Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti) Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora Bekti Setio Astuti Fakultas Bahasa dan Budaya, Universitas 17 Agustus 1945 Jl. Pemuda 70 Semarang email : [email protected] Abstract The Javanese language used by Samin community is something unique because it has a special significance with Samin community that is not understandable to the general public. It occurs as the socio-cultural aspects of Samin community is different from others. The problems formulated in this study are: (1) what Javanese lexicons used by Samin community in their daily life, and (2) how Javanese lexicons are related to the socio-culture of Samin community . Several references used to discuss the issues, namely: socio-dialectology, distinctive dialect, variations in language, speech levels in Javanese language, Javanese lexicons, and the concept of Samin community culture. Key words: socio-dialectology, Javanese lexicons, culture 1.Pendahuluan Yogyakarta, Jawa Timur dan di beberapa 1.1 Latar Belakang Masalah bagian Banten yaitu di kota Serang, kota Bahasa adalah alat komunikasi utama dalam manusia. hidup Hampir dan tidak kehidupan ada celah kehidupan manusia tanpa berkepentingan Cilegon, dan kabupaten Tangerang, Jawa Barat khususnya kawasan Pantai Utara yang terbentang dari pesisir utara sampai kabupaten Cirebon (Wikipedia, 2010). dengan pemanfaatan jasa bahasa. Sebagai Di desa Klopodhuwur kabupaten bagian dari budaya, bahasa memiliki Blora Jawa tengah masih ada komunitas seperangkat norma atau tata aturan sebagai samin yang hidup di tengah masyarakat pedoman non-samin. bersama pemakainya antar (Alwasilah, masyarakat 1987; Basir, 1994). hidup ditengah masyarakat non-samin, komunitas samin tetap mempertahankan bahasa Jawa ngoko. Bahasa Jawa sebagai salah satu bahasa Meskipun daerah yang digunakan di Indonesia memiliki penutur yang tersebar Bagi mereka menghormati orang lain tidak dari bahasa yang digunakan tapi sikap dan perbuatan yang ditunjukkan (Titi : 2004) di hampir seluruh Pulau Jawa. Bahasa Bahasa dalam hal ini dimaksudkan Jawa digunakan penduduk suku bangsa satuan lingual yang muncul dalam tuturan Jawa masyarakat 28 terutama di Jawa Tengah, Samin sebagai upaya CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014 komunikatif untuk mendukung tradisi diganti dengan “Aku meh melu nganggoké yang dianutnya. Hal ini sesuai dengan banyumu” yang berarti „Aku akan ikut fungsi khas bahasa (Sudaryanto, 1990: 21) serta menggunakan airmu‟ maka dengan setidak-tidaknya sebagai senang hati air tersebut akan diberikan, pengembang akal budi dan pemelihara karena orang Samin berpendapat sumber kerja daya alam memang untuk digunakan sama antar yaitu penutur-penuturnya. Penutur-penutur bahasa Jawa Samin yang terkait erat dengan tradisi yang dimiliki.Di sinilah hubungan erat antara bersama-sama manusia lain. Dari contoh kasus di atas, terlihat tradisi bahwa orang Samin sangat memperhatikan (budaya) dengan bahasa Jawa Samin yang makna leksikal yang terkandung dalam penuh dengan untaian masalah yang perlu tuturan. Orang Jawa pada umumnya tidak dipecahkan. akan terlalu peduli dengan perbedaan Masyarakat Samin yang hidup di penggunaan istilah njalukdan melu tengah-tengah masyarakat berbahasa Jawa nganggoké selama akibat yang ternyata ditimbulkan dari dua istilah di atas sama, mengembangkan variasi kebahasaan yang berbeda dengan bahasa Jawa pada umumnya. Fenomena ini perlu yaitu bisa meminta air dari seseorang. Bahasa yang dituturkan oleh dikaji lebih lanjut untuk menghindari masyarakat Samin memperlihatkan adanya terjadinya paham fenomena kebahasaan yang bervariasi jika antara komunitas Samin dan komunitas dibandingkan dengan Bahasa Jawa Baku. Jawa di sekitarnya akibat perbedaan Pada tataran leksikon ditemukan beberapa variasi kebahasaan yang digunakan. variasi bentuk Bahasa Jawa Masyarakat kemungkinan salah Orang Samin memiliki keyakinan Samin jika dibandingkan dengan Bahasa bahwa manusia hanya bisa memanfaatkan Jawa Baku, hal ini terlihat juga pada sumber daya alam namun tidak bisa leksikon adang akeh [adaŋ akɛh] „punya memilikinya.Contoh hajat‟, bateh [batɛh] „saudara‟. dari implikasi keyakinan ini misalnya ketika seseorang meminta air kepada orang Samin dengan mengatakan “Aku njaluk banyumu” yang 1.2 Ruang Lingkup Berbicara tentang masyarakat berarti „Aku minta airmu‟ maka reaksi Samin sesungguhnya berbicara tentang umum orang Samin adalah menolak masyarakat memberi Samin memang bagian dari masyarakat karena merasa tidak ikut memiliki. Namun apabila kalimat tersebut Jawa.Bagian Jawa, dari karena masyarakat kejawaannya itu 29 Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti) tercermin pada keberadaannya, tradisi, bahasa, manusia. Secara praktis tradisi masyarakat dan Samin itu didasarkan pada pandangan genealogisnya, sebagainya. hidup, Tradisi (Poerwadarminta, 1982: pribadi, dan lingkungan atau masyarakatnya (Geertz, 1981; Mulder, 1088) adalah segala sesuatu (seperti adat, 1985; kepercayaan, kebiasaan, ajaran, dsb.) yang umum berkaitan dengan pandangan hidup turun-temurun Berkaitan dari dengan Koentjaraningrat, 1994).Secara nenek moyang. orang Jawa (termasuk masyarakat Samin) konsep tersebut, bersifat kosmo-mitis dan kosmo-magis, budaya/tradisi Samin perlu dikaji dalam menganggap makalah suatu mempunyai kekuatan dan berpengaruh anggapan bahwa budaya dan masyarakat terhadap kehidupan masyarakat maupun Samin yang merupakan warisan turun- spiritual masyarakatnya (Mulder, 1985), temurun itu menghambat kemajuan (baca: dan modernitas). Sebenarnya sesuai dengan individualnya.Dalam hal ini masyarakat arus kemajuan zaman, budaya tradisional Samin dapat berhubungan ini, karena bersifat adanya dinamis seperti bahwa tergantung pula memiliki alam watak tradisi dengan sekitar pribadi kuat petung yang (nikah, dikemukakan oleh Michael R. Dove (1985: bercocok tanam, dagang, berkomunikasi) xv) bahwa kebudayaan tradisional sering dan konsep-konsep yang merujuk pada dipersepsikan keliru oleh sebagian orang “syariat” Agama Adam. dalam pembangunan atau modernisasi. Bahasa adalah symbolic meaning Semuanya terkait erat dengan proses system (sistem makna simbolis), begitu sosial, ekonomis, dan ekologis masyarakat pula halnya dengan kebudayaan yang secara dikatakan mendasar. Lebih dari itu sebagai symbolic meaning kebudayaan tradisional bersifat dinamis, system (Casson, 1981: 11-17). Lebih jauh selalu mengalami perubahan, dan karena ahli itu dengan language, it is a semiotic system in which Bagaimana symbols function to communicate meaning dengan tradisi masyarakat Saminsekarang from one mind to another. Cultural like ? Lebih lanjut, Koentjaraningrat (1994: symbols, like linguistic symbols, encode a 183-184 dan 224) menyatakan bahwa connection between a signifying form and wujud kebudayaan berisi kompleks ide, asignaled meaning” (Seperti bahasa, itu gagasan, norma, nilai, aturan, kompleks adalah sistem tanda yang merupakan aktivitas simbol tidak pembangunan dan bertentangan itu sendiri. tindakan berpola dari masyarakat, dan benda-benda hasil karya 30 ini mengatakan yang mengkomunikasikan bahwa berfungsi makna “Like untuk dari satu CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014 konsep pikiran ke yang lain. Kebudayaan 1.3 Rumusan Masalah juga simbol-simbol, seperti halnya simbol- Berdasarkan latar belakang dan simbol bahasa, terjadi hubungan antara ruang lingkup di atas, permasalahan yang bentuk yang menandai dan makna yang diangkat ditandai). leksikon bahasa Jawa Samin berdasarkan Halliday dan Hassan (1992:4) mengatakan bahwa budaya sebagai seperangkat sistem semiotik, sebagai seperangkat sistem makna, yang semuanya adalah bagaimana variasi aspek sosial budaya dan leksikon apa saja dalam pemakaian sehari-hari. 1.4 Tujuan Penelitian saling berhubungan.Bahasa sebagai salah Penelitian ini mempunyai tujuan, satu dari sejumlah sistem makna, yang yaitu mendiskripsikan leksikon bahasa secara bersama-sama membentuk budaya Jawa Samin berdasarkan aspek sosial manusia.Apa yang dikatakan Casson di budaya dan mendeskripsikan leksikon atas bahasa Jawa Samin dalam pemakaian bahwa kebudayaan merupakan simbols seperti simbol bahasa sejalan sehari-hari. dengan yang dikemukakan oleh LeviStraus dalam teorinya antropologi sosial. Ia mempelajari karya Saussure melalui 1.5 Manfaat Penelitian Secara teoritis penelitian ini Roman Jakobson. Ia menaruh minat yang diharapkan menambah khazanah penelitian besar pada ajara-ajaran Jakobson tentang dialektologi sistem bunyi bahasa. Ia menganggap unit- leksikon unit bunyi yang distingtif sebagai titik Karang Pace desa Klopodhuwur kabupaten temu Blora.Selain itu dapat dijadikan sebagai antara alam dan kebudayaan (Gordon, 2002:96). Bahasa yang pada tentang masyarakat varuasi Samin di acuan atau landasan untuk penelitian dituturkan oleh masyarakat Samin memperlihatkan adanya fenomena terutama kebahasaan yang selanjutnya. Secara diharapkan praktis, memberi penelitian sumbangan ini bagi bervariasi.Pada tataran leksikon ditemukan pembinaan dan pengembangan bahasa dan beberapa variasi bentuk bahasa Jawa budaya Jawa di Jawa Tengah.Masyarakat Samin jika dibandingkan dengan bahasa Samin merupakan aset budaya dan bahasa Jawa Baku. yang perlu dilestarikan. 31 Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti) lontarkan 2. Kajian Pustaka kaum Penelitian yang berkenaan dengan priyayi, santri, dan masyarakat Samin sudah banyak dilakukan santri abangan yang terutama para ahli sejarah dan antropolog. merupakan lapisan- Penelitian yang pernah dilakukan antara lapisan lain: Widiyanto (1983) , Sadihutomo sosiokultural (1996), Sujayanto (2001), dan Sugiharto masa (2002). berpihak kepada Belanda dalam Penelitian yang dilakukan itu, pada yamg widiyanto (1983), membahas secara umum persoalan tentang masyarakat Samin di kabupaten pemberontakan..” Blora. Dari sudut kabahasaan, di dalam (Widiyanto, artikelnya 1983:60) yang Surosemiko berjudul dan Samin Konteksnya,ia memberikan pembelaan tentang fenomena kebahasaan selama Penelitian yang dilakukan oleh masyarakat Samin yang Sadihutomo (dalam Tradisi Blora, 1996) dipandang negatif oleh lebih ini difokuskan pada figur Samin masyarakat secara umum. Berikut kutipan Surosentiko. Samin Surosentiko dipandang artikel tersebut, sebagai seorang yang kaya akan ilmu “Tetapi kalau filsafat dan ilmu sastra Jawa. Angger- Samin Surosentiko Angger Pangucap adalah hukum atau (atau kaidah berbicara yang diajarkan Samin menurut ucapan orang kepada pengikutnya.Salah Blora, tempat asal satu bukti kelebihannya dalam hal sastra tokoh tetap Jawa adalah kemampuan membuat Serat disamakan dengan Punjer Kawitan, yaitu buku yang berisi Samin dalam arti silsilah raja-raja dan ajaran di bidang sosial „bodoh‟ politik dikemas dalam tembang macapat. itu) sebagainya, 32 Surosentiko dan itu Sujayanto,dkk dalam berjudul Samin adalah penelitiannya keterlanjuran sosial Melawan Penjajah dengan Jawa Ngoko yang perlu segera menjelaskan bahwa masyarakat Samin dikoreksi. Sebutan sekarang tidak seperti masyarakat Samin itu pada saat penjajahan Belanda yang tidak semula di yang (2001) CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014 mau mematuhi peraturan pemerintah, seperti tidak mau membayar pajak. Pada zaman penjajahan masyarakat 2.1. Kajian Sosiodialektologi Penelitian varian leksikon Samin pemakaian bahasa Jawa pada masyarakat memperjuangkan ha-haknya menggunakan Samin ini merupakan penelitian dengan bahasa Jawa Ngoko. kajian sosiodialektologi.Dasar kajiannya Sugiharto (2002) meneliti tentang adalah dialektologi yang diilhami oleh perubahan makna kata bahasa Jawa dalam metode sosiolinguistik dalam pemetaan tataran semantik dan faktor-faktor yang variabel menyebabkan terjadinya perubahan makna sebagaimana dikemukakan oleh Trudgill kata (1984:31).Dialektologi merupakan cabang bahasa Jawa percakapan masyarakat kabupaten penelitian dalam Blora ini wacana Samin tersebut. ditemukan tujuh di Dalam sosial linguistik yang penutur dialek, mempelajari variasi bahasa.Yang dimaksud dengan variasi jenis bahasa perubahan makna kata bahasa Jawa, yaitu: bentuk (1) perluasan yang disebabkan oleh adanya bahasa.Perbedaan persamaan sifat dan perkembangan sosial semua unsur kebahasaan, yaitu Fonologi, budaya, (2) penyempitan makna yang morfologi, disebabkan oleh adanya persamaan sifat semantik. dan perkembangan sosial budaya, (3) amelioratif yang disebabkan oleh adalah yang terdapat dalam tersebut leksikon, Menurut semua perbedaan-perbedaan dialek dari mencakup sintaksis, pandangan suatu dan dialektologi, suatu bahasa persamaan sifat atau asosiasi, (4) peyoratif mempunyai kedudukan yang sederajat, yang disebabkan oleh persamaan sifat dan statusnya sama, tidak ada dialek yang lebih perkembangan (5) berprestise dan tidak berprestise. Tidak ada penghalusan makna yang disebabkan oleh juga sebutan bahwa dialek yang digunakan adanya persamaan sifat dan perkembangan itu kampungan, meskipun penuturnya sosial yang berasal dari desa. Semua dialek dari disebabkan oleh persamaan sifat dan sebuah bahasa itu sama. Dialek-dialek perkembangan tersebut menjalankan fungsinya masing- budaya, budaya, (7) sosial (6) budaya, asosiasi perkembangan perubahan total sosial yang masing dalam kelompok-kelompok disebabkan oleh adanya persamaan sifat, masyarakat penuturnya. Dialek standar perkembangan sosial dan juga merupakan dialek biasa, samadengan penyerapan kosakata. budaya dan dialek lainnya. Hanya karena ekstralinguistik, dialek ini faktor dianggap 33 Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti) sebagai dialek yang berprestise (lihat biasanya disebut kondangan dan Fernandez, 1993:6). nyumbung. Ini jelas disebabkan oleh adanya tanggapan atau tafsiran tang berbeda mengenai kehadiran di tempat 2.2. Pembeda Dialek Setiap variasi bahasa dipergunakan kenduri itu. di suatu daerah tertentu, dan lambat laun terbentuklah anasir kebahasaan yang 4) Perbedaan semasiologis yang berbeda-beda pula, seperti dalam lafal, tata merupakan kebalikan dari perbedaan bahasa, dan tata arti dan setiap ragam onomasiologis, yaitu pemberian nama memepergunakan salah yang sama untuk beberapa konsep khusus. (dalam Guiraud satu bentuk Ayatrohaedi, yang berbeda. Misalnya leksikal 1983:3) menyatakan bahwa ada lima pawon mengendung dua makna yaitu macam pembeda dialek, yaitu: dapur dan tempat tungku. 1) Perbedaan fonetik yaitu si pemakai 5) Perbedaan morfologis yang dibatasi dialek atau bahasa yang bersangkutan oleh adanya sistem tata bahasa yang tidak menyadari adanya perbedaan bersangkutan, oleh frekuensi morfem- tersebut. Contoh: sungsum [suŋsUm] morfem yang berbeda, oleh kegunaan dengan yang sumsum [sumsUm] „isi berkerabat, oleh wujud tulang‟, gendeng [gənDeŋ] dengan fonetisnya, oleh daya rasanya, dan kenteng [kənTeŋ] „genting‟. oleh sejumlah faktor lainnya lagi 2) Perbedaan semantik, yaitu dengan terciptanya kata-kata baru, berdasarkan perubahan fonologi dan geseran bentuk. 34 Pemakaian bahasa tidak hanya peristiwa ditentukan oleh faktor-faktor linguistik tersebut biasanya juga terjadi geseran tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik. makna kata. Geseran tersebut bertalian Faktor-faktor dengan dua corak, yaitu sinonim dan berpengaruh terhadap pemakaian bahasa homonim. antara lain faktor sosial dan faktor 3) Perbedaan Dalam 2.3. Variasi Bahasa onomasilogis yang situasional. nonlinguistik Kedua faktor yang tersebut menunjukkan nama yang berbeda menimbulkan berbagai variasi bahasa yang berdasarkan berupa bentuk-bentuk bagian atau varian satu konsep yang diberikan di beberapa tempat yang dalam berbeda. kenduri memiliki pola umum bahasa induknya misalnya, di beberapa daerah Blora (Poedjosoedarmo dalam Suwito, 1985:23). Menghadiri bahasa yang masing-masing CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014 Adpun wujud variasi dapat berupa idiolek, mengikuti unsur yang diperkaitkan (yang dialek, ragam bahasa, register maupun berbeda). unda-usuk. Variasi Kelonggaran berdasarkan bahasa penuturnya ada empat macam, (1) idiolek, sebagai akibat adanya faktor sosial dan yaitu variasi bahasa bersifat perorangan, situasional bukanlah berarti merupakan (2) dialek, yaitu variasi bahasa dari kebebasan untuk melanggar kaidah-kaidah sekelompok kebahasaan, ini relatif dan berada pada suatu wilayah, (3) menyesuaikan kronolek atau dialek temporal, yaitu pemilihan bahasa atau variasi bahasa variasi bahasa yang digunakan kelompok dengan kendala sosial pada diri penutur. sosial pada masa tertentu , (4) sosiolek Suwito (1985:29) mengemukakan variasi atau dialek sosial, yaitu variasi bahasa bahasa ialah sejenis ragam bahasa yang yang berkenaan dengan status, golongan pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi dan kelas sosial penuturnya. dimaksudkan pemakaian bahasa akan tetapi untuk hal penutur yang jumlahnya dan situasinya tanpa mengabaikan kaidah pokok yang berlalu dalam bahasa yang 2.4. Tingkat Tutur Bahasa Jawa bersangkutan, artinya bahwa situasi yang Teori yang tingkat digunakan tutur, untuk menyertai suatu peristiwa tutur menurut penentuan mengikuti suatu variasi bahasa tertentu. pembagian tingkat tutur Sudaryanto (1989) Pada hakekatnya, pemakaian bahasa yang membagi menjadi dua kelompok, tidak monopolitik melainkan bervariasi. yaitu bentuk ngoko dan krama, yang Berdasarkan Nababan masing-masing diperinci atas bentuk lugu (1984:15-16) membagi variasi bahasa dan halus, sehingga secara hirarki terbagi menjadi atas ngoko, ngoko alus, krama dan krama dua sumbernya macam, yaitu: variasi eksternal dan variasi internal. Variasi alus. eksternal ialah variasi yang berhubungan Ada dua hal yang penting yang dengan faktor-faktor di luar sistem bahasa harus diingat pada waktu akan menentukan itu sendiri, yaitu: sehubungan dengan tingkat tutur yang akan dipakai. Pertama, daerah asal penutur, kelompok sosial, tingkat formalitas hubungan perseorangan situasi berbahasa, dan zaman penggunaan antara penutur dan mitra tutur.Kedua, bahasa itu. Sedangkan variasi internal ialah status sosial yang dimiliki mitra tutur. unsur-unsur yang mendahului dan Untuk memilih suatu tingkat tutur yang sesuai dengan mitra tuturnya, penutur 35 Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti) harus dapat menetapkan corak hubungan atau relasinya tutur.Penetapan dengan corak mitra 2.5 Leksikon Bahasa Jawa Leksikon menurut Kridalaksana hubungan (1993:98) adalah komponen bahasa yang didasarkan atas tingkat jarak sosial dan menuat semua informasi entang makna tingkat status sosial. dan pemakaian kata dalam bahasa.Cabang Apabila penutur berstatus sosial lebih rendah dibandingkan dengan mitra tutur, maka penutur menggunakan bentuk linguistik yang mempelajari kata atau leksikon disebut leksikologi. Bahasa Jawa kaya akan krama. Selain itu, apabila penutur sama perbendaharaan kata atau leksikon. Hal ini sekali belum mengenal atau tidak akrab disebabkan karena tingkat tutur yang dengan mitra tuturnya, dan penutur lebih beragam dan wilayah pemakaian bahasa muda dibandingkan mitra tuturnya juga Jawa yang luas sehingga menyebebkan menggunakan bentuk krama. leksikon yang ada bertambah variatif. Untuk memilih tingkat tutur mitra Suatu perbedaan disebut perbedaan dalam tutur akan menyesuaikan diri dengan leksikon, penuturnya. Bentuk tingkat tutur yang digunakan untuk merealisasikan suatu digunakan makna yang sama tidak berasal dari satu oleh penutur berpengaruh jika leksem-leksem terhadap bentuk tingkat tutur yang akan etimon digunakan oleh mitra tutur. Apabila mitra bidang leksem selalu berupa variasi. tutur berstatus sosial rendah dibandingkan prabahasa. Variasi Semua yang leksikon terjadi adanya bentuk krama. Selain itu, apabila mitra fonologi, dan geseran makna (Ayatrohaedi, tutur sama sekali belum mengenal atau 1979:3). Pergeseran makna yang dimaksud tidak akrab dengan penutur, dan mitra bertalian dengan dua corak, yaitu: (1) tutur lebih muda dibandingkan dengan pemberian nama yang berbeda untuk penuturnya juga menggunakan bentuk linambang yang sama di beberapa tempat krama. yang berbeda, (2) pemberian nama yang ingin menyatakan keakrabannya, maka menggunakan bentuk ngoko.Bentuk ngoko bentuk, karena penutur, maka mitra tutur menggunakan Apabila penutur dan mitra tutur pergeseran perbedaan perubahan sama untuk hal yang berbeda di beberapa tempat yang berbeda. Variasi leksikon juga terjadi karena atau tingkat tutur ngoko mencerminkan adanya perbedaan rasa tak berjarak antara penutur dan mitra semasiologis. Perbedaan onomasiologis tutur. menunjukan nama onomasiologis yang dan berbeda berdasarkan satu konsep yang diberikan di 36 CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014 beberapa tempat yang berbeda wajib bayar pajak dan penyerahan hasil (Ayatrohaedi, 1974:4). Misalnya, terdapat pertanian dua kata untuk merealisasikan makna dikeluarkan oleh pemerintahan Belanda „tapai singkong‟, yaitu tape dan peuyeum. pada waktu itu. Eksploitasi penjajah dan Perbedaan kerakusan semasiologis merupakan pada lumbung birokrat desa kolonial yang bangsa kebalikan dari perbedaan onomasiologis, bumiputera merupakan pemicu utama yaitu pemberian nama untuk beberapa munculnya ajaran ini. konsep yang berbeda. Misalnya [esuk] Ajaran yang muncul dalam tradisi lisan, mengandung dua makna, yaitu „besok‟ dan antara lain: „pagi‟. 1) Agama itu gaman, adam pangucape, Leksikon dalam suatu bahasa dapat memperlihatkan kekayaan kata yang man gamang lanang (agama Adam merupakan senjata hidup); berasal dari bahasa tersebut, begitu juga 2) Aja drengki srei, tukar padu, dahpen dengan leksikon yang berasal dari bahasa kemeren, aja kutil jumput, bedhog lain yang digunakan dalam bahasa itu. colong; Masuknya leksikon yang berasal dari 3) Sabar lan trokal empun ngantos bahasa lain menambah kekayaan leksikon dengki srei...,nemu barang teng dalan bahasa tersebut. mawon kula simpangi; 4) Wong urip kudu ngerti ing uripe; 2.6 Konsep Sosial Budaya Masyarakat Bayi uda nger niku suksma ketemu Samin Masyarakat Samin merupakan salah satu 5) Wong enom mati uripe titip sing urip. kelompok yang 6) Dhek zaman Landa niku njaluk pajeg mempunyai kebiasaan, tatanan sendiri boten trima sak legane nggih boten serta adat istiadat tersendiri yang berbeda diwehi. Bebas boten seneng. Ndandani dengan masyarakat pada umumnya. ratan nggih bebas. Gan gelem wis Pemikiran Surosentiko masyarakat raga; dan diawali ajaran Samin oleh kondisi masyarakat akan kebencian perlakuan dibebasake..jaga omahe dhewe. Nyengkah ing negara telung taun dikenek kerja paksa; pemerintahan kolonial Belanda. Hal lain 7) Untuk ajaran ke 7 sampai ke 9 juga bertalian dengan terganggu atau merupakan ajaran moral tentang sikap, tergesernya status sosial dari kalangan ucapan dan tindakan yang harus hati- pribumi yang berada akibat penerapan hati, perkawinan, dan konsep 37 Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti) persaudaraan berdasarkan keanggotaan kelompoknya. temukan di sekitar semedinya.Buku-buku tempat itulah yang Ajaran lainnya terdapat dalam tradisi dinamakan Kalimasada.Buku ini pernah tulisan berupa kitab yang terdiri dari: dimiliki oleh Prabu Puntodewo. Buku 1) Serat inilah yang menjadi pegangan komunitas Punjer Kawitan, berkaitan dengan ajaran tentang silsilah raja-raja Samin sampai sekarang Jawa. Ajaran ini pada prinsipnya Faturrohman, 2003:20-21) (Deden mengakui bahwa orang Jawa adalah keturunan Adam dan keturunan 2.7. Kerangka Pikir Pandawa. 2) Serat Bahasa Jawa yang digunakan oleh Pikukuh Kasejaten, ajaran masyarakat Samin merupakan sesuatu tentang cara dan hukum perkawinan. yang unik karena mempunyai makna Konsep pokok dalam ajaran ini adalah khusus membangun merupakan masyarakat lain. Bahasa Jawa masyarakat sarana kelahiran budhi, yang akan Samin sangat erat hubungannya dengan menghasilkan atmajatama (anak yang aspek sosial budaya masyarakat Samin, utama). sehingga keluarga 3) Serat Uri-Uri Pambudi, berisi tentang yang tidak banyak dimengerti oleh leksikonnya yang bermakna filosofis. ajaran perilaku yang utama, terdiri Permasalahan yang akan dibahas dari ajaran: Angger-Angger Pratikel dalam penelitian ini, yaitu: bagaimana (hukum tingkah laku). variasi leksikon bahasa Jawa masyarakat 4) Serat Jati Sawit, buku yang membahas Samin berdasarkan aspek sosial budaya tentang kemuliaan hidup sesudah dan leksikon bahasa Jawa masyarakat mati. Ajaran ini mengenal konsep Samin dalam pemakaian sehari-hari. hukum karma. Ada beberapa acuan teori yang 5) Serat Lampahing Urip, buku yang digunakan untuk membahas permasalahan berisi tentang primbon yang berkaitan di atas, yaitu: kajian sosiodialek, pembeda dengan perjodohan, dialek, variasi bahasa, tingkat tutur bahasa mencari hari baik untuk seluruh Jawa, leksikon bahasa Jawa, konsep sosial kegiatan aktivitas kehidupan. budaya kelahiran, masyarakat Samin. Adapun digunakan berupa Kesemuanya itu diperoleh Samin metodologi yang Surosentiko, melalui perilaku semedi.Dia pendekatan sinkronis menerima wangsit untuk mengambil buku- pendekatan sosiodialektologi. buku atau kitab kuno yang ternyata dia 38 kualitatif dan CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014 Dalam digunakan pengumpulan metode simak dan data cakap beserta tehnik-tehniknya disertai dengan titik rekam dan catat. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode padan. 39 Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti) Latar Belakang Masalah Bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat Samin di Desa Klopodhuwur merupakan sesuatu yang unik, karena bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat Samin mempunyai makna khusus yang tidak dimengerti oleh masyarakat umum. 1.Leksikon bahasa Jawa masyarakat Samin dalam kehidupan sehari-hari. Teoritis 1.Kajian sosiodialektologi 2. Pembeda Dialek 3. Variasi Bahasa 4. Variasi Pemakaian Bahasa Jawa 5. Teori Tingkat Tutur 6. Leksikon Bahasa Jawa 7. Konsep Sosial Budaya Masyarakat Samin 2. Variasi leksikon pemakaian bahasa Jawa masyarakat Samin berdasarkan aspek sosial budaya Metode 1.Menggunakan pendekatan sinkronis kualitatif dan pendekatan sosiodialektologi. 2.Pengumpulan data dengan metode simak dan cakap dengan tehnik rekam dan catat. 3.Metode analisis: metode padan. 40 Hasil 1.Leksikon bahasa Jawa Masyarakat Samin dalam kehidupan sehari-hari. 2. Variasi leksikon pemakaian bahasa Jawa masyarakat Samin berdasarkan aspek sosial budaya CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014 Desa Klopodhuwur hanya berjarak 3. Metode Penelitian kurang lebih 5 km dengan pusat kota Blora. 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian Klopodhuwur, di Kecamatan Desa Banjarejo, Meskipun jaraknya relatif dekat , desa ini tidak ikut kecamatan Desa Blora. Konon, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.Desa ini bergabungnya Klopodhuwur ke terletak kurang lebih 25 kilometer di sebelah kecamatan Banjarejo diawali dari peristiwa utara Randublatung.Sebuah perkampungan jatuhnya salah satu daun kelapa yang sudah yang terletak di tengah hutan jati. Menuju kering (blarak) ke daerah Banjarejo. Klopoduwur, maka akan melintasi areal Desa Klopodhuwur terdiri dari enam hutan jati yang termasuk wilayah kerja HPH dusun, yaitu: Dusun Klopodhuwur, Dusun (Hak Kabupaten Wot Rangkul, Dusun Sumengko, Dusun Blora. Desa ini asal mula komunitas sedulur Sale, Dusun Badong Geneng, dan Dusun sikep atau lebih dikenal dengan masyarakat Badong Kidul. Pemangku Hutan) Samin. Batas Desa Klopo Dhuwur di sebelah Sebutan Klopodhuwur berasal dari Timur dengan Desa Jepang Rejo, di sebelah tanaman kelapa yang tingginya mencapai Barat 3000 m. Untuk masalah tingginya pohon sebelah utara dengan Desa Gedong Sari, dan kelapa di sebelah selatan dengan Desa Sido Muyo ini penulis berulang kali menanyakan, apakah 300 m atau 3000 m. dengan DesaSumber Agung, di dan Desa Semanggi. Namun jawabannya tetap 3000 m. Ketika Jumlah penduduk Desa dikonfirmasi kepada anggota masyarakat Klopodhuwur pada tahun 2009 adalah yang lain ternyata tidak tahu. Pohon kelapa 4.976 orang, yang terdiri dari 2.483 laki-laki ini ditanam oleh orang sakti (salah satu dan 2.493 perempuan. Sebagian besar mata murid mbah Engkrek / mbah Samin pencahariannya adalah bertani, dan ada juga Surosentiko) sebagai pekerja di kehutanan. di atas serabut kelapa. Awalnya akan ditanam diatas tanah, karena Di Desa Klopodhuwur ini masih ada tidak ada lahan, maka tunas kelapa tersebut masyarakat samin, mereka masih setia diletakkan di atas serabut yang akhirnya dengan tumbuh masyarakat Samin muncul setelah adanya setinggi 3000 m. Tempat budayanya.Secara yang menjadi historis, tumbuhnya pohon kelapa ini sekarang seseorang panutan menjadi Desa Klopodhuwur. masyarakat.Tokoh tersebut adalah Samin 41 Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti) Surosentiko yang hidup pada zaman Pojok (tokoh ulama penyebar Islam di kolonial Belanda (sekitar 1900-an). Ia Blora), dan Pak Engkrek (tokoh Samin dari menetap di desa Bapangan Kecamatan desa Klopodhuwur). Menden Kabupaten Blora Jawa Tengah . Karena ketokohannya, Kiai Samin 3.2 Alat Penelitian menjadi panutan masyarakat. Perilaku dan Alat penelitian yang dipandang gaya hidupnya menjadi acuan, sehingga utama dalam penelitian sosiodialektologi warga yang dengan sepenuh hati mengikuti adalah daftar pertanyaan kebahasaan dan perilaku dan gaya hidupnya disebut sebagai wawancara.Daftar nyamin (baca:menyerupai samin) – dalam sebagai kendali dalam menjaring data di istilah nunggak lapangan (Suryadi dkk, 1998).Inti dari daftar semi/dinisbatkan pada nama sang tokoh. tanyaan ini berupa leksikon, frasa dan Pada waktu pengikutnya semakin banyak kalimat bahasa Jawa ngoko. dan bahasa Jawa membentuk disebut komunitas tanyaan ini dipakai tersendiri, mereka disebut sebagai masyarakat Samin. 3.3 Informan Di samping Kiai Samin Surosentiko, Informan yang dipilih dalam ada tokoh Samin lainnya yang disebut Pak penelitian ini adalah masyarakat Samin, Engkrek.Tokoh asli dengan kriteria (1) laki-laki atau perempuan, Resodikromo Siman, yang dikenal sebagai (2) berusia 25 s.d 65 th, (3) lahir dan besar orang yang memperkenalkan Saminisme di di daerah setempat, (4) sehat jasmani dan daerah Klopo Dhuwur.Pak Engkrek dikenal rohani, (5) pekerjaannya bertani atau buruh, sebagai orang kaya (sehingga mampu (6) memiliki kebanggan terhadap isolek dan memberikan fasilitas bagi pengikutnya dari masyarakat isoleknya, (7) berstatus sosial luar daerah dan lahan untuk bekerja). menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) Masyarakat Samin ini bernama Samin Klopodhuwur) (khususnya mengenal dan dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya (Mahsun, 1995:106). mengakui tiga tokoh yang dihormati karena mereka menganggap mempunyai tingkat kualifikasi pemimpin.Mereka sebagai adalah Ndoro seorang Data dalam penelitian ini adalah Soma tuturan yang mengandung aspek leksikon (mantan bupati Blora tempo dulu), Sunan 42 3.4 Data dan Sumber Data CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014 bahasa Jawa pada masyarakat Samin yang berupa kata, frasa dan kalimat. Metode cakap memiliki tehnik dasar berupa tehnik pancing.Dikatakan tehnik Sumber data yang diambil dalam dasar karena „percakapan‟ yang diharapkan penelitian ini adalah masyarakat Samin yang sebagai pelaksanaan metode cakap itu hanya tinggal di desa Klopodhuwur Kecamatan dimungkinkan muncul jika peneliti memberi Banjarejo Kabupaten Blora. pancingan Dalam penelitian ini hanya mengambil sumber data lisan karena sumber lisan memegang peranan yang pada memunculkan informan gejala untuk kebahasaan yang diharapkan peneliti. sangat Pelaksanaan metode cakap ini penting dalam penelitian dialek dan bahasa dilakukan dengan pada umumnya (Ayatroedi 1983:11). antara peneliti dan informan yang bersumber percakapan langsung dari daftar pertanyaan kebahasaan. Apabila 3.5 Metode dan Tehnik Pengumpulan informan tampak ragu dalam memberikan Data jawaban dan peneliti kurang yakin akan Pengumpulan data dilakukan dengan jawaban yang duperoleh, maka peneliti menggunakan metode pupuan lapangan berusaha (Ayatroedi, 1983:34).Untuk mendapatkan menguraikan pertanyaannya dan disertai data yang akurat digunakan juga metode dengan gambar sehingga diperoleh jawaban cakap dan metode simak beserta tehnik- yang benar. tehniknya. memancing jawaban dengan Dari tehnik dasar dilanjutkan dengan Metode pupuan lapangan merupakan tehnik lanjutan yaitu tehnik cakap semuka. suatu metode yang lebih tinggi nilai Dalam tehnik cakap semuka ini percakapan ilmiahnya.Dalam metode ini peneliti datang dikenali oleh peneliti dan diserahkan sesuai langsung ke tempat titik pengamatan dalam dengan kepentingannya yaitu memperoleh mengambil data. data selengkap-lengkapnya sebanyak tipe Metode cakap berupa percakapan data yang dikehendaki dan informan sadar dan terjadi kontak antara peneliti dengan akan peranannyasebagai nara sumber yang penutur selaku nara sumber. Metode ini pada hakekatnya alat memperoleh data itu. dapat Artinya, dia tahu bahwa yang dikehendaki disejajarkan dengan wawancara (Sudaryanto, 1993:137). metode peneliti adalah bahasanya dan bukan isi wicara (Sudaryanto, 1993: 138) 43 Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti) Dalam penelitian menggunakan metode metode simak ini juga simak.Dikatakan karena berupa lanjut.Dalam penelitian ini metode padan digunakan untuk menganalisis perbedaan-perbedaan unsur adanya kebahasaan penyimakan.Metode simak dengan tehnik bahasa Jawa masyarakat Samin dari bahasa sadap dan simak libat cakap digunakan Jawa untuk menyimak pemakaian bahasa oleh mendeskripsikan perbedaan leksikon dengan informan.Dalam menggunakan tehnik pilah unsur penentu hal ini peneliti ikut berpartisipasi dalam pembicaraan sambil menyimak tuturan dari informan standar.Langkah pertama sebagai tehnik dasar. dan Analisis perbandingan bahasa Jawa sekaligus merekam dan mencatat hal-hal masyarakat Samin dengan bahasa Jawa yang dipandang penting guna melengkapi standar dimaksudkan untuk mendapatkan dalam rangka mengontrol data. gambaran yang leksikal.Kemudian variasi dibandingkan data, Samin yang berbeda dengan masyarakat menggunakan metode analisis satuan lingual umum disekitarnya dengan menggunakan yang tehnik hubung banding sebagai tehnik lanjut. pada menganalisis data tentang berdasarkan faktor sosial budaya masyarakat 3.6 Metode dan Tehnik Analisis Data Dalam jelas hakekatnya sama dengan menentukan aspek-aspek satuan lingual yang pada hakekatnya sama dengan menentukan aspek-aspek satuan lingual itu 3.7 Metode dan Tehnik Penyajian Hasil Analisis Data didasarkan tehnik-tehnik tertentu sebagai Dalam pemaparan hasil analisis data penjabaran dari metode yang digunakan digunakan metode formal dan metode dengan yang informal.Metode formal digunakan pada digunakan untuk tujuan itu (Sudaryanto, paparan hasil analisis data yang berupa 1993:2). lambang-lambang bunyi, sedangkan metode membedakan data-data Pada tahap analisis data digunakan in formal digunakan pada pemaparan hasil metode padan dengan aneka tehniknya yang analisis data yang berupa perumusan dengan disesuaikan dengan karakter data yang kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993: 145). diperoleh dan tujuan penelitian yaitu tehnik pilah unsur penentu sebagai tehnik dasar dan tehnik hubung banding sebagai tehnik 44 CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014 yang diberikan di beberapa tempat yang 4. Pembahasan 4.1 Leksikon Yang Berbeda Dalam berbeda. Sedangkan gejala semasiologis Konsep Yang Sama (Onomasiologis) adalah pemberian nama yang sama untuk Dalam bahasa Jawa masyarakat Samin beberapa konsep yang berbeda. Selain itu ditemukan leksikon yang ditemukan juga keunikan bahasa Jawayang pengamatan yang dituturkan oleh masyarakat Samin yang berbeda.Perbedaan pemakaian leksikon itu berbeda dengan masyarakat pada umumnya. bervariasi dinamakan pemakaian di titik variasi dialek.Berdasarkan Variasi leksikon yang terjadi akibat analisis ditemukan variasi dialek yang gejala onomasiologis ditemukan. Variasi mengarah pada gejala onomasiologis dan leksikon itu berkaitan dengan medan makna gejala semasiologis. Yang dimaksud dengan bagian tubuh, kata ganti sapaan, sistem gejala onomasiologis adalah pemberian kekerabatan. nama yang berbeda berdasarkan satu konsep Tabel 1 Variasi leksikon Bahasa Jawa masyarakat Samin gejala onomasiologis No Gloss BJMS 1 Dahi [batU?] [batin] [gɚgɚr] [entɔɳ-entɔɳ] 2 punggung 3 Rambut ikal 4 Panggilan untuk laki-laki tua 5 Anak tiri 6 Kakak laki-laki dari ayah/ibu 7 Kakak perempuan dari ayah / [mak biyuɳ] ibu [yuɳde] [rambut brintI?] [brintI] [rambut ɳᴐmba] [nɚmbaɳ bakoɳ] [yai] [simbah] [mbah naɳ] [mbah] [mbah kuɳ] [ana? kuwalᴐn] [ana?] [pak tUwo] [mak de] 45 Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti) 8 Kakak laki-laki 9 Anak termuda Konsep makna „dahi‟, dalam bahasa [kaɳaku] [kaɳ] [ragil] [ruju] bakung dianalogikan dengan sebangsa Jawa masyarakat Samin ada dua leksikon, tanaman bunga, yang jika dilihat bentuknya yaitu bathuk dan bathin. Leksikon bathin hampir mirip dengan rambut ikal. muncul dari persepsi bahwa dahi tempat kita berpikir. Dalam konsep kata „panggilan untuk laki-laki tua‟, dalam bahasa Jawa Dalam konsep makna „punggung‟, masyarakat Samin ada 5 leksikon, yaitu yai, dalam bahasa Jawa masyarakat Samin ada simbah, mbah nang, mbah, dan mbah dua leksikon, yaitu geger dan entong- kung.Kata yai merupakan panggilan untuk entong.Kata geger dalam bahasa Jawa orang laki-laki tua yang masih ada hubungan mempunyai makna perangane gembung darah atau masih ada ikatan saudara. mburi atau ditafsirkan dengan gembung Konsep makna „anak tiri‟, dalam gedhe mburi yang mirip dengan bukit bahasa Jawa masyarakat Samin ada dua menanjak dan berdiri kokoh sehingga leksikon yaitu anak kuwalon dan anak. dituturkan dengan geger.Sedangkan kata Leksikon bahasa Jawa masyarakat Samin enthong-enthong makna yang menuturkan anak tiri dengan kata „punggung‟ muncul dari persepsi informan anak, muncul dari persepsi mereka bahwa dengan melihat bentuk tulang punggung tidak ada perbedaan antara anak sendiri yang melengkung yang menyerupai centong. maupun anak orang lain. Dalam masyarakat Kata pada rambut konsep brintik, rambut Samin seseorang yang sudah masuk dalam ngombak dan ngembang bakung merupakan keluarga mereka, dianggap sebagai anak kata dari konsep „rambut ikal‟.‟Rambut atau keluarga sendiri, tidak ada perbedaan brintik‟ terbentuk dari gabungan dua kata dalam memperlakukan mereka, entah itu bahasa Jawa, yaitu rambut dan brintik, yang anak tiri atau anak mantu. kruwel- Dalam konsep kata „kakak laki-laki kruwel.Kata „rambut ngombak‟ muncul dari dari ayah / ibu‟, dalam bahasa Jawa presepsi dengan melihat bentuk rambut ikal masyarakat Samin ada dua leksikon yaitu seperti pak tuwo dan makdhe. artinya 46 tidak ombak teratur di atau laut.Kata ngembang CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014 Dalam konsep perempuan dari ayah kata „kakak kangmas.Leksikon relik ini hanya diserap /ibu, dalam bahasa penggal pertamanya oleh bahasa Jawa Jawa Samin ada du leksikon yaitu mak Masyarakat Samin. biyung dan yungdhe. Pemakaian mak dan Kata „ anak termuda‟ dalam bahasa Jawa yung di atas dipengaruhi bahasa Jawa yaitu Samin ada dua leksikon yaitu ragil dan ruju. pakdhe dan budhe.Dalam bahasa Jawa Samin kata pak dan bu yang berasal dari 4.2 Variasi Pemakaian Leksikon Bahasa bahasa Jawa diganti dengan leksikon bahasa Jawa Jawa Samin mak dan yung. Berdasarkan Aspek Sosial Budaya Masyarakat Samin Konsep makna „kakak laki-laki‟ Variasi pemakaian leksikon Bahasa dalam bahasa Jawa Samin ada dua leksikon Jawa masyarakat Samin berdasarkan aspek yaitu kang aku dan kang.Leksikon kang sosial budaya terlihat pada bentuk-bentuk berasal berikut, dari leksikon relik Tabel 2 Variasi Pemakaian Leksikon Berdasarkan Aspek Sosial Budaya No 1 Gloss BJB Bekerja [kebutuhan BJMS [gɚbyah macUl] ɚrjᴐ] [duwɚ gawɚ] 2 Punya hajat 3 Bekerja di tempat orang yang punya [rewaɳ] [adaɳ akɛh] [kɚrukunan] pesta 4 Minta [njalu?] [mɛlU nganggo] 5 Laki-laki, perempuan [kakuɳ-putri] [lanaɳ-wɛdok] 6 Mencuri [maliɳ] [mbedᴐg ǹᴐlᴐɳ] 7 Iri hati [mɛri] [dreɳki srɛI] 4.2.1 Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin dalam Pendidikan Etos mencukupi kebutuhan sehari-hari.Gebyah macul yang mempunyai makan „bekerja‟, Kerja Masyarakat bagi orang hidup adalah bekerja untuk Samin sangat kuat memegang prinsip bahwa yang paling utama menandakan bahwa masyarakat Samin bekerja sebagai petani yang tentu saja 47 Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti) dengan mencangkul di sawah.Setiap orang adalah bertani yang setiap hari pergi ke diharuskan mampu melatih diri dan bekerja sawah dan mencangkul. sejak dini guna mendapatkan kemakmuran hidup.Dengan akal, manusia mampu 4.2.2 Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat menetukan hal-hal yang paling tepat bagi Samin kehidupannya. Kebersamaan Seperti bunyi sebuah dalam Pendidikan pribahasa di kalangan masyarakat Samin, Rasa kebersamaan merupakan ajaran “Janma lan sato iku prabédané anéng terpokok yang dikembangkan oleh Samin jantraning laku. Janma wenang amurba lan Surosentiko. Kaidah yang digunakan adalah misésa kahanan, déné sato pinurbawasésa sami-sami yang berarti sebagai sesama ing manusia pranatamangsa.”Artinya, perbedaan harus bertindak “sama-sama”, antara manusia dan hewan terletak pada sama-sama bertindak jujur, sama-sama adil, perjalanan nasib yang mengikat.Manusia sama-sama berhak menentukan hal-hal yang paling terciptanya masyarakat yang homogen dan tepat bagi hidupnya, sementara binatang guyub. Ia menggunakan istilah sedulur hanya (mesti) tunduk kepada aturan alam (saudara) untuk membahasakan diri sendiri yang berhubungan dengan musim. kepada orang lain. Siapapun dan dalam Agar mampu mendapatkan hasil yang baik dalam bekerja, saling menolong, demi kondisi yang bagaimanapun ketika sudah manusia menjadi bagian dalam komunitas Samin, membutuhkan usaha dan kesabaran. Dengan maka ia dianggap sebagai saudara. Ajaran usaha dan kesabaran tersebut, hambatan tersebut yang merintangi jalan kehidupannya tidak sintenmawon kulo aku sedulur (siapa saja akan terjadi. Lakonana sabar trokal, sabaré saya anggap sebagai saudara)..Berawal dari diéling-éling, trokalé dilakoni (kerjakan prinsip itu maka muncul gaya hidup yang sikap sabar dan giat.Agar selalu ingat bersifat permisif (terbuka) dan egaliter tentang kesabaran dan selalu giat dalam (persamaan). kehidupan). Dalam tercermin Adanya konsep makna „bekerja‟ rasa dalam prinsip persaudaraan ini mendorong kebiasaan gotong-royong dan dalam Bahasa Jawa masyarakat Samin saling dituturkan dengan gebyah macul. Leksikon sesamanya. Apabila diantara orang Samin ini muncul karena mereka pekerjaannya ada yang mempunyai gawé (hajat), yang 48 membantu (lung-tinulung) antar CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014 menurut istilah mereka disebut adang akéh, penyebutan terhadap orang yang lebih tua. dan yang bekerja di tempat yang punya Hal ini terkait dengan latar belakang sosial gawedikatakankarukunan.Semua kerabatnya budaya datang dengan menganggap semua orang adalah sama membawa bahan-bahan mentah yang akan tanpa memandang usia, pangkat, jabatan, dimasak dan dimakan bersama. Seperti yang kekayaan, dan lain sebagainya. dari segala pelosok masyarakat Samin yang diajarkan oleh Samin Surosentiko, bahwa dalam hidup di masyarakat harus tertanam 4.2.3 Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat rasa gilir-gumanti .Yakni bila kali ini Samin dibantu orang lain, maka ketika ada orang Pengolahan Lingkungan Hidup dalam Pendidikan lain yang membutuhkan bantuan, tanpa Hubungan manusia dengan alam diharapkan oleh pihak yang bersangkutan, ia lingkungan di masyarakat Samin terjalin berkewajiban untuk membantu. sangat akrab dan dekat.Hal ini disebabkan Penanaman rasa persamaan rutinitas kehidupannya adalah sebagai petani dicerminkan Ki Samin dalam penggunaan sehingga kedekatan dengan alam tidak dapat bahasa Ngoko (bahasa Jawa kasar) dalam terpisahkan.Baginya, pekerjaan yang paling setiap percakapan, tanpa mau menggunakan mulia dan sesuai dengan kondisi mereka Kromo Inggil (bahasa Jawa halus) yang adalah sebagai seorang petani. memang lebih sering dipakai oleh orang Dalam pengelolaan hasil panen yang yang berstatus lebih rendah kepada yang diperoleh, mereka membiasakan membagi lebih tinggi. Misalnya antara anak muda menjadi empat bagian yang sama besar. dengan orang tua, atau buruh dengan Bagian pertama disediakan untuk bibit pada majikannya. masa Penyebutan untuk tanam berikutnya.Kedua, untuk kakek-nenek pangan, yaitu bagian yang disediakan untuk dalam bahasa Jawa menggunakan tingkat kebutuhan makan setiap hari.Ketiga, untuk bahasa paling halus (krama inggil) kakung- sandang, yaitu bagian yang disediakan putri sebagai tanda hormat kepada orang untuk keperluan membeli pakaian dan yang lebih tua.Fenomena ini tidak muncul sejenisnya.Keempat, ialah untuk upah, yaitu dalam bahasa Jawa Samin yang justru bagian yang disediakan untuk penggarapan menggunakan bahasa jawa paling kasar sawah atau ladang dan ongkos menuai atau (ngoko) panen.(Hasan Anwar, 1979).Khusus bagian lanang-wedhok meski untuk 49 Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti) yang disediakan untuk bibit, dalam keadaan meminta air kepada orang Samin dengan yang bagaimanapun, bagian ini tidak boleh mengatakan “Aku njaluk banyumu” yang dikurangi. berarti „Aku minta airmu‟ maka reaksi Sebab apabila bagian ini dikurangi untuk menutup keperluan lain, umum maka sudah pasti mereka akan kesulitan memberi karena merasa tidak ikut memiliki. untuk melakukan penanaman di musim Namun apabila kalimat tersebut diganti tanam yang akan datang. Dalam hal ini, ada dengan semacam banyumu” yang berarti „Aku akan ikut serta tuntutan untuk melestarikan Samin “Aku meh adalah melu menolak nganggoké menggunakan airmu‟ maka dengan senang lingkungan secara berkelanjutan. Kepercayaan orang terhadap „karma‟ hati air tersebut akan diberikan karena orang kehati-hatiannya dalam Samin berpendapat sumber daya alam menjalani kehidupan. Adanya kepercayaan memang untuk digunakan bersama-sama ini ditunjukkan dalam ungkapan “Sopo kang manusia lain.Dari contoh kasus di atas, nandur mesti bakal ngunduh, ora ono terlihat nandur pari thukul jagung, nandur pari memperhatikan mesti ngunduh pari” (siapa yang menanam terkandung dalam tuturan. Orang Jawa pada pasti akan memanen, tidak ada seorang pun umumnya tidak akan terlalu peduli dengan yang menanam padi akan menuai jagung, perbedaan penggunaan istilah njaluk dan siapa saja menanam melu menjadikan padi pasti akan bahwa orang Samin makna leksikal nganggoké selama sangat akibat yang yang menghasilkan padi). (Hasan Anwar, 1979). ditimbulkan dari dua istilah di atas sama, Barang siapa yang menanam kebaikan, yaitu bisa meminta air dari seseorang. maka disuatu saat nanti ia akan menuai hasil kebaikannya. Sebaliknya, barang siapa yang menanam benih-benih kejelekan, maka 4.2.4 Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin dalam Pendidikan Ahlak tentunya ia sendiri yang akan menuai kejelekan itu di suatu saat nanti. Secara Samin keseluruhan Surosenitiko, ajaran-ajaran pada hakikatnya Orang Samin memiliki keyakinan menyangkut tentang nilai-nilai kehidupan bahwa manusia hanya bisa memanfaatkan manusia.Ajaran tersebut digunakan sebagai sumber daya alam namun tidak bisa pedoman memilikinya.Contoh implikasi manusia dalam pergaulan.Salah satu hal keyakinan ini misalnya ketika seseorang yang bisa dicontoh dari ajaran Ki Samin 50 dari tingkah laku dan perbuatan CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014 adalah kejujuran.Kejujuran hatinya tersimpulkan dalam Bahasa Jawa yang bukan Samin.Tidak melakukan perjudian dan memiliki barang yang bukan haknya. kental, putéh-putéh, abang-abang (putih- Adapun kunci utama untuk menjaga putih, merah-merah).Jika benar dikatakan segala tingkah laku manusia adalah benar dan jika salah dikatakan salah. lakonana sabar trokal, sabaré diéling-éling, Ki Samin sangat berhati-hati dalam trokalé dilakoni (kerjakan sikap sabar dan menjaga ucapannya.“Rembugé sing ngati- giat, selalu ingat tentang kesabaran dan ati”Para selalu pengikutnya dianjurkan untuk giat dalam kehidupan). Untuk berkata terus terang, apa adanya dan jujur. mencapai kesempurnaan hidup, maka wong Bahkan untuk tetap dapat menjaga sikap urip kudu ngerti uripé, manusia harus kejujurannya itu, ia menghindari pekerjaan mengetahui sebagai pedagang. (berhati-hatilah dalam membiasakan sifat sabar, mengendalikan bicara). Dalam berbicara seseorang harus emosi, dan tidak mudah putus asa dalam selalu menjaga pembicaraannya agar tidak berusaha adalah bekal untuk mengetahui menyakiti orang lain. hakikat kehidupan.Hal ini dicontohkan oleh Untuk dapat melaksanakan Ki hakikat Samin kehidupan. dengan Selalu kegemarannya kepercayaan tersebut baik secara terang- bersemedidi tempat-tempat yang sepi.Selain terangan maupun samar-samar, maka setiap untuk melatih kesabaran, dengan semedi orang harus menghindari sifat-sifat yang dapat melatih memusatkan pikiran dan dilarang yakni “Aja drengki sréi, tukar- melepaskan padu, mbadog colong”(jangan dengki dan tersebut merupakan salah satu jalan menjadi iri, bertengkar, makan bukan haknya, dan atmajatama mencuri).Semangat sesungguhnya. kebersamaan dalam diri dari penderitaan.Cara (anak mulia) yang masyarakat Samin terjalin dengan kuat. Tidak diperbolehkan seseorang mengambil untung dari kerugian orang lain. Pantang bagi mereka memperdaya untuk orang menindas lain. Tidak 5. Kesimpulan Dalam pemakaian bahasa Jawa dan masyarakat Samin di Desa Klopodhuwur ada ditemukan pencurian, kalaupun ada dapat dipastikan pencurinya berasal dari golongan orang variasi leksikon yang menunjukkan gejala onomasiologis. Aspek sosial budaya yang mempengaruhi perbedaan variasi leksikon 51 Varian Leksikon Bahasa Jawa Masyarakat Samin Desa Klopodhuwur Kabupaten Blora (Bekti Setio Astuti) pemakaian bahasa Jawa masyaraiat Samin kebersamaan, dengan bahasa Jawa Baku, antara lain dalam lingkungan hidup dan pendidikan ahlak. pendidikan etos kerja, pendidikan pengolahan pendidikan Daftar Pustaka Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi: Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. Gordon, W. Terrence. 2002. Saussure Untuk Pemula. Terjemahan Mei Setiyanto dan Hendrikus Panggalo. Yogyakarta: Kanisius. Chambers, J.K.&Peter, Trudgill. 1980. Dialectology. Great Britain: Cambridge University Press. Halliday, M.A.K. 1992. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Terjemahan Asruddin Barori Tou. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Casson, Ronald W. 1981. Language, culture, and Cognition. New York: Mac Millan Publishing Co,Inc. Koentjaraningrat.1967. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat. Dekker dan I Nyoman. 1970. Masyarakat Samin Suatu Tinjauan Sosiokultural, Lembaga Penerbitan IKIP Malang. Kontjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka. Faturrohman, Deden. 2003. Hubungan Pemerintahan dengan Komunitas Samin.Dalam Agama Tradisional. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta. Fernandez, Inyo Yos. 1994. Dialektologi. Yogyakarta.Program Pascasarjana:UGM. Geertz, Clifford. 1981. Abangan Santri Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya. Geertz, Clifford. 1992. Kebudayaan dan Agama. Terjemahan Fransisco Budi Hardiman. Yogyakarta: Kanisius. 52 Kridalaksana, Harimukti. 1993. Linguistik. Jakarta: Gramedia. Kmus Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Madauniversity Press. Michael R. Dove. 1985. Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia dalam Modernisasi. Nababan. 1993. Sosiolinguistik: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia. Niels Mulder. 1974. “Saminisme and Budhisme: A not on Field visit to a Samin Community”, Asian Quartely, A Journal from Europe, No. 3. CULTURE Vol. 1 No.1 Mei 2014 Sadihutama, Suripan. 1996. Tradisi Blora. Semarang: Aneka Ilmu. Sudaryanto. 1989. Pemanfaatan Potensi Bahasa. Yogyakarta: Kanisius. Sugiharto.2002. Perubahan Makna Bahasa Jawa dalam Wacana Percakapan Masyarakat Samin di Kabupaten Blora.Skripsi. Semarang. Unnes. Suryadi. 2006. Daftar Tanyaan Dialektologi. Semarang: Fakultas Sastra Universitas Diponegoro. Sujayanto dan Mayong S. Laksana.2001. Samin Melawan Penjajahan dengan Jawa Ngoko.Intisari Edisi Juli: Jakarta. Suwito.1985. Sosiolinguistik Awal. Surakarta: UNS. Pengantar Titi Mumfangati, dkk, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah, Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004 Widiyanto, Paulus. 1983. Samin Surosentiko dan Konteksnya. Jakarta: Media Tama. 53