartum baik akut maupun kronik dapat menggunakan dua
pendekatan klinis, yakni terapi non-medikamentosa (termasuk transplantasi jantung dan terapi mekanik) dan terapi medikamentosa sesuai
dengan pedoman tata laksana pengobatan untuk gagal jantung. Sekitar 50-60% wanita biasanya akan mengalami perbaikan fungsi kontraktil
ventrikel kiri serta ukuran dimensi ruang jantung dalam 6 bulan setelah melahirkan dan berlanjut 2 hingga 3 tahun berikutnya.
Kata kunci: kardiomiopati, dilatasi, peripartum, gagal jantung, kehamilan, disfungsi sistolik
ABSTRACT
Peripartum cardiomyopathy is a form of dilated cardiomyopathy that usually happens from the last month of pregnancy until 5 months after
delivery. Patients with peripartum dilated cardiomyopathy will experience symptoms and signs of chronic heart failure such as decreased
excersise tolerance, tachypnea, palpitation, tachycardia, narrow pulse pressure and fatigue. Peripartum cardiomyopathy is a diagnosis of
exclusion. Examinations used to support the diagnosis are electrocardiography, echocardiography and blood studies. Management of peripartum
cardiomyopathy with both acute and chronic heart failure includes non-pharmacologic intervention (heart transplantation and mechanical
devices) and pharmacological approaches. The heart size will return to baseline in about 50-60% women with peripartum cardiomyopathy
and will recover within 6 months after delivery and continues 2-3 years afterward. Agus Simahendra. Heart Failure in Pregnancy as a
Consequence of Peripartum Cardiomyopathy.
Key words: cardiomyopathy, dilated, peripartum, heart failure, pregnancy, systolic dysfunction
PENDAHULUAN
Sekitar 0,2-4% kehamilan di negara maju
disertai komplikasi penyakit kardiovaskular.
Spektrum kejadian penyakit kardiovaskular
selama kehamilan berubah sepanjang waktu
dan berbeda antara masing-masing negara.
Risiko seorang wanita untuk mengalami
gangguan jantung pada masa kehamilan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni
usia ibu saat pertama kali mengandung,
gangguan metabolik seperti diabetes
mellitus, hipertensi dan obesitas. Penyakit
kardiovaskular ini merupakan penyebab
tingginya angka kematian maternal selama
masa kehamilan terutama di negara maju.
Salah satu penyakit kardiovaskular yang
dapat terjadi pada periode kehamilan
Alamat korespondensi
182
adalah kardiomiopati peripartum. Walaupun
kejadiannya di masyarakat jarang, gangguan
ini memiliki komplikasi kardiovaskular yang
berat baik terhadap ibu maupun janin yang
dikandung.2
Kardiomiopati dapat diklasifikasikan menjadi
tiga tipe utama berdasarkan penampakan
anatomis, presentasi klinis dan abnormalitas
fisiologis ventrikel kiri, yakni kardiomiopati
dilatasi, hipertrofik dan restriktif.3
Penyakit kardiomiopati merupakan kelompok
gangguan organ jantung akibat abnormalitas
struktur anatomis yang terbatas hanya
pada miokardium dengan penyebab utama
yang masih belum diketahui pasti. Kelainan
struktur otot jantung yang disebabkan
oleh kondisi patologis lain seperti penyakit
arteri koroner, gangguan katup, penyakit
jantung kongenital, kelainan perikardium
dan hipertensi tidak termasuk dalam definisi
inklusi kelompok penyakit kardiomiopati ini.
Pada beberapa pasien, tipe-tipe ini dapat
terjadi bersamaan atau berurutan secara
sekuensial. Terdapat dua bentuk dasar
kardiomiopati yang telah dikenali, yakni bentuk
primer, jika terjadi dominansi gangguan
otot jantung yang melibatkan miokardium
dengan penyebab tidak diketahui pasti dan
bentuk sekunder yang melibatkan gangguan
otot jantung dengan penyakit sistemik yang
sudah ada sebelumnya, misalnya konsumsi
alkohol kronis dan amiloidosis.4
email: [email protected]
CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA
Kardiomiopati peripartum merupakan salah
satu bentuk kardiomiopati dilatasi yang
menyebabkan gangguan fungsi sistolik
ventrikel kiri, terutama muncul pada periode
kehamilan akhir dan masa puerperium
(nifas). Di lain pihak perubahan fisiologis
dan hemodinamik mencapai puncaknya
saat masuk trimester ke-2 yaitu volume
intravaskular meningkat cukup bermakna,
sehingga kadang muncul gejala dan tanda
klinis mirip kondisi gagal jantung ringan.
Keadaan ini akan mempersulit diagnosis
tepat gangguan jantung yang terjadi selama
periode kehamilan, sehingga diperlukan
kerjasama yang baik antar tenaga kesehatan
yakni dokter umum, dokter spesialis kebidanan
dan kandungan, dokter spesialis jantung serta
perawat medis untuk dapat mendeteksi
dan menangani penyakit jantung selama
kehamilan secara holistik.5
PENGERTIAN
Kardiomiopati peripartum merupakan
salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi
yang didefinisikan sebagai disfungsi
sistolik ventrikel kiri yang terjadi pada
bulan terakhir periode kehamilan atau 5
bulan pertama masa nifas. Kardiomiopati
dilatasi merupakan kelainan otot jantung
akibat iskemia dan non-iskemia yang
menyebabkan dilatasi ruang jantung
terutama ventrikel kiri tanpa hipertrofi
yang signifikan, sehingga menyebabkan
gangguan fungsi sistolik akibat penurunan
fungsi kontraktil miokardium.6
Kardiomiopati peripartum juga dapat terjadi
pada wanita yang sudah pernah mengalami
kelainan struktural jantung atau gangguan
fungsi kardiovaskular, dengan bukti fungsi
ventrikel kiri sebelumnya normal.7
Untuk dapat digolongkan ke dalam penyakit
ini, tidak boleh ditemukan bukti disfungsi
ventrikel kiri oleh berbagai sebab sebelumnya
dan tidak ada diagnosis alternatif lain.8
Kriteria definisi lain yang dapat digunakan
adalah dengan menggunakan pemeriksaan
penunjang, yakni ekokardiografi : tidak harus
ditemukan adanya dilatasi ruang jantung,
namun ditemukan tanda disfungsi sistolik
ventrikel kiri yang ditunjukkan oleh kriteria
ekokardiografik klasik misalnya penurunan
fraksi pemendekan di bawah 30% dan
berkurangnya fraksi ejeksi ventrikel kiri di
bawah 45%.2
CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013
EPIDEMIOLOGI
Penyakit kardiovaskuler menyebabkan sekitar
1/3 kasus kematian, menjadi penyebab utama
kematian pada wanita di seluruh dunia. Di
Amerika Utara, sekitar 38,2 juta wanita (34%)
hidup dengan penyakit kardiovaskuler.
Beberapa jenis penyakit kardiovaskuler
yang dialami wanita sama dengan pria,
yakni penyakit jantung koroner untuk kasus
terbanyak, penyakit jantung katup, penyakit
jantung reumatik, penyakit pembuluh darah,
kelainan irama jantung, penyakit jantung
kongenital dan penyakit yang mengenai
miokardium.9
Di Amerika Serikat, insidens penyakit
kardiomiopati peripartum antara 1:300
hingga 1:4000 kehamilan, variasi ini diyakini
akibat faktor genetik dan budaya setempat.
Walaupun secara definisi kardiomiopati
peripartum dapat terjadi sejak bulan
terakhir kehamilan hingga 5 bulan pasca
melahirkan, sekitar 60% kasus terjadi dalam
2 bulan pertama masa nifas, hanya sekitar
7% kasus terjadi pada trimester akhir periode
kehamilan.12
Beberapa
faktor
predisposisi
sudah
teridentifikasi berperan sebagai faktor risiko
penyakit ini; antara lain usia maternal yang
ekstrem (terlalu tua atau muda) saat kehamilan
pertama, multiparitas, kehamilan multipel,
riwayat keluarga, etnis, merokok, diabetes
mellitus, malnutrisi, anemia, riwayat preeklampsia, eklampsia, hipertensi gestasional,
penggunaan kronik obat golongan agonis
beta, kokain dan defisiensi selenium.10 Pada
kebanyakan kasus kardiomiopati peripartum
tidak ditemukan riwayat keluarga dan sebagian
besar memiliki angka kematian di rumah
sakit serta kebutuhan pengobatan lanjut
gejala gagal jantung yang rendah.11 Wanita
keturunan Afrika-Amerika memiliki risiko
yang lebih tinggi, terutama disebabkan oleh
tingginya prevalensi hipertensi pada populasi
ini. Wanita keturunan Afrika-Amerika memiliki
angka kejadian kardiomiopati peripartum 15,7
kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita
bukan keturunan Afrika-Amerika.13 Selain
itu, juga dilaporkan insidensi kardiomiopati
peripartum lebih tinggi di wilayah geografis
Afrika yang sebagian besar disebabkan karena
faktor malnutrisi dan kebudayaan lokal pada
masa nifas; masih diperlukan penelitian lebih
lanjut untuk menentukan potensi faktor
genetik dan lingkungan.
ETIOLOGI
Penyebab pasti kardiomiopati peripartum
masih belum diketahui, beberapa faktor
etiologi yang potensial adalah infeksi virus
(coxsackievirus, parvovirus B19, adenovirus
dan herpesvirus), proses inflamasi, miokarditis,
peristiwa autoimun akibat kehamilan,
peningkatan apoptosis miokardium, efek
hormonal, toksemia, abnormalitas respons
hemodinamik terhadap kehamilan, predisposisi
genetik dan pemotongan enzimatik protein
prolaktin selama peristiwa stres oksidatif. Biopsi
jantung pada tahap awal rumatan penyakit
dapat menemukan tanda miokarditis, mungkin
disebabkan oleh reaksi autoimun terhadap
antigen asing janin yang sedang dikandung.14
Kardiomiopati peripartum dicurigai terjadi
sebagai konsekuensi ketidakseimbangan
proses
stres
oksidatif,
menyebabkan
pemotongan enzimatik hormon laktasi
prolaktin sehingga berubah menjadi
faktor angiostatik yang bersifat poten dan
fragmen pro-apoptotik.15 Selain itu, peristiwa
microchimerism fetal, terdapatnya sel fetal
yang lolos masuk ke dalam sirkulasi maternal
dan menginduksi terjadinya miokarditis
autoimun serta abnormalitas kejadian stres
oksidatif juga berperan cukup signifikan.16
Perubahan Fungsi Kardiovaskular
Selama Kehamilan
Perubahan adaptasi fisiologis selama kehamilan dan peripartum penting diketahui untuk
evaluasi status klinis pasien dan interpretasi
parameter fungsi jantung. Perubahan fisiologis
ini biasanya dimulai pada trimester awal
kehamilan (usia kehamilan 5 hingga 8 minggu),
mengalami puncaknya pada saat trimester
kedua akhir, dan cenderung dalam kondisi
plateau setelahnya hingga periode pasca
melahirkan. Pada periode kehamilan akan
terjadi peningkatan kebutuhan oksigen dan
energi akibat peningkatan kadar katekolamin
plasma dan sensitivitas reseptor adrenergik17.
Kehamilan merupakan proses fisiologis, akan
terjadi beberapa adaptasi perubahan sistem
kardiovaskuler untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan metabolisme maternal dan
fetus selama periode gestasi. Adaptasi ini
meliputi peningkatan volume darah dan
curah jantung serta penurunan resistensi
vaskuler sistemik dan tekanan darah. Pada
periode kehamilan akan terjadi ekspansi
volume plasma darah mencapai 40% lebih
183
TINJAUAN PUSTAKA
tinggi dibanding kondisi sebelum hamil yang
dimulai pada usia kehamilan 5-6 minggu dan
mencapai puncaknya pada usia kehamilan 24
minggu, menyebabkan peningkatan curah
jantung sebesar 30-50% selama periode
kehamilan normal. Hal ini disebabkan oleh
stimulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
oleh estrogen, menyebabkan retensi cairan
dan garam melalui ginjal. Selama trimester
ke-3 kehamilan, curah jantung dapat
mencapai angka 7 liter/menit dan mengalami
peningkatan lebih lanjut hingga mencapai
10-11 liter/menit selama proses melahirkan.18
Pada trimester awal kehamilan, peningkatan
curah jantung terutama disebabkan oleh
peningkatan volume sekuncup akibat besarnya
volume darah maternal (preload), namun
pada kehamilan tahap akhir, peningkatan ini
terjadi akibat meningkatnya laju denyut nadi
dan berkurangnya resistensi vaskuler sistemik
(afterload). Peningkatan laju denyut nadi
terjadi mulai 20 minggu hingga mencapai
puncaknya pada usia kehamilan 32 minggu
dan bertahan tinggi sampai 2-5 hari setelah
melahirkan. Selain itu sejak awal trimester
kehamilan terjadi penurunan tekanan darah
sistolik akibat penurunan resistensi pembuluh
darah perifer dan tekanan darah diastolik
akan mencapai 10 mmHg lebih rendah dari
kondisi sebelum kehamilan pada trimester
ke-2. Hal ini terjadi karena vasorelaksasi yang
dicetuskan oleh sekresi meditor vasomotor
lokal prostasiklin dan nitric oxide. Sedangkan
pada trimester akhir kehamilan, tekanan darah
diastolik akan meningkat hingga mencapai
nilai yang sama dengan kondisi sebelum hamil
untuk mempersiapkan proses melahirkan
secara fisiologis. Hal yang perlu diketahui
selama periode trimester ke-3 kehamilan
adalah bahwa curah jantung dan volume
sekuncup sangat dipengaruhi oleh posisi
tubuh, yang akan meningkat saat berbaring
posisi lateral dan berkurang saat berbaring
terlentang akibat kompresi vena cava inferior
oleh uterus yang telah membesar (sindrom
uterocaval). Pada periode ini organ jantung
dapat mengalami peningkatan ukuran
sebesar kurang lebih 30% dibandingkan
dengan ukuran asal sebelum kehamilan,
sebagian akibat dilatasi ruang jantung.19
Wanita yang sedang hamil akan mengalami
perubahan hemostasis bermakna, terjadi
peningkatan kadar faktor koagulasi, fibrinogen,
agregasi trombosit, berkurangnya kadar protein
184
S plasma darah, penurunan aktivitas fibrinolisis,
hipertensi vena serta obstruksi aliran vena cava
inferior akibat uterus yang membesar. Semua
faktor ini akan menyebabkan kondisi stasis
aliran darah serta hiperkoagulabilitas yang
meningkatkan risiko tromboemboli. Selain
itu melemahnya struktur dinding pembuluh
darah arteri ukuran sedang dan besar selama
kehamilan disebabkan oleh berkurangnya
deposisi serabut kolagen akibat pelepasan
estrogen, elastase dan relaksin ke dalam
sirkulasi maternal. Hal ini membuat wanita
hamil terutama pada trimester akhir menjadi
lebih rentan mengalami diseksi pembuluh
darah, yakni diseksi aorta atau arteri koroner.5
Perubahan fisiologis selama periode
kehamilan
dapat
mengubah
profil
farmakokinetik obat yang diberikan pada
masa ini. Hal ini terjadi karena ekspansi
volume plasma darah, volume distribusi,
penurunan kadar protein serum, perubahan
afinitas pengikatan terhadap protein plasma,
peningkatan akitivitas metabolisme oleh
enzim hepatik serta peningkatan aliran darah
ke ginjal menyebabkan peningkatan klirens
obat-obatan yang terutama diekskresi melalui
organ ini. Pada periode kehamilan penting
dilakukan penyesuaian dosis dan monitoring
kadar obat dalam darah secara ketat akibat
beberapa perubahan adaptasi ini.20
Proses melahirkan akan meningkatkan curah
jantung dan tekanan darah lebih lanjut
akibat kontraksi uterus serta peningkatan
kebutuhan oksigen, perubahan hemodinamik
ini sangat dipengaruhi oleh pilihan metode
melahirkan21. Curah jantung juga akan tetap
meningkat sesaat setelah melahirkan pada
periode nifas akibat bertambahnya volume
darah sirkulasi maternal yang berasal dari
pergeseran aliran darah uterus dan plasenta
sehingga
menyebabkan
peningkatan
preload. Hal ini menyebabkan pasien rentan
mengalami edema pulmoner pada periode
pasca melahirkan. Pada kebanyakan kasus,
perubahan hemodinamik ini akan berangsurangsur kembali normal seperti keadaan
sebelum hamil dalam 1-3 hari, namun pada
beberapa wanita dapat bertahan hingga
beberapa minggu.22
PATOFISIOLOGI
Stres oksidatif selama periode peripartum
memiliki peran cukup penting dalam
menyebabkan kerusakan ventrikel kiri. Senyawa
proinflamatorik dan peristiwa stres oksidatif akan
makin meningkat selama proses kehamilan
normal dan mencapai puncaknya pada trimester
terakhir kehamilan. Ketidakseimbangan proses
stres oksidatif selama periode kehamilan
dan pasca melahirkan dapat menyebabkan
terjadinya pemotongan enzimatik hormon
prolaktin oleh cathepsin-D menjadi fragmen
prolaktin dengan berat molekul 16-KDa.
Fragmen prolaktin dengan berat molekul
16-KDa ini dapat menginduksi apoptosis sel
endotelial pembuluh darah, penghambatan
proliferasi sel endotel yang diinduksi VEGF
(Vascular Endothelial Growth Factor) dan
mengganggu mekanisme vasodilatasi vaskuler
yang diperantarai nitric oxide. Fragmen ini dapat
merusak struktur mikrovaskuler jantung yang
pada akhirnya akan menyebabkan dilatasi ruang
jantung dan disfungsi sistolik ventrikel kiri.15
Secara molekuler, beberapa jalur transduksi
sinyal telah terbukti memiliki peran penting
dalam melindungi organ jantung maternal
dari kerusakan selama proses kehamilan,
termasuk jalur STAT3 (Signal Transducer and
Activator of Transcription Factor-3). Pada
model binatang percobaan, delesi gen yang
mengkode jalur STAT3 akan menyebabkan
terjadinya pemotongan proteolitik secara
enzimatik hormon prolaktin menjadi
faktor antiangiogenik, proapoptotik dan
proinflamatorik poten sehingga berhubungan
dengan terbentuknya serta progresivitas
kardiomiopati dilatasi.23 Pada pasien dengan
predisposisi genetik terdapat setidaknya
6 gen yang berperan dalam patogenesis
kardiomiopati dilatasi, mutasi pada gen-gen
ini dapat menimbulkan gangguan produksi
protein mutan sel otot jantung yang tidak
sensitif terhadap ion kalsium sehingga terjadi
gangguan kontraksi miokardium.24
Gagal
jantung
akibat
kardiomiopati
peripartum disebabkan oleh gagalnya
adaptasi tubuh untuk mempertahankan
tekanan perfusi ke jaringan perifer.
Hal ini disebabkan oleh aktivasi sistem
neurohormonal yang berlebihan dan tidak
pada tempatnya. Aktivasi kronik berlebihan
sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS)
dan sistem saraf simpatik (adrenergik atau
katekolaminergik) menyebabkan remodeling
ventrikel kiri yang progresif hingga tingkat
seluler menyebabkan bertambah buruknya
gejala klinis. Selain itu kontribusi aktivasi
sitokin proinflamasi pada gagal jantung kronik
CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA
dapat menyebabkan fibrosis, hipertrofi dan
gangguan fungsi pompa ventrikel kiri.25
Gangguan fungsi pompa akan menyebabkan
turunnya stroke volume dan cardiac output
sehingga menyebabkan hipoperfusi jaringan
perifer. Hal ini akan mengaktifkan sistem
adaptasi atau kompensasi berupa peningkatan
fungsi kontraktil melalui mekanisme FrankStarling (akibat peningkatan volume akhir
diastolik ventrikel kiri yang meregangkan
serabut otot ventrikel kiri) dan aktivasi sistem
neurohumoral (saraf simpatis dan sistem
renin-angiotensin-aldosteron). Pada awal
terjadinya disfungsi, pasien jarang mengeluh
karena adanya mekanisme adaptasi, namun
seiring perjalanan waktu ketika terjadi
progresi degenerasi sel otot jantung dan
remodelling yang menyebabkan overload
volume, pasien akan mulai mengeluhkan
gejala gagal jantung. Dimensi ruang ventrikel
yang melebar akan menyebabkan pelebaran
annulus katup atrioventrikular menyebabkan
regurgitasi katup fungsional. Regurgitasi
bersamaan dengan disfungsi sistolik memiliki
beberapa konsekuensi, yakni terjadi overload
volume dan tekanan pada atrium serta
ventrikel sehingga menyebabkan pembesaran
atrium serta fibrilasi atrium, dan penurunan
stroke volume menuju sirkulasi sistemik.
Pada pemeriksaan patologi makroskopis
dapat ditemui dilatasi semua ruang jantung
dengan sedikit hipertrofi dinding. Secara
mikroskopis ditemukan tanda degenerasi
miosit dengan hipertrofi serta atrofi ireguler
serabut otot jantung disertai fibrosis intersitial
dan perivaskular yang ekstensif. Pertumbuhan
fetal yang baik sangat ditentukan oleh aliran
darah maternal yang baik menuju uterus
plasenta, gangguan fungsi pompa jantung
harus mulai dicurigai serta dievaluasi jika
ditemukan tanda gangguan pertumbuhan
janin dalam kandungan akibat terganggunya
aliran darah dan oksigenasi.3
MANIFESTASI KLINIS
Spektrum tanda dan gejala gagal jantung yang
disebabkan oleh kardiomiopati peripartum
sangat bervariasi. Sekitar 50% pasien gagal
jantung sistolik bahkan tidak bergejala sama
sekali. Pada pasien asimptomatik, salah satu
indikasi awal diagnosis ini hanya pada saat
evaluasi kondisi janin menggunakan monitor
dan teknik ultrasonografi fetal. Presentasi klinis
dan ciri hemodinamik pasien kardiomiopati
peripartum tidak bisa dibedakan dari kondisi
CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013
kardiomiopati dilatasi dan gagal jantung sistolik
yang disebabkan etiologi lain. Diagnosis gagal
jantung pada kardiomiopati peripartum dibuat
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang terarah. Pasien akan mengalami
penurunan kapasitas latihan, takipnea,
palpitasi/takikardia, tekanan nadi yang sempit
dan merasa mudah lelah. Gangguan perfusi
jaringan otak akibat kurangnya cardiac output
akan bermanifestasi sebagai rasa pusing dan
melayang, bahkan kadang berupa penurunan
kesadaran (syncope), terutama pada aktivitas
fisik berlebihan. Pada gagal jantung tingkat
lanjut dengan gejala kongesti berat dapat
ditemukan nyeri perut, anorexia, batuk, susah
tidur dan gangguan mood.26, 27
Pasien kardiomiopati peripartum akan
mengalami tanda dan gejala khas gagal
jantung kronik. Namun perlu diingat bahwa
fatigue, gejala sesak nafas saat beraktivitas
dan edema kaki wajar ditemukan pada wanita
hamil mulai trimester ke-2 hingga tahap
akhir, sehingga kondisi kardiomiopati dilatasi
akan lebih sulit dideteksi hanya melalui gejala
klinis. Gejala klinis lain yang merupakan
tanda peringatan pada pasien kardiomiopati
peripartum antara lain nyeri dada tidak
spesifik, rasa tidak nyaman abdomen, distensi
perut, batuk, hemoptisis, tanda edema paru,
orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea
yang biasanya terjadi pada wanita yang
mungkin telah memiliki kelainan jantung
sebelumnya. Sebagian besar kardiomiopati
peripartum berada pada kondisi NYHA
(New York Heart Association) kelas fungsional
III-IV saat pertama kali datang ke tenaga
kesehatan.5
Tanda fisik pasien gagal jantung akibat
kardiomiopati dilatasi pada masa peripartum
bervariasi tergantung derajat kompensasi,
tingkat kronisitas (gagal jantung akut
dibandingkan dengan gagal jantung kronik),
dan keterlibatan ruang jantung (jantung
sebelah kiri atau kanan). Pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan konfigurasi jantung
dan hepar yang membesar dengan tingginya
tekanan vena sistemik. Tanda fisik overload
cairan atau kongesti yang dapat ditemukan
pada pasien dengan gagal jantung kronik
antara lain ronkhi basah pada auskultasi paru,
tanda efusi pleura, distensi/peningkatan
tekanan vena jugularis, asites, hepatomegali,
edema perifer, bising sistolik sebagai tanda
adanya regurgitasi mitral akibat dilatasi
masif lumen ventrikel dan atrium kiri, serta
gallop S3 pada auskultasi akibat peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri pada
penurunan fungsi ventrikel kiri akibat dilatasi.
Gangguan perfusi perifer terutama pada
pasien gagal jantung tingkat lanjut dengan
penyakit penyerta anemia, dapat dilihat
melalui pemeriksaan ekstremitas yang teraba
dingin, pucat, sianosis, dan pemanjangan
waktu pengisian kapiler.28 Khusus pada pasien
kardiomiopati peripartum, dapat ditemukan
tanda bergesernya perabaan ictus cordis ke
arah lateral dan bising ejeksi sistolik di tepi
kiri sternum akibat regurgitasi mitral. Selain
itu tanda embolisasi organ perifer tubuh
misalnya ekstremitas bawah, usus dan otak
dapat terjadi akibat trombus yang terbentuk
di ventrikel kiri yang berdilatasi. Pada kasus
jarang dapat pula terjadi emboli paru akibat
terlepasnya trombus yang terbentuk di
ventrikel kanan yang berdilatasi.17
Kriteria Framingham (tabel 1) dapat dipakai
untuk menegakkan diagnosis gagal jantung
menggunakan kriteria klinis (anamnesis dan
pemeriksaan fisik). Diagnosis ditegakkan jika
didapatkan 2 gejala mayor pada pemeriksaan
klinis atau minimal terdapat 1 gejala mayor
dengan 2 gejala minor yang terpenuhi.29
Tabel 1 Kriteria Framingham untuk Diagnosis Gagal
Jantung
Kriteria Mayor
• Peningkatan tekanan vena jugularis
• Distensi vena leher
• Paroxysmal nocturnal dyspnea
• Edema paru akut
• Ronkhi basah basal paru
• Kardiomegali
• Gallop S3
• Refluks hepatojugular
Kriteria Minor
• Batuk pada malam hari
• Sesak saat aktivitas fisik (dyspnea d’effort)
• Efusi pleura
• Penurunan kapasitas vital 1/3 pengukuran
normal
• Takikardia dengan laju ventrikel >120 kali/
menit
• Hepatomegali
• Edema ekstremitas
Penurunan BB ≥ 4,5 kg dalam 5 hari
pengobatan (termasuk dalam kriteria mayor
dan minor)
185
TINJAUAN PUSTAKA
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Perlu
diingat
bahwa
kardiomiopati
peripartum merupakan diagnosis eksklusi
hanya jika seluruh kemungkinan mekanisme
dasar penyakit jantung lain sebagai faktor
etiologi telah disingkirkan dengan analisis
riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan
fisik yang terarah dan hasil pemeriksaan
penunjang lainnya.30 Beberapa pemeriksaan
penunjang yang dapat digunakan antara
lain elektrokardiografi, ekokardiografi, dan
pemeriksaan darah.
Elektrokardiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai dan
memantau aktivitas kelistrikan otot jantung
secara non-invasif dengan tingkat akurasi
cukup tinggi. Dengan pemeriksaan EKG
dapat dideteksi tanda adanya gagal jantung
dan faktor pencetus lain misalnya gangguan
irama jantung (takikarida ventrikular, takikardia
supraventrikular dan sindroma preeksitasi)
serta abnormalitas segmen ST dan gelombang
T.4 Hipertrofi ventrikel kiri akibat gangguan
fungsi sistolik dan diastolik jantung ditandai
dengan gambaran gelombang R di aVL >11
mm; atau R di V5-V6 >27 mm; atau S di V1+ R di
V5/V6 >35 mm dengan depresi segmen ST dan
inversi gelombang T pada sadapan prekordial
kiri dan lateral (LV Strain pattern). Kasus gagal
jantung kanan akibat berbagai sebab dapat
disertai dengan hipertrofi ventrikel kanan yang
ditandai dengan gambaran EKG deviasi aksis ke
kanan (aksis > +110o), tidak ditemukan adanya
penyebab deviasi sumbu jantung yang lain
(misalnya defek konduksi interventrikular, left
posterior hemiblock), rasio gelombang R: S >1
pada sadapan prekordial kanan (V1/V2) dan
masih ditemukannya gelombang S dalam
pada lead prekordial kiri (V5/V6).31 Pemeriksaan
Holter kadang diperlukan untuk pasien gagal
jantung pada kardiomiopati peripartum
dengan aritmia transien misalnya fibrilasi atrial
atau takikardi ventrikel.30
Foto rontgen toraks
Pemeriksaan radiologi dapat menilai ukuran
jantung (kardiomegali), kondisi parenkim
paru, derajat kongesti, edema alveoli, edema
interstitial, efusi pleura dan dilatasi pembuluh
darah
lobus
superior
paru/sefalisasi.
Perlu diingat pemeriksaan rontgen toraks
memberikan risiko cukup signifikan terhadap
janin dalam kandungan. Penggunaan teknik
diagnostik ini sedapat mungkin dihindari
dan dalam keadaan terpaksa dapat dilakukan
186
dengan menggunakan alat pelindung regio
abdomen ibu selama proses pengambilan
gambar.27
Ekokardiografi
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
menilai fungsi sistolik dan diastolik pasien
kardiomiopati peripartum dengan kondisi
gagal jantung kronik. Selain itu pemeriksaan
ekokardiografi dapat digunakan untuk
mencari kemungkinan penyebab utama
gagal jantung lain, misalnya iskemia,
kardiomiopati, gangguan katup jantung dan
sebagainya. Pada pemeriksaan ekokardiografi
dapat ditemukan bukti disfungsi sistolik
ventrikel kiri dengan fraksi ejeksi <45%, fraksi
pemendekan (fractional shortening) <30%
dan dilatasi seluruh ruangan jantung. Pada
sekitar 43% kasus kardiomiopati peripartum
dapat ditemukan tanda adanya regurgitasi
mitral dan trombus intramural ventrikel kiri
terutama pada pasien dengan fraksi ejeksi
dibawah 35%.17
Pemeriksaan hematologi
Pemeriksaan darah rutin, kimia darah dan kadar
elektrolit (natrium, kalium) sangat penting
dilakukan terutama untuk meminimalisir
kemungkinan terjadinya aritmia. Pemeriksaan
laboratorium lain dapat ditambahkan
sesuai kondisi klinis masing-masing pasien.
Pemeriksaan biomarker jantung, seperti BNP
(brain natriuretic peptide) dan NT Pro-BNP
(N-terminal pro-brain natriuretic peptide), selain
untuk kepentingan diagnosis, dapat juga
digunakan untuk pemantauan hasil terapi
dan menilai prognosis.29
TATA LAKSANA
Penanganan pasien kardiomiopati peripartum
dengan tanda dan gejala gagal jantung
kronik dapat menggunakan dua pendekatan
klinis, yakni terapi non-medikamentosa
(mekanik) dan terapi medikamentosa. Terapi
non-medikamentosa yang dapat dilakukan
antara lain edukasi pasien, melakukan aktivitas
fisik yang sesuai dengan kondisi klinis,
intervensi diet dengan pembatasan konsumsi
garam, mencegah asupan cairan berlebih,
menghindari penggunaan obat golongan
NSAID tanpa indikasi mutlak, dan vaksinasi
terhadap agen penyebab infeksi saluran
pernafasan yang dapat memperburuk status
klinis pasien, misalnya vaksinasi pneumococcus
dan influenza.4 Terapi mekanik dapat dilakukan
dengan pertimbangan khusus dan harus
melibatkan tenaga ahli dalam pengambilan
keputusan. Terapi ini melibatkan pembedahan,
terapi mekanik dan intervensi invasif minimal
misalnya pemasangan IABP (Intra Aortic Baloon
Counterpulsation) dan LVAD (Left Ventricular
Assisst Device) terutama pada pasien dengan
kondisi hemodinamik tidak stabil.32 Mengingat
prognosis kardiomiopati peripartum berbeda
dengan kondisi kardiomiopati dilatasi lainnya,
karena pada sekitar 50% pasien mengalami
perbaikan fungsi ventrikel kiri dalam waktu 6
bulan setelah diagnosis, maka pengambilan
keputusan untuk menggunakan terapi
mekanik harus benar-benar dievaluasi dengan
baik.33 Pada pasien hamil dengan kondisi gagal
jantung berat disertai status hemodinamik
yang tidak stabil, terminasi kehamilan
tanpa memandang usia gestasi harus
segera dilakukan melalui tindakan operasi
menggunakan kombinasi teknik anestesi spinal
dan epidural.34 Kelahiran prematur dialami oleh
sekitar 17% pasien tanpa efek negatif terhadap
bayi. Sedangkan pada pasien dengan kondisi
hemodinamik stabil tanpa komplikasi obstetrik,
metode melahirkan per vaginam lebih disukai
menggunakan teknik anestesi epidural dan
monitoring hemodinamik secara ketat. Setelah
melahirkan, sebagian besar pasien akan
mengalami perbaikan status hemodinamik,
sehingga terapi standar gagal jantung dapat
segera dimulai.35
Untuk wanita dengan gejala dan tanda
disfungsi ventrikel kiri berat dengan durasi
QRS >120 ms setelah 6 bulan diagnosis
awal ditegakkan walaupun sudah diterapi
optimal
menggunakan
pendekatan
farmakologis, disarankan terapi teknik
cardiac resynchronization therapy (CRT)
dan pemasangan implantable cardioverter
defibrillator (ICD). Transplantasi jantung
merupakan pilihan terakhir pada pasien
dengan disfungsi berat ventrikel kiri, yang tidak
mungkin menggunakan, tidak menginginkan
alat bantu sirkulasi mekanik untuk alasan
tertentu atau tidak memberikan respons klinis
yang positif setelah 6-12 bulan terapi dengan
menggunakan modalitas terapi mekanik ini.36
Tujuan utama terapi pasien kardiomiopati
peripartum dengan gagal jantung kronik
adalah memperbaiki gejala, memperpanjang
angka harapan hidup, meningkatkan status
fungsional,
mempertahankan
kualitas
hidup, mencegah progresivitas penyakit,
mencegah rekurensi, dan menurunkan angka
CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA
rehospitalisasi37. Kendali faktor pencetus,
pemberian terapi optimal, tata laksana yang
adekuat saat terjadi dekompensasi akut, serta
kepatuhan pada terapi obat jangka panjang
mutlak dilakukan untuk mencapai tujuan
terapi pada penderita gagal jantung kronik
yang berlanjut pasca melahirkan. Secara
umum, penanganan medikamentosa pada
pasien kardiomiopati peripartum dengan
gejala gagal jantung meliputi kontrol kadar
garam dan cairan dalam sirkulasi untuk
mencegah retensi cairan menggunakan
diuretik dan meminimalisir progresivitas
penyakit melalui inhibisi remodeling otot
jantung menggunakan agen modulator sistem
neurohormonal27. Tujuan ini kadang memiliki
pendekatan berbeda tergantung kapasitas
fungsional pasien. Pasien dengan NYHA kelas
fungsional I dapat diberi modulator sistem
neurohumoral untuk mencegah progresivitas
penyakit dan remodeling otot jantung. Bagi
pasien gagal jantung kronik kelas fungsional
lebih tinggi (NYHA II-IV) terapi ditujukan
untuk meminimalisir retensi cairan dengan
pembatasan asupan garam dan penggunaan
diuretik, meningkatkan kapasitas aktivitas
pasien, mengendalikan risiko progresivitas
penyakit dan mencegah kematian38. Sindrom
gagal jantung pada pasien kardiomiopati
peripartum ditatalaksana sesuai panduan
terapi gagal jantung akut maupun kronis
dengan beberapa pengecualian39. Tata laksana
medikamentosa yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut:
1. Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACE-I)
Penggunaan
obat
golongan
ACE-I
dikontraindikasikan secara absolut pada
pasien hamil. Obat golongan ini telah terbukti
memiliki efek teratogenik dan berbahaya bagi
pertumbuhan serta perkembangan janin
dalam kandungan.40 Terapi menggunakan obat
golongan ACE-I dapat mulai dilakukan pasca
melahirkan dengan perhatian terhadap beberapa agen yang juga disekresikan melalui air
susu ibu (ASI) selama periode laktasi; benazepril,
captopril, dan enalapril cukup aman.41
Obat golongan ini terbukti dapat menurunkan
angka morbiditas, mortalitas dan angka
hospitalisasi pada pasien dengan gangguan
fungsi sistolik ventrikel kiri. Obat ini bekerja
melalui modulasi sistem neurohumoral
dengan cara menurunkan kadar angiotensin
II, norepinefrin dan aldosteron sehingga
CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013
mencegah
progresivitas
remodeling
otot jantung. Golongan ACE-I juga
memiliki efek menaikkan kadar bradikinin
sehigga memperbaiki fungsi vaskular dan
hemodinamik pasien dengan gagal jantung
kronik.42 Efek samping yang sering terjadi
pada penggunaan ACE-I antara lain hipotensi,
insufisiensi ginjal dan hiperkalemia sehingga
monitoring tekanan darah, kadar elektrolit dan
fungsi ginjal (BUN dan kreatinin serum) harus
sering dilakukan dalam terapi jangka panjang
khususnya pada pasien dengan penyakit
penyerta. Efek samping lain berupa batuk
kering (akibat efek bradikinin) dan pada kasus
jarang dapat menyebabkan angioedema.
Dosis ACE-I dimulai dari dosis kecil kemudian
dinaikkan bertahap hingga mencapai target
dosis optimal terapi.43
2. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Sama seperti ACE-I, obat golongan ini juga
dikontraindikasikan secara absolut pada
wanita hamil karena bersifat teratogen dan
fetotoksik.44 Obat ini merupakan antagonis
spesifik reseptor angiotensin II tipe 1. Obat
golongan ini biasa digunakan sebagai obat
antihipertensi, namun penggunaan pada
gagal jantung kronik makin meningkat karena
sama seperti golongan ACE-I, obat golongan
ini dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas.28 Penggunaan dan pemantauan
obat golongan ARB sama dengan golongan
ACE-I, pemeriksaan kadar kalium dan kreatinin
serum harus dilakukan secara berkala pada
terapi jangka panjang. ARB digunakan apabila
pasien intoleran terhadap efek samping
ACE-I, namun secara klinis obat golongan ini
lebih sering dipakai karena dapat ditoleransi
dengan baik. Efek samping obat golongan
ARB sebagian besar sama dengan yang
ditimbulkan oleh golongan ACE-I (hipotensi,
insufisiensi ginjal dan hiperkalemia) dengan
insidensi lebih rendah. Kombinasi ACE-I
dan ARB dapat memberikan keuntungan
pada pasien gangguan ginjal dengan
proteinuria masif, namun terapi kombinasi
ini masih bersifat kontroversial karena dapat
memperberat kemungkinan efek samping.43
3. Kombinasi Hidralazin dan Isosorbid
Dinitrat
Obat golongan ini merupakan terapi lini
pertama pasien kardiomiopati peripartum
dengan gejala gagal jantung untuk
mengurangi afterload. Kombinasi obat ini
sekarang sudah tersedia dalam fixed dose
combination (FDC) dan menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas, khususnya pada
pasien gagal jantung (terutama NYHA kelas
fungsional III-IV) keturunan Afrika-Amerika.4
Kedua obat ini merupakan golongan
vasodilator, isosorbid dinitrat bekerja sebagai
Tabel 2 Jenis Obat Golongan ACE-I dan Dosis Penggunaannya
Dosis awal (mg)
Target dosis (mg)
Dosis maksimal (mg)
Kaptopril
Nama Obat
3 x 6,25 – 12,5
3 x 50
3 x 100
Enalapril
2x 2,5-5
2 x 10
2 x 20
Lisinopril
1 x 2,5-5
1 x 20
1 x 40
Ramipril
2 x 1,25-2,5
2x5
2 x 10
Quinapril
2x5
2 x 20
2 x 20
Fosinopril
2 x 2,5-5
2 x 20
2 x 20
Benazepril
2 x 2,5-5
2 x 20
2 x 20
Moexipril
1 x 7,5
1 x 30
1 x 30
1x1
1x4
1x4
Trandolapril
Tabel 3 Obat Golongan ARB dan Dosis Penggunaannya
Nama Obat
Dosis Awal (mg)
Dosis target (mg)
Dosis maksimal (mg)
Candesartan
1 x 16
1 x 32
1 x 32
Valsartan
1 x 80
1 x 160
1 x 320
Losartan
1 x 12,5-25
1 x 50
1 x 100
Irbesartan
1 x 150
1 x 300
1 x 300
Telmisartan
1 x 40
1 x 80
1 x 80
Tabel 4 Hidralazine dan Isosorbid Dinitrat Berikut Dosis Penggunannya
Nama obat
Dosis awal (mg)
Dosis target (mg)
Dosis maksimal (mg)
Hidralazine
4 x 25
4 x 50-75
4 x 100
Isosorbid Dinitrat (ISDN)
3 x 10-20
3 x 20-80
3 x 80
FDC Hidralazine-ISDN
3 x 25/37,5
3 x 50/75
3 x 50/75
187
TINJAUAN PUSTAKA
venodilator, sedangkan hidralazin sebagai
arteriodilator. Selain itu, pada pasien yang
mengalami angioedema, gagal ginjal berat
atau kehamilan yang tidak mungkin diberi obat
golongan ACE-I atau ARB, dapat digunakan
kombinasi hidralazine dan isosorbid dinitrat.
Efek samping yang mungkin timbul oleh
penggunaan hidralazine antara lain takikardia
refleks dan sindrom mirip-lupus, sedangkan
penggunaan nitrat jangka panjang dapat
menimbulkan toleransi serta menyebabkan
sakit kepala dan flushing wajah.45
4. Beta-Blocker
Obat golongan ini awalnya dikontraindikasikan
pada pasien gagal jantung karena dapat
menurunkan fungsi miokardium akibat sifat
inotropik dan kronotropik negatif terutama
pada fase akut.37 Namun, berdasarkan
penelitian klinis baru-baru ini, penggunaan
beta-blocker pada gagal jantung fase kronik
terbukti dapat memberikan keuntungan pada
angka mortalitas, sehingga obat ini sekarang
menjadi lini pertama terapi jangka panjang
pasien gagal jantung (NYHA kelas fungsional
II atau III) yang memiliki gejala18. Mekanisme
kerja golongan obat ini dalam menurunkan
angka mortalitas pasien gagal jantung tidak
diketahui pasti, namun diyakini memberikan
efek positif terhadap modulasi sistem aksis
neurohumoral. Obat golongan BB disarankan
untuk pasien yang hemodinamik sudah stabil
dan tidak ada kontraindikasi (misalnya, asma
bronkial atau gangguan konduksi jantung)
dengan dosis awal kecil, dititrasi perlahan
dalam 2-4 minggu selama 3-4 bulan hingga
mencapai dosis target. Obat golongan ini baru
memberikan efek positif setelah terapi 2-3
bulan. Beta-blocker juga dapat dikombinasikan
dengan obat-obatan jangka panjang lain
untuk terapi gagal jantung. Obat golongan
BB tidak boleh dihentikan mendadak walau
pasien sudah tidak ada gejala karena dapat
menimbulkan perburukan status klinis tibatiba. Efek samping yang mungkin timbul
pada pengunaan obat golongan BB antara
lain nyeri kepala, dizziness, bradikardia, blok
konduksi jantung, hipotensi, dan perburukan
klinis gagal jantung pada pasien dengan
profil hemodinamik buruk28. Beta-blocker
yang disarankan untuk pasien gagal jantung
adalah yang bersifat kardioselektif, antara lain
carvedilol, metoprolol suksinat, bisoprolol
dan atenolol.46 Sedangkan beta bloker lain
yang bersifat tidak kardioselektif (asebutolol,
propanolol, pindolol, nebivolol), tidak boleh
188
terapi kombinasi diuretik dari beberapa
golongan dan menggunakan regimen
infus intravena secara berkesinambungan
untuk memperbaiki gejala overload cairan.
Apabila dengan metode ini masih tidak
berhasil mengurangi gejala kongesti, dapat
digunakan teknik ultrafiltrasi yang hanya bisa
dilakukan di pusat rujukan.48 Furosemid dan
hidroklorotiazid merupakan obat golongan
diuretik yang terbukti cukup aman karena
tidak bersifat teratogenik dan paling sering
digunakan pada kondisi kehamilan.49
digunakan untuk pasien gagal jantung yang
sedang hamil karena dapat mengganggu
sirkulasi uteroplasental. Pada wanita yang
mendapatkan terapi menggunakan obat
golongan penyekat beta selama kehamilan,
maka bayi yang baru dilahirkan harus diawasi
selama 24-48 jam untuk menyingkirkan
adanya tanda hipoglikemia, gangguan depresi
pernafasan dan bradikardia.47
5. Diuretik
Obat golongan ini hanya digunakan
jika terdapat gejala kongesti, karena
jika penggunaannya tidak tepat, dapat
menimbulkan kondisi hipovolemia yang
berbahaya terhadap aliran darah menuju
plasenta dan janin.10 Penggunaan diuretik
bertujuan mengurangi kelebihan cairan dan
garam agar dapat mempertahankan status
euvolemia. Pasien dengan status cairan
dan preload yang baik akan mengalami
perbaikan gejala klinis sehingga dapat
meningkatkan kapasitas latihan dan kualitas
hidup. Penggunaan diuretik berlebihan dapat
menyebabkan hipovolemia (berkurangnya
perfusi organ perifer akibat gagal ginjal) dan
gangguan kadar elektrolit darah yang dapat
menimbulkan aritmia. Pasien gagal jantung
yang tidak mengeluhkan gejala dan tidak
terbukti ada tanda overload cairan dapat
tanpa diuretik. Resistensi diuretik merupakan
suatu kondisi pasien masih mengalami retensi
cairan walaupun sudah mendapatkan terapi
restriksi cairan, garam dan terapi diuretik dosis
optimal. Pada kasus ini sebaiknya digunakan
6. Antagonis Reseptor Aldosteron
(spironolakton dan eplerenon)
Termasuk ke dalam golongan diuretik potensi
lemah hemat kalium. Penggunaan obat
golongan ini sebaiknya dihindari selama
periode kehamilan karena memiliki sifat
antiandrogen terhadap janin jika digunakan
pada trimester pertama.40,44 Aldosteron
antagonis digunakan untuk pasien gagal
jantung tahap lanjut pasca melahirkan
jika obat golongan ACE-I/ARB dan diuretik
loop tidak memberikan respons adekuat.
Spironolakton diindikasikan pada pasien
gagal jantung sistolik tingkat lanjut (NYHA
kelas fungsional III-IV dan fraksi ejeksi <35%)
yang sudah diterapi optimal menggunakan
ACE-I dan BB serta tanpa disfungsi ginjal
signifikan (kreatinin serum <2,5 mg/dL) atau
hiperkalemia (kadar potassium serum >5
mEq/L). Sedangkan eplerenon diindikasikan
pada pasien gagal jantung (fraksi ejeksi ≤45%)
akibat infark miokard. Penggunaan eplerenon
Tabel 5 Obat Golongan Beta-Blocker dan Dosis Penggunaannya
Nama Obat
Dosis awal (mg)
Dosis target (mg)
Dosis Maksimal (mg)
Carvedilol
2 x 3,125
2 x 6,25-25
2 x 50
Metoprolol Suksinat
1 x 25
1 x 150-200
1 x 200
Bisoprolol
1 x 1,25
1 x 10
1 x 20
Tabel 6 Obat Golongan Diuretik dan Dosis Penggunaannya
Nama Obat
Dosis awal (mg)
Furosemid
10 mg/hari (iv)
Bumetanid
Torsemid
Dosis Target (mg)
Dosis Maksimal (mg)
Sesuai Kebutuhan
1000 mg/hari (iv)
20 mg/hari (oral)
Sesuai Kebutuhan
2 x 240 (oral)
1 mg/hari
Sesuai Kebutuhan
10 mg/hari
10 mg/hari
Sesuai Kebutuhan
200 mg/hari
Asam etakrinat
50 mg/hari
Sesuai Kebutuhan
2 x 200 mg
Hidroklorotiazid
25 mg/hari
Sesuai Kebutuhan
50 mg/hari
Triamteren
50 mg/hari
Sesuai Kebutuhan
2 x 100 mg
Metolazon
2,5 mg/hari
Sesuai Kebutuhan
10 mg/hari
Tabel 7 Obat Golongan Antagonis Reseptor Aldosteron dan Dosis Penggunaannya
Nama Obat
Dosis Awal (mg)
Dosis Target (mg)
Dosis Maksimal (mg)
Spironolakton
12,5-25 mg/hari
25 mg/hari
2 x 50 mg
Eplerenon
50 mg/hari
100 mg/hari
100 mg/hari
CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA
jarang menimbulkan efek samping sehingga
lebih baik ditoleransi. Jika menggunakan
diuretik hemat kalium, suplementasi
kalium sebaiknya dihindari karena dapat
menimbulkan hiperkalemia. Pemantauan
kadar kreatinin dan kalium sebaiknya rutin
setiap 1-2 minggu setelah terapi dimulai.
Efek samping spironolakton terutama adalah
hiperkalemia (terutama pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal dan diabetes mellitus),
ginekomastia, dan galaktorea.43
7. Inotropik
Dopamin, dobutamin dan levosimendan
merupakan obat golongan inotropik yang
dapat digunakan dengan aman pada pasien
hamil dengan kondisi hemodinamik tidak
stabil misalnya gagal jantung akut. Dopamin
dan dobutamin diberikan dengan dosis 2-20
μg/kgBB/menit secara intravena dosis titrasi
sedangkan levosimendan diberikan dengan
dosis awal 24 μg/kgBB bolus intravena selama
10 menit serta dosis rumatan 0,1 μg/kgBB/
menit secara infus intravena selama 24 jam
pertama.42 Selain itu, digitalis yang merupakan
obat inotropik positif dan kronotropik negatif
juga dapat digunakan secara aman pada
pasien hamil untuk meningkatkan kualitas
profil hemodinamik dan memperbaiki gejala
klinis, baik pada saat istirahat atau saat
beraktivitas. Digitalis diindikasikan pada pasien
gagal jantung yang disertai fibrilasi atrium dan
aman digunakan untuk menurunkan angka
hospitalisasi secara signifikan. Obat golongan
digitalis di Indonesia adalah digoksin dengan
dosis 0,125 mg/hari pada pasien gagal jantung
dengan fungsi ginjal normal. Efek samping
digoksin berhubungan dengan fungsi ginjal
yang buruk dan hipokalemia.45
8. Suplementasi kalium
Pasien gagal jantung yang diberi terapi
diuretik loop sering mengalami hipokalemia,
hipomagnesemia,
hipokalsemia
dan
defisiensi tiamin. Secara umum suplementasi
kalium dapat diberikan pada pasien untuk
mempertahankan kadar kalium darah
berkisar antara 4,0-5,0 mEq/L. Suplementasi
kalium harus lebih hati-hati pada pasien
yang mendapat terapi ACE-I, antagonis
aldosteron dan insufisiensi ginjal karena
sering mengalami hiperkalemia yang dapat
menyebabkan aritmia.4
9. Antikoagulan
Periode peripartum
merupakan
CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013
suatu
kondisi peningkatan aktivitas prokoagulan,
sehingga obat golongan antikoagulan harus
digunakan secara hati-hati sesaat setelah
melahirkan, namun dapat segera diberikan
setelah perdarahan dapat ditangani.50
Antikoagulan harus diberikan pada pasien
gagal jantung dengan fraksi ejeksi sangat
rendah karena trombus intramural ventrikel
kiri dan embolisme perifer terutama emboli
otak sering terjadi pada kardiomiopati
dilatasi.51 Selain itu, pasien gagal jantung
dengan fibrilasi atrial baik paroksismal
maupun persisten harus diberi antikoagulan
secara adekuat untuk mencegah stroke
emboli.52 Obat golongan antikoagulan
yang sering dipakai pada kondisi ini antara
lain LMWH (low molecular weight heparin)
atau antagonis vitamin K oral (warfarin),
tergantung tahapan periode kehamilan
pasien. LMWH direkomendasikan digunakan
pada trimester pertama dan periode akhir
kehamilan (usia kehamilan >36 minggu),
sedangkan warfarin digunakan mulai
awal trimester ke-2 kehamilan hingga usia
kehamilan mencapai 36 minggu. LMWH
diberikan secara injeksi subkutan dengan
dosis 1 mg/kgBB setiap 12 jam dengan
evaluasi kadar faktor anti-Xa, sedangkan
warfarin diberikan secara oral dengan target
INR berkisar antara 2,0-3,0.53
10. Agen Pengobatan Terbaru
Pada penelitian kecil, pentoksifilin dapat
digunakan untuk memperbaiki hasil keluaran,
fungsi sistolik ventrikel kiri dan memperbaiki
gejala klinis jika ditambahkan pada pengobatan
gagal jantung konvensional karena bersifat
menghambat agen proinflamatorik TNF-α
(Tumor Necrosis Factor-alpha).51 Di samping
itu, pada beberapa penelitian, penggunaan
imunoglobulin intravena dapat memperbaiki
fungsi ejeksi sistolik ventrikel kiri karena
menurunkan kadar sitokin proinflamatorik
tioredoksin dalam sirkulasi secara signifikan.10,54
Terapi immunosupresif belum memiliki peranan
jelas dalam terapi pasien dengan kardiomiopati
peripartum, namun dapat dipertimbangkan
pada pasien dengan bukti adanya miokarditis
pada pemeriksaan biopsi histopatologis.55
Bromokriptin yang merupakan antagonis
hormon prolaktin dapat ditambahkan pada
pengobatan gagal jantung konvensional lain.
Terapi ini dapat meningkatkan fungsi sistolik
ventrikel kiri dan memperbaiki hasil luaran klinis
pada kardiomiopati peripartum akut dengan
gangguan fungsi hemodinamik berat.56
PROGNOSIS
Prognosis pasien setelah mengalami
kardiomiopati
peripartum
adalah
bervariasi tergantung dari derajat disfungsi
sistolik ventrikel kiri saat diagnosis awal
ditegakkan. Secara umum prognosis lebih
baik dibandingkan dengan kardiomiopati
noniskemik akibat penyebab lain. Sekitar
50-60% wanita akan mengalami perbaikan
fungsi kontraktil ventrikel kiri serta ukuran
dimensi ruang jantung dalam 6 bulan setelah
melahirkan dan berlanjut 2 hingga 3 tahun
berikutnya.17 Sisanya akan mengalami disfungsi
ventrikel kiri menetap atau mengalami
perburukan kondisi klinis walaupun sudah
diterapi optimal dengan perkiraan tingkat
kematian maternal berkisar antara 10-50%
terutama dalam periode 3 bulan pasca
melahirkan jika tidak dilakukan transplantasi
jantung. Pasien dengan kondisi kardiomegali
persisten setelah 6 bulan diagnosis memiliki
angka kematian sekitar 85% dalam 5 tahun.
Pasien dengan dimensi sistolik akhir ventrikel
kiri kurang dari 5,5 cm, fraksi ejeksi ventrikel
kiri lebih dari 30% dan kadar troponin jantung
rendah pada saat pemeriksaan awal, memiliki
prognosis lebih baik.57
Wanita yang telah terdiagnosis kardiomiopati
peripartum dan mengalami disfungsi sistolik
ventrikel kiri menetap setelah melahirkan
akan menghadapi risiko tinggi komplikasi
kardiovaskular jika kembali hamil, sehingga
sebaiknya menghindari kehamilan berikutnya.58
Selain itu, wanita yang pernah terdiagnosis
dengan kardiomiopati peripartum tetap
memiliki risiko rekurensi dengan insidensi 3050%, walaupun fungsi ejeksi sistolik ventrikel
kiri sudah kembali normal.33
SIMPULAN
Kardiomiopati peripartum merupakan salah
satu bentuk kardiomiopati dilatasi dengan
tanda dan gejala gagal jantung yang jarang
ditemukan pada praktek klinis sehari-hari.
Diperlukan pengetahuan yang cukup baik
untuk dapat mendiagnosis kondisi klinis
ini mengingat progresivitas penyakit jika
tidak ditatalaksana secara adekuat, sehingga
menyebabkan morbiditas, gangguan kualitas
hidup, gagal jantung kronik dan angka
mortalitas yang bermakna. Prioritas utama
diagnosis adalah mampu membedakan tanda
dan gejala akibat respons fisiologis normal
selama kehamilan atau gangguan fungsi
sistolik ventrikel kiri akibat kardiomiopati
189
TINJAUAN PUSTAKA
peripartum. Anamnesis terarah, pemeriksaan
fisik dan penunjang yang sesuai diperlukan
untuk menyingkirkan faktor etiologi lain
sebagai penyebab kardiomiopati. Tujuan
utama terapi kardiomiopati peripartum adalah
memperbaiki gejala klinis, memperpanjang
angka harapan hidup, meningkatkan status
fungsional,
mempertahankan
kualitas
hidup, mencegah progresivitas penyakit,
mencegah rekurensi, dan menurunkan
angka rehospitalisasi dengan menggunakan
pendekatan terapi mekanis serta farmakologis.
Semua pasien gagal jantung harus diterapi
sesuai dengan pedoman tata laksana gagal
jantung baik akut maupun kronik dengan
beberapa modifikasi misalnya menghindari
penggunaan obat golongan penyekat
enzim konversi angiotensinogen, penyekat
reseptor angiotensin II, atau penyekat
reseptor aldosteron selama kehamilan
karena efek teratogenik. Pendekatan terapi
medikamentosa terbaru menggunakan
pentoksifilin,
terapi
imunosupresi,
imunoglobulin intravena dan bromokriptin
(antagonis hormon prolaktin) hasil awalnya
cukup menggembirakan, namun masih
diperlukan penelitian lebih lanjut dengan skala
lebih besar agar dapat diterapkan secara aman
pada semua pasien kardiomiopati dilatasi.
Pasien kardiomiopati peripartum juga harus
mendapat terapi antikoagulan yang adekuat
menggunakan heparin dan antagonis vitamin
K sebagai tambahan terapi konvensional
mengingat kondisi hiperkoagulabilitas selama
periode peripartum. Sebagian besar pasien
kardiomiopati peripartum akan mengalami
perbaikan kondisi klinis setelah 6 bulan pasca
melahirkan, sehingga jarang diperlukan terapi
farmakologis atau tindakan mekanik kronik
untuk menangani gejala gagal jantung. Namun
transplantasi jantung dan alat bantu mekanik
ventrikular dapat digunakan sebagai alternatif
terapi bagi pasien kardiomiopati peripartum
yang gagal kembali ke status fungsional awal
dengan terapi medikamentosa dosis optimal.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Weiss BM, von Segesser LK, Alon E, Seifert B, Turina MI. Outcome of cardiovascular surgery and pregnancy: a systematic review of the period 1984–1996. Am J Obstet Gynecol
1998;179:1643–1653.
2.
Pearson GD, Veille JC, Rahimtoola S, Hsia J, Oakley CM, Hosenpud JD, Ansari A, Baughman KL. Peripartum cardiomyopathy: National Heart, Lung, and Blood Institute and Office of Rare
Diseases (National Institutes of Health) workshop recommendations and review. JAMA 2000;283:1183–1188.
3.
Wein M.N., Dec G.W., Lilly L.S. The Cardiomyopathies. Dalam. Lilly L.S., editor. Pathophysiology of Heart Diseases : A Collaborative Project of Medical Students and Faculty, Fourth Edition.
4.
Hardaway B., Tang W.H.W. Heart Failure With Systolic Dysfunction. Dalam. Griffin B.P., Topol E.J., Nair D., Ashley K., editor. Manual of Cardiovascular Medicine Third Edition. USA : Lippincott
USA : Lippincott Williams & Wilkins, 2007; Hal 252 – 268.
Williams & Wilkins, 2009; Hal 105 – 122.
5.
Choure A., Griffin B.P., Raymond R. Pregnancy and Cardiovascular Diseases. Dalam. Griffin B.P., Topol E.J., Nair D., Ashley K., editor. Manual of Cardiovascular Medicine Third Edition. USA :
Lippincott Williams & Wilkins, 2009; Hal 536 – 552.
6.
Wynne J., Braunwald E. Cardiomyopathy and Myocarditis. Dalam. Localzo J., Fauci A.S., Braunwald E., Kasper D.L., Longo D.L., Hauser S.L., et al., editor. Harrison’s Cardiovascular Medicine.
China : McGraw Hill, 2010; Hal 241-253.
7.
Purcell I.F., Williams D.O. Peripartum cardiomyopathy complicating severe aortic stenosis. Int J Cardiol 1995; 52:163–6.
8.
Sliwa K., Hilfiker-Kleiner D., Petrie M.C., Mebazaa A., Pieske B., Buchmann E., et al. Current state of knowledge on aetiology, diagnosis, management, and therapy of peripartum cardiomyopathy: a position statement from the Heart Failure Association of the European Society of Cardiology ESC Guidelines Page 49 of 51. Working Group on peripartum cardiomyopathy. Eur J
Heart Fail 2010;12:767–778.
9.
Ashley K.E. Heart Diseases in Women. Dalam. Griffin B.P., Topol E.J., Nair D., Ashley K., editor. Manual of Cardiovascular Medicine Third Edition. USA : Lippincott Williams & Wilkins, 2009; Hal
553 – 563.
10. Sliwa K, Fett J, Elkayam U . Peripartum cardiomyopathy. Lancet 2006;368:687–693.
11. Kao D.P., Hsich E., Lindenfeld J. Characteristics of 2067 Patients Hospitalized With Peripartum Cardiomyopathy. JACC March 27th 2012;59(13):925-7.
12. Elkayam U., Akhter M.W., Singh H., Khan S., Bitar F., Afshan. Pregnancy Associated Cadiomyopathy : Clinical Characteristic and Comparison. Ciculation. 2005;111:2050-2055.
13. Gentry M.B., Dias J.K., Luis A., Patel R., Thornton J., Reed G.L. African American Women Have a Higher Risk for Developing Peripartum Cardiomyopathy. Journal of th American College of
Cardiology 2010;55:654-659.
14. Sliwa K, Forster O, Libhaber E, Fett JD, Sundstrom JB, Hilfiker-Kleiner D, Ansari AA. Peripartum cardiomyopathy: inflammatory markers as predictors of outcome in 100 prospectively studied
patients. Eur Heart J 2006;27:441–446.
15. Hilfiker-Kleiner D, Kaminski K, Podewski E, Bonda T, Schaefer A, Sliwa K, et al. A cathepsin D-cleaved 16 kDa form of prolactin mediates postpartum cardiomyopathy. Cell 2007;128:589–600.
16. Hare J.M. The Dilated, Restrictive and Infiltrative Cardiomyopathies. Dalam. Libby P., Bonow R.O., Mann D.L., Zipes D.P., editor. Braunwald’s Heart Disease : a Textbook of Cardiovascular
Medicine, 8th edition. USA : Elseviers Saunders, 2007; Hal 1739 – 1760.
17. Mandras S. Cardiovascular Diseases in Special Population. Dalam. Cuculich P.S., Kates A.M., Henderson K.E., De Fer T.M, editor. The Washington Manual Subspeciality Consult Series Cardiology. China : Lippincott Williams & Wilkins, 2009; Hal 380-401.
18. Oakley C., Child A., Lung B., Presbitero P., Tornos P., Klein W., et al. Task Force on the Management of Cardiovascular Diseases During Pregnancy of the European Society of Cardiology. Expert
consensus document on management of cardiovascular diseases during pregnancy. Eur Heart J 2003;24:761–781.
19. Cox. S.M., Werner C.L., Hoffman B.L., Cunningham F.G. editor. Williams Obstetrics 22nd Edition. USA : McGrawHill Company, 2005.
20. Anderson GD. Pregnancy-induced changes in pharmacokinetics: a mechanistic based approach. Clin Pharmacokinet 2005;44:989–1008.
21. Robson SC, Dunlop W, Boys RJ et al. Cardiac output during labour. Br Med J 1987;295:1169–72.
22. Elkayam U, Gleicher N. Hemodynamics and cardiac function during normal pregnancy and the puerperium. Dalam: Elkayam, Gleicher N, editor. Cardiac problems in pregnancy. New York:
Wiley; 1998, p. 3–19.
23. Van Den Berg M.P., Van Spaendonck-Zwarts K.Y., Van Veldhuisen D.J. Dilated Cardiomyopathy Complicates Pregnancy Outcome : But How? JACC Vol. 55, No. 20, May 18, 2010:2290–2.
24. Morales A., Painter T., Li R., Siegfried J.D., Li D.X., Norton N. Mutations in 6 Genes Identified in Patients With Peripartum Cardiomyopathy. JACC March 9 2010;55;10A:1029-168.
190
CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013
TINJAUAN PUSTAKA
25. Mann, D.L. Patophysiology of Heart Failure. Dalam. Libby P., Bonow R.O., Mann D.L., Zipes D.P., editor. Braunwald’s Heart Disease : a Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th edition. USA :
Elseviers Saunders, 2007; Hal 541 – 560.
26. Peura J.L. Assessment and Management of The Dilated, Restrictive, and Hypertrophic Cardiomyopathies. Dalam. Cuculich P.S., Kates A.M., Henderson K.E., De Fer T.M, editor. The Washington Manual Subspeciality Consult Series Cardiology. China : Lippincott Williams & Wilkins, 2009; Hal 128 – 138.
27. Schilling J.D. Management of Acute and Chronic Heart Failure. Dalam. Cuculich P.S., Kates A.M., Henderson K.E., De Fer T.M, editor. The Washington Manual Subspeciality Consult Series
Cardiology. China : Lippincott Williams & Wilkins, 2009; Hal 112 – 127.
28. LeJemtel T.H., Sonnenblick E.H., Frishman W.H. Diagnosis and Management of Heart Failure. Dalam. Fuster V., Walsh R.A., Harrington R.A., editor. Hurst’s The Heart, 10th Edition. USA : McGraw Hill Company, 2000.
29. Hess O.M., Carrol J.D. Clinical Assessment of Heart Failure. Dalam. Libby P., Bonow R.O., Mann D.L., Zipes D.P., editor. Braunwald’s Heart Disease : a Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th
edition. USA : Elseviers Saunders, 2007; Hal 561 – 580.
30. Bristow M.R., Mestroni L., Bohlmeyer T.J., Gilbert E.M. Dilated Cardiomyopathy. Dalam. Fuster V., Walsh R.A., Harrington R.A., editor. Hurst’s The Heart, 10th Edition. USA : Mc-Graw Hill Company, 2000.
31. Hampton, J.R. EKG Dalam Praktek Sehari-Hari. Jakarta : Binarupa Aksara, 2003.
32. Naka, Y., Rose E.A. Assissted Circulation in The Treatment of Heart Failure. Dalam. Libby P., Bonow R.O., Mann D.L., Zipes D.P., editor. Braunwald’s Heart Disease : a Textbook of Cardiovascular
Medicine, 8th edition. USA : Elseviers Saunders, 2007; Hal 685 – 696.
33. Habli M, O’Brien T, Nowack E, Khoury S, Barton JR, Sibai B. Peripartum cardiomyopathy: prognostic factors for long-term maternal outcome. Am J Obstet Gynecol 2008;199:415 e411–e415.
34. Tomlinson M., Cardiac Diseases. In: James DK, Steer PJ, Weiner CP et al., eds. High Risk Pregnancy. Management Options. 3rd edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006. p798–827.
35. de Beus E, van Mook WN, Ramsay G, Stappers JL, van der Putten HW. Peripartum cardiomyopathy: a condition intensivists should be aware of. Intensive Care Med 2003;29:167–174.
36. Rasmusson KD, Stehlik J, Brown RN, Renlund DG, Wagoner LE, Torre-Amione G, Folsom JW, Silber DH, Kirklin JK. Long-term outcomes of cardiac transplantation for peri-partum cardiomyopathy: a multiinstitutional analysis. J Heart Lung Transplant 2007;26:1097–1104.
37. Mann, D.L. Managements of Heart Failure Patients With Reduced Ejection Fraction. Dalam. Libby P., Bonow R.O., Mann D.L., Zipes D.P., editor. Braunwald’s Heart Disease : a Textbook of
Cardiovascular Medicine, 8th edition. USA : Elseviers Saunders, 2007; Hal 611 – 639.
38. Francis G.S., Gassler J.P., Sonnenblick E.H. Patophysiology and Diagnosis of Heart Failure. Dalam. Dalam. Fuster V., Walsh R.A., Harrington R.A., editor. Hurst’s The Heart, 10th Edition. USA :
Mc-Graw Hill Company, 2000.
39. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, McMurray JJ, Ponikowski P, Poole-Wilson PA, et al. ESC guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008: the Task
Force for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008 of the European Society of Cardiology. Developed in collaboration with the Heart Failure Association of the
ESC (HFA) and endorsed by the European Society of Intensive Care Medicine (ESICM). Eur J Heart Fail 2008;10:933–989.
40. Cooper WO, Hernandez-Diaz S, Arbogast PG, Dudley JA, Dyer S, Gideon PS, Hall K, Ray WA. Major congenital malformations after first-trimester exposure to ACE inhibitors. N Engl J Med
2006;354:2443–2451.
41. Beardmore KS, Morris JM, Gallery ED. Excretion of antihypertensive medication into human breast milk: a systematic review. Hypertens Pregnancy 2002;21:85–95.
42. Teerlink J.R. Diagnosis and Management of Acute Heart Failure. Dalam. Libby P., Bonow R.O., Mann D.L., Zipes D.P., editor. Braunwald’s Heart Disease : a Textbook of Cardiovascular Medicine,
8th edition. USA : Elseviers Saunders, 2007; Hal 583-607.
43. Opie L.H., Pfeffer M.A. Inhibitors of Angiotensin-Converting Enzyme, Angiotensin II Receptor, Aldosteron, and Renin. Dalam. Opie L.H., Gersh B.J., editor. Drugs For The Heart, 7th Edition.
India : Elseviers Saunders, 2009 ; Hal 112 – 159.
44. Schaefer C. Angiotensin II-receptor-antagonists: further evidence of fetotoxicity but not teratogenicity. Birth Defects Res A Clin Mol Teratol 2003;67:591–594.
45. Poole-Wilson P.A., Opie L.H. Acute and Chronic Heart Failure : Positive Inotropes, Vasodilators and Digoxin. Dalam. Opie L.H., Gersh B.J., editor. Drugs For The Heart, 7th Edition. India : Elseviers Saunders, 2009 ; Hal 160 – 197.
46. Lydakis C, Lip GY, Beevers M, Beevers DG. Atenolol and fetal growth in pregnancies complicated by hypertension. Am J Hypertens 1999;12:541–547.
47. Opie L.H., Horowitz J.D. β-Blocking Agents. Dalam. Opie L.H., Gersh B.J., editor. Drugs For The Heart, 7th Edition. India : Elseviers Saunders, 2009 ; Hal 1 – 37.
48. Opie L.H., Kaplan N.M. Diuretics. Dalam. Opie L.H., Gersh B.J., editor. Drugs For The Heart, 7th Edition. India : Elseviers Saunders, 2009 ; Hal 88 – 111.
49. Mirshahi M, Ayani E, Nicolas C, Golestaneh N, Ferrari P, Valamanesh F, Agarwal MK. The blockade of mineralocorticoid hormone signaling provokes dramatic teratogenesis in cultured rat
embryos. Int J Toxicol 2002;21:191–199.
50. Brenner B. Haemostatic changes in pregnancy. Thromb Res 2004;114:409–414.
51. Sliwa K., Skudicky D., Candy G., Bergemann A., Hopley M., Sareli P. The Addition of Pentoxifylline to Conventional Therapy Improves Outcome in Patients With Peripartum Cardiomyopathy.
Eur J Heart Fail. 2002 Jun;4(3):305-309.
52. Camm AJ, Kirchhof P, Lip GY, Schotten U, Savelieva I, Ernst S, et al. Guidelines for the management of atrial fibrillation: the Task Force for the Management of Atrial Fibrillation of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J 2010;31:2369-2429.
53. Fox K.A.A., White H., Opie J.J.S., Gersh B.J., Opie L.H. Antithrombotic Agents : Platelet Inhibitors, Anticoagulants, and Fibrinolytics. Dalam. Opie L.H., Gersh B.J., editor. Drugs For The Heart,
7th Edition. India : Elseviers Saunders, 2009 ; Hal 293 – 340.
54. Carlin A.J., Alfirevic Z., Gyte GML. Interventions for Treating Peripartum Cardiomyopathy to Improve Outcomes for Women and Babies. Cochrane Database of Systematic Reviews 2010:9.
55. Bozkurt B, Villaneuva FS, Holubkov R et al. Intravenous Immune globulin in the therapy of peripartum cardiomyopathy. J Am Coll Cardiol 1999;34:177–80.
56. Sliwa K., Blauwet L., Tibazarwa K., Libhaber E., Smedema J.P., Becker A., et al. Evaluation of Bromocriptine in the Treatment of Acute Severe Peripartum Cardiomyopathy : A Proof-of-Concept
Pilot Study. Circulation. 2010;121:1465 – 1473.
57. Forster O, Hilfiker-Kleiner D, Ansari AA, Sundstrom JB, Libhaber E, Tshani W, et al. Reversal of IFN-gamma, oxLDL and prolactin serum levels correlate with clinical improvement in patients
with peripartum cardiomyopathy. Eur J Heart Fail 2008;10:861–868.
58. De Souza JL Jr., de Carvalho Frimm C, Nastari L et al. Left ventricular function after a new pregnancy in patients with peripartum cardiomyopathy. J Card Fail 2001;7:36–7.
CDK-202/ vol. 40 no. 3, th. 2013
191
Download