BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wereng

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wereng merupakan salah satu jenis serangga yang menjadi hama
tanaman pertanian. Wereng dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok
berdasarkan warnanya, yaitu wereng hijau, wereng coklat, wereng putih, wereng
punggung putih, dan wereng loreng, Masing-masing kelompok memiliki daya
rusakyang berbeda pada tanaman padi(Baehaki dan Imam, 1991).Hal ini akan
menimbulkan kerugian bagi petanikarena hasil panen menjadi berkurang.
Menurut Baehaki (1993), Wereng coklat mampu merusak ribuan hektar tanaman
padi dalam satu musim dan merugikan petani hingga milyaran rupiah.Seperti
serangga pada umumnya, tubuh wereng tersusun dari kitin. Menurut Dahiya et al
(2006), kandungan kitin pada serangga sekitar 75% dari total berat tubuh yang
menyusun lapisan eksoskeleton, meliputi kutikula tubuh, thorax, dan kaput.
Di Indonesia, kerusakan tanaman padi paling banyak disebabkan oleh
wereng coklat. Tidak seperti wereng jenis lain yang menyerang di daerah
endemik, wereng jenis ini hampir tersebar di semua lahan pertanian di Indonesia.
Tingginya tingkat reproduksi dan mudahnya perubahan biotipenya menyebabkan
penggunaan pestisida kimia dengan kadar yang rendah tidak mampu menekan
populasi wereng ini. Oleh karena itu, penggunaan pestisida kimia dengan kadar
tinggi akan semakin meningkat. Hal ini dapat memicu kerusakan lingkungan.
Menurut Charnley danCollins (2007), pestisida kimia telah digunakan sebagai
pengendali hama selama lebih dari 50 tahun. Setelah jangka waktu lama, dampak
negatif penggunaan pestisida kimiawi semakin jelas. Aplikasi pestisida tidak
hanya menyebabkan lingkungan menjadi tercemar, tetapi juga berbahaya bagi
kesehatan makhluk hidup termasuk manusia. Menurut Charnley dan Collins
(2007) pencemaran lingkungan akibat pestisida misalnya pencemaran air dan
tanah, resistensi,
resurgensi, yaitu
meningkatnya populasi serangga hama
melebihi sebelumnya, dan pembentukan biotipe hama yang baru. Dampak negatif
pestisida terhadap makhluk hidup misalnya cacat fisik dan mental pada bayi,
kanker hingga kematian.
1
Banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan oleh pestisida memicu
giatnya upaya pencarian alternatif pengganti pestisida. Sakupwanya (2006)
mengatakan bahwa salah satu alternatif ramah lingkungan yang dipraktekkan
selanjutnya adalah memanfaatkan musuh alami serangga hama, baik berupa
predator, parasitoid, parasit, maupun penyakit.
Penggunaan musuh alami sebagai agen biokontrol hama sudah banyak
dipraktekkan di lapangan dalam sistem Pengendalian Hayati Terpadu (PHT).
Musuh alami dari golongan mikrobia memiliki potensi yang lebih besar untuk
dieksplorasi
dan
biodiversitasnya.
dikembangkan
Banyak
spesies
baik
dari
kapang
segi
dan
efektivitas
bakteri
yang
maupun
bersifat
entomopatogenik, yaitu mampu menginfeksi dan membunuh serangga hama. Di
negara lain, beberapa spesies kapang dan bakteri telah banyak diuji untuk
membunuh serangga hama penting tertentu yang biasa menyerang negara tersebut,
seperti kutu loncat dan kumbang hama. Di Indonesia, penelitian tentang
penggunaan kapang dan bakteri entomopatogenik untuk mengendalikan wereng
masih sangat minim, sehingga potensi penelitian di bidang ini menarik untuk
dikembangkan.
Kapang dan bakteri entomopatogen digolongkan sebagai mikoparasit
serangga dan merupakan salah satu musuh alami serangga di alam.Mikrobia
tersebut mampu membunuh serangga karena dapat menghasilkan enzim kitinolitik
yang berperan penting untuk mengurai senyawa kitin pada lapisan eksoskeleton
dan dijadikan sebagai sumber karbon dan nitrogen metabolisme selnya (Whips
and Lumsden, 1994; Shah and Peel, 2003). Adanya enzim tersebut kapang dan
bakteri entomopatogenberpotensi untuk dimanfaatkan sebagai agen hayati
pengendali hama wereng. Penelitian tentang mikrobia entomopatogen masih terus
dilakukan untuk mendapatkan spesies atau strain kapang dan bakteri penghasil
enzim kitinolitik dengan aktivitas tinggisehingga mampu membunuh wereng
dengan efektif. Akan tetapi sebagai mikroorganisme, kapang dan bakteri
entomopatogenik memiliki potensi keanekaragaman yang sangat tinggi dari
spesies hingga level strain, sehingga tidak semua spesies efektif untuk digunakan.
Menurut Jackson et al (2009), perbedaan strain pada spesies kapang yang sama
dapat memiliki aktivitas kitinolitik yang berbeda, dan strain yang sama dapat
2
memiliki efektifitas yang berbeda pada habitat yang berbeda. Penelitian ini
dilakukan untuk mencari isolat kapang dan bakteri yang diharapkan memiliki
aktivitas enzim kitinolitik dengan efektivitas yang lebih baik dari isolat yang
telah diteliti sebelumnya.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, muncul beberapa
permasalahan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut;
1. Apakah isolat kapang dan bakteri uji memiliki aktivitas kitinolitik?
2. Berapa nilai aktivitas enzim kitinolitik tertinggi isolat kapang dan bakteri
uji?
3. Apakah isolat kapang dan bakteri terpilih mampu menginfeksi dan
membunuh wereng pada uji bioassay yang dilakukan pada skala green
house?
4. Berapakah persentase mortalitas wereng coklat oleh isolat dan bakteri
terpilih pada uji bioassay yang dilakukan pada skala green house?
C. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Memperoleh isolat kapang dan bakteri yang memiliki aktivitas kitinolitik
2. Mengetahui aktivitas enzim kitinolitik isolat kapang dan bakteri uji
3. Memperoleh isolat kapang dan bakteri yang mampu menginfeksi dan
memiliki daya bunuh terhadap wereng coklat
4. Mengetahui efektivitas daya bunuh berdasarkan persentase mortalitas
wereng coklat oleh isolat kapang dan bakteri terpilih.
D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta kontribusi
dalam upaya penggalian potensi strain-strain kapang dan bakteri entomopatogenik
baru untuk dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai pengendali hama wereng
coklat secara lebih luas.
3
Download