PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG KARAKTERISTIK GURU BIMBINGAN KONSELING BUDDHIS TERHADAP PENYELESAIAN MASALAH AKADEMIS DI SMA PERGURUAN BUDDHI TANGERANG ARTIKEL OLEH Yeny Tusmiati Disusun sebagai Tugas Akhir Di Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya Tangerang – Banten Jurusan Dharmacarya 2014 ABSTRACT Tusmiati , Yeny . , 2013. Characteristics Influence Perceptions About Student Counseling Buddhist Teachers To Solving Problems Learning at College High School Buddhi Tangerang Thesis . Dharmacarya majors . High School State Buddhist Srivijaya Tangerang Banten . Supervisor I Dody Herwidanto , S.Ag. , M.A. and Supervisor II Dr . Yuriani. Keywords : Perception of student , teacher characteristics Counseling , and learning problems . Issues raised in this research is how to influence students' perceptions about the characteristics of Buddhist counseling teacher to academic problems in high school completion Buddhi University Tangerang . The purpose of this study was to determine and describe the influence students' perceptions about the characteristics of Buddhist counseling teacher so it can be used as an attempt to solve academic problems in high school Buddhi University Tangerang . To achieve the objectives of the study , the authors use quantitative research methods Ex Post Facto . This method is used because the research conducted after the change in the independent variable for the development of an event occurring naturally without treatment . This research was conducted at University High School Buddhi Jalan Imam Bonjol Karawaci Tangerang Banten 41 . The results of this study indicate that there are significant between students' perceptions about the characteristics of teacher guidance counseling and academic problems in high school completion Buddhi University of 4.3 % . Students who have a positive perception of Guidance and Counselling teachers are reluctant to tell the problem is not primarily an academic problem and vice versa . Therefore, teachers should pay attention to the characteristics of guidance counseling in accordance with the expectations of the students to facilitate the achievement of counseling services in schools . Based on these results the authors concluded that there are significant between students' perceptions of academic problems in high school completion Buddhi University of 4.3 % . With the influence of such teachers must ability the Buddhist Counseling counseling strategies to use Buddha's teachings ( Dharma ) as guidelines. Finally, the authors suggest that as a Buddhist teacher Counseling should be able to apply the Dhamma in conducting counseling and counseling services as well as the ability strategy that meets the characteristics in accordance with the expectations of students so that students feel comfortable in implementing counseling services . I. PENDAHULUAN Perkembangan globalisasi menuntut manusia untuk mempertahankan hidupnya. Ketersediaan lapangan kerja yang minim menyebabkan manusia harus dapat bersaing. Kompetisi membutuhkan individu sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas yang dapat diperoleh melalui pendidikan. SDM yang berkualitas mampu memberikan pemikiran yang inovatif untuk kemajuan bangsa. Pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya berhasil dalam meningkatkan SDM. Terbukti di Indonesia masih mengalami krisis pendidikan dengan hasil yang konsisten berada di peringkat bawah menurut beberapa riset internasional. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan Indonesia masih lemah dalam menciptakan individu yang memiliki SDM berkualitas. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini pendidikan di Indonesia belum terlaksana secara optimal. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengkaji secara serius masalah mendasar yang menyebabkan krisis pendidikan di Indonesia. Sekolah merupakan sarana menuntut ilmu untuk memberikan pendidikan sebagai upaya dalam meningkatkan SDM yang berkualitas. Pendidikan di sekolah diperoleh melalui proses pembelajaran yang kondusif. Pendidikan memerlukan dukungan dari berbagai pihak, diantaranya masyarakat, guru, siswa, dan pemerintah. Dalam setiap proses pembelajaran terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Faktor eksternal menjadi salah satu penyebab permasalahan yang berkaitan dengan psikologi siswa. Lingkungan memiliki dampak negatif terhadap moralitas pelajar. Hal buruk yang terdapat di lingkungan dapat membawa anak terjerumus dalam hal negatif seperti seks bebas dan narkoba. Sebagai upaya mengatasi hambatan pencapaian tujuan pembelajaran di sekolah harus ada guru yang khusus menangani masalah siswa yaitu guru bimbingan konseling. Pelayanan bimbingan konseling yang dilakukan oleh guru Buddhis memiliki perbedaan tujuan dengan guru nonBuddhis. Pelayanan konseling oleh guru nonBuddhis bertujuan untuk membantu siswa mengatasi masalah. Pelayanan konseling oleh guru Buddhis bertujuan agar siswa memiliki daya tahan batin sehingga dapat menghadapi segala permasalahan yang dihadapi. Guru bimbingan konseling Buddhis memiliki peran penting dalam perubahan tingkah laku dan pola pikir siswa. Oleh karena itu, sebagai guru bimbingan konseling Buddhis harus memahami ajaran Sang Buddha untuk dijadikan sebagai pedoman dalam memberikan layanan bimbingan konseling. Keberhasilan proses pelayanan konseling dipengaruhi oleh persepsi siswa terhadap guru bimbingan konseling. Apabila siswa memiliki persepsi negatif maka akan malas untuk konsultasi dengan guru bimbingan konseling. Bimbingan konseling tidak hanya dilakukan pada pendidikan saat ini, namun sudah dilaksanakan pada zaman Sang Buddha masih hidup, seperti kisah Kala yang tidak bersedia mendalami Dhamma mendapatkan bimbingan dari ayahnya melalui motivasi akan diberikan seribu keping emas. Kala menjadi tertarik untuk belajar Dhamma sehingga rajin dan tekun pergi ke vihara. Bimbingan yang dilakukan dengan rutin membentuk perilaku Kala menjadi anak yang berbakti dan penyandang dana utama bagi persamuhan bhikkhu. II. PEMBAHASAN A. Karakteristik Siswa 1. Pengertian Siswa Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia :1322, “siswa adalah murid terutama pada tingkat sekolah dasar dan menengah. “Kesiswaan adalah perihal atau keadaan siswa. Siswa merupakan individu yang membutuhkan bimbingan dari guru dalam prosesnya menuju perkembangan moralitas maupun perkembangan pola pikir. Siswa yang mendapatkan pelayanan konseling memiliki karakteristik atau keunikan yang berbeda menurut Hartono dan Boy Soedarmaji (2012: 77) yaitu: keunikan kebutuhan, kepribadian, inteligensi, bakat, motif dan motivasi, minat, perhatian, sikap, kebiasaan. 2. Gaya Kepribadian Siswa Permasalahan yang sering ditemui oleh guru dalam pembelajaran adalah gaya belajar siswa yang berbeda sehingga menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Dengan demikian seorang guru harus mengetahui kepribadian masing-masing siswa agar dapat menentukan strategi belajar yang sesuai sehingga mempermudah tercapainya tujuan pembelajaran. Menurut Don Fleming dan Mark Ritts (2007: 111) seorang anak mempunyai beberapa gaya kepribadian yaitu: anak yang reaktif, pemurung, keras kepala, sensitif, aktif, khawatir, menyenangkan. Dalam sabda Sang Buddha yang berkaitan dengan perilaku siswa Sekha Sutta disebutkan bahwa: Seorang siswa mulia memiliki moralitas, menjaga pintu-pintu kemampuan inderanya, madya di dalam makan, dan membaktikan diri pada keadaan terjaga, dia memiliki tujuh sifat yang baik dan dia adalah orang yang tanpa kesulitan, kesukaran (Bhikkhu Nanamoli dan Bhikkhu Bodhi, 2006: 957). Dari sabda Sang Buddha di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang berlatih mengendalikan diri dalam ucapan, pikiran, dan perbuatan dapat terhindar dari perbuatan jahat yang dapat menjerumuskan dalam kesengsaraan. Pada intinya perbuatan yang baik akan mendapatkan hasil yang baik demikian pula sebaliknya perbuatan jahat akan mendapatkan hasil yang buruk. 3. Permasalahan Akademis Siswa Pada tahapan perkembangan siswa yang memiliki karakteristik perilaku, siswa sekolah menengah berusia sekitar 12 sampai 19 tahun. Masa ini dikenal sebagai masa puber dan masa remaja. Masa puber merupakan suatu tahap dalam perkembangan di mana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapainya kemampuan reproduksi (Ridwan, 2008: 115). Perkembangan siswa tersebut membutuhkan pengawasan yang lebih tinggi dari berbagai pihak diantaranya orang tua, guru dan orang di sekitar lingkungannya. Terdapat beberapa bahaya psikologis pada masa puber diantaranya: konsep diri yang kurang baik dan prestasi rendah. Hanya sedikit anak yang melampaui masa puber tanpa mengembangkan konsep diri yang kurang menyenangkan. Konsep diri yang kurang baik disebabkan oleh pribadi dan lingkungan. Anak puber cenderung berperilaku antisosial sehingga mempengaruhi perlakuan orang lain terhadap dirinya. Perlakuan orang lain mempengaruhi konsep diri yang menimbulkan sikap negatif terhadap diri sendiri. B. Bimbingan Konseling 1. Pengertian Bimbingan Konseling Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku (Prayitno, 2001: 67). Dalam dunia pendidikan bimbingan dan konseling diterapkan untuk membantu siswa untuk mandiri dan mampu mengembangkan potensi diri dalam berbagai bidang sehingga memiliki berbagai keterampilan yang dapat bermanfaat untuk masa depan dan lingkungan sekitarnya seperti orang tua, guru dan teman. 2. Tujuan Bimbingan Konseling Bimbingan dan konseling bertujuan membantu siswa agar memiliki kompetensi untuk mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin dan menguasai nilai-nilai yang terkandung dalam tugas perkembangannya. Pengembangan potensi meliputi tiga tahap, yaitu: pemahaman dan kesadaran, sikap dan penerimaan, dan keterampilan atau tindakan melaksanakan tugas-tugas perkembangan (Suhesti, 2012: 7). Tahapan tersebut dapat berjalan dengan efektif apabila terjalin kerja sama yang baik antara orang tua, guru dan siswa sehingga mempermudah tercapainya tujuan pelayanan konseling . Secara rinci, tujuan bimbingan di sekolah membantu siswa mengatasi hambatan dalam belajar, karakter yang berbeda-beda, dan sosial dalam bermasyarakat. Pada dasarnya bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa dengan berbagai latar belakang keluarga, status ekonomi, dan karakteristik dalam mengembangkan diri. Siswa yang mampu mengembangkan diri dengan baik dapat mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapinya. 3. Faktor – faktor yang Diperlukan dalam Bimbingan dan Konseling Buddhis Tujuan pelayanan konseling dapat tercapai dengan baik apabila didukung oleh berbagai pihak diantaranya: siswa, guru, teman, dan orang tua. Menurut Phongsawasdi (2007: 125), cara merawat seorang anak agar menjadi baik dan cerdas merupakan masalah besar yang tidak boleh dikesampingkan dan setiap orang tua harus mempelajari caranya dengan baik. Selain itu, dalam mendidik seorang anak agar menjadi cerdas dan baik, orang tua harus melaksanakan kewajiban dengan baik yaitu: memiliki pengetahuan dalam mendidik dan meluangkan waktu untuk memberikan perhatian dan memotivasi agar anak memiliki semangat untuk belajar. 4. Fungsi Bimbingan Konseling Pelayanan bimbingan dan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling (Prayitno, 2001: 69). Fungsi-fungsi bimbingan konseling yaitu: fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan dan pengembangan, fungsi advokasi. Fungsi konseling di atas dilaksanakan melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan yang dapat mendukung bimbingan konseling untuk mencapai hasil yang yang ingin dicapai. Pelayanan bimbingan dan konseling harus dilaksanakan sesuai dengan fungsi masing-masing agar hasil yang dicapai dapat diidentifikasikan. 5. Syarat – syarat Guru Bimbingan Konseling Buddhis Guru bimbingan dan konseling harus memenuhi syarat agar dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik. Syarat guru bimbingan konseling diantaranya: memiliki pengetahuan yang cukup luas baik dari segi teori maupun praktik, dapat mengambil tindakan yang bijaksana, sehat jasmani dan psikisnya, mempunyai kecintaan terhadap pekerjaan dan siswa yang dihadapinya, mempunyai inisiatif yang baik, supel, ramah tamah, dan sopan santun dalam segala tindakannya, dan mempunyai sifat-sifat yang dapat menjalankan prinsip serta kode etik bimbingan konseling. Seorang guru bimbingan konseling di sekolah harus memiliki sikap efektif untuk dapat melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik. Sikap guru bimbingan konseling dapat mempengaruhi keengganan siswa untuk berkomunikasi. Misalnya, seorang guru bimbingan konseling memiliki kecerdasan IQ (Intellegence Quotion), EQ (Emotional Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient) yang tinggi namun berkepribadian kaku dan meremehkan orang lain maka siswa merasa enggan untuk melaksanakan komunikasi. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dari penelitian yang dilakukan berkenaan dengan peranan layanan bimbingan konseling. Penelitian yang dilakukan oleh Marantika, Ramliana Dani (2012) yang berjudul “Persepsi Siswa tentang Karakteristik Pribadi Guru Pembimbing dan Kontribusinya Terhadap Kecenderungan Pemanfaatan Layanan Bimbingan Konseling siswa kelas VIII SMP Negeri 20 Bandung tahun ajaran 2006/2007”. Kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu harapan siswa akan karakteristik guru pembimbing akan mempengaruhi pemanfaatan layanan bimbingan konseling yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Penelitian dengan judul “Peranan Persepsi Siswa tentang Karakteristik Guru Bimbingan Konseling Buddhis terhadap penyelesaian Masalah Akademis di SMA Perguruan Buddhi Tangerang” memiliki kontribusi dengan penelitian yang dilakukan oleh Risya, Resty Putri yang berjudul “Hubungan antara Karakteristik Guru Pembimbing dengan Pemanfaatan Layanan Bimbingan Konseling di SMP Negeri 5 Bandung”. Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan Risya, Resty Putri yaitu pemanfaatan layanan bimbingan konseling dipengaruhi oleh persepsi siswa terhadap karakteristik pribadi guru pembimbing sebanyak 38,44% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. HIPOTESIS Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “ada pengaruh persepsi siswa tentang karakteristik guru bimbingan konseling Buddhis terhadap penyelesaian masalah akademis di SMA Perguruan Buddhi”. Desain Penelitian Penelitian dengan judul “Persepsi Siswa tentang Karakteristik Guru Bimbingan Konseling terhadap Penyelesaian Masalah Pembelajaran di SMA Perguruan Buddhi” merupakan jenis penelitian kuantitatif yang menggunakan metode Ex Post Facto. Penelitian ini dilaksanakan dari Maret 2013 sampai dengan Juni 2013. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Perguruan Buddhi Jalan Imam Bonjol No.41 Karawaci Tangerang Banten. III. PENUTUP A. Simpulan Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh antara persepsi siswa terhadap penyelesaian masalah akademis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan diterima, artinya terdapat pengaruh antara persepsi siswa terhadap penyelesaian masalah akademis. Besarnya pengaruh persepsi siswa terhadap penyelesaian masalah akademis yaitu sebesar 0,043 atau 4,3% (kecil). Persepsi siswa memiliki pengaruh berlawanan terhadap penyelesaian masalah akademis siswa. Persepsi siswa akan diikuti perubahan banyak atau sedikitnya terselesaikanya masalah akademis. Pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) sebesar 4,3%, artinya persepsi siswa memiliki pengaruh yang kecil terhadap penyelesaian masalah akademis. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka disimpulkan sebagai berikut: a. Terdapat pengaruh antara persepsi siswa terhadap penyelesaian masalah akademis di SMA Perguruan Buddhi. b. Besarnya pengaruh persepsi siswa terhadap penyelesaian masalah akademis di SMA Perguruan Buddhi sebesar 4,3%. Persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan konseling Buddhis berpengaruh terhadap penyelesaian masalah akademis di SMA Perguruan Buddhi. Karakteristik guru bimbingan konseling Buddhis yang sesuai dengan harapan siswa mempengaruhi kelancaran tercapainya tujuan. Guru bimbingan konseling Buddhis harus menguasai strategi pelayanan konseling menggunakkan ajaran Sang Buddha (Dhamma) sebagai pedomannya. B. Implikasi Dari hasil kesimpulan di atas, diketahui terdapat pengaruh sebesar 4,3% dari persepsi siswa tentang karakteristik guru Bimbingan Konseling Buddhis terhadap penyelesaian masalah akademis. Dengan kurangnya pengaruh yang signifikan memberikan konsekuensi tersendiri bagi guru Bimbingan Konseling, siswa, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) Perguruan Buddhi Tangerang. Adapun konsekuensi tersebut adalah sebagai berikut: a. Guru Bimbingan Konseling Dari hasil penelitian yang diketahui terdapat pengaruh yang kurang signifikan, maka guru Bimbingan Konseling harus memikirkan bagaimana strategi dan karakteristik yang sesuai dengan harapan siswa agar siswa merasa nyaman melaksanakan pelayanan konseling. b. Siswa Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka siswa dituntut untuk memiliki persepsi yang positif tentang karakteristik guru Bimbingan Konseling sehingga tidak ada keengganan untuk melaksanakan pelayanan konseling dan nilai akademisnya meningkat. c. SMA Perguruan Buddhi Berdasarkan hasil penelitian tersebut, SMA Perguruan Buddhi harus memperbaiki sistem pelayanan konseling sehingga masalah akademis siswa dapat teratasi dengan baik. C. Saran Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disarankan beberapa hal kepada: a. Kepala Sekolah Mampu menunjuk individu yang memenuhi karakteristik dan latar belakang pendidikan sebagai guru bimbingan konseling Buddhis di SMA Perguruan Buddhi. Pelayanan konseling bertujuan untuk merubah tingkah laku, pola pikir siswa, dan mengajarkan agar siswa memiliki daya tahan batin sehingga dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi. Dengan memilih individu yang tepat untuk dijadikan guru bimbingan konseling Buddhis akan mempengaruhi tercapainya tujuan pelayanan konseling. b. Guru Bimbingan Konseling Buddhis Dengan terbuktinya pengaruh yang sangat kecil dan tidak signifikan antara persepsi siswa terhadap penyelesaian masalah akademis di SMA Perguruan Buddhi maka diharapkan guru bimbingan konseling Buddhis agar lebih meningkatkan strategi untuk menyelesaikan masalah akademis dan memperhatikan karakteristik sebagai guru bimbingan konseling Buddhis yang sesuai harapan siswa sehingga siswa tidak enggan untuk meminta solusi dalam menyelesaikan permasalahan akademisnya. c. Siswa Dapat memiliki persepsi yang positif terhadap guru bimbingan konseling Buddhis untuk mengikis kemalasan untuk melaksanakan pelayanan permasalahan yang berpengaruh terhadap masalah akademis. konseling terhadap IV. DAFTAR PUSTAKA Bhikkhu Nanamoli & Bhikkhu Bodhi. 2006. Majjhima Nikaya The Middle Length Discourse of the Buddha. Klaten: Vihara Bodhivamsa dan wisma Dhammaguna. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. Fleming, Don & Ritts, Mark.2007.Mengatasi Prilaku Negatif Anak. Jogjakarta: Think. Hartono & Boy Soedarmadji. 2012. Psikologi Konseling. Jakarta: PT Kencana. Marantika, Ramliana Dani. 2012. Persepsi Siswa Tentang Karakteristik Pribadi Guru Pembimbing Dan Kontribusinya Terhadap Kecenderungan Pemanfaatan Layanan Bimbingan Konseling. Skripsi. Bandung. http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=13752 (diakses 19 Januari 2013). Phongsawasdi.2007.Kehangatan Keluarga. Tangerang: Yayasan Bunyaniti. Prayitno & Amti, Erman. 1994. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. Prayitno. 2001. Panduan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta. Risya, Resti Putri. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Guru Pembimbing Dengan Pemanfaatan Layanan Bimbingan Konseling. Skripsi. Bandung. http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=13752 (diakses 20 Januari 2013). Suhesti, Endang Ertiati. 2012. Bagaimana Konselor Sekolah Bersikap. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.