Kecerdasan Emosi dalam Proses Rekrutmen dan Seleksi Karyawan

advertisement
KECERDASAN EMOSI
DALAM PROSES REKRUTMEN DAN SELEKSI
KARYAWAN FRESH GRADUATE
Oleh:
MONIKA AYU WIJAYA
NIM: 212009050
KERTAS KERJA
Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Guna Memenuhi Sebagian dari
Persyaratan – persyaratan untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi
FAKULTAS
: EKONOMIKA DAN BISNIS
PROGRAM STUDI
: MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2013
MOTTO
“Jadi silahkan mengeluh, bila pekerjaan sudah kelar, karena
mengeluh sebelum bekerja seperti minta kenyang tapi kagak mau
makan”
“Life is beautiful“
“God Loves each of us as if there were only one of us”
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Tuhan Yesus yang telah memberikan anugerah dan
rahmat-Nya yang sungguh luar biasa kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan kertas kerja ini dengan baik. Penyusunan kertas kerja ini
digunakan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi di
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Penulisan kertas kerja ini mungkin tidak akan terselesaikan tanpa bantuan
dari pihak-pihak yang telah mengorbankan waktu dan tenaga mereka. Oleh karena
itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
seluruh pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan kertas kerja ini. Untuk
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus, karena penyertaan dan segalanya yang diberikan pada
penulis sehingga dapat menyelesaikan kertas kerja ini.
2. Keluarga tercinta: Papi, Mami, mas John, dek Yogie yang sudah
mendukung selama perkuliahan, maupun saat penulisan kertas kerja ini.
3. Keluarga besar dari Papi dan Mami.
4. Bapak Neil S Rupidara, SE, M.Sc, PhD selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan ide, saran, dan kritik selama menyusun kertas kerja ini.
5. Ibu Linda Ariani selaku wali studi yang telah membantu selama proses
perkuliahan hingga selesainya kertas keja ini.
6. Bapak Eranus selaku dosen kemahasiswaaan yang telah membantu dan
membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya kertas
kerja ini.
7. Seluruh civitas UKSW yang sudah menjadi almamater bagi penulis dan
memberikan beasiswa sampai penulis menyelesaikan kertas kerja ini.
8. Seluruh staff pengajardan staff tata usaha Fakultas Ekonomika dan Bisnis
UKSW yang sudah membimbing selama masa perkuliahan penulis, serta
penyusunan kertas kerja ini secara langsung maupun tidak langsung.
9. Teman-teman satu angkatan 2009 dan semua kakak angkatan yang sudah
membantu penulis dalam segala hal, baik suka maupun duka semuanya
yang tidak bisa disebutkan satu per satu: kak Joe, Fbl, kak Eben, kak Dwi,
Arum, Lia, Lurry, Prissa, Retno, Dian Paula, Fany, Riska, Rocky, Yafet.
10. Seluruh teman-teman persekutuan doa St. Yohanes Pembabtis Gereja
Katolik Paulus Miki Salatiga yang sudah memberikan dukungan kepada
penulis dengan doa dan sharing: Loy, Helen, David, Anne, Marcel, Depe,
Yogi, ko budi, Ryd, Ivan, Friska, kak Berto, Andreas Roni, Teh Grevi, kak
Damar, Kak Heru, cik Ping2.
11. Seluruh keluarga besar Askarseba (asrama UKSW) dan kos Seruni 18 dan
semuanya yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terimakasih: Dezy,
kak Ike, kak Nova, Yona, Fani, Emma, Eri, Dita, Betty, Candra, Fajarini,
kak Oi, kak Yuki, kak Irma, kak Eva, kak Dj, kak Ola.
Salatiga, 25 Juni 2013
MONIKA AYU WIJAYA
DAFTAR ISI
Halaman judul ............................................................................................... i
Surat Pernyataan Keaslian Kertas Kerja .......................................................... ii
Halaman Persetujuan/ Pengesahaan................................................................. iii
Halaman Motto .............................................................................................. iv
Ucapan Terima Kasih ..................................................................................... v
Daftar Isi......................................................................................................... vii
Daftar Tabel .................................................................................................... viii
Daftar Lampiran ............................................................................................. ix
Abstract .......................................................................................................... 1
Pendahuluan ................................................................................................... 1
Landasan Teori ............................................................................................... 5
Evolusi Kecerdasan Emosi sebagai Kriteria Sukses ............................. 5
Pengukuran Kompetensi Kecerdasan Emosi ........................................ 6
Aspek-Aspek Konteks Adopsi Kecerdasan Emosi ............................... 11
Kecerdasan Emosi dalam Rekrutmen dan Seleksi ................................ 12
Metode Penelitian ........................................................................................... 13
Hasil Penelitian ............................................................................................... 15
1. Pentingnya Kecerdasan Emosi ......................................................... 17
2. Adopsi dan Penerjemahan Kecerdasan Emosi sebagai Kriteria
Seleksi Calon Karyawan Baru ............................................................. 18
3. Penggunanaan Kecerdasaan Emosi dalam Proses
Rekrutmen dan Seleksi ........................................................................ 20
4. Penggunaan Kecerdasaan Emosi dalam Rekrutmen
Fresh Graduate ................................................................................... 21
Pembahasan .................................................................................................... 24
Simpulan ...................................................................................................... 26
Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 27
Implikasi Praktis ................................................................................. 27
Rekomendasi untuk penelitian mendatang ........................................... 28
Referensi ...................................................................................................... 28
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Karakteristik Delapan Perusahaan ...................................................... 16
Tabel 2 Rangkuman Data ................................................................................ 23
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Wawancara ................................................................. 31
KECERDASAN EMOSI
DALAM PROSES REKRUTMEN DAN SELEKSI
KARYAWAN FRESH GRADUATE
MONIKA AYU WIJAYA
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana
Abstract
Softskills have been identified as one the most needed competence, concerning the
recruitment and selection of fresh graduate. One of the softskills needed is emotional
intelligence. Emotional intelligence has been argued as a determinant of work
success. This study deals with the adoption of emotinal intelligence in the recruitment
and selection of fresh graduates. This study aims to understand (1) how important
emotional intelligence for recruitment and selection process, (2) how the companys
include emotional intelligence competence into recruitment criteria, and (3) the use
of selection instrument to measure emotional intelligence in recruiting and selecting
fresh gradute employees. This is a qualitative research, mainly based on interviews
with eight participant of 21st SWCU Job Fair. This study shows that emotional
intelligence has been considered important in the recruitment and selection process
of fresh graduates.
Keywords: emotional intelligence, recruitment, selection, fresh graduate
Pendahuluan
Sejak munculnya buku Emotional Intelligence: Why It Can, Matter More
Than IQ (Goleman, 1995), kecerdasan emosi dirujuk sebagai sebuah faktor penting
dalam menjelaskan keberhasilan di tempat kerja. Dalam bukunya itu, Goleman
menjelaskan bahwa kecerdasan emosi berpengaruh 80% terhadap kesuksesan kerja,
sedangkan 20% sisanya adalah porsi pengaruh kecerdasan intelektual dalam setiap
individu. Berbagai penelitian yang dilakukan setelah terbitnya buku itu membuktikan
adanya
hubungan
kecerdasan
emosi
dengan
kepuasan
kerja
karyawan,
kepemimpinan, kesuksesan dalam suatu pekerjaan, dan merupakan hal yang sangat
vital dalam kesuksesan dalam berbisnis di era globalisasi (Adyutawati, 2009; Colfax,
Rivera, & Perez, 2010; Pompandejvittaya & Sukkhewat, 2011; Wahyukusuma,
2005). Penelitian - penelitian tentang hubungan kecerdasan emosi dengan berbagai
variable tersebut menguatkan kesimpulan Goleman tentang pentingnya kecerdasan
emosi di dalam tempat kerja (Goleman & Cherniss, 2001).
Pentingnya peran kecerdasan emosi dalam menentukan kesuksesan di tempat
kerja, kepemilikan kecerdasan emosi oleh karyawan karenanya menjadi penting
dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia. Seperti yang dijelaskan Goleman dan
Cherniss (2001), kecerdasan emosi diperlukan dan sangat berpengaruh ketika seorang
pegawai bekerja di dalam sebuah perusahaan. Sebagaimana kompetensi lainnya,
kepemilikan kecerdasan emosi yang baik pada pekerja dapat ditempuh melalui dua
jalur. Pertama, pengembangan kompetensi kecerdasan emosi pada karyawan yang
ada. Kedua, perekrutan karyawan baru dengan kepemilikan kecerdasan emosi yang
baik. Penelitian ini memfokuskan pada jalur kedua.
Implikasi lanjutannya adalah bahwa penetapan kecerdasan emosi sebagai
salah satu kriteria di dalam proses rekrutmen dan seleksi menjadi penting. Pentingnya
hal itu bukan saja terkait dengan penetapan kriteria kandidat itu sendiri dalam rangka
menyaring para pelamar yang merespon penawaran pekerjaan, tetapi juga terkait
pemilihan metode atau alat seleksi, serta acuan akhir dalam pembuatan keputusan
seleksi. Sebuah survey pada tahun 1997 terhadap praktek benchmarking di
perusahaan-perusahaan besar di Amerika yang dilakukan oleh American Society for
Training and Development, empat dari lima perusahaan yang mencoba menerapkan
kecerdasan emosi kepada para karyawan, salah satunya dalam proses seleksi
(Goleman, 1998).
Salah satu pertimbangan untuk memprioritaskan pencarian kepemilikan
kecerdasan emosi melalui proses rekrutmen dan seleksi adalah efektivitas
pembiayaan. Selama ini dipahami bahwa tidak sedikit karyawan yang setelah
diterima dan ditempatkan bekerja kemudian memilih keluar dari perusahaan.
Penelitian menghubungkan fenomena tersebut dengan job-preview (Breaugh, 1983).
Penelitian yang diajukan ini memandang bahwa terlalu dininya pekerja tertentu
keluar dari pekerjaan diduga terkait dengan kondisi kematangan emosi yang relatif
rendah. Bilamana turnover tenaga kerja relatif tinggi karena hal tersebut, perusahaan
mengalami kerugian investasi dalam bentuk biaya-biaya rekrutmen, seleksi, dan
pelatihan kembali yang tidak dapat dikembalikan dengan baik (Suwandi &
Indriantoro, 1999).
Karena fokus penelitian diarahkan pada kepemilikan kecerdasan emosi sejak
dini melalui rekrutmen dan seleksi, perhatian secara lebih spesifik diarahkan pada
rekrutmen dan seleksi lulusan baru (fresh graduate). Fresh graduates seringkali
dinilai belum siap kerja di dunia industri. Harian Kompas (18 Oktober 2011)
misalnya mengungkap mengenai banyaknya keluhan dari dunia industri yang menilai
bahwa perguruan tinggi di Indonesia hanya mampu menghasilkan lulusan yang siap
training tetapi belum siap kerja. Perguruan tinggi dianggap belum bisa membaca
secara tepat kebutuhan tenaga kerja di dunia industri. Lulusan perguruan tinggi
harusnya diarahkan untuk mempunyai keterampilan dibutuhkan di dunia pasar
industri. Namun, pada saat yang sama, ini bisa juga berarti bahwa dunia industri pun
masih
gagal
merumuskan
dan
mengomunikasikan
kriteria
kompetensi
ketenagakerjaan yang spesifik yang dibutuhkannya. Untuk itu, riset berkenaan dengan
penetapan kriteria kompetensi dalam proses rekrutmen dan seleksi menjadi
diperlukan.
Terkait dengan rekrutmen dan seleksi fresh graduate, belakangan ini,
softskills teridentifikasi sebagai salah satu bentuk kompetensi yang makin diperlukan
di dunia kerja dan karenanya berpengaruh dalam pencarian kompetensi di level
lulusan baru. Kecerdasan emosi merupakan salah satu jenis softskills yang diperlukan,
di samping life style yang sehat (Marcard, 2005) dan kemampuan berkomunikasi
secara efektif (Cangelosi & Petersen 1998).
Kecerdasan emosi digunakan sebagai kriteria rekrutmen dan seleksi, maka
perlu dilakukan penelitian empiris bagaimana HR Dept di perusahaan menentukan
karakteristik kemampuan tersebut untuk karyawan fresh graduate. Penelitian tentang
proses adopsi dan penerjemahan kriteria kecerdasan emosi untuk keperluan
rekrutmen dan seleksi bersifat masih sangat terbatas dilakukan terutama dalam
konteks MSDM di Indonesia. Literature yang lazim dijumpai adalah sebatas kajian
atas pentingnya kecerdasan emosi di tempat kerja, bukan bagaimana perusahaan
mengadopsi dan mengimplementasi kecerdasan emosi dalam kriteria rekrutmen dan
seleksi. Secara konseptual proses ini terkait dengan komponen kecerdasan emosi,
yakni self awareness, self regulation, motivation, empathy, social skills (Goleman,
1995). Namun, untuk memahaminya dengan baik, penelitian empiris seperti ini perlu
dilakukan.
Persoalan penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka persoalan yang diangkat dalam penelitian ini
adalah:
1. Seberapa penting kecerdasan emosi digunakan sebagai proses rekrutmen
dan seleksi?
2. Bagaimana perusahaan menerjemahkan kompetensi kecerdasan emosi ke
dalam kriteria rekrutmen dan seleksi?
3. Instrumen seleksi apakah yang lazim digunakan dalam mengukur
kecerdasan emosi untuk karyawan fresh graduate?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penilaian seberapa pentingnya
kecerdasan emosi dalam proses rekrutmen dan seleksi, memahami pada
penerjemahan kecerdasan emosi ke dalam kriteria rekrutmen dan seleksi, dan
mengetahui instrumen seleksi yang lazim digunakan perusahaan dalam mengukur
kecerdasan emosi yang dimiliki kandidat, terutama fresh graduate.
Manfaat dari penelitian ini bagi universitas agar bisa lebih memperhatikan
bagaimana mengembangkan dan melatih kecerdasan emosi mahasiswa yang
sekiranya penting untuk masa depan. Bagi perusahaan untuk bisa memperhatikan
melihat kriteria kecerdasaan emosi untuk kandidat fresh graduate dan menjadikan
kriteria ini utama dan bisa dilihat pada lowongan pekerjaan.
Landasan Teori
Evolusi Kecerdasan Emosi sebagai Kriteria Sukses
Berdasarkan
pengertian
tradisional,
kecerdasan
meliputi
kemampuan
membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan kata dan angka yang
menjadi fokus di pendidikan formal (sekolah) dan sesungguhnya mengarahkan
seseorang untuk mencapai sukses dibidang akademis. Intellectual Quotient (IQ)
menjadi patokan untuk sukses di dalam suatu pekerjaan. Semakin tinggi IQ seseorang
diprediksi akan semakin sukses di tempat kerja. (Pompandejvittaya & Sukkhewat,
2011).
Adapun beberapa kelemahan dari test IQ: test IQ tergantung dari kebudayaan,
hanya cocok untuk jenis tingkah laku tertentu, untuk jenis kepribadian tertentu.
Dengan adanya beberapa kelemahan di atas maka ada baiknya test IQ digunakan
dalam kombinasi dengan alat-alat tes lainnya (Astikasari, 2006). Namun dengan
muncul gagasan dari Goleman yang menyatakan bahwa kecerdasaan emosi
merupakan faktor penting mencapai kesuksesan, kriteria sukses di tempat kerja
mengalami pergeseran ke arah kecerdasaan emosi.
Istilah kecerdasan emosi berasal dari Mayer, Salovey, dan Caruso (1990).
Mereka mendefinisikan kecerdasaan emosional sebagai salah satu bentuk kecerdasan
sosial yang meliputi kemampuan untuk memonitor perasaan dan emosi diri sendiri
serta orang lain, merasakan perbedaannya, dan menggunakan informasi ini sebagai
tuntunan dalam berfikir dan mengambil tindakan. Menurut definisi ini, pengendalian
emosi sangatlah penting bagi individu yang memiliki inteligensi emosional ini.
Konsep kecerdasaan emosi kemudian diperdalam oleh Goleman (1998) yang
mengatakan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti dari hubungan sosial yang
baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang
lain atau dapat berempati, orang tersebut memiliki tingkat emosionalitas yang baik
dan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial.
Pengukuran Kompetensi Kecerdasan Emosi
Berjalannya waktu Mayer, Salovey, dan Caruso (1997) menuliskan bahwa
kecerdasan emosi mempunyai enam aspek yaitu: self-awareness, assertiveness,
empathy, interpersonal relationships, stress tolerance and impulse control. Di tahun
yang sama, Bar-On (1997) mempunyai dua ukuran untuk kecerdasan emosi yang
pertama adalah intrapersonal, interpersonal, adaptability, stress management and
general mood, dan yang kedua teridikasi 15 faktor yaitu; Emotional SelfAwareness
(ES) adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami emosi seseorang;
Assertiveness (AS) adalah kemampuan untuk mengekspresikan perasaan, keyakinan
dan pikiran dan membela hak-hak seseorang dengan cara non-destruktif; Self-Regard
(SR) adalah kemampuan untuk menyadari, memahami, menerima, dan menghargai
diri sendiri; Self-Actualization (SA) adalah kemampuan untuk mewujudkan kapasitas
potensi seseorang; Independence (IN) adalah kemampuan untuk menjadi mandiri dan
selfcontrolled
dalam pemikiran seseorang dan tindakan dan untuk bebas dari
ketergantungan emosional; Empathy (EM) adalah kemampuan untuk menyadari,
memahami, dan menghargai perasaan orang lain; Interpersonal Relationship (IR)
adalah kemampuan untuk membangun dan memelihara hubungan yang saling
memuaskan; Responsibility (RE) adalah kemampuan untuk menunjukkan diri sebagai
anggota koperasi berkontribusi, dan konstruktif kelompok sosial seseorang; Problem
Solving (PS) adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan menentukan masalah
serta untuk menghasilkan dan menerapkan pemecahan yang ampuh; Reality Testing
(RT) adalah kemampuan menilai korespondensi antara apa yang dialami dan apa yang
secara obyektif ada; Flexibility (FL) adalah kemampuan untuk menyesuaikan emosi,
pikiran, dan perilaku seseorang untuk mengubah situasi dan kondisi; Stress Tolerance
(ST) adalah kemampuan untuk menahan efek samping dan situasi stress; Impulse
Control (IC) adalah kemampuan untuk menahan atau menunda impuls, drive atau
godaan untuk bertindak; Happiness (HA) adalah kemampuan untuk merasa puas
dengan kehidupan seseorang, untuk menimati diri sendiri dan orang lain, dan
memiliki menyenangkan; Optimism(OP) adalah kemampuan untuk melihat sisi terang
kehidupan dan memlihara sikap positif (positive attitude).
Di dalam bukunya Goleman (1998) menawarkan suatu cara untuk
menginventarisasi kekuatan-kekuatan kita dan memusatkan perhatian kepada
kecakapan-kecakapan yang ingin dikembangkan melalui kerangka kerja kecakapan
emosi di bawah ini yang meliputi dimensi-dimensi sebagai berikut:
1. Kesadaran diri (self awareness)
Mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya, dan intuisi. Di dalam
pengukuran dirinya sendiri, secara sadar seseorang akan sadar akan kekuatan dan
kelemahannya, dapat belajar dari pengalaman. Seseorang dapat terbuka terhadap
umpan balik yang tulus, mampu menunjukan rasa humor dan bersedia memandang
diri sendiri dengan prespektif yang luas.
Kepercayaan diri merupakan kesadaran diri yang kuat tentang harga dan
kemampuan diri sendiri. Berani tampil dengan keyakian diri, berani menyatakan
“keberadaannya”, berani menyuarakan pandangan yang tidak popular dan bersedia
berkorban demi kebenaran, tegas, mampu membuat keputusan yang baik kendati
dalam keadaan tidak pasti dan tertekan.
2. Mengelola emosi (self regulation)
Kemampuan untuk mengelola emosi, mengelola kondisi, implus, dan sumber
daya pada diri sendiri. Pengendalian diri untuk menjaga agar emosi dan implus yang
merusak tetap terkendali. Tetap teguh, tetap posotif, dan tidak goyah bahkan dalam
situasi yang paling berat. Berpikir dengan jernih dan tetap terfokus kendati dalam
tekanan.
Sifat dapat dipercaya dan sifat bersungguh-sungguh, menunjukkan integritas
dan sikap bertanggung jawab dalam mengelola diri. Bertindak sesuai etika dan tidak
pernah mempermalukan orang. Membangun kepercayaan lewat keandalan diri dan
otentitas. Mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur perbuatan tidak etis orang
lain. Berpegang kepada prinsip secara teguh bahkan bila akibatnya adalah menjadi
tidak disukai. Memenuhi komitmen dan mematuhi janji. Bertanggung jawab sendiri
untuk memperjuangkan tujuan mereka.Terorganisasi dan cermat dalam belajar.
Inovasi dan adaptabilitas terbuka terhadap gagasan-gagasan dan pendekatanpendekatan baru, dan luwes dalam menanggapi perubahan. Di dalam inovasi, dapat
mencari gagasan baru dari berbagai sumber, mendahulukan solusi-solusi yang
orisinal dalam pemecahan masalah, menciptakan gagasan-gagasan baru, berani
mengubah wawasan dan mengambil risiko akibat pemikiran baru mereka. Sedangkan
untuk adaptabilitas diartikan dapat terampil menangani beragamnya kebutuhan,
bergesernya prioritas, dan pesatnya perubahan, siap mengubah tanggapan dan taktik
untuk menyesuaikan diri dengan keadaan, luwes dalam memandang situasi.
3. Motivasi (motivation)
Mempunyai motivasi untuk dorongan untuk berprestasi, upaya untuk
meningkatkan kualitas diri atau memenuhi standar keunggulan, berorientasi kepada
hasil, dengan semangat juang yang tinggi. Dalam hal meraih tujuan dan memenuhi
standar, menetapkan sasaran yang menantang dan berani mengambil risiko yang telah
diperhitungkan. Serta dapat mencari informasi sebanyak-banyaknya guna mengurangi
ketidakpastian dan mencari cara yang lebih baik, terus belajar untuk meningkatkan
kinerja mereka.
Komitmen juga merupakan salah satu di dalam motivasi, menyelaraskan diri
dengan sasaran kelompok atau perusahaan. Sikap yang siap berkorban demi
pemenuhan sasaran perusahaan yang lebih penting. Serta merasakan dorongan
semangat dalam misi yang lebih besar, menggunakan nilai-nilai kelompok dalam
pengambilan keputusan dan penjabaran pilihan-pilihan, aktif mencari peluang guna
memenuhi misi kelompok.
Sikap inisiatif dan optimisme menunjukkan proaktivitas dan ketekunan.
Inisiatif merupakan sikap yang siap memanfaatkan peluang, mengejar sasaran lebih
dari pada yang dipersyaratkan atau diharapkan dari mereka. Berani melanggar batasbatas dan aturan-aturan yang tidak prinsip bila perlu agar tugas dapat dilaksanakan,
mengajak orang lain melakukan sesuatu yang tidak lazim dan bernuansa petualangan.
Optimisme merupakan sikap tekun dalam mengejar sasaran kendati banyak halangan
dan kegagalan, bekerja dengan harapan untuk sukses bukannya takut gagal, serta
memandang kegagalan atau kemunduran sebagai situasi yang dapat dikendalikan
ketimbang sebagai kekurangan pribadi.
4. Empati (empathy)
Memahami orang lain, mengindra perasaan dan perspektif orang lain, dan
sementara secara aktif menunjukkan minat terhadap kepentingan-kepentingan
mereka, memperhatikan isyarat-isyarat emosi dan mendengarkannya dengan baik.
Dapat menunjukkan kepekaan dan pemahaman terhadap perspektif orang lain,
membantu berdasarkan pemahaman terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain.
Mengembangkan orang lain, mengindra kebutuhan orang lain untuk
berkembang dan meningkatkan kemampuan mereka, mengakui dan menghargai
kekuatan, keberhasilan, dan perkembangan orang lain, menawarkan umpan balik
yang bermanfaat dan mengidentifikasikan kebutuhan orang lain untuk berkembang.
Bisa menjadi mentor, memberikan pelatihan pada waktu yang tepat, dan penugasanpenugasan yang menantang serta memaksakan dikerahkannya keterampilan
seseorang.
Orientasi pelayanan, mengantisipasi, mengakui, dan memenuhi kebutuhankebutuhan pelanggan dan menyesuaikan semua itu dengan pelayanan atau produk
yang tersedia. Dapat mencari berbagai cara untuk meningkatkan kepuasan dan
kesetian pelanggan, dengan senang hati menawarkan bantuan yang sesuai,
menghayati perspektif pelanggan, bertindak sebagai penasihat yang dapat dipercaya.
Mendayagunakan keragaman, menumbuhkan kesempatan melalui keragaman
sember daya manusia. Dapat hormat dan mau bergaul dengan orang–orang dari
bermacam-macam latar belakang, memahami beragamnya pendangan dan peka
terhadap perbedaan antar kelompok. Memandang keragaman sebagai peluang,
menciptakan lingkungan yang memungkinkan semua orang sama-sama maju kendati
berbeda-beda, berani menentang sikap membeda-bedakan dan intoleransi.
Kesadaran politik yang dimiliki bisa membaca situasi sosial dan politik,
membaca dengan cermat hubungan kekuasaan yang paling tinggi. Kemampuan yang
dapat mengenal dengan baik semua jaringan sosial yang penting, memahami
kekuatan-kekuatan yang membentuk pandangan-pandangan serta tindakan-tindakan
klien, pelanggan, atau pesaing serta dapat membaca dengan cermat realitas
perusahaan maupun realitas di luar.
5. Keterampilan sosial (social skills)
Pengaruh dalam keterampilan sosal ini merupakan terampil menggunakan
perangkat persuai dengan efektif, terampil dalam persuasi, menyesuaikan presentasi
utnuk menarik hati pendengar. Mampu menggunakan strategi yang rumit seperti
memberi pengaruh tidak langsung untuk membangun konsensus dan dukungan,
memadukan dan menyelaraskan peristiwa-peristiwa dramatis agar menghasilkan
sesuatu secara efektif.
Kemampuan berkomunikasi, dapat mendengarkan secara terbuka dan
mengirimkan pesan yang meyakinkan, efektif dalam memberi dan menerima,
menyertakan isyarat emosi dalam pesan-pesan mereka. Mampu menghadapi masalahmasalah sulit tanpa ditunda, mendengarkan dengan baik, berusaha saling memahami,
dan bersedia berbagi informasi secara utuh, menggalakkan komunikasi terbuka dan
tetap bersedia menerima kabar butuk sebagaimana kabar baik.
Kepemimpinan, yang merupakan mampu mengilhami dan membimbing
individu atau kelompok, mengartikulasikan dan membangkitkan semangat untuk
meraih visi serta misi bersama. Dapat melangkah di depan untuk memimpin bila
diperlukan, tidak peduli sedang dimana, memandu kinerja orang lain namun tetap
memberikan tanggung jawab kepada mereka, memimpin lewat teladan.
Katalisator perubahan, mengawali dan mengelola perubahan, menyadari
perlunya perubahan dan dihilangkannya hambatan, menantang suatu status quo
(berbagi tentang hukum, sosial, dan politik) untuk menyatakan perlunya perubahan,
menjadi pelopor perubahan dan mengajak orang lain ke dalam perjuangan itu,
membuat model perubahan seperti yang diharapkan oleh orang lain.
Manajemen konflik, merupakan negosiasi dan pemecahan silang pendapat.
Membangun ikatan, menumbuhkan hubungan instrumental, menumbuhkan dan
memelihara jaringan tidak formal yang meluas, mencari hubungan-hubungan yang
saling menguntungkan, membangun hubungan saling percaya dan memelihara
keutuhan anggota, membangun dan memelihara persahabatan pribadi di antara
sesama mitra kerja.
Kolaborasi dan kooperasi, bekerja bersama orang lain menuju sasaran
bersama, menyeimbangkan pemusatan perhatian kepada tugas dengan perhatian
kepada hubungan, kolaborasi, berbagi rencana, informasi, dan sumberdaya,
mempromosikan iklim kerja sama yang bersahabat, mendeteksi dan menumbuhkan
peluang-peluang untuk kolaborasi.
Kemampuan team yang dapat menciptakan sinergi dalam upaya meraih
sasaran kolektif, menjadi teladan dalam kualitas kelompok seperti respect, kesediaan
membantu orang lain, dan kooperasi, mendorong setiap anggota kelompok agar
berpartisipasi secara aktif dan penuh antusisme, membangun identitas kelompok,
semangat kebersamaan, dan komitmen.
Aspek-Aspek Konteks Adopsi Kecerdasan Emosi
Umumnya perusahaan akan menyusun analisis pekerjaan, deskripsi pekerjaan,
dan spesifikasi pekerjaan untuk persiapan pendahuluan sebelum rekrutmen. Analisis
pekerjaan, proses dimana untuk mencari hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan
yang sekarang lowong. Dalam analisis pekerjaan juga terdapat kebiasaan untuk
meminta pegawai membuat catatan tentang bagaimana para pekerja menggunakan
waktu kerja mereka (Mckenna, 1995).
Dalam hal deskripsi pekerjaan, terdapat bagimana kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang karyawan, dalam proses ini harusnya ada penerjemahan khusus
untuk kompetensi-kompetensi tersebut. Di dalam penelitian ini mengacu kepada
kecerdasaan emosi, bagaimana kompetensi ini bisa di terjemahkan ke dalam kriteria.
Deskripsi pekerjaan normalnya berisi tentang garis besar sifat tugas-tugas, dan
menyebutkan “kompetensi” dan keahlian yang diperlukan oleh job-holder (Mckenna,
1995).
Spesifikasi
pekerjaan
digunakan
untuk
mendeskripsikan
penggunaan
informasi yang terdapat pada deskripsi pekerjaan untuk membantu menggambarkan
tipe seseorang yang sekiranya mampu menjalankan tugas-tugas yang dibebankan
dalam pekerjaan yang sukses. Dalam hal ini perlu direncanakan dengan matang untuk
menentukan karakter yang akan menjadi calon karyawan sebuah perusahaan,
kecerdasaan emosi secara empiris akan terlihat di dalamnya, sebagai contoh untuk
karakter yang ramah, dapat diandalkan, menyakinkan (Mckenna, 1995).
Hanya di dalam literature tidak menjelaskan proses dimana penerjemahan
kecerdasaan emosi. Mekanisme apa yang akan digunakan, serta bagaimana
mengubahnya. Sejauh ini belum ditemukan secara khusus tentang fresh graduate
sehingga pada umumnya memiliki keterbatasan, upaya mendekati konteks yang
diangkat.
Kecerdasan Emosi dalam Rekrutmen dan Seleksi
Makin
pentingnya
kecerdasaan
emosi
dalam
rekrutmen
mampu
mengidentifikasi mengolaborasi kriteria. Pada proses rekrutmen dipahami pelamar
sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan. Bagaimana kebutuhan perusahaan yang
akan dibagikan kepada pelamar dapat memikat para pelamar. Menurut Simamora
(2004) rekrutmen merupakan serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar
kerja dengan motivasi, kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang diperlukan
untuk menutupi kekurangan yang diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian.
Aktivitas rekrutmen dimulai pada saat kandidat mulai dicari, dan berakhir pada saat
lamaran mereka diserahkan.
Rekrutmen merupakan masalah yang penting bagi perusahaan dalam hal
pengadaan tenaga kerja. Jika suatu rekrutmen berhasil dengan kata lain banyak
pelamar yang memasukkan
lamarannya,
maka
peluang perusahaan
untuk
mendapatkan karyawan yang terbaik akan menjadi semakin terbuka lebar, karena
perusahaan akan memiliki banyak pilihan yang terbaik dari para pelamar yang ada.
Begitu halnya dengan seleksi yang merupakan proses pemilihan dari
sekelompok pelamar yang paling memenuhi kriteria seleksi untuk posisi yang
tersedia di dalam perusahaan (Simamora, 2004). Dalam teknik seleksi perusahaan
tentu akan mengharapkan para pelamar yang datang memiliki prestasi yang
memuaskan dalam pekerjaannya. Kriteria seleksi menurut Simamora (2004) pada
umumnya dapat dirangkum dalam beberapa kategori yaitu: pendidikan, pengalaman
kerja, kondisi fisik, kepribadian.
Sebelum perusahaan memutuskan karakteristik yang akan diseleksi, maka
perusahaan sebaiknya memiliki kriteria sukses yang telah ditetapkan sebelumnya
untuk menentukan cara untuk memprediksi pelamar mana yang mencapai tingkat
yang diharapkan.
Adapun beberapa jenis metode seleksi yaitu, validitas, wawancara, aktivitas
terstruktur, interaksi, tes psikometrik, referensi. Dari kelima metode tersebut yang
mempunyai hubungan dengan kecerdasan emosi ada di dalam aktivitas terstruktur
dimana kandidat akan berdiskusi kelompok dengan suatu topik atau masalah tertentu,
akan terlihat dari kandidat dalam pengelolaan emosi serta hubungan dengan orang
lain. Sama halnya dalam metode interaksi dan tes psikometrik juga terdapat tes
kepribadian (Dale, 2003).
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Metode kualitatif yaitu penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti sebagai
instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data
yang bersifat induktif, dan hasil penelitain kualitatif lebih menekankan makna dari
pada generalisasi (Sugiyono, 2010). Data yang diperoleh berupa deskriptif berupa
kata–kata tertulis atau lisan dari orang–orang dan perilaku yang dapat diamati
(Moleong, 2005).
Penelitian ini dilaksanakan di Job Fair XXI pada bulan Maret 2013
Universitas Kristen Satya Wacana berlokasikan di Jalan Diponegoro no.52-60
Salatiga Jawa Tengah sebagai obyek penelitian. Responden dari penelitian ini adalah
perusahaan yang melakukan rekrutmen dan seleksi di Job Fair tersebut dengan
pihak–pihak yang bersangkutan guna mendapatkan data dan keterangan yang
menunjang analisis dalam penelitian. Perusahaan yang membuka stand pada Job Fair
XXI UKSW sebagai populasi penelitian.
Peserta yang terdapat di dalam Job Fair XXI sejumlah 53 perserta dengan
sepuluh peserta dari lembaga (sekolah, yayasan). Sisanya yaitu 43 adalah perusahaan,
yang saat itu hadir dan mendirikan booth di Job Fair XXI adalah 40 perusahaan, tiga
perusahaan lainnya hanya di dalam sekretariat karena tidak dihadiri oleh pihak HR
rekrutmen. Penulis berusaha untuk melibatkan semua peserta, tetapi hanya 17
perusahaan semula mau terlibat tetapi hanya delapan perusahaan yang mau terlibat
lebih lanjut untuk diwawancarai.
Sumber data adalah delapan perusahaan yang hadir di dalam Job Fair. Data
yang diberikan berupa kata-kata, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lain–lain. Kata–kata dan tindakan orang–orang yang diamati atau yang
diwawancarai merupakan sumber data utama dalam penelitian ini. Sumber data
dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekam dan pengambilan foto (Moleong,
2005).
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pertama
adalah observasi atau pengamatan, penulis secara umum mengamati aktivitas Job
Fair terkhususnya delapan perusahaan. Pengamatan langsung pada obyek penelitian
dengan penulis sebagai pemeran serta tetapi melakukan fungsi pengamatan. Melihat
staff HR menjelaskan spesifikasi pekerjaan di dalam lowongan pekerjaan jika ada
calon kandidat (pelamar) bertanya. Teknik kedua wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu. Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, dimana
penulis membuat kerangka dan garis besar pokok–pokok yang dirumuskan tidak
perlu dinyatakan secara berurutan, mendasarkan diri atas anggapan bahwa ada
jawaban yang secara umum diberikan oleh responden. Pelaksanaan wawancara dan
pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan responden dalam konteks
wawancara yang sebenarnya. Dokumentasi merupakan teknik ketiga dalam penelitian
ini, berfungsi sebagai bukti untuk suatu pengujian dengan alasan–alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan (Moleong, 2005).
Teknik analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema.
Data wawancara dibuat transkip-transkip dan kemudian mencari tema sedemikian
rupa ke dalam matriks, dan kemudian mengorganisasikan membuat narasi. Proses
analisis data sudah dimulai sejak wawancara pertama dikumpulkan, bandingkan
dengan Moleong, 2005.
Hasil Penelitian
Pada bagian ini disajikan dan dianalisis data penelitian. Agar sistematis maka
data hasil penelitian tersebut disajikan dan diuraikan satu persatu disesuaikan dengan
fokus kajian sebagaimana tersebut pada bagian metode penelitian, yaitu:
1. Pentingnya kecerdasaan emosi yang digunakan dalam proses rekrutmen
dan seleksi.
2. Cara perusahaan menerjemahkan kompetensi kecerdasan emosi ke dalam
kriteria rekrutmen dan seleksi.
3. Instrumen seleksi yang lazim digunakan dalam mengukur kecerdasan
emosi untuk karyawan fresh graduate.
Sebelum menyajikan hasil penelitian, berikut disampaikan karakteristik
perusahaan yang telah digali informasinya dalam penelitian ini Dari 53 participants
Job Fair XXI, 40 perusahaan dihubungi untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. 17
peserta menyatakan kesediaannya namun karena kesibukan dalam Job Fair hanya
delapan perusahaan yang akhirnya terlibat. Ke delapan perusahaan ini beroperasi di
bidang otomotif (3 perusahaan), manufacture (3), dan finance (2). Mayoritas
perusahaan memiliki head office di Jakarta, yaitu enam dari delapan perusahaan.
NO
Nama
Perusahaan
(no name)
Tabel 1
Karakteristik Delapan Perusahaan
Jenis
Office
Perusahaan
Quantity
1
A
Finance
Kuningan,
Jakarta
1
2
B
Manufacture
Cengkareng,
Jakarta Barat
11
3
C
Otomotif
Cawang
Jakarta Timur
15
4
D
Otomotif
Semarang
3
5
E
Otomotif
Sunter,
Jakarta Utara
6
6
F
Manufacture
Surabaya
18
7
G
Manufacture
Slipi, Jakarta
Barat
8
8
H
Finance
Jakarta
1
Hiring
Contoh pekerjaan
Financial Planner
(Finansial
Advisor)
Management
Trainee, Internal
Auditor,
Supervisor in
Manufacturing
Site
Management
Trainee
Workshop,
Management
Trainee Sales
ADM & Finance
Sales Office,
Local Purchasing
Staff, Material
Service Staff
MT Finance &
Accounting,
Management
Trainee, Internal
Auditor,
Management
Trainee
Perusahaan B, D, dan G dua kali mengikuti Job Fair UKSW dengan waktu
yang berbeda sebelumnya pada Job Fair ke-21, perusahaan B mengikuti Job Fair ke19, D mengikuti Job Fair ke-20, mengikuti Job Fair ke-18. Selebihnya untuk
perusahaan selain B, D, dan G hanya satu kali mengikuti Job Fair UKSW ke-18
sampai 21.
Iklan lowongan pekerjaan yang terdapat pada handbook Job Fair
mencerminkan kriteria kecerdasaan emosi. Kriteria kecerdasaan emosi pada
umumnya dari kedelapan perusahaan menampilkan dari segi interpersonal skill
contohnya yaitu strong leadership, communication, good management, leadership
skill, have experience in the organization, good communication skills, kerjasama
yang baik, motivasi untuk berprestasi tinggi, disiplin, strong leadership & team
player, mampu bekerja di bawah tekanan.
1. Pentingnya Kecerdasan Emosi
Delapan perusahaan yang diteliti menyatakan bahwa kecerdasaan emosi
mempengaruhi di dalam proses rekrutmen dan seleksi. Ketiga perusahaan yang
mengikuti Job Fair dua kali dalam tiga periode terakhir mempunyai kriteria
kecerdasaan emosi di dalam lowongan pekerjaan. Lowongan pekerjaan pada
perusahaan B, D, dan G mengindikasikan kecerdasaan emosi. Perusahaan B pada Job
Fair ke-19 dengan kualifikasi: strong leadership, communication and interpersonal,
leadership skill. Sedangkan pada Job Fair ke-21 dengan kualifikasi interpersonal
skill dan leadership skill. Perusahaan D pada Job Fair ke-20 dengan kualifikasi have
experience in the organization and good communication skills. Pada Job Fair ke-21
dengan kualifikasi: komunikasi dan kerjasama yang baik, motivasi untuk berprestasi
tinggi, disiplin, strong leadership and team player, pengalaman organisasi.
Perusahaan G mempunyai kualifikasi yang sama dari Job Fair sebelumnya.
Kualifikasi di atas tentang kecerdasaan emosi yang tercermin di dalam lowongan
pekerjaan menyatakan bahwa perusahaan sudah menyadari bahwa hal ini penting.
Ketika diminta membandingkan kecerdasaan emosi dengan kecerdasaan
intelektual, kebanyakan perusahaan menjawab kecerdasan emosi lebih penting. Salah
satu menjawab bahwa keduanya mempunyai kududukan yang sama tetapi kembali
menegaskan bahwa kecerdasaaan emosi lebih dominan
Dalam hal lain perusahaan menerapkan kecerdasaan emosi yang memiliki
lima aspek, yakni self awareness, self regulation, motivation, empathy, social skills
(Goleman, 1995). Dari kelima aspek ini diterapkan di dalam proses rekrutmen dan
seleksi, ke delapan perusahaan menjawab iya diterapkan. Pada perusahaan E dan F
tidak terlalu diterapkan pada karyawan tingkat bawah atau disebut karyawan regular.
Misalnya untuk kasus perkelahian secara fisik oleh karyawan pada bagian operator
yang tidak bisa mengelola emosinya, perusahaan memberikan punishment PHK
kepada karyawan yang terlibat.
2. Adopsi dan Penerjemahan Kecerdasan Emosi sebagai Kriteria Seleksi
Calon Karyawan Baru
Kecerdasaan emosi merupakan salah satu faktor untuk melakukan pekerjaan
di dalam perusahaan, hal ini baru sejak tahun 1995 seperti yang diungkapkan
Goleman. Sekitar tahun 2009 perusahaan B mulai mengadopsi kecerdasaan emosi,
begitu pula dengan perusahaan F, satu informan menyatakan pada tahun 2011 dan
pada tahun 2000. Hal ini dinilai bahwa, perusahaan agak lambat dalam menanggapi
isu tentang kecerdasaan emosi.
Sedangkan ada beberapa perusahaan masih belum mengetahui dengan jelas
sejak kapan kecerdasaan emosi ini digunakan, karena pada dasarnya sudah memakai
kecerdasaan emosi untuk proses rekrutmen. Sebagai contoh, perusahaan E yang
merupakan perusahaan Jepang dan semua terpusat di perusahaan induk, dari
merumuskan kecerdasan emosi sampai menyusun kerangka untuk rekrutmen dan
seleksi karyawan. Tiga perusahaan lainnya belum tahu secara rinci karena merupakan
perwakilan dari perusahaan yang tidak pada bagiannnya.
Cara perusahaan untuk menerjemahkan kecerdasaan emosi ke dalam kriteria
kandidat pun beragam, yaitu dengan jalan mempelajari dari buku, dari team khusus
dan karyawan, dari perusahaan induk (multinasional), dan sewa konsultan. Seperti
yang diungkapkan oleh staff HRD dari perusahaan B seperti berikut:
“Kurang lebih sekitar tahun 2009 sudah memakai, ya ketika saya sudah
masuk perusahaan ini, dari perusahaan pusat yaitu di Jakarta menyewa
konsultan untuk menerjermahkan kecerdasaan emosi, tentunya juga
disesuaikan dengan kebudayaan perusahaan.”
Hal serupa juga sampaikan oleh staff HRD perusahaan H:
“Sewa konsultan yang pas pertama soalnya IR nya ga conduct semuanya,
jadi pake konsultan.”
Fungsi daripada menyewa konsultan adalah agar perusahaan dapat membuat
kurikulum untuk kriteria calon karyawan dalam merekrut karyawan. Hal ini pun juga
harus disesuaikan dengan budaya perusahaan. Seperti yang diungkapkan oleh staff
HRD perusahaan H:
“Membantuin untuk bikin kurikulum yang spesifikasinya seperti apa,
karakter-karakter yang diperlukan itu seperti apa trus dia assisment juga
cocok dengan kebudayaan kan misal kita merekrut orang, yang kita lihat
kecerdasaan emosional, itu kita akan cocokan dengan budaya-budaya
perusahaan itu salah satu faktornya juga kenapa harus dilihat cocok atau
nggak, sesuai atau nggak, memang seperti itu.”
Dua perusahaan lainnya tidak menyatakan secara detail karena semua sudah
diatur pada perusahaan induk, dengan kurikulum yang disesuaikan perusahaan.
Menyesuaian dengan kebudayaan dan visi misi perusahaan. Tersusun dari perusahaan
induk.
Sedangkan dua perusahaan menyatakan bahwa bertanya kepada perusahaan
lain dan melalui buku dan internet, pengembangan interprestasi. Hal ini juga dengan
team khusus perusahaan yang sudah dibentuk. Team khusus yang dibentuk untuk
menyusun kurikulum dalam menyusun karakteristik calon karyawan untuk
perusahaan.
3. Penggunanaan Kecerdasaan Emosi dalam Proses Rekrutmen dan Seleksi
Dalam publikasi lowongan pekerjaan, lima dari delapan perusahaan
menyebutkan sudah tersampaikan sedangkan tiga perusahaan belum, terlihat ketika
kandidat yang akan melamar pekerjaan masih bertanya tentang kriteria yang sudah
dituliskan pada iklan lamaran pekerjaan.
Sekalipun sudah dituliskan pada iklan lamaran pekerjaan, perusahaan juga
melakukan presentasi program yang akan dilakukan seperti apa serta kriteria calon
karyawan yang dicari perusahaan. Hal ini difungsikan agar calon karyawan mengerti
dan memahami apa yang diinginkan perusahaan, ketika calon karyawan tidak sesuai
dengan kemampuannya atau mungkin tidak mau belajar lebih lanjut dengan
karyawan, mereka dapat meninggalkan ruangan dan tidak mengikuti test seleksi. Staff
HRD perusahaan H mengungkapkan seperti ini:
“Sebelum psikotest rekrutmen kita kan ada presentasikan program kita
seperti apa, orang-orang seperti apa yang kita cari, itu kita floor kan dan
bener-bener kita floor kan, kompetensi apa yang harus dimiliki, itu
dipresentasi, sebelum psikotest kita akan presentasikan itu khususnya
program MT, jadi biar aware aja untuk peserta, o berarti ini yang dicari
tipenya kayak gini-gini mereka cocok ga, kita juga ga akan maksa kalau
mereka ga cocok, ingin meninggalkan silahkan dan tidak ikut.”
Ada beberapa aspek kecerdasaan emosi untuk informasi lowongan terkait
dengan Job Fair. Salah satu contoh adanya kriteria kecerdasaan emosi adalah mampu
bekerja dalam tekanan, komunikasi, kerja sama baik, motivasi untuk berprestasi
tinggi, kepemimpinan, mampu bekerja dalam team.
Perusahaan melihat dari keaktifan kandidat di dalam berorganisasi saat masih
berkuliah karena dapat mencerminkan beberapa item kecerdasaan emosi secara
empiris. Untuk selanjutnya perusahaan melihat dari proses seleksi yang dilaksanakan
oleh perusahaan dalam beberapa minggu.
Ada beberapa metode yang diterapkan untuk menggali potensi yang dimiliki
kandidat fresh graduate. Metode seleksi yang diterapkan untuk menilai kompetensi
kecerdasaan emosi ada empat metode yang berkaitan untuk dapat menilai kompetensi
kecerdasaan emosi yaitu wawancara, aktivitas terstruktur, interaksi, tes psikometrik.
Semua responden memakai metode ini, tiga perusahaan yang tidak memakai ke
empatnya, dua diantaranya tidak memakai metode tes spikometrik dan satu
perusahaan tidak memakai interaksi dengan alasan hanya pada saat test user saja jadi
tidak perlu memakai metode interaksi.
4. Penggunaan Kecerdasaan Emosi dalam Rekrutmen Fresh Graduate
Seleksi untuk kandidat fresh graduate dan berpengalaman, delapan
perusahaan menyatakan sama. Memanglah untuk beberapa bagian tertentu
membutuhkan yang berpengalaman tetapi terkhusus untuk posisi yang membutuhkan
fresh graduate dan berpengalaman, perusahaan memakai model seleksi yang sama.
Hanya pada saat seleksi wawancara akan berbeda, tiga responden menjawab tidak
sama antara fresh graduate dan berpengalaman sedangkan empat lainnya menjawab
sama, satu responden tidak menjawab.
Perbedaannya pada saat proses seleksi wawancara jika terhadap fresh
graduate lebih kepada pengembangan diri untuk yang berpengalaman lebih kepada
tujuannya serta digali pengalamannya selama bekerja di pekerjaan yang lama. Seperti
yang diungkapkan salah satu responden:
“Dalam menyeleksi keduanya yang berpengalaman dan yang tidak
berpengalaman sama saja tetapi untuk wawancara untuk pelamar yang
sudah berpengalaman lebih kepada bagaimana mereka di perusahaan
yang lama, pekerjaan apa yang mereka lakukan disana ada test khusus
untuk yang sudah berpengalaman yaitu cara mereka mengambil
keputusan itu seperti apa dalam kasus tertentu. Jika yang fresh graduate
lebih kepada pengalaman mereka di kampus dan menggali potensi
mereka.”
Pengalaman fresh graduate pada kegiatan organisasi selama menjadi
mahasiswa, hal itu sebagai bahan untuk menggali kemampuan dari seorang fresh
graduate.
Dilihat
dari
sisi
hal
kecerdasaan
emosi
bagaimana
mengukur
kemampuannya yaitu: giat, emosi, passion, mengenali diri sendiri dan orang lain,
seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden:
“Kalau orang itu belum ada pengalaman kerja jadi kan setiap kita ada
orang kalau ada bahan untuk pengalamannya kan kita bisa dilihat dari
situ, kan mungkin kekurangan dari fresh graduate ini tadi kan iyah sisi
itu yang kita gali, seperti itu, potensinya digali, giat, emosi dia, passion
dia, yang jelas dari dirinya sendiri dan untuk orang lain.”
Potensi yang dicari dari seorang fresh graduate adalah hubungan sosial yang
baik,
sikap (attitude), motivasi,
keterampilan,
kepemimpinan,
komunikatif,
kepercayaan diri, komunikatif, aktif organisasi, logic thinking, kemampuan
berprestasi, problem solving, analytical skill, lebih cepat beradaptasi. Semua ini tidak
bisa dilihat pada saat wawancara saja ada beberapa kriteria tertentu yang dapat dilihat
ketika melakukan metode seleksi berikutnya, salah satu contoh yaitu kepemimpinan,
potensi ini dapat dilihat dalam metode seleksi aktivitas terstruktur contohnya dalam
FGD (Focus Group Discussion) dimana kandidat akan digali potensinya dalam hal
memimpin dan akan dilihat mana yang akan lebih menonjol atau dominan.
Untuk merangkum seluruh hasil penelitian yang telah disampaikan
sebelumnya, berikut disajikan tabel 2.
Tabel 2
Rangkuman Data
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Tema
Tahun adopsi
kecerdasan emosi
Melalui cara
Kecerdasaan emosi
berpengaruh
Aspek kecerdasan
emosi diterapkan
dalam proses
rekrutmen dan seleksi
Kecerdasaan emosi
lebih penting dari
pada kecerdasaan
intelektual
Sudah sesuai dengan
item kompetensi
kecerdasan emosi
Tersampaikan kepada
kandidat
Metode yang
digunakan
Metode untuk fresh
graduate dengan
yang berpengalaman
A
2011
B
2009
C
-
D
-
perusahaan
induk, team
khusus
ya
Sewa
konsultan
ya
Buku,
karyawan
lain
ya
ya
ya
ya
Perusahaan
E
-
F
2009
G
-
H
2000
Perusahaan
induk
Perusahaan
induk
Pengalaman
manajer
Buku, sewa
konsultan
Sewa
konsultan
ya
ya
ya
ya
ya
ya
ya
ya
ya
ya
ya
ya
ya
ya
ya
ya
ya
ya
ya
ya
ya
-
ya
ya
ya
ya
sudah
sudah
sudah
sudah
belum
sudah
belum
sudah
Semua
metode
Semua metode
kecuali test
psikometrik
Semua
metode
Semua
metode
Semua metode
kecuali test
psikometrik
Semua
metode
Semua
metode
berbeda
berbeda
sama
berbeda
-
sama
Semua
metode
kecuali
interaksi
sama
sama
Pembahasan
Di dalam pembahasan ini akan dilihat kecocokan teori dengan realitas. Pokok
persoalan yang pertama dalam penelitian ini adalah seberapa pentingkah kecerdasaan
emosi dalam proses rekrutmen dan seleksi. Kecerdasaan emosi merupakan salah satu
faktor penentu untuk melaksakan pekerjaan di dalam perusahaan (Goleman, 1998).
Hal ini juga disetujui oleh kedelapan perusahaan, mereka berpendapat hal yang
serupa. Maka dari itu kecerdasaan emosi terlihat lebih dominan dari pada kecerdasaan
intelektual. Kriteria-kriteria kecerdasaan emosi lebih lama dapat diukur dari pada
kecerdasaan intelektual, jika kecerdasaan intelektual mudah dilihat dari hasil nilai
seperti IPK, tetapi kecerdasaan emosi dapat dilihat dengan berjalannya waktu.
Rekan kerja berpengaruh di dalam seseorang bekerja, hubungan antar
karyawan yang dekat, baik itu antar karyawan maupun dengan atasan, sehingga
hubungan yang baik ini dapat menumbuhkan rasa percaya antar rekan kerja, individu
yang kurang memilki kecakapan emosi akan lebih mudah berbuat suatu kesalahan,
mudah tersingung dengan respon orang lain yang tidak sesuai dengan harapannya,
dan lebih sulit berkonsentrasi dalam bekerja (Goleman, 1998). Jika melihat dari hasil
wawancara, pentingnya kecerdasaan emosi dengan para karyawan yang sadar atas
dirinya sendiri, sehingga bisa tahu apa yang harus dia lakukan untuk bisa
berkomunikasi dan hubungan dengan orang lain.
Pokok persoalan yang kedua dalam penelitian ini adalah bagaimana
perusahaan menerjemahkan kompetensi kecerdasan emosi ke dalam kriteria
rekrutmen dan seleksi. Penelitian ini mengambil obyek penelitian perusahaan yang
ada di Indonesia. Perusahaan lebih tergantung kepada konsultan, hal ini akan berbeda
dengan perusahaan yang mempunyai induk perusahaan di luar Indonesia. Perusahaan
yang sudah mempunyai cara sendiri untuk bagaimana menerjermahkan kecerdasaan
emosi.
Persoalan penelitian yang kedua belum bisa dijawab di dalam penelitian ini.
Dikarenakan faktor dari responden yang bukan merupakan salah satu dari pihak
konsultan yang secara langsung menerjemahkan kecerdasaan emosi. Menerjemahkan
suatu konsep ke dalam kriteria yang bisa kita buat sebagi acuan praktis belum bisa
dibuat secara mudah tanpa adanya bantuan dari seorang konsultan. Seperti di dalam
penelitian ini, di luar Indonesia yang mengacu ke pada adopted, dari penelitian
Rupidara (2011) mengenai mengadopsi “strategic framework” juga memerlukan
peranan dari seorang konsultan.
Konsultan berperan dalam membuat sebuah kriteria kecerdasaan emosi untuk
proses rekrutmen dan seleksi seperti yang di ungkapkan perusahaan yang sudah
diwawancarai. Hal ini diperkuat dengan penelitian Rupidara (2011) tetang peran
konsultan untuk membimbing perusahaan dari formula visi dan misi, strategi, nilai,
gaya, dan ifrastruktur suatu perusahaan, mereka memberikan solusi. Tentunya tidak
terlepas dari sebuah elemen kebudayaan yang asli dari perusahaan atau ciri khusus
perusahaan.
Persoalan penelitian yang ketiga, tentang instrumen yang digunakan untuk
melihat kecerdasaan emosi kandidat khususnya fresh graduate. Pengukuran
kecerdasaan emosi digunakan dengan berkas lamaran dan CV (Curriculum Vitae).
Contoh untuk ktiteria strong leadership diukur dengan melihat CV dalam
pengalaman organisasi. Melihat peran kandidat di dalam organisasi. Hal ini
dilaksaknakan di dalam proses seleksi berkas dan selanjutkan akan dikonfirmasikan
ulang dengan proses wawancara.
Wawancara yang merupakan salah satu dari metode seleksi akan mengukur
bagaimana kandidat terlihat matang secara emosi atau tidak. Terlihat dari mimik
wajah, bagaimana cara menanggapi, dan menyelesaikan suatu contoh kasus yang
ditanyakan. Proses ini bertahap pada seleksi selanjutnya dengan FGD (Forum Group
Discussion). Di dalam proses seleksi tersebut akan terlihat bagaimana seorang
kandidat yang lebih dominan dan juga akan terlihat bagaimana berkomunikasi dengan
peserta lainnya.
Dari beberapa cara instrumen seleksi yang digunakan, akan dilihat adalah
kemampuan sebuah positive attitude Mayer, Salovey, dan Caruso (1997). Hal ini
serupa dengan yang diungkapkan oleh perusahaan yang diwawancarai penulis bahwa
yang terpenting dari seorang fresh graduate adalah positive attitude. Karena untuk
fresh graduate tentunya mereka hanya mempunyai pengalaman di dalam bidang
organisasi bukan di dunia kerja, hal yang paling utama adalah bagaimana dia punya
positive attitude, disebut juga positive mental attitude.
Fresh graduate akan
diberikan pengembangan dan pembelajaran secara teknikal ketika mereka training
maka dari itu yang paling utama adalah mental seorang kandidat serta positive
thinkingnya.
Simpulan
Hasil dan pembahasan di atas mengenai kecerdasan emosi dalam proses
rekrutmen dan seleksi karyawan fresh graduate dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasaan emosi penting untuk fresh
graduate dalam proses rekrutmen dan seleksi namun hal ini tidak bisa
secara langsung bisa diukur secara langsung. Butuh proses dengan
berjalannya waktu, butuh pengembangan di dalam proses seleksinya. Pada
prakteknya kompetensi kecerdasaan emosi dapat dilihat pada saat
wawancara dan proses seleksi terstruktur.
2. Cara
dominan
yang
digunakan
perusahaan-perusahaan
dalam
menerjemahkan ke dalam kriteria jabatan adalah sewa konsultan, sebagian
perusahaan melakukannya sendiri melalui team khusus.
3. Instrumen seleksi yang digunakan adalah dengan memakai berkas lamaran
pada bagian curriculum vitae, untuk melihat apakah pelamar memilki
pengalaman dalam berorganisasi.
4. Dalam aktivitas tersruktur merupakan metode seleksi untuk mengukur
kecerdasaan emosi contohnya FGD. Bagaimana kandidat berkomunikasi
dengan teman dan atasannya, proses seleksi yang dialami oleh kandidat
cukup panjang karena ada proses pengembangan di dalamnya.
5. Seleksi karyawan fresh gradute dan yang sudah berpengalaman
selebihnya sama hanya pada saat wawancara akan berbeda. Berbeda
dalam konteks yang dibicarakan dan penyelesaian kasus yang akan
ditanyakan.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu pada masalah waktu dimana
informan merupakan peserta Job Fair yang pada saat itu masih sibuk dengan
pekerjaan mereka untuk menjaga stand bagi pelamar dan menyiapkan bahan untuk
merekrut. Selain itu juga pada representative dengan kurangnya informasi mendalam
dari informan tentang bagaimana cara menerjermahkan kecerdasan emosi ke dalam
kriteria. Faktor lainnya dikarenakan informan hanya merupakan staff HRD, belum
bisa menjawab dengan rinci karena perusahaan memakai team khusus untuk
menyusun kriteria kecerdasaan emosi dan menyewa konsultan. Kurangnya informan
yang bisa menjawab dengan seksama dikarenakan yang datang bukan team khusus
yang menerjemahkan kecerdasan emosi. Keterbatasan yang lainnya adalah belum ada
informasi dari pihak pelamar khususnya fresh graduate.
Implikasi Praktis
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan penelitian ini, terdapat sejumlah
rekomendasi yang didapatkan yaitu sebagai berikut:
1. Diharapkan agar perusahaan memberikan informasi di dalam lowongan
pekerjaan yang mencerminkan kecerdasaan emosi dan jika memang
kecerdasaan emosi lebih berperan, kriteria kecerdasaan emosi bisa sebagai
poin utama di dalam menyaring calon karyawan.
2. Makin pentingnya kecerdasaan emosi para pencari kerja dituntut utuk bisa
memenuhi kriteria yang dibutuhkan perusahaan. Tentunya di dalam
perusahaan sudah menganggap kecerdasaan emosi merupakan hal penting.
Sedangkan untuk membangun kecerdasaan emosi di dalam calon pencari
kerja perlu waktu yang cukup lama.
3. Bagi fresh graduate agar bisa berlatih di dalam pembentukan kecerdasaan
emosi terutama untuk Positive Mental Attitude.
4. Bagi universitas tentunya juga membantu dalam hal fasilitas dalam
pembentukan kecerdasaan emosi untuk mahasiswa selama masa
kuliahnya.
Rekomendasi untuk penelitian mendatang
Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat lebih bisa memilih responden
penelitian yang bukan hanya dari staff HRD yang datang pada saat Job Fair, tetapi
juga dari team khusus perusahaan dan juga mungkin bisa jadi dari konsultan untuk
mengetahui bagaimana perusahaan menerjermahkan kecerdasan emosi ke dalam
kriteria. Selain itu diharapkan bisa menggali informasi dari pihak pelamar.
Penelitian ini berkaitan dengan adopsi kompetensi, penejermahan dalam
aspek-aspek proses SDM. Penelitian-penelitian ini sangat jarang, maka perlu
ditingkatkan dalam penelitian selanjutnya dengan konteks adopsi dan implikasinya.
Referensi
Adyutawati, R. (2009).Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kepuasan Kerja
Karyawan di CV Sukses Jaya Utama (Rindang Corporate). Salatiga: PUUKSW (tidak dipublikasikan).
Astikasai, H. (2006). Handout Tes Inteligensi. Salatiga: FPsi-UKSW (tidak
dipublikasikan).
Bar-On, R., “Bar-On Emotional Quotient inventory (EQi): Technical manual.
Toronto”, ON: MultiHealth Systems, 1997.
Breaugh, J.A. 1983. “Realistic Job Previews: A Critical Appraisal and Future
Research Directions.” The Academy of Management Review. October, 8 (4):
612-619.
Cangelosi, B. R., & Peterson, M. L. (1998). Peer teaching assertive communication
strategies for the workplace. (Clearinghouse No. CE078025) Montgomery,
AL: Auburn University at Montgomery, School of Education. (ERIC
Document Reproduction Service No. ED427166).
Colfax, R; Rivera, J; Perez, K. (2010). Applying Emotional Intelligence (eq-i) in The
Workplace: Vital to Global Business Success. Journal of International
Business Research, Volume 9, Special Issue 1.
Cooper, R.K. & Sawaf, A. (1999). Executive EQ. Kecerdasan Emosional Dalam
Kepemimpinan dan Organisasi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Dale, Margaret. (2003). Sukses Merekrut dan Menyeleksi Karyawan. Jakarta: PT.
Bhuana Ilmu Populer.
Goleman, D. (1995). Emotional intelligence: Why it can matter more than IQ. New
York.
(1998). Working with Emotional Intelligence. New York: Bantam Books.
(2007). Kecerdasan Emosional: Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ.
Alih Bahasa: T. Hermaya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Goleman & Cherniss.(2001).The Emotionally Intellingent Workplace.San Francisco:
Jossey-Bass.
Goleman, D., Boyatzis, R., McKee, A. (2002). Primal Leadership: Realizing the
Power of Emotional Intelligence. Harvard Business School Press, Boston.
Marchand, A., Demers, A. & Durand, P. (2005). Does work really cause distress?
The contribution of occupational structure and work organization to the
experience of psychological distress. Social Science & Medicine, in press.
Mckenna, Eugene. (1995). The Essence of Human Resource Management.
Yogyakarta: Andi.
Moleong, Lexy. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
No name. (2011). Perguruan Tinggi Lemah Melihat Kebutuhan Pasar Kerja.
Kompas, 18 Oktober 2011 diakses dari http://edukasi.kompas.edu. 15 Januari
2012
Pompandejvittaya, P & Sukkhewat, A (2011). Emotional Intelligence Quotient,
Professional Practice and Job Success:Empirical Research in The Stock
Exchange in Thailand. JOURNAL OF ACADEMY OF BUSINESS AND
ECONOMICS, Volume 11, Number 3.
Rupidara, Neil. (2011). Connectivity of Actors and the Diffusion of Ideas in HR
Systems Configuration: Evidence from multinational subsidiaries in
Indonesia. Dalam Rupidara N.S. the configuration of human resourses system
within multinational subsidiaries in Indonesia, Macquarie University, PhD
Thesis.
Simamora, Henry, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi ketiga, cetakan
pertama, Penerbit: YKPN, Yogyakarta.
Sugiyono, Dr. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif, Penerbit: ALFABETA.
Sulistiyani Ambar Teguh dan Rosidah, 2009, Manajemen Sumber Daya Mansusia,
Konsep Teori dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik, edisi
kedua, cetakan pertama, Penerbit : Graha Ilmu, Jakarta.
Suwandi, dan Nur Indriantoro (1999), “Pengujian Model Turnover Pasewark dan
Strawser: Studi Empiris pada Lingkungan Akuntansi Publik”, Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, 2 (2), halaman 173-195.
Wahyukusuma, A. (2005).Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan
Kepemimpinan Demokratis pada Supervisor. Salatiga: PU-UKSW (tidak
dipublikasikan).
LAMPIRAN
PERTANYAAN PANDUAN WAWANCARA
Wawancara ini merupakan wahana untuk menggali informasi mengenai
proses rekrutmen dan seleksi dalam kaitannya dengan kecerdasan emosi terutama
untuk karyawan fresh graduate.
Tanggal wawancara :
Tempat wawancara :
I. IDENTITAS INFORMAN
Nama Informan
: ........................................ (Boleh tidak diisi
2. Jenis kelamin
: ........................................ (L/P)
3. Umur
: ........................................ (Boleh tidak diisi)
4. Pendidikan terakhir : ........................................ (Bidang Pendidikan)
5. Lama bekerja
: .......................................................
6. Jabatan
: .......................................................
7. Lama Jabatan
: .......................................................
8. Tempat Bekerja
: .......................................................
Berilah tanda centang ( ) yang menurut Anda tepat.
1. Apakah perusahaan Bapak/Ibu sudah menggunakan/mengadopsi kecerdasan
emosi sebagai bagian dari kompetensi karyawan yang bekerja dalam
perusahaan?
Ya
Tidak
Jika ya, sejak kapan? …….
2. Dari mana perusahaan Bapak/Ibu mengenal tentang kecerdasan emosi?
Buku
Karyawan lain
Menyewa konsultan
Lain-lain: ………………………
3. Apakah kompetensi kecerdasan emosi ini juga mempengaruhi proses
rekrutmen dan seleksi pegawai?
Ya
Tidak
Jika ya, mengapa?
4. Apakah dalam syarat-syarat atau spesifikasi jabatan pada umumnya sudah
teridentifikasi secara spesifik item kompetensi kecerdasan emosi?
Ya
Tidak
Jika ya, tolong berikan contoh?
5. Pada proses rekrutmen, dalam publikasi lowongan pekerjaan, apakah kriteria
kecerdasan sudah tersampaikan secara eksplisit kepada pencari kerja
khususnya fresh graduate?
Ya
Tidak
Jika ya, tolong berikan salah satu contoh perumusannya:
Jika tidak, apakah kriteria jabatan yang diumumkan masih berkaitan dengan
item-item kecerdasan emosi?
6. Dari ke-5 aspek kecerdasan emosi mana yang diterapkan untuk proses
rekrutmen dan seleksi?
Mengenali emosi diri (self awareness)
Mengelola emosi (self regulation)
Memotivasi diri sendiri (motivation)
Mengenali emosi orang lain (empathy)
Membina hubungan (social skills)
Lain-lain:…….
7. Apakah dari perusahaan Bapak/Ibu mempunyai sumber lain yang mungkin
lebih dari ke-5 aspek tersebut?
Ya
Tidak
Jika ya, tolong berikan contoh?
8. Dalam proses seleksi metode apa yang akan digunakan untuk menilai
kompetensi kecerdasan emosi?
Wawancara
Aktivitas terstruktur (melakukan sampel pekerjaan, presentasi yakni
bagaimana calon karyawan dapat melaksanakan presentasi, menyakinkan
pendengar, mendemonstrasikan pengetahuan, studi kasus dimana calon
karyawan akan melakukan diskusi kelompok)
Interaksi (kesesuaian sosial antara calon karyawan terhadap calon
kolegannya (atasannya))
Tes psikometrik (tes kemampuan kognitif, kuesioner kepribadian)
9. Apakah metode seleksi yang digunakan, disesuaikan dengan jenis pekerjaan
yang dibutuhkan?
Ya
Tidak
Jika ya, tolong berikan contoh pada salah satu jenis pekerjaan?
Jenis Pekerjaan
Metode Seleksi yang Digunakan
Dari keterangan di atas menurut Bapak/Ibu, apakah kecerdasaan emosi penting
dalam proses rekrutmen dan seleksi khususnya bagi calon karayawan fresh
graduate?
Ya
Tidak
Jika ya, mengapa?
10. Tolong sebutkan kompetensi – kompetensi utama apa yang dicari dari seorang
fresh graduate?
Download