KECERDASAN EMOSI DALAM PROSES REKRUTMEN DAN SELEKSI KARYAWAN FRESH GRADUATE Oleh: MONIKA AYU WIJAYA NIM: 212009050 KERTAS KERJA Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan – persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI : MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2013 MOTTO “Jadi silahkan mengeluh, bila pekerjaan sudah kelar, karena mengeluh sebelum bekerja seperti minta kenyang tapi kagak mau makan” “Life is beautiful“ “God Loves each of us as if there were only one of us” UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kepada Tuhan Yesus yang telah memberikan anugerah dan rahmat-Nya yang sungguh luar biasa kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas kerja ini dengan baik. Penyusunan kertas kerja ini digunakan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Penulisan kertas kerja ini mungkin tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari pihak-pihak yang telah mengorbankan waktu dan tenaga mereka. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan kertas kerja ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Tuhan Yesus, karena penyertaan dan segalanya yang diberikan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan kertas kerja ini. 2. Keluarga tercinta: Papi, Mami, mas John, dek Yogie yang sudah mendukung selama perkuliahan, maupun saat penulisan kertas kerja ini. 3. Keluarga besar dari Papi dan Mami. 4. Bapak Neil S Rupidara, SE, M.Sc, PhD selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ide, saran, dan kritik selama menyusun kertas kerja ini. 5. Ibu Linda Ariani selaku wali studi yang telah membantu selama proses perkuliahan hingga selesainya kertas keja ini. 6. Bapak Eranus selaku dosen kemahasiswaaan yang telah membantu dan membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya kertas kerja ini. 7. Seluruh civitas UKSW yang sudah menjadi almamater bagi penulis dan memberikan beasiswa sampai penulis menyelesaikan kertas kerja ini. 8. Seluruh staff pengajardan staff tata usaha Fakultas Ekonomika dan Bisnis UKSW yang sudah membimbing selama masa perkuliahan penulis, serta penyusunan kertas kerja ini secara langsung maupun tidak langsung. 9. Teman-teman satu angkatan 2009 dan semua kakak angkatan yang sudah membantu penulis dalam segala hal, baik suka maupun duka semuanya yang tidak bisa disebutkan satu per satu: kak Joe, Fbl, kak Eben, kak Dwi, Arum, Lia, Lurry, Prissa, Retno, Dian Paula, Fany, Riska, Rocky, Yafet. 10. Seluruh teman-teman persekutuan doa St. Yohanes Pembabtis Gereja Katolik Paulus Miki Salatiga yang sudah memberikan dukungan kepada penulis dengan doa dan sharing: Loy, Helen, David, Anne, Marcel, Depe, Yogi, ko budi, Ryd, Ivan, Friska, kak Berto, Andreas Roni, Teh Grevi, kak Damar, Kak Heru, cik Ping2. 11. Seluruh keluarga besar Askarseba (asrama UKSW) dan kos Seruni 18 dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terimakasih: Dezy, kak Ike, kak Nova, Yona, Fani, Emma, Eri, Dita, Betty, Candra, Fajarini, kak Oi, kak Yuki, kak Irma, kak Eva, kak Dj, kak Ola. Salatiga, 25 Juni 2013 MONIKA AYU WIJAYA DAFTAR ISI Halaman judul ............................................................................................... i Surat Pernyataan Keaslian Kertas Kerja .......................................................... ii Halaman Persetujuan/ Pengesahaan................................................................. iii Halaman Motto .............................................................................................. iv Ucapan Terima Kasih ..................................................................................... v Daftar Isi......................................................................................................... vii Daftar Tabel .................................................................................................... viii Daftar Lampiran ............................................................................................. ix Abstract .......................................................................................................... 1 Pendahuluan ................................................................................................... 1 Landasan Teori ............................................................................................... 5 Evolusi Kecerdasan Emosi sebagai Kriteria Sukses ............................. 5 Pengukuran Kompetensi Kecerdasan Emosi ........................................ 6 Aspek-Aspek Konteks Adopsi Kecerdasan Emosi ............................... 11 Kecerdasan Emosi dalam Rekrutmen dan Seleksi ................................ 12 Metode Penelitian ........................................................................................... 13 Hasil Penelitian ............................................................................................... 15 1. Pentingnya Kecerdasan Emosi ......................................................... 17 2. Adopsi dan Penerjemahan Kecerdasan Emosi sebagai Kriteria Seleksi Calon Karyawan Baru ............................................................. 18 3. Penggunanaan Kecerdasaan Emosi dalam Proses Rekrutmen dan Seleksi ........................................................................ 20 4. Penggunaan Kecerdasaan Emosi dalam Rekrutmen Fresh Graduate ................................................................................... 21 Pembahasan .................................................................................................... 24 Simpulan ...................................................................................................... 26 Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 27 Implikasi Praktis ................................................................................. 27 Rekomendasi untuk penelitian mendatang ........................................... 28 Referensi ...................................................................................................... 28 DAFTAR TABEL Tabel 1 Karakteristik Delapan Perusahaan ...................................................... 16 Tabel 2 Rangkuman Data ................................................................................ 23 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Pedoman Wawancara ................................................................. 31 KECERDASAN EMOSI DALAM PROSES REKRUTMEN DAN SELEKSI KARYAWAN FRESH GRADUATE MONIKA AYU WIJAYA Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana Abstract Softskills have been identified as one the most needed competence, concerning the recruitment and selection of fresh graduate. One of the softskills needed is emotional intelligence. Emotional intelligence has been argued as a determinant of work success. This study deals with the adoption of emotinal intelligence in the recruitment and selection of fresh graduates. This study aims to understand (1) how important emotional intelligence for recruitment and selection process, (2) how the companys include emotional intelligence competence into recruitment criteria, and (3) the use of selection instrument to measure emotional intelligence in recruiting and selecting fresh gradute employees. This is a qualitative research, mainly based on interviews with eight participant of 21st SWCU Job Fair. This study shows that emotional intelligence has been considered important in the recruitment and selection process of fresh graduates. Keywords: emotional intelligence, recruitment, selection, fresh graduate Pendahuluan Sejak munculnya buku Emotional Intelligence: Why It Can, Matter More Than IQ (Goleman, 1995), kecerdasan emosi dirujuk sebagai sebuah faktor penting dalam menjelaskan keberhasilan di tempat kerja. Dalam bukunya itu, Goleman menjelaskan bahwa kecerdasan emosi berpengaruh 80% terhadap kesuksesan kerja, sedangkan 20% sisanya adalah porsi pengaruh kecerdasan intelektual dalam setiap individu. Berbagai penelitian yang dilakukan setelah terbitnya buku itu membuktikan adanya hubungan kecerdasan emosi dengan kepuasan kerja karyawan, kepemimpinan, kesuksesan dalam suatu pekerjaan, dan merupakan hal yang sangat vital dalam kesuksesan dalam berbisnis di era globalisasi (Adyutawati, 2009; Colfax, Rivera, & Perez, 2010; Pompandejvittaya & Sukkhewat, 2011; Wahyukusuma, 2005). Penelitian - penelitian tentang hubungan kecerdasan emosi dengan berbagai variable tersebut menguatkan kesimpulan Goleman tentang pentingnya kecerdasan emosi di dalam tempat kerja (Goleman & Cherniss, 2001). Pentingnya peran kecerdasan emosi dalam menentukan kesuksesan di tempat kerja, kepemilikan kecerdasan emosi oleh karyawan karenanya menjadi penting dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia. Seperti yang dijelaskan Goleman dan Cherniss (2001), kecerdasan emosi diperlukan dan sangat berpengaruh ketika seorang pegawai bekerja di dalam sebuah perusahaan. Sebagaimana kompetensi lainnya, kepemilikan kecerdasan emosi yang baik pada pekerja dapat ditempuh melalui dua jalur. Pertama, pengembangan kompetensi kecerdasan emosi pada karyawan yang ada. Kedua, perekrutan karyawan baru dengan kepemilikan kecerdasan emosi yang baik. Penelitian ini memfokuskan pada jalur kedua. Implikasi lanjutannya adalah bahwa penetapan kecerdasan emosi sebagai salah satu kriteria di dalam proses rekrutmen dan seleksi menjadi penting. Pentingnya hal itu bukan saja terkait dengan penetapan kriteria kandidat itu sendiri dalam rangka menyaring para pelamar yang merespon penawaran pekerjaan, tetapi juga terkait pemilihan metode atau alat seleksi, serta acuan akhir dalam pembuatan keputusan seleksi. Sebuah survey pada tahun 1997 terhadap praktek benchmarking di perusahaan-perusahaan besar di Amerika yang dilakukan oleh American Society for Training and Development, empat dari lima perusahaan yang mencoba menerapkan kecerdasan emosi kepada para karyawan, salah satunya dalam proses seleksi (Goleman, 1998). Salah satu pertimbangan untuk memprioritaskan pencarian kepemilikan kecerdasan emosi melalui proses rekrutmen dan seleksi adalah efektivitas pembiayaan. Selama ini dipahami bahwa tidak sedikit karyawan yang setelah diterima dan ditempatkan bekerja kemudian memilih keluar dari perusahaan. Penelitian menghubungkan fenomena tersebut dengan job-preview (Breaugh, 1983). Penelitian yang diajukan ini memandang bahwa terlalu dininya pekerja tertentu keluar dari pekerjaan diduga terkait dengan kondisi kematangan emosi yang relatif rendah. Bilamana turnover tenaga kerja relatif tinggi karena hal tersebut, perusahaan mengalami kerugian investasi dalam bentuk biaya-biaya rekrutmen, seleksi, dan pelatihan kembali yang tidak dapat dikembalikan dengan baik (Suwandi & Indriantoro, 1999). Karena fokus penelitian diarahkan pada kepemilikan kecerdasan emosi sejak dini melalui rekrutmen dan seleksi, perhatian secara lebih spesifik diarahkan pada rekrutmen dan seleksi lulusan baru (fresh graduate). Fresh graduates seringkali dinilai belum siap kerja di dunia industri. Harian Kompas (18 Oktober 2011) misalnya mengungkap mengenai banyaknya keluhan dari dunia industri yang menilai bahwa perguruan tinggi di Indonesia hanya mampu menghasilkan lulusan yang siap training tetapi belum siap kerja. Perguruan tinggi dianggap belum bisa membaca secara tepat kebutuhan tenaga kerja di dunia industri. Lulusan perguruan tinggi harusnya diarahkan untuk mempunyai keterampilan dibutuhkan di dunia pasar industri. Namun, pada saat yang sama, ini bisa juga berarti bahwa dunia industri pun masih gagal merumuskan dan mengomunikasikan kriteria kompetensi ketenagakerjaan yang spesifik yang dibutuhkannya. Untuk itu, riset berkenaan dengan penetapan kriteria kompetensi dalam proses rekrutmen dan seleksi menjadi diperlukan. Terkait dengan rekrutmen dan seleksi fresh graduate, belakangan ini, softskills teridentifikasi sebagai salah satu bentuk kompetensi yang makin diperlukan di dunia kerja dan karenanya berpengaruh dalam pencarian kompetensi di level lulusan baru. Kecerdasan emosi merupakan salah satu jenis softskills yang diperlukan, di samping life style yang sehat (Marcard, 2005) dan kemampuan berkomunikasi secara efektif (Cangelosi & Petersen 1998). Kecerdasan emosi digunakan sebagai kriteria rekrutmen dan seleksi, maka perlu dilakukan penelitian empiris bagaimana HR Dept di perusahaan menentukan karakteristik kemampuan tersebut untuk karyawan fresh graduate. Penelitian tentang proses adopsi dan penerjemahan kriteria kecerdasan emosi untuk keperluan rekrutmen dan seleksi bersifat masih sangat terbatas dilakukan terutama dalam konteks MSDM di Indonesia. Literature yang lazim dijumpai adalah sebatas kajian atas pentingnya kecerdasan emosi di tempat kerja, bukan bagaimana perusahaan mengadopsi dan mengimplementasi kecerdasan emosi dalam kriteria rekrutmen dan seleksi. Secara konseptual proses ini terkait dengan komponen kecerdasan emosi, yakni self awareness, self regulation, motivation, empathy, social skills (Goleman, 1995). Namun, untuk memahaminya dengan baik, penelitian empiris seperti ini perlu dilakukan. Persoalan penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka persoalan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Seberapa penting kecerdasan emosi digunakan sebagai proses rekrutmen dan seleksi? 2. Bagaimana perusahaan menerjemahkan kompetensi kecerdasan emosi ke dalam kriteria rekrutmen dan seleksi? 3. Instrumen seleksi apakah yang lazim digunakan dalam mengukur kecerdasan emosi untuk karyawan fresh graduate? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penilaian seberapa pentingnya kecerdasan emosi dalam proses rekrutmen dan seleksi, memahami pada penerjemahan kecerdasan emosi ke dalam kriteria rekrutmen dan seleksi, dan mengetahui instrumen seleksi yang lazim digunakan perusahaan dalam mengukur kecerdasan emosi yang dimiliki kandidat, terutama fresh graduate. Manfaat dari penelitian ini bagi universitas agar bisa lebih memperhatikan bagaimana mengembangkan dan melatih kecerdasan emosi mahasiswa yang sekiranya penting untuk masa depan. Bagi perusahaan untuk bisa memperhatikan melihat kriteria kecerdasaan emosi untuk kandidat fresh graduate dan menjadikan kriteria ini utama dan bisa dilihat pada lowongan pekerjaan. Landasan Teori Evolusi Kecerdasan Emosi sebagai Kriteria Sukses Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan kata dan angka yang menjadi fokus di pendidikan formal (sekolah) dan sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses dibidang akademis. Intellectual Quotient (IQ) menjadi patokan untuk sukses di dalam suatu pekerjaan. Semakin tinggi IQ seseorang diprediksi akan semakin sukses di tempat kerja. (Pompandejvittaya & Sukkhewat, 2011). Adapun beberapa kelemahan dari test IQ: test IQ tergantung dari kebudayaan, hanya cocok untuk jenis tingkah laku tertentu, untuk jenis kepribadian tertentu. Dengan adanya beberapa kelemahan di atas maka ada baiknya test IQ digunakan dalam kombinasi dengan alat-alat tes lainnya (Astikasari, 2006). Namun dengan muncul gagasan dari Goleman yang menyatakan bahwa kecerdasaan emosi merupakan faktor penting mencapai kesuksesan, kriteria sukses di tempat kerja mengalami pergeseran ke arah kecerdasaan emosi. Istilah kecerdasan emosi berasal dari Mayer, Salovey, dan Caruso (1990). Mereka mendefinisikan kecerdasaan emosional sebagai salah satu bentuk kecerdasan sosial yang meliputi kemampuan untuk memonitor perasaan dan emosi diri sendiri serta orang lain, merasakan perbedaannya, dan menggunakan informasi ini sebagai tuntunan dalam berfikir dan mengambil tindakan. Menurut definisi ini, pengendalian emosi sangatlah penting bagi individu yang memiliki inteligensi emosional ini. Konsep kecerdasaan emosi kemudian diperdalam oleh Goleman (1998) yang mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial. Pengukuran Kompetensi Kecerdasan Emosi Berjalannya waktu Mayer, Salovey, dan Caruso (1997) menuliskan bahwa kecerdasan emosi mempunyai enam aspek yaitu: self-awareness, assertiveness, empathy, interpersonal relationships, stress tolerance and impulse control. Di tahun yang sama, Bar-On (1997) mempunyai dua ukuran untuk kecerdasan emosi yang pertama adalah intrapersonal, interpersonal, adaptability, stress management and general mood, dan yang kedua teridikasi 15 faktor yaitu; Emotional SelfAwareness (ES) adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami emosi seseorang; Assertiveness (AS) adalah kemampuan untuk mengekspresikan perasaan, keyakinan dan pikiran dan membela hak-hak seseorang dengan cara non-destruktif; Self-Regard (SR) adalah kemampuan untuk menyadari, memahami, menerima, dan menghargai diri sendiri; Self-Actualization (SA) adalah kemampuan untuk mewujudkan kapasitas potensi seseorang; Independence (IN) adalah kemampuan untuk menjadi mandiri dan selfcontrolled dalam pemikiran seseorang dan tindakan dan untuk bebas dari ketergantungan emosional; Empathy (EM) adalah kemampuan untuk menyadari, memahami, dan menghargai perasaan orang lain; Interpersonal Relationship (IR) adalah kemampuan untuk membangun dan memelihara hubungan yang saling memuaskan; Responsibility (RE) adalah kemampuan untuk menunjukkan diri sebagai anggota koperasi berkontribusi, dan konstruktif kelompok sosial seseorang; Problem Solving (PS) adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan menentukan masalah serta untuk menghasilkan dan menerapkan pemecahan yang ampuh; Reality Testing (RT) adalah kemampuan menilai korespondensi antara apa yang dialami dan apa yang secara obyektif ada; Flexibility (FL) adalah kemampuan untuk menyesuaikan emosi, pikiran, dan perilaku seseorang untuk mengubah situasi dan kondisi; Stress Tolerance (ST) adalah kemampuan untuk menahan efek samping dan situasi stress; Impulse Control (IC) adalah kemampuan untuk menahan atau menunda impuls, drive atau godaan untuk bertindak; Happiness (HA) adalah kemampuan untuk merasa puas dengan kehidupan seseorang, untuk menimati diri sendiri dan orang lain, dan memiliki menyenangkan; Optimism(OP) adalah kemampuan untuk melihat sisi terang kehidupan dan memlihara sikap positif (positive attitude). Di dalam bukunya Goleman (1998) menawarkan suatu cara untuk menginventarisasi kekuatan-kekuatan kita dan memusatkan perhatian kepada kecakapan-kecakapan yang ingin dikembangkan melalui kerangka kerja kecakapan emosi di bawah ini yang meliputi dimensi-dimensi sebagai berikut: 1. Kesadaran diri (self awareness) Mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya, dan intuisi. Di dalam pengukuran dirinya sendiri, secara sadar seseorang akan sadar akan kekuatan dan kelemahannya, dapat belajar dari pengalaman. Seseorang dapat terbuka terhadap umpan balik yang tulus, mampu menunjukan rasa humor dan bersedia memandang diri sendiri dengan prespektif yang luas. Kepercayaan diri merupakan kesadaran diri yang kuat tentang harga dan kemampuan diri sendiri. Berani tampil dengan keyakian diri, berani menyatakan “keberadaannya”, berani menyuarakan pandangan yang tidak popular dan bersedia berkorban demi kebenaran, tegas, mampu membuat keputusan yang baik kendati dalam keadaan tidak pasti dan tertekan. 2. Mengelola emosi (self regulation) Kemampuan untuk mengelola emosi, mengelola kondisi, implus, dan sumber daya pada diri sendiri. Pengendalian diri untuk menjaga agar emosi dan implus yang merusak tetap terkendali. Tetap teguh, tetap posotif, dan tidak goyah bahkan dalam situasi yang paling berat. Berpikir dengan jernih dan tetap terfokus kendati dalam tekanan. Sifat dapat dipercaya dan sifat bersungguh-sungguh, menunjukkan integritas dan sikap bertanggung jawab dalam mengelola diri. Bertindak sesuai etika dan tidak pernah mempermalukan orang. Membangun kepercayaan lewat keandalan diri dan otentitas. Mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur perbuatan tidak etis orang lain. Berpegang kepada prinsip secara teguh bahkan bila akibatnya adalah menjadi tidak disukai. Memenuhi komitmen dan mematuhi janji. Bertanggung jawab sendiri untuk memperjuangkan tujuan mereka.Terorganisasi dan cermat dalam belajar. Inovasi dan adaptabilitas terbuka terhadap gagasan-gagasan dan pendekatanpendekatan baru, dan luwes dalam menanggapi perubahan. Di dalam inovasi, dapat mencari gagasan baru dari berbagai sumber, mendahulukan solusi-solusi yang orisinal dalam pemecahan masalah, menciptakan gagasan-gagasan baru, berani mengubah wawasan dan mengambil risiko akibat pemikiran baru mereka. Sedangkan untuk adaptabilitas diartikan dapat terampil menangani beragamnya kebutuhan, bergesernya prioritas, dan pesatnya perubahan, siap mengubah tanggapan dan taktik untuk menyesuaikan diri dengan keadaan, luwes dalam memandang situasi. 3. Motivasi (motivation) Mempunyai motivasi untuk dorongan untuk berprestasi, upaya untuk meningkatkan kualitas diri atau memenuhi standar keunggulan, berorientasi kepada hasil, dengan semangat juang yang tinggi. Dalam hal meraih tujuan dan memenuhi standar, menetapkan sasaran yang menantang dan berani mengambil risiko yang telah diperhitungkan. Serta dapat mencari informasi sebanyak-banyaknya guna mengurangi ketidakpastian dan mencari cara yang lebih baik, terus belajar untuk meningkatkan kinerja mereka. Komitmen juga merupakan salah satu di dalam motivasi, menyelaraskan diri dengan sasaran kelompok atau perusahaan. Sikap yang siap berkorban demi pemenuhan sasaran perusahaan yang lebih penting. Serta merasakan dorongan semangat dalam misi yang lebih besar, menggunakan nilai-nilai kelompok dalam pengambilan keputusan dan penjabaran pilihan-pilihan, aktif mencari peluang guna memenuhi misi kelompok. Sikap inisiatif dan optimisme menunjukkan proaktivitas dan ketekunan. Inisiatif merupakan sikap yang siap memanfaatkan peluang, mengejar sasaran lebih dari pada yang dipersyaratkan atau diharapkan dari mereka. Berani melanggar batasbatas dan aturan-aturan yang tidak prinsip bila perlu agar tugas dapat dilaksanakan, mengajak orang lain melakukan sesuatu yang tidak lazim dan bernuansa petualangan. Optimisme merupakan sikap tekun dalam mengejar sasaran kendati banyak halangan dan kegagalan, bekerja dengan harapan untuk sukses bukannya takut gagal, serta memandang kegagalan atau kemunduran sebagai situasi yang dapat dikendalikan ketimbang sebagai kekurangan pribadi. 4. Empati (empathy) Memahami orang lain, mengindra perasaan dan perspektif orang lain, dan sementara secara aktif menunjukkan minat terhadap kepentingan-kepentingan mereka, memperhatikan isyarat-isyarat emosi dan mendengarkannya dengan baik. Dapat menunjukkan kepekaan dan pemahaman terhadap perspektif orang lain, membantu berdasarkan pemahaman terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain. Mengembangkan orang lain, mengindra kebutuhan orang lain untuk berkembang dan meningkatkan kemampuan mereka, mengakui dan menghargai kekuatan, keberhasilan, dan perkembangan orang lain, menawarkan umpan balik yang bermanfaat dan mengidentifikasikan kebutuhan orang lain untuk berkembang. Bisa menjadi mentor, memberikan pelatihan pada waktu yang tepat, dan penugasanpenugasan yang menantang serta memaksakan dikerahkannya keterampilan seseorang. Orientasi pelayanan, mengantisipasi, mengakui, dan memenuhi kebutuhankebutuhan pelanggan dan menyesuaikan semua itu dengan pelayanan atau produk yang tersedia. Dapat mencari berbagai cara untuk meningkatkan kepuasan dan kesetian pelanggan, dengan senang hati menawarkan bantuan yang sesuai, menghayati perspektif pelanggan, bertindak sebagai penasihat yang dapat dipercaya. Mendayagunakan keragaman, menumbuhkan kesempatan melalui keragaman sember daya manusia. Dapat hormat dan mau bergaul dengan orang–orang dari bermacam-macam latar belakang, memahami beragamnya pendangan dan peka terhadap perbedaan antar kelompok. Memandang keragaman sebagai peluang, menciptakan lingkungan yang memungkinkan semua orang sama-sama maju kendati berbeda-beda, berani menentang sikap membeda-bedakan dan intoleransi. Kesadaran politik yang dimiliki bisa membaca situasi sosial dan politik, membaca dengan cermat hubungan kekuasaan yang paling tinggi. Kemampuan yang dapat mengenal dengan baik semua jaringan sosial yang penting, memahami kekuatan-kekuatan yang membentuk pandangan-pandangan serta tindakan-tindakan klien, pelanggan, atau pesaing serta dapat membaca dengan cermat realitas perusahaan maupun realitas di luar. 5. Keterampilan sosial (social skills) Pengaruh dalam keterampilan sosal ini merupakan terampil menggunakan perangkat persuai dengan efektif, terampil dalam persuasi, menyesuaikan presentasi utnuk menarik hati pendengar. Mampu menggunakan strategi yang rumit seperti memberi pengaruh tidak langsung untuk membangun konsensus dan dukungan, memadukan dan menyelaraskan peristiwa-peristiwa dramatis agar menghasilkan sesuatu secara efektif. Kemampuan berkomunikasi, dapat mendengarkan secara terbuka dan mengirimkan pesan yang meyakinkan, efektif dalam memberi dan menerima, menyertakan isyarat emosi dalam pesan-pesan mereka. Mampu menghadapi masalahmasalah sulit tanpa ditunda, mendengarkan dengan baik, berusaha saling memahami, dan bersedia berbagi informasi secara utuh, menggalakkan komunikasi terbuka dan tetap bersedia menerima kabar butuk sebagaimana kabar baik. Kepemimpinan, yang merupakan mampu mengilhami dan membimbing individu atau kelompok, mengartikulasikan dan membangkitkan semangat untuk meraih visi serta misi bersama. Dapat melangkah di depan untuk memimpin bila diperlukan, tidak peduli sedang dimana, memandu kinerja orang lain namun tetap memberikan tanggung jawab kepada mereka, memimpin lewat teladan. Katalisator perubahan, mengawali dan mengelola perubahan, menyadari perlunya perubahan dan dihilangkannya hambatan, menantang suatu status quo (berbagi tentang hukum, sosial, dan politik) untuk menyatakan perlunya perubahan, menjadi pelopor perubahan dan mengajak orang lain ke dalam perjuangan itu, membuat model perubahan seperti yang diharapkan oleh orang lain. Manajemen konflik, merupakan negosiasi dan pemecahan silang pendapat. Membangun ikatan, menumbuhkan hubungan instrumental, menumbuhkan dan memelihara jaringan tidak formal yang meluas, mencari hubungan-hubungan yang saling menguntungkan, membangun hubungan saling percaya dan memelihara keutuhan anggota, membangun dan memelihara persahabatan pribadi di antara sesama mitra kerja. Kolaborasi dan kooperasi, bekerja bersama orang lain menuju sasaran bersama, menyeimbangkan pemusatan perhatian kepada tugas dengan perhatian kepada hubungan, kolaborasi, berbagi rencana, informasi, dan sumberdaya, mempromosikan iklim kerja sama yang bersahabat, mendeteksi dan menumbuhkan peluang-peluang untuk kolaborasi. Kemampuan team yang dapat menciptakan sinergi dalam upaya meraih sasaran kolektif, menjadi teladan dalam kualitas kelompok seperti respect, kesediaan membantu orang lain, dan kooperasi, mendorong setiap anggota kelompok agar berpartisipasi secara aktif dan penuh antusisme, membangun identitas kelompok, semangat kebersamaan, dan komitmen. Aspek-Aspek Konteks Adopsi Kecerdasan Emosi Umumnya perusahaan akan menyusun analisis pekerjaan, deskripsi pekerjaan, dan spesifikasi pekerjaan untuk persiapan pendahuluan sebelum rekrutmen. Analisis pekerjaan, proses dimana untuk mencari hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang sekarang lowong. Dalam analisis pekerjaan juga terdapat kebiasaan untuk meminta pegawai membuat catatan tentang bagaimana para pekerja menggunakan waktu kerja mereka (Mckenna, 1995). Dalam hal deskripsi pekerjaan, terdapat bagimana kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang karyawan, dalam proses ini harusnya ada penerjemahan khusus untuk kompetensi-kompetensi tersebut. Di dalam penelitian ini mengacu kepada kecerdasaan emosi, bagaimana kompetensi ini bisa di terjemahkan ke dalam kriteria. Deskripsi pekerjaan normalnya berisi tentang garis besar sifat tugas-tugas, dan menyebutkan “kompetensi” dan keahlian yang diperlukan oleh job-holder (Mckenna, 1995). Spesifikasi pekerjaan digunakan untuk mendeskripsikan penggunaan informasi yang terdapat pada deskripsi pekerjaan untuk membantu menggambarkan tipe seseorang yang sekiranya mampu menjalankan tugas-tugas yang dibebankan dalam pekerjaan yang sukses. Dalam hal ini perlu direncanakan dengan matang untuk menentukan karakter yang akan menjadi calon karyawan sebuah perusahaan, kecerdasaan emosi secara empiris akan terlihat di dalamnya, sebagai contoh untuk karakter yang ramah, dapat diandalkan, menyakinkan (Mckenna, 1995). Hanya di dalam literature tidak menjelaskan proses dimana penerjemahan kecerdasaan emosi. Mekanisme apa yang akan digunakan, serta bagaimana mengubahnya. Sejauh ini belum ditemukan secara khusus tentang fresh graduate sehingga pada umumnya memiliki keterbatasan, upaya mendekati konteks yang diangkat. Kecerdasan Emosi dalam Rekrutmen dan Seleksi Makin pentingnya kecerdasaan emosi dalam rekrutmen mampu mengidentifikasi mengolaborasi kriteria. Pada proses rekrutmen dipahami pelamar sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan. Bagaimana kebutuhan perusahaan yang akan dibagikan kepada pelamar dapat memikat para pelamar. Menurut Simamora (2004) rekrutmen merupakan serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja dengan motivasi, kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang diperlukan untuk menutupi kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian. Aktivitas rekrutmen dimulai pada saat kandidat mulai dicari, dan berakhir pada saat lamaran mereka diserahkan. Rekrutmen merupakan masalah yang penting bagi perusahaan dalam hal pengadaan tenaga kerja. Jika suatu rekrutmen berhasil dengan kata lain banyak pelamar yang memasukkan lamarannya, maka peluang perusahaan untuk mendapatkan karyawan yang terbaik akan menjadi semakin terbuka lebar, karena perusahaan akan memiliki banyak pilihan yang terbaik dari para pelamar yang ada. Begitu halnya dengan seleksi yang merupakan proses pemilihan dari sekelompok pelamar yang paling memenuhi kriteria seleksi untuk posisi yang tersedia di dalam perusahaan (Simamora, 2004). Dalam teknik seleksi perusahaan tentu akan mengharapkan para pelamar yang datang memiliki prestasi yang memuaskan dalam pekerjaannya. Kriteria seleksi menurut Simamora (2004) pada umumnya dapat dirangkum dalam beberapa kategori yaitu: pendidikan, pengalaman kerja, kondisi fisik, kepribadian. Sebelum perusahaan memutuskan karakteristik yang akan diseleksi, maka perusahaan sebaiknya memiliki kriteria sukses yang telah ditetapkan sebelumnya untuk menentukan cara untuk memprediksi pelamar mana yang mencapai tingkat yang diharapkan. Adapun beberapa jenis metode seleksi yaitu, validitas, wawancara, aktivitas terstruktur, interaksi, tes psikometrik, referensi. Dari kelima metode tersebut yang mempunyai hubungan dengan kecerdasan emosi ada di dalam aktivitas terstruktur dimana kandidat akan berdiskusi kelompok dengan suatu topik atau masalah tertentu, akan terlihat dari kandidat dalam pengelolaan emosi serta hubungan dengan orang lain. Sama halnya dalam metode interaksi dan tes psikometrik juga terdapat tes kepribadian (Dale, 2003). Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Metode kualitatif yaitu penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data yang bersifat induktif, dan hasil penelitain kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2010). Data yang diperoleh berupa deskriptif berupa kata–kata tertulis atau lisan dari orang–orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2005). Penelitian ini dilaksanakan di Job Fair XXI pada bulan Maret 2013 Universitas Kristen Satya Wacana berlokasikan di Jalan Diponegoro no.52-60 Salatiga Jawa Tengah sebagai obyek penelitian. Responden dari penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan rekrutmen dan seleksi di Job Fair tersebut dengan pihak–pihak yang bersangkutan guna mendapatkan data dan keterangan yang menunjang analisis dalam penelitian. Perusahaan yang membuka stand pada Job Fair XXI UKSW sebagai populasi penelitian. Peserta yang terdapat di dalam Job Fair XXI sejumlah 53 perserta dengan sepuluh peserta dari lembaga (sekolah, yayasan). Sisanya yaitu 43 adalah perusahaan, yang saat itu hadir dan mendirikan booth di Job Fair XXI adalah 40 perusahaan, tiga perusahaan lainnya hanya di dalam sekretariat karena tidak dihadiri oleh pihak HR rekrutmen. Penulis berusaha untuk melibatkan semua peserta, tetapi hanya 17 perusahaan semula mau terlibat tetapi hanya delapan perusahaan yang mau terlibat lebih lanjut untuk diwawancarai. Sumber data adalah delapan perusahaan yang hadir di dalam Job Fair. Data yang diberikan berupa kata-kata, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain–lain. Kata–kata dan tindakan orang–orang yang diamati atau yang diwawancarai merupakan sumber data utama dalam penelitian ini. Sumber data dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekam dan pengambilan foto (Moleong, 2005). Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pertama adalah observasi atau pengamatan, penulis secara umum mengamati aktivitas Job Fair terkhususnya delapan perusahaan. Pengamatan langsung pada obyek penelitian dengan penulis sebagai pemeran serta tetapi melakukan fungsi pengamatan. Melihat staff HR menjelaskan spesifikasi pekerjaan di dalam lowongan pekerjaan jika ada calon kandidat (pelamar) bertanya. Teknik kedua wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, dimana penulis membuat kerangka dan garis besar pokok–pokok yang dirumuskan tidak perlu dinyatakan secara berurutan, mendasarkan diri atas anggapan bahwa ada jawaban yang secara umum diberikan oleh responden. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan responden dalam konteks wawancara yang sebenarnya. Dokumentasi merupakan teknik ketiga dalam penelitian ini, berfungsi sebagai bukti untuk suatu pengujian dengan alasan–alasan yang dapat dipertanggungjawabkan (Moleong, 2005). Teknik analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema. Data wawancara dibuat transkip-transkip dan kemudian mencari tema sedemikian rupa ke dalam matriks, dan kemudian mengorganisasikan membuat narasi. Proses analisis data sudah dimulai sejak wawancara pertama dikumpulkan, bandingkan dengan Moleong, 2005. Hasil Penelitian Pada bagian ini disajikan dan dianalisis data penelitian. Agar sistematis maka data hasil penelitian tersebut disajikan dan diuraikan satu persatu disesuaikan dengan fokus kajian sebagaimana tersebut pada bagian metode penelitian, yaitu: 1. Pentingnya kecerdasaan emosi yang digunakan dalam proses rekrutmen dan seleksi. 2. Cara perusahaan menerjemahkan kompetensi kecerdasan emosi ke dalam kriteria rekrutmen dan seleksi. 3. Instrumen seleksi yang lazim digunakan dalam mengukur kecerdasan emosi untuk karyawan fresh graduate. Sebelum menyajikan hasil penelitian, berikut disampaikan karakteristik perusahaan yang telah digali informasinya dalam penelitian ini Dari 53 participants Job Fair XXI, 40 perusahaan dihubungi untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. 17 peserta menyatakan kesediaannya namun karena kesibukan dalam Job Fair hanya delapan perusahaan yang akhirnya terlibat. Ke delapan perusahaan ini beroperasi di bidang otomotif (3 perusahaan), manufacture (3), dan finance (2). Mayoritas perusahaan memiliki head office di Jakarta, yaitu enam dari delapan perusahaan. NO Nama Perusahaan (no name) Tabel 1 Karakteristik Delapan Perusahaan Jenis Office Perusahaan Quantity 1 A Finance Kuningan, Jakarta 1 2 B Manufacture Cengkareng, Jakarta Barat 11 3 C Otomotif Cawang Jakarta Timur 15 4 D Otomotif Semarang 3 5 E Otomotif Sunter, Jakarta Utara 6 6 F Manufacture Surabaya 18 7 G Manufacture Slipi, Jakarta Barat 8 8 H Finance Jakarta 1 Hiring Contoh pekerjaan Financial Planner (Finansial Advisor) Management Trainee, Internal Auditor, Supervisor in Manufacturing Site Management Trainee Workshop, Management Trainee Sales ADM & Finance Sales Office, Local Purchasing Staff, Material Service Staff MT Finance & Accounting, Management Trainee, Internal Auditor, Management Trainee Perusahaan B, D, dan G dua kali mengikuti Job Fair UKSW dengan waktu yang berbeda sebelumnya pada Job Fair ke-21, perusahaan B mengikuti Job Fair ke19, D mengikuti Job Fair ke-20, mengikuti Job Fair ke-18. Selebihnya untuk perusahaan selain B, D, dan G hanya satu kali mengikuti Job Fair UKSW ke-18 sampai 21. Iklan lowongan pekerjaan yang terdapat pada handbook Job Fair mencerminkan kriteria kecerdasaan emosi. Kriteria kecerdasaan emosi pada umumnya dari kedelapan perusahaan menampilkan dari segi interpersonal skill contohnya yaitu strong leadership, communication, good management, leadership skill, have experience in the organization, good communication skills, kerjasama yang baik, motivasi untuk berprestasi tinggi, disiplin, strong leadership & team player, mampu bekerja di bawah tekanan. 1. Pentingnya Kecerdasan Emosi Delapan perusahaan yang diteliti menyatakan bahwa kecerdasaan emosi mempengaruhi di dalam proses rekrutmen dan seleksi. Ketiga perusahaan yang mengikuti Job Fair dua kali dalam tiga periode terakhir mempunyai kriteria kecerdasaan emosi di dalam lowongan pekerjaan. Lowongan pekerjaan pada perusahaan B, D, dan G mengindikasikan kecerdasaan emosi. Perusahaan B pada Job Fair ke-19 dengan kualifikasi: strong leadership, communication and interpersonal, leadership skill. Sedangkan pada Job Fair ke-21 dengan kualifikasi interpersonal skill dan leadership skill. Perusahaan D pada Job Fair ke-20 dengan kualifikasi have experience in the organization and good communication skills. Pada Job Fair ke-21 dengan kualifikasi: komunikasi dan kerjasama yang baik, motivasi untuk berprestasi tinggi, disiplin, strong leadership and team player, pengalaman organisasi. Perusahaan G mempunyai kualifikasi yang sama dari Job Fair sebelumnya. Kualifikasi di atas tentang kecerdasaan emosi yang tercermin di dalam lowongan pekerjaan menyatakan bahwa perusahaan sudah menyadari bahwa hal ini penting. Ketika diminta membandingkan kecerdasaan emosi dengan kecerdasaan intelektual, kebanyakan perusahaan menjawab kecerdasan emosi lebih penting. Salah satu menjawab bahwa keduanya mempunyai kududukan yang sama tetapi kembali menegaskan bahwa kecerdasaaan emosi lebih dominan Dalam hal lain perusahaan menerapkan kecerdasaan emosi yang memiliki lima aspek, yakni self awareness, self regulation, motivation, empathy, social skills (Goleman, 1995). Dari kelima aspek ini diterapkan di dalam proses rekrutmen dan seleksi, ke delapan perusahaan menjawab iya diterapkan. Pada perusahaan E dan F tidak terlalu diterapkan pada karyawan tingkat bawah atau disebut karyawan regular. Misalnya untuk kasus perkelahian secara fisik oleh karyawan pada bagian operator yang tidak bisa mengelola emosinya, perusahaan memberikan punishment PHK kepada karyawan yang terlibat. 2. Adopsi dan Penerjemahan Kecerdasan Emosi sebagai Kriteria Seleksi Calon Karyawan Baru Kecerdasaan emosi merupakan salah satu faktor untuk melakukan pekerjaan di dalam perusahaan, hal ini baru sejak tahun 1995 seperti yang diungkapkan Goleman. Sekitar tahun 2009 perusahaan B mulai mengadopsi kecerdasaan emosi, begitu pula dengan perusahaan F, satu informan menyatakan pada tahun 2011 dan pada tahun 2000. Hal ini dinilai bahwa, perusahaan agak lambat dalam menanggapi isu tentang kecerdasaan emosi. Sedangkan ada beberapa perusahaan masih belum mengetahui dengan jelas sejak kapan kecerdasaan emosi ini digunakan, karena pada dasarnya sudah memakai kecerdasaan emosi untuk proses rekrutmen. Sebagai contoh, perusahaan E yang merupakan perusahaan Jepang dan semua terpusat di perusahaan induk, dari merumuskan kecerdasan emosi sampai menyusun kerangka untuk rekrutmen dan seleksi karyawan. Tiga perusahaan lainnya belum tahu secara rinci karena merupakan perwakilan dari perusahaan yang tidak pada bagiannnya. Cara perusahaan untuk menerjemahkan kecerdasaan emosi ke dalam kriteria kandidat pun beragam, yaitu dengan jalan mempelajari dari buku, dari team khusus dan karyawan, dari perusahaan induk (multinasional), dan sewa konsultan. Seperti yang diungkapkan oleh staff HRD dari perusahaan B seperti berikut: “Kurang lebih sekitar tahun 2009 sudah memakai, ya ketika saya sudah masuk perusahaan ini, dari perusahaan pusat yaitu di Jakarta menyewa konsultan untuk menerjermahkan kecerdasaan emosi, tentunya juga disesuaikan dengan kebudayaan perusahaan.” Hal serupa juga sampaikan oleh staff HRD perusahaan H: “Sewa konsultan yang pas pertama soalnya IR nya ga conduct semuanya, jadi pake konsultan.” Fungsi daripada menyewa konsultan adalah agar perusahaan dapat membuat kurikulum untuk kriteria calon karyawan dalam merekrut karyawan. Hal ini pun juga harus disesuaikan dengan budaya perusahaan. Seperti yang diungkapkan oleh staff HRD perusahaan H: “Membantuin untuk bikin kurikulum yang spesifikasinya seperti apa, karakter-karakter yang diperlukan itu seperti apa trus dia assisment juga cocok dengan kebudayaan kan misal kita merekrut orang, yang kita lihat kecerdasaan emosional, itu kita akan cocokan dengan budaya-budaya perusahaan itu salah satu faktornya juga kenapa harus dilihat cocok atau nggak, sesuai atau nggak, memang seperti itu.” Dua perusahaan lainnya tidak menyatakan secara detail karena semua sudah diatur pada perusahaan induk, dengan kurikulum yang disesuaikan perusahaan. Menyesuaian dengan kebudayaan dan visi misi perusahaan. Tersusun dari perusahaan induk. Sedangkan dua perusahaan menyatakan bahwa bertanya kepada perusahaan lain dan melalui buku dan internet, pengembangan interprestasi. Hal ini juga dengan team khusus perusahaan yang sudah dibentuk. Team khusus yang dibentuk untuk menyusun kurikulum dalam menyusun karakteristik calon karyawan untuk perusahaan. 3. Penggunanaan Kecerdasaan Emosi dalam Proses Rekrutmen dan Seleksi Dalam publikasi lowongan pekerjaan, lima dari delapan perusahaan menyebutkan sudah tersampaikan sedangkan tiga perusahaan belum, terlihat ketika kandidat yang akan melamar pekerjaan masih bertanya tentang kriteria yang sudah dituliskan pada iklan lamaran pekerjaan. Sekalipun sudah dituliskan pada iklan lamaran pekerjaan, perusahaan juga melakukan presentasi program yang akan dilakukan seperti apa serta kriteria calon karyawan yang dicari perusahaan. Hal ini difungsikan agar calon karyawan mengerti dan memahami apa yang diinginkan perusahaan, ketika calon karyawan tidak sesuai dengan kemampuannya atau mungkin tidak mau belajar lebih lanjut dengan karyawan, mereka dapat meninggalkan ruangan dan tidak mengikuti test seleksi. Staff HRD perusahaan H mengungkapkan seperti ini: “Sebelum psikotest rekrutmen kita kan ada presentasikan program kita seperti apa, orang-orang seperti apa yang kita cari, itu kita floor kan dan bener-bener kita floor kan, kompetensi apa yang harus dimiliki, itu dipresentasi, sebelum psikotest kita akan presentasikan itu khususnya program MT, jadi biar aware aja untuk peserta, o berarti ini yang dicari tipenya kayak gini-gini mereka cocok ga, kita juga ga akan maksa kalau mereka ga cocok, ingin meninggalkan silahkan dan tidak ikut.” Ada beberapa aspek kecerdasaan emosi untuk informasi lowongan terkait dengan Job Fair. Salah satu contoh adanya kriteria kecerdasaan emosi adalah mampu bekerja dalam tekanan, komunikasi, kerja sama baik, motivasi untuk berprestasi tinggi, kepemimpinan, mampu bekerja dalam team. Perusahaan melihat dari keaktifan kandidat di dalam berorganisasi saat masih berkuliah karena dapat mencerminkan beberapa item kecerdasaan emosi secara empiris. Untuk selanjutnya perusahaan melihat dari proses seleksi yang dilaksanakan oleh perusahaan dalam beberapa minggu. Ada beberapa metode yang diterapkan untuk menggali potensi yang dimiliki kandidat fresh graduate. Metode seleksi yang diterapkan untuk menilai kompetensi kecerdasaan emosi ada empat metode yang berkaitan untuk dapat menilai kompetensi kecerdasaan emosi yaitu wawancara, aktivitas terstruktur, interaksi, tes psikometrik. Semua responden memakai metode ini, tiga perusahaan yang tidak memakai ke empatnya, dua diantaranya tidak memakai metode tes spikometrik dan satu perusahaan tidak memakai interaksi dengan alasan hanya pada saat test user saja jadi tidak perlu memakai metode interaksi. 4. Penggunaan Kecerdasaan Emosi dalam Rekrutmen Fresh Graduate Seleksi untuk kandidat fresh graduate dan berpengalaman, delapan perusahaan menyatakan sama. Memanglah untuk beberapa bagian tertentu membutuhkan yang berpengalaman tetapi terkhusus untuk posisi yang membutuhkan fresh graduate dan berpengalaman, perusahaan memakai model seleksi yang sama. Hanya pada saat seleksi wawancara akan berbeda, tiga responden menjawab tidak sama antara fresh graduate dan berpengalaman sedangkan empat lainnya menjawab sama, satu responden tidak menjawab. Perbedaannya pada saat proses seleksi wawancara jika terhadap fresh graduate lebih kepada pengembangan diri untuk yang berpengalaman lebih kepada tujuannya serta digali pengalamannya selama bekerja di pekerjaan yang lama. Seperti yang diungkapkan salah satu responden: “Dalam menyeleksi keduanya yang berpengalaman dan yang tidak berpengalaman sama saja tetapi untuk wawancara untuk pelamar yang sudah berpengalaman lebih kepada bagaimana mereka di perusahaan yang lama, pekerjaan apa yang mereka lakukan disana ada test khusus untuk yang sudah berpengalaman yaitu cara mereka mengambil keputusan itu seperti apa dalam kasus tertentu. Jika yang fresh graduate lebih kepada pengalaman mereka di kampus dan menggali potensi mereka.” Pengalaman fresh graduate pada kegiatan organisasi selama menjadi mahasiswa, hal itu sebagai bahan untuk menggali kemampuan dari seorang fresh graduate. Dilihat dari sisi hal kecerdasaan emosi bagaimana mengukur kemampuannya yaitu: giat, emosi, passion, mengenali diri sendiri dan orang lain, seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden: “Kalau orang itu belum ada pengalaman kerja jadi kan setiap kita ada orang kalau ada bahan untuk pengalamannya kan kita bisa dilihat dari situ, kan mungkin kekurangan dari fresh graduate ini tadi kan iyah sisi itu yang kita gali, seperti itu, potensinya digali, giat, emosi dia, passion dia, yang jelas dari dirinya sendiri dan untuk orang lain.” Potensi yang dicari dari seorang fresh graduate adalah hubungan sosial yang baik, sikap (attitude), motivasi, keterampilan, kepemimpinan, komunikatif, kepercayaan diri, komunikatif, aktif organisasi, logic thinking, kemampuan berprestasi, problem solving, analytical skill, lebih cepat beradaptasi. Semua ini tidak bisa dilihat pada saat wawancara saja ada beberapa kriteria tertentu yang dapat dilihat ketika melakukan metode seleksi berikutnya, salah satu contoh yaitu kepemimpinan, potensi ini dapat dilihat dalam metode seleksi aktivitas terstruktur contohnya dalam FGD (Focus Group Discussion) dimana kandidat akan digali potensinya dalam hal memimpin dan akan dilihat mana yang akan lebih menonjol atau dominan. Untuk merangkum seluruh hasil penelitian yang telah disampaikan sebelumnya, berikut disajikan tabel 2. Tabel 2 Rangkuman Data NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tema Tahun adopsi kecerdasan emosi Melalui cara Kecerdasaan emosi berpengaruh Aspek kecerdasan emosi diterapkan dalam proses rekrutmen dan seleksi Kecerdasaan emosi lebih penting dari pada kecerdasaan intelektual Sudah sesuai dengan item kompetensi kecerdasan emosi Tersampaikan kepada kandidat Metode yang digunakan Metode untuk fresh graduate dengan yang berpengalaman A 2011 B 2009 C - D - perusahaan induk, team khusus ya Sewa konsultan ya Buku, karyawan lain ya ya ya ya Perusahaan E - F 2009 G - H 2000 Perusahaan induk Perusahaan induk Pengalaman manajer Buku, sewa konsultan Sewa konsultan ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya ya - ya ya ya ya sudah sudah sudah sudah belum sudah belum sudah Semua metode Semua metode kecuali test psikometrik Semua metode Semua metode Semua metode kecuali test psikometrik Semua metode Semua metode berbeda berbeda sama berbeda - sama Semua metode kecuali interaksi sama sama Pembahasan Di dalam pembahasan ini akan dilihat kecocokan teori dengan realitas. Pokok persoalan yang pertama dalam penelitian ini adalah seberapa pentingkah kecerdasaan emosi dalam proses rekrutmen dan seleksi. Kecerdasaan emosi merupakan salah satu faktor penentu untuk melaksakan pekerjaan di dalam perusahaan (Goleman, 1998). Hal ini juga disetujui oleh kedelapan perusahaan, mereka berpendapat hal yang serupa. Maka dari itu kecerdasaan emosi terlihat lebih dominan dari pada kecerdasaan intelektual. Kriteria-kriteria kecerdasaan emosi lebih lama dapat diukur dari pada kecerdasaan intelektual, jika kecerdasaan intelektual mudah dilihat dari hasil nilai seperti IPK, tetapi kecerdasaan emosi dapat dilihat dengan berjalannya waktu. Rekan kerja berpengaruh di dalam seseorang bekerja, hubungan antar karyawan yang dekat, baik itu antar karyawan maupun dengan atasan, sehingga hubungan yang baik ini dapat menumbuhkan rasa percaya antar rekan kerja, individu yang kurang memilki kecakapan emosi akan lebih mudah berbuat suatu kesalahan, mudah tersingung dengan respon orang lain yang tidak sesuai dengan harapannya, dan lebih sulit berkonsentrasi dalam bekerja (Goleman, 1998). Jika melihat dari hasil wawancara, pentingnya kecerdasaan emosi dengan para karyawan yang sadar atas dirinya sendiri, sehingga bisa tahu apa yang harus dia lakukan untuk bisa berkomunikasi dan hubungan dengan orang lain. Pokok persoalan yang kedua dalam penelitian ini adalah bagaimana perusahaan menerjemahkan kompetensi kecerdasan emosi ke dalam kriteria rekrutmen dan seleksi. Penelitian ini mengambil obyek penelitian perusahaan yang ada di Indonesia. Perusahaan lebih tergantung kepada konsultan, hal ini akan berbeda dengan perusahaan yang mempunyai induk perusahaan di luar Indonesia. Perusahaan yang sudah mempunyai cara sendiri untuk bagaimana menerjermahkan kecerdasaan emosi. Persoalan penelitian yang kedua belum bisa dijawab di dalam penelitian ini. Dikarenakan faktor dari responden yang bukan merupakan salah satu dari pihak konsultan yang secara langsung menerjemahkan kecerdasaan emosi. Menerjemahkan suatu konsep ke dalam kriteria yang bisa kita buat sebagi acuan praktis belum bisa dibuat secara mudah tanpa adanya bantuan dari seorang konsultan. Seperti di dalam penelitian ini, di luar Indonesia yang mengacu ke pada adopted, dari penelitian Rupidara (2011) mengenai mengadopsi “strategic framework” juga memerlukan peranan dari seorang konsultan. Konsultan berperan dalam membuat sebuah kriteria kecerdasaan emosi untuk proses rekrutmen dan seleksi seperti yang di ungkapkan perusahaan yang sudah diwawancarai. Hal ini diperkuat dengan penelitian Rupidara (2011) tetang peran konsultan untuk membimbing perusahaan dari formula visi dan misi, strategi, nilai, gaya, dan ifrastruktur suatu perusahaan, mereka memberikan solusi. Tentunya tidak terlepas dari sebuah elemen kebudayaan yang asli dari perusahaan atau ciri khusus perusahaan. Persoalan penelitian yang ketiga, tentang instrumen yang digunakan untuk melihat kecerdasaan emosi kandidat khususnya fresh graduate. Pengukuran kecerdasaan emosi digunakan dengan berkas lamaran dan CV (Curriculum Vitae). Contoh untuk ktiteria strong leadership diukur dengan melihat CV dalam pengalaman organisasi. Melihat peran kandidat di dalam organisasi. Hal ini dilaksaknakan di dalam proses seleksi berkas dan selanjutkan akan dikonfirmasikan ulang dengan proses wawancara. Wawancara yang merupakan salah satu dari metode seleksi akan mengukur bagaimana kandidat terlihat matang secara emosi atau tidak. Terlihat dari mimik wajah, bagaimana cara menanggapi, dan menyelesaikan suatu contoh kasus yang ditanyakan. Proses ini bertahap pada seleksi selanjutnya dengan FGD (Forum Group Discussion). Di dalam proses seleksi tersebut akan terlihat bagaimana seorang kandidat yang lebih dominan dan juga akan terlihat bagaimana berkomunikasi dengan peserta lainnya. Dari beberapa cara instrumen seleksi yang digunakan, akan dilihat adalah kemampuan sebuah positive attitude Mayer, Salovey, dan Caruso (1997). Hal ini serupa dengan yang diungkapkan oleh perusahaan yang diwawancarai penulis bahwa yang terpenting dari seorang fresh graduate adalah positive attitude. Karena untuk fresh graduate tentunya mereka hanya mempunyai pengalaman di dalam bidang organisasi bukan di dunia kerja, hal yang paling utama adalah bagaimana dia punya positive attitude, disebut juga positive mental attitude. Fresh graduate akan diberikan pengembangan dan pembelajaran secara teknikal ketika mereka training maka dari itu yang paling utama adalah mental seorang kandidat serta positive thinkingnya. Simpulan Hasil dan pembahasan di atas mengenai kecerdasan emosi dalam proses rekrutmen dan seleksi karyawan fresh graduate dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasaan emosi penting untuk fresh graduate dalam proses rekrutmen dan seleksi namun hal ini tidak bisa secara langsung bisa diukur secara langsung. Butuh proses dengan berjalannya waktu, butuh pengembangan di dalam proses seleksinya. Pada prakteknya kompetensi kecerdasaan emosi dapat dilihat pada saat wawancara dan proses seleksi terstruktur. 2. Cara dominan yang digunakan perusahaan-perusahaan dalam menerjemahkan ke dalam kriteria jabatan adalah sewa konsultan, sebagian perusahaan melakukannya sendiri melalui team khusus. 3. Instrumen seleksi yang digunakan adalah dengan memakai berkas lamaran pada bagian curriculum vitae, untuk melihat apakah pelamar memilki pengalaman dalam berorganisasi. 4. Dalam aktivitas tersruktur merupakan metode seleksi untuk mengukur kecerdasaan emosi contohnya FGD. Bagaimana kandidat berkomunikasi dengan teman dan atasannya, proses seleksi yang dialami oleh kandidat cukup panjang karena ada proses pengembangan di dalamnya. 5. Seleksi karyawan fresh gradute dan yang sudah berpengalaman selebihnya sama hanya pada saat wawancara akan berbeda. Berbeda dalam konteks yang dibicarakan dan penyelesaian kasus yang akan ditanyakan. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu pada masalah waktu dimana informan merupakan peserta Job Fair yang pada saat itu masih sibuk dengan pekerjaan mereka untuk menjaga stand bagi pelamar dan menyiapkan bahan untuk merekrut. Selain itu juga pada representative dengan kurangnya informasi mendalam dari informan tentang bagaimana cara menerjermahkan kecerdasan emosi ke dalam kriteria. Faktor lainnya dikarenakan informan hanya merupakan staff HRD, belum bisa menjawab dengan rinci karena perusahaan memakai team khusus untuk menyusun kriteria kecerdasaan emosi dan menyewa konsultan. Kurangnya informan yang bisa menjawab dengan seksama dikarenakan yang datang bukan team khusus yang menerjemahkan kecerdasan emosi. Keterbatasan yang lainnya adalah belum ada informasi dari pihak pelamar khususnya fresh graduate. Implikasi Praktis Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan penelitian ini, terdapat sejumlah rekomendasi yang didapatkan yaitu sebagai berikut: 1. Diharapkan agar perusahaan memberikan informasi di dalam lowongan pekerjaan yang mencerminkan kecerdasaan emosi dan jika memang kecerdasaan emosi lebih berperan, kriteria kecerdasaan emosi bisa sebagai poin utama di dalam menyaring calon karyawan. 2. Makin pentingnya kecerdasaan emosi para pencari kerja dituntut utuk bisa memenuhi kriteria yang dibutuhkan perusahaan. Tentunya di dalam perusahaan sudah menganggap kecerdasaan emosi merupakan hal penting. Sedangkan untuk membangun kecerdasaan emosi di dalam calon pencari kerja perlu waktu yang cukup lama. 3. Bagi fresh graduate agar bisa berlatih di dalam pembentukan kecerdasaan emosi terutama untuk Positive Mental Attitude. 4. Bagi universitas tentunya juga membantu dalam hal fasilitas dalam pembentukan kecerdasaan emosi untuk mahasiswa selama masa kuliahnya. Rekomendasi untuk penelitian mendatang Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat lebih bisa memilih responden penelitian yang bukan hanya dari staff HRD yang datang pada saat Job Fair, tetapi juga dari team khusus perusahaan dan juga mungkin bisa jadi dari konsultan untuk mengetahui bagaimana perusahaan menerjermahkan kecerdasan emosi ke dalam kriteria. Selain itu diharapkan bisa menggali informasi dari pihak pelamar. Penelitian ini berkaitan dengan adopsi kompetensi, penejermahan dalam aspek-aspek proses SDM. Penelitian-penelitian ini sangat jarang, maka perlu ditingkatkan dalam penelitian selanjutnya dengan konteks adopsi dan implikasinya. Referensi Adyutawati, R. (2009).Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kepuasan Kerja Karyawan di CV Sukses Jaya Utama (Rindang Corporate). Salatiga: PUUKSW (tidak dipublikasikan). Astikasai, H. (2006). Handout Tes Inteligensi. Salatiga: FPsi-UKSW (tidak dipublikasikan). Bar-On, R., “Bar-On Emotional Quotient inventory (EQi): Technical manual. Toronto”, ON: MultiHealth Systems, 1997. Breaugh, J.A. 1983. “Realistic Job Previews: A Critical Appraisal and Future Research Directions.” The Academy of Management Review. October, 8 (4): 612-619. Cangelosi, B. R., & Peterson, M. L. (1998). Peer teaching assertive communication strategies for the workplace. (Clearinghouse No. CE078025) Montgomery, AL: Auburn University at Montgomery, School of Education. (ERIC Document Reproduction Service No. ED427166). Colfax, R; Rivera, J; Perez, K. (2010). Applying Emotional Intelligence (eq-i) in The Workplace: Vital to Global Business Success. Journal of International Business Research, Volume 9, Special Issue 1. Cooper, R.K. & Sawaf, A. (1999). Executive EQ. Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan dan Organisasi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Dale, Margaret. (2003). Sukses Merekrut dan Menyeleksi Karyawan. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. Goleman, D. (1995). Emotional intelligence: Why it can matter more than IQ. New York. (1998). Working with Emotional Intelligence. New York: Bantam Books. (2007). Kecerdasan Emosional: Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ. Alih Bahasa: T. Hermaya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Goleman & Cherniss.(2001).The Emotionally Intellingent Workplace.San Francisco: Jossey-Bass. Goleman, D., Boyatzis, R., McKee, A. (2002). Primal Leadership: Realizing the Power of Emotional Intelligence. Harvard Business School Press, Boston. Marchand, A., Demers, A. & Durand, P. (2005). Does work really cause distress? The contribution of occupational structure and work organization to the experience of psychological distress. Social Science & Medicine, in press. Mckenna, Eugene. (1995). The Essence of Human Resource Management. Yogyakarta: Andi. Moleong, Lexy. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. No name. (2011). Perguruan Tinggi Lemah Melihat Kebutuhan Pasar Kerja. Kompas, 18 Oktober 2011 diakses dari http://edukasi.kompas.edu. 15 Januari 2012 Pompandejvittaya, P & Sukkhewat, A (2011). Emotional Intelligence Quotient, Professional Practice and Job Success:Empirical Research in The Stock Exchange in Thailand. JOURNAL OF ACADEMY OF BUSINESS AND ECONOMICS, Volume 11, Number 3. Rupidara, Neil. (2011). Connectivity of Actors and the Diffusion of Ideas in HR Systems Configuration: Evidence from multinational subsidiaries in Indonesia. Dalam Rupidara N.S. the configuration of human resourses system within multinational subsidiaries in Indonesia, Macquarie University, PhD Thesis. Simamora, Henry, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi ketiga, cetakan pertama, Penerbit: YKPN, Yogyakarta. Sugiyono, Dr. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif, Penerbit: ALFABETA. Sulistiyani Ambar Teguh dan Rosidah, 2009, Manajemen Sumber Daya Mansusia, Konsep Teori dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik, edisi kedua, cetakan pertama, Penerbit : Graha Ilmu, Jakarta. Suwandi, dan Nur Indriantoro (1999), “Pengujian Model Turnover Pasewark dan Strawser: Studi Empiris pada Lingkungan Akuntansi Publik”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2 (2), halaman 173-195. Wahyukusuma, A. (2005).Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Kepemimpinan Demokratis pada Supervisor. Salatiga: PU-UKSW (tidak dipublikasikan). LAMPIRAN PERTANYAAN PANDUAN WAWANCARA Wawancara ini merupakan wahana untuk menggali informasi mengenai proses rekrutmen dan seleksi dalam kaitannya dengan kecerdasan emosi terutama untuk karyawan fresh graduate. Tanggal wawancara : Tempat wawancara : I. IDENTITAS INFORMAN Nama Informan : ........................................ (Boleh tidak diisi 2. Jenis kelamin : ........................................ (L/P) 3. Umur : ........................................ (Boleh tidak diisi) 4. Pendidikan terakhir : ........................................ (Bidang Pendidikan) 5. Lama bekerja : ....................................................... 6. Jabatan : ....................................................... 7. Lama Jabatan : ....................................................... 8. Tempat Bekerja : ....................................................... Berilah tanda centang ( ) yang menurut Anda tepat. 1. Apakah perusahaan Bapak/Ibu sudah menggunakan/mengadopsi kecerdasan emosi sebagai bagian dari kompetensi karyawan yang bekerja dalam perusahaan? Ya Tidak Jika ya, sejak kapan? ……. 2. Dari mana perusahaan Bapak/Ibu mengenal tentang kecerdasan emosi? Buku Karyawan lain Menyewa konsultan Lain-lain: ……………………… 3. Apakah kompetensi kecerdasan emosi ini juga mempengaruhi proses rekrutmen dan seleksi pegawai? Ya Tidak Jika ya, mengapa? 4. Apakah dalam syarat-syarat atau spesifikasi jabatan pada umumnya sudah teridentifikasi secara spesifik item kompetensi kecerdasan emosi? Ya Tidak Jika ya, tolong berikan contoh? 5. Pada proses rekrutmen, dalam publikasi lowongan pekerjaan, apakah kriteria kecerdasan sudah tersampaikan secara eksplisit kepada pencari kerja khususnya fresh graduate? Ya Tidak Jika ya, tolong berikan salah satu contoh perumusannya: Jika tidak, apakah kriteria jabatan yang diumumkan masih berkaitan dengan item-item kecerdasan emosi? 6. Dari ke-5 aspek kecerdasan emosi mana yang diterapkan untuk proses rekrutmen dan seleksi? Mengenali emosi diri (self awareness) Mengelola emosi (self regulation) Memotivasi diri sendiri (motivation) Mengenali emosi orang lain (empathy) Membina hubungan (social skills) Lain-lain:……. 7. Apakah dari perusahaan Bapak/Ibu mempunyai sumber lain yang mungkin lebih dari ke-5 aspek tersebut? Ya Tidak Jika ya, tolong berikan contoh? 8. Dalam proses seleksi metode apa yang akan digunakan untuk menilai kompetensi kecerdasan emosi? Wawancara Aktivitas terstruktur (melakukan sampel pekerjaan, presentasi yakni bagaimana calon karyawan dapat melaksanakan presentasi, menyakinkan pendengar, mendemonstrasikan pengetahuan, studi kasus dimana calon karyawan akan melakukan diskusi kelompok) Interaksi (kesesuaian sosial antara calon karyawan terhadap calon kolegannya (atasannya)) Tes psikometrik (tes kemampuan kognitif, kuesioner kepribadian) 9. Apakah metode seleksi yang digunakan, disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dibutuhkan? Ya Tidak Jika ya, tolong berikan contoh pada salah satu jenis pekerjaan? Jenis Pekerjaan Metode Seleksi yang Digunakan Dari keterangan di atas menurut Bapak/Ibu, apakah kecerdasaan emosi penting dalam proses rekrutmen dan seleksi khususnya bagi calon karayawan fresh graduate? Ya Tidak Jika ya, mengapa? 10. Tolong sebutkan kompetensi – kompetensi utama apa yang dicari dari seorang fresh graduate?