Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin

advertisement
Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin
Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti)
Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin
Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora
Bekti Setio Astuti
Fakultas Bahasa dan Budaya, Universitas 17 Agustus 1945
Jl. Pemuda 70 Semarang
email : [email protected]
Abstract
The Javanese language used by Samin community is something unique because it has
a special significance with Samin community that is not understandable to the general public.
It occurs as the socio-cultural aspects of Samin community is different from others. The
problems formulated in this study are: (1) what Javanese lexicons used by Samin community
in their daily life, and (2) how Javanese lexicons are related to the socio-culture of Samin
community . Several references used to discuss the issues, namely: socio-dialectology,
distinctive dialect, variations in language, speech levels in Javanese language, Javanese
lexicons, and the concept of Samin community culture.
Key words: socio-dialectology, Javanese lexicons, culture
1.Pendahuluan
Yogyakarta, Jawa Timur dan di beberapa
1.1 Latar Belakang Masalah
bagian Banten yaitu di kota Serang, kota
Bahasa adalah alat komunikasi
utama
dalam
manusia.
hidup
Hampir
dan
tidak
kehidupan
ada
celah
kehidupan manusia tanpa berkepentingan
Cilegon, dan kabupaten Tangerang, Jawa
Barat khususnya kawasan Pantai Utara
yang terbentang dari pesisir utara sampai
kabupaten Cirebon (Wikipedia, 2010).
dengan pemanfaatan jasa bahasa. Sebagai
Di desa Klopodhuwur kabupaten
bagian dari budaya, bahasa memiliki
Blora Jawa tengah masih ada komunitas
seperangkat norma atau tata aturan sebagai
samin yang hidup di tengah masyarakat
pedoman
non-samin.
bersama
pemakainya
antar
(Alwasilah,
masyarakat
1987;
Basir,
1994).
hidup
ditengah
masyarakat non-samin, komunitas samin
tetap mempertahankan bahasa Jawa ngoko.
Bahasa Jawa sebagai salah satu
bahasa
Meskipun
daerah
yang
digunakan
di
Indonesia memiliki penutur yang tersebar
Bagi mereka menghormati orang lain tidak
dari bahasa yang digunakan tapi sikap dan
perbuatan yang ditunjukkan (Titi : 2004)
di hampir seluruh Pulau Jawa. Bahasa
Bahasa dalam hal ini dimaksudkan
Jawa digunakan penduduk suku bangsa
satuan lingual yang muncul dalam tuturan
Jawa
masyarakat
28
terutama
di
Jawa
Tengah,
Samin
sebagai
upaya
CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014
komunikatif untuk mendukung tradisi
diganti dengan “Aku meh melu nganggoké
yang dianutnya. Hal ini sesuai dengan
banyumu” yang berarti „Aku akan ikut
fungsi khas bahasa (Sudaryanto, 1990: 21)
serta menggunakan airmu‟ maka dengan
setidak-tidaknya
sebagai
senang hati air tersebut akan diberikan,
pengembang akal budi dan pemelihara
karena orang Samin berpendapat sumber
kerja
daya alam memang untuk digunakan
sama
antar
yaitu
penutur-penuturnya.
Penutur-penutur bahasa Jawa Samin yang
terkait erat dengan tradisi yang dimiliki.Di
sinilah
hubungan
erat
antara
bersama-sama manusia lain.
Dari contoh kasus di atas, terlihat
tradisi
bahwa orang Samin sangat memperhatikan
(budaya) dengan bahasa Jawa Samin yang
makna leksikal yang terkandung dalam
penuh dengan untaian masalah yang perlu
tuturan. Orang Jawa pada umumnya tidak
dipecahkan.
akan terlalu peduli dengan perbedaan
Masyarakat Samin yang hidup di
penggunaan
istilah
njalukdan
melu
tengah-tengah masyarakat berbahasa Jawa
nganggoké
selama
akibat
yang
ternyata
ditimbulkan dari dua istilah di atas sama,
mengembangkan
variasi
kebahasaan yang berbeda dengan bahasa
Jawa pada umumnya. Fenomena ini perlu
yaitu bisa meminta air dari seseorang.
Bahasa
yang
dituturkan
oleh
dikaji lebih lanjut untuk menghindari
masyarakat Samin memperlihatkan adanya
terjadinya
paham
fenomena kebahasaan yang bervariasi jika
antara komunitas Samin dan komunitas
dibandingkan dengan Bahasa Jawa Baku.
Jawa di sekitarnya akibat perbedaan
Pada tataran leksikon ditemukan beberapa
variasi kebahasaan yang digunakan.
variasi bentuk Bahasa Jawa Masyarakat
kemungkinan
salah
Orang Samin memiliki keyakinan
Samin jika dibandingkan dengan Bahasa
bahwa manusia hanya bisa memanfaatkan
Jawa Baku, hal ini terlihat juga pada
sumber daya alam namun tidak bisa
leksikon adang akeh [adaŋ akɛh] „punya
memilikinya.Contoh
hajat‟, bateh [batɛh] „saudara‟.
dari
implikasi
keyakinan ini misalnya ketika seseorang
meminta air kepada orang Samin dengan
mengatakan “Aku njaluk banyumu” yang
1.2 Ruang Lingkup
Berbicara
tentang
masyarakat
berarti „Aku minta airmu‟ maka reaksi
Samin sesungguhnya berbicara tentang
umum orang Samin adalah menolak
masyarakat
memberi
Samin memang bagian dari masyarakat
karena
merasa
tidak
ikut
memiliki. Namun apabila kalimat tersebut
Jawa.Bagian
Jawa,
dari
karena
masyarakat
kejawaannya
itu
29
Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin
Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti)
tercermin
pada
keberadaannya,
tradisi,
bahasa,
manusia. Secara praktis tradisi masyarakat
dan
Samin itu didasarkan pada pandangan
genealogisnya,
sebagainya.
hidup,
Tradisi
(Poerwadarminta,
1982:
pribadi,
dan
lingkungan
atau
masyarakatnya (Geertz, 1981; Mulder,
1088) adalah segala sesuatu (seperti adat,
1985;
kepercayaan, kebiasaan, ajaran, dsb.) yang
umum berkaitan dengan pandangan hidup
turun-temurun
Berkaitan
dari
dengan
Koentjaraningrat,
1994).Secara
nenek
moyang.
orang Jawa (termasuk masyarakat Samin)
konsep
tersebut,
bersifat kosmo-mitis dan kosmo-magis,
budaya/tradisi Samin perlu dikaji dalam
menganggap
makalah
suatu
mempunyai kekuatan dan berpengaruh
anggapan bahwa budaya dan masyarakat
terhadap kehidupan masyarakat maupun
Samin yang merupakan warisan turun-
spiritual masyarakatnya (Mulder, 1985),
temurun itu menghambat kemajuan (baca:
dan
modernitas). Sebenarnya sesuai dengan
individualnya.Dalam hal ini masyarakat
arus kemajuan zaman, budaya tradisional
Samin
dapat
berhubungan
ini,
karena
bersifat
adanya
dinamis
seperti
bahwa
tergantung
pula
memiliki
alam
watak
tradisi
dengan
sekitar
pribadi
kuat
petung
yang
(nikah,
dikemukakan oleh Michael R. Dove (1985:
bercocok tanam, dagang, berkomunikasi)
xv) bahwa kebudayaan tradisional sering
dan konsep-konsep yang merujuk pada
dipersepsikan keliru oleh sebagian orang
“syariat” Agama Adam.
dalam pembangunan atau modernisasi.
Bahasa adalah symbolic meaning
Semuanya terkait erat dengan proses
system (sistem makna simbolis), begitu
sosial, ekonomis, dan ekologis masyarakat
pula halnya dengan kebudayaan yang
secara
dikatakan
mendasar.
Lebih
dari
itu
sebagai
symbolic
meaning
kebudayaan tradisional bersifat dinamis,
system (Casson, 1981: 11-17). Lebih jauh
selalu mengalami perubahan, dan karena
ahli
itu
dengan
language, it is a semiotic system in which
Bagaimana
symbols function to communicate meaning
dengan tradisi masyarakat Saminsekarang
from one mind to another. Cultural like
? Lebih lanjut, Koentjaraningrat (1994:
symbols, like linguistic symbols, encode a
183-184 dan 224) menyatakan bahwa
connection between a signifying form and
wujud kebudayaan berisi kompleks ide,
asignaled meaning” (Seperti bahasa, itu
gagasan, norma, nilai, aturan, kompleks
adalah sistem tanda yang merupakan
aktivitas
simbol
tidak
pembangunan
dan
bertentangan
itu
sendiri.
tindakan
berpola
dari
masyarakat, dan benda-benda hasil karya
30
ini
mengatakan
yang
mengkomunikasikan
bahwa
berfungsi
makna
“Like
untuk
dari
satu
CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014
konsep pikiran ke yang lain. Kebudayaan
1.3 Rumusan Masalah
juga simbol-simbol, seperti halnya simbol-
Berdasarkan latar belakang dan
simbol bahasa, terjadi hubungan antara
ruang lingkup di atas, permasalahan yang
bentuk yang menandai dan makna yang
diangkat
ditandai).
leksikon bahasa Jawa Samin berdasarkan
Halliday
dan
Hassan
(1992:4)
mengatakan
bahwa
budaya
sebagai
seperangkat
sistem
semiotik,
sebagai
seperangkat sistem makna, yang semuanya
adalah
bagaimana
variasi
aspek sosial budaya dan leksikon apa saja
dalam pemakaian sehari-hari.
1.4 Tujuan Penelitian
saling berhubungan.Bahasa sebagai salah
Penelitian ini mempunyai tujuan,
satu dari sejumlah sistem makna, yang
yaitu mendiskripsikan leksikon bahasa
secara bersama-sama membentuk budaya
Jawa Samin berdasarkan aspek sosial
manusia.Apa yang dikatakan Casson di
budaya dan mendeskripsikan leksikon
atas
bahasa Jawa Samin dalam pemakaian
bahwa
kebudayaan
merupakan
simbols seperti simbol bahasa sejalan
sehari-hari.
dengan yang dikemukakan oleh LeviStraus dalam teorinya antropologi sosial.
Ia mempelajari karya Saussure melalui
1.5 Manfaat Penelitian
Secara
teoritis
penelitian
ini
Roman Jakobson. Ia menaruh minat yang
diharapkan menambah khazanah penelitian
besar pada ajara-ajaran Jakobson tentang
dialektologi
sistem bunyi bahasa. Ia menganggap unit-
leksikon
unit bunyi yang distingtif sebagai titik
Karang Pace desa Klopodhuwur kabupaten
temu
Blora.Selain itu dapat dijadikan sebagai
antara
alam
dan
kebudayaan
(Gordon, 2002:96).
Bahasa
yang
pada
tentang
masyarakat
varuasi
Samin
di
acuan atau landasan untuk penelitian
dituturkan
oleh
masyarakat Samin memperlihatkan adanya
fenomena
terutama
kebahasaan
yang
selanjutnya.
Secara
diharapkan
praktis,
memberi
penelitian
sumbangan
ini
bagi
bervariasi.Pada tataran leksikon ditemukan
pembinaan dan pengembangan bahasa dan
beberapa variasi bentuk bahasa Jawa
budaya Jawa di Jawa Tengah.Masyarakat
Samin jika dibandingkan dengan bahasa
Samin merupakan aset budaya dan bahasa
Jawa Baku.
yang perlu dilestarikan.
31
Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin
Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti)
lontarkan
2. Kajian Pustaka
kaum
Penelitian yang berkenaan dengan
priyayi, santri, dan
masyarakat Samin sudah banyak dilakukan
santri abangan yang
terutama para ahli sejarah dan antropolog.
merupakan lapisan-
Penelitian yang pernah dilakukan antara
lapisan
lain: Widiyanto (1983) , Sadihutomo
sosiokultural
(1996), Sujayanto (2001), dan Sugiharto
masa
(2002).
berpihak
kepada
Belanda
dalam
Penelitian
yang
dilakukan
itu,
pada
yamg
widiyanto (1983), membahas secara umum
persoalan
tentang masyarakat Samin di kabupaten
pemberontakan..”
Blora. Dari sudut kabahasaan, di dalam
(Widiyanto,
artikelnya
1983:60)
yang
Surosemiko
berjudul
dan
Samin
Konteksnya,ia
memberikan pembelaan tentang fenomena
kebahasaan
selama
Penelitian yang dilakukan oleh
masyarakat
Samin
yang
Sadihutomo (dalam Tradisi Blora, 1996)
dipandang
negatif
oleh
lebih
ini
difokuskan
pada
figur
Samin
masyarakat secara umum. Berikut kutipan
Surosentiko. Samin Surosentiko dipandang
artikel tersebut,
sebagai seorang yang kaya akan ilmu
“Tetapi
kalau
filsafat dan ilmu sastra Jawa. Angger-
Samin Surosentiko
Angger Pangucap adalah hukum atau
(atau
kaidah berbicara yang diajarkan Samin
menurut
ucapan
orang
kepada
pengikutnya.Salah
Blora, tempat asal
satu bukti kelebihannya dalam hal sastra
tokoh
tetap
Jawa adalah kemampuan membuat Serat
disamakan dengan
Punjer Kawitan, yaitu buku yang berisi
Samin dalam arti
silsilah raja-raja dan ajaran di bidang sosial
„bodoh‟
politik dikemas dalam tembang macapat.
itu)
sebagainya,
32
Surosentiko
dan
itu
Sujayanto,dkk
dalam
berjudul
Samin
adalah
penelitiannya
keterlanjuran sosial
Melawan Penjajah dengan Jawa Ngoko
yang perlu segera
menjelaskan bahwa masyarakat Samin
dikoreksi. Sebutan
sekarang tidak seperti masyarakat Samin
itu
pada saat penjajahan Belanda yang tidak
semula
di
yang
(2001)
CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014
mau
mematuhi
peraturan
pemerintah,
seperti tidak mau membayar pajak. Pada
zaman
penjajahan
masyarakat
2.1. Kajian Sosiodialektologi
Penelitian
varian
leksikon
Samin
pemakaian bahasa Jawa pada masyarakat
memperjuangkan ha-haknya menggunakan
Samin ini merupakan penelitian dengan
bahasa Jawa Ngoko.
kajian sosiodialektologi.Dasar kajiannya
Sugiharto (2002) meneliti tentang
adalah dialektologi yang diilhami oleh
perubahan makna kata bahasa Jawa dalam
metode sosiolinguistik dalam pemetaan
tataran semantik dan faktor-faktor yang
variabel
menyebabkan terjadinya perubahan makna
sebagaimana dikemukakan oleh Trudgill
kata
(1984:31).Dialektologi merupakan cabang
bahasa
Jawa
percakapan
masyarakat
kabupaten
penelitian
dalam
Blora
ini
wacana
Samin
tersebut.
ditemukan
tujuh
di
Dalam
sosial
linguistik
yang
penutur
dialek,
mempelajari
variasi
bahasa.Yang dimaksud dengan variasi
jenis
bahasa
perubahan makna kata bahasa Jawa, yaitu:
bentuk
(1) perluasan yang disebabkan oleh adanya
bahasa.Perbedaan
persamaan sifat dan perkembangan sosial
semua unsur kebahasaan, yaitu Fonologi,
budaya, (2) penyempitan makna yang
morfologi,
disebabkan oleh adanya persamaan sifat
semantik.
dan perkembangan sosial budaya, (3)
amelioratif
yang
disebabkan
oleh
adalah
yang
terdapat
dalam
tersebut
leksikon,
Menurut
semua
perbedaan-perbedaan
dialek
dari
mencakup
sintaksis,
pandangan
suatu
dan
dialektologi,
suatu
bahasa
persamaan sifat atau asosiasi, (4) peyoratif
mempunyai kedudukan yang sederajat,
yang disebabkan oleh persamaan sifat dan
statusnya sama, tidak ada dialek yang lebih
perkembangan
(5)
berprestise dan tidak berprestise. Tidak ada
penghalusan makna yang disebabkan oleh
juga sebutan bahwa dialek yang digunakan
adanya persamaan sifat dan perkembangan
itu kampungan, meskipun penuturnya
sosial
yang
berasal dari desa. Semua dialek dari
disebabkan oleh persamaan sifat dan
sebuah bahasa itu sama. Dialek-dialek
perkembangan
tersebut menjalankan fungsinya masing-
budaya,
budaya,
(7)
sosial
(6)
budaya,
asosiasi
perkembangan
perubahan
total
sosial
yang
masing
dalam
kelompok-kelompok
disebabkan oleh adanya persamaan sifat,
masyarakat penuturnya. Dialek standar
perkembangan sosial dan
juga merupakan dialek biasa, samadengan
penyerapan kosakata.
budaya dan
dialek
lainnya.
Hanya
karena
ekstralinguistik,
dialek
ini
faktor
dianggap
33
Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin
Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti)
sebagai dialek yang berprestise (lihat
biasanya
disebut
kondangan
dan
Fernandez, 1993:6).
nyumbung. Ini jelas disebabkan oleh
adanya tanggapan atau tafsiran tang
berbeda mengenai kehadiran di tempat
2.2. Pembeda Dialek
Setiap variasi bahasa dipergunakan
kenduri itu.
di suatu daerah tertentu, dan lambat laun
terbentuklah
anasir
kebahasaan
yang
4) Perbedaan
semasiologis
yang
berbeda-beda pula, seperti dalam lafal, tata
merupakan kebalikan dari perbedaan
bahasa, dan tata arti dan setiap ragam
onomasiologis, yaitu pemberian nama
memepergunakan
salah
yang sama untuk beberapa konsep
khusus.
(dalam
Guiraud
satu
bentuk
Ayatrohaedi,
yang
berbeda.
Misalnya
leksikal
1983:3) menyatakan bahwa ada lima
pawon mengendung dua makna yaitu
macam pembeda dialek, yaitu:
dapur dan tempat tungku.
1) Perbedaan fonetik yaitu si pemakai
5) Perbedaan morfologis yang dibatasi
dialek atau bahasa yang bersangkutan
oleh adanya sistem tata bahasa yang
tidak menyadari adanya perbedaan
bersangkutan, oleh frekuensi morfem-
tersebut. Contoh: sungsum [suŋsUm]
morfem yang berbeda, oleh kegunaan
dengan
yang
sumsum
[sumsUm]
„isi
berkerabat,
oleh
wujud
tulang‟, gendeng [gənDeŋ] dengan
fonetisnya, oleh daya rasanya, dan
kenteng [kənTeŋ] „genting‟.
oleh sejumlah faktor lainnya lagi
2) Perbedaan semantik, yaitu dengan
terciptanya
kata-kata
baru,
berdasarkan perubahan fonologi dan
geseran
bentuk.
34
Pemakaian
bahasa
tidak
hanya
peristiwa
ditentukan oleh faktor-faktor linguistik
tersebut biasanya juga terjadi geseran
tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik.
makna kata. Geseran tersebut bertalian
Faktor-faktor
dengan dua corak, yaitu sinonim dan
berpengaruh terhadap pemakaian bahasa
homonim.
antara lain faktor sosial dan faktor
3) Perbedaan
Dalam
2.3. Variasi Bahasa
onomasilogis
yang
situasional.
nonlinguistik
Kedua
faktor
yang
tersebut
menunjukkan nama yang berbeda
menimbulkan berbagai variasi bahasa yang
berdasarkan
berupa bentuk-bentuk bagian atau varian
satu
konsep
yang
diberikan di beberapa tempat yang
dalam
berbeda.
kenduri
memiliki pola umum bahasa induknya
misalnya, di beberapa daerah Blora
(Poedjosoedarmo dalam Suwito, 1985:23).
Menghadiri
bahasa
yang
masing-masing
CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014
Adpun wujud variasi dapat berupa idiolek,
mengikuti unsur yang diperkaitkan (yang
dialek, ragam bahasa, register maupun
berbeda).
unda-usuk.
Variasi
Kelonggaran
berdasarkan
bahasa
penuturnya ada empat macam, (1) idiolek,
sebagai akibat adanya faktor sosial dan
yaitu variasi bahasa bersifat perorangan,
situasional bukanlah berarti merupakan
(2) dialek, yaitu variasi bahasa dari
kebebasan untuk melanggar kaidah-kaidah
sekelompok
kebahasaan,
ini
relatif dan berada pada suatu wilayah, (3)
menyesuaikan
kronolek atau dialek temporal, yaitu
pemilihan bahasa atau variasi bahasa
variasi bahasa yang digunakan kelompok
dengan kendala sosial pada diri penutur.
sosial pada masa tertentu , (4) sosiolek
Suwito (1985:29) mengemukakan variasi
atau dialek sosial, yaitu variasi bahasa
bahasa ialah sejenis ragam bahasa yang
yang berkenaan dengan status, golongan
pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi
dan kelas sosial penuturnya.
dimaksudkan
pemakaian
bahasa
akan
tetapi
untuk
hal
penutur
yang
jumlahnya
dan situasinya tanpa mengabaikan kaidah
pokok yang berlalu dalam bahasa yang
2.4. Tingkat Tutur Bahasa Jawa
bersangkutan, artinya bahwa situasi yang
Teori
yang
tingkat
digunakan
tutur,
untuk
menyertai suatu peristiwa tutur menurut
penentuan
mengikuti
suatu variasi bahasa tertentu.
pembagian tingkat tutur Sudaryanto (1989)
Pada hakekatnya, pemakaian bahasa
yang membagi menjadi dua kelompok,
tidak monopolitik melainkan bervariasi.
yaitu bentuk ngoko dan krama, yang
Berdasarkan
Nababan
masing-masing diperinci atas bentuk lugu
(1984:15-16) membagi variasi bahasa
dan halus, sehingga secara hirarki terbagi
menjadi
atas ngoko, ngoko alus, krama dan krama
dua
sumbernya
macam,
yaitu:
variasi
eksternal dan variasi internal. Variasi
alus.
eksternal ialah variasi yang berhubungan
Ada dua hal yang penting yang
dengan faktor-faktor di luar sistem bahasa
harus diingat pada waktu akan menentukan
itu sendiri, yaitu: sehubungan dengan
tingkat tutur yang akan dipakai. Pertama,
daerah asal penutur, kelompok sosial,
tingkat formalitas hubungan perseorangan
situasi berbahasa, dan zaman penggunaan
antara penutur dan mitra tutur.Kedua,
bahasa itu. Sedangkan variasi internal ialah
status sosial yang dimiliki mitra tutur.
unsur-unsur
yang
mendahului
dan
Untuk memilih suatu tingkat tutur
yang sesuai dengan mitra tuturnya, penutur
35
Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin
Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti)
harus dapat menetapkan corak hubungan
atau
relasinya
tutur.Penetapan
dengan
corak
mitra
2.5 Leksikon Bahasa Jawa
Leksikon
menurut
Kridalaksana
hubungan
(1993:98) adalah komponen bahasa yang
didasarkan atas tingkat jarak sosial dan
menuat semua informasi entang makna
tingkat status sosial.
dan pemakaian kata dalam bahasa.Cabang
Apabila penutur berstatus sosial
lebih rendah dibandingkan dengan mitra
tutur, maka penutur menggunakan bentuk
linguistik yang mempelajari kata atau
leksikon disebut leksikologi.
Bahasa
Jawa
kaya
akan
krama. Selain itu, apabila penutur sama
perbendaharaan kata atau leksikon. Hal ini
sekali belum mengenal atau tidak akrab
disebabkan karena tingkat tutur yang
dengan mitra tuturnya, dan penutur lebih
beragam dan wilayah pemakaian bahasa
muda dibandingkan mitra tuturnya juga
Jawa yang luas sehingga menyebebkan
menggunakan bentuk krama.
leksikon yang ada bertambah variatif.
Untuk memilih tingkat tutur mitra
Suatu perbedaan disebut perbedaan dalam
tutur akan menyesuaikan diri dengan
leksikon,
penuturnya. Bentuk tingkat tutur yang
digunakan untuk merealisasikan suatu
digunakan
makna yang sama tidak berasal dari satu
oleh
penutur
berpengaruh
jika
leksem-leksem
terhadap bentuk tingkat tutur yang akan
etimon
digunakan oleh mitra tutur. Apabila mitra
bidang leksem selalu berupa variasi.
tutur berstatus sosial rendah dibandingkan
prabahasa.
Variasi
Semua
yang
leksikon
terjadi
adanya
bentuk krama. Selain itu, apabila mitra
fonologi, dan geseran makna (Ayatrohaedi,
tutur sama sekali belum mengenal atau
1979:3). Pergeseran makna yang dimaksud
tidak akrab dengan penutur, dan mitra
bertalian dengan dua corak, yaitu: (1)
tutur lebih muda dibandingkan dengan
pemberian nama yang berbeda untuk
penuturnya juga menggunakan bentuk
linambang yang sama di beberapa tempat
krama.
yang berbeda, (2) pemberian nama yang
ingin menyatakan keakrabannya, maka
menggunakan bentuk ngoko.Bentuk ngoko
bentuk,
karena
penutur, maka mitra tutur menggunakan
Apabila penutur dan mitra tutur
pergeseran
perbedaan
perubahan
sama untuk hal yang berbeda di beberapa
tempat yang berbeda.
Variasi leksikon juga terjadi karena
atau tingkat tutur ngoko mencerminkan
adanya
perbedaan
rasa tak berjarak antara penutur dan mitra
semasiologis. Perbedaan onomasiologis
tutur.
menunjukan
nama
onomasiologis
yang
dan
berbeda
berdasarkan satu konsep yang diberikan di
36
CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014
beberapa
tempat
yang
berbeda
wajib bayar pajak dan penyerahan hasil
(Ayatrohaedi, 1974:4). Misalnya, terdapat
pertanian
dua kata untuk merealisasikan makna
dikeluarkan oleh pemerintahan Belanda
„tapai singkong‟, yaitu tape dan peuyeum.
pada waktu itu. Eksploitasi penjajah dan
Perbedaan
kerakusan
semasiologis
merupakan
pada
lumbung
birokrat
desa
kolonial
yang
bangsa
kebalikan dari perbedaan onomasiologis,
bumiputera merupakan pemicu utama
yaitu pemberian nama untuk beberapa
munculnya ajaran ini.
konsep yang berbeda. Misalnya [esuk]
Ajaran yang muncul dalam tradisi lisan,
mengandung dua makna, yaitu „besok‟ dan
antara lain:
„pagi‟.
1) Agama itu gaman, adam pangucape,
Leksikon dalam suatu bahasa dapat
memperlihatkan
kekayaan
kata
yang
man gamang lanang (agama Adam
merupakan senjata hidup);
berasal dari bahasa tersebut, begitu juga
2) Aja drengki srei, tukar padu, dahpen
dengan leksikon yang berasal dari bahasa
kemeren, aja kutil jumput, bedhog
lain yang digunakan dalam bahasa itu.
colong;
Masuknya leksikon yang berasal dari
3) Sabar lan trokal empun ngantos
bahasa lain menambah kekayaan leksikon
dengki srei...,nemu barang teng dalan
bahasa tersebut.
mawon kula simpangi;
4) Wong urip kudu ngerti ing uripe;
2.6 Konsep Sosial Budaya Masyarakat
Bayi uda nger niku suksma ketemu
Samin
Masyarakat Samin merupakan salah
satu
5) Wong enom mati uripe titip sing urip.
kelompok
yang
6) Dhek zaman Landa niku njaluk pajeg
mempunyai kebiasaan, tatanan sendiri
boten trima sak legane nggih boten
serta adat istiadat tersendiri yang berbeda
diwehi. Bebas boten seneng. Ndandani
dengan masyarakat pada umumnya.
ratan nggih bebas. Gan gelem wis
Pemikiran
Surosentiko
masyarakat
raga;
dan
diawali
ajaran
Samin
oleh
kondisi
masyarakat akan kebencian perlakuan
dibebasake..jaga
omahe
dhewe.
Nyengkah ing negara telung taun
dikenek kerja paksa;
pemerintahan kolonial Belanda. Hal lain
7) Untuk ajaran ke 7 sampai ke 9
juga bertalian dengan terganggu atau
merupakan ajaran moral tentang sikap,
tergesernya status sosial dari kalangan
ucapan dan tindakan yang harus hati-
pribumi yang berada akibat penerapan
hati,
perkawinan,
dan
konsep
37
Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin
Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti)
persaudaraan
berdasarkan
keanggotaan kelompoknya.
temukan
di
sekitar
semedinya.Buku-buku
tempat
itulah
yang
Ajaran lainnya terdapat dalam tradisi
dinamakan Kalimasada.Buku ini pernah
tulisan berupa kitab yang terdiri dari:
dimiliki oleh Prabu Puntodewo. Buku
1) Serat
inilah yang menjadi pegangan komunitas
Punjer
Kawitan,
berkaitan
dengan ajaran tentang silsilah raja-raja
Samin
sampai
sekarang
Jawa. Ajaran ini pada prinsipnya
Faturrohman, 2003:20-21)
(Deden
mengakui bahwa orang Jawa adalah
keturunan
Adam
dan
keturunan
2.7. Kerangka Pikir
Pandawa.
2) Serat
Bahasa Jawa yang digunakan oleh
Pikukuh
Kasejaten,
ajaran
masyarakat Samin merupakan sesuatu
tentang cara dan hukum perkawinan.
yang unik karena mempunyai makna
Konsep pokok dalam ajaran ini adalah
khusus
membangun
merupakan
masyarakat lain. Bahasa Jawa masyarakat
sarana kelahiran budhi, yang akan
Samin sangat erat hubungannya dengan
menghasilkan atmajatama (anak yang
aspek sosial budaya masyarakat Samin,
utama).
sehingga
keluarga
3) Serat Uri-Uri Pambudi, berisi tentang
yang
tidak
banyak
dimengerti
oleh
leksikonnya
yang
bermakna filosofis.
ajaran perilaku yang utama, terdiri
Permasalahan yang akan dibahas
dari ajaran: Angger-Angger Pratikel
dalam penelitian ini, yaitu: bagaimana
(hukum tingkah laku).
variasi leksikon bahasa Jawa masyarakat
4) Serat Jati Sawit, buku yang membahas
Samin berdasarkan aspek sosial budaya
tentang kemuliaan hidup sesudah
dan leksikon bahasa Jawa masyarakat
mati. Ajaran ini mengenal konsep
Samin dalam pemakaian sehari-hari.
hukum karma.
Ada beberapa acuan teori yang
5) Serat Lampahing Urip, buku yang
digunakan untuk membahas permasalahan
berisi tentang primbon yang berkaitan
di atas, yaitu: kajian sosiodialek, pembeda
dengan
perjodohan,
dialek, variasi bahasa, tingkat tutur bahasa
mencari hari baik untuk seluruh
Jawa, leksikon bahasa Jawa, konsep sosial
kegiatan aktivitas kehidupan.
budaya
kelahiran,
masyarakat
Samin.
Adapun
digunakan
berupa
Kesemuanya itu diperoleh Samin
metodologi
yang
Surosentiko, melalui perilaku semedi.Dia
pendekatan
sinkronis
menerima wangsit untuk mengambil buku-
pendekatan sosiodialektologi.
buku atau kitab kuno yang ternyata dia
38
kualitatif
dan
CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014
Dalam
digunakan
pengumpulan
metode
simak
dan
data
cakap
beserta tehnik-tehniknya disertai dengan
titik
rekam
dan
catat.
Setelah
data
terkumpul kemudian dianalisis dengan
menggunakan metode padan.
39
Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin
Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti)
Latar Belakang
Masalah
Bahasa Jawa yang
digunakan oleh
masyarakat Samin di
Desa Klopodhuwur
merupakan sesuatu
yang unik, karena
bahasa Jawa yang
digunakan oleh
masyarakat Samin
mempunyai makna
khusus yang tidak
dimengerti oleh
masyarakat umum.
1.Leksikon bahasa Jawa
masyarakat Samin dalam
kehidupan sehari-hari.
Teoritis
1.Kajian sosiodialektologi
2. Pembeda Dialek
3. Variasi Bahasa
4. Variasi Pemakaian Bahasa Jawa
5. Teori Tingkat Tutur
6. Leksikon Bahasa Jawa
7. Konsep Sosial Budaya
Masyarakat Samin
2. Variasi leksikon pemakaian
bahasa Jawa masyarakat Samin
berdasarkan aspek sosial budaya
Metode
1.Menggunakan pendekatan
sinkronis kualitatif dan
pendekatan sosiodialektologi.
2.Pengumpulan data dengan
metode simak dan cakap
dengan tehnik rekam dan catat.
3.Metode analisis: metode
padan.
40
Hasil
1.Leksikon bahasa
Jawa Masyarakat
Samin dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Variasi leksikon
pemakaian bahasa
Jawa masyarakat
Samin berdasarkan
aspek sosial budaya
CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014
Desa Klopodhuwur hanya berjarak
3. Metode Penelitian
kurang lebih 5 km dengan pusat kota Blora.
3.1. Lokasi Penelitian
Lokasi
penelitian
Klopodhuwur,
di
Kecamatan
Desa
Banjarejo,
Meskipun jaraknya relatif dekat , desa ini
tidak
ikut
kecamatan
Desa
Blora.
Konon,
Kabupaten Blora, Jawa Tengah.Desa ini
bergabungnya
Klopodhuwur
ke
terletak kurang lebih 25 kilometer di sebelah
kecamatan Banjarejo diawali dari peristiwa
utara Randublatung.Sebuah perkampungan
jatuhnya salah satu daun kelapa yang sudah
yang terletak di tengah hutan jati. Menuju
kering (blarak) ke daerah Banjarejo.
Klopoduwur, maka akan melintasi areal
Desa Klopodhuwur terdiri dari enam
hutan jati yang termasuk wilayah kerja HPH
dusun, yaitu: Dusun Klopodhuwur, Dusun
(Hak
Kabupaten
Wot Rangkul, Dusun Sumengko, Dusun
Blora. Desa ini asal mula komunitas sedulur
Sale, Dusun Badong Geneng, dan Dusun
sikep atau lebih dikenal dengan masyarakat
Badong Kidul.
Pemangku
Hutan)
Samin.
Batas Desa Klopo Dhuwur di sebelah
Sebutan Klopodhuwur berasal dari
Timur dengan Desa Jepang Rejo, di sebelah
tanaman kelapa yang tingginya mencapai
Barat
3000 m. Untuk masalah tingginya pohon
sebelah utara dengan Desa Gedong Sari, dan
kelapa
di sebelah selatan dengan Desa Sido Muyo
ini
penulis
berulang
kali
menanyakan, apakah 300 m atau 3000 m.
dengan
DesaSumber
Agung,
di
dan Desa Semanggi.
Namun jawabannya tetap 3000 m. Ketika
Jumlah
penduduk
Desa
dikonfirmasi kepada anggota masyarakat
Klopodhuwur pada tahun 2009 adalah
yang lain ternyata tidak tahu. Pohon kelapa
4.976 orang, yang terdiri dari 2.483 laki-laki
ini ditanam oleh orang sakti (salah satu
dan 2.493 perempuan. Sebagian besar mata
murid mbah Engkrek / mbah Samin
pencahariannya adalah bertani, dan ada juga
Surosentiko)
sebagai pekerja di kehutanan.
di
atas
serabut
kelapa.
Awalnya akan ditanam diatas tanah, karena
Di Desa Klopodhuwur ini masih ada
tidak ada lahan, maka tunas kelapa tersebut
masyarakat samin, mereka masih setia
diletakkan di atas serabut yang akhirnya
dengan
tumbuh
masyarakat Samin muncul setelah adanya
setinggi
3000
m.
Tempat
budayanya.Secara
yang
menjadi
historis,
tumbuhnya pohon kelapa ini sekarang
seseorang
panutan
menjadi Desa Klopodhuwur.
masyarakat.Tokoh tersebut adalah Samin
41
Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin
Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti)
Surosentiko
yang
hidup
pada
zaman
Pojok (tokoh ulama penyebar Islam di
kolonial Belanda (sekitar 1900-an). Ia
Blora), dan Pak Engkrek (tokoh Samin dari
menetap di desa Bapangan Kecamatan
desa Klopodhuwur).
Menden Kabupaten Blora Jawa Tengah .
Karena ketokohannya, Kiai Samin
3.2 Alat Penelitian
menjadi panutan masyarakat. Perilaku dan
Alat
penelitian
yang
dipandang
gaya hidupnya menjadi acuan, sehingga
utama dalam penelitian sosiodialektologi
warga yang dengan sepenuh hati mengikuti
adalah daftar pertanyaan kebahasaan dan
perilaku dan gaya hidupnya disebut sebagai
wawancara.Daftar
nyamin (baca:menyerupai samin) – dalam
sebagai kendali dalam menjaring data di
istilah
nunggak
lapangan (Suryadi dkk, 1998).Inti dari daftar
semi/dinisbatkan pada nama sang tokoh.
tanyaan ini berupa leksikon, frasa dan
Pada waktu pengikutnya semakin banyak
kalimat bahasa Jawa ngoko.
dan
bahasa
Jawa
membentuk
disebut
komunitas
tanyaan
ini
dipakai
tersendiri,
mereka disebut sebagai masyarakat Samin.
3.3 Informan
Di samping Kiai Samin Surosentiko,
Informan
yang
dipilih
dalam
ada tokoh Samin lainnya yang disebut Pak
penelitian ini adalah masyarakat Samin,
Engkrek.Tokoh
asli
dengan kriteria (1) laki-laki atau perempuan,
Resodikromo Siman, yang dikenal sebagai
(2) berusia 25 s.d 65 th, (3) lahir dan besar
orang yang memperkenalkan Saminisme di
di daerah setempat, (4) sehat jasmani dan
daerah Klopo Dhuwur.Pak Engkrek dikenal
rohani, (5) pekerjaannya bertani atau buruh,
sebagai orang kaya
(sehingga mampu
(6) memiliki kebanggan terhadap isolek dan
memberikan fasilitas bagi pengikutnya dari
masyarakat isoleknya, (7) berstatus sosial
luar daerah dan lahan untuk bekerja).
menengah (tidak rendah atau tidak tinggi)
Masyarakat
Samin
ini
bernama
Samin
Klopodhuwur)
(khususnya
mengenal
dan
dengan
harapan
tidak
terlalu
tinggi
mobilitasnya (Mahsun, 1995:106).
mengakui tiga tokoh yang dihormati karena
mereka menganggap mempunyai tingkat
kualifikasi
pemimpin.Mereka
sebagai
adalah
Ndoro
seorang
Data dalam penelitian ini adalah
Soma
tuturan yang mengandung aspek leksikon
(mantan bupati Blora tempo dulu), Sunan
42
3.4 Data dan Sumber Data
CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014
bahasa Jawa pada masyarakat Samin yang
berupa kata, frasa dan kalimat.
Metode cakap memiliki tehnik dasar
berupa tehnik pancing.Dikatakan tehnik
Sumber data yang diambil dalam
dasar karena „percakapan‟ yang diharapkan
penelitian ini adalah masyarakat Samin yang
sebagai pelaksanaan metode cakap itu hanya
tinggal di desa Klopodhuwur Kecamatan
dimungkinkan muncul jika peneliti memberi
Banjarejo Kabupaten Blora.
pancingan
Dalam
penelitian
ini
hanya
mengambil sumber data lisan karena sumber
lisan
memegang
peranan
yang
pada
memunculkan
informan
gejala
untuk
kebahasaan
yang
diharapkan peneliti.
sangat
Pelaksanaan
metode
cakap
ini
penting dalam penelitian dialek dan bahasa
dilakukan dengan
pada umumnya (Ayatroedi 1983:11).
antara peneliti dan informan yang bersumber
percakapan langsung
dari daftar pertanyaan kebahasaan. Apabila
3.5 Metode dan Tehnik Pengumpulan
informan tampak ragu dalam memberikan
Data
jawaban dan peneliti kurang yakin akan
Pengumpulan data dilakukan dengan
jawaban yang duperoleh, maka peneliti
menggunakan metode pupuan lapangan
berusaha
(Ayatroedi, 1983:34).Untuk mendapatkan
menguraikan pertanyaannya dan disertai
data yang akurat digunakan juga metode
dengan gambar sehingga diperoleh jawaban
cakap dan metode simak beserta tehnik-
yang benar.
tehniknya.
memancing
jawaban
dengan
Dari tehnik dasar dilanjutkan dengan
Metode pupuan lapangan merupakan
tehnik lanjutan yaitu tehnik cakap semuka.
suatu metode yang lebih tinggi nilai
Dalam tehnik cakap semuka ini percakapan
ilmiahnya.Dalam metode ini peneliti datang
dikenali oleh peneliti dan diserahkan sesuai
langsung ke tempat titik pengamatan dalam
dengan kepentingannya yaitu memperoleh
mengambil data.
data selengkap-lengkapnya sebanyak tipe
Metode cakap berupa percakapan
data yang dikehendaki dan informan sadar
dan terjadi kontak antara peneliti dengan
akan peranannyasebagai nara sumber yang
penutur selaku nara sumber. Metode ini
pada hakekatnya alat memperoleh data itu.
dapat
Artinya, dia tahu bahwa yang dikehendaki
disejajarkan
dengan
wawancara (Sudaryanto, 1993:137).
metode
peneliti adalah bahasanya dan bukan isi
wicara (Sudaryanto, 1993: 138)
43
Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin
Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti)
Dalam
penelitian
menggunakan
metode
metode
simak
ini
juga
simak.Dikatakan
karena
berupa
lanjut.Dalam penelitian ini metode padan
digunakan
untuk
menganalisis
perbedaan-perbedaan
unsur
adanya
kebahasaan
penyimakan.Metode simak dengan tehnik
bahasa Jawa masyarakat Samin dari bahasa
sadap dan simak libat cakap digunakan
Jawa
untuk menyimak pemakaian bahasa oleh
mendeskripsikan perbedaan leksikon dengan
informan.Dalam
menggunakan tehnik pilah unsur penentu
hal
ini
peneliti
ikut
berpartisipasi dalam pembicaraan sambil
menyimak
tuturan
dari
informan
standar.Langkah
pertama
sebagai tehnik dasar.
dan
Analisis perbandingan bahasa Jawa
sekaligus merekam dan mencatat hal-hal
masyarakat Samin dengan bahasa Jawa
yang dipandang penting guna melengkapi
standar dimaksudkan untuk mendapatkan
dalam rangka mengontrol data.
gambaran
yang
leksikal.Kemudian
variasi
dibandingkan
data,
Samin yang berbeda dengan masyarakat
menggunakan metode analisis satuan lingual
umum disekitarnya dengan menggunakan
yang
tehnik hubung banding sebagai tehnik lanjut.
pada
menganalisis
data
tentang
berdasarkan faktor sosial budaya masyarakat
3.6 Metode dan Tehnik Analisis Data
Dalam
jelas
hakekatnya
sama
dengan
menentukan aspek-aspek satuan lingual
yang
pada
hakekatnya
sama
dengan
menentukan aspek-aspek satuan lingual itu
3.7 Metode dan Tehnik Penyajian Hasil
Analisis Data
didasarkan tehnik-tehnik tertentu sebagai
Dalam pemaparan hasil analisis data
penjabaran dari metode yang digunakan
digunakan metode formal dan metode
dengan
yang
informal.Metode formal digunakan pada
digunakan untuk tujuan itu (Sudaryanto,
paparan hasil analisis data yang berupa
1993:2).
lambang-lambang bunyi, sedangkan metode
membedakan
data-data
Pada tahap analisis data digunakan
in formal digunakan pada pemaparan hasil
metode padan dengan aneka tehniknya yang
analisis data yang berupa perumusan dengan
disesuaikan dengan karakter data yang
kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993: 145).
diperoleh dan tujuan penelitian yaitu tehnik
pilah unsur penentu sebagai tehnik dasar dan
tehnik hubung banding sebagai tehnik
44
CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014
yang diberikan di beberapa tempat yang
4. Pembahasan
4.1
Leksikon
Yang
Berbeda
Dalam
berbeda. Sedangkan gejala semasiologis
Konsep Yang Sama (Onomasiologis)
adalah pemberian nama yang sama untuk
Dalam bahasa Jawa masyarakat Samin
beberapa konsep yang berbeda. Selain itu
ditemukan
leksikon
yang
ditemukan juga keunikan bahasa Jawayang
pengamatan
yang
dituturkan oleh masyarakat Samin yang
berbeda.Perbedaan pemakaian leksikon itu
berbeda dengan masyarakat pada umumnya.
bervariasi
dinamakan
pemakaian
di
titik
variasi
dialek.Berdasarkan
Variasi leksikon yang terjadi akibat
analisis ditemukan variasi dialek yang
gejala onomasiologis ditemukan. Variasi
mengarah pada gejala onomasiologis dan
leksikon itu berkaitan dengan medan makna
gejala semasiologis. Yang dimaksud dengan
bagian tubuh, kata ganti sapaan, sistem
gejala onomasiologis adalah pemberian
kekerabatan.
nama yang berbeda berdasarkan satu konsep
Tabel 1 Variasi leksikon Bahasa Jawa masyarakat Samin gejala onomasiologis
No
Gloss
BJMS
1
Dahi
[batU?]
[batin]
[gɚgɚr]
[entɔɳ-entɔɳ]
2
punggung
3
Rambut ikal
4
Panggilan untuk laki-laki tua
5
Anak tiri
6
Kakak laki-laki dari ayah/ibu
7
Kakak perempuan dari ayah / [mak biyuɳ]
ibu
[yuɳde]
[rambut brintI?]
[brintI]
[rambut ɳᴐmba]
[nɚmbaɳ bakoɳ]
[yai]
[simbah]
[mbah naɳ]
[mbah]
[mbah kuɳ]
[ana? kuwalᴐn]
[ana?]
[pak tUwo]
[mak de]
45
Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin
Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti)
8
Kakak laki-laki
9
Anak termuda
Konsep makna „dahi‟, dalam bahasa
[kaɳaku]
[kaɳ]
[ragil]
[ruju]
bakung
dianalogikan
dengan
sebangsa
Jawa masyarakat Samin ada dua leksikon,
tanaman bunga, yang jika dilihat bentuknya
yaitu bathuk dan bathin. Leksikon bathin
hampir mirip dengan rambut ikal.
muncul dari persepsi bahwa dahi tempat kita
berpikir.
Dalam konsep kata „panggilan untuk
laki-laki
tua‟,
dalam
bahasa
Jawa
Dalam konsep makna „punggung‟,
masyarakat Samin ada 5 leksikon, yaitu yai,
dalam bahasa Jawa masyarakat Samin ada
simbah, mbah nang, mbah, dan mbah
dua leksikon, yaitu geger dan entong-
kung.Kata yai merupakan panggilan untuk
entong.Kata geger dalam bahasa Jawa
orang laki-laki tua yang masih ada hubungan
mempunyai makna perangane gembung
darah atau masih ada ikatan saudara.
mburi atau ditafsirkan dengan gembung
Konsep makna „anak tiri‟, dalam
gedhe mburi yang mirip dengan bukit
bahasa Jawa masyarakat Samin ada dua
menanjak dan berdiri
kokoh sehingga
leksikon yaitu anak kuwalon dan anak.
dituturkan dengan geger.Sedangkan kata
Leksikon bahasa Jawa masyarakat Samin
enthong-enthong
makna
yang menuturkan anak tiri dengan kata
„punggung‟ muncul dari persepsi informan
anak, muncul dari persepsi mereka bahwa
dengan melihat bentuk tulang punggung
tidak ada perbedaan antara anak sendiri
yang melengkung yang menyerupai centong.
maupun anak orang lain. Dalam masyarakat
Kata
pada
rambut
konsep
brintik,
rambut
Samin seseorang yang sudah masuk dalam
ngombak dan ngembang bakung merupakan
keluarga mereka, dianggap sebagai anak
kata dari konsep „rambut ikal‟.‟Rambut
atau keluarga sendiri, tidak ada perbedaan
brintik‟ terbentuk dari gabungan dua kata
dalam memperlakukan mereka, entah itu
bahasa Jawa, yaitu rambut dan brintik, yang
anak tiri atau anak mantu.
kruwel-
Dalam konsep kata „kakak laki-laki
kruwel.Kata „rambut ngombak‟ muncul dari
dari ayah / ibu‟, dalam bahasa Jawa
presepsi dengan melihat bentuk rambut ikal
masyarakat Samin ada dua leksikon yaitu
seperti
pak tuwo dan makdhe.
artinya
46
tidak
ombak
teratur
di
atau
laut.Kata
ngembang
CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014
Dalam
konsep
perempuan dari ayah
kata
„kakak
kangmas.Leksikon relik ini hanya diserap
/ibu, dalam bahasa
penggal pertamanya oleh bahasa Jawa
Jawa Samin ada du leksikon yaitu mak
Masyarakat Samin.
biyung dan yungdhe. Pemakaian mak dan
Kata „ anak termuda‟ dalam bahasa Jawa
yung di atas dipengaruhi bahasa Jawa yaitu
Samin ada dua leksikon yaitu ragil dan ruju.
pakdhe dan budhe.Dalam bahasa Jawa
Samin kata pak dan bu yang berasal dari
4.2 Variasi Pemakaian Leksikon Bahasa
bahasa Jawa diganti dengan leksikon bahasa
Jawa
Jawa Samin mak dan yung.
Berdasarkan Aspek Sosial Budaya
Masyarakat
Samin
Konsep makna „kakak laki-laki‟
Variasi pemakaian leksikon Bahasa
dalam bahasa Jawa Samin ada dua leksikon
Jawa masyarakat Samin berdasarkan aspek
yaitu kang aku dan kang.Leksikon kang
sosial budaya terlihat pada bentuk-bentuk
berasal
berikut,
dari
leksikon
relik
Tabel 2 Variasi Pemakaian Leksikon Berdasarkan Aspek Sosial Budaya
No
1
Gloss
BJB
Bekerja
[kebutuhan
BJMS
[gɚbyah macUl]
ɚrjᴐ]
[duwɚ gawɚ]
2
Punya hajat
3
Bekerja di tempat orang yang punya [rewaɳ]
[adaɳ akɛh]
[kɚrukunan]
pesta
4
Minta
[njalu?]
[mɛlU nganggo]
5
Laki-laki, perempuan
[kakuɳ-putri]
[lanaɳ-wɛdok]
6
Mencuri
[maliɳ]
[mbedᴐg ǹᴐlᴐɳ]
7
Iri hati
[mɛri]
[dreɳki srɛI]
4.2.1 Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat
Samin
dalam
Pendidikan
Etos
mencukupi kebutuhan sehari-hari.Gebyah
macul yang mempunyai makan „bekerja‟,
Kerja
Masyarakat
bagi orang hidup adalah bekerja untuk
Samin
sangat
kuat
memegang prinsip bahwa yang paling utama
menandakan
bahwa
masyarakat
Samin
bekerja sebagai petani yang tentu saja
47
Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin
Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti)
dengan mencangkul di sawah.Setiap orang
adalah bertani
yang setiap hari pergi ke
diharuskan mampu melatih diri dan bekerja
sawah dan mencangkul.
sejak dini guna mendapatkan kemakmuran
hidup.Dengan
akal,
manusia
mampu
4.2.2 Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat
menetukan hal-hal yang paling tepat bagi
Samin
kehidupannya.
Kebersamaan
Seperti
bunyi
sebuah
dalam
Pendidikan
pribahasa di kalangan masyarakat Samin,
Rasa kebersamaan merupakan ajaran
“Janma lan sato iku prabédané anéng
terpokok yang dikembangkan oleh Samin
jantraning laku. Janma wenang amurba lan
Surosentiko. Kaidah yang digunakan adalah
misésa kahanan, déné sato pinurbawasésa
sami-sami yang berarti sebagai sesama
ing
manusia
pranatamangsa.”Artinya,
perbedaan
harus
bertindak
“sama-sama”,
antara manusia dan hewan terletak pada
sama-sama bertindak jujur, sama-sama adil,
perjalanan nasib yang mengikat.Manusia
sama-sama
berhak menentukan hal-hal yang paling
terciptanya masyarakat yang homogen dan
tepat bagi hidupnya, sementara binatang
guyub. Ia menggunakan istilah sedulur
hanya (mesti) tunduk kepada aturan alam
(saudara) untuk membahasakan diri sendiri
yang berhubungan dengan musim.
kepada orang lain. Siapapun dan dalam
Agar mampu mendapatkan hasil
yang
baik
dalam
bekerja,
saling
menolong,
demi
kondisi yang bagaimanapun ketika sudah
manusia
menjadi bagian dalam komunitas Samin,
membutuhkan usaha dan kesabaran. Dengan
maka ia dianggap sebagai saudara. Ajaran
usaha dan kesabaran tersebut, hambatan
tersebut
yang merintangi jalan kehidupannya tidak
sintenmawon kulo aku sedulur (siapa saja
akan terjadi. Lakonana sabar trokal, sabaré
saya anggap sebagai saudara)..Berawal dari
diéling-éling, trokalé dilakoni (kerjakan
prinsip itu maka muncul gaya hidup yang
sikap sabar dan giat.Agar selalu ingat
bersifat permisif (terbuka) dan egaliter
tentang kesabaran dan selalu giat dalam
(persamaan).
kehidupan).
Dalam
tercermin
Adanya
konsep
makna
„bekerja‟
rasa
dalam
prinsip
persaudaraan
ini
mendorong kebiasaan gotong-royong dan
dalam Bahasa Jawa masyarakat Samin
saling
dituturkan dengan gebyah macul. Leksikon
sesamanya. Apabila diantara orang Samin
ini muncul karena mereka pekerjaannya
ada yang mempunyai gawé (hajat), yang
48
membantu
(lung-tinulung)
antar
CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014
menurut istilah mereka disebut adang akéh,
penyebutan terhadap orang yang lebih tua.
dan yang bekerja di tempat yang punya
Hal ini terkait dengan latar belakang sosial
gawedikatakankarukunan.Semua kerabatnya
budaya
datang
dengan
menganggap semua orang adalah sama
membawa bahan-bahan mentah yang akan
tanpa memandang usia, pangkat, jabatan,
dimasak dan dimakan bersama. Seperti yang
kekayaan, dan lain sebagainya.
dari
segala
pelosok
masyarakat
Samin
yang
diajarkan oleh Samin Surosentiko, bahwa
dalam hidup di masyarakat harus tertanam
4.2.3 Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat
rasa gilir-gumanti .Yakni bila kali ini
Samin
dibantu orang lain, maka ketika ada orang
Pengolahan Lingkungan Hidup
dalam
Pendidikan
lain yang membutuhkan bantuan, tanpa
Hubungan manusia dengan alam
diharapkan oleh pihak yang bersangkutan, ia
lingkungan di masyarakat Samin terjalin
berkewajiban untuk membantu.
sangat akrab dan dekat.Hal ini disebabkan
Penanaman
rasa
persamaan
rutinitas kehidupannya adalah sebagai petani
dicerminkan Ki Samin dalam penggunaan
sehingga kedekatan dengan alam tidak dapat
bahasa Ngoko (bahasa Jawa kasar) dalam
terpisahkan.Baginya, pekerjaan yang paling
setiap percakapan, tanpa mau menggunakan
mulia dan sesuai dengan kondisi mereka
Kromo Inggil (bahasa Jawa halus) yang
adalah sebagai seorang petani.
memang lebih sering dipakai oleh orang
Dalam pengelolaan hasil panen yang
yang berstatus lebih rendah kepada yang
diperoleh, mereka membiasakan membagi
lebih tinggi. Misalnya antara anak muda
menjadi empat bagian yang sama besar.
dengan orang tua, atau buruh dengan
Bagian pertama disediakan untuk bibit pada
majikannya.
masa
Penyebutan
untuk
tanam
berikutnya.Kedua,
untuk
kakek-nenek
pangan, yaitu bagian yang disediakan untuk
dalam bahasa Jawa menggunakan tingkat
kebutuhan makan setiap hari.Ketiga, untuk
bahasa paling halus (krama inggil) kakung-
sandang, yaitu bagian yang disediakan
putri sebagai tanda hormat kepada orang
untuk keperluan membeli pakaian dan
yang lebih tua.Fenomena ini tidak muncul
sejenisnya.Keempat, ialah untuk upah, yaitu
dalam bahasa Jawa Samin yang justru
bagian yang disediakan untuk penggarapan
menggunakan bahasa jawa paling kasar
sawah atau ladang dan ongkos menuai atau
(ngoko)
panen.(Hasan Anwar, 1979).Khusus bagian
lanang-wedhok
meski
untuk
49
Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin
Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti)
yang disediakan untuk bibit, dalam keadaan
meminta air kepada orang Samin dengan
yang bagaimanapun, bagian ini tidak boleh
mengatakan “Aku njaluk banyumu” yang
dikurangi.
berarti „Aku minta airmu‟ maka reaksi
Sebab
apabila
bagian
ini
dikurangi untuk menutup keperluan lain,
umum
maka sudah pasti mereka akan kesulitan
memberi karena merasa tidak ikut memiliki.
untuk melakukan penanaman di musim
Namun apabila kalimat tersebut diganti
tanam yang akan datang. Dalam hal ini, ada
dengan
semacam
banyumu” yang berarti „Aku akan ikut serta
tuntutan
untuk
melestarikan
Samin
“Aku
meh
adalah
melu
menolak
nganggoké
menggunakan airmu‟ maka dengan senang
lingkungan secara berkelanjutan.
Kepercayaan
orang
terhadap
„karma‟
hati air tersebut akan diberikan karena orang
kehati-hatiannya
dalam
Samin berpendapat sumber daya alam
menjalani kehidupan. Adanya kepercayaan
memang untuk digunakan bersama-sama
ini ditunjukkan dalam ungkapan “Sopo kang
manusia lain.Dari contoh kasus di atas,
nandur mesti bakal ngunduh, ora ono
terlihat
nandur pari thukul jagung, nandur pari
memperhatikan
mesti ngunduh pari” (siapa yang menanam
terkandung dalam tuturan. Orang Jawa pada
pasti akan memanen, tidak ada seorang pun
umumnya tidak akan terlalu peduli dengan
yang menanam padi akan menuai jagung,
perbedaan penggunaan istilah njaluk dan
siapa saja menanam
melu
menjadikan
padi
pasti
akan
bahwa
orang
Samin
makna
leksikal
nganggoké
selama
sangat
akibat
yang
yang
menghasilkan padi). (Hasan Anwar, 1979).
ditimbulkan dari dua istilah di atas sama,
Barang siapa yang menanam kebaikan,
yaitu bisa meminta air dari seseorang.
maka disuatu saat nanti ia akan menuai hasil
kebaikannya. Sebaliknya, barang siapa yang
menanam
benih-benih
kejelekan,
maka
4.2.4 Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat
Samin dalam Pendidikan Ahlak
tentunya ia sendiri yang akan menuai
kejelekan itu di suatu saat nanti.
Secara
Samin
keseluruhan
Surosenitiko,
ajaran-ajaran
pada
hakikatnya
Orang Samin memiliki keyakinan
menyangkut tentang nilai-nilai kehidupan
bahwa manusia hanya bisa memanfaatkan
manusia.Ajaran tersebut digunakan sebagai
sumber daya alam namun tidak bisa
pedoman
memilikinya.Contoh
implikasi
manusia dalam pergaulan.Salah satu hal
keyakinan ini misalnya ketika seseorang
yang bisa dicontoh dari ajaran Ki Samin
50
dari
tingkah
laku
dan
perbuatan
CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014
adalah
kejujuran.Kejujuran
hatinya
tersimpulkan dalam Bahasa Jawa yang
bukan Samin.Tidak melakukan perjudian
dan memiliki barang yang bukan haknya.
kental, putéh-putéh, abang-abang (putih-
Adapun kunci utama untuk menjaga
putih, merah-merah).Jika benar dikatakan
segala
tingkah
laku
manusia
adalah
benar dan jika salah dikatakan salah.
lakonana sabar trokal, sabaré diéling-éling,
Ki Samin sangat berhati-hati dalam
trokalé dilakoni (kerjakan sikap sabar dan
menjaga ucapannya.“Rembugé sing ngati-
giat, selalu ingat tentang kesabaran dan
ati”Para
selalu
pengikutnya
dianjurkan
untuk
giat
dalam
kehidupan).
Untuk
berkata terus terang, apa adanya dan jujur.
mencapai kesempurnaan hidup, maka wong
Bahkan untuk tetap dapat menjaga sikap
urip kudu ngerti uripé, manusia harus
kejujurannya itu, ia menghindari pekerjaan
mengetahui
sebagai pedagang. (berhati-hatilah dalam
membiasakan sifat sabar, mengendalikan
bicara). Dalam berbicara seseorang harus
emosi, dan tidak mudah putus asa dalam
selalu menjaga pembicaraannya agar tidak
berusaha adalah bekal untuk mengetahui
menyakiti orang lain.
hakikat kehidupan.Hal ini dicontohkan oleh
Untuk
dapat
melaksanakan
Ki
hakikat
Samin
kehidupan.
dengan
Selalu
kegemarannya
kepercayaan tersebut baik secara terang-
bersemedidi tempat-tempat yang sepi.Selain
terangan maupun samar-samar, maka setiap
untuk melatih kesabaran, dengan semedi
orang harus menghindari sifat-sifat yang
dapat melatih memusatkan pikiran dan
dilarang yakni “Aja drengki sréi, tukar-
melepaskan
padu, mbadog colong”(jangan dengki dan
tersebut merupakan salah satu jalan menjadi
iri, bertengkar, makan bukan haknya, dan
atmajatama
mencuri).Semangat
sesungguhnya.
kebersamaan
dalam
diri
dari
penderitaan.Cara
(anak
mulia)
yang
masyarakat Samin terjalin dengan kuat.
Tidak diperbolehkan seseorang mengambil
untung dari kerugian orang lain. Pantang
bagi
mereka
memperdaya
untuk
orang
menindas
lain.
Tidak
5. Kesimpulan
Dalam
pemakaian
bahasa
Jawa
dan
masyarakat Samin di Desa Klopodhuwur
ada
ditemukan
pencurian, kalaupun ada dapat dipastikan
pencurinya berasal dari golongan orang
variasi
leksikon
yang
menunjukkan gejala onomasiologis.
Aspek
sosial
budaya
yang
mempengaruhi perbedaan variasi leksikon
51
Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin
Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti)
pemakaian bahasa Jawa masyaraiat Samin
kebersamaan,
dengan bahasa Jawa Baku, antara lain dalam
lingkungan hidup dan pendidikan ahlak.
pendidikan
etos
kerja,
pendidikan
pengolahan
pendidikan
Daftar Pustaka
Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi: Sebuah
Pengantar. Jakarta: Pusat pembinaan
dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.
Gordon, W. Terrence. 2002. Saussure Untuk
Pemula. Terjemahan Mei Setiyanto dan
Hendrikus
Panggalo.
Yogyakarta:
Kanisius.
Chambers, J.K.&Peter, Trudgill. 1980.
Dialectology. Great Britain: Cambridge
University Press.
Halliday, M.A.K. 1992. Bahasa, Konteks,
dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam
Pandangan Semiotik Sosial. Terjemahan
Asruddin Barori Tou. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Casson, Ronald W. 1981. Language,
culture, and Cognition. New York: Mac
Millan Publishing Co,Inc.
Koentjaraningrat.1967. Beberapa Pokok
Antropologi Sosial. Jakarta: Dian
Rakyat.
Dekker dan I Nyoman. 1970. Masyarakat
Samin Suatu Tinjauan Sosiokultural,
Lembaga Penerbitan IKIP Malang.
Kontjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa.
Jakarta: Balai Pustaka.
Faturrohman, Deden. 2003. Hubungan
Pemerintahan
dengan
Komunitas
Samin.Dalam
Agama
Tradisional.
Yogyakarta: LkiS Yogyakarta.
Fernandez, Inyo Yos. 1994. Dialektologi.
Yogyakarta.Program
Pascasarjana:UGM.
Geertz, Clifford. 1981. Abangan Santri
Priyayi dalam Masyarakat Jawa.
Jakarta: Pustaka Jaya.
Geertz, Clifford. 1992. Kebudayaan dan
Agama. Terjemahan Fransisco Budi
Hardiman. Yogyakarta: Kanisius.
52
Kridalaksana, Harimukti. 1993.
Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Kmus
Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis:
Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah
Madauniversity Press.
Michael R. Dove. 1985. Peranan
Kebudayaan Tradisional Indonesia
dalam Modernisasi.
Nababan. 1993. Sosiolinguistik: Sebuah
Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Niels Mulder. 1974. “Saminisme and
Budhisme: A not on Field visit to a
Samin Community”, Asian Quartely, A
Journal from Europe, No. 3.
CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014
Sadihutama, Suripan. 1996. Tradisi Blora.
Semarang: Aneka Ilmu.
Sudaryanto. 1989. Pemanfaatan Potensi
Bahasa. Yogyakarta: Kanisius.
Sugiharto.2002. Perubahan Makna Bahasa
Jawa dalam Wacana Percakapan
Masyarakat Samin di Kabupaten
Blora.Skripsi. Semarang. Unnes.
Suryadi.
2006.
Daftar
Tanyaan
Dialektologi. Semarang: Fakultas Sastra
Universitas Diponegoro.
Sujayanto dan Mayong S. Laksana.2001.
Samin Melawan Penjajahan dengan
Jawa Ngoko.Intisari Edisi Juli: Jakarta.
Suwito.1985. Sosiolinguistik
Awal. Surakarta: UNS.
Pengantar
Titi Mumfangati, dkk, Kearifan Lokal di
Lingkungan
Masyarakat
Samin
Kabupaten Blora, Propinsi Jawa
Tengah,
Yogyakarta:
Kementrian
Kebudayaan dan Pariwisata, 2004
Widiyanto, Paulus. 1983. Samin Surosentiko
dan Konteksnya. Jakarta: Media Tama.
53
Download