BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Permasalahan
Indonesia adalah Negara kepulauan yang memiliki berbagai macam kebudayaan. Setiap
budaya dan daerah tertentu mempunyai cara dan adat tersendiri dalam menampilkan sebuah
karakter dan prinsip kehidupan. Kearifan lokal dapat disimpulkan sebagai kepribadian, identitas
kultural masyarakat yang berupa nilai, norma, etika, kepercayaan, adat istiadat dan aturan khusus
yang diterima oleh masyarakat tertentu (Sartini, 2009: 11).
Kebudayaan memiliki ajaran moral yang dapat direlevansikan dengan keadaan bangsa
Indonesia pada masa sekarang. Bangsa Indonesia kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang
berkeribadian Pancasila seperti kasus korupsi, tawuran, pembunuhan dan pelecehan. Ideologi
Pancasila mencerminkan bangsa yang berketuhanan, berperikemanusiaan dan memiliki nilai
moral yang tinggi. Indonesia adalah Negara timur, adat dan kekhasan bangsa timur adalah
memiliki nilai sopan santun yang baik.
Budaya masyarakat Samin adalah bagian dari budaya masyarakat Indonesia yang
memiliki nilai kearifan lokal. Ajaran masyarakat Samin yang sederhana dapat direlevansikan
terhadap kondisi bangsa Indonesia di era modern. Kearifan lokal merupakan nilai kebaikan yang
dimiliki masyarakat, digunakan sebagai padangan hidup dan beregenerasi dari satu keturunan ke
keturunan berikutnya (Sartini, 2009: 13).
1
2
Penelitian bermaksud untuk mengangkat salah satu kebudayaan yang ada di Pulau Jawa
tepatnya di desa Klopo Dhuwur Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah. Desa Klopo Dhuwur
memiliki sekolompok masyarakat yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Kelompok
masyarakat menamai kelompok tersebut masyarakat Samin atau “wong sikep” yang tersebar di
beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Masyarakat Samin memiliki falsafah hidup dan prinsip ajaran moral yang dijunjung
tinggi. Masyarakat Samin memiliki cara dalam memperlakukan kehidupan dengan sesama
manusia dan alam. Masyarakat Samin mempunyai tindakan dan perilaku tersendiri dalam
menjalankan segala aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai dengan tradisi yang ada.
Kelompok masyarakat Samin menarik untuk dikaji karena ajaran yang bernama ajaran
Samin
diciptakan oleh
Samin Surosentiko ini memiliki ajaran yang “nyeleneh” tetapi
memiliki prinsip moral. Ajaran Samin mengajarakan cara melawan ketidakadilan tanpa dengan
kekerasaan. Ajaran Samin cukup unik dan tidak mengambarkan orang Jawa yang hanya
“manut”. Kelompok masyarakat Samin tetap tumbuh meski berada di era globlalisasi.
Masyarakat Samin tetap mempertahankan ajarannya ditengah perubahan zaman yang
semakin modern. Alasan tersebut menarik penulis untuk mengakaji ajaran Samin yang tetap ada
sebagai kelompok masyarakat minoritas. Ajaran masyarakat Samin dapat direlevansikan dengan
kondisi masyarakat Indonesia yang lebih berkiblat pada bangsa barat.
Ajaran Samin memiliki nilai moral yang sedang dibutuhkan bangsa Indonesia. Kondisi
bangsa yang melupakan jati diri bangsa, ketika bangsa Indonesia memahami ajaran moral yang
tersirat dalam ajaran Samin diharapkan bangsa Indonesia memiliki nilai moral yang lebih baik.
Masyarakat Samin melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda tanpa kekerasan, mereka
3
melakukan perlawanan dengan joke – joke dan perilaku yang sangat cerdas, kocak, meski kadang
seakan tidak masuk akal, alias sak karepe dewe. Masyarakat Samin sangat kuat memegang
identitas dan kemandirian (Purwasito, 2003: V).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis teori etika normatif yang terdapat dalam
ajaran Samin. Etika menjadi objek formal dalam penelitian ini karena etika adalah ilmu yang
paling dekat dengan kehidupan manusia. Pendekatan etika normatif tidak hanya menggambarkan
tingkah laku moral tetapi menentukan benar tidaknya tingkah laku tersebut. Ada empat alasan
mengapa etika pada zaman sekarang semakin perlu.
Pertama hidup dalam masyarakat pluralistik dalam bidang suku, agama, bahasa, dan juga
moralitas, untuk mencapai suatu pendirian dalam pergolakan pandangan moral refleksi kritis
etika diperlukan. Kedua, manusia hidup dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding
yaitu gelombang modernisasi. Etika dalam situasi seperti ini membantu agar manusia jangan
kehilangan orientasi, dapat membedakan antara apa yang hakiki dan apa yang boleh berubah
sehingga tetap sanggup untuk mengambil sikap yang dapat dipertanggung jawabkan. Ketiga
proses perubahan sosial budaya. Etika dalam situasi tersebut dapat membuat manusia untuk
sanggup menghadapi ideologi–ideologi tersebut dengan kritis dan objektif untuk membentuk
penilaian sendiri. Etika juga membantu agar tidak menjadi naif dan ekstriem. Keempat etika
diperlukan oleh kaum agama yang disatu fihak menemukan dasar kemantapan dalam iman
kepercayaan dan difihak lain mau berpartisipasi tanpa takut dan tidak dengan menutup diri dalam
semua dimensi kehidupan masyarakat (Magnis-Suseno,1987: 16).
Ajaran Samin di atas Samin dibedah dengan menggunakan pisau etika yang lebih khusus
pada teori etika normatif, karena ajaran Samin mengajarkan nilai-nilai moral yang disarankan
4
untuk dilakukan oleh masyarakat Samin. Penelitian ini akan membahas teori–teori etika normatif
yang terkandung dalam ajaran Samin. Penelitian ini bertujuan untuk suatu bukti bahwa
masyarakat Samin bukanlah kelompok masyarakat yang harus dihindari dan ditakuti tetapi
masyarakat yang perlu untuk dicontoh. Masyarakat Samin memiliki ajaran yang baik dan patut
untuk dicontoh oleh bangsa Indonesia. Ajaran masyarakat Samin yang sederhana dapat dipetakan
dalam teori etika normatif.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana ajaran Samin Surosentiko ?
b. Apa teori-teori etika yang ada di etika Normatif?
c. Apa teori etika yang terkandung dalam ajaran Samin Surosentiko?
3. Keaslian Penelitian
Setelah menelusuri dari Perpustakaan Filsafat UGM penulis menemukan beberapa tulisan
yang membahas Ajaran Samin Surosentiko dan teori etika normatif, tetapi tulisan yang
menggunakan objek material ajaran Samin Surosentiko dengan objek Formal teori etika normatif
belum ditemukan. Beberapa tulisan mengenai Ajaran Samin Surosentiko dan teori etika normatif
:
a. Skripsi yang ditulis oleh Susilo Fakultas Filsafat UGM pada tahun 1991 dengan judul
Konsep Epistemologi dalam Ajaran Samin.
Skripsi tersebut membahas mengenai konsep epistemologi yang secara implisit terdapat
dalam ajaran Samin.
5
b. Skripsi yang ditulis oleh Sri Suparmi Fakultas Filsafat UGM pada tahun 1993 dengan
judul Ajaran Etika Menurut Serat Jamuskalimada.
Skripsi tersebut membahas etika yaitu persoalan dasar moral pada ajaran Samin yaitu
persoalan tanggung Jawab, kebebasan dan hati nurani.
c. Skripsi yang ditulis oleh Restu Trisnova pada tahun 2009 dengan judul Studi Komparasi
Saminisme dengan Jean Paul Sartre tentang Kebebasan (suatu tinjauan Filsafat Sosial).
Skripsi tersebut mengkomparasikan ajaran Saminime dengan kebebasan Jean Paul Sarte.
d. Tesis yang ditulis oleh Syahrul Kirom pada tahun 2011 dengan judul Ajaran Moral
Masyarakat Samin dalam Prespektif Etika : Relevansinya bagi Pengembangan Karakter
Bangsa.
Tesis ini membahas persolan dasar moral yaitu kebebasan, tanggung Jawab, dan hati
nurani kemudian di relevansikan untuk pengembangan karakter bangsa.
4. Manfaat yang dapat diharapkan
Penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi :
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini dapat memperkaya wacana dalam konsep teori etika normatif yang terdapat
dalam ajaran Samin. Penelitian ini juga memberikan pengetahuan tentang ajaran Samin dan
masyarakat Samin yang ada di Pulau Jawa.
2. Bagi Filsafat
6
Penelitian ini menambah khasanah keilmuan dan bidang Filsafat khususnya dalam kajian atas
teori etika yang terdapat dalam ajaran Samin Sursentiko. Penelitian ini juga diharapkan dapat
menambah minat untuk para peneliti melakukan penelitian tentang ajaran suatu suku
masyarkarat yang ada di Indonesia.
3. Bagi Masyarakat dan Bangsa
Peneliti mengharapkan penelitian ini mampu membuka dan menambah wawasan masyarakat
Indonesia mengenai filsafat yang dapat member pengaruh baik pada kehidupan masyarakat.
Penelitian ini memberikan refleksi filosofis tentang ajaran Samin Surosentika sehingga
masyarakat lebih bisa memahami ajaran Samin dan tidak terjadi penyalahan makna Samin itu
sendiri.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Mendeskripsikan ajaran Samin Surosentiko.
2. Mendeskripsikan teori-teori yang terdapat dalam etika normatif.
3. Menganalisis teori etika normatif yang terkandung dalam ajaran Samin
Surosentiko.
C. Tinjauan Pustaka
Salah satu ajaran lokal di pulau Jawa adalah Ajaran Samin. Ajaran Samin merupakan
sebuah identitas dari kelompok masyarakat yang menjadi pengikut Samin Surosentiko yang
bertempat tinggal di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ajaran ini masih tetap
dipertahankan oleh kelompok masyarakat Samin ditengah era modern. Kebudayaan dari
masyarakat Samin di Kabupaten Blora mulai dilestarikan kembali oleh pemerintah Kabupaten
7
Blora. Pengikut ajaran Samin Surosentiko menamakan diri Orang Samin atau “wong sikep” dan
ajarannya adalah Saminisme.
Kultur atau kebudayaan yaitu buah dari keadaban manusia, adab sifatnya keluhuran budi
maka buah–buah dari keluhuran budi itu lalu dinamakan budaya. Kultur atau kebudayaan itu
sifatnya bermacam–macam akan tetapi karena oleh karena semuanya adalah buah dari adab
maka semua kebudayaan atau kultur selalu bersifat tertib, indah, berfaedah, luhur, memberi rasa
damai, senang bahagia, dan sifat itu bisa terlihat dalam perikehidupan manusia yang sudah
beradab (Dewantara, 1994 : 23).
Kebudayan berarti segala yang berhubungan dengan budaya sedangkan budaya berasal
dari perkataan budi yang dengan singkat diartikan sebagai jiwa yang telah masak. Kebudayaan
timbul dari keinginan dan hasrat manusia untuk mencapai hidup yang serba senang, hidup lahir
dan batin. Kebudayaan ialah hasil perjuangan manusia di dalam ia melawan segala kekuatan
alam dan pengaruh-pengaruh zaman yang merintangi atau menghalang-halangi kemajuan,
kemajuan kearah hidup selamat dan bahagia (Dewantara, 1994: 73).
Kebudayaan mencakup segala perbuatan manusia seperti cara manusia menghayati kematian
dan kelahiran, membuat upacara–upacara untuk menyambut peristiwa itu, seksualitas, cara
mengolah makanan, sopan santun waktu makan, pertanian, perburuan, cara manusia membuat
alat- alat, bala pecah, pakaian, cara–cara untuk menghiasi rumah dan badannya termasuk
kesenian, ilmu pengetahuan dan agama (Peursen,1988: 11).
Kebudayaan yang terdapat di pulau Jawa sangat beragam, karena Pulau Jawa terdiri dari 6
Provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
8
Yogyakata. Provisnsi yang ada di Pulau Jawa memiliki beragam kebudayaan dan suku atau
kelompok masyarakat yang memiliki ajaran sendiri.
Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang tinggal di pulau Jawa. Masyarakat yang tidak
hanya menggunakan bahasa ibu bahasa Jawa tetapi semua masyarakat yang berada di pulau Jawa
seperti Jawa Barat, Banten dan Jakarta. Aspek antropologis melihat orang Jawa memang telah
lama ada. Ribuan tahun yang lalu ditemukan fosil–fosil di sekitar Bengawan Solo dan Jawa
Tengah. Fosil yang tertua Pithecantropus Erectus dan yang termuda disebut Homo Soloensis.
Fosil ini ditemukan diwilayah Jawa Tengah dapat diduga bahwa provinsi merupakan nenek
moyang orang Jawa. Jawa Tengah menjadi cikal bakal orang Jawa, karena secara aspek bahasa
dan budaya pun Jawa Tengah dan sekitarnya yang menjadi sumber utamanya (Endaswara, 2012:
1).
Karakteristik orang Jawa digambarkan dalam perwatakan dalam dunia wayang yang
merupakan dasar moral orang Jawa mengenai kehidupan. Wayang adalah pandangan moral
orang Jawa yang dijadikan sebagai pedoman bagi perilaku orang Jawa. Perwatakan orang Jawa
digambarkan dalam watak Kurawa dan Pandawa serta karakter orang luar yang membela
Kurawa dan Pandawa. Kurawa yang digambarkan sebagai perilaku yang jahat dan Pandawa
sebagai perilaku yang baik (Anderson,1996: 13-15).
Saminisme mempunyai kaidah dasar yang berupa pedoman hidup yang berbunyi : Sami–
sami, artinya sesama manusia harus bersikap dan bertindak „sama–sama‟, maksudnya adalah
sama-sama jujurnya, sama-sama adilnya, sama-sama saling menjaga, sama-sama saling
menolong sehingga tercipta masyarakat yang homogen dan guyub. Orang Samin menggunakan
istilah sedulur (saudara) untuk membahasakan diri sendiri kepada orang lain, siapa saja dalam
9
kondisi apa pun, ketika sudah masuk dalam komunitas dan bersedia mengamalkan ajaran Samin
maka menjadi saudara (Susilo, 2003: 48).
Ajaran Samin yang terwariskan sebenarnya adalah mencuatkan nilai–nilai kebenaran,
kesederhanaan, kebersamaan, keadilan dan kerja keras. Orang Samin menganggap semua orang
adalah saudara. Orang Samin memiliki kejujuran hati yang terimpulkan dalam bahasa Jawa yang
kental puteh–puteh, abang–abang (putih–putih, merah–merah) yang berarti jika benar dikatakan
benar dan jika salah dikatakan salah. Orang Samin adalah potret sebuah masyarakat yang
menjunjung luhur kejujuran, yang ada dihati itulah yang diucapkan, opo sing ono ndek ati, yo iku
sing bakal metu soko cangkem (apa yang ada dihati, ya itu yang akan keluat dari mulut)
(Winarno, 2003: 55-56).
Orang Samin memiliki suatu kontrol sosial yang dikembangkan dalam masyarakat Samin
yang bersumber pada hati nurani atau cenderung pada pengendalian yang sifatnya intern. Nilai–
nilai yang dikembangkan diantaranya ojo nglarani yen ora pingin dilarani (jangan menyakiti
jika tidak ingin disakiti), wong nandur bakal panen (siapa yang menanam bakal memetik
hasilnya), wong nyilih kudu mbalekno (orang pinjam wajib mengembalikan), wong kang utang
kudhu nyaur (orang yang berhutang harus membayar) (Pujileksono, 2003: 67).
Ajaran Samin muncul 1890. Samin Surosentika mulai mengembangkan ajaraannya di desa
Klopo Dhuwur Blora, yang kemudian orang – orang desa disekitarnya mulai datang berguru
kepada Samin Surosentiko. Tahun 1903 Residen Rembang melaporkan bahwa ada 772 orang
yang tersebar di 34 desa mulai mengembangakan ajarannya (Hutomo, 1996: 14 ). Masyarakat
Samin dikelompokan dalam dua kategori, yaitu Samin Singkep dan Samin Sangkah. Samin
Singkep dikategorikan sebagai komunitas yang halus tutur katanya, sedangkan Samin Sangkah
10
memiliki sifat relatif kasar, mudah marah dan jika berkomunikasi harus menggunakan bahasa
yang jelas (Pujileksono, 2003: 65).
Prinsip ajaran–ajaran Samin Surosentiko itu, pada hakikatnya menyangkut tentang nilai–
nilai kehidupan manusia. Ajaran–ajaran itu digunakan sebagai pedoman bersikap dan
tingkah laku atau perbuatan–perbuatan manusia, khususnya orang–orang Samin agar
selalu hidup dengan baik dan jujur untuk anak keturunan kelak. Ajaran–ajaran itu pada
intinya yang hingga kini masih diugemi atau dilakukan, seperti : “Aja drengki srei,
dahwen, kemeren, tukar padu,bedog colong, begal kace aja dilakoni, apa maneh kutil
jupuk, nemu wae emoh”(Jangan berbuat jahat, iri hati, bertengkar mulut, merampok,
mencuri dan menjambret, menemukan barang di jalan yang bukan miliknya tidak mau)
(Mumfangati, 2007 : 30)
Ajaran Samin yang disebarkan oleh Samin Surosentika adalah sebuah konsep penolakan
terhadap budaya kolonial Belanda dan penolakan terhadap kapitalisme yang muncul pada masa
penjajahan Belanda abad XIX di Indonesia sebagai gerakan yang cukup besar Saminisme
tumbuh sebagai perjuangan melawan kesewenangan Belanda yang merampas tanah–tanah dan
digunakan untuk perluasan hutan jati. Ajaran Samin muncul dari reaksi terhadap pemerintahan
kolonial Belanda. Perlawanannya dilakukan dengan tidak dengan cara fisik tetapi dengan
menentang peraturan dan kewajiban yang harus dilakukan rakyat terhadap Belanda (Setiono
2011: 49). Masyarakat Samin memiliki empat hal pokok yang menjadi penolakan terhadap
pemerintah Belanda. Empat pokok hal tersebut adalah penolakan membayar pajak, penolakan
memperbaiki jalan, penolakan jaga malam atau ronda, dan menolak kerja paksa (Susilo, 2003:
51).
Masyarakat Samin memiliki ciri utama pemberontakan yaitu perlawanan tanpa kekerasan
yang dilakukan secara kemasyaratan. Penguasa tidak memberi reaksi terhadap pemberontakan
tanpa kekerasan karena tidak dianggap sebagai pemberontakan. Samin Surosentiko mengajarkan
gerakan pemborantakan tanpa kekerasan yang dilakukan secara kemasyarakatan, dengan
11
pemberontakan yang dilakukan berkelompok membuat pengusa memberikan reaksi terhadap
pemberontakan tersebut (Widiyanto, 1983: 65).
Ajaran Samin Surosentiko dihayati oleh setiap orang Samin, memberikan tuntunan dan
membimbing manusia untuk berbuat baik dan jujur, tidak boleh panjang tangan,
membenci kepada sesama, dan menyakiti hati orang lain. Mereka percaya dengan
melakukan ajaran Samin akan terlepas dari “hukum karma”. Siapa yang melanggar akan
mendapat hukuman sesuai dengan perbuatannya (Setiono, 2011: 50).
Pujileksono dalam Mumfangati Kontrol sosial yang dikembangkan dalam masyarakat Samin
bersumber pada hati nurani atau cenderung pada pengendalian yang bersifat intern. Nilai-nilai
yang dikembangkan antara lain jangan menyakiti orang jika tidak ingin disakiti, siapa yang
menanam akan memetik hasilnya, orang yang meminjam wajib mengembalikan, orang yang
berhutang harus mengembalikan (Mumfangati, 2007 : 60)
Geger Samin yang terjadi sebenarnya bukan saja disebabkan faktor ekonomi semata tetapi
juga oleh faktor-faktor lain. Pergerakan Samin adalah pemberontakan melawan penjajah Belanda
didasarkan pada kebudayaan Jawa yang religius. Dengan begitu ajaran Samin bukanlah ajaran
yang pesimistis tetapi ajaran yang penuh kreativitas dan keberanian (Susilo, 1991 : 55)
Ajaran Samin terdapat dalam tulisan yang berupa kitab yang terdiri dari lima serat, semua
serat itu diperoleh Samin Surosentiko melalui perilaku semedi. Samin Surosentiko menerima
wangsit untuk mengambil buku–buku atau kitab kuno yang ternyata ditemukan di sekitar tempat
semedinya. Buku itulah yang dinamakan Kalimasada. Buku itu juga pernah dimiliki oleh Prabu
Puntodewo. Buku inilah yang menjadi pegangan masyarakat Samin. Ajaran Samin dapat
diuraikan ke dalam beberapa ajaran khusus yaitu ajaran kebatinan, ajaran hukum dan ajaran
politik (Fatturohman, 2003 : 21).
12
Warga Samin pada tahun itu mengalami buta aksara Jawa sehingga Samin Surosentika
mengajari mereka dengan cara lisan yaitu ceramah di lapangan atau di rumah dengan
mengajarkan hal-hal yang pokok. Ajaran pokoknya yaitu :
1. Agama iku gaman, Adam pengucape, man gaman lanang. (Agama Adam merupakan
senjata hidup)
2. Aja drengki srei, tukar padu, dahpen kemeren. Aja kutil jumput, bedhog–colong. ( Jangan
mengganggu orang, jangan suka bertengkar, jangan iri hati, jangan suka mengambil
barang milik orang lain tanpa seijin pemiliknya.
3. Sabar lan trokal empun gantos jrengkisrei empun ngantos riya sapada empun nganti
pek–pinek kutil jumput bedhog colong. Napa malih milik barang, nemu barang teng
dalan mawon kula simpangi ( Berbuatlah sabar dan trikal, janganlah mengganggu orang,
janganlah takabur pada sesame orang, janganlah mengambil barang milik orang lain
tanpa seijin pemiliknya. Apalagi mencuri, apalagi mengambil barang, sedangkan
menjumpai barang tercecerdi jalan itupun dijahui).
4. Wong urip kudu ngerti ing uripe, sebab urip siji digawe salawase. (Manusia hidup di
dunia haruslah memahami kehidupannya, sebab hidup (sukma , roh) itu hanya sebuah dan
dia pun abadi selamanya).
5. Wong enom mati uripe titip sang urip. Bayi uda nangis nger niku sukma ketemu raga.
Dadi mulane wong niku boten mati. Nek ninggal sandhangan niku nggih. Kedah sabar
lan trokal sing diaran turun temurun. Dadi ora mati nanging kumpul sing urip. Apik
wong salawase sepisan dai wong selawase dadi wong. (Bila ada anak muda meninggal,
maka hidup (sukma, roh ) –nya dititipkan pada sukma (roh) yang hidup. Sewaktu bayi
lahir telanjang dan mengeluarkan suara nger hal itu suatu petanda bahwa sukma bertemu
13
dengan tubuhnya. Oleh karena itulah sukma (roh) orang itu tidak meninggal. Yang jelas
adalah dia menanggalkan pakaiannya. Manusia hidup haruslah mengejar kesabaran dan
tawakal terus menerus. Jadi sukma (roh) itu tidak mati, melainkan berkumpul dengan
sukma (roh) lain–lainnya yang masih hidup. Sekali orang berbuat kebaikan selamanya dia
akan menjadi orang baik).
6. Dhek jaman Landa niku njaluk pajek boten trima sak legane nggih boten diwehi. Bebas
boten seneng. Ndadani rattan nggih bebas. Gak gelem wis dibebasake. Kenek jagaya
orang nyang. Jaga omahe dhewe. Nyengkah ing Negara telung tahun dikenek kerja
paksa. (Pada jaman pemerintah Kolonial belanda pembayaran pajak bukan didasarkan
pada sukarela, tapi atas dasar paksaan (ditentukan besarnya), sehingga orang–orang
Samin tak mau membayarnya. Mereka tak senang. Memperbaiki jalan juga tak mau.
Mereka juga tak senang. Perintah ronda malam juga ditolaknya. Lebih baik menjaga
rumahnya sendiri. Berselisih pendapat dengan pemerintah Kolonial Belanda dikenai kerja
paksa).
7. Pangucap saka lima bundhelane ana pitu lan pengucapane saka sanga bundhelane ana
pitu. (Dalam berbicara kita harus menjaga mulut, hal ini diibaratkan bagai orang
berbicara dan angka lima yang berhenti pada angka tujuh dan dari angka Sembilan
berhenti pada angka tujuh juga. Angka tujuh memegang peranan penting untuk pegangan
sebab angka ini terletak ditengah–tengah antara angka lima dan sembilan).
8. Wit jeng nabi kula lanang damel kula rabi tata jeneng wedok pengaran Sukini kukuh
dhamen janji buk bikah mpun kula lakoni. (Sejak Nabi Adam pekerjaan saya memang
kawin. Kali ini mengawini seorang perempuan bernama Sukini. Saya berjanji setia
padanya. Hidup Bersama telah kami jalani berdua).
14
9. Turun, pangaran, sedulur lanang, sedulur wedok salin sandangan. (Turun, istilah untuk
anak, pengaran istilah untuk nama orang, sedulur lanang artinya saudara laki – laki,
sedulur wedok artinya saudara perempuan, mereka yang sudah diakui sebagai sedulur
artinya mereka telah diakui sebagai warga seperguruan. Salin sandangan istilah untuk
kematian (Hutomo, 1996 : 17-19).
Muh Rosyid yang dalam Syahrul Kirom menjelaskan bahwa ajaran Samin sangat kental
dengan perilaku kejujuran. Masyarakat Samin memiliki prinsip “kudu weruh te‟e dewe, lugu,
mligi lan rukun”, artinya harus tahu barang yang dimilikinya, sanggup menepati janji, taat pada
aturan yang berupa prinsip beretika dan prinsip berinterksi, dan rukun yaitu menumbuhkan
semangat solidaritas antar sesama.
D. Landasan Teori
Etika secara etimologis berasal dari kata ethikos, ethos (adat, kebiasaan, praktek) (Bagus,
1996 ; 217) . Bertens membagi tiga pengertian etika yang pertama adalah etika dalam arti nilainilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah laku, yang kedua etika berarti kumpulan asas atau nilai moral dan yang ketiga
adalah etika berarti ilmu tentang yang baik atau yang buruk (Bertens, 1993 ; 6).
Etika dalam arti yang sebenarnya adalah filsafat mengenai bidang moral, etika merupakan
ilmu atau refleksi sistematik mengenai pendapat-pendapat, norma-norma, dan istilah moral.
Keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk
mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya (Magnis-Suseno, 2003 :
6).
15
Achmad Charis mengklasifikasikan definisi etika menjadi tiga jenis definisi, pertama yang
menekankan pada aspek historis. Etika dipandang sebagai cabang filsafat khusus membicarakan
tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia. Kedua, yang menekankan secara deskriptif
yaitu etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan masalah baik buruknya
perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Ketiga yang menekankan pada sifat dasar etika
sebagai ilmu yang normatif dan bercorak kefilafatan yaitu etika dipandang sebagai ilmu
pengetahuan yang bersifat normatif, evaluatif, yang hanya memberikan nilai baik dan buruk
terhadap perilaku manusia. Definisi etika ini digolongkan pembicaraan yang bersifat informatif,
direktif dan reflektif ( Zubair, 1990 : 17).
Etiket, etika dan moral dalam pembicaraan sehari-hari kerap dicampur aduk. Ketiga kata
tersebut memiliki hubungan tetapi pengertiaanya berbeda dan dapat saling berdiri sendiri. Etiket
berasal dari bahasa Prancis, etiquette. Etiket berkaitan dengan perilaku atau langkah-langkah
perbuatan, contohnya adalah perilaku pribadi. Etika adalah cabang ilmu filsafat yang membahas
ajaran dan pandangan-pandangan moral. Pemikiran tentang perilaku, ajaran, dan pandanganpandangan moral dalam etika dilakukan secara kritis, sistematis dan metodis. Moral berasal dari
bahasa Latin mores, yang berarti akhlak, tabiat, kelakuan, cara hidup, adat istiadat (yang baik).
Moral dipergunakan untuk menyebut baik buruknya manusia sebagai manusia dalam hal sikap
perilaku, tindak tanduk dan perbuatan (Mangunhardjana, 1997 : 157-158).
Grundlegung Kant dalam Tjahjadi Etika berurusan dengan hukum-hukum tindakan moral.
Hukum-hukum tindakan moral memiliki unsur a priori maupun unsur empiris. Hukum etika
berlaku atas kehendak manusia yang dipengaruhi oleh kesenderungan nafsu yang bisa diketahui
dalam pengalaman (Tjahjadi, 1991 : 46). Etika atau filsafat moral bertujuan untuk menerangkan
hakikat kebaikan dan kejahatan, hal ini menjadi penting karena manusia dikuasai oleh gagasan
16
benar, salah, baik dan jahat (Teichman, 1998 : 3). Moralitas adalah sesuatu yang dibutuhkan
manusia.
Manusia tidak dapat hidup tanpa adanya moralitas, jadi moralitas tidak perlu
ditanyakan dari mana datangnya. Manusia memegang dua prinsip dasar yang diyakini tentang
moralitas menJawab kebutuhan manusia. Prinsip dasar yang pertama adalah bahwa manusia
secara intrinsik berharga yakni kudus dalam arti religious ataupun sekuler atau keduanya. Prinsip
yang kedua bahwa manusia mempunyai hak-hak kodrati (Teichman, 1998 : 20).
Ajaran moral adalah ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, pathokanpathokan, kumpulan peraturan dan ketetapan, entah lisan atau tertulis, tentang bagaimana
manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sumbernya bisa
guru, orang tua, pemuka agama atau orang biijak (Widyawati, 2010 : 1)
Etika menggunakan tiga pendekatan untuk mempelajari tentang moralitas. Pendekatan etika
tersebut adalah etika deskriptif, etika normatif dan metaetika. Etika deskriptif melukiskan
tingkah laku moral dalam arti luas, seperti adat kebiasaan, anggapan tentang baik dan buruk,
tindakan yang diperbolehkan atau tidak. Etika deskriptif hanya melukiskan dan tidak memberi
penilaian. Etika normatif berbeda dengan etika deskriptif, etika deskriptif hanya melukiskan
tetapi etika normatif melibatkan diri dalam mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia.
Etika normatif tidak deskriptif melainkan preskriptif atau memerintahkan, menentukan benar
tidaknya tingkah laku atau anggapan moral. Etika normatif bertujuan merumuskan prinsipprinsip etis yang dapat dipertanggungJawabkan dengan cara rasional dan dapat digunakan
dalam praktek. Pendekatan metaetika untuk menunjukan bahwa yang dibahas bukanlah
moralitas secara langsung melainkan ucapan-ucapan dibidang moralitas. Metaetika terkadang
juga disebut etika analitis (Bertens,1993 : 17-19). Etika mendasarkan diri pada sifat hakiki
kesusilaannya. Manusia menjadikan norma-norma kesusilaan sebagai panutannya (Soemargono,
2002 : 10).
17
Etika berkaitan dengan refleksi kritis, untuk menjawab pertanyaan bagaimana manusia
harus bertindak dalam situasi yang kongkret menggunakan tiga teori etika. Tiga teori etika
tersebut yaitu Deontologi, teori
Teleologi dan etika Keutamaan. Menjawab pertanyaan
bagaimana harus bertindak berdasarkan teori Deontologi adalah dengan melakukan kewajiban
yang terungkap dalam norma dan nilai moral yang ada. Suatu tindakan dinilai baik atau buruk
berdasarkan itu sesuai dengan kewajiban tanpa mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut.
Etika Teleologi menJawab pertanyaan bagaimana harus bertindak adalah dengan melihat suatu
tujuan atau akibat dari suatu tindakan. Etika Teleologi lebih bersifat situasional dan subyektif.
Etika Keutamaan tidak mempersoalkan akibat ataupun kewajiban dari tindakan tersebut tetapi
lebih mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap orang (Keraf, 2010 : 21-36)
E. Metode Penelitian
1.
Bahan dan Materi Penelitian
Penelitian ini menggunakan studi pustaka. Data–data yang digunakan diambil dari studi pustaka
Pustaka yang digunakan:
a. Pustaka Primer
Bahan yang digunakan sebagai pustaka primer adalah buku–buku yang membahas
tentang ajaran Samin Surosentiko.
Beberapa diantaranya adalah
1) Hutomo, Suripan Sadi, 1996, Tradisi dari Bloramo. Semarang : Citra
Almamater.
18
2) Masmuh, Abdullah dkk, 2003, Agama Tradisional potret kearifan hidup
masyarakat Samin dan Tengger, Yogyakarta : LKIS.
3) Mumfangati, Titi dkk, 2007, Kearifan Lokal di lingkungan Masyarakat Samin
Kabupaten Blora. Yogyakarta : Kantor Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Blora Bekerjasama dengan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai
Tradisional Yogyakarta, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
b. Pustaka Sekunder
Pustaka sekunder yaitu bahan–bahan yang berkaitan dengan objek formal.
1). Bertens, Kees, 1993, Etika, Jakarta : Gramedia.
2) Keraf, Soni, 2010, Etika Lingkungan Hidup, Jakarta : Kompas.
2.
Jalan Penelitian
Jalannya penelitian akan dilaksanakan sebagai berikut :
a. Pengumpulan data : mengumpulkan data sumber pustaka yang berkaitan
dengan objek penelitian.
b. Pengolahan data : Pengklasifikasikan data yang diperoleh akan dipilah
berdasarkan tema pembahasan.
c. Analisis data : Menganalisis data yang telah diklasifikasikan dengan
menggunakan metode yang telah digunakan.
d. Penulisan hasil penelitian secara sistematis.
3.
Analisis data
19
Penelitian ini menggunakan unsur-unsur metodis yang merujuk pada buku Metodologi
Penelitan Filsafat
penulis menggunakan metode hermeneutika (Bakker dan Charis,1990; 41-
49) sebagai berikut :
a.
Interpretasi
Memahami secara mendalam ajaran Samin Surosentiko dengan penafsiran objektif untuk
menemukan makna filosofinya.
b.
Deskripsi
Mendeskripsikan ajaran Samin Surosentiko.
c.
Kesinambungan Historis
Garis perkembangan historis yang mungkin dapat ditemukan dalam jalan kebudayaan
seluruhnya, fenomena–fenomena khusus dan pandangan hidup yang mendasari.
d.
Refleksi
Merefleksikan seluruh hasil untuk memperoleh teori etika normatif dalam masyarakat Samin.
4.
Hasil yang telah dicapai
Hasil yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman yang
mendalam mengenai Teori Etika Normatif dan Ajaran Samin.
5.
Sistematika Penulisan
Hasil dari penelitian akan dituliskan dalam lima bab sebagai berikut :
20
Bab pertama Pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, keaslian penelitian,
manfaat dan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penulisan dan sistematika
penulisan yang digunakan.
Bab kedua Ruang Lingkup Etika berisi pengertian etika, perbedaan antara etika dan moral dan
etika normatif.
Bab ketiga Ajaran Samin Surosentiko berisi pemaparan ajaran–ajaran Samin Surosentiko yang
diajaran kepada masyarakat Samin.
Bab empat Teori Etika Normatif Yang Terkandung Dalam Ajaran Samin berisi nilai moral
dalam ajaran Samin, teori etika Deontologi ajaran Samin, teori etika Teleologi ajaran Samin,
teori etika Keutamaan ajaran Samin dan analisis kritis.
Bab Lima Penutup berisi kesimpulan dan saran.
Download