komunikasi terapeutik dan kecemasan keluarga di ruang icu rstk

advertisement
KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN KECEMASAN KELUARGA DI RUANG ICU
RSTK-II KESDAM-IM BANDA ACEH
COMMUNICATION THERAPEUTIC AND ANXIETY FAMILY IN THE ICU
RSTK-II KESDAM-IM BANDA ACEH
Agus Nafdianto1; Muhammad Armiyadi2\
1
Mahasiswa Program Studi Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2
Bagian Keilmuan Keperawatan Jiwa Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
e-mail: [email protected]; [email protected]
ABSTRAK
Ruang Intensive Care Unit merupakan salah satu unit perawatan bagi pasien yang kritis, sehingga menyebabkan
keluarga merasa cemas dengan kondisi pasien yang dirawat di ICU. Keterampilan perawat dalam berkomunikasi
dapat membantu pasien dan keluarganya mengkomunikasikan pemikiran dan perasaan dengan lebih efektif.
Sesuai studi pendahuluan didapatkan keluarga kurang mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang
membuat keluarga merasa cemas dengan kondisi pasien. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik
deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik
dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit TK II Kesdam Iskandar
Muda Banda Aceh. Pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 30 Juni sampai 22 Juli 2016. Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh keluarga pasien di Ruang ICU Rumah Sakit TK II Kesdam Iskandar Muda Banda
Aceh yang berjumlah 104 orang pada bulan Maret sampai Mei 2016 dengan pengambilan sampel secara
purposive sampling yang berjumlah 51 responden. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
wawancara terpimpin dengan analisis univariat dan bivariat. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa
terdapat hubungan antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang intensive
care unit rumah sakit TK II Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh dengan nilai p-value 0.012 < α=0.05.
Diharapkan perawat tetap mampu menjalankan dan meningkatkan ketarampilan komunikasi terapeutik verbal
dan nonverbal dengan baik dan tepat.
Kata Kunci
:
Komunikasi Terapeutik, Kecemasan, Keluarg
ABSTRACT
Intensive Care Unit is a unit of care for critical patients, thus causing family were scared for the patients
admitted to the ICU. Nurses in communication skills can help patients and their families to communicate ideas
and feelings more effectively. Appropriate preliminary study found poor families to get information about the
patient's condition that made families feel anxious about the condition of the patient. This research uses
descriptive analytical research with cross sectional approach that aims to determine the relationship of
therapeutic communication with the anxiety level of the patient's family in the Room Intensive Care Unit of the
Hospital Level II Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh. The data collection was held on June 30 to July 22,
2016. The population in this study were all relatives of patients in the ICU Hospital Level II Kesdam Iskandar
Muda Banda Aceh totaling 104 people from March to May 2016 with sampling purposive sampling numbering
51 respondents. Collecting data in this study using guided interviews with univariate and bivariate analysis.
Based on this research, it was found that there is a relationship between therapeutic communication with the
anxiety level of the patient's family in the intensive care unit of the hospital TK II Kesdam Iskandar Muda
Banda Aceh with a p-value of 0.012 <α = 0.05. Expected nurses still able to run and improve therapeutic
ketarampilan verbal and nonverbal communication properly and appropriately.
Keywords
:
Therapeutic Communication, Anxiety , Family
PENDAHULUAN
Intensive Care Unit (ICU) adalah
suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri
(instalasi di bawah direktur pelayanan),
dengan staf khusus dan perlengkapan khusus
yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi pasien-pasien yang menderita penyakit
dan cedera yang mengancam nyawa atau
berpotensi mengancam nyawa dengan
prognosis yang tidak tentu yang memerlukan
intervensi segera untuk pengelolaan fungsi
sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan
memerlukan pengawasan yang konstan secara
kontinyu juga dengan tindakan segera
(Kemenkes RI, 2010).
Hal itu menuntut perawat diruang
ICU agar cenderung cepat dan cermat dalam
memberikan pelayanan serta kegiatannya
dilakukan secara terus menerus dalam waktu
24 jam. Unit ini berbeda dengan unit lainnya,
karena selain pasien dirawat oleh perawat
terlatih atau tim medis khusus, unit ini juga
membatasi kunjungan keluarga terhadap
pasien
(Komalasari, 2014). Hal
ini
menyebabkan keluarga merasa cemas dengan
kondisi pasien yang dirawat di ICU
diantaranya keluarga takut akan terjadi
kecacatan pada pasien, takut akan kehilangan,
masalah sosial ekonomi dan kurangnya
pemberian sebuah informasi atau pendidikan
kesehatan dari tenaga kesehatan (Rahmatiah,
2012).
Komunikasi
terapeutik
termasuk
komunikasi interpersonal dengan saling
memberikan pengertian antar perawat dengan
pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi
ini adalah saling membutuhan antara perawat
dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke
dalam komunikasi pribadi di antara perawat
dan pasien, perawat membantu dan pasien
menerima
bantuan
(Indrawati,
2003).
Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang
bisa
dikesampingkan,
namun
harus
direncanakan,
dan
dilakukan
dengan
profesional (Arwani, 2003).
Keterampilan
perawat
dalam
berkomunikasi
dapat
mempengaruhi
keefektifan banyak intervensi. Oleh karena itu
perawat harus mengevaluasi dan memperbaiki
keterampilan
komunikasinya
secara
berkesinambungan
(Videbeck,
2008).
Komunikasi terapeutik membutuhkan usaha
sadar perawat dalam mencari cara untuk
membantu
pasien
dan
keluarganya
mengkomunikasikan pemikiran dan perasaan
dengan lebih efektif. Selain itu pemberian
intervensi dengan teknik komunikasi yang
sesuai latar belakang budaya, dan umur pasien
juga harus diperhatikan. Keberhasilan dalam
meningkatkan kemampuan pasien dalam
berkomunikasi tidak hanya tergantung pada
partisipasi
pasien,
tetapi
juga
pada
kemampuan perawat berkomunikasi untuk
menetapkan hubungan dengan pasien.
Penggunaan kemampuan komunikasi akan
membantu perawat merasakan, bereaksi, dan
menghargai kekhasan pasien (Potter & Perry,
2005).
Komunikasi perawat yang kurang baik
akan berdampak buruk bagi pasien maupun
keluarga pasien diantaranya bisa menimbulkan
kesalah-pahaman antara perawat dengan
pasien maupun keluarga pasien. Perawat harus
bisa menggunakan bahasa yang mudah di
mengerti oleh pasien dan keluarga pasien,
dimana
dalam
menerangkan
tindakan
komunikasi adalah menjawab pertanyaan
“siapa yang menyampaikan, apa yang
disampaikan, melalui saluran apa, kepada
siapa, dan apa pengaruhnya” (Canggara,
2004).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Ikawati (2011) tentang Hubungan Komunikasi
Teraupetik Perawat Dengan Anggota Keluarga
Terhadap Tingkat Kecemasan Keluarga Pada
Pasien Yang Dirawat Di Unit Perawatan Kritis
Di RSUD dr. Moewardi Surakarta didapatkan
bahwa ada hubungan komunikasi perawat
dengan anggota keluarga terhadap kecemasan
keluarga pada pasien yang dirawat di unit
perawatan kritis di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta (p=0,005 (p<0,05). Berdasarkan
permasalahan tersebut maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana hubungan komunikasi terapeutik
dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di
Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit TK II
Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh
METODE
Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian
analitik
deskriptif
dengan
pendekatan cross sectional. Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh keluarga pasien di
Ruang ICU Rumah Sakit TK II Kesdam
Iskandar Muda Banda Aceh. Pengambilan
sampel dalam penelitian ini secara purposive
sampling sebanyak 51 responden. Alat ukur
penelitian ini menggunakan kuesioner dengan
bentuk
pertanyaan
tertutup.
Variabel
komunikasi
terapeutik
menggunakan
dischotomous questions dan variabel tingkat
kecemasan keluarga mengunakan alat ukur
State Trait Anxiety Inventory (STAI). Analisa
data menggunakan analisa univariat dan
analisis bivariat dengan uji chi Square (uji x2).
dan hubungan responden dengan pasien yaitu
anak sebanyak 41 responden (80.4%).
HASIL
Distribusi Komunikasi Terapeutik Perawat di
Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit TK II
Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh (n=51)
Karakteristik responden terdiri dari
umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan
dan hubungan dengan pasien.
Distribusi
Responden
Berdasarkan
Karakteristik Keluarga Pasien di Ruang ICU
Rumah Sakit TK II Kesdam Iskandar Muda
Banda Aceh
Karakteristik Orang
Tua
Umur
26-35 tahun
36-45 tahun
46-55 tahun
56-65 tahun
(Depkes RI 2009)
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-Laki
Pendidikan
Rendah
Menengah
Tinggi
Pekerjaan
Petani
PNS/POLRI/TNI
Wiraswasta
IRT
Hubungan Dengan
Pasien
Anak
Suami/Istri
Orang Tua
f
%
9
14
16
12
17.6
27.5
31.4
23.5
29
22
56.9
43.1
14
24
13
27.5
47.1
25.5
8
10
22
11
15.7
19.6
43.1
21.6
41
3
7
80.4
5.9
13.7
Tabel
1. menunjukkan
bahwa
mayoritas umur responden yaitu berumur 4655 tahun sebanyak 16 responden (31.4%),
jenis kelamin responden yaitu laki-laki
sebanyak 29 responden (56.9%), pendidikan
responden yaitu menengah sebanyak 24
responden (47.1%), pekerjaan responden yaitu
Wiraswasta sebanyak 22 responden (43.1%)
Adapun
komunikasi
terapeutik
perawat di Ruang Intensive Care Unit Rumah
Sakit TK II Kesdam Iskandar Muda Banda
Aceh Tahun 2016, dibagi menjadi 2 kategori
yaitu baik dan kurang, secara rinci dapat
dilihat pada tabel berikut:
Kategori
f
%
Baik
Kurang
34
17
67
33
Diketahui dari tabel 2 bahwa
komunikasi terapeutik perawat di ruang
Intensive Care Unit Rumah Sakit TK II
Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh,
didapatkan responden mempersepsikan baik
mengenai komunikasi terapeutik perawat
sebanyak 34 responden (67%) dan responden
mempersepsikan kurang mengenai komunikasi
terapeutik perawat sebanyak 17 responden
(33%).
Adapun tingkat kecemasan keluarga
pasien di Ruang Intensive Care Unit Rumah
Sakit TK II Kesdam Iskandar Muda Banda
Aceh, dibagi menjadi 3 kategori yaitu ringan,
sedang dan berat, secara rinci dapat dilihat
pada tabel berikut:
Distribusi Tingkat Kecemasan Keluarga
Pasien di Ruang Intensive Care Unit Rumah
Sakit TK II Kesdam Iskandar Muda Banda
Aceh (n=51)
Kategori
f
%
Ringan
Sedang
39
12
77
23
Diketahui dari tabel 3 di atas bahwa
tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang
Intensive Care Unit Rumah Sakit TK II
Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh,
didapatkan responden merasakan kecemasan
ringan sebanyak 39 responden (77%) dan
kecemasan sedang sebanyak 12 responden
(23%).
Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan
Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien
Analisa bivariat digunakan untuk
menganalisa hubungan komunikasi terapeutik
dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di
Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit TK II
Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh Tahun
2016 dapat dijelaskan dengan tabel berikut ini:
Hubungan Komunikasi Terapeutik Dengan
Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien di Ruang
Intensive Care Unit Rumah Sakit TK II
Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh (n=51)
Kecemasan
Komunikasi
Ringan Sedang
Terapeutik
f % f %
Baik
Kurang
Jumlah
30 88 4
9 53 8
39 77 12
Total
f
α
p
%
12 34 100
47 17 100 0.05 0.012
23 51 100
Dari tabel 4 di atas diketahui bahwa
dari 34 responden yang mendapatkan
komunikasi terapeutik baik dengan 30
responden (88%) yang mengalami kecemasan
ringan dan 4 responden (12%) yang
mengalami tingkat kecemasan sedang.
Sedangkan 17 responden yang mendapatkan
komunikasi terapeutik kurang terdapat 9
responden (53%) yang mengalami kecemasan
ringan dan 8 responden (47%) yang
mengalami tingkat kecemasan sedang. Sesuai
uji statistic chi square dengan taraf signifikan
95% didapatkan nilai p-value 0.012 <
(α=0.05), hal ini disimpulkan bahwa H0 di
tolak atau terdapat hubungan yang signifikan
antara komunikasi terapeutik dengan tingkat
kecemasan keluarga pasien di ruang intensive
care unit rumah sakit TK II Kesdam Iskandar
Muda Banda Aceh.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
peneliti lakukan di ruang intensive care unit
rumah sakit TK II Kesdam Iskandar Muda
Banda Aceh dengan 51 responden, diketahui
bahwa terdapat hubungan antara komunikasi
terapeutik dengan tingkat kecemasan keluarga
pasien di ruang intensive care unit rumah sakit
TK II Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ikawati (2011) tentang
Hubungan Komunikasi Teraupetik Perawat
Dengan Anggota Keluarga Terhadap Tingkat
Kecemasan Keluarga Pada Pasien Yang
Dirawat Di Unit Perawatan Kritis Di RSUD
dr. Moewardi Surakarta didapatkan bahwa 14
responden (46,7%) menilai komunikasi
perawat banyak yang kurang, 23 orang
responden (66,7%) mengalami kecemasan
sedang. Hasil uji hipotesis penelitian
menunjukan nilai r =-0,380 p=0,005 (p<0,05)
dan disimpulkan ada hubungan komunikasi
perawat dengan anggota keluarga terhadap
kecemasan keluarga pada pasien yang dirawat
di unit perawatan kritis di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
Menurut Tamsuri (2006), faktor yang
paling penting yang digunakan untuk
menetapkan hubungan terapeutik antara
perawat dan keluarga pasien adalah
komunikasi. Komunikasi perawat yang kurang
baik akan berdampak buruk bagi pasien
maupun keluarga pasien diantaranya bisa
menimbulkan kesalah-pahaman antara perawat
dengan pasien maupun keluarga pasien
(Canggara, 2004).
Menurut Potter & Perry (2005),
mendapatkan informasi tentang kondisi medis
pasien dan interaktif antara keluarga pasien
dengan perawat merupakan prioritas utama
yang diharapkan dan diperlukan oleh keluarga
pasien, dimana dapat membantu keluarga
pasien mengatasi kecemasan.
Menurut Gail & Stuart (2006)
kecemasan dapat dipengaruhi faktor seperti
lingkungan. Kondisi lingkungan seperti ruang
ICU dapat meningkatkan tingkat kecemasan
responden, dimana pasien yang dirawat di
ruang ICU tidak membolehkan keluarga
menunggu di samping pasien, sehingga
responden
tidak
dapat
mengikuti
perkembangan kondisi pasien. Di ICU pasien
hanya dapat diketahui melalui monitoring dan
recording yang baik dan teratur. Perubahan
yang terjadi harus dianalisis secara cermat
untuk mendapatkan tindakan atau pengobatan
yang tepat.
Kecemasan yang dialami responden
juga dipengaruhi oleh karakteristik responden.
Usia mempengaruhi psikologi seseorang,
semakin tinggi usia semakin baik tingkat
kematangan
emosi
seseorang
serta
kemampuan dalam menghadapi barbagai
persoalan.
Jenis
kelamin
mempengaruhi
kecemasan yang dialami responden, dalam
penelitian ini sebagaian besar adalah
perempuan sebanyak 56.9% sedangkan 43.1%
merupakan laki-laki. Menurut Issac (2004),
menyebutkan bahwa gangguan lebih sering
dialami perempuan dari pada laki-laki. Karena
perempuan lebih peka terhadap emosinya yang
dapat akhirnya peka juga terhadap perasaan
cemasnya.
Pekerjaan
akan
mempengaruhi
timbulnya stres dan lebih lanjut dapat
mencetuskan terjadinya ansietas. Orang
dengan status ekonomi yang kuat akan jauh
lebih sukar mengalami stres dibanding mereka
yang status ekonominya lemah. Hal ini secara
tidak langsung dapat mempengaruhi seseorang
mengalami ansietas, demikian pula fungsi
integrasi sosialnya menjadi terganggu yang
pada akhirnya mencetuskan terjadinya
ansietas. Mayoritas hubungan responden
dengan pasien yaitu anak sebanyak (80.4%),
suami/istri sebanyak (5.9%) dan orang tua
sebanyak (13.7%). Menurut Hudak & Gallo
(1997), apabila salah satu anggota keluarga
yang sakit maka ikatan emosional anggota
keluarga yang lain akan timbul yang
menginpretasikan dalam bentuk saling
merasakan.
Peneliti berpendapat bahwa dimana
mayoritas responden yang mendapatkan
komunikasi terapeutik baik maka berdampak
pada tingkat kecemasan ringan biarpun. Begitu
juga dengan responden yang mendapatkan
komunikasi terapeutik kurang yang berdampak
pada tingkat kecemasan sedang. Masih
terdapat penilaian responden bagi perawat
dengan komunikasi yang kurang ini,
menunjukkan bahwa komunikasi yang
diberikan perawat belum terlaksana dengan
baik, artinya bahwa komunikasi yang
dilakukan perawat masih belum cukup baik
dimengerti oleh keluarga dimana keluarga
mempunyai penilaian berbeda terhadap
komunikasi yang diberikan perawat.
Terdapat hubungan antara komunikasi
terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan
keluarga pada pasien yang dirawat di Ruang
intensive care unit. Disebabkan oleh
pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat
yang tidak terlepas dari standar operasional
yang telah ditentukan oleh pihak rumah sakit.
Komunikasi yang terjalin baik akan
menimbulkan kepercayaan sehingga terjadi
hubungan yang lebih hangat dan mendalam.
Kehangatan suatu hubungan akan mendorong
pengungkapan beban perasaan dan pikiran
yang dirasakan selama hospitalisasasi yang
dapat menjadi jembatan dalam menurunkan
tingkat kecemasan yang terjadi. Diharapkan
bagi perawat harus lebih kreatif dan inisiatif
dalam mencari informasi yang dibutuhkan
mengenai kebutuhan keluarga dan pasien yang
dirawat di ICU dengan menggunakan teknik
komunikasi yang tepat sehingga mampu
menurunkan tingkat kecemasan keluarga yang
mempunyai pasien di ruang ICU. Dalam
melaksanakan komunikasi terapeutik, perawat
mempunyi tugas penting dalam pendidikan
dan konseling tidak hanya untuk pasien tetapi
juga untuk kelurga pasien.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di Ruang ICU Rumah Sakit TK II
Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh dengan
51 keluarga pasien, didapatkan bahwa terdapat
hubungan antara komunikasi terapeutik
dengan tingkat kecemasan keluarga pasien di
ruang intensive care unit rumah sakit TK II
Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh dengan
nilai p-value 0.012 < α=0.05.
Adapun saran bagi perawat tetap
mampu menjalankan dan meningkatkan
ketarampilan komunikasi terapeutik verbal dan
nonverbal dengan baik dan tepat. Bagi tenaga
kesehatan yang berperan sangat penting dalam
memberikan
layanan
kesehatan
perlu
memperhatikan kondisi anggota keluarga
pasien yang memiliki tingkat kecemasan
berbeda-beda, sehingga informasi mengenai
kondisi pasien dapat diberikan secara hati-hati.
REFERENSI
Cangara,
H. (2004). Pengantar ilmu
komunikasi. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Ikawati.
(2011). Hubungan Komunikasi
Teraupetik
Perawat
Dengan
Anggota
Keluarga
Terhadap
Tingkat Kecemasan Keluarga Pada
Pasien Yang Dirawat Di Unit
Perawatan Kritis Di RSUD dr.
Moewardi Surakarta. Fakultas
Ilmu
Kesehatan.
Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Kemenkes
RI.
(2010).
Pedoman
Penyelenggaraan
Pelayanan
Intensive Care Unit (ICU) Di
Rumah Sakit, Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1778/Menkes/SK/XII/2010.
Komalasari. (2014). Tingkat Kecemasan
Anggota Keluarga Pasien ICU
Berdasarkan
Karakteristik
Demografi. Universitas Pelita
Harapan.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajar
fundamental keperawatan: konsep,
proses & praktek. Jakarta: EGC.
Rahmatiah. (2012). Faktor-Faktor yang
mempengaruhi tingkat kecemasan
keluarga pasien yang dirawat di
ruang ICU RSUD Dr. M.M Dunda
Limboto.
Fakultas
Ilmu-Ilmu
Kesehatan Dan Keolahragaan.
Universitas Negeri Gorontalo.
Sadock BJ & Sadock VA. (2010). Sinopsis
psikiatri.
(Widjaja
Kusuma).
Jakarta: Binarupa Aksara.
Sadock BJ, Sadock VA. (2007). Kaplan &
Sadock’s, Synopsis of Psychiatry.
Behavior
Sciences/Clinical
Psychiatry.
Stuart, G. W. (2007). Buku saku keperawatan
jiwa . Edisi 5. Jakarta: EGC
Videbeck, S.L. (2008). Buku ajar keperawatan
jiwa. Jakarta: EGC.
Download