Anupubbikatha - STABN Sriwijaya

advertisement
ABSTRAK
Vega, Dania Primasti. 2013. Aplikas Praktik Kemajuan Batin (Anupubbikatha) dalam
Menjaga Keharmonisan Keluarga. Skripsi Jurusan Dharmacharya. Sekolah Tinggi
Agama Buddha Negeri SriwijayaTangerang Banten. Pembimbing I Gimin Edi
Susanto, BA (Hons). dan Pembimbing II Dr. Yuriani, M.Pd.
Kata kunci: praktik, kemajuanbatin, keharmonisan.
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai aplikasi praktik
kemajuan batin (Anupubbikatha) dalam menjaga keharmonisan keluarga. Berdasarkan faktafakta yang ada, masih banyak keluarga yang kurang memahami dan mengaplikasikan
praktik-praktik kemajuan batin (Anupubbikatha) dalam kehidupan berumahtangga, maka
penulis berusaha untuk mengangkat permasalahan ini sehingga mendapatkan hasil
penyelesaian masalah yang sesuai dengan ajaran Sang Buddha.
Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana cara mengaplikasikan
praktik-praktik kemajuan batin (Anupubbikatha) dalam menjaga keharmonisan keluarga.
Apabila di dalam keluarga tercipta sebuah hubungan batin yang erat, maka tidak ada lagi
perpecahan dan perselisihan di dalam keluarga dengan demikian maka tujuan utama
seseorang berkeluarga akan tercapai. Dengan terjaganya keharmonisan dalam keluarga,
diharapkan juga dapat menciptakan keharmonisan pada masyarakat, bangsa, dan negara.
Untuk mencapa itu tujuan penelitian tersebut, penulisan menggunakan metode yang
digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif-kualitatif
studi pustaka dengan membandingkan data-data atau fakta-fakta untuk menarik kesimpulan.
Adapun alas an menggunakan metode tersebut karena data yang dianalisis berupa teks,
sehingga penulis menggunakan analisis data kajian pustaka.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan praktik-praktik kemajuan batin
(Anupubbikatha) sangat penting untuk diterapkan dalam menciptakan keharmonisan dalam
rumah tangga. Apabila keharmonisan dalam rumah tangga kurang tercipta yang disebabkan
oleh anggota keluarga yang kurang memahami dan menerapkan praktik-praktik kemajuan
batin. Maka dengan menerapkan praktik-praktik kemajuan batin (Anupubbikatha) maka dapat
mewujudkan keharmonisan dalam rumah tangga.
Akhirnya penulis menyarankan agar para perumah tangga menerapkan praktik-praktik
kemajuan batin (Anupubbikatha) dalam menciptakan keharmonisan dalam keluarga, supaya
rumah tangga yang dibina dapat menjadi keluarga yang bahagia, rukun dan selalu harmonis.
PRAKTIK KEMAJUAN BATIN (ANUPUBBIKATHA) DALAM
MENJAGA KEHARMONISAN KELUARGA
Oleh: Dania Vega Primasti
PENDAHULUAN
Hidup berkeluarga adalah merupakan sebuah pilihan hidup seseorang, agama
apapunajarannya mengatur tentang konsep keluarga yang dibangun di atas dasar perkawinan.
Menjalani kehidupan rumah tangga tidaksemudah yang dibayangkan, tidak jarang terjadi
perselisihanyang menyebabkan tidak terciptnya keharmonisan dalam keluarga.Banyak
keluarga yang akhirnya bercerai akibat masalah yang dihadapi.Ada beberapa faktor yang bisa
membuat keluarga tersebut menjadi keluarga yang harmonis, yang pertama yaitu adanya
perhatian antar sesama anggota keluarga dan faktor kedua yang bisa mempengaruhi
keharmonisandalam keluarga yaitu pengenalan terhadap semua anggota keluarga. Dalam
ajaran agama Buddha terdapat empat faktor untuk mewujudkan keharmonisan keluarga
keyakinan (saddha), moral (sila), kemurahan hati (cagga), dan kebijaksanaan (panna) yang
sama dan seimbang. Keharmonisan dalam keluarga akan dapat terwujud dengan baik jika
anggota keluarga tersebut menjalankan praktik-praktik yang membawa kemajuan batin, di
dalam agama Buddha disebut dengan Praktik-praktik yang membawa kemajuan batin
(Anupubbikatha) berisi tentang kemurahan hati (Dana-katha), kemoralan (Sila-katha),
kebahagian di alam-alam dewa (Sagga-katha), bahaya di dalam kenikmatan kesenangan
indera (Kamadinava-katha), dan faedah peninggalan terhadap kesenangan indera
(Naskramyanusamsa-katha).
PENGERTIAN KEHARMONISAN KELUARGA
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002)
Keharmonisan keluarga adalah lingkungan yang di dalamnya terdapat hubungan yang
mana di dalamnya tercipta sebuah keadaan atau situasi yang selaras dan serasi.
2. Basri (2000)
Keharmonisan keluarga adalah keluarga yang rukun bahagia, tertib, disiplin, saling
menghargai, penuh maaf, tolong menolong dalam kebajikan, memiliki etos kerja yang
baik,bertetangga dengan saling menghormati, taat mengerjakan ibadah, berbakti pada yang
lebih tua, mencintai ilmu pengetahuan, dan memanfaatkan waktuluang dengan hal yang
positif dan mampu memenuhi dasar keluarga.
3. Dlori (2005)
Keharmonisan keluarga adalah bentukhubungan yang dipenuhi oleh cinta dari kasih,
karena kedua hal tersebut adalah tali pengikat keharmonisan
4. Virya (2009)
Keharmonisan keluarga merupakan keluarga yang didalamnya tercipta suasana rasa
tanggung jawab, saling mencintai,dan saling menghargai sesama anggota keluarga
Dapat disimpulkan bahwa keharmonisan keluarga adalah:
Keharmonisan keluarga adalah keadaan keluarga di mana para anggotanyamerasa bahagia,
saling mencintai dan saling menghormati serta dapatmengaktualisasikan diri sehingga
perkembangan anggota keluargaberkembang secara normal.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEHARMONISAN KELUARGA
1.
Usman (2007)
Menyatakan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi keharmonisan keluarga, yaitu
sebagai berikut:
a. faktor kepribadian,aspek terpenting dalam mewujudkan keharmonisan dalam keluarga
kemampuan dalam mengendalikan diri
b. Faktor kerangka keluarga, faktor ini lebih berkaitan dengan kebahagiaan masing-masing,
keterbukaanterhadap suatumasalah yang dialamiakanmenorong terciptanya keluarga yang
harmonis.
c. Faktor seks, kebahagian dalam keluarga akanterwujud apabila ada keseimbanganantar
kemampuan seks suami dan istri.
2.
Dhammananda
Keluarga harmonis atau keluarga bahagia adalah apabila dalamkehidupannya telah
memperlihatkan faktor-faktor berikut:
a.
Faktorkesejahteraan jiwa, yaitu rendahnya frekuensi pertengkarandi rumah, saling
mengasihi, saling membutuhkan, salingtolong-menolong antarsesama keluarga, kepuasan
dalam pekerjaan danpelajaran masing-masing dan sebagainya yang merupakan indikatorindikatordari adanya jiwa yang bahagia, sejahtera dan sehat.
b.
Faktor kesejahteraan fisik seperti anggota keluarga yang sakit, banyakpengeluaran untuk
kedokter, untuk obat-obatan, dan rumah sakit.
c.
Faktor perimbangan antara pengeluaran dan pendapatan keluarga(2008: 79).
3.
Virya (2009)
Menyatakan banyak faktor yang mempengaruhi keharmonisan atau kebahagiaan
keluarga antara lain, yaitu sebagai berikut:
a. Sikap Hidup yang Dimiliki Oleh Suami-istri.
Ada empat sikap hidup yang hendaknya dimiliki oleh suami-istri agar rumah tangga dapat
berlangsung dengan aman dan damai. Empat sikap hidup itu adalah kerelaan (Dana), batin
seimbang (Sammanttata), melakukan hal yang bermanfaat baginya (Atthacariya), dan ucapan
yang baik/halus (Piyavaca).
b. Kesamaan yang Dimiliki Suami-Istri
Kebahagiaan keluarga dapatterwujud apabila pasangan suami-istri memiliki empat hal
yang sama, yaitu memiliki keyakinan yang sama (sama saddha), kesamaan kemoralaan
(Samma-sila), kesamaan kedermawanan (Sama-caga), dan kesamaan kebijaksanaan (Samapanna).
CIRI-CIRI KELUARGA HARMONIS
Menurut Sudjarwo dijelaskan ciri-ciri keluarga harmonis yaitu:
a.
Ada pertemuan rutin
Sebuah keluarga butuh waktu khusus untuk bertemu, untuk mencurahkan segala
permasalahan atau pun hal-hal lain.Pertemuan rutin ini bisa di pagi hari saat sarapan atau
sekedar minum kopi, atau sepulang kerja dan malam hari saat semua anggota keluarga
berkumpul.
b.
Memiliki visi misi bersama
Dengan rencana ke depan yang jelas, masing-masing anggota keluarga akan teringat
dengan apa yang harus dikerjakan dan apa yang tidak perlu dikerjakan.Tujuan yang jelas
pun akan memberi arah pada kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh kepala keluarga
suami dan istri wajib mengingatkan bila ada tindakan-tindakan suami yang sekiranya
melenceng dari tujuan yang sudah ditetapkan.
c.
Setia pada pasangan
Kesetiaan adalah kesediaan pasangan untuk tetap menjalani perannya, meski keadaan
tidak sesuai harapannya.Misalnya, suami tiba-tiba bangkrut, kehilangan pekerjaan atau
masalah anak yang sangat berat.Setia menjadi syarat mutlak untuk menciptakan keluarga
harmonis.Bukan hanya laki-laki yang harus setia, tapi wanita juga dituntut untuk
setia.Setia pada peran dan tanggungjawab yang melekat padanya sebagai istri dan ibu
dari anaknya.
d.
Berkorban
Setiap tujuan hidup pasti menemui kendala, hambatan dan rintangan.Disinilah sebuah
pengorbanan dituntut.Berkorban untuk memberi lebih banyak waktu, perhatian, pikiran
atau pun materi.Apapun yang kita berikan pada anggota keluarga sebenarnya adalah
sebuah investasi di akhirat kelak, karena bila kita tulus memberinya, maka itu bisa
menjadi ladang amal buat kita.
e.
Memaafkan satu sama lain
Banyak pasangan sulit memaafkan pasangannya karena kekurangan ataupun kelemahankelemahan yang dimiliki pasangannya. Memaafkan akan memberi peluang untuk
memperbaiki keadaan dan meneruskan apa yang sudah menjadi kesepakatan bersama.
Dalam agama Buddha dijelaskan bahwa ciri-ciri keharmonisan keluarga dapat
terlihat dari pelaksanaan 4 macam kemurahan hati (Sanghavatthu 4) yang mana didalamnya
berisi tentang prinsip yang dapat menumbuhkan kebahagian bersama, yang terdiri dari:
a.
Kedermawanan (Dana)
Saling mencintai dan hidup bersama dalam sebuah keluarga membutuhkan
keseimbangan dalam bertanggung jawab. Oleh karena itu, pasangan suami istri harus dapat
saling berbagi rasa, misalya dengan cara menggabungkan segala sesuatu yang diperoleh
untuk dapat dirasakan bersama-sama, karenajika tidak saling berbagi rasa akan menimbulkan
perselisihan dan membuat suasana menjadi sunyi senyap.
b.
Berbicara dengan Lemah Lembut dan Sopan (Piyavaca)
Dalam membangun keluarga, pasang suami istri tidak akan pernah lepas dari
masalah walaupun masalah tersebut kecil, segala masalah yang sedang dihadapi harus bisa
diselesaikan dengan baik. Dalam menyelesaiakan sebuah masalah pasangan sumi istri harus
bisa menyampaikan pendapat mereka secara hati-hati, kerena jika dalam penyampain
menggunakan kata-kata yang kasar maka akan menciptakan ketidak nyamanan dalam sebuah
keluarga. Oleh sebab itu, pasang suami istri harus dapat menemukancara agar selalu
bisaberbicara dengan baik dan penuh dengan kelembutan.
c.
Perbuatan yang Bermanfaat (Atthacariya)
Pasangan suami istri harus dapat melakukan perbuatan yang bermanfaat, misalnya
dengan cara membahas barbagai hal-hal yang baik dan buruk berdasarkan Dhamma yang
telah mereka pelajari. Pasangan suami istri harus selalu meningkatkan pengetahuan Dhamma
dan berusaha untuk mempraktikkan bersama-sama. Hal yangumumnya terjadi, ketika suami
istri bertengkar basanya mereka saling melemparkan kesalahan, tetapi sedikitnya kesalahan
itu terletak pada kedua belah pihak karena mereka tidak mampu mencari cara yang tepat
untuk salling memperingatikan dan memberikan pasangannya melakukan kesalahan.
d.
Menempatkan Diri Sesuai Perannya(Samanattata)
Di dalam keluarga seorang suami harus dapat menempatkan dirinya sebagai kepala
keluarga yang baik da seorang istri harus dapat menempatkan diri sebagai ibu rumah tangga
yang baik.Masing-masing pasangan harus dapat menempatkan dirinya sesuai dengan tugas
dan kewajiban yang harus ditanggungnya, baik di dalam rumah ataupun di luar rumah.Tentu
saja, peran ini dapat berjalan dengan baik apabila pasangan suami istri dapat melatih diri
untuk bermeditasi agar hati dan pikiran dari pasangan suami istri tetap jernih dan bijaksana
HAK DAN KEWAJIBAN DALAM KELUARGA
1.
Hak dan Kewajiban Suami
Dalam Sigalaka sutta terdapat 5 kewajiban yang harus dilakukan seorang suami kepada
istri, yaitu:
a. menghormati istrinya
b. bersikap lemah lembut kepada istrinya
c. setia kepada istrinya
d. memberikan kekuasaan kepada istrinya
e. memberikan perhiasan kepada istrinya
Dalam Khuddaka Pattha bahwa seorang suami harus bersiap ramah kepada istrinya,
membentuk istrinya dalam segala bentuk pekerjaan, mengajak istrinya dalam upacara dan
pesta-pesta, mendorong istrinya melakukan perbuatan yang baik. (Bhikkhu Nanamoli, 2001:
35).
Jadi, seorang suami yang baik harus bisa menjaga dengan baik istrinya.Sudah
kewajiban suami untuk membahagiakan istrinya dengan cara memberikan kebutuhan
ekonomi yang cukup. Selain memenuhi kebutuhan ekonomi istri, suami yang baik adalah
suami yang bisa menjadi seorang guru, teman, dan sahabat yang baik buat istrinya. Hal
tersebut dilakukan suami untuk mencapai satu tujuan yaitu kebahagian, dan keharmonisan
dalam keluarga.
2.
Hak dan Kewajiban Istri
Dalam Sigalaka Sutta dijelaskan istri mencintai suaminya mempunyai kewajiban sebagai
berikut:
a. Melakukan semua tugas kewajiban dengan baik
b. Bersikap ramah kepada keluarga dai kedua belah pihak
c. Setia kepada suaminya
d. Menjaga dengan baik barang-barang yang dibawa oleh suaminya
e. Pandai dan rajin dalam melaksanakan semua pekerjaan (Walshe,2009:491).
Sang Buddha menjelaskan bahwa ada beberapa jenis istri, hal ini Sang Buddha
sampaikan salam kisah Sujata. Sujata adalah adik perempuan dari Maha Upasika Visakha,
yang menjadi menantu dari Maha Upasakan Anatapindika. Kepada Sujata inilah sang Buddha
berkhotbah mengenai tujuh jenis istri, yaitu:
1. Seorang istri yang menyusahkan (Vadhakabhariya)
2. Istri pencuri (Carabhariya)
3. Istri penguasa (Ayyabhariya)
4. Istri keibuaan (Matubhariya)
5. Istri saudara (Bhaginibhariya)
6. Istri sahabat (Sakhibhariya)
7. Istri yang melayani (Dasibhariya) (Bhikkhu Kusaladhamma, 250-252: 2009).
Dari ketujuh istri yang dijelaskan oleh Sang Buddha di atas, dapat dibedakan istri
yang terpuji dan istri yang tidak baik. Istri yang tdak baik ada tiga jenis yaitu istri yang
pertama, istri jenis kedua, dan istri jenis ketiga.Ketiga jeni istri tersebut tidak baik karena
mereka menjadi seorang istri yang selalu melakukan perbuatan yang tidak disenangi oleh
suami.Sedangkan, jenis istri yang terpuji ada empat, yaitu istri jenis keempata, istri jenis
kelima, istri jenis keenam, dan istri jenis ketujuh.
seorang istri yang baik adalah istri yang mengetahui dan menjalankan hak dan
kewajiban mereka sebagai seorang istri.Seorang istri harus bisa melayani suami dengan baik,
istri yang baik juga harus bisa menjaga dengan baik kepercayaan yang telah diberikan oleh
suami kepada dirinya.Hal yang paling penting yang harus dilaksanakan oleh istri agar selalu
tercipata sebuah keharmonisan dalam keluarga yaitu dengan selalu menjaga sikap dan
tingkah laku sebagai seorang istri baik kepada suami maupun kepada keluarga besar dari
kedua belah pihak.
3.
Hak dan Kewajiban Orang Tua
Sesuai dengan Sigalaka Sutta, kedua orang tua mempunyai kewajiban terhadap
anaknya, sebagai berikut:
1. Mencegah anak berbuat jahat
2. Menganjurkan anak berbuat baik
3. Memberikan pendidikan profesional kepada anak
4. Mencarikan pasangan yang sesuai untuk anaknya
5. Menyerahkan harta warisan kepada anak pada saat yang tepat (Walshe, 2009:491).
Menurut Phongsawasdi dalam mendidik seorang anak agar menjadi cerdas dan baik,
orang tua harus melihat 2 faktor penting, yaitu memiliki pengetahuan dalam mendidik anak
agar menjadi orang yang baik dan cerdas dan meluangkan waktu dalam mengajarkan dan
melatih seorang anak menjadi orang yang baik dan cerdas (2007: 126).
Selain memberikan kecerdasan, dan mengajarkan hal-hal yang baik kepada anak,
salah satu kewajiban orang tua yang sangat penting yaitu mencarikan pasangan yang sesuai
untuk anak. Sesuai disini berhubungan dengan keyakinan (Saddha), artinya mempunyai
agama yang sama. Dalam agama Buddha dijelaskan bahwa dalam memilih seorang menantu
perempuan atau pun menantu laki-laki harus dilihat dari perilaku, sikap, dan keramah
tamahan mereka. Seperti di dalam Maha ManggalaSutta dikatakan bahwa:
“ Pedoman memilih menantu perempuan agar ia kelak menjadi isteri yang
membawa berkah adalah sebagai berikut, ia seorang perempuan dan ramah tamah,
usia sepadan, setia, baik hati dan subur (dapat melahirkan banyak anak),
memeiliki keyakinan, memiliki sila serta berasal dari keluarga baik-baik.
Sedangkan untuk memilih menantu laki-laki perlu dihindarkan laki-laki yang
hidung belang, pemabuk, penjudi dan pemboros (Bhikku Nanamoli, 2006: 453)”.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kewajiban orang tua kepada anaknya bukan hanya
sebatas membesarkan anaknya saja, tetapi orang tua yang baik harus mampu memberikan
pengetahuan, kemampuan, dan kebaikan kepada anaknya. Hal tersebut diberikan kepada
anaknya agar dapat menjadi modal dalam kepandaian dan kebaikkan yang dapat
menegarkan hati anak-anaknya di masa depan dalam dunia yang luas dengan perasaan
bangga.
4.
Hak dan Kewajiban Anak
Menurut agama Buddha kewajiban anak kepada orang tua terdapat dalam Sigalaka
Sutta, dijelaskan ada lima cara seorang anak memperlakukan orang tuanya, yaitu:
1. Dahulu aku telah dipelihara dan dibesarkan oleh mereka, sekarang aku akan
menyokong mereka
2. Aku akan melakukan tugas-tugas kewajibanku tehadap mereka
3. Aku akan menjaga baik-baik garis keturunan dari tradisi keluarga
4. Aku akan membuat diriku pantas untuk menerima
5. Aku akan mengurus persembahyangan kepada sanak keluarga yang telah
meninggal (Walshe,2009:37).
Melakukan tugas dan kewajiban tehadap orang tua adalah hal yang sangat penting
untuk dilaksanakan oleh anak atau menantu. Setiap anak atau menantu seharusnya mengerti
akan apa yang diharapkan dari mereka dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk
membahagiakan orang tua atau mertuanya. Mereka yang patuh pada Dhamma dan merawat
orang tuanya yang sedang menderita, kebaikkannya akan diperhatikan oleh para dewa, dan
para dewa tersebut akan datang untuk mengobati penyakitnya.
Menurut Dhammananda terdapattiga hak anak yang harus dilakukan oleh orang tua
yaitu memilihkan nama yang baik ketika lahir, memberi pendidikan agama, harus dinikahkan
jika telah dewasa (2008: 43). Selain mendapatkan hak sebagai seorang anak dari kedua orang
tuanya, anak yang baik mempunyai kewajiban yang harusdilaksanakan kepada orang tua
.Dalam kitab Itivuttaka dijelaskan tentang cinta dan penghormatan terhadap orang tua sangat
ditekenkan, Sang Buddha bersabda:
“ Para bhikkhu, keluarga-keluarga di mana orang tua dipuja oleh anak-anak mereka
dikatakan memiliki ‘brahma’ ,……’para dewa kuno’…….’para guru kerohanian
kuno’…..’mereka yang patuh diberi persembahan’; Mengapa? Karena orang tua telah
berbuat banyak untuk anak-anak mereka; memberinya hidup, menyesuinya dan
membesarkannya,
dan
membawanya
ke
dunia
ramai
”
(Bhikkhu
Jotidhammo,1996;109).
Seorang anak yang baik adalah anak yang bisa menjalankan dan melaksanakan
kewajiban mereka dengan baik. Anak yang bijaksana, bajik, mulia, dan tahu membalas budi
akan memperlakukan ibu dan ayah dengan baik. Seorang anak yang berbakti akan selalu
berhubungan dengan baik kepada kedua orang tuanya walaupun mereka telah menikah.
KEMAJUAN BATIN (ANUPUBBIKATHA)
Dalam Dhamma Vibhanga II kemajuan batin (Anupubbikhata) memiliki makna 5
macam hal yang harus dilaksankan atau dilakukan oleh seorang umat awam, 5 macam praktik
tersebut yaitu:
a. berdana, kemurahan hati (Dana-katha), tata susila
b. kemoralan ( Sila-katha)
c.
kebahagian dialam dewa atau surga (Svarga-katha)
d. bahaya dialam kesenangan indera (Kamadinava-katha)
e. faedah peninggalan terhadap kesenangan indera (Nekkhammanisamsa-katha)
(Patriarch dan Prince Vajirananavarorasa, Tanpa tahun:107).
Sang Buddha menggunakan lima macam hal di atas dalam mengajar para siswa awam
yang memiliki kemampuan untuk mencapai penerangan tetapi masih memerlukan sebuah
arahan yang memberikan kemajuan sebelum mereka mampu mengerti ajaran lebih maju.
Sehingga dapat disimpulkan pengertian dari kemajuan batin berarti lima hal yang akan
membawa seseorang mencapai sebuah kemajuan dalam kecerdasan, tingkah laku, dan cara
berpikir yang berhubungan langsung kepada diri dan jiwa. Kemajuan batin (Anupubbikhata)
memiliki pengertian cara dalam melaksanakan sebuah ajaran atau teori yang akan
mendatangkan kemajuan dalam hal kepandaian, kecerdasan dan tingkah laku dalam jiwa atau
hati seseorang.
ISI KEMAJUAN BATIN (ANUPUBBIKATHA)
1.
Berdana atau Kemurahan Hati (Dana-katha)
Untuk dapat menjadi seorang umat Buddha yang baik, seseorang harus memiliki sifatsifat luhur yang disebut dengan Sad Paramita, salah satunya yaitu Danaparamita.Menurut
Wahyono danaparamita adalah sifat luhur yang senantiasa mendorong seseorang untuk
beramal, berkorban untuk kepentingan orang lain, terutama orang yang menderita (2002:
122).Dengan
melakukan perbuataan baik seperti berdana maka seseorang telah melatih
mengembangkan sifat luhur yang ada didalam diri mereka, sehingga mereka akan selalu
berbuat baik dan membantu orang lain yang sedang menderita.
Berdana merupakan perbuatan jasa yang mudah dilakukandibandingkan dengan
perbutan jasayang lain. Berdanabukan berarti seseorang harus memberikan materi kepada
orang yangmembutuhkan, tetapi banyak macam hal yang dapat diberikan atau didanakan
kepada orang lain, misalnya ajaran Dhamma, tenaga, petunjuk, bimbingan, pembinaan, ideide yang bermanfaat dan lain-lain.
Menurut Herwidanto menjelaskan bahwa dalam berdana seseorang harus memiliki
kehendak (cetana) yang baik, ada tiga hal yang harus diperhatikan pada saat sesorang ingin
melakukan perbuatan berdana, yaitu:
1.
Kehendak saat berdana, sebelum memberikan dana kepada orang lain sebaiknya dana
telah dipersiapkan , direncanakan dengan pikiran yang baik dan hendaknya apa yang
akan didanakan diperoleh dengan cara-cara yang sesuai dengan Dhamma.
2.
Kehendak sewaktu berdana, pada saat memberikan atau menyerahkan dana harus
disertai dengan pikiran yang ikhlas, rela, dan penuh dengan kebahagian serta tanpa
ikatan.
3.
Kehendak setelah berdana, pada saat sesuadah meyerahkan dana sebaiknya pikiranpikiran baik pada saat berdana tetap dijaga dan dipelihara (2004:12).
Berdana merupakan salah satu cara yang sangat mudah untuk dilakukan oleh semua
orang, dengan selalu melakukan perbuatan berdana maka seseorang akan terbiasa membantu
orang lain. Dalam keluarga berdana memberikan dampak positif terhadap kebahagian dan
kehrmonisan keluarga, karena dengan sering meluangkan waktu untuk melakukan berdana
maka secara tidak langsung mereka telah mencitptakan sebuah kebiasaan baik dalam
keluarga. Selain itu, dengan berdana maka di dalam keluarga akan menciptakan sikap tolong
menolong yang tinggi.
2.
Kemoralan (Sila)
Menurut Wahyono moral (sila) merupakan salah satu bagian dari sifat-sifat luhur yang
ada didalam hati nuranisesorang yang senantiasa menderong orang untuk selalu berbuat baik
(2002: 123).Pelaksanaan sila meruakan suatu kebajikan moral, etika atau tata tertib dalam
menjalani kehidupan seseorang sebagai manusia sehingga mampu bertingkah laku secara
baik dan benar bagi diri sendiri, orang lai, bahkan bagi semua mahluk.
Sang Buddha menjelaskan tentang kebajikan dari melaksanakan moral (sila) dengan
baik, yaitu kebajikan moral adalah dasar, sebagai pendahuluan dan pembentuk dari semua
yang indah. Oleh karena itu, hendaklah orang menyempurnakan kebijakan moral (sila),
penjelasan Sang Buddha tersebut dengan jelas dikatakan bahwa kebajikan moral dapat
dianggap sebagai suatu dasar yang dapat membentuk semua hal yang positif dan baik dalam
kehidupan saat ini.
Moral (sila) yang baik merupakan salah satu faktor penting yang bisa membuat
keluarga menjadi harmonis, karena apabila didalam keluarga semua anggota selalu
menjalankan dan mempraktikkan kelima sila dalam kehidupan mereka maka kehidupan
keluarga akan merasa tenang. Ketenangan disini diperoleh karena mereka selalu melakukan
perbuatan baik. Selain memperoleh ketenangan Sang Buddha juga pernah bersabda bahwa
dengan memilii moral (sila) yang baik maka mereka akan memiliki harta kekayaan yang
banyak. Maka keharmonisan dalam keluarga bisa tercipta apabila semua anggota keluarga
memahami dan menjalankan sila dalam keidupan sehari-hari dengan baik.
Jadi dapat disimpulkan dalam pelaksanaan sila jika dilakukan dengan pikiran yang
sungguh-sungguh tentunya tindakan yang bermanfaat. Dengan melaksanakan sila tentunya
akan membawa manfaat bagi kehidupan sekarang maupun yang akan datang, khusunya bagi
pengembangan kebijaksanaan dan untuk melihat sesuatu sebagimana adanya. Karena itu,
sebagai umat Buddha yang baik sebaiknyamencoba dengan baik dan benar bahkan sesering
mungkin menjalankan lima tindakan mulia dan menjauhkan diri dari lima sila.
3.
Kebahagiaan Dialam-Alam Kedewaan (Sagga/Svarga)
Umat Buddha tidak pernah menyangkal adanya alam selain alam manusia, terutama
alam dewa. Alam-alam dewa dalam agama Buddha dikenal dengan
alam
kesenangan
(Surgawi), yang mana dialam tersebut penuh dengan kebahagian dan kesenangan. Dalam
kitab Dhamma Vibanga II menjelaskan ada enam alam dewa, mulai dariyang terendah
sampai
dengan
tingkat
yang
tertinggi,
yaitu
alam
terindah
dari
alam
surga
(catummaharajika), alam tiga puluh tiga dewa ( tavatimsa),alam tiga puluh tiga dewa (
tavatimsa), alam kenikmatan ( tusita), alam dewa yang menikmati ciptaannya (nimmanarati),
dan alam dewa yang mampu menyempurnakan ciptaan dari dewa-dewa lainnya (
paranimmitavasavatti).
Jadi dapat disimpulkan bahwa selain alam manusia yang memiliki ke senengan
indera terdapat juga 6 alam dewa yang masih diliputi dengan kesenangan indera, walaupun
ada perbedaan antara alam manusia dan alam dewa. Alam-alam dewa menikmati kesenangan
indera melalui pikiran mereka, sehingga apa pun yang mereka pikirkan akan terwujud.
Bahkan ada alam dewa yang mampu menyempurkan ciptaan dari dewa lain dan menikmati
ciptaan tersebut. Kemampuan yang dimiliki oeh mahluk-mahluk yang berada di alam-alam
tersebut dikarenakan pada masa kehidupan mereka sebelumnya mereka sering melakukan
perbuatan kebajikan seperti berdana.
4.
Bahaya-bahaya Di dalam Kenikmatan Kesenangan Indriawi (Kamadinava-katha)
Sebagai umat awam terutama perumah tangga, sangat wajar apa bila masih diliputi
oleh kesenangan-kesenangan indria. Banyak sekali keinginan atau kesenangan-kesenangan
inderiawi yang ingin di capai oleh seseorang, menurut Wuryanto terdapat empat macam
keinginan yang ingin dicapai oleh umat awam, yaitu:
1. Semoga saya menjadi kaya dan semoga kekayaanku terkumpul dengan cara yang
pantas
2. Semoga saya beserta anak keluarga dan kawan-kawan dapat mencapai
kedudukan sosial yang tinggi
3. Semoga saya selalu berhati-hati di dalam kehidupan ini, semoga saya dapat
berusia panjang
4. Apabila kehidupan dalam dunia ini telah berakhir semoga saya dapat dilahirkan
kembali di alam kebahagiaan (Sagga) (Tim Penyusun, 2003:71).
Objek-objek dari kesengan indria mempunyai suatu pengaruh yang mengikat
pikiran-pikiran manusia duniawi biasa, seperti kesenangan pada bentuk-bentuk yang dapat
dilihat membuat mereka lupa akan kebenaran mutlak dan selalu menggangap bahwa segala
sesuatu yang mereka lihat dan sentuh itu indah dan menyenangkan. Banyak sekali bahayabahaya yang disebabkan oleh kenikmatan dari kesenangan-kesenangan indria, seperti yang
dijelaskan bahwa kesenangan-kesenangan indria bila terlalu dinikmati akan mendatangkan
begitu banyak bahaya, anatara lain:
1. Kesadaran tertipu karena keindahan duniawi yang menyebabkan manusia berusaha
dengan keras, bekerja siang malam untuk memenuhi sesuatu yang dianggap indah yang
akhirnya menyebabkan mereka menjadi terlena dan melupakan tanggung jawab mereka
sebagai seorang manusia.
2. Kondisi batin menjadi tidak baik, hal ini di akibatkan karena mereka terlena dengan
kenikmatan dan kesenangan indria yang lihat, cium, rasakan, dan mereka sentuh.
3. Selalu terikat pada pemuasan nafsu, mereka yang menikmti kesenangan-kesenangan
indria secara berlebihan maka mereka akan terikat pada kesenangan tersebut dan akan
sangat sulit untuk melepaskannya.
4. Menimbulkan penderitaan, kesenangan-kesenangan indria yang dapat dilihat, dicium,
disentuh tidak selamanya abadi. Segala sesuatu yang berbentuk pasti akan lenyap, mereka
yang selalu terikat akan kesenangan indria dan tidak pernah menyadari akan hal tersebut,
maka pada saat mereka kehilangan apa yang mereka senangi menyebabkan mereka
akhirnya menderita karena selalu memikirkan hal-hal tersebut ( 2005:75-76).
Banyak sekali cara untuk menghindari kesenangan-kesenangan indri seperti
berlatih meditasi, dengan cara ini mungkin dapat mengurangi hal-hal yang dianggap tidak
baik, dengan bermediatasi secara baik dan benar, dengan kewaspadaan yang penuh sehingga
pikiran menjadi tenang dan terbebas dari kesenangan-kesenangan indria yang ditimbulkan
oleh panca indera.
5. Faedah-faedah Meninggalkan Kesenangan–kesenangan Indria (Nekkhammanisamsa)
Dalam praktik yang membawa kemjuan batin (Anupubbikhata) berisi kelima macam
praktik yang membawa kemajuan batin seseorang. Namun, diantara kelima praktik tersebut
hanya empat hal yang dapat dijalankan dan dirasakan manfaatnya oleh para umat peumah
tangga yaitu kemurahan hati, moral, kebahagiaan di alam-alam dewa, dan bahaya dialam
kesenangan indera. Sedangkan faedah-faedah peninggalan terhadap kesenagan-kesenangan
indera lebih tepat ditujukan untuk sesorang yang telah meninggalkan kesenangan indera atau
kedunawiaan yaitu samanera, samaneri, bhikkhu dan bhikkhuni.
Dalam agama Buddha menikah atau berkeluarga bukan sebuah kewajiban namun
sebuah pilihan hidup. Sehingga bagi mereka yang mengetahui akan kesulitan, masalah, dan
kecemasan yang akan mereka alami maka mereka akan memilih menjalani kehidupan
spiritual yakni menjadi orang suci. Seseorang yang ingin terlepas dari tekanan, dan
penderitaan maka mereka akan mencari jalan untuk melepaskan kedua hal tersebut.
MANFAAT MENJALANKAN PRAKTIK KEMAJUAN BATIN (ANUPUBBIKATHA)
Menurut Herwidanto beberapa pahala atau manfaat yang didapatkan oleh seseorang
yang melakukan perbuatan baik seperti berdana, yaitu:
1. Dengan berdana berarti kita telah melaksanakan suatu cara untuk mengurangi
sifat Lobha yang ada dalam diri kita.
2. Dengan berdana berarti kita berlatih melepaskan sesuatu milik kita dengan
wajar, sehingga jika pada suatu saat nanti kita harus atau terpaksa melepaskan
suatu milik kita sangat kita cintai, maka kita dapat melepaskannya dengan
wajar.
3. Dengan berdana berarti kita melatih diri kita agar tidak terlalu melekat pada
sesuatu.
4. Dengan berdana maka kita akan disenangi dan mempunyai banyak teman yang
kelak dapat menolong di saatkita sedang susah (Herwidanto, 2004: 13).
Selain manfaat dari berdana, dengan memiliki moral atau sila yag baik juga akan
membawa manfaat yang baik bagi orang yang dengan susungguh menjalankan moral (sila)
dengan baik. Dalam kitab Digha Nikaya II sang Buddha menjelaskan kepada para Bhikkhu
tentang manfaat dari menjalankan sila, yaitu jika seseorang Bhikkhu ingin dicintai dan
dihormati oleh sesama Bhikkhu, maka dia harus menjalankan sila (2009:69-70). Jadi apabila
seseorang ingin di hormati oleh orang lain cara yang sangat mudah yaitu dengan memiliki
sila yang baik maka setiap orang akan menghormati dengan sendirinya.
Dalam Mahaparinibbana Sutta sang Buddha berkata kepada para upasak upasika
tentang pahala atau manfaat dari menjalankan sila sebagai berikut:
1. Sila menyebabkan seseorang memiliki harta kekayaan yang banyak
2. Nama dan kemasyhurannya akan tersebar luas
3. Dia dapat menghadiri setiap pertemuan tanpa ketakutan atau keragu-raguan
karena dia menyadari bahwa dia tidak akan dicela atau didakwa orang banyak
4. Sewaktu meninggal bathinnya tentram dan
5. Akan terlahir dalam suatu tempat yang membawa kebahagiaan (2009: 208).
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu yang
terjadi pada diri kita, yang menimpa diri kita, sesungguhnya benar adanya.Menurut agama
Buddha semua yang terjadi di dunia ini termasuk kepada diri kita sendiri memang
mempunyai sebab-akibat atau keadaan yang menimbulkan hal tersebut terjadi. Sebenarnya,
manusia bertanggung jawab atas kebahagiannya maupunn penderitaan diri mereka, karena
mereka adalah majikan dan pewaris dari apa yang mereka perbuat pada masa lalu maupun
masa yang sekarang.
UPAYA MENJAGA KEHARMONISAN KELUARGA
Kerharmonisan dalam keluarga dapat berjalan dengan baik, maka antara suami istri
harus menanamkan sikap saling mangerti, komunikasi yang baik, bertanggung jawab, saling
menghormati, dan saling percaya. Jadi, upaya yang dapat dilakukan dalam mewujudkan
keluarga yang hermonis yaitu:
1. Saling Mengerti
Sikap saling mengerti adalah sikap dimana pasangan suami istri saling mengerti dan
memahami terhadap prilaku dan watak pribadi pasangannya. Selain mengerti dan memahami
akan watak pasangan, pengertian terhadap kesibukan atau pekerjaan pasangan harus juga
ditumbuhkan. Sehingga dengan terbina sikap saling mengerti maka tidak akan muncul
perselisihan dan kesalah pahaman antar pasangan.
2. komunikasi yang baik
Jalinan komunikasi yang baik dan lancar baik antara suami istri, dapat mendukung
terciptanya suasana yang harmonis di dalam keluarga. Komunikasi yang baik bisa berjalan
dengan lancar, apabila pasangan suami istri menyisihkan sedikit waktu untuk bercerita
tentang apa yang mereka alami. Sehingga dengan adanya pembicaraan tersebut maka akan
terjalin komunikasi yang baik, yang akan membawa hubungan antra suami istri dengan baik
dan tidak menimbulkan kecurigaan.
3.
Bertanggung Jawab
Di dalam menjalani kehidupan berkeluarga, tanggung jawab keluarga dipikul bersama
oleh suami istri. Dengan sama-sama saling memegang prinsip, yaitu untuk selalu
menjalankan tanggung jawab sesuai dengan tugasnya masing-masing. Dengan demikian
suami maupun istri tidak akan pernah merasa bahwa suami atau pun istri yang lebih berhak
menanggung semua masalah dalam keluarga.
4. Saling Setia
Kesetian adalah masalah yang penting, karena kesetian merupakan pilar utama dalam
yang menopang keutuhan sebuah keluarga. Kesetiaan perlu diimbangi dengan sikap jujur
yang tulus, sehingga setiap pasangan dengan setulus hati menjaga dan memelihara kesetiaan
sesuai dengan janji pernikahan. Kesetiaan dalam rumah tangga bisa tercipta dengan baik,
apabila antar pasangan selalu menyadari akan kesalahan yang telah diperbuat dan bertekakad
untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sikap memaafkan kesalahan pasangan juga
menjadi salah satu pendukung agar kesetiaan dalam perkawinan bisa selalu terjaga, karena
dengan memaafkan sama saja dengan memberikan kesempatan untuk mrmbangun kualitas
dirinya dan untuk memperbaiiki diri.
5.
Saling Percaya
Kejujuran merupakan landasan dari sikap saling percaya diantara pasangan suami
istri. Dalam kehidupan berumah tangga, berbohong tidak dibenarkan untuk dilakukan, karena
di antara pasangan suami istri seharusnya tidak ada rahasia. Untuk menjaga agar tidak ada
kebohongan dalam keluarga, maka sikap saling percaya sangatlah penting dalam menjaga
keharmonisan keluarga. agar bisa saling percaya maka masing-masing pasangan harus
menjaga perilakunya agar layak untuk dipercaya.
PENERAPAN PRAKTIK KEMAJUAN BATIN (ANUPUBBIKATHA) DALAM
MENCIPTAKAN KEHARMONISAN KELUARGA.
Keharmonisan dalam keluarga bisa tercipta apabila dalam setiap pasangan hidup
menerapkan dan menjalankan praktik-praktik kemajuan batin (Anupubbikhata). Praktik
kemajuan batin (Anupubbikhata) dapat dipergunakan untuk membina keharmonisan dalam
rumah tangga, ada beberapa hal yang harus diterapkan dalam rumah tangga, yaitu:
1.
Menanamkan Sikap Kerelaan ( Berdana)
Sikap kerelaan atau berdana merupaka konsep dasar dalam kehidupan ini. Dana
berupa materi maupun bukan materi akan mampu menghasilkan kedekatan batin. Reaksi ini
bersifat alami, seperti seorang anak yang lebih dekat dengan ibunya dari pada ayahnya.
Kedekatan batin ini timbul karena umumnya pengerbonan ibu kepada anaknya lebih besar
daripada seorang ayah. Oleh karena itu, kebahagian akan didapatkan dengan cara memberi
terlebih dahulu. Dengan demikian apabila ingin mendapatkan kehidupan yang bahagia,
mulailah dengan memberikan kebahagian kepada orang lain.
2. Menjalankan Moral (Sila)
Keluarga harmonis merupakan dambaan bagi setiap keluarga. Kondisi harmonis
dalam keluarga dapat tercipta apabila keluarga selalu berlandaskan dengan dhamma didalam
praktik kehidupan sehari-hari. Tentunya suatu keluarga harmonis akan tercipta berawal
dengan menerapkan kedisiplinan, dan mempraktikkan sila itu sendiri.
3.
Menjalankan Hak dan Kewajiban Sesuai Dengan Dhamma.
Keharmonisan keluarga tergambarkan dari bagaimana hubungan antara suami dan
istri. Sang Buddha menyatakan seorang suami mempunyai kewajiban untuk memperlakukan
istrinya dengan hormat, tidak merendahkannya, bersikap lembut, ramah-tamah, menyerahkan
kekuasaan rumah tangga kepadanya, memberikan perhiasan kepadanya. Demikian
sebaliknya, seorang istri mempunyai kewajiban untuk menjalankan kewajiban-kewajibannya
dengan baik; bersikap ramah-tamah kepada sanak keluarganya, menjaga kesetiaannya,
menjaga barang-barang yang diberikan oleh suaminya, serta pandai dan rajin dalam
melaksanakan segala tanggung jawabnya.
4. Belajar Mengendalikan Kesenangan-kesenangan Indra.
Bahaya di dalam kenikmatan kesenangan indra maksudnya adalah sebuah keluarga
baik dari pihak suami maupun istri hendaknya mengendalikan indra-indra. Dalam
pengembangan kepribadian yang lebih luhur, setiap anggota keluarga hendaknya juga
dilengkapi dengan kemoralan (sila) dalam kehidupannya untuk dapat menjaga ketertiban
serta keharmonisan dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Tingkah laku bermoral
adalah salah satu tonggak penyangga kebahagiaan keluarga yang selalu dianjurkan oleh Sang
Buddha.
5.
Memahami Faedah Peninggalan Terhadap Kesenangan Indriya (Nekkhammanisamsa
Katha).
Faedah peninggalan terhadap kesenangan indra yaitu dengan cara mengendalikan
indra sebuah keluarga akan tercipta nyaman, tanpa adanya rasa saling curiga satu sama
lainnya. Dengan kita menjaga keharmonisan dalam keluarga Buddhis ini, maka sama halnya
kita juga ikut menjaga dan melestarikan Dhamma yang luhur ini.
MENGAPLIKASIKAN
PRAKTIK
KEMAJUAN
BATIN
(ANUPUBBIKATHA)
DALAM MENJAGA KEHARMONISAN KELUARGA.
Keharmonisan keluarga merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh setiap
orang dalam berkeluarga. Namun dalam kenyatannya tidak semua keluarga dapat membentuk
keluarga mereka menjadi keluarga yang rukun, bahagia, dan harmonis. Banyak sekali
masalah yang datang yang memyebabkan keharmonisan di dalam keluarga sangat sulit
tercipta. Suatu kesalahan apabila salah satu anggota keluarga tidak pernah mau mengerti dan
memahami anggota keluarga yang lain.
Suami dan istri sebagai unsur pertama pembentuk keluarga, sehingga Sang Buddha
menguraikan tentang empat persyaratan yang sebaiknya dipenuhi untuk membina perkawinan
harmonis dan membentuk keluarga bahagia baik dalam kehidupan ini maupun sampai pada
kehidupan-kehidupan yang akan datang. sepasang suami istri ingin tetap bersama, baik dalam
kehidupan sekarang maupun kehidupan mendatang, dan keduanya mempunyai keyakinan
yang sama, kebajikan yang sama, kemurahan hati yang sama, dan kebijaksanaan yang sama,
mereka akan tetap bersama dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan mendatang.
Sila merupakan hal pertama yang harus dilaksanakan baik dalam kehidupan rumah
tangga maupun kehidupan seorang bhikkhu. Dengan mengetahui bahwa keinginan seperti api
yang berkobar. Setiap kejahatan yang diperbuat akan mendorong untuk mengulanginya lagi,
dan membuat keinginan semakin kuat. Oleh kerena itu sebagai langkah pertama, lebih dahulu
harus menghindarkan dari perbuatan yang tidak baik dan merugikan. Sang Buddha
menamakan hal itu “sila”.
Selain pelaksaksanaan sila di atas, terdapat lima macam praktik yang berguna bagi
kemajuan batin di dalam perumah tangga (anupubbikatha), yaitu;
1. Dana Katha merupakan berdana, kemurahan hati. Artinya sebuah keluarga harus
menanamkan sifat kemurahan hati. Tujuan dari berdana merupakan suatu hal untuk
mengurangi keserakahan dalam diri.
2. Sila Katha merupakan tata susila, kemoralan.
3. Sagga Katha merupakan kebahagian di alam-alam surga/dewa.
4. Kamadinawa Katha merupakan bahaya di dalam kenikmatan kesenangan indra. Artinya
sebuah keluarga baik dari pihak suami maupun istri hendaknya mengendalikan indraindra.
5. Nekkhammanisamsa Katha merupakan faedah peninggalan terhadap kesenangan indra.
Dengan mengendalikan indra sebuah keluarga akan tercipta nyaman, tanpa adanya rasa
saling curiga satu sama lainnya.
Jadi, sebagai satu anggota keluarga, hendaknya kita sering-sering berkumpul, sebagai
anggota keluarga yang kecil yaitu, ibu, ayah dan anak maupun sebagai anggota keluarga yang
besar, keluarga Buddhis untuk bersama-sama menjalankan kewajibannya masing-masing
sehingga keharmonisan dalam keluarga tercipta. Dengan kita menjaga keharmonisan dalam
keluarga Buddhis ini, maka sama halnya kita juga ikut menjaga dan melestarikan Dhamma
yang luhur ini.
Demikian sekelumit artikel mengenai Praktik Kemajuan Batin (Anupubbikhata)
dalam Menjaga Keharmonisan Keluarga ini di buat. Semoga dapat diresapi dan bermanfaat
bagi semua orang yang membaca. Perlu diketahui bahwa merubah dan memindahkan gunung
dan lautan masih dikatakan mudah, tetapi merubah dan menyatukan banyak karakter dalam
satu hubungan perkawinan adalah sangat sulit dan susah. Oleh karena itu untuk
merealisasikan perjuangan dalam menciptakan keharmonisan dalam keluarga, maka setiap
umat Buddha dituntut harus mempunyai modal dasar yaitu keteladanan, kemampuan,
pengabdiaan, dan juga sifat-sifat kesabaran, semangat serta tekad untuk menata dan
menciptakan keluarga yang harmonis dan berbahagia.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Hasan. 1996. Merawat Cinta Kasih. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Boddhi, Bhikkhu. 2005. Mengapa Berdana (Petunjuk untuk Berdana dengan Pengertian
Benar). Denpasar: Paramita.
______________. 2007. Itivuttaka. Terjemahan oleh Wena Cintiawati & Lanny Anggawati.
2007. Bandung: Lembaga Anagarini Indonesia.
______________. 2007. Samyutta Nikaya Kitab Suci Agama Buddha, vols I-V. Terjemahan
oleh Wena Cintiawati & Lanny Anggawati. 2007. Klaten. Vihara Bodhivamsa Wisma
Dhammaguna.
Dharmananda, S. 2008 Rumah Tangga Bahagia. Yogyakarta: In Sight.
____________. 2010: Keyakinan Buddha Dhamma. Jakarta:Yayasan Penerbit Karaniya/
Dlori, Muhammad M. 2005.Dicintai Suami (Istri) Sampai Mati. Jogjakarta: Katahati.
Herwidanto, D. 2004: Pokok-pokok Dasar Buddha Dhamma. Bogor : Dhamma Studi Group
Cibinong.
Ibid. 2012. Ciri-ciri Keluarga Harmonis. wong2 ndeso.multiply . Ciri-ciri keluarga harmonis
com /journal /item/88 (di akses Kamis, 25 Januari 2013).
Kaharuddin. 2004. Kamus Umum Buddha Dhamma . Jakarta: Tri Satva Buddhist Centre.
__________. 2005. Abhidhammatasangha. CV: Yanwreko Wahana Karya Jakarta.
Mazhari, H. 2004. Membangun Surga dalam Rumah Tangga. Bogor: Cahaya.
Ñanaponika & Bodhi. 2003. Petikan Anguttara Nikaya Kitab Suci Agama Buddha. Vols. IXI, terjemahan oleh Wena Cindiawati, Lanny Aggawati, dan Endang Widyawati.
Klaten: Vihara Bodhivamsa & Wisma Dhammaguna.
__________________. Tanpa tahun. Majjhima Nikaya Kitab Suci Agama Buddha, vols I-V.
Terjemahan oleh Wena Cintiawati & Lanny Anggawati. 2004. Tanpa kota: Vihara
Bodhivamsa Wisma Dhammaguna.
Ñanamoli. 2006. Khuddakapatha Kitab Suci Agama Buddha, vols II. Terjemahan oleh Wena
Cintiawati & Lanny Anggawati. Klaten: Vihara Bodhivamsa Visma Dhammaguna.
Patriarch, Late dan Prince Vajirananavarorasa. Tanpa tahun. Dhamma Vibhanga
Penggolongan Dhamma.II Terjemahan Bhikkhu Jeto. Jakarta: C.V. Lovina .
Phongsawasdi, S. 2007. Kehangatan Keluarga. Tangerang: Yayasan Bunyanithi.
Pusaka Jati, Suhartoyo dan Suyanto. 2010. Pedoman Penulisan Skripsi. Tangerang: Sekolah
Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya.
Sangih, M. 2011. Perkawinan dan Keluarga Tridharma. Jakarta: Bakti.
Singgih, 2012. Faktor-faktor Keharmonisan Keluarga. http://jasapembuatanweb.co.id/artikelilmiah/faktor-yang-mempengaruhi-keharmonisan-rumah-tangga#ixzz2HlbdiYYV, di
akses tanggal 10 Januari 2013).
Tejanando, Bhikkhu. 2006. Pernak-pernik Kehidupan. Bali: Vihara Dharma Giri.
Tim Penyusun , 2005 Hidup Luhur Dengan Batin Berkualitas Wisma Sambodhi Klaten.
___________ 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Tirtasanti. 2010. Dhammapada. Bandung: Yayasan Buddhis Karaniya.
Usman, Muhammad. 2007. Membangun Harmonisme Keluarga. Jakarta: Qisthi Press.
Virya, Jhana. 2009. Membina Keluarga Hita Sukhaya. Jakarta: CV. Yanwreko Wahana
Karya.
Wahyono, Mulyadi. 2002. Pokok-pokok Dasar Agama Buddha. Jakarta: Departemen Agama
Republik Indonesia.
Walshe, Maurice. 2009 Khotbah-khotah Panjang Sang Buddha Digha Nikaya. Terjemahan
oleh Team Giri Mangala Publication dan Team DhammaCitta Pers. Jakarta:
Dhamma Citta Press.
Sarwono, Wirawan Sarlito. 2002. Menuju Keluarga Bahagia. Jakarta: Bhatara Karya Aksara.
Wuryanto, Joko dan Yayuk Sri Rahayu. 2003. Pengetahuan Dhamma. Jakarta: CV. Dewi
Kayana Abadi
Download